Strategi pembelajaran matematika Model P

MAKALAH

Strategi pembelajaran matematika
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI)
Menggunakan Media Lembar Kerja Siswa (LKS)

DISUSUN OLEH:
ERLINA EKA SEPTIANI (E1R 010 016)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam
mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang
terjadi. Melalui pendidikan seseorang akan mendapatkan berbagai macam ilmu baik
ilmu pengetahuan maupun ilmu teknologi. Tanpa sebuah pendidikan seseorang tidak
akan pernah tahu tentang perkembangan dunia luar bahkan tidak bisa bersaing di dunia

luar. Oleh karena itu, pendidikan sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti halnya bahwa ilmu tidak akan pernah habis digunakan akan tetapi akan
semakin berkembang jika digunakan.
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang mempunyai peranan
penting dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jam mata
pelajaran ini dibandingkan mata pelajaran lain. Pelajaran matematika dalam
pelaksanaan pendidikan diberikan kepada semua jenjang pendidikan dimulai dari
sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Pada umumnya guru mengajarkan matematika dengan menerangkan konsep dan
operasi matematika, memberi contoh mengerjakan soal, serta meminta siswa untuk
mengerjakan soal yang sejenis dengan soal yang sudah diterangkan guru. Guru
menekankan pembelajaran matematika bukan pada pemahaman siswa terhadap konsep
dan operasinya, melainkan pada pelatihan simbol-simbol matematika dengan
penekanan pada pemberian informasi dan latihan penerapan dalam soal. Guru
bergantung pada metode ceramah, siswa yang pasif, sedikit tanya jawab, dan siswa
mencatat dari papan tulis.
Proses belajar mengajar matematika yang baik adalah guru harus mampu
menerapkan suasana yang dapat membuat murid antusias terhadap persoalan yang ada
sehingga mereka mampu mencoba memecahkan persoalannya (Mulyono, 2003: 13).
Proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat. Kesalahan menggunakan

metode, dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan. Dampak
yang lain adalah rendahnya kemampuan bernalar siswa dalam pembelajaran
matematika. Hal ini disebabkan karena dalam proses siswa kurang dilibatkan dalam
situasi optimal untuk belajar.
Berdasarkan uraian diatas Ahmad Rohani (2004: 6) menyatakan bahwa
pelajaran matematika cenderung dipandang sebagai mata pelajaran yang ”kurang

diminati” atau ”kalau bisa dihindari” oleh sebagian siswa dan kurangnya kesabaran
bahwa aliran-aliran yang ada dalam matematika mengajarkan untuk dapat berpikir
lagi, rasional kritis, cermat, efisien dan efektif. Mengingat pentingnya belajar
matematika, seorang guru matematika dituntut untuk memahami dan mengembangkan
suatu metode pengajaran di dalam kelas untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Hal ini juga bertujuan agar dapat mengurangi rasa jenuh pada siswa dan juga rasa
takut pada mata pelajaran matematika.
Dalam proses pembelajaran matematika keaktifan siswa dalam belajar
merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran
matematika. Siswa di harapkan benar-benar aktif dalam belajar matematika, sehingga
akan berdampak pada ingatan siswa tentang materi pelajaran yang di ajarkan.
Keterlibatan


siswa

dalam

melakukan

langkah-langkah

pembelajaran

dapat

mempertajam ingatan tentang materi pelajaran. Suatu konsep akan lebih mudah untuk
di pahami dan di ingat apabila di sajikan melalui langkah dan prosedur yang menarik.
Selain kurangnya keaktifan dalam pembelajaran matematika guru seringkali kurang
memperhatikan tingkat pemahaman siswa dalam mengikuti perubahan, langkah, tahap
demi tahap dalam penyampaian materi pelajaran, dengan kata lain siswa hanya dibuat
tercengang oleh guru dalam mempermainkan rumus yang begitu runtun dalam sebuah
rangkaian pokok bahasan. Kondisi ini mungkin bagi guru suatu pekerjaan yang remeh
jika sekedar menulis rumus yang sebenarnya dapat dijadikan sebagai penuntun siswa

dalam memahami materi dan menyelesaikan soal–soal.
Untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran matematika, maka membuat
para guru untuk terus berusaha menyusun dan menetapkan strategi pembelajaran yang
paling efektif dan efisien untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan yang
telah dirumuskan (Hamzah Uno, 2007: 28). Penyajian bermacam-macam model
pembelajaran dan aplikasinya dalam pengajaran matematika ialah agar siswa dan guru
memiliki pengetahuan yang luas tentang model-model pembelajaran dan memiliki
keterampilan untuk menerapkannya. Salah satu model pembelajaran yang
dapat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Team
Assisted

Individualization

pembelajaran
Penggunaan

LKS

(TAI)


(Lembar

teorema

dengan

Kreativitas

Pythagoras

dalam

menggunakan

media

Siswa)

materi


pada

pemecahan

masalah.

Dengan menggabungkan kedua model pembelajaran tersebut dapat
memudahkan guru dalam memberikan bimbingan untuk kelas

dengan jumlah siswa yang banyak dan mampu meningkatkan
keaktifan siswa dalam belajar matematika.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, timbul beberapa permasalahan yang di
identifikasikan sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah dan keaktifan belajar siswa dalam proses
pembelajaran belum nampak.
2. Dalam proses belajar mengajar guru kurang memperhatikan apakah penggunaan
model pembelajaran yang ia terapkan dapat diterima oleh kebanyakan siswa.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di atas, maka

permasalahan umum dirumuskan : “ Bagaimanakah aplikasi model pembelajaran
Cooperative tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan media Lembar Kerja
Siswa (LKS)?”.

BAB II
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Model Pembelajaran Kooperatif Teknik TAI (Team Assisted Individualization)
TAI (Team Assisted Individualization) merupakan salah satu teknik dalam model
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Slavin. Terjemahan bebas dari TAI
(Team Assisted Individualization) adalah bantuan individual dalam kelompok dengan
karakteristik bahwa tanggung jawab belajar adalah pada siswa (Driver dalam Herdian ;
1980 ; 3). Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk
jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.
Dalam teknik ini guru memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman
siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pembelajaran menjadi
lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana kooperatif
dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
keterampilan berkomunikasi. Pada model pembelajaran kooperatif teknik TAI ini siswa

belajar dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan struktur kelompoknya
yang heterogen. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama (kalau
mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.
Slavin (Widdiharto, 2006: 19) membuat model ini dengan beberapa alasan.
Pertama, model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran
individual. Kedua, model ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar
kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program
pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual. Dengan
membuat para siswa bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan mengemban
tanggung jawab mengelolah dan memeriksa secara rutin, saling membantu satu sama
lain dalam menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe
TAI siswa dapat mengeksplorasi cara dan strateginya sendiri pada saat menyelesaikan
masalah secara individual sebelum bergabung dengan kelompoknya. Selanjutnya pada
saat berada pada kelompoknya masing-masing anggota kelompok dapat berkontribusi
untuk saling mengecek jawaban masing-masing, saling tukar pendapat, saling
membantu, dan dilajutkan dengan berdiskusi untuk mencari solusi terbaik yang praktis
dan mudah dipahami.

Model pembelajaran kooperatif teknik TAI dapat meningkatkan hasil belajar siswa

dengan penilaian yang menyeluruh menyangkut aspek kognitif, efektif dan psikomotor
dengan alat penilaian tes dan nontes (Etin Solihatin ; 2000 : 23). Model pembelajaran
kooperatif teknik TAI ini memungkinkan siswa untuk belajar mandiri serta saling berbagi
pengalaman dengan teman-temannya. Bahkan dapat saling membantu, yang pintar
membantu yang kurang pintar sehingga pada akhirnya semua anggota kelompok dapat
menyelesaikan tugas atau soal-soal matematika dengan benar. Pengajaran matematika oleh
teman sebaya (Peer Teaching) memungkinkan siswa untuk saling berinteraksi secara lebih
baik dan menyenangkan karena yang dihadapi adalah teman sebaya yang mempunyai
pengalaman dan pengetahuan yang tidak jauh berbeda. Pada akhirnya siswa akan menjadi
senang dan bersemangat belajar matematika.
Adapun prosedur pelaksanaan teknik ini adalah:
1. Guru meminta siswa untuk berkelompok (4-5 orang).
2. Guru menginformasikan kompetensi dasar, tujuan dan indikator yang ingin dicapai.
3. Guru membagikan wacana/materi/LKS untuk dikerjakan secara mandiri oleh siswa
(bantuan diberikan anggota kelompok jika menemui jalan buntu).
4. Siswa mendiskusikan hasil kerja mereka masing-masing dalam kelompok masingmasing.
5. Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi mereka.
6. Kesimpulan siswa bersama-sama guru.
7. Guru memberikan tes/assessment
8. Penutup (penghargaan) (Slavin dalam Ardana; 2007; 11)

Menurut Retna (2007: 19), Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki 8 komponen,
kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut.
a. Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa.
b. Placement Test yaitu pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai
harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.
c. Student Creative yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok, dimana
keberhasilan individu ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.
d. Team Study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan
guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan.
e. Team Score and Team Recognition yaitu pemberian score terhadap hasil kerja
kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil

secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan
tugas.
f. Teaching Group yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian
tugas kelompok.
g. Fact test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.
h. Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhiri waktu
pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
Adapun beberapa tahap-tahap dalam model pembelajaran TAI adalah sebagai berikut.

a. Guru menyiapkan materi bahan ajar.
b. Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar
guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. (Mengadopsi komponen
Placement Test).
c. Guru memberikan materi secara singkat. (Mengadopsi komponen Teaching Group).
d. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai
ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa. (Mengadopsi komponen Teams).
e. Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendiri
sebelumnya, dan

guru memberikan bantuan secara individual bagi siswa yang

memerlukannya. (Mengadopsi komponen Team Study).
f. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan mempresentasikan
hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru. (Mengadopsi komponen
Student Creative).
g. Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu. (Mengadopsi komponen
Fact Test).
h.

Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada)
berdasarkan hasil koreksi. (Mengadopsi komponen Team Score and Team
Recognition).

i.

Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan.
Kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah,

ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi
pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke
kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan
semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung
jawab bersama.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan model pembelajaran yang
membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir yang
berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan
(Suyitno,2002:9). Dalam model ini, diterapkan bimbingan antar teman yaitu siswa yang
pandai bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah. Disamping itu dapat meningkatkan
partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa yang pandai dapat mengembangkan
kemampuan dan ketrampilannya, sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Unsur-unsur program dalam model
pembelajaran tipe TAI menurut Slavin adalah sebagai berikut.
(a) Kelompok
Para siswa dalam TAI dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 4
sampai 5 orang, seperti pada STAD dan TGT.
(b) Tes Penempatan
Para siswa diberikan tes pra-program dalam bidang operasi matematika pada
permulaan pelaksanaan program. Mereka ditempatkan pada tingkat yang sesuai dalam
program individual berdasarkan kinerja mereka dalam tes ini.
(c) Materi-materi Kurikulum
Materi-materi kurikulum ini diadaptasi dari Slavin (2009) meliputi halaman panduan
(LKK) yang berisi konsep-konsep materi beserta contoh soal dan pembahasannya,
soal-soal latihan kemampuan, soal-soal tes formatif A dan tes formatif B, soal-soal tes
unit, serta kunci jawaban untuk soal-soal latihan kemampuan, soal-soal tes formatif
dan soal-soal tes unit.
Setiap unit materi memiliki bagian-bagian sebagai berikut :
· Lembar panduan untuk mereview konsep, dijelaskan oleh guru dalam pembelajaran
kelompok.
· Lembar berbagai keterampilan praktis, masing-masing terdiri dari enam belas
masalah.
· Tes formatif – dua set paralel terdiri atas sepuluh butir.
· Lima belas butir unit tes materi.
· Halaman jawaban untuk lembar keterampilan praktis, formatif dan tes satuan.
(d) Belajar Kelompok
Belajar kelompok ini adalah serangkaian proses belajar kelompok yang dijabarkan
pada langkah-langkah pembelajaran.

Setelah ujian penempatan, guru memberikan materi pertama. Selanjutnya siswa
sebagai peserta didik mulai mempelajari unit materi matematika secara individual.
Unit materi tersebut tercetak pada buku atau media pembelajaran siswa.
(e) Skor Kelompok dan Penghargaan Kelompok
Pada tiap akhir minggu, guru menghitung skor kelompok. Skor ini didasarkan pada
jumlah rata-rata unit yang bisa dicakupi oleh tiap anggota kelompok dan jumlah ratarata tes unit yang berhasil diselesaikan dengan akurat. Kriterianya dibangun dari
kinerja kelompok. Kriteria yang tinggi ditetapkan bagi sebuah kelompok untuk
menjadi kelompok super, kriteria sedang untuk menjadi kelompok sangat baik, dan
kriteria minimum untuk menjadi kelompok baik. Kelompok-kelompok yang
memenuhi kriteria sebagai kelompok super atau kelompok sangat baik menerima
sertifikat yang menarik.
Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya
sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari sumbangan setiap anggota.
Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbang poin di atas nilai rata-rata
mereka. Misalnya nilai rata-rata A adalah 65 dan kali ini dia mendapat 72, maka dia
akan menyumbangkan 7 point untuk nilai kelompok mereka. Dengan demikian setiap
siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan. Beberapa
siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka
karena mereka juga memberikan sumbangan, bahkan mereka akan terpacu untuk
meningkatkan usaha mereka dalam mencapai nilai. Sebaliknya, siswa yang pandai
juga tidak akan merasa dirugikan karena rekannya yang kurang mampu juga telah
memberikan sumbangan bagi mereka.
(f) Kelompok Pengajaran.
Guru memberikan bantuan pengajaran selama sekitar sepuluh atau lima belas menit
kepada anggota kelompok. Tujuan dari sesi ini adalah untuk mengenalkan konsepkonsep utama kepada para siswa. Ini dirancang untuk membantu para siswa
memahami hubungan antara pelajaran matematika yang mereka kerjakan dengan soalsoal yang ditemui dan juga merupakan soal-soal dalam kehidupan nyata.
(g) Tes Fakta
Pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.
Dua kali selama pemberian materi, siswa diberikan tes selama kurang lebih tiga menit
tentang fakta dan materi yang diberikan.
(h) Unit Seluruh Kelas

Pada akhir tiap tiga minggu, guru menghentikan program individual dan
menghabiskan waktu satu minggu untuk mengajari keterampilan geometri,
pengukuran, himpunan, dan strategi pemecahan masalah ke seluruh kelas.
Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI yang diadaptasi dari Slavin
yaitu :
(1) siswa membentuk kelompok berdasarkan pembagian kelompok heterogen yang telah
ditetapkan oleh guru. Penetapan ini merujuk pada tes penempatan,
(2) guru menunjuk dua atau tiga orang dalam masing-masing kelompok yang bertugas
sebagai pemeriksa jawaban,
(3)

para siswa membaca halaman panduan (LKK) mereka dan meminta teman satu
kelompok atau guru untuk membantu bila diperlukan. Selanjutnya mereka akan
memulai latihan kemampuan,

(4) masing-masing siswa mengerjakan empat soal latihan kemudian lembar jawabannya
diperiksa oleh pasangan masing-masing dalam kelompoknya. Jika jawaban keempat
soal tersebut benar, maka siswa tersebut dapat melanjutkan mengerjakan tes formatif
A. Jika ada jawaban yang salah, siswa harus mencoba mengerjakan kembali keempat
soal tersebut sampai siswa bersangkutan dapat menyelesaikan keempat soal tersebut
dengan benar. Siswa yang pada tahap ini mengalami kesulitan, didorong untuk
meminta bantuan kepada guru,
(5) setelah siswa dapat menjawab keempat soal latihan dengan benar, ia dapat mengikuti
tes formatif A yang soalnya menyerupai soal latihan. Pada saat mengerjakan tes
formatif, siswa bekerja sendiri sampai selesai. Seorang teman sekelompok akan
memeriksa lembar jawabannya dan menghitung skor tes. Apabila siswa tersebut dapat
menjawab 80% soal atau lebih dengan benar, maka pemeriksa akan menandatangani
hasil tes itu untuk menunjukkan bahwa siswa tersebut telah dinyatakan sah oleh teman
satu kelompoknya untuk mengikuti tes unit. Bila siswa tersebut tidak bisa
mengerjakan 80% soal dengan benar, guru akan dipanggil untuk membantu
menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa tersebut. Guru mungkin akan meminta si
siswa untuk kembali mengerjakan soal-soal latihan kemampuan kemudian
mengerjakan tes formatif B yang setara dengan tes formatif A, atau jika tidak, siswa
tersebut boleh terus melanjutkan ke tes unit. Tak ada siswa yang boleh mengerjakan
tes unit sampai dia mengerjakan tes formatif dan pekerjaannya diperiksa oleh
temannya,

(6)

tes formatif para siswa ditandatangani oleh siswa pemeriksa yang berasal dari
kelompok lain supaya bisa mendapatkan tes unit. Siswa tersebut selanjutnya
menyelesaikan tes unitnya, dan siswa pemeriksa akan menghitung skornya.

Model pembelajaran koperatif TAI memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan dan
kekurangan model pembelajaran kooperatif TAI, Slavin (1995:101) menyatakan bahwa
belajar kooperatif model TAI mempunyai kelebihan sebagai berikut:


Guru terlibat minimal dalam pengaturan dan pengecekan rutin



Guru akan menggunakan waktunya paling sedikit dalam mengajar kelompok kecil



Pelaksanaan program sederhana



Para siswa dapat mengecek pekerjaan satu sama lain



Mengurangi perilaku yang mengganggu



Mengurangi konflik antar pribadi



Program ini sangat membantu siswa yang lemah



Meningkatkan motivasi belajar pada diri siswa



Meningkatkan hasil belajar

Selain memiliki kelebihan model pembelajaran kooperatif TAI juga memiliki kekurangan.
Disebutkan oleh Derc (1991) dalam Anwar (2003) bahwa:
Dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat dan mengembangkan perangkat
pembelajaran, dan
Jumlah siswa yang besar dalam kelas, maka guru akan mengalami kesulitan dalam
memberikan bimbingan kepada siswanya.
B. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam Pembelajaran Matematika Lembar Kerja Siswa (LKS)
merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran. Secara umum LKS merupakan
perangkat

pembelajaran

sebagai

pelengkap

pendukung

pelaksanaan

Rencana

Pembelajaran. LKS berupa lembaran kertas yang berisi informasi maupun soal-soal yang
harus dijawab oleh siswa. LKS ini sangat baik digunakan untuk menggalakkan keterlibatan
siswa dalam mengajar baik dipergunakan dalam penerapan metode terbimbing maupun
untuk memberikan latihan pengembangan. Dalam proses pembelajaran matematika, LKS
dapat difungsikan dengan tujuan untuk menemukan konsep, prinsip, juga untuk aplikasi
konsep dan prinsip.

LKS merupakan bimbingan guru dalam pembelajaran yang disajikan secara tertulis, maka
dalam penulisannya perlu memperhatikan kriteria media grafis sebagai media visual,
khususnya tentang visualnya untuk menarik perhatian siswa. Sedangkan isi pesan
disamping memperhatikan unsur-unsur penulisan media grafis juga memperhatikan
hirarkhi materi (matematika) dan pemilihan pertanyaan-pertanyaan sebagai stimulus yang
efisien dan efektif (Sugiarto, 2006: 8).
Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam Pembelajaran Matematika
Lembar Kerja Siswa (LKS) Merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran, bahkan
ada yang menggolongkan dalam jenis alat peraga pembelajaran matematika. Secara umum
LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung
pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lembar kerja siswa berupa
lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal (pertanyaan-pertanyaan) yang
harus dijawab oleh peserta didik. LKS ini sangat baik digunakan untuk menggalakkan
keterlibatan peserta didik dalam belajar baik dipergunakan dalam penerapan metode
terbimbing maupun untuk memberikan latihan pengembangan. Dalam proses pembelajaran
matematika, LKS bertujuan untuk menemukan konsep atau prinsip dan aplikasi konsep
atau prinsip.
LKS merupakan stimulus atau bimbingan guru dalam pembelajaran yang akan disajikan
secara tertulis sehingga dalam penulisannya perlu memperhatikan kriteria media grafis
sebagai media visual untuk menarik perhatian peserta didik. Paling tidak LKS sebagai
media kartu. Sedangkan isi pesan LKS harus memperhatikan unsur-unsur penulisan media
grafis, hirarki materi (matematika) dan pemilihan pertanyaan-pertanyaan sebagai stimulus
yang efisien dan efektif. (Hidayah, 2007:8)
Tujuan penggunaan LKS dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut.
1. Memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh peserta didik.
2. Mengecek tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah disajikan.
3. Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit disampaikan secara lisan.
Sedangkan manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran
adalah sebagai berikut.
1. Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
2. Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.

3. Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan
proses.
4.

Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses
pembelajaran.

5. Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui
kegiatan belajar.
6. Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari
melalui kegiatan belajar secara sistematis. (Suyitno, 1997:40).
Langkah-langkah menyusun LKS adalah sebagai berikut.
Analisis kurikulum untuk menentukan materi yang memerlukan bahan ajar LKS.
1. Menyusun peta kebutuhan LKS.
2. Menentukan judul-judul LKS.
3. Penulisan LKS.
4. Rumusan kompetensi dasar LKS diturunkan dari buku pedoman khusus
pengembangan silabus.
5. Menentukan alat penilaian.
6. Menyusun materi.
(Abadi, Hartono, Junaedi, 2005 dalam Rahmawati, 2006:25).
Ada dua macam lembar kerja siswa (LKS) yang dikembangkan dalam pembelajaran di
sekolah.
1. Lembar Kerja Siswa Tak Berstruktur.
Lembar kerja siswa tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana untuk
materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yang dipakai untuk
menyampaiakn pelajaran. LKS merupakan alat bantu mengajar yang dapat dipakai
untuk mempercepat pembelajaran, memberi dorongan belajar pada tiap individu, berisi
sedikit petunjuk, tertulis atau lisan untuk mengarahkan kerja pada peserta didik.
2. Lembar Kerja Siswa Berstruktur.
Lembar kerja siswa berstruktur memuat informasi, contoh dan tugas-tugas.
LKS ini dirancang untuk membimbing peserta didik dalam satu program kerja atau
mata pelajaran, dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan pembimbing untuk
mencapai sasaran pembelajaran. Pada LKS telah disusun petunjuk dan pengarahannya,
LKS ini tidak dapat menggantikan peran guru dalam kelas. Guru tetap mengawasi

kelas, memberi semangat dan dorongan belajar dan memberi bimbingan pada setiap
siswa. (Indrianto, 1998:14-17).
Rumaharto (dalam Hartati, 2002:22) menyebutkan bahwa LKS yang baik
harus memenuhi persyaratan konstruksi dan didaktik. Persyaratan konstruksi tersebut
meliputi syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat,
kosakata, tingkat kesukaran dan kejelasan yang pada hakekatnya haruslah tepat guna
dalam arti dapat dimengerti oleh pihak pengguna LKS yaitu peserta didik sedangkan
syarat didaktif artinya bahwa LKS tersebut haruslah memenuhi asas-asas yang efektif.
Lembar kerja dapat digunakan sebagai pengajaran sendiri, mendidik siswa
untuk mandiri, percaya diri, disiplin, bertanggung jawab dan dapat mengambil
keputusan. LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap
penanaman konsep (menyampaikan konsep baru) atau pada tahap penanaman konsep
(tahap lanjutan dari penanaman konsep). Pemanfaatan lembar kerja pada tahap
pemahaman konsep berarti LKS dimanfaatkan untuk mempelajari suatu topik dengan
maksud memperdalam pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari pada tahap
sebelumnya yaitu penanaman konsep (TIM PPPG Matematika dalam Rahmawati,
2006:27).
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu jenis alat bantu
pembelajaran (Hidayah dan Sugiarto, 2006: 8). Secara umum LKS merupakan
perangkat pembelajaran sebagai pelengkap/ sarana pendukung pelaksanaan Rencana
Pembelajaran (RP). Lembar Kerja Siswa berupa lembaran kertas yang berupa
informasi maupun soal-soal ( pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa).
LKS sangat baik dipakai untuk menggalakkan keterlibatan siswa dalam belajar
baik dipergunakan dalam srategi heuristic maupun strategi ekspositorik. Dalam stategi
heuristik, LKS dipakai dalam penerapan metode terbimbing, sedangkan strategi
ekspositorik, LKS dipakai untuk memberikan latihan pengembangan.
LKS ini sebaiknya dirancang oleh guru sendiri sesuai dengan pokok bahasan
dan tujuan pembelajarannya (Lestari, 2006: 19). LKS dalam kegiatan belajar mengajar
dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep (menyampaikan konsep baru) atau
pada tahap pemahaman konsep (tahap lanjutan dari penanaman konsep), karena LKS
dirancang untuk membimbing siswa dalam mempelajari topik. Pada tahap pemahaman
konsep LKS dimanfaatkan untuk mempelajari pengetahuan tentang topik yang telah
dipelajari sebelumnya yaitu penanaman konsep.
b. Kriteria Pembuatan Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS yang digunakan siswa harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikerjakan
siswa dengan baik dan dapat memotivasi belajar siswa. Menurut Tim Penatar Provinsi Dati
I Jawa Tengah, hal-hal yang diperlukan dalam penyususunan LKS adalah
1) berdasarkan GBPP berlaku, AMP, buku pegangan, siswa (buku paket),
2) mengutamakan bahan yang penting,
3) menyesuaikan tingkat kematangan berfikir siswa.
Menurut Pandoyo (dalam Lestari, 2006: 20) kelebihan dari
penggunaan LKS adalah:
1) meningkatkan aktivitas belajar
2) mendorong siswa mampu bekerja sendiri
3) membimbing siswa secara baik ke arah pengembangan konsep.
C. Pembelajaran Menggunakan Model TAI (Team Assisted Individualization) Melalui
Pemanfaatan LKS (Lembar Kerja Siswa)
Langkah pertama dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TAI
melalui pemanfaatan LKS dalam penelitian ini adalah guru mengkondisikan siswa serta
mengingatkan kembali materi sebelumnya. Selanjutnya guru mengemukakan tujuan
pembelajaran serta memotivasi siswa untuk dapat aktif mengikuti proses belajar mengajar.
Setelah guru mengkondisikan kelas, selanjutnya guru menjelaskan materi secara singkat.
Pokok bahasan yang dikaji mengenai penggunaan Teorema Phytagoras dalam pemecahan
masalah. Langkah yang kedua guru membentuk kelompok-kelompok kecil dengan masingmasing kelompok beranggotakan 4-5 siswa berdasarkan nilai rata-rata ulangan harian
siswa. Selanjutnya guru membagikan LKS sebanyak 2 set kepada masing-masing
kelompok dan menugasi kelompok mengerjakan LKS untuk membantu mengetahui
bagaimana penggunaan Teorema Phytagoras dalam pemecahan masalah. Siswa diminta
untuk mendiskusikan hasil pemikiranya yang menurut mereka paling benar atau paling
menyakinkan secara berkelompok. Guru dalam tahap ini mengawasi aktivitas siswa dan
memberikan bantuan seperlunya pada siswa yang kurang memahami materi LKS yang
telah diberikan dengan berkeliling di dalam kelas. Waktu yang diberikan sekitar 40 menit,
pada tahap ini siswa secara keseluruhan sudah dapat mengikuti pelajaran secara aktif.
Setelah itu guru menunjuk tiga kelompok kemudian diminta untuk mengungkapkan hasil
kerjanya di depan kelas. Guru meminta siswa menjelaskan jawabannya mengenai
pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS, sedangkan kelompok lain mencocokkan hasil

kerjanya. Selanjutnya setiap ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap
anggota telah memahami materi LKS yang diberikan oleh guru dan siap diberi ulangan.
Langkah akhir dalam proses pembelajaran ini guru memberikan
ulangan (post-test) untuk dikerjakan secara individu dan siswa tidak boleh bekerjasama
dalam mengerjakannya. Setelah sekitar 5 menit guru meminta setiap ketua kelompok untuk
mengumpulkan hasil posttest masing-masing anggotanya kemudian menukarkan hasil
post-test kepada kelompok lain untuk dicocokkan sesuai jawaban yang ditulis di papan
tulis oleh guru. Selanjutnya guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang
kurang berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi kemudian guru memberikan
penghargaan kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi dengan memberikan
hadiah. Setelah itu guru membubarkan kelompok yang dibentuk dan siswa kembali ke
tempat duduk masing-masing. Untuk menutup pembelajaran, siswa bersama guru membuat
kesimpulan dari hasil pembelajaran kemudian guru memberikan pekerjaan rumah.

LEMBAR KERJA SISWA
Berikut ini terdapat 6 buah segitiga siku-siku pada kertas berpetak.

Pada segitiga Gb.1 dan Gb.2, sisi setiap segitiga siku-siku tersebut di sebelah luar telah
tergambar tiga persegi, yang sisi-sisinya sama dengan sisi-sisi dari masing-masing sisi
segitiga siku-siku tersebut. Bagaimana hubungan yang terdapat antara luas ketiga persegi
tersebut dengan sisi segitiga.
kemudian lengkapilah setiap baris pada tabel di bawah ini dengan luas persegi yang sisinya
merupakan sisi-sisi dari segitiga siku-siku, jika diketahui jarak antara 2 buah titik
berdekatan pada kertas berpetak adalah satu satuan panjang.

Dengan memperhatikan hasil luas persegi pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa
“Pada setiap segitiga siku-siku, luas persegi pada hipotenusa/sisi miring akan ...... luas
persegi pada sisi siku-sikunya.”
Karena luas persegi merupakan kuadrat sisi segitiga, maka dengan memperhatikan
hubungan antara luas persegi dengan sisi-sisi segitiga siku-siku tersebut dapat disimpulkan
bahwa :
Pada setiap segitiga siku-siku, ... sisi miring ... sisi siku-sikunya.”
Hubungan tersebut diatas berlaku untuk setiap segitiga siku-siku, disebut teorema
phytagoras.
Secara umum dengan memperhatikan gambar segitiga siku-siku berikut maka teorema
phytagoras dapat dituliskan.

DAFTAR PUSTAKA
http://etd.eprints.ums.ac.id/11604/(diunduh pada 14 Mei 2012)
http://drsyusup.wordpress.com/pengembangan-lks-matematika/ Pengembangan
LKS Matematika/(diunduh 14 Mei 2012)