PERJANJIAN BELI KEMBALI (BUY BACK GUARANTEE) YANG DIBUAT ANTARA PENGEMBANG DAN BANK DALAM PENYELESAIAN MASALAH KREDIT MACET | Dominika | Lex Journal: Kajian Hukum & Keadilan 561 1456 1 PB

PERJANJIAN BELI KEMBALI (BUY BACK GUARANTEE)
YANG DIBUAT ANTARA PENGEMBANG DAN BANK DALAM
PENYELESAIAN MASALAH KREDIT MACET
Oleh
Retno Wahyurini Dominika1
Endang Sri Kawuryan2

Abstract
The type of research used in this study is normative legal research, which
according to Peter Mahmud Marzuki, "Legal research is a study that analyzes the
factual situation and applies the legal doctrines that have been formed. Relying on
the theory of justice and the protection of the law, the principle of the law of
guarantee does not abandon the principle of principle in the Agreement theory and
the implementation of the prudential principle in the banking world which
underlies the emergence of buy back guarantee. This study further considers
developer interest and practice in the field the notary to analyze the form of legal
relationship and accountability between Debtor, Bank, and Developer which is
subject to the buyback guarantee to be able to provide legal protection for the
developer in case of retrieving object Guarantee. Finally in this study the authors
conclude that the relationship between the Bank with the debtor/buyer who made
the purchase of housing units with credit facilities Home Ownership of the Bank

is regulated in a credit agreement with a guarantee with accountability Banks
provide mortgage facilities and borrowers are obliged to pay installments, while
the legal relationship between banks With the developer arranged in a buy back
guarantee agreement, whereby the bank and the developer have entered into and
signed a cooperation agreement stipulating that the developer is fully responsible
and binding itself as a guarantor for the payment of the entire amount owed by the
debtor/ buyer to the bank if the debtor/ buyer has Neglect obligations to the bank,
then between the developer and the debtor / buyer the legal relationship arising is
through the subrogation institution, where the payment of the debtor / purchaser's
debt by the developer to the bank raises the subrogation or the change of the
debtor's rights (A bank) by a third (developer) who pays the debtor (the bank)
therefore as a form of legal protection for the developer to retrieve the collateral
object if the developer executes the contents of the buy back guarantee, is the
Subrogation Deed
Keywords: Buy Back guarantee, Developer, Subrogation

Abstrak

1


2

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif, yang menurut Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian hukum adalah suatu
penelitian yang menganalisis situasi faktual dan menerapkan doktrin-doktrin
hukum yang telah terbentuk. Bersandar pada teori keadilan dan perlindungan
hukum , azas asas dalam hukum jaminan dengan tidak meninggalkan asas asas
dalam teori Perjanjian dan pelaksanaan prinsip kehati hatian dalam dunia
perbankan yang melandasi timbulnya Perjanjian beli kembali (buy back
guarantee). Penelitian ini lebih mempertimbangkan kepentingan pengembang dan
praktik di bidang kenotariatan untuk menganalisa bentuk hubungan hukum dan
tanggung gugat antara Debitur, Bank dan Pengembang yang merupakan subyek
dalam akta perjanjian beli kembali (buy back guaratee) agar mampu memberikan
perlindungan hukum bagi pengembang dalam hal memiliki kembali obyek
jaminan. Akhirnya dalam penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa hubungan
antara Bank dengan debitur/pembeli yang melakukan pembelian unit rumah
dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah dari Bank diatur dalam perjanjian kredit
dengan jaminan dengan tanggung gugat Bank memberikan fasilitas KPR dan
debitur wajib membayar angsuran, sedangkan hubungan hukum antara bank
dengan pengembang diatur dalam perjanjian buy back guarantie, di mana antara

bank dan pengembang telah membuat dan menandatangani perjanjanjian
kerjasama yang mengatur bahwa pengembang bertanggungjawab sepenuhnya dan
mengikat diri sebagai penjamin atas pembayaran seluruh jumlah uang yang
terutang oleh debitur/pembeli kepada bank bila debitur/pembeli telah melalaikan
kewajiban kepada bank, kemudian antara pengembang dengan debitur/pembeli
hubungan hukum yang timbul adalah melalui lembaga subrogasi, di mana
pembayaran seluruh hutang debitur/pembeli oleh pengembang kepada bank
menimbulkan subrogasi atau pergantian hak-hak si berpiutang (bank) oleh
seorang ketiga (pengembang) yang membayar kepada si berpiutang (bank)
tersebut oleh karena itu sebagai Bentuk perlindungan hukum bagi pengembang
untuk memiliki kembali obyek jaminan jika pengembang melaksanakan isi dari
perjanjian beli kembali (buy back guarantee), adalah Akta Subrogasi
Kata Kunci : Jaminan membeli kembali (Buy Back guarantee), Pengembang,
Subrogasi
*Retno Wahyurini Dominika, Endang Sri Kawuryan mahasiswa Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

dikemukakan di bawah ini. Kitab
1.


Latar Belakang Masalah
Undang-udang
Perjanjian

merupakan

Hukum

Perdata

sesuatu
(KUHPerdata) Pasal 1313 memberikan

peristiwa saat orang saling berjanji
batasan
untuk

melaksanakan

sesuatu


dengan

kalimat:

“Suatu

hal.
perjanjian

Berbagai batasan tentang perjanjian

adalah

suatu

perbuatan

3


dengan mana satu orang atau lebih

verbintenis sebagai perutangan (jika

mengikatkan dirinya terhadap satu

verbintenis itu menyangkut lapangan

orang

hukum

lain

atau

lebih”.

Sudikno


harta

kekayaan),

sehingga

Mertokusumo juga memberi batasan

untuk batasan perikatan dalam arti

bahwa perjanjian itu suatu hubungan

“perutangan” diberi batasan sebagai:

hukum antara dua pihak atau lebih

“Sebuah hubungan hukum berdasarkan

berdasarkan


untuk

hubungan hukum dimana seseorang

menimbulkan akibat hukum.1 Batasan

dapat mengharapkan suatu prestasi dari

terhadap “perjanjian” yang diberikan

seseorang lain, jika perlu dengan

oleh

perantaraan hakim”.2

kata

Sudikno


sepakat

Mertokusumo

lebih
praktik

Meskipun terjemahan verbintennis

hukum, karena di dalamnya telah lebih

dapat diartikan sebagai perutangan

dijelaskan unsur “hubungan hukum”

seperti dilakukan Vollmar, penggunaan

dan “akibat hukum”.

istilah itu sangat terbatas sehingga


sesuai

dengan

kebutuhan

Istilah perjanjian (overeenkomst)
ada

kaitannya

dengan

pengertian

untuk

selanjutnya


perikatan

merupakan unsur yang saling mengisi

perutangan.

untuk

pengertian

suatu

perjanjian.

cocok

menggunakan istilah perikatan. Istilah

perikatan (verbintenis), kedua-duanya

terjadinya

lebih

adalah

juga

Terhadap
antara

mencakup
hubungan

perjanjian

dan

Perjanjian antara dua pihak atau lebih

perikatan Subekti menjelaskan bahwa

untuk melakukan atau tidak melakukan

perikatan

kegiatan tertentu. Vollmar mengartikan

abstrak sedangkan perjanjian adalah
2

1

Sudikno Mertokusumo, Mengenal
Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 97.

adalah

suatu

pengertian

H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi
Hukum Perdata, Jilid II, Rajawali, Jakarta,
1984, hlm. 63.

4

suatu peristiwa konkret.3 Peristiwa

a. Sebagai hubungan hukum
bahwa
salah
seorang
berhak untuk sesuatu dan
yang
seorang
lagi
berkewajiban
mengenai
sesuatu.
b. Sebagai suatu kewajiban
hukum
yaitu
suatu
kewajiban hukum yang
dihadapkan dengan sesuatu
wewenang
untuk
4
mengadakan tuntutan.

yang konkret itu dapat dilihat dalam
suatu kontrak.
Dalam sistem hukum perikatan,
perjanjian dan undang-undang adalah
sumber

perikatan,

perikatan

dilahirkan

artinya:

semua

baik

karena
Bertitik tolak pada pengertian itu,

perjanjian maupun karena undangSchut memberikan pengertian terhadap
undang.

Istilah

terjemahan

perjanjian

sebagai
perikatan

“overeenkomst”

itu

sebagai

hubungan-

telah
hubungan

hak-hak

kebendaan

diterima secara luas dalam kepustakaan
(vermogensrechtslijke

betrekingen)

di Indonesia, dan untuk terjemahan
antara dua orang dalam hal yang

“verbintenissen”

digunakan

istilah
seorang (kreditur) dapat menuntut dari

perikatan,

terjemahan

memudahkan

pemahaman

yang
yang

seorang

pelaksanaan
pengertian

kedua

istilah

lagi

(debitur)

tentang
hukum

suatu

prestasi

atau

kewajiban memberikan jaminan.4

tersebut.
Terkait dengan jaminan, lembaga
Menyangkut pengertian perikatan
yang biasanya menerima penjaminan
Schut menjelaskan bahwa istilah itu
salah satunya adalah bank. Bank adalah
digunakan dalam dua pengertian yang
lembaga keuangan yang berwenang
erat hubungannya satu sama lain yaitu:
melakukan
masyarakat
3

R. Subekti, Hukum Perjanjian,
Intermasa, Jakarta, 1987, hlm. 3.

penyimpanan

pelayanan
di

bidang
maupun

dalam
keuangan,
pembiayaan

5

(yang biasa disebut kredit). Dalam

Jual beli dengan hak membeli

menunjang dunia usaha terutama di

kembali adalah merupakan bentuk

bidang

adalah

perjanjian yang ada dan dapat dijumpai

sebagian

dalam kehidupan masyarakat, yakni

property,

penunjang
pembayaran

utama
yang

kredit
sebab

dilakukan

oleh

penjual (pemilik semula) mempunyai

Pembeli adalah menggunakan fasilitas

atau

kredit dari bank yang selama ini diberi

perjanjian untuk membeli kembali

nama Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

barangnya yang telah dijual tersebut

Didasari prinsip kehati-hatian bank

(Pasal 1519 KUHPerdata). Berbagai

dalam memberikan fasilitas Kredit

hal yang mendorong seseorang untuk

Pemilikan

maka

melakukan suatu perjanjian jual beli

dibuatlah perjanjian kerjasama antara

dengan hak membeli kembali dan

Pengembang dan Bank yang isinya

objek yang dijadikan alasan timbulnya

adalah bahwa pengembang bersedia

suatu perjanjian jual beli dengan hak

membeli kembali unit rumah yang

membeli kembali ini mempunyai nilai

telah dijual kepada konsumen yang di

tertentu pada seseorang atau pihak

sisi lain adalah debitur dari bank

penjual.

Rumah

(KPR),

diberikan

hak

praktek

dengan

suatu

pemberi KPR, jika konsumen/debitur

Dalam

tersebut cidera janji dan tidak mampu

perjanjian

membayar angsuran pada bank secara

membeli kembali sering terjadi pada

berturut turut dalam kurun waktu

benda tidak bergerak berupa tanah atau

tertentu sesuai dengan perjanjian.

rumah. Menurut kenyataannya, jual

jual

beli

sehari-hari
dengan

hak

beli dengan hak membeli kembali ini

6

merupakan jual beli semu karena yang

dipindahkan lagi atau dibebani dengan

terjadi adalah hutang piutang, di mana

hak-hak pihak ketiga oleh debitur,

seseorang yang membutuhkan uang

maka

pergi

perlawanan atau verzet atas dasar hak

mencari

kreditur,

kemudian

antara dia dan kreditur tersebut dibuat
suatu perjanjian jual beli dengan hak

kreditur

dapat

melakukan

milik yang dilandasi dengan jual beli.
Akan

tetapi

karena

membeli kembali, akan tetapi tanah

pembuktiannya

dan atau rumah yang dijual tersebut

perjanjian

tetap

(debitur).

membeli kembali mengenai tanah dan

Sehingga inkonkreto bagi hukum, yang

atau rumah selalu terjadi dengan suatu

terjadi bukan jual beli, melainkan

akta otentik sehingga bagi debitur yang

persetujuan hutang dengan agunan

dalam keadaan terdesak akan sulit

yang bersifat seolah-olah hubungan

membuktikan bahwa

gadai.

adalah tidak sah dan sering kali penjual

dikuasai

penjual

Tujuannya

memperkuat

adalah

kedudukan

untuk
kreditur

adalah

syarat

jual

beli

berat

dan

dengan

hak

akta tersebut

atau debitur tidak berhasil

untuk

juga

membuktikan bahwa yang sebenarnya

memperkuat posisi kreditur terhadap

terjadi adalah hutang piutang. Jadi,

pihak ketiga. Sebab dengan adanya

dapat

akta jual beli sekalipun dengan syarat

perjanjian

membeli

sudah

biasanya selalu terdapat keadaan yang

atas

tidak seimbang, sehingga salah satu

berarti

pihak tidak bebas dalam menentukan

agunan

kehendaknya dan dapat juga ditafsirkan

terhadap

debitur,

sekaligus

kembali,

kreditur

terjamin

kepentingannya

pemenuhan

hutang,

apabila

nanti

yang

barang

dikatakan
hutang

bahwa

dalam

piutang

tersebut

7

terdapat

penyalahgunaan

keadaan/kesempatan

atau

pun

penyalahgunaan kekuasaan ekonomis.
Di

dalam

Hukum

Adat

tidak

sebagai pihak yang membiayai pihak
Pembeli untuk membeli rumah dengan
cara Kredit Pemilikan Rumah(KPR)
Adapun

pihak

bank

menyarankan

mengenal adanya perjanjian jual beli

pembuatan perjanjian hak beli kembali

dengan hak membeli kembali dan

kepada

hanya dianggap sebagai perjanjian

merasa

gadai

pengembang

belaka.

Mengingat

transaksi

pengembang
yakin

karena
bahwa

pasti

bank
pihak

lebih

mengenal

peralihan hak atas tanah sesuai Pasal 5

karakter dan kemampuan konsumennya

UUPA dikuasai oleh Hukum Adat,

yang diketahui pada saat pemesanan

sedangkan

tidak

rumah. Sehingga pada saat Konsumen

hak

menggunakan Fasilitas KPR dari bank

Hukum

mengenal

jual

beli

Adat
dengan

membeli kembali, untuk itu dipakai

yang

lembaga

mengharapkan

gadai.

Oleh

karena

itu

bersangkutan
pihak

pengembang

berdasarkan UUPA itu sendiri maka

merupakan

jual beli dengan hak membeli kembali

penyaringan calon debitur, dan bagi

mengenai tanah dan atau rumah adalah

pengembang sendiri sebetulnya bentuk

batal demi hukum.4

kerjasama

Dalam
dunia

perkembangannya
pemasaran

di

Property,

filter

Bank

yang

pertama

dituang

bagi

dalam

perjanjian beli kembali ini tidaklah
merugikan

karena

Pengembang membutuhkan mitra kerja

mempermudah

Lembaga

Bank

rumah melalui KPR dari bank yang

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria.

telah bekerjasama tadi juga mampu

4

Pembiayaan

atau

proses

disamping
pembelian

8

meningkatkan

reputasi

perusahaan

untuk melakukan perbuatan hukum lain

harus

selain membebankan Hak tanggungan

membeli kembali unit rumah yang

serta tidak memuat kuasa substitusi

bermasalah tersebut jika dijual kembali

maka dalam hal ini untuk pelaksanaan

di jangka waktu ke depan harganya

pembelian kembali unit rumah yang

sudah mengalami peningkatan yang

dalam masalah kredit macet oleh

signifikan.

pengembang tetap harus menghadirkan

pengembang

dan

kalaupun

Namun,

demikian

Perjanjian Beli Kembali ini tidak diatur

debitur yang

dalam

bersangkutan, padahal

namun

hanya

untuk masalah masalah kredit macet

yang

sering

tersebut sebagian besar terjadi karena

dilakukan antara pihak bank dan

debitur sudah tidak pernah muncul dan

pengembang

tidak diketahui keberadaannya.

KUHPerdata

sebagai

kebiasaan

dan

selalu

dilakukan

dalam perjanjian di bawah tangan dan
memiliki

kelemahan

untuk

Notaris selalu menegaskan untuk
menghadirkan debitur karena debitur
telah menandatangani akta jual beli dan

pelaksanaannya.
Bahwa meskipun telah dilengkapi

sertifikat telah balik nama menjadi

dengan penandatanganan Surat Kuasa

nama debitur, sehingga pada akhirnya

Membebankan

Tanggugan

pengembang yang melaksanakan isi

Pengakuan Hutang dan

perjanjian Beli Kembali tidak mampu

Kuasa Menjual oleh Debitur, pada saat

memiliki kembali dalam hal ini tidak

AKAD KREDIT, Karena Dalam pasal

mampu

15

ayat 1 UUHT telah dituliskan

kembali menjadi nama Pengembang

Bahwa SKMHT tidak memuat kuasa

dan apabila Pengembang tidak bersedia

(SKMHT),

Hak

mebalik

nama

sertipikat

9

melaksanakan
kembali

isi

perjanjian

beli

2.

Rumusan Masalah
Beranjak

tersebut maka bank tetap

dari

latar

belakang

Adanya

sebagaimana telah diuraikan di atas,

beberapa ketentuan dalam Perjanjian

maka dapat ditentukan 2 (dua) rumusan

Beli Kembali tersebut yang melanggar

masalahnya sebagai berikut:

asas keseimbangan antara pihak bank

2.1.

mengalami

kredit

macet.

Hubungan

hukum

tanggung

dan pihak pengembang.

gugat

pengembang,

Dengan demikian dalam hal ada

dan
pihak

bank,

dan

sengketa tentang perjanjian jual beli

debitur/pembeli dalam perjanjian

tanah dan atau rumah dengan hak

beli

membeli kembali dan perjanjian asal

guarantee)?

adalah perjanjian hutang piutang, maka

2.2.

kembali

(buy

back

Bentuk Perlindungan hukum

debitur dengan mudah dapat meminta

bagi pengembang untuk Memiliki

agar perjanjian jual beli tanah dan atau

kembali

rumah dengan hak membeli kembali

pengembang melaksanakan isi dari

tersebut

Perjanjian Beli Kembali (buy Back

dibatalkan

dinyatakan

batal

sebagaimana

atau

obyek

Jaminan

jika

Guarantee).

Putusan

Mahkamah Agung RI No. Register
3.

Tujuan Penelitian

1082 K/PDT/2013 tanggal 13 Maret
Berdasarkan

rumusan

masalah

2014, namun perjanjian beli kembali
tersebut di atas, maka penelitian ini
tetap digunakan dalam praktik oleh
bertujuan untuk:
Notaris.
3.1.

Menganalisis

hubungan

hukum dan tanggung gugat pihak

10

pengembang, bank, dan debitur dalam

4.2.

Secara

praktis

bagi

perjanjian beli kembali (buy back

kepentingan praktek hukum di

guarantee).

bidang kenotariatan, bagi lembaga

3.2. Menganalisis bentuk Perlindungan

perbankan

maupun

bagi

pengembang yaitu memberikan

Memiliki kembali obyek Jaminan

suatu analisis dan saran praktis

jika pengembang melaksanakan isi

mengenai

dari Perjanjian Beli Kembali (buy

hukum bagi pengembang untuk

Back Guarantee)

Memiliki kembali obyek Jaminan

Manfaat Penelitian

jika pengembang melaksanakan isi

Adapun penelitian ini diharapkan

dari Perjanjian Beli Kembali (buy

4.

hukum bagi pengembang untuk

dapat memberikan manfaat sebagai

bentuk

perlindungan

Back Guarantee)

berikut:
5.
4.1.

Secara

teoritis

untuk

Kepentingan

Akademis

adalah

menambah

wawasan

dalam

khasanah

keilmuan

yaitu

Metode Penelitian

5.1

Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah
penelitian hukum normatif, menurut

memberikan

suatu

Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian

analisis
hukum adalah suatu penelitian yang

mengenai hubungan hukum dan
menganalisis
tanggung

gugat

situasi

faktual

dan

pihak
menerapkan

doktrin-doktrin

hukum

pengembang, bank, dan debitur
yang telah terbentuk atau dengan
dalam perjanjian beli kembali (buy
merujuk

kepada

putusan-putusan

back guarantee).
hakim terdahulu dalam perkara serupa,

11

doktrin-doktrin hukum tersebut bukan

Pada Bank Pemberi Kredit pada posisi

tidak mungkin saling berbenturan, oleh

yang lebih spesifik bahwa Debitur

karena itulah dengan penelitian hukum

wanprestasi

ini dilakukan kegiatan menimbang

keberadaannya

doktrin

diketahui pula tentang kajian hukum

mana

relevansi

yang

dengan

mempunyai

masalah

yang

dan

tidak

diketahui

sehingga

dapat

jaminan dalam pelaksanaannya.

dihadapi, dan keahlian semacam ini
5.2
hanya

didapatkan

dari

Pendekatan Masalah

Fakultas
Pendekatan

5

Hukum”.

masalah

yang

Dengan demikian dalam
digunakan dalam penelitian ini

penelitian ini akan menitikberatkan
adalah

Pendekatan

perundang-

penilaian pada perilaku hukum Debitur
undangan
yang

dijamin

serta

(Statue

Aprrooach),

menganalisa
Pendekatan

Konseptual

perjanjian buy back guarantee yang
(Conseptual
dilakukan

oleh

Developer

Approach),

dan

sebagai
Pendekatan kasus (Case Aprroach).

penjamin dan Bank sebagai Kreditur
5.2.1

Pendekatan Perundang-

dalam akta perjanjian yang seharusnya
undangan (statue aprroach) adalah
memiliki

kekuatan

hukum

untuk
pendekatan yang dilakukan dengan

menyelesaikan masalah kredit macet.
menggunakan

legislasi

dan

Sehingga akhirnya bisa ditemukan
regulasi.6 Dengan demikian dalam
solusi

yang

seimbang

antara
pendekatan

pengembang

dan

Bank

ini

peneliti

akan

dalam
memahami hierarki, dan asas-asas

menyikapi Debitur yang wanprestasi.
dalam

peraturan

5

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian
Hukum, Edisi Revisi, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2013, hlm. 57.

6

Ibid., hlm. 137.

perundang-

12

undangan yang berkaitan dengan

undang, namun ditemukan dalam

Perjanjian Buy back guarantee

praktik penyaluran kredit yang

yaitu meliputi hukum perjanjian

disertai

dan perikatan, hukum jual beli,

kembali oleh pihak penjual dan

serta hukum jaminan, karena ketiga

bank, di mana pihak penjual di sini

unsur hukum itu yang melekat

ditetapkan

dalam

ataupun subrogate seperti yang

perjanjian

buy

back

Pendekatan konseptual

(conseptual

adalah

aprroach)

perjanjian

sebagai

diatur

guarantee.
5.2.2

dengan

dalam

beli

penjamin

KUHPerdata

melainkan sebagai penjamin untuk
membeli kembali barang (rumah)

pendekatan yang beranjak dari

yang

pandangan-pandangan dan doktrin-

pembeli memlaui fasilitas kredit

doktrin yang berkembang di dalam

bank, sebab perjanjian buy back

ilmu

hukum.7

dilakukan

dijualnya

kepada

ini

guarantee ini lahir berdasarkan

penelitian

itikad baik dalam asa kebebasan

Pendekatan

manakala

telah

tidak beranjak dari aturan hukum

berkontrak.

yang ada, karena memang aturan

5.2.3

hukumnya

untuk

aprroach) adalah pendekatan yang

masalah yang dihadapi, di mana

dilakukan dengan cara melakukan

perjanjian beli kembali (buy back

telaah terhadap kasus-kasus yang

guarantee) ini masih belum diatur

berkiatan dengan isu yang dihadapi

secara

yang

belum

khusus

ada

dalam

undang-

Pendekatan Kasus (case

telah

menjadi

putusan

pengadilan yang telah mempunyai
7

Ibid., hlm. 135.

13

kekuatan

hukum

yang

tetap.8

Dalam hal ini akan diteliti suatu
kasus terkait buy back guarantee di
mana pada kasus tersebut

telah

ditemukan alasan hukum

yang

digunakan
sampai

oleh

kepada

hakim

untuk

putusan

(ratio

decidendi) seperti yang tertulis
dalam

Keputusan

Mahkamah

Agung Register 1082 K/PDT/2013
tanggal 13 Maret 2014.

6

Sumber Bahan Hukum

Terdiri dari Sumber Bahan Hukum

Primer yang akan di gunakan dalam
penelitian ini adalah:
a.

Kitab
Undang-undang
Hukum Perdata;
b. Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun
1996
tentang
Hak
Tanggungan;
c. Undang-undang Undangundang Republik Indonesia
Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia;
d. Undang-undang Undangundang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan; dan
perubahannya
e. Undang-undang Undangundang Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris;
f. Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia No.
Register 1082 K/PDT/2013
tanggal 13 Maret 2014.

Primer dan sumber bahan hukum
6.1.2

Sumber bahan hukum

sekunder:
sekunder meliputi bahan bahan
6.1.1

Sumber bahan hukum Primer
yang mendukung bahan hukum

meliputi bahan hukum yang bersifat
primer

seperti

hasil

penelitian

autoritatif yaitu bahan hukum yang
hukum, buku buku teks bidang
mempunyai otoritas dan mengikat baik
hukum, artikel dan atau opini
berupa

peraturan

dasar

negara,
hukum,

konstitusi

maupun

kamus

hukum

sumber

perundang
lainnya yang mendukung bahan

undangan

lainnya.

Bahan

hukum
hukum

8

Ibid., hlm. 134.

primer

termasuk

di

14

dalamnya buku tentang Ekonomi

telah

dan Perbankan yang ada kaitannya

(inventarisasi)

dengan Buy back guarantee.

dikelompokkan dan dikaji

dikumpulkan
kemudian

dengan pendekatan perundan
7

Teknik Pengumpulan dan
undangan guna memperoleh
Analisis Bahan Hukum
gambaran sinkronisasi dari
Bahan

Hukum

Primer

berupa
semua

bahan

hukum.

Perundang-undangan dikumpulkan
Selanjutnya

dilakukan

dengan metode inventarisasi dan
sistimatisasi dan klasifikasi
kategorisasi.

Bahan

hukum
kemudian

sekunder

dikumpulkan

dikaji

serta

dengan
dibandingkan dengan teori

sistem kartu catatan (card sistem)
dan prinsip hukum yang
baik dengan kartu ikhtisar (memuat
dikemukakan oleh para ahli
ringkasan tulisan sesuai aslinya,
untuk

akhirnya

dianalisa

secara garis besar dan pokok
secara normatif.9
gagasan yang memuat pendapat asli
penulis), kartu kutipan (digunakan
untuk

memuat

permasalahan)

catatan
untuk

pokok

8

PEMBAHASAN DAN HASIL
PENELITIAN

memuat

8.1 Hubungan hukum dan tanggung

catatan pokok permasalahan), serta

gugat pihak pengembang, bank, dan

kartu ulasan (berisi analisis dan

debitur

catatan khusus penulis).

kembali (buy back guarantee).

dalam

perjanjian

Bahan hukum Primer dan
bahan hukum sekunder yang

9

Rusdianto, op.cit., hlm. 40.

beli

15

8.1.1

sifatnya hanya datang dari
satu pihak saja, tidak dari
kedua
belah
pihak.
Seharusnya rumusan itu
ialah “saling mengikatkan
diri” jadi ada konsensus
antara dua pihak.
2) Kata perbuatan mencakup
juga tanpa consensus:
Dalam
pengertian
“perbuatan” termasuk juga
tindakan penyelenggaraan
kepentingan
(zaakwaarneming),
tindakan melawan hukum
(onrechtmatige doad) yang
tidak mengandung suatu
konsensus.
Seharusnya
dipakai
istilah
“pesetujuan”.
3) Pengertian
perjanjian
terlalu luas: Pengertian
perjanjian mencakup juga
perjanjian kawin yang
diatur dalam bidang hukum
keluarga. Padahal yang
dimaksud adalah hubungan
antara debitur dan kreditur
mengenai harta kekayaan.
Perjanjian yang diatur
dalam
buku
III
KUHPerdata
sebenarnya
hanya bersifat kebendaan,
bukan bersifat kepribadian
(personal).
4) Tanpa menyebut tujuan:
Dalam rumusan pasal itu
tidak disebutkan tujuan
mengadakan
perjanjian,
sehingga
pihak-pihak
mengikatkan diri itu tidak
jelas untuk apa.11

Pengertian dan teori

perjanjian
Menurut Subekti, suatu perjanjian
juga

dinamakan

persetujuan,

karena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu.10 Pengaturan
tentang perjanjian dapat ditemui
dalam Buku III Bab II Pasal 1313
KUHPerdata

yang

berbunyi

“Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau
lebih”.
Menurut Abdulkadir Muhammad,
pengertian Perjanjian dalam Pasal
1313 KUHPerdata tersebut kurang
tepat,

karena

ada

beberapa

kelemahan yang perlu dikoreksi
adalah sebagai berikut:
1) Hanya menyangkut sepihak
saja:
Hal
ini
dapat
diketahui dari rumusan kata
kerja “mengikatkan diri”,
11

10

R. Subekti, op.cit., hlm. 1.

Abdulkadir Muhammad, Hukum
Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 78.

16

Menurut

Demikian juga menurut Mariam

Suharnoko

Suatu

menyatakan

Prinsip yang berlaku dalam hukum

bahwa: Para Sarjana Hukum Perdata

jaminan adalah Kreditur tidak

pada umumnya berpendapat bahwa

dapat meminta suatu janji agar

defenisi perjanjian yang terdapat di

memiliki benda yang dijaminkan

dalam ketentuan di atas adalah tidak

bagi

lengkap dan pula terlalu luas. Tidak

kepada

lengkap karena yang dirumuskan itu

ketentuan

hanya mengenai perjanjian sepihak

mencegah terjadinya ketidakadilan

saja. Defenisi itu dikatakan terlalu luas

yang akan terjadi jika kreditur

karena dapat mencakup perbuatan di

memiliki benda jaminan yang

dalam

keluarga,

nilainya lebih besar dari jumlah

seperti janji kawin yang merupakan

utang debitur kepada kreditur,13

perjanjian juga tetapi sifatnya berbeda

karena itu benda jaminan tersebut

dengan perjanjian yang diatur dalam

harus dijual dan kreditur berhak

KUHPerdata Buku III. Perjanjian yang

mengambil uang hasil penjualan

diatur dalam KUHPerdata Buku III

tersebut

kriterianya dapat dinilai secara materiil,

piutangnya. Apabila masih ada

dengan kata lain dinilai dengan uang.12

kelebihan

Darus

8.1.2

Badrulzaman,

lapangan

Konsep

hukum

Perjanjian

Beli

Kembali (Buy Back Guarantee)

pelunasan

penjualan

utang

kreditur.
ini

Ratio
adalah

sebagai

maka

debitur
dari
untuk

pelunasan

sisa

tersebut

hasil
harus

dikembalikan kepada debitur.

12

Mariam Darus Badrulzaman, dkk.,
Kompilasi Hukum Perikatan Dalam Rangka
Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti
Usia 70 Tahun, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001, hlm. 65.

13

Suharnoko, Hukum Perjanjian. Teori
dan Analisa Kasus, Cetakan kedua, Prenada
Media, Jakarta, 2004, hlm. 23.

17

Dalam

prakteknya

Buy Back
guarantee
menurut Dona Budi Kharisma14,
adalah perjanjian penjaminan ,
berbeda dengan hak membeli
kembali sebagaimana diatur
dalam pasal 1519 KUHP,
sebenarnya dalam perjanjian buy
back guarantee menimbulkan
akibat hukum bagi pihak Debitur,
Kreditur dan pennjamin yang
obyeknya adalah pemenuhan
prestasi yang menurut pasal 1234
KUHP Prestasi dapat berbentuk
memberikan sesuatu , berbuat
sesuatu tau tidak berbuar sesuatu
maka penjamin mempunyai
tanggung gugat yang sama
dengan debitur yaitu membayar
angsuran atau membeli kebali
obyek jaminan bila debitur wan
prestasi.

kreditur

berupaya menghindari larangan ini
dengan membuat perjanjian jual
beli dengan hak membeli kembali
untuk

menyelubungi

utang

piutang

sebagai

perjanjian

berikut

tanah

jaminannya.

Mahkamah

Agung

Sikap
Republik

Indonesia dalam hal ini sudah
jelas, yaitu membatalkan atau
menyatakan batal demi hukum
perjanjian

seperti

itu.

demikian

mengingat

Namun
8.1.3 Asas Jaminan dalam Prinsip
berbagai
Kehatihatian Bank (Prudential

kendala

yang

dihadapi

oleh
Banking Principles)

kreditur

dalam

eksekusi

atas

melakukan
Penerapan prinsip kehati-hatian
benda

yang
(prudential

banking

principles)

dijaminkan maka perlu dipikirkan
dalam seluruh kegiatan perbankan
suatu mekanisme hukum yang
merupakan salah satu cara untuk
memungkinkan

kreditur
menciptakan Bank yang sehat

memperoleh pelunasan piutangnya
dengan menerapkan asas Hukum
secara

efisien

dengan

tetap
jaminan

menurut

Suharnoko

memberikan perlindungan hukum
kepada debitur.

14

Dona Budi Kharisma, jurnal privat
Law vol iii 2015

18

Seluruh harta benda Debitur demi
hukum (by operation of law)
menjadi jaminan bagi pelunasan
utang Debitur kepada Kreditur,

9.
Bentuk Perlindungan hukum
bagi pengembang untuk memiliki
kembali
obyek
Jaminan
jika
pengembang melaksanakan isi dari
Perjanjian Beli Kembali (buy Back
Guarantee)
9.1 Teori
Perlindungan

apabila harta benda debitur tidak

Hukum

mencukupi maka hasil penjualan

Perlindungan Hukum merupakan

harta benda debitur dibagikan

unsur yang harus ada dalam suatu

secara proporsional menurut besar

negara, dalam setiap pembentukan

kecilnya piutang.15

negara pasti di dalamnya ada

Menganalisa kecukupan nilai
jaminan adalah sebagian dari
penerapan Prinsip kehati hatian
bank, karena ada dasarnya dalam
Undang undang Perbankan telah
diatur dasar hukum penerapan
Prinsip kehati hatian Bank adalah
UU Perbankan / pasal 2 UU no 7
tahun 1992 “Perbankan Indonesia
dalam
melakukan
usahanya
berasaan demokrasi
ekonomi
dengan menggunakan prinsip
kehati hatian”
Pasal UU no 10 tahun 1998
masih tentang perbankan dan Pasal
35 UU no 21 tahun 2008 yang
keduanya menyatakan tentang
keharusan pelaksanaan prinsip
kehati hatian dalam operasional
usaha perbankan di Indonesia yang
semuanya harus dilaporkan kepada
Bank
Central
Yaitu
Bank
Indonesia agar Bank Indonesia
bisa
menjalankan
Fungsi
pengawasannya

hukum

unuk

mengatur

warga

negaranya. Dalam suatu Negara,
terdapat suatu hubungan antara
negara dengan warga negaranya.
Hubungan inilah yang melahirkan
hak dan kewajiban. Perlindungan
Hukum

akan menjadi hak bagi

warga negara, namun di sisi lain
Perlindungan

Hukum

menjadi

kewajiban bagi negara.
a. Menurut Satijipto Raharjo,
perlindungan hukum adalah
memberikan

pengayoman

terhadap hak asasi manusia
15

Ibid., hlm. 24.

19

(HAM) yang dirugikan orang

untuk

lain dan perlindungan itu di

terjadinya

berikan kepada masyarakat

termasuk penangananya di

agar dapat menikmati semua

lembaga peradilan.17

hak-hak yang diberikan oleh

sengketa,

hukum

preventif

hukum.16

dilakukan melalui upaya peran serta

b. Menurut Maria Alfons,

(inspraak) ataupun dengar pendapat.

dua

macam

Dalam hubungan ini asas keterbukaan

perlindungan

hukum,

dalam

Ada

pelaksanaan

pemerintahan

yaitu perlindungan hukum

sangat penting artinya. Arti penting

preventif

dan

perlindungan hukum preventif ialah

hukum

mencegah sengketa adalah lebih baik

perlindungan
represif.
hukum

perlindungan
yang

preventif

daripada
Pengaturan

menyelesaikan

sengketa.18

tentang

sarana

bertujuan untuk mencegah

perlindungan hukum preventif dalam

terjadinya sengketa, yang

hukum administrasi positif kita belum

mengarahkan

memadai.

tindakan

Sehubungan

dengan

itu

pemerintah berikap hati-

usaha kodifikasi hukum administrasi

hati dalam pengambilan

umum berupa undang-undang tentang

keputusan

bwedasarkan

diskresi, dan perlindungan
yang represif bertujuan
Satjipto Rahardjo, “Ilmu Hukum’Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 54.
16

Perlindungan

menyelesaikan

17

Maria
Alfons,
Implementasi
Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produkproduk Masyarakat Lokal Dalam Perspektif
Hak Kekayaan Intelektual, Ringkasan Disertasi
Doktor, Universitas Brawijaya, Malang, 2010,
hlm. 18.
18
Philipus M. Hadjon, et.al., Hukum
Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
2011, hlm. 8-9.

20

ketentuan umum hukum administrasi

fungsi hukum yaitu bahwa hukum

akan sangat menunjang hal tersebut di

dapat

atas.

ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan

Sarana

perlindungan

hukum

memberikan

suatu

keadilan,

kedamaian.

represif di Indonesia dewasa ini adalah
9.2 Teori Keadilan
melalui lembaga Pengadilan, dalam
Teori
kaitan

ini

Rusli

tentang Keadilan

telah

Muhammad
dibicarakan oleh para filsuf sejak

menyatakan,

sebagai

sarana
zaman

mengupayakan

hukum,

Purbakala

dengan

tokoh

lembaga
pemikirnya

antara lain Sokrates,

pengadilan pun merupakan tempat
Plato, Aristotelse dan filsuf-filsuf
perlindungan hukum dan bagi warga
lainnya. Socrates dalam dialognya
negara maupun aparatur negara yang
dengan Thrasymachus berpendapat
tersangkut

dalam

suatu

sengketa
bahwa dengan mengukur apa yang

hukum.

Oleh

sebab

itu

dapatlah
baik dan apa yang buruk, indah dan

dimaklumi keperluan akan adanya
jelek, berhak dan tidak berhak jangan
lembaga pengadilan yang baik, teratur
diserahkan
serta

memenuhi

rasa

guna

kepada

keadilan
orang

masyarakat

semata-mata

perseorangan

atau

kepada

mewujudkan
mereka yang memiliki kekuatan atau

terselenggaranya negara hukum yang
penguasa yang zalim. Hendaknya
berdasarkan Pancasila.

19

Perlindungan
dicari ukuran-ukuran yang objektif

hukum merupakan suatu gambaran dari
untuk
19

Rusli Muhammad, Lembagvd16dd8a
Pengadilan Indonesia Beserta Putusan
Kontroversial, UII Press, Yogyakarta, 2013,
hlm. 3.

menilainya.

Soal

keadilan

bukanlah hanya berguna bagi mereka
yang kuat melainkan keadilan itu

21

hendaknya berlaku juga bagi seluruh

keadilan ini, manusia mewujudkan

masyarakat.20

keutamaan yang lain oleh karena

Plato mengartikan aturan Negara

segala yang lain dituntut oleh hukum

yang adil dapat dipelajari dari aturan

Negara.

Maka

bagi

Aristoteles

yang baik dari jiwa yang terdiri dari

keadilan

menurut

tiga bagian yaitu Pikiran (logistikon),

dengan keadilan umum.22

hukum

sama

perasaan atau nafsu, (epithumetikhon)

Aristoteles membedakan keadilan

dan bagian rasa baik atau jahat

kedalam dua jenis yaitu keadilan

(thumoeides). Dalam

distributif dan keadilan korektif.

ketiga

bagian

Harmonisasi

tersebut

dapat

Keadilan distributif berfokus pada

ditemukan keadilan. Demikian juga

distribusi

dengan Negara yang harus diatur

barang-barang lain yang sama-sama

dengan

bisa didapatkan oleh masyarakat.

seimbang

sesuai

denga

honor,

kekayaan

dan

bagian-bagiannya supaya adil.21 Bagi

Distribusi

Aristoteles

merupakan distribusi yang sesuai

keadilan

merupakan

yang

boleh

dengan

tertinggi manusia yang didapat dari

nilainya bagi masyarakat. Sedangkan

ketaatan kepada hukum polis baik

keadilan

yang tertulis maupun yang tidak

pembetulan sesuatu yang salah. Jika

tertulis.

suatu

menjalankan

kebaikannya

jadi

keutamaan moral yaitu keutamaan

Dengan

nilai

adil

korektif

perjanjian

berfokus

dilanggar

yakni

pada

atau

kesalahan dilakukan maka keadilan
20

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi,
Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 14.
21
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam
Lintasan Sejarah, Kanisius, Jakarta, 1982, hlm.
23.

korektif

22

berupaya

Ibid., hlm. 28-29.

memberikan

22

kompensasi

yang

memadai

bagi

perpindahan hak kreditur kepada

pihak yang dirugikan, jika suatu

seorang

kejahatan dilakukan maka hukuman

membayar kepada jreditur, dapat

yang sepantasnya perlu diberikan

terjadi karena persetujuan atau

kepada si pelaku.23

karena undang undang”

9.2.3 Pengertian SUBROGASI
Kedudukan
sebagai

pengembang

penjamin

bisa

pihak

ketigayang

Unsur unsur dalam Subrogasi
1. Harus ada lebih dari 1 (satu)
Kreditur dengan hanya

1 (satu)

menggantikan posisi kreditur jika

debitur yang sama sebagai subyek

pelaksanaan buy back guarantee di

hukum.

nyatakan

2.

melalui

lembaga

Adanya

Pembayaran

oleh

subrogasi. Sesuai dengan undang

Kreditur baru kepada kreditur lama

undang Hak tanggungan pasal 16

Sifat Subrogasi menurut Obbie

(1) jika piutang yang dijamin

Afri Gultom adalah merupakan

dengan hak tanggungan beralih

perjanjian accecoir , perjanjian

karena cesie, subrogasi, pewarisan

tersebut

atau

Hak

kreditur baru mengikuti perjanjian

Tanggungan tersebut ikut beralih

pokoknya dimana utang oiutang

karena hukum kepada kreditur

yang

yang baru.

kemudian dihidupkan lagi bagi

sebab

sebab

lain,

Dalam buku III KUHPerdata
pasal
23

1400

“Subrogasi

atau

Carl Jachim Friedrich, Filsafat Hukum
Perspektif Historis, Nuasa dan Nusamedia,
Bandung, 2004, hlm. 24-25.

ikut

lama

beralih

dihapus

kepada

untuk

kepentingan kreditur baru, jika
timbul karena perjanjian harus
menggunakan

akta,

dan

harus

23

agar

membayar angsuran atau melunasi

kreditur baru mendapatkan hak

hutang sedangkan hubungan hukum

penuh atas debitur.

antara bank dengan pengembang diatur

dinyatakan

10.

dengan

tegas

KESIMPULAN

dalam perjanjian buy back guarantie,
dan

di mana antara bank dan pengembang

tanggung gugat pihak pengembang,

telah membuat dan menandatangani

bank, dan debitur dalam perjanjian

perjanjanjian kerjasama yang mengatur

beli kembali (buy back guarantee).

bahwa pengembang bertanggungjawab

Hubungan hukum dan tanggung gugat

sepenuhnya dan mengikat diri sebagai

pihak

dan

penjamin atas pembayaran angsuran

debitur/pembeli dalam perjanjian beli

dan atau seluruh jumlah uang yang

kembali

(buy

terutang oleh debitur/pembeli kepada

diuraikan

sebagai

10.1.

Hubungan

hukum

pengembang,

back

bank,

guarantee),

berikut:

Bahwa

bank

bila

debitur/pembeli

telah

hubungan hukum antara Bank dengan

melalaikan kewajiban kepada bank,

debitur/pembeli

melakukan

kemudian antara pengembang dengan

pembelian unit rumah dengan fasilitas

debitur/pembeli hubungan hukum yang

Kredit Pemilikan Rumah dari Bank

timbul tidak mengikat Debitur untuk

diatur dalam perjanjian kredit dan/atau

membayar kepada pengembang karena

perjanjian pengakuan hutang dengan

kedudukan pihak ketiga dalam buy

jaminan

back guarantee tidak menggantikan

yang

dan

Kreditur/Bank

tanggung
adalah

gugat

memberikan

fasilitas KPR kepada debitur dan
tanggung

gugat

debitur

adalagh

posisi kreditur.
10.2

Bentuk Perlindungan hukum
bagi

pengembang

untuk

24

memiliki

kembali

Jaminan

jika

menciderai

obyek

kerjasama yang telah terjalin

pengembang

melaksanakan

isi

hunbungan

baik

dari

antara

Bank

dan

Perjanjian Beli Kembali (buy

pengembang dan kedudukan

Back Guarantee)

pengembang sebagai penjamin

Bentuk perlindungan hukum

mampu menggantikan posisi

bagi

untuk

Kreditur

obyek

lembaga SUBROGASI

pengembang

memiliki

kembali

jaminan

jika

pengembang

melaksanakan

isi

dari

adalah

melalui

11. SARAN
11.1

Dalam

penyaluran

perjanjian beli kembali (buy

diharapkan

back guarantee), yang sesuai

memperhatikan

dengan

asa

prinsip kehati-hatian dan melakukan

hukum

dan

Perlindungan
asa

keadilan

bahwa pengembang berhak
atas rasa keamanan, hak untuk
mendapat

perlindungan

hukum dari tindakan pembeli

pihak

kredit

dan

bank

selalu

menerapkan

analisis kredit secara cermat, teliti
dan mendalam dari berbagai aspek
berdasarkan

prinsip-prinsip

yang

berlaku secara universal dalam dunia
perbankan. Hal ini dipandang perlu
untuk

menghindari

atau

yang beritikad tidak baik; hak
mengantisipasi

munculnya

kredit

untuk melakukan pembelaan
bermasalah dikemudian hari.

diri

sepatutnya

di

dalam
11.2 Bagi pengembang agar

penyelesaian hukum sengketa
konsumen.

Agar

lebih

seksama

menentukan

calon

pembeli

unit-unit

tidak

25

perumahan

yang

dipasarkannya, tidak hanya
sekedar

mengejar

target

pemasaran/terjualnya unit-unit
perumahan yang dibangunnya.
Karena jika developer hanya
mengejar

target

pemasaran

unit-unit perumahan saja akan
berakibat

permasalahan

apabila

ternyata

kepemilikan
diberikan

rumah
bank

debitornya

kredit
yang
kepada

mengalami

kemacetan.
11.3

Bagi

Praktek

Kenotariatan dihimbau agar
mampu
konsultasi

memberikan
hukum

yang

transparan kepada para pihak
dalam akta beli kembali (buy
back

guarantee)

dan

melengkapinya dengan akta
Subrogasi

DAFTAR BACAAN
Badrulzaman, Mariam Darus, dkk.,
Kompilasi
Hukum
Perikatan
Dalam Rangka Memperingati
Memasuki Masa Purna Bakti Usia
70 Tahun, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian
Hukum, Edisi Revisi, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta,
2013.
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal
Hukum, Liberty, Yogyakarta,
1988.
Muhammad, Abdulkadir, Hukum
Perikatan, Alumni, Bandung,
1982.
Nadjamuddin, Ariadin, Aspek Hukum
Akta Buy Back Guarantee dan
Implikasinya bagi Lembaga
Perbankan, Tesis Program
Pasca
Sarjana
Magister
Kenotariatan PPs Universitas
Hasanudin Makasar, 2012.
Pangabean, H.P., Praktik Standard
Contract (Perjanjian Baku)
Dalam Perjanjian Kredit
Perbankan),
Alumni,
Bandung, 2012.
Proborini, Kristina Novi Nugroho,
Tinjauan
Yuridis
terhadap
Perjanjian Buy Back Guarante
terhadap
Kredit
Kepemilikan
Rumah pada PT,Bank Tabungan

26

Negara (Persero Tbk.) Cabang
Banjarmasin,
Magister
Kenotariatan Universitas Gajah
Mada Jogjakarta, Tahun 2012.
Sesung, Rusdianto, Prinsip Kesatuan
Hukum
Nasional
dalam
pembentukan
Produk
Hukum
Pemerintah
daerah
Otonomi
Khusus atau Istimewa, Proposal
Disertasi Program Pasca Sarjana
Unibersitas Airlangga Surabaya,
2016.
Sitopu, Panary, Perjanjian Kerjasama
antara Developer dengan Bank
dalam Pemberian Fasilitas Kredit
Kepemilikan
Rumah,
(Suatu
Penelitian di PT, CIMB Niaga Tbk
Cabang Medan Bukit Barisan),
Tesis, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan, 2010.
Subekti, R., Hukum Perjanjian,
Intermassa, Jakarta, 1987.
Suharnoko, Hukum Perjanjian. Teori
dan Analisa Kasus, Cetakan kedua,
Prenada Media, Jakarta, 2004.
Vollmar, H.F.A., Pengantar Studi
Hukum Perdata, Jilid II, Rajawali,
Jakarta, 1984.
Dona Budi Karisma, Jurnal Buy Back
Guarantee Dan Perkembangan
Hukum Jaminan Di Indonesia ,
2015