POLITIK HUKUM EKONOMI ISLAM Studi Analis (1)
POLITIK HUKUM EKONOMI ISLAM
(Studi Analisis tentang Agenda Ekonomi Partai Keadilan Sejahtera)
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Sebelum membahas lebih jauh tentang politik hukum ekonomi Islam, munculnya teori politik/ kebijakan Islam adalah merupakan hubungan erat antara timbulnya pemikiran-pemikiran dan perkembangan kejadian historis, karena fase-fase pertumbuhan pertamanya berkaitan erat dengan kejadian-kejadian sejarah Islam sehingga hal itu harus dilihat seakan-akan keduanya adalah dua sisi mata uang yang saling melengkapi.1 Oleh karena itu penting untuk diulas kembali sejarah datangnya Islam sebagai bentuk agama sekaligus sistem yang utuh dari sebuah pemerintahan.
Sistem yang dibangun Rasulullah Saw. Dan kaum mukminin yang hidup di Madinah jika dilihat dari segi praktis dan diukur dengan variable-variabel politik di era modern tidak disangsikan lagi dapat dikatakan bahwa system itu adalah system politik pra excellent. Prof. R.Strathmann berkata “Islam adalah suatu fenomena agama dan politik karena pembangunannya adalah seorang nabi yang juga seorang politikus yang bijaksana atau seorang negarawan”.2
Bangunan masyarakat politik/ negara telah memulai kehidupan aktifnya, mulai menjalankan tugas-tugasnya dan mengubah prinsip-prinsip teoritis menuju dataran praktis setelah tersempurnakan kebebasan dan keadulatannya. Dan kepadanya dimasukkan unsur-unsur adanya penduduk. Tepatnya setelah pembacaan bai’at Aqobah I dan II sebagai bukti transformasi dalam Islam.3
Sebelum datangnya ajaran Islam di jazirah Arab (Hirah, Syam dan Hijaz) kondisi politik dan ekonomi ditiga wilyah yang bersebelahan dengan negara non Arab tersebut lemah iabel-variabel politik dan merosot. Manusia terbagi menjadi dua golongan; tuan dan budak atau pemimpin dan rakyat. Sang tuan mengambil manfaat dari sang budak. Sebagai penguasa, orang-orang non Arab hanya menikmati hasil dari kerja keras budak-budak dari orang-orang Arab (pribumi). Kabilah-kabilah disekitar wilayah tersebut berselisih antara turunan dan agama. Namun setelah ajaran Ibrahim datang dengan membawa syari’at sebagai penuntun hidup maka terbukalah pintu kebebasan dari kekangan penguasa yang dzalim. Kepemimpinan dan sistem pemerintahan mulai berdiri dengan memadukan ajaran agama (syari’at Islam) dan kepentingan duniawi sebagaimana telah tergambar pada pemerintahan Hijaz sehingga pemerintahan ini dihormati oleh orang-orang Arab saat itu.
Ketika Qushay bin Kilab menjadi pemuka Makkah (Ka’bah) pada pertengahan abad ke-V M., yaitu tahun 440 M. Qushay membuat kebijakan dengan membentuk Daarun Nadwah dan membentuk sistem pemerintahan yang mengatur kepentingan orang-orang yang mendatangi Ka’bah, menjamu orang-orang yang melaksanakan haji untuk melaksanakan syari’at Ibrahim.4Qushay mewajibkan kaum Qurays untuk membayar pajak tahunan guna memberi makan fakir miskin dan jamaah haji.5 Sistem pemerintahan Hijaz dan Qushay adalah salah satu contoh politik/ kebijakan yang menarik untuk dikaji.
Umat Islam sedunia memiliki peran dalam berpolitik atau membuat kebijakan-kebijakan serupa dengan tujuan meningkatkan perekonomian negara dengan landasan al-Quran dan al-Hadist Sebagaimana telah diteladani oleh Rasulullah Saw. sebagai khalifah sekaligus kedudukannya sebagai kepala negara Yatsrib (Madinah). Perkataan (qouliyah) prilaku (‘amaliyah) dan kebijakannya (taqririyah) dalam memimpin dibimbing melalui wahyu yang diterima. Rasulullah Saw. sangat piawai dalam membuat kebijakan (baik strategi peperangan maupun perihal ekonomi negara), sebagai buktinya Rasulullah Saw. berhasil melakukan ekspansi dijazirah Arab yang luas seluruhnya sekitar satu juta tiga ratus ribu mil persegi.6 Dan dalam waktu tiga belas tahun melakukan peperangan sebanyak tujuh puluh kali peperangan, waktu yang relatif singkat untuk nilai yang cukup fantastis. Kalaulah perekonomian Madinah pada saat itu lemah tentunya tidak dapat menopang kebutuhan militer untuk mempersiapkan peperangan.
Peperangan yang dilakukan Rasulullah Saw. membutuhkan manajemen yang cerdas, karena selain mengatur strategi militer, perlunya memanaj kebutuhan logistic untuk pasukan perang (bahan makanan selama peperangan) dan alat-alat persenjataan. Pada perang Khandak pasukan perang meninggalkan pekerjaan untuk penggalian parit yang mengelilingi kota Madinah namun kebutuhan rakyat saat itu tetap terjamin oleh negara. Strategi dan kebijakan politik serta pengelolaan ekonomi seperti inilah yang patut diteladani untuk menghidupkan kembali politik dan perekonomian yang lemah. Begitulah menurut Ibnu Khaldun tugas dan fungsi pemerintahan adalah mengatur dan mengembangkan perekonomian negaranya.
Di Indonesia sistem ekonomi yang dianut adalah sistem ekonomi campuran, konsep “Eropa modern” yang bersebrangan dengan hati nurani masih tetap digunakan. Padahal secara historis kekuatan pendorong lahitnya Eropa Modern adalah terjadinya perubahan struktur ekonomi dalam kepemimpinan gereja atau raja (peristiwa renaissance). Kaum protestan mengedepankan kekuatan ekonomi tersebut untuk melawan Roma. Hingga sejak saat itu lahirlah ekonomi modern, gerakan pishiokratis dan kapitalisme lama bersamaan dengan terjadinya gelombang revolusi industry pertama di Eropa.7 Konsep ekonomi modern untuk saat itu menjadi solusi jitu namun dalam konteks permasalahan ekonomi di Indonesia konsep tersebut belum dapat menjawab isu-isu ekonomi yang ada.
Nyatanya hingga saat ini masih banyak rakyat miskin yang belum mendapat perhatian penuh dari pemerintah, padahal kesejahteraan anak yatim dan fakir miskin adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat sekitarnya. Begitu pula masalah defisit anggaran yang dialami oleh Negara sejak tahun 1952. Defisit anggaran tersebut selalu ditutupi dengan hutang-hutang luar negeri. Volume hutang yang terus membesar sangat membebani APBN, perekonomian Indonesia semakin lemah, kebijakan-kebijakan orde lama, orde baru dan reformasi yang dibuat ternyata tidak menyelesaikan persoalan ekonomi negara.8
Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh khalifah (pemerintah) tidak lepas dari kendali politik ekonomi (as-siyasatu al-iqtishadi) sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdur Rahman al-Maliki bahwa tujuan dari kebijakan tersebut yaitu menjamin kebutuhan-kebutuhan primer (dhoruriyah) per-individu secara menyeluruh dan kebutuhan skunder (hajiyah). Adapun Umar bin Abdul Aziz menyatakan politik ekonomi adalah…..
Politik ekonomi Islam merujuk pada kaidah kemaslahatan, keadilan, dan kebutuhan (maslahah, ‘adalah, dharurah). Sepanjang belum terciptanya keadilan kemanusiaan yang menyeluruh, maka tidak mungkin terwujud keadilan dalam bidang ekonomi.9 Contoh pada kebijakan belanja ekonomi Islam yang oleh ulama kebijakan tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah islam; yaitu membawa maslahah, menghindari masyaqqoh, al-gurmu bil gunni (mendapatkan manfaat harus siap menanggung beban) dan kaidah maa laa yatimmu ‘alal wajib illa bihi fahuwa wajib (suatu sarana yang mendukung untuk ditegakkan suatu kewajiban, maka sarana itu juga dihukumi wajib). 10
Kebijakan Ekonomi Islam dapat direalisasikan melalui partai-partai Islam di Indonesia. Kebijakan tersebut dimuat dalam agenda politik dan agenda ekonomi partai sebagai kontribusi pemerataan peningkatan ekonomi wilayah. Partai Islam yang menjadi objek analisis pada thesis ini adalah Partai Keadilan Sejahtera wilayah Bandar Lampung. Secara umum prinsip kebijakan dasar yang diambil oleh Partai Keadilan Sejahtera terefleksi utuh dalam jati dirinya sebagai Partai Da’wah. Sedangkan da’wah yang diyakini Partai Keadilan Sejahtera adalah da’wah rabbaniya ‘alamiyah, yaitu da’wah yang membimbing manusia mengenal tuhannya da da’wah yang ditujukan kepada seluruh umat manusia. Ia adalah da’wah yang menuju persaudaraan yang adil dikalangan umat manusia, jauh dari bentuk-bentuk realisme atau fanatisme kesukuan, rasa atau entitas.Atas dasar itu maka da’wah menjadi poros utama seluruh gerak partai. Ia juga sekaligus menjadi karakteristik prilaku para aktifisnya dalam berpolitik.
Teori politik ekonomi Islam dari pemikiran tokoh Umar bin Abdul Aziz akan dicocokkan dengan salah satu agenda PK Sejahtera. Dalam thesis ini akan dikaji lebih dalam platform kebijakan pembangunan-ekonomi Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejatera. PKS memiliki 17 agenda ekonomi namun mengingat penulisan ini adalah thesis, maka dibatasi ruang lingkupnya menjadi satu agenda saja yang akan diteliti oleh penulis yaitu mengenai upaya PKS dalam memberantas kemiskinan di wilyah Bandar lampung..
B. Fokus Masalah
1. Identifikasi Masalah
Islam memiliki sistem ekonomi yang absolut yang berakar pada prinsip-prinsip syari’ah dan berorientasi pada maqoshidu syari’ah. Dari sistem tersebut lahirlah kebijakan –kebijakan yang kembali kepada kemaslahatan masyarakat banyak sebagai bentuk dari prinsip ‘adalah. Dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang ada kaitannya dengan penelitian, permasalahan itu antara lain adalah sebagai berikut:
-
Adanya kesenjangan tentang pengentasan kemiskinan antara teori politik/kebijakan ekonomi Islam Umar bin Abdul Aziz dengan platform agenda ekonomi Partai Keadilan Sejahtera.
-
Adanya agenda ekonomi dari Partai Islam (studi pada Partai Keadilan Sejahtera) yang harus dikaji melalui sudut pandang politik/kebijakan ekonomi Islam. sehingga konsep-konsep kebijakan ekonomi Partai Keadilan Sejahtera dapat disimpulkan telah atau belum sejalan dengan teori politik/kebijakan ekonomi Umar bin Abdul Aziz.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut maka peneliti membuat batasan masalah sebagaimana berikut:
-
Analisis politik/kebijakan ekonomi Islam tentang agenda ekonomi Partai Keadilan Sejahtera, dibatasi pada masalah pengentasan rakyat miskin.
3. Rumusan Masalah.
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
Bagaimana konsep politik ekonomi Partai Keadilan Sejahtera dalam mengentaskan kemiskinan ditinjau dari sudut pandang politik / kebijakan ekonomi Islam?
-
Bagaimana langkah kebijakan yang diterapkan oleh Partai Keadilan Sejahtera dalam mengentaskan kemiskinan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
-
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:
-
Menyumbangkan pemikiran baru dalam dunia keilmuan tentang pengentasan kemiskinan menurut Umar bin Abdul Aziz, sehingga dapat diterapkan dan dirumuskan oleh Partai Keadilan Sejahtera.
-
Untuk mengetahui pentingnya politik/kebijakan ekonomi Islam dalam menjawab isu-isu ekonomi temporer dan kekinian.
-
Untuk mengetahui peran partai Islam hususnya Partai Keadilan Sejahtera dalam pengambilan kebijakan ekonomi.
-
Manfaat dari penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
Meningkatkan disiplin ilmu ekonomi Islam hususnya berkaitan dengan politik hukum ekonomi Islam Umar bin Abdul Aziz.
-
Memberikan kontribusi kepada Partai Keadilan Sejahtera untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun strategi kebijakan ekonomi yang efektif dan efisien.
-
Memberikan keluasan wawasan bagi peneliti dari ilmu yang diperoleh selama analisis ini dilakukan.
D. Tinjauan Pustaka
Belum banyak karya tulis yang membahas tentang politik ekonomi Islam di Indonesia hususnya terkait dengan analisis kebijakan ekonomi Islam terhadap agenda ekonomi partai islam, dalam hal ini partai yang menjadi objek penelitian adalah Partai Keadilan Sejahtera (periode 2009-2014). Namun terdapat beberapa karya tulis yang memiliki kaitan erat dengan bidang kajian tesis ini, yang secara garis besar pembahasannya dapat dikelompokkan kedalam dua pokok bahasan, yaitu: 1. Pembahasan mengenai politik pemerintahan Islam dan ekonomi Islam dan 2. Pembahasan mengenai politik ekonomi Partai Keadilan Sejahtera
1. Referensi yang berkaitan dengan politik Islam diambil dari buku “Politik Islam: Ta’liq Siyasah Syar’iyyah Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah”, pengarang Muhammad bin Shalis al-Utsaimin. Penerjemah Ajmal Arif, percetakan Griya Ilmu, 2009. Uku ini membahas hukum-hukum pemerintahan yang mengatur kebijakan internal, hukum-hukum yang berkaitan dengan cara memutuskan perkara dan sarana-sarana mewujudkan keadilan dan hukum-hukum pemerintahan secara komperhensip.
Referensi mengenai Kebijakan ekonomi diambil dari buku Sejarah Hidup Muhammad, Syekh Syafiur Rahman al-Mubarakfurry, Jakarta: Rabbani Press, 1998. Buku “Umar bin Abdul Aziz: Khalifah Pembaharu dari Bani Umayyah” Pengarang Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Pustaka Kautsar, Jakarta, 2007. Dan buku “Ali bin Abi Thalib, Litera Antar Nusa, Bogor
Buku selanjutnya tentang politik ekonomi yang diambil dari kebijakan para sahabat dirujuk dari buku Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Mustafa Edwin Nasution, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2007. Dan buku Wawasan Sistem Politik Islam, Salim Ali al-Bahnasawi.penerjm. Mustolah Maufur, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 1996. Intisari yang diambil dari buku ini adalah aturan agama dan politik.kekuasaan politik dalam sistem Islam, Islam dan demokrasi dimasalalu dan masa sekarang.dan kebijakan-kebijakan Islam terhadap permasalahan.
Referensi lainnya adalaha buku Keadilan Sosial dalam Islam, Sayyid Qutub, Jakarta: Penerbit Pustaka, 1984. Dan buku Sistem Politik Indonesia, Rusadi Kantraprawira, Sinar Baru Algesindro. Buku ini memaparkan pendekatan pembangunan politik pemerintahan dan proses politik Indonesia dalam proyeksi dan dimensi sejarah.
2. Pembahasan mengenai politik ekonomi Partai Keadilan Sejahtera.
Pembahasan ini terdapat dalam buku Dilema PKS: Suara dan Syari’ah karya Burhanuddin Muhtadi (Dosen UIN dan peneliti LSI), jumlah halaman 307 halaman, Penerbit Gramedia, Maret 2012. Dalam buku ini terdapat lima bab pembahasan yaitu: PKS sebagai gerakan sosial, aksi-aksi kolektif PKS, pengaruh internasional dan domestic, dari kampus ke panggung politik, Islam adalah solusi, dilema strategi electoral PKS, kesimpulan dan penutup. Sedangankan langkah dan kebijakan yang diambil serta menekankan orientasi gerakannya pada dakwah Islamiyahnya baik ditingkat elit politik maupun sosial kemasyarakatan dijelaskan pada bab Islam adalah solusi.
Referensi selanjutnya adalah buku-buku yang terkait agenda-agenda ekonomi Partai Keadilan Sejahtera. Buku”Fenomena Partai Keadilan Sejahtera, Ali Said Darmanik, buku ini berisi tentang modernisasi politik orde baru dan respon kaum muda islam: sejarah pertumbuhan dan perkembangan awal garakan tarbiyah, Filosofi lahirnya Partai Keadilan Sejahtera dan program-program yang dicanangkan PKS. Rujukan lainnya yang berkaitan dengan agenda politik ekonomi Partai Keadilan Sejahtera diambil dari Platform agenda ekonomi Partai Keadilan Sejahtera Periode DPP Jakarta 2009-2014.
Pada analisis yang berkaitan dengan kebijakan, peneliti merujuk kepada buku Pengantar Studi Penelitian Kebijakan dikarang oleh Sudarwan Danim penerbit: PT Bumi Aksara Jakarta, cetakan ke 1, tahun 1997. Buku ini menjelaskan hakikat dan proses penelitian kebijakan, merumuskan konsep studi penelitian kebijakan, metodologi penelitian kebijakan, hasil penelitian dan analisi rekomendai studi serta tata presentasi hasil penelitian.
E. Kerangka Pikir.
Penyusunan kerangka fikir ini akan disajikan dalam kerangka penelitian yang terdiri atas:
-
Kajian Al-Quran dan hadist sebagai sumber utama (grand theory) atas prinsip-prinsip lahirnya kebijakan. Dalil Al-Quran yang berkaitan erat dengan kebijakan dan pentingnya pandangan para ahli terdapat dalam surat Yusuf ayat 46-49. Selain itu dipaparkan ayat-ayat yang sepadan dengan kebijakan, seperti: amanah dan adil (Q.S an-Nisa: 58, al-Anfal: 27, al-Mu’minuun: 8). Bijaksana dalam musyawarah (Q.S Al-Imran: 159, asy-Syura: 38) dan sebagai penyatu umat Islam (Q.S al-Imran: 103). Begitu pula dalam konteks ekonomi telah diuraikan mengenai penanggulangan kemiskinan dengan memberi bantuan kepada anak yatim dan fakir miskin (Q.S al-Ma’un: 1-7), berbuat kebajikan dengan harta yang dimiliki (Q.S. al-Qashas: 77).
-
Kaidah fiqhiyah ““tasharruf al-imam ‘ala ar-ra’iyyah manuthun bi al-maslahah” arti dari kaidah tersebut adalah kebijakan pemerintah kepada rakyatnya harus berorientasi pada kemaslahatan dan kepentingan rakyatnya. Dan prinsip-prinsip ekonomi Islam yaitu“adh-dharuriyah al-khamsah”.
-
Teori dan aplikasi Politik/kebijakan ekonomi Islam sejak zaman Rasulullah Saw. memimpin kota Madinah hingga digantikan oleh khulafaurrasyidin dan yang lebih penting untuk dikaji adalah politik Umar bin Abdul Aziz dalam mensejaherakan rakyat dan mengentaskan kemiskinan.
-
Mengkaji platform pembangunan-agenda ekonomi Partai Keadilan Sejahtera tentang konsep pengentasan kemiskinan dan mengkaitkannya dengan Al-Quran hadist dan politik/kebijakan Rasululah Saw dan Umar bin Abdul Aziz.
-
Kesimpulan argumentative. Dalam kesimpulan ini menjelaskan kemampuan analisis yang telah disesuaikan dengan teori yang ada dalam menjawab rumusan masalah yang ada, yang berisikan tentang politik ekonomi Partai Keadilan Sejahtera dipandang dari sudut pandang kebijakan ekonomi Islam. Sesuai dengan pemaparan tersebut maka dapat dibangun sebuah kerangka penelitian sebagai berikut:
Al-Qur’an Al-Hadist Kaidah fiqhiyah Politik/ kebijakan Rasulullah Saw. Politik/ kebijakan Khulafaurrasyidin Politik kebijakan Umar bin Abdul Aziz
Daftar Pustaka
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Penerbit Karya Insan Indonesia, Jakarta, 2004
Ibnu Katsir ad-dimsyiqi (W 778 H), Tafsir Al-Qur’an al-‘Adzim, jilid III, (Cairo: Maktabah Taufiqiyah, t.t)
Nabawiyah Taufiq al-Khulaniy, As-Syakhsiyyah fii Qissoti Sayyidina Yusuf, Kulliyati ad-Dirasaat al-Islamiyah wa al-‘Arabiyah, Cairo, Matba’a Jaami’atu al-Azhar, t.t)
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Politik Islam: Ta’liq Siyasah Syar’iyyah Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah, Griya Ilmu, Jakarta, 2009
Kwik Gian Gie, Kebijakan Ekonomi Politik dan Hilangnya Nalar, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006.
Formulasi Nalar Fiqih: Telaah Kaidah Fiqih Konseptual, Percetakaan Rabbani Khalista, Surabaya, 2005
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke II, cet-IX, Balai Pustaka Jakarta 1997. Hlm. 150
Hartono Marjono, Menegakkan Syari’at Islam dalam Konteks Keindonesiaan, penerbit Mizan, Bandung, 1997
Ahmad Muhammad Al-Assal, dkk, Sistem Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, penerbit CV Pustaka Setia, Bandung, 1999
Abdul Aziz, dkk, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, penerbit Alfabeta, Bandung, 2010
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawaid Fiqhiyah: Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Penerbi Gaya Media Pratama, Jakarta, 2008
Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik; Panduan praktis mengkaji masalah dan kebijakan sosial, Bandung: Alfabeta, 2005.
Zainuddin Hamidi, dkk, Terjemahan Hadist Sahih Bukhari, Slangor: Klang Book Center, 1997
Muhammad abed al-jabiri, syura, tradisi, partikularitas, universalitas, Yogyakarta, LKiS, 2003
Asy-Syaikh Muhammad al-Khudari, Muhadlarah TarihulUmamil Islamiyah, cet.II, Maktanah at-Tijariyah al-Kubra, Mesir.1382 H
Dr.Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah; Sebuah studi Analitis berdasarkan sumber-sumber yang otentik, Jakarta: Qisthi Press, 2005
Syaikh Syafiurrahman al-Mubarakfurry, Sejarah Hidup Muhammad: Sirah Nabawiyah, penerjemah Rahmat, Cet 1, Jakarta: Rabbani Press, 1998
Ali Audah, Ali bin Abi Thalib: Amanat Perdamaian, Kaedilan dan Persatuan (peranannya sebagai pribadi dan khalifah), cet ke IV, Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, 2008
Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Umar bin Abdul Aziz: Khalifah Pembaharu dari Bani Umayyah, penerj. Shofau Qolbi,Lc.MA, Pustaka Al-Kautsa, Jakarta, 2007
Sayyid Qutub, al-‘adalah al-ijtima’iyyah fil Islam, Darul Katib al-‘Arabiy, tt.
Revrisond Baswir, dkk, Pembangunan Tanpa Perasaan; Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya Orde Baru, cet I,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999)
Mutammimul Ula, Risalah Perjuangan Dakwah Parlemen, (Solo: PT Era Adicitra Intermedia, 2004)
Sutrisno Hadi, Metodologi Research. Jilid I (Yogyakarta: Andi Ofset, 1987).
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.Rineka Cipta 1992)
Marzuki, Metodologi Research, (Yogyakarta, Andi Offset, 1989)
RENCANA OUT LINE
BAB I PENDAHULUAN
-
Latar Belakang Masalah
-
Identifikasi dan Batasan Masalah
-
Rumusan Masalah
-
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
-
Kajian Pustaka
-
Kerangka Pikir
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Kebijakan Ekonomi Islam
1. Pengertian kebijakan dan penafsiran ayat-ayat, hadist dan kaidah fiqih mengenai kebijakan ekonomi
2. Aplikasi kebijakan Rasulullah Saw. dan Khulafaurrasyidin.
B. Politik ekonomi dalam Islam
1. Pengertian & uraian Politik ekonomi
2. Politik Pemerintahan dalam Islam
3. Politik Ekonomi Partai
C. Politik Ekonomi masa Orde Baru dan Reformasi
1. Politik Ekonomi Orde Baru
2. Politik Ekonomi Reformasi
D. Politik Ekonomi Partai Keadilan Sejahtera
1. Konsep Politik Ekonomi Partai Keadilan Sejahtera
2. Filosopi dan Prinsip-prinsip Kebijakan Partai Keadilan Sejahtera
3. Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera Periode 2009-2014
BAB III METODE PENELITIAN
-
Jenis dan Sifat Penelitian
-
Sumber Data
-
Metode Pengumpulan Data
-
Metode Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
-
Visi Misi dan Stuktur legislator Partai Keadilan Sejahtera Provinsi Lampung Periode 2009-2014
-
Relevansi antara Konsep Kebijakan Ekonomi Islam dan kebijakan Partai Keadilan Sejahtera
-
Kelebihan dan Kelemahan Politik Ekonomi Partai Keadilan Sejahtera dalam perspektif Ekonomi Islam.
BAB V PENUTUP
-
KESIMPULAN
-
SARAN-SARAN
BABVI DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORI
-
Konsep Politik Ekonomi Islam
1. Politik/ Kebijakan Ekonomi Islam menurut Al-Qur’an dan Hadist.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kebijakan dapat diartikan sebagai kepandaian, kemahiran dan kebijaksanaan. Sedangkan menurut istilah, arti kebijakan ialah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak (pemerintahan dan organisasi dsb) atau sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.11 Sedangkan arti kebijakan ekonomi adalah suatu pernyataan tujuan dan metode untuk mencapai tujuan (instrument kebijakan) yang dilakukan pemerintah, partai politik, badan usaha dan lain-lain. Kebijakan ekonomi termasuk dalam ranah kebijakan publik yaitu tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki wewenang hukum, politis dan financial untuk melakukannya.12
Referensi utama yang melahirkan konsep kebijakan ekonomi dalam Islam adalah Al-Quran dan Al-Hadist. keduanya sebagai sumber hukum Islam yang tidak dapat dipisahkan. Tafsir ayat Al-Quran yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi dapat dilihat dari kisah nabi Yusuf tentang takwil mimpi raja dalam menghadapi masa krisis yang berkepanjangan. Hal ini dikisahkan dalam surat Yusuf ayat 46 sampai 49, sebagaimana berikut:
“Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya! Terangkanlah kepada kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering, agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui. Dia (Yusuf berkata), “agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagai mana biasa; kemudian apa yang kamu tunai hendaklah kamu biarkan ditangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Setelah itu akan datang tahun, dimana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur)”(Q.S Yusuf 46-49)13
Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa mimpi raja Mesir ialah ketentuan Allah Swt untuk memuliakan Yusuf a.s sehingga ia keluar dari penjara dengan cara yang dihormati. Dalam peristiwa tersebut terlihat kebijaksanaan Yusuf a.s dalam menakwilkan mimpi dengan tidak memberikan syarat apapun kepada sang raja, bahkan Yusuf a.s tidak hanya menakwilkan mimpi raja, ia memberikan jalan keluar untuk mengumpulkan hasil panen ke sebuah tempat (lumbung padi) dan menghindari berlebih-lebihan dalam pemakaian gandum tersebut.14 Dari kisah tersebut tersirat pesan bahwa keluasan ilmu/ keahlian (Yusuf a.s) dalam mengambil kebijakan dimasa yang akan menunjukkan bahwa pentingnya pemerintah memanfaatkan pandangan-pandangan para ahli.
Penafsiran senada dijelaskan dalam buku “Syakhsiyah Yusuf a.s” bahwa takwil tersebut disampaikan dengan penuh kehati-hatian Yusuf a.s terkait maslahat orang banyak, Yusuf a.s menjelaskan maksud mimpi tersebut dengan cara penanggulangan terhadap musibah yang akan dihadapi.15 Contoh kebijakan yang tertuang dalam kisah Yusuf a.s tersebut adalah kebijakan yang disampaikan nabi Yusuf a.s melalui bimbingan wahyu.
Mengenai konsep kebijakan dan pembuat kebijakan (pemimpin), dalam al-Quran dan hadist telah diuraikan padanan yang berkaitan dengan kedua hal tersebut. dalam konteks kepemimpinan, seorang pemimpin yang berlaku sebagai pembuat kebijakan hendaklah memiliki karakteristik amanah dan adil (Q.S an-Nisa: 58, al-Anfal: 27, al-Mu’minuun: 8). Bijaksana dalam musyawarah (Q.S Al-Imran: 159, asy-Syura: 38) dan sebagai penyatu umat Islam (Q.S al-Imran: 103). Begitu pula dalam konteks ekonomi telah diuraikan mengenai penanggulangan kemiskinan dengan memberi bantuan kepada anak yatim dan fakir miskin (Q.S al-Ma’un: 1-7), berbuat kebajikan dengan harta yang dimiliki (Q.S. al-Qashas: 77).
Artinya: (58) Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (59)Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS An-nisa:58-59).
Sebuah riwayat yang menceritakan ayat tentang memberikan amanat dan hak kepada yang berhak serta menghukum dengan adil ini adalah sebuah kisah ketika terjadinya pembukaan kota Mekkah. Ketika itu, penjaga ka’bah adalah ‘Utsmân bin ‘Abd al-Dâr. Beliau mengunci ka’bah. Maka ‘Abbâs mengambil dengan paksa kunci tersebut. Lalu Rasulullah mengutus ‘Alî RA untuk meminta ‘Abbâs mengembalikan kunci tersebut dan meminta maaf kepada ‘Utsmân bin ‘Abd al-Dâr. Setelah itu, ‘Alî RA pun menceritakan pada ‘Utsmân bin ‘Abd al-Dâr bahwa ayat ini diturunkan kepadanya. Maka ‘Utsmân bin ‘Abd al-Dâr pun memeluk Islam.16 Perintah awal dari ayat ini adalah supaya menjalani amanat dengan memberikannya kepada ahlinya bagi setiap muslimin. Sama ada hak bagi dirinya sendiri maupun hak bagi orang lain serta hak Allah secara umum.17
Menurut Syaikh Wahbah al-Zuhaylî, bahwa kata “adil” memberikan hak kepada pemiliknya dengan jalan yang terdekat”.18 Kata adil menurut `Ibn ‘Athiyyah: “telah berkata al-Qâdlî `Abû Muhammad: Adil adalah melakukan segala perkara yang difardukan dari segi akidah dan syariat, kehidupan sesama manusia di dalam melaksanakan amanat dan meninggalkan kezaliman, memberikan sesuatu yang hak”19
Ayat 58 di turunkan kepada para penguasa untuk menyampaikan amanah kepada ahlinya dan bersikap adil ketika mereka memutuskan perkara. Sedangkan ayat 59 turun kepada orang yang dipimpin (rakyat) untuk mentaati pemimpinnya. Jika ia adalah wakil bagi pemimpinnnya maka sepatutnya ia taat dan bersifat adil selama tidak keluar dari koridor syari’ah. Namun jika mereka berselisih paham dalam suatu hal, maka hendaklah mereka mengembalikannya kepada kitabullah dan sunnah rasulnya. Pada kedua ayat diatas, pemimpin dan orang yang dipimpin sama-sama memiliki kawajiban untuk bersikap amanah agar terciptanya system pemerintahan yang baik. Oleh karena itu dalam kitab politik Islam yang di ta’liq oleh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, menunaikan amanah terdapat dalam 5 hal untuk mengahadirkan kepemimpinan yang sukses dan pemerintahan yang baik (good governance), yaitu:
1. Pemberian Jabatan (Amanah) Kepada Orang Terbaik (Ahlinya) Seorang pemimpin haruslah orang-orang yang profesional. Dan siap melayani rakyatnya khodimul ummah, oleh karena itu Ibnu Taymiyyah memberika dua syarat ideal bagi seorang pemimpin yaitu kuat dan amanah sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’a surat Al-Qashas ayat 26.
2. Membangun hukum yang adil.
Berlaku adil mencakup semua aspek kehidupan baik sosial, politik, budaya, ekonomi dan sebagainya. Sistem Kapitalisme dan sosialisme juga memiliki konsep adil. Bila kapitalisme mendefenisikan adil sebagai ”Anda dapat apa yang anda upayakan (you get what you deserved)”, dan sosialisme mendefenisikannya sebagai ”sama rasa sama rata (no one has previlege to get more than other)”, maka islam mendefenisikan adil sebagai tidak mendzalimi tidak pula dizhalimi (la tazhlimun wala tuzhlamun).
3. Dukungan dan kepercayaan dari masyarakat (legitimasi)
4. Ketaatan tidak boleh dalam kemaksiatan
5. Konstitusi yang berlandaskan Al-Qur’an dan as-sunah
Salah satu cara untuk menghadirkan kepemimpinan yang sukses dan baik menurut ayat ini adalah “jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),” artinya Al-qur’an dan sunnah harus menjadi rujukan dalam setiap penyelesaian masalah yang terjadi didalam negara.Syekhul islam Ibnu Thaimiyyah mengatakan tugas utama negara ada dua,Pertama, menegakkan syariat, dan kedua, menciptakan sarana untuk menggapai tujuan tersebut. Negara harus menjadi kepanjangan tangan Allah Swt untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya dimuka bumi. Ada beberapa alasan penting yang membuat negara dan pemerintahan memiliki kedudukan yang vital dalam islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah. Yaitu: Pertama; Al-Qur’an memiliki seperangkat hukum yang pelaksanannya membutuhkan institusi negara dan pemerintahan. Kedua; Al-Quran meletakkan landasan yang kokoh baik dalam aspek akidah, syariah, dan akhlak yan berfungsi sebagai bingkai dan menjadi jalan hidup kaum muslimin. Pelaksnaan dan pengawasan ketiga prinsip tersebut tidak pelak mrnbutuhkan intervensi dan peran negara. Ketiga; Adanya ucapan dan perbuatan nabi yang dipandang sebagai bentuk pelaksanaan tugas-tugas negara dan kepemerintahan. Nabi mengangkat gubernur, hakim, panglima perang, mengirim pasukan, menarik zakat dan pajak (fiskal), mengatur pembelanjaan dan keuangan negara (moneter), menegakkan hudud, mengirim duta, dan melakukan perjanjian dengan negara lain.
Selain itu, hal ikhwal kepemimpinan (imarah) telah menjadi bagian kajian dan pembahasan para ahli fikih di dalam kitab-kitab mereka sepanjang sejarah. Fakta teseut menunjukan bahwa negara tidak dapat dipisahkan dari agama karena agama merupakan fitrah negara oleh karena itu nilai-nilai dan tujuan agama (islam) harus terimplementasi dalam setiap kebijakan negara termasuk penerapan konstitusi.
Artinya:”Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya. (3: 159)
Kata musyawarah berasal dari akar kata arab (syawara) yang artinya, secara kebahasaan ialah mengeluarkan madu dari sarang lebah. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud, dengan musyawarah itu ialah berunding antara seseorang dengan orang lain, antara satu golongan dan golongan lain, mengenai suatu masalah, dengan maksud untuk mengambil keputusan atau kesepakatan bersama. Ayat ini adalah tentang kekhususan akhlak mulia Rasulullah Saw. Ayat ini menyatakan, apa yang menyebabkan orang-orang Arab yang bersifat keras dan suka perang berkumpul di sisinya dan beriman kepadanya adalah karena kelembutan akhlaknya. Sekirannya Rasulullah Saw. seperti mereka, maka tak seorangpun datang ke sisinya dan merekapun yang beriman akan berpaling darinya. Oleh karena itu Allah ‘azza wajalla memerintahkan beliau untuk memaafkan ketidaktaatan mereka dalam perang Uhud dan beristigfar untuk mereka. Meskipun sebelum perang beliau telah bermusyawarah dengan mereka.
Hasil musyawarah yang telah disepakati bersama hendaknya dilaksanakan dengan bertawakal kepada Allah SWT. Orang-orang yang bertawakal tentu akan berusaha sekuat tenaga, diiringi dengan doa kepada Allah Azza wajalla, sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya Allah SWT sangat menyukai orang-orang yang bertawakal. Suatu hal yang perlu disadari bahwa musyawarah dapat dilakukan mulai dari keluarga terdekat, bahkan sampai pada wakil rakyat (legislator) untuk dapat mencapai keadilan rakyatnya. Yang terpenting adalah hasil musyawarah tersebut tidak menyimpang menyimpang dari ajaran Allah SWT dan Rasul-nya (Al-Qur’an dan Hadis). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya: “… Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (Hadis).” (Q.S. An-Nisa, 4: 59).
Artinya:”1 ) Tahukah kamu ( orang ) yang mendustakan agama? ( 2) Itulah orang yang menghardik anak yatim, ( 3 ) dan tidak menganjurkan memberi makan fakir miskin. ( 4 ) maka celakalah bagi orang yang sholat ( 5 ) ( yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya, ( 6 ) orang yang berbuat riya, ( 7) dan enggan ( menolong dengan ) barang yang berguna.” (Q.S. Al-Ma’un ayat 1-7)
Sebab turunnya surat Al-Ma’un berdasarkan pada riwayat Ibnu Mudzir ialah berkenaan degan orang-orang munafik yang memamerkan shalat kepada orang yang berirman; mereka melakukan shalat dengan riya’ dan meninggalkan apabila tidak ada yang melihatnya serta menolak memberikan bantuan kepada orang miskin dan anak yatim. Menurut az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya al-Munir, pertanyaan dengan lafazh (أَرَأَيْتَ) bertujuan untuk menggugah hati orang yang mendengarkan terhadap isi pembicaraan selanjutnya serta menggambarkan keheranan terhadap perilaku orang yang dibicarakan selanjutnya.
Menurut Sayyid Thanthowi dalam Tafsir Al-Wasith, orang yang dibicarakan dalam ayat ini dianggap sangat bodoh karena telah mendustakan agama dengan melakukan hal-hal yang diuraikan pada ayat-ayat selanjutnya, yang berupa menghardik anak yatim, tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, lalai dan pamrih dari sholatnya, serta tidak mau menolong orang lain. Dalam kajian ekonomi Surat al-Ma’un mengandung prinsip dasar pembangunan ekonomi terutama dalam hal jaminan sosial bagi masyarakat. Adapun ayat yang mengandung sistem jaminan sosial dalam surah al-Ma’un adalah ayat kedua dan ketiga. Di mana orang tidak memedulikan anak yatim serta tidak mau memberi makan orang miskin dianggap sebagai orang yang mengingkari atau mendustakan agama dan hari pembalasan.
Dengan mengacu kepada beberapa penafsiran di atas, ada beberapa pihak yang terkena ancaman sebagai pengingkar agama dalam surah al-Ma’unn. Mereka adalah:
Pertama, individu atau institusi yang mendapat tanggung jawab untuk memelihara serta mengelola harta anak yatim. Namun ternyata dia tidak memberikan harta anak yatim tersebut, bahkan mengambil keuntungan darinya serta memakannya secara zholim. Rasulullah SAW bersabda, “Ada empat orang di mana Allah berhak untuk tidak memasukkannya ke dalam surga, yaitu pecandu khomr, pemakan riba, pemakan harta anak yatim tanpa hak, serta orang yang menyakiti kedua orangtuanya.” (HR al-Baihaqi)
Dalam konteks ekonomi, pemeliharaan anak yatim dan pemberian bantuan kepada anak yatim adalah pemenuhan basic needs bagi orang miskin sebagaimana telah tercantum dalam UU no. tentang pemeliharaan anak yatim ditanggung oleh Negara. Karena kebutuhan pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dalam melangsungkan hidupnya sebagai bentuk jaminan sosial. Rasulullah SAW. Sangat serius dalam mengatasi ketimpangan ekonomi dan sosial dikalangan rakyatnya.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Qs 28 Al-Qashash: 77)
Dalam sebuah hadist, dari Ma’qil r.a berkata: saya akan menceritakan kepada engkau hadist yang saya dengar dari Rasululah Saw. dan saya telah mendengar beliau bersabda: “seorang yang telah ditugaskan tuhan memerintahi rakyat, kalau dia tidak memimpin rakyat itu dengan jujur, niscaya dia tidak akan memperoleh harumnya surga.”(H.R Bukhari dan Muslim).20 Hadist tersebut menandakan bahwa kejujuran adalah mahkota seorang pemimpin dalam mengemban amanah yang ia terima. Sehingga dengan kejujuran tersebut ia akan membawa maslahat bagi rakyatnya.
Dalam kaidah fiqih dinyatakan “tasharruf al-imam ‘ala ar-ra’iyyah manuthun bi al-maslahah” arti dari kaidah tersebut adalah kebijakan pemerintah kepada rakyatnya harus berorientasi pada kemaslahatan dan kepentingan rakyatnya. Maslahat tersebut mencakup lima hak, kelimanya terdapat dalam kaidah “Adhdoruriyah alkhamsah” yaitu hak hidup (Q.S al-Hajj: 66, al- Israa: 33 dan al-Maidah: 32). Hak menikmati hidup (hifzu an-nasl dan hifzu al-mal) (Q.S al-Maidah: 4, al-Maidah: 87, an-Nahl: 72, Al- Baqorah: 267, al-Qashas: 77). Hak beragama (Q.S al- Insan 2-3 dan 29-30). Hak berpengetahuan (hifzu al’aql) (Q.S al-Isra: 15, Yunus: 47).21
Setelah wafatnya Rasulullah Saw.masa kepemimpinan beralih pada khulafau rasyidin. Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq r.a atau pemilik nama panjangnya ‘Abdullah bin Abi Quhafah (537-634M) melanjutkan kepemimpinan Rasulullah dan membuat kebijakan dengan cara berijtihad bersama para sahabat setelah merujuk pada al-Qur’an dan hadist. langkah-langkah yang dilakukan oleh Abu Bakar sebagai akumulasi penyelesaian permasalahan ekonomi pada masanya. Beliau menetapkan konsep balance budget policy pada Baitul Maal, dan menegakkan hukum terhadap pihak yang tidak mau membayar zakat dan pajak (jizyah).
Kebijakan-kebijakan yang diambil pada masa Khalifah Umar bin Khattab (40 SH-23 H/ 584-644M) secara garis besar dihimpun pada tujuh hal, yaitu reorganisasi Baitul Maal dengan mendirikan Diwan Islam yang berfungsi sebagai kantor untuk pembayaran tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun dan tunjangan makanan dan pakaian bagi rakyatnya, mengatur kepemilikan tanah, zakat, ‘Ushur (zakat pertanian), membuat mata uang, jizyah, Ketegasan dan pengawaan dari kebijakan –kebijakan diatas terbukti menjadi landasan awal bagi kegemilangan sektor ekonomi Umar. Khalifah Usman bin Affan ((47 SH-35 H/577-656 M) mencoba melanjutkaan kebijakan yang Umar bin Khattab. Pada enam tahun masa peerintahannya Usman melakukan empat langkah kemajuan dalam bidang ekonomi.
Keunggulan pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib (23 SH-40H/584-644M) adalah matangnya konsep pemerintahan dan administrasi umum. Konsep ini mendeskripsikan tugas dan keewajiban serta tanggung jawab penguasa menyusun prioritas dalam melakukan dispensisasi terhadap keadilan, control terhadap pejabat tinggi dan staf.22 Mengurangi pendapatan pegawai administrasi dan pengadaan bendahara. Beberapa kebijakan yang dikenal di masa khalifah Ali adalah pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada baitul maal (berbeda dengan Umar yang menyisihkan pendapatan untuk cadangan), meniadakan pengeluaran angkatan laut dan mengetatkan anggaran belanja negara.23
Kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan para sahabat sebagaimana telah diuraikan diatas adalah aplikasi dari konsep ekonomi Islam yang matang. dengan kebijakan yang tegas, terarah dan terkontrol kebijakan tersebut akan memberikan dampak positif bagi peningkatan ekonomi daulah. Hingga terbukti pada masa daulah Umayyah (8-9M) Islam meraih prestasi gemilang hingga dikenal kejayaannya dengan sebutan zaman keemasan. Kebijakan otonomi daerah yang digagas oleh khalifa Umar bin Abdul Aziz adalah pemberian wewenang bagi setiap wilayah Islam untuk mengelola zakat dan pajak secara sendiri-sendiri dan tanpa menyerahkan upeti kepada pemerintah pusat. Pada saat beliau berkuasa permasalahan kemiskinan diberantas hingga pada saat itu Zaid bin Khattab kesulitan mencari fakir miskin untuk menerima sedekahnya.24 Yang paling menonjol pada masa ini adalah kembalinya syari’at Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh khalifah (pemerintah) tidak lepas dari kendali politik ekonomi (as-siyasatu al-iqtishadi) sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdur Rahman al-Maliki bahwa tujuan dari kebijakan tersebut yaitu menjamin kebutuhan-kebutuhan primer (dhoruriyah) per-individu secara menyeluruh dan kebutuhan skunder (hajiyah)
Kebijakan dalam Islam dikeluarkan berdasarkan kaidah kemaslahatan, keadilan, dan kebutuhan (maslahah, ‘adalah, dharurah). Sepanjang belum terciptanya keadilan kemanusiaan yang menyeluruh, maka tidak mungkin terwujud keadilan dalam bidang ekonomi saja.25Kebijakan belanja ekonomi Islam yang oleh ulama kebijakan tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah islam; yaitu membawa maslahah, menghindari masyaqqoh, al-gurmu bil gunni (mendapatkan manfaat harus siap menanggung beban) dan kaidah maa laa yatimmu ‘alal wajib illa bihi fahuwa wajib (suatu sarana yang mendukung untuk ditegakkan suatu kewajiban, maka sarana itu juga dihukumi wajib). 26
2. Aplikasi kebijakan Rasulullah Saw. dan Khulafaurrasyidin.
B. Politik Islam “As-siyasah Asy-Syar’iyyah”
1. Pengertian & uraian Politik Islam
Politik Islam dalam bahasa Arab disebut “as-siyasah asy-syar’iyyah”. Adapun maknanya adalah pengaturan, bimbingan, pengarahan dan perbaikan. Sedangkan istilah as-siyasah asy-syar’iyyah (politik syar’i/islam) termasuk istilah yang uniterm (terpakai dalam banyak istilah, tidak hanya pada satu istilah saja) bahkan mengandung banyak signifikasi, oleh karena itu lafadz “as-siyasah” telah digunakan pada lebih dari satu makna.kesimpulan pengamatan teoritis yang diperoleh dari fakta penulisan “as-siyasah” yang ditulis oleh pakar ilmu-ilmu syar’i dan disadur dari watak masalah-masalah “siyasah” yang disusun deduktif oleh fuqaha syari’at akan terungkap bahwa ada dua metode dalam penulisan siyasah syar’iyah, yaitu: pertama: metode yang didominasi oleh segi prilaku dan social. Kedua, metode ilmu fiqih syar’i. menjelaskan kepada para penguasa akan hokum-hukum pengaturan serta istem dan kaidah-kaidahnya secara syar’i.
“As-siyasah As-syar’iyyah” adalah istilah yang berfokus pada dua definisi baik yang bersifat umum dan bersifat khusus. Definisi as-syar’iyyah yangbersifat umum yaitu yang semakna dengan hokum-hukum kekeuasaan. Dan definisi yang bersifat khusus yaitu pembahasan yang berfokus pada masalah-masalah yang hokum-hukumnya berubah mengikuti perubahan sumber huku. Atau hokum yang memberikan pilihan bagi seorang pemimpin untuk megikuti hokum yang paling memberikan maslahat dan tidak selalu ditentukan salah satu diantara keduanya.
Adapun “As-Siyasah asy-syar’iyyah” dalam pengertian yang husus adalah “segala hal yang bersumber dari pemegang kebijakan (penguasa), seperti hukum dan peraturan-peraturan yang bergantung pada adanya kemaslahatan dan dalam permasalahan yang tidak memiliki dalil khusus lagi spesifik tanpa menyalahi syari’at. Adapun uraian dari as-siyasah asy-syar’iyyah menurut peneliti (ta’liq) Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin adalah sebagai berikut:27
-
“Kalimat yang bersumber dari penguasa” adalah penjelasan dari kehususan as-siyasah asy-syar’iyyah, kemudian mencermati dan menentukan permasalahan-permasalahannya. Yang memegang kebijakan adalah para ulama dan pemimpin.28oleh karena itu siyasah syar’iyyah tidak hanya berfokus pada hal-hal yang bersumber dari penguasa semata, tetapi juga beberapa fatwa para mufti, padahal mereka bukan pemegang kekusaan yang terpilih. Dalam hal ini legislator memiliki peran sebagai wakil yang dipilih oleh rakyatnya.
-
“yang termasuk hukum dan tindakan-tindakan” adalah pendefinisian dari “siyasah” dengan penjelasan cakupannya terhadap dua sisi “teori dan praktik”. Pertama, apa-apa yang diharuskan sebagai kebijakan politik ; perintah dan larangan baik itu dalam bentuk peraturan-peraturan dan undang-undang . fatwa dan lain sebagainya yang disebut sebagi “hukum-hukum”. Kedua, hal-hal yang menjadi tempat pelaksanaan dan implementasi, aktifitas dan pengaturan yang disebut dengan “tindakan-tindakan.”bentuk yang kedua ini merujuk kepada platform partai sebagai acuan dari aktifitas dan tindakan-tindakan partai.
-
“bergantung kepada kemaslahatan”. Adalah keterkaitan siyasah syar’iyyah dengan penjagaan kemaslahatan diatas perbedaan sandaran-sandarannya dengan syari’at. Konsep maslahat ini juga akan dipaparkan lebih jauh pada uraian politik ekonomi islam.
-
“tanpa menyalahi syari’at” merupaan batasan penting . maka mengeluarkan seluruh kebijakan yang menafikan syari’at tidak termasuk dalam siyasah syar’iyyah dalam keadaan bagaimanapun
Adapun kriteria seorang pemimpin atau wakil rakyat yaitu bersifat adil, amanah sesuai dengan sikap Nabi Muhammad Saw dalam memimpin rakyatnya. Kepemimpinan Nabi atas umatnya dengan kebijakan syari’at yang berasal dari Allah ‘Azza Wajalla, yaitu bagaimana cara beliau memimpin mereka. Semua ini disampaikan agar diikuti oleh para pemimpin setelah beliau. Sesuai dengan surat An-Nisa ayat 58-59 sebagaimana yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.
Dalam buku Wawasan Sistem Politik Islam, politik yaitu cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia.29 Oleh sebab itu Islam dan umat Islam memberikan perhatian pada masalah politik. Dalam hal ini Ibnu Qoyyim mengemukakan: Allah Swt mengutus para rasul-Nya dan menurunkan kitab suci-Nya agar manusia melaksanakan keadilan, yaitu keadilan yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syari’at. politik yang adil itu sesuai dengan apa yang dibawa oleh syari’ah dan bahkan bagian integral dari padanya.30
Sedangkan Imam Syafi’i mendefinisikan politik adalah hal-hal yang berkesesuaian dengan syara’. pengertian ini dijelaskan oleh Ibnu Agil bahwa politik adalah hal-hal praktis yang lebih mendekati kemaslahatan bagi manusia dan lebih jauh dari kerusakan meskipun tidak digariskan oleh Rasulullah Saw atau dibawa oleh wahyu Allah Subhanahu wa ta’ala.31 Namun jika kata politik dikaitkan dengan ekonomi, maka pemaknaan politik adalah sebagai pemerintah. Jika politik diartikan sebagai pemerintah, politik adalah mesin politik formal negara secara keseluruhan (mencakup institusi-institusi, hukum-hukum, kebijakan-kebijakan dan actor-aktor kunci). 32 Kaitan ekonomi politik dan politik ekonomi dengan kebijakan publik yaitu berbagai keputusan yang menyangkut kebijakan public dilasanakan oleh pemeritah sesuai institusi ekonomi dan politik yang ada. Suatu kebijakan disebut kebijkan publikbukan karena kebijakan itu sudah diundangkan, atau karena kebijakan tersebut dilaksanakan oleh publik, melainkan karena isi kebijakan itu sendiri yang menyangkut bonum commune (kesejahteraan umum) (arifin dan rachbini, 2001).
2. Politik Ekonomi Islam
Secara terminologis, politik ekonomi adalah tujuan yang akan dicapai oleh kaedah-kaedah hukum yang dipakai untuk berlakunya suatu mekanisme pengaturan kehidupan masyarakat. Dalam konteks ekonomi Islam, pakar yang banyak mengembangkan disiplin politik ekonomi Islam adalah Masudul Alam Choudhury. Menurut beliau, politik ekonomi Islam adalah essentially a study of the endogenous role of ethico-economic relationships between polity and the deep ecological system. Dalam redaksi yang lain beliau mendefinisikan sebagai the study of interactive relationships between polity (Shura) and the ecological order (with market subsystem).33 Politik ekonomi Islam adalah suatu jaminan untuk tercapainya pemenuhan semua kebutuhan hidup pokok (basic needs) tiap orang secara keseluruhan tanpa mengabaikan kemungkinan seseorang dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar potensi yang dimilikinya sebagai seorang individu yang hidup ditengah komunitas manusia. Dalam hal ini politik ekonomi Islam tidak hanya berupaya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat saja dalam suatu negara dengan mengabaikan kemungkinan terjamin tidaknya kebutuhan hidup tiap-tiap individu. Politik ekonomi Islam juga tidak hanya bertujuan untuk mengupayakan kemakmuran individu semata tanpa kendali tanpa memperhatikan terjamin tidaknya kehidupan tiap individu lainnya.
Pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat harus menyentuh semua lapisan masyarakat baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier sesuai dengan kemampuan tiap individu. Dalam hal ini Islam mengarahkan bagaimana barang-barang ekonomi tersebut bisa diperoleh secara cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu menunjukkan pentingnya seseorang untuk dapat bekerja mencari rezeki. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist yang menjelaskan mengenai pentingnya seseorang harus bekerja. Dalam suatu peristiwa Rosulullah SAW menyalami tangahn Sa’ad bin Mua’adz yang dirasakannya kasar kemudian ditanya lalu Sa’ad menjawab bahwa dia selalu bekerja memenuhi kebutuhannya dengan mengayunkan kapak. Kemudian rosulullah menciumi tangan Sa’ad seraya menyatakan bahwa “Iniliah dua telapak tangan yang disukai oleh Allah SWT” dan Rosulullah juga bersabda “Tidaklah seseorang makan sesuap saja yang lebih baik, selain ia makan dari hasil kerja tangannya sendiri”.