Tinjauan Yuridis Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit yang Mengakibatkan Kredit Macet (Studi pada Bank SUMUT Medan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Asikin, dan Amiruddin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Penerbit Rajawali Pers. Jakarta

Badrulzaman, Mariam Darus, 1978, Perjanjian Kredit Bank, Penerbit PT. Alumni. Bandung

Bahsan, M, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Penerbit Rajawali Pers. Jakarta

Barus, Sadjaruddin Wan, 1992, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, Penerbit USU Pres. Medan

Brigham, 2001, Manajemen Keuangan II, Penerbit Salemba Empat. Jakarta

Daeng, H. R. Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung

2006, Legal Audit Operasional Bank, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung

Djumhana, Muhammad, 1997, Hukum Perbankan Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung

Gandapraja, Permadi, 2004, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Goodpaster, Garry, 1999, Panduan Negosiasi dan Mediasi, Seri Dasar Hukum Ekonomi, Penerbit Elips. Jakarta

Harahap, M. Yahya, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Penerbit PT. Alumni. Bandung

Hartono, Sunaryati, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Abad Ke-20, Penerbit PT. Alumni. Bandung

Hermasyah, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Penerbit Kencana. Jakarta

Ibrahim, Johannes, 2003, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi Dalam Hukum Positif, Penerbit CV. Utomo. Bandung


(2)

2005, Pengimpasan Pinjaman dan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Kredit Bank, Penerbit CV. Utomo. Jakarta

Ichsan, Ahmad, 1969, Hukum Perdata, Penerbit Pembimbing Masa. Bandung Kasmir, 2000, Manajemen Perbankan, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.

Jakarta

2011, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Maleong, J. Lexy, 1996, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Penerbit PT. Remaja Rosa Dakarya. Bandung

Mahmoeddin, 2004, Kredit Bermasalah, Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Muhammad, Abdulkadir, 1980, Hukum Perikatan, Penerbit PT. Alumni. Bandung

2004, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung

Prodjidikoro, Wirjono, 1981, Asas-asas Hukum Perjanjian, Penerbit Sumur. Bandung

Putra, Edy, 1989, Kredit Perbankan Tinjauan Yuridis, Penerbit Liberty. Yogyakarta

Salim, 2008, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUHP, Penerbit PT. Grafindo Persada. Jakarta

Santoso, Tri Ruddy, 1996, Kredit Usaha Perbankan, Penerbit Andi. Yogyakarta Saliman, R. Abdul, 2014, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Teori dan Contoh

Kasus, Penerbit Perdana. Jakarta

Setiawan, R, 1979, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Penerbit Bima Cipta. Bandung

Simorangkir, O. P, 1988, Seluk Beluk Bank Komersial, Penerbit Aksara Persada Indonesia. Jakarta

Sihombing, Jonker, 2000, Tanggung Jawab Yuridis Bankir Atas Kredit Macet Nasabah, Penerbit PT. Alumni. Bandung


(3)

2003, Pokok-pokok Hukum Perdata, Penerbit PT. Intermasa. Jakarta Suggono, Bambang, 2001, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Raja Grafindo

Persada. Jakarta

Suhardjono, dan Kuncoro, 2002, Manajemen Perbankan (Teori dan Applikasi), Penerbit BPFE. Yogyakarta

Sutarno, 2003, Aspek-aspek Hukum Perkreditan, Penerbit Alfabeta. Bandung Suyanto, Thomas, 1990, Dasar-dasar Perkreditan, Penerbit PT. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta

1993, Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Sjahdeini, Remy Sutan, 2009, Hukum Kepailitan Memakai Undang-undang No.

37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Penerbit Pustaka Utama Grafiti. Jakarta

Tarmin, Nasrun, 2012, Kiat Menghindari Kredit Macet, Penerbit Dian Rakyat. Jakarta

Untung, Budi, 2000, Kredit Perbankan, Penerbit Andi. Yogyakarta

Usman, Rachmadi, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Utrecht, E, 1989, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

B. Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Undang-undang Perbankan Nomor. 7 tahun 1992, yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 tentang Penetapan Kualitas Kredit.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor. 23/12/BPPP tanggal 28 Februari 1991 tentang Pembentukan Cadangan Atas Aktiva yang diklasifikasikan, dan Upaya Penyelematan Kredit

Peraturan Bank Indonesia Nomor. 7/2/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Umum.


(4)

Peraturan Bank Indonesia Nomor. 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah

Peraturan Bank Indonesia Nomor. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.

C. Internet

www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/cerukan.aspx D. Jurnal

Soebagjo, Oentoeng Felix, Maret 2007, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian

Sengketa Dibidang Perbankan”, Bahan Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi

Perbankan Oleh Bank Indonesia dan Pembentukan Lembaga Independen Mediasi Perbankan, Yogyakarta.

E. Wawancara

Wawancara dengan Ibu Farida Karyawan Bank SUMUT Cabang Medan


(5)

BAB III

PERJANJIAN KREDIT PADA BANK SUMUT

A. Aspek Hukum Perjanjian Kredit

Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi masyarakat. Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat di kota-kota besar, tetapi sampai di desa-desa kata kredit sudah sangat populer. Kegiatan perbankan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, terutama dalam pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan bank yang sangat penting dan utama sehingga pendapatan dari kredit yang berupa bunga merupakan komponen pendapatan paling besar dibandingkan dengan pendapatan jasa-jasa di luar bunga kredit yang biasa disebut dengan fee base income. Berbeda dengan bank-bank di negara-negara yang sudah maju dimana laporan keuangannya menunjukan bahwa komponen pendapatan bunga dibandingkan dengan pendapatan jasa-jasa perbankan lainnya sudah cukup berimbang.69

1. Pengertian dan Unsur-unsur Kredit

Secara etimologi, kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu Credere yang mempunyai arti kepercayaan. Seseorang yang memperoleh kredit berarti memperoleh kepercayaan.70 Dalam bahasa Belanda disebut juga dengan

Vertrouwen.71 Pihak yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima

69 Ruddy Tri Santoso, Op.Cit, hlm. 5

70 Edy Putra, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, (Yogyakarta: Liberty, 1989),

hlm. 1

71


(6)

kredit (debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan baik meyangkut jangka waktunya, maupun prestasi dan kontra prestasinya.

Dilihat dari sudut pandang ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan pembayaran. Maksudnya pengembalian atas penerimaan uang atau suatu barang tidak dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, akan tetapi pengembaliannya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.72

Di dalam Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan mendefinisikan kredit sebagai berikut:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga”.

Beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya sehubungan dengan pengertian kredit, adapun pendapat para sarjana mengenai pengertian kredit adalah sebagai berikut:

72


(7)

Savelberg menyatakan kredit mempunyai arti antara lain sebagai berikut:

73

a. Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain.

b. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.

J. A. Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut:74

“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara

bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu

dibelakang hari.”

M. Jakile mengemukakan bahwa kredit adalah:75

“Suatu ukuran kemampuan dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti dari janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tertentu”.

Menurut OP. Simorangkir berpendapat: 76

“Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, atau barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang”.

73 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

1991), hlm. 21-22

74 Ibid

75 Ibid, hlm. 22

76 OP. Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial, (Jakarta: Aksara Persada Indonesia,


(8)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu pada waktu yang akan datang, disertai dengan kontra prestasi berupa bunga, imbalan atau hasil keuntungan.

Dari uraian diatas, terdapat adanya beberapa unsur dalam kredit, maka unsur-unsur dalam kredit adalah:77

a. Kepercayaan:

Yaitu suatu keyakinan dari pihak kreditur bahwa prestasi yang diberikannya berupa uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali yaitu dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang.

b. Jangka waktu:

Yaitu mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.

c. Degree of risk:

Yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu. Pengembalian kredit akan memungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macetnya pemberian suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit, maka semakin besar pula resikonya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang tidak disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga nasabah tidak mampu lagi melunasi kredit yang diperolehnya. Dengan adanya unsur resiko inilah maka timbul jaminan dalam pemberian kredit. d. Prestasi:

Atau obyek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat bentuk barang atau jasa.

2. Tujuan dan Fungsi Kredit

Tujuan kredit di dasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi, yaitu dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya berusaha memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena pemberian

77


(9)

kredit dimasudkan untuk memperoleh keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit jika kreditur benar-benar yakin bahwa nasabah yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang diterimanya.

Dengan demikian maka tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank adalah sebagai berikut:78

a. Mencari keuntungan:

Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

b. Membantu usaha nasabah:

Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, investasi maupun dana untuk modal kerja untuk dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. c. Membantu pemerintah:

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik. Semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan diberbagai sektor. Berikutnya akan dibahas mengenai fungsi suatu kredit, fungsi kredit itu antara lain adalah sebagai berikut:79

a. Untuk meningkatkan daya guna uang:

Seperti yang diketahui bahwa simpanan uang para nasabah pada suatu bank dapat berupa giro, deposito, atau tabungan. Uang tersebut pada presentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank dalam usaha peningkatan produktifitas. Dalam hal ini memberikan arti bahwa para debitur yang

78 Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 96 79 Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,


(10)

menikmati kredit dari bank, mempergunakan kredit tersebut untuk memperluas atau memperbesar usahanya, baik untuk peningkatan rehabilitasi, ataupun untuk memenuhi usaha baru. Dengan demikian dana yang ada di bank tersebut tidak mengendap atau diam, tetapi disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat.

b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang:

Kredit yang disalurkan oleh bank akan menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya, seperti cek, giro bilyet, wesel, dan sebagainya. Melalui kredit peredaran uang charteal maupun uang giral akan lebih berkembang oleh karena kredit menciptakan kegairahan berusaha, sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kwalitatif maupun secara kwantitatif.

c. Untuk meningkatkan daya guna barang:

Dengan adanya bantuan kredit dari bank, akan dapat membantu produsen untuk memproduksi bahan mentah menjadi bahan jadi, sehingga daya guna dari bahan tersebut meningkat. Misalnya dengan peningkatan daya guna kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa atau minyak goreng, peningkatan daya guna benang tekstil dan lain-lain.


(11)

d. Sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional: Para debitur yang memperoleh kredit tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usahanya berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini dikembalikan lagi, dalam arti dikembalikan ke dalam struktur modal, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus. Dengan pendapatan yang terus meningkat, berarti adanya peningkatan pembayaran pajak oleh pihak debitur. Di lain pihak, kredit yang disalurkan untuk merangsang pertambahan kegiatan ekspor akan meghasilkan pertambahan devisa bagi negara. Apabila setiap pengusaha, pemilik tanah, pemilik modal, dan buruh atau karyawan mengalami peningkatan pendapatan, maka pendapatan negara melalui pajak akan bertambah, penghasilan devisa bertambah, dan penggunaan devisa untuk komsumsi berkurang, dengan demikian secara langsung atau tidak, melalui pemberian kredit akan menambah pendapatan nasional.

e. Sebagai alat stabilitas ekonomi:

Dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Dapat pula kredit membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan devisa Negara.


(12)

f. Untuk menigkatkan gairah usaha:

Setiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi, yaitu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi oleh peningkatan kemampuan. Karena itu pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank, dengan perjanjian kredit, kemudian dipergunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktifitasnya.

g. Sebagai alat penghubung ekonomi internasional:

Bank sebagai lembaga pemberi kredit tidak saja bergerak di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. seperti yang diketahui bahwa negara maju demi persahabatan antara negara-negara banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang. Bantuan-bantuan tersebut tercemin dalam bunga relatif kecil atau murah, dan jangka waktu penggunaan yang panjang. Melalui bantuan kredit antara negara inilah maka hubungan antar negara pemberi kredit dan negara penerima kredit akan bertambah erat terutama yang mengenai hubungan perekonomian dan perdagangan.80

80


(13)

3. Fungsi Perjanjian Kredit Bagi Para Pihak.

Sutan Remy Sjahdeini mengartikan perjanjian kredit sebagai berikut:

“Perjanjian bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah atau debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.81

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, beliau berpendapat bahwa perjanjian kredit bank adalah: 82

“Perjanjian pendahuluan (voorovereenkomst) dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensuil (pacta de contrahendo) obligator yang dikuasi oleh Undang-undang pokok Perbankan 1967 dan bagian umum Kitab Undang-undang Hukum Perdata”.

Perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang penting dalam pemberian, pengelolahannya maupun pelaksanaan kredit itu sendiri.

Menurut Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi yaitu antara lain:83

a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal

81 Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUPerdata, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2008), hlm. 78

82 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian kredit Bank, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1991), hlm. 32

83


(14)

atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.

b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batas-batas hak dan kewajiban kreditur dan debitur.

c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring (pemantauan) kredit (merupakan salah satu dari bagian manajemen perkreditan), misalnya pengaturan jadwal angsuran, hutang pokok dan pembayaran bunga yang harus selalu dimonitor.

Dari uraian-uraian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya perjanjian kredit antara bank dan para nasabahnya yang lazim disebut perjanjian kredit bank, adalah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam atau pinjam mengganti sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769. Dengan demikian pembuatan suatu perjanjian kredit dapat mendasarkan kepada ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata, tetapi dapat pula berdasarkan kepada kesepakatan-kesepakatan antara pihak, artinya dalam hal-hal ketentuan yang memaksa dimana harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut, sedangkan dalam hal yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak.84

4. Hak dan kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kredit.

Perjanjian kredit bank merupakan perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian uang ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima jaminan mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Bila dilihat dari sudut pandang hukum perikatan, maka syarat dan ketentuan dari perjanjian kredit termaksud ke dalam perjanjian sepihak. Dikatakan perjanjian

84


(15)

sepihak karena tidak terdapat tawar menawar antara pelaku usaha dan konsumen. Inilah yang kemudian disebut sebagai penjanjian standar atau perjanjian baku. Pejanjian baku biasanya berupa sebuah formulir yang berisi kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen. Formulir tersebut adalah formulir persetujuan membuka kredit yaitu suatu surat yang dikeluarkan oleh pihak bank kepada debitur atau calon debiturnya, sebagai penyampaian atau pemberitahuan bahwa bank tersebut setuju secara prinsip untuk memberikan kredit kepada debitur atau calon debitur yang bersangkutan.85 Di dalam formulir tersebut pihak bank sudah mengatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, diantaranya adalah bank selaku kreditur memberikan kredit sesuai dengan jumlah yang sudah disetujui kepada debitur dengan terlebih dahulu memperhatikan atau melakukan analisis kepada calon debitur tersebut.86

Di pihak lain debitur sebagai penerima kredit berkewajiban untuk membayar angsuran tepat pada waktunya sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit tersebut, dan biaya-biaya lain yang harus dibayar oleh debitur seperti bunga kredit, appraisal fee, commitment fee, biaya administrasi, biaya akta notaris, dan lain-lain. Debitur tidak dapat menggunakan alasan apapun untuk menunda pembayaran atau membuat permohonan penjadwalan kembali pembayaran atas peristiwa-peristiwa yang terjadi pada debitur. Jangka waktu merupakan batas waktu bagi debitur untuk dapat mempergunakan dana atau tagihan yang disediakan oleh bank untuk debitur, dalam arti debitur harus

85 H. R. Daeng Naja, Legal Audit Operasional Bank, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2006) hlm. 120

86“Formulir Persetujuan Membuka Kredit” PT. Ban


(16)

membayar lunas seluruh hutang-hutangnya pada saat kreditnya jatuh tempo. 87 Untuk setiap hari keterlambatan pembayaran angsuran kredit yang dilakukan oleh pihak debitur maka pihak debitur wajib membayar denda keterlambatan tersebut kepada pihak kreditur, denda tersebut dapat ditagih secara seketika dan sekaligus tanpa diperlukan teguran oleh pihak kreditur.88

Untuk menjamin pembayaran kembali hutang debitur kepada bank maka pihak debitur berkewajiban memberi agunan kepada pihak bank berupa barang-barang bergerak dengan menyerahkan secara gadai atau fidusia dan barang-barang-barang-barang tidak bergerak. Debitur memberi kuasa kepada bank untuk menjual, memindahkan dan meyerahkan barang agunan tersebut diatas kepada siapa saja menurut syarat-syarat dan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh bank sendiri dan melaksanakan penjualan, pemindahan dan penyerahan itu menurut peraturan-peraturan pemerintah serta menerima uang penjualan dan memberikan tanda penerimaannya dari uang hasil penjualan agunan tersebut diperhitungkan atau dilunasi hutang debitur berdasarkan persetujuan membuka kredit. Jika ada kelebihan sisa uang dalam penjualan agunan tersebut maka bank berkewajiban menyerahkannya kepada debitur.89

Bank setiap saat berhak untuk mengadakan pemeriksaan atas barang-barang yang diagunkan dengan atau tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak debitur, dan bank mempunyai hak mutlak yang tidak dapat dibantah untuk mengadakan penilaian kembali atas barang-barang yang diagunkan oleh

87

H. R. Daeng Naja, Op.Cit, hlm. 123

88“Formulir Persetujuan Membuka Kredit” PT. Bank SUMUT 89


(17)

pihak debitur. Debitur wajib memelihara dan mengurus barang agunan tersebut dengan sebaik-baiknya dan melakukan segala pemeliharaan dan perbaikan. Apabila bank menganggap bahwa pemeliharaan yang dilakukan oleh debitur tidak diselenggarakan oleh debitur sebagaimana mestinya, maka bank berhak mengambil alih kewajiban untuk memelihara barang agunan tersebut, dan biaya-biaya yang timbul oleh karenanya menjadi tanggungan pihak debitur. Bank berhak mengasuransikan atas namanya sendiri segala harta yang telah diserahkan oleh debitur sebagai agunan terhadap bahaya kebakaran dan atau terhadap resiko-resiko lain apapun yang dianggap perlu oleh bank sampai jumlah yang besarnya ditetapkan oleh bank menurut syarat-syarat dan klausula-klausula serta untuk jangka waktu yang dianggap perlu oleh bank kepada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh bank. Semua biaya premi asuransi sepenuhnya menjadi tanggungan debitur. Penyerahan dan pengikatan barang-barang agunan dilakukan dengan salah satu bentuk, yaitu:90

a. Kuasa Memasang Hipotik / Akta Hipotik b. Akta Pengakuan Hutang

c. Akta Surat Kuasa Menjual / Persetujuan Jual Beli

d. Akta Fidusia sekaligus dengan Akta Pengakuan Hutang atau Kuasa Menjual / Persetujuan Jual Beli

e. Akta Cessie f. Akta Borgtocht

g. Hak Tanggungan (HT)

h. Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT)

Selama kredit belum lunas oleh debitur maka bank berhak memeriksa atau menyuruh periksa pembukuan dan tata usaha debitur dan segala biaya-biaya untuk itu menjadi tanggungan pihak debitur. Debitur tanpa persetujuan bank dilarang

90


(18)

untuk mengambil kredit dari pihak lain, merubah bentuk susunan organisasi atau reorganisasi perusahaan, dan mengalihkan usaha kepada pihak lain. Debitur dengan tegas menyatakan tunduk kepada peraturan-peraturan dan kebiasaan-kebiasaan bank yang berlaku, maupun yang ditetapkan oleh bank sekalipun tidak atau belum disebutkan dalam persetujuan membuka kredit. Debitur berjanji memberikan setiap keterangan yang diperlukan oleh bank dan tunduk kepada segala ketentuan yang telah ditetapkan atau yang akan ditetapkan kemudian oleh bank terutama kebijaksanaan pemberian kredit dan kewajiban debitur untuk menyampaikan laporan keuangan debitur kepada pihak kreditur atau pihak bank.91

Surat Persetujuan Membuka Kredit tersebut merupakan dasar daripada dilakukannya perjanjian kredit, sehingga tanpa persetujuan dari debitur atau calon debitur maka perjanjian kredit tidak dapat dilakukan. Adanya kalimat permintaan persetujuan dalam surat persetujuan pemberian kredit tersebut menandakan bahwa perjanjian hutang piutang antara bank dengan pihak debiturnya dilakukan atas dasar kesepakatan dan itikad baik kedua belah pihak.92

Dari ketentuan-ketentuan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa di dalam perjanjian kredit bank, bank memiliki kewajiban pokok yaitu menyediakan kredit sesuai dengan tujuan kredit dan jangka waktu perjanjian. Atas prestasinya tersebut pihak bank selaku kreditur berhak memperoleh pelunasan kredit dan bunga dari debitur sebagai kontraprestasi, sedangkan hak dan kewajiban dari

91

Ibid

92


(19)

pihak debitur yaitu mendapatkan kredit sebagai hak dan mengembalikannya kembali kepada bank.

B. Eksistensi Bank SUMUT Sebagai Lembaga Perbankan

Dewasa ini bank mempunyai fungsi penting dalam kehidupan masyarakat yaitu sebagai penghimpun dan sebagai penyalur dana masyarakat. Adapun bank yang merupakan lembaga keuangan yang lebih menonjol daripada lembaga keuangan lainnya, seperti gadai, asuransi dan lain sebagainya. Karena bank tersebut dalam tugasnya berusaha agar dapat dipergunakan untuk peningkatan perekonomian masyarakat. Usaha untuk peningkatan tersebut tetap dilakukan bank dari waktu ke waktu, sehingga pada keadaan tertentu, kemajuan perekonomian suatu negara sering dihubungkan dengan kemajuan kehidupan perbankannya.93

1. Pengertian Bank

Adapun pengertian bank menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yaitu:94

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan meyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan

atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Pengertian lain dari bank dapat dilihat dari beberapa definisi berikut ini:

93Sry Kartika Ritonga, “Upaya Bank dalam Mencegah dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet” Skripsi (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008), hlm. 10

94 Pasal 1 angka 1, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang


(20)

Menurut Kuncoro definisi bank adalah: 95

“Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah

menghimpun dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.”

M. Verrya Stuart mendefinisikan bank adalah:96

“Bank adalah suatu badan usaha yang menjalankan proses kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar berupa uang

giral”.

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa bank adalah lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan tidak kalah pentingnya adalah sebagai lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan monoter. Hal ini merupakan salah satu tanggung jawab bank dalam rangka mewujudkan cita-cita negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari bank tidak terlepas dari kegiatan pembangunan. Setiap kegiatan bank harus berhasil-guna bagi kepentingan masyarakat.97

95 Kuncoro dan Suhardjono, Manajemen Perbankan (Teori dan Aplikasi), (Yogyakarta:

BPFE, 2002), hlm. 68

96 Thomas Suyatno, dkk, Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 1993), hlm. 11

97


(21)

2. Dasar Hukum Pengaturan Bank

Perbankan merupakan inti dari sistem keuangan di Indonesia. Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perbankan. Sumber hukum perbankan di Indonesia dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti formal maupun sumber hukum dalam arti materil. Sumber hukum dalam arti materil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri, sedangkan sumber hukum formal tidak hanya terbatas pada sumber hukum tertulis, dimungkinkan adanya sumber hukum yang tidak tertulis.98 Sumber hukum formal di Indonesia akan selalu menempatkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai sumber utama. Sumber hukum formal yang tertulis mengenai bidang perbankan antara lain sebagai berikut:99

a. Undang-undang Dasar 1945 (terutama Pasal 33)

b. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan c. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

d. Burgelijk Weboek (Kitab Undang-undang Hukum Perdata)

e. Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-undang Hukum Dagang)

f. Undang-undang No.4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.

g. Peraturan Pemerintah yaitu peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Perbankan, seperti Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1992 tentang Bank Umun, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

98 E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

1989), hlm. 84

99


(22)

Sumber hukum formal yang tidak tertulis antara lain adalah yurisprudensi, konvensi atau kebiasaan, doktrin, dan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam kegiatan perbankan.100

3. Fungsi Bank Sebagai Lembaga Keuangan

Yang menjadi fungsi utama bank di Indonesia seperti yang tercantum dalam Bab II Pasal 3 Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, adalah

“Sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Jadi dari yang di jelaskan diatas, bahwa bank itu bertugas untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana yang kemudian disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkannya”. Dalam perkembangan selanjutnya fungsi bank sebagai lembaga keuangan khususnya semakin bertambah yaitu bank berfungsi sebagai berikut:101

a. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana-dana masyarakat atau penerima kredit. Dalam pengertian ini bank menerima dana-dana yang berupa simpanan dalam bentuk tabungan, deposito berjangka dan rekening giro. Dengan ini dapat dikatakan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara pasif dengan menghimpun dana dari pihak ketiga.

b. Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau sebagai lembaga pemberi kredit. Dengan ini dapat dikatakan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara aktif. c. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan

pembayaran uang.

Hal ini diperlukan oleh nasabah tatkala ingin memperluas dan memerlukan bantuan kredit dari bank. Fungsi pemberi jaminan mempersyaratkan agar bank secara moral dan yuridis dapat menjamin keamanan dana yang dipercayakan

100 Ibid

101 Johannes Ibrahim, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif,


(23)

kepadanya. Selain itu bank juga memiliki fungsi likuiditas mengandung arti bahwa bank mampu mengembalikan dana nasabahnya pada saat diperlukan.

Sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, maka fungsi ataupun usaha-usaha yang dapat dilakukan bank adalah:102

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

b. Memberikan kredit.

c. Menerbitkan surat pengakuan hutang.

d. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.

e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah.

f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjam dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi, maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya.

g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

i. Melakukan tempat untuk menyimpan kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.

j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

k. Kembali melalui pelelangan agunan semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

l. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.

m. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasik sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

102 Pasal 6, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang


(24)

n. Melakukan kegiatan yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Profil Bank SUMUT

Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU), yang sekarang dikenal dengan nama Bank SUMUT merupakan bank devisa yang berkantor pusat di Jalan Imam Bonjol No.49 Medan.103

Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU) yang didirikan tanggal 4 November 1961 dengan Akta Notaris Roesli Nomor 22 dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Pada tahun 1962, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, BPDSU yang semula berbentuk Perseroan Terbatas (PT) diubah menjadi Bank Milik Pemerintah Daerah dengan Peraturan Daerah (Perda) Tingkat I Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 1965. Perda tersebut menetapkan Modal Dasar sebesar Rp 100.000.000,00., dimana sahamnya hanya dimiliki oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Tingkat II di seluruh Sumatera Utara.

Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dengan Peraturan Modal Dasar Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara terus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan yaitu:

103“Tinjauan Umum Mengenai Perusahaan” Bab 2, PT. Bank


(25)

a. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1975 bahwa Modal Dasar BPDSU ditetapkan sebesar Rp 1.500.000.000,00.

b. Dengan Keputusan DPRD Tingkat I Sumatera Utara Nomor 6/79 tanggal 16 Juli 1979 bahwa Modal Dasar BPDSU menjadi Rp 5.000.000.000,00.

c. Dengan Keputusan DPRD Tingkat I Sumatera Utara Nomor 13/K/83 tanggal 10 Januari 1983 bahwa Modal Dasar BPDSU ditingkatkan menjadi Rp 15.000.000.000,00.

d. Dengan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 1985 bahwa Modal Dasar BPDSU ditetapkan sebesar Rp 25.000.000.000,00. e. Dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1993 bahwa Modal

Dasar BPDSU ditetapkan sebesar Rp 70.000.000.000,00. sesuai dengan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

f. Sesuai dengan SK Bersama Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 53/KMK.017/1999 dan 31/12/KEP/GBI tentang Pelaksanaan Rekapitulasi Bank Umum dalam rangka menyehatkan perbankan Indonesia termasuk BPDSU maka Modal Dasar BPDSU di tambah menjadi Rp 400.000.000.000,00.

Sejalan dengan Program Rekapitalisasi, bentuk hukum BPDSU tersebut harus dirubah dari PD (Perusahaan Daerah) menjadi PT (Perseroan Terbatas). Tujuan perubahan bentuk hukum BPDSU tersebut agar saham Pemerintah Pusat


(26)

dapat masuk untuk pengembangan di kemudian hari saham pihak letiga dimungkinkan dapat masuk atas persetujuan DPRD Tingkat I Sumatera Utara.

6 April 1999, berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 2 Tahun 1999, bentuk badan hukum perusahaan dirubah kembali menjadi Perseroan Terbatas dengan nama Bank SUMUT. Perubahan tersebut dituangkan dalam Akta Pendirian Alina Hanum Nasution, S.H., dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia di bawah Nomor C– 8224 HT. 01. 01 TH 99, serta diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia Nomor 54 tanggal 6 Juli 1999. Modal dasar pada saat itu ditetapkan sebesar Rp 400.000.000.000,00. Dan karena pertimbangan kebutuhan proyeksi pertumbuhan bank, maka pada tanggal 15 Desember 1999 melalui Akta Nomor 31 bahwa modal dasar ditingkatkan menjadi Rp 500.000.000.000,00.

PT Bank Sumut merupakan bank devisa yang berkantor pusat di Jalan Imam Bonjol Nomor 18 Medan yang memiliki jaringan pelayanan yang terus bertambah dan unit pelayanan dalam melayani masyarakat di seluruh Daerah Sumatera Utara dan Jakarta yang terdiri dari:

a. 1 unit Kantor Pusat

b. 1 unit Kantor Cabang Utama Medan c. 29 unit Kantor Cabang Konvensional d. 5 unit Kantor Cabang Syariah

e. 101 unit Kantor Cabang Pembantu Konvensional f. Cabang Pembantu Syariah


(27)

g. 9 unit Kantor Kas

h. 36 unit Kantor Jaringan Kas diluar Kantor (Payment Point) i. 187 unit ATM

j. 19 unit Kas Mobil k. 1 unit Sentra UMK

Jaringan layanan Bank SUMUT juga mencakup seluruh wilayah Indonesia melalui kerjasama dengan seluruh Bank Pembangunan Daerah dengan layanan BPD Net Online dan untuk transaksi kiriman uang dari dan ke luar daerah/negeri dilakukan dengan layanan Western Union.

Susunan komisaris pada PT Bank SUMUT dibentuk berdasarkan berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa Nomor 76 Tanggal 28 Juni 2001 dari Notaris Alina Hanum, S.H. Dan dalam RUPS Luar Biasa Nomor 28 Tanggal 24 Mei 2004 dari Notaris H. Marwansyah Nasution, S.H., serta SK RUPS Sirkuler tanggal 10 Juni 1004 dibentuklah susunan direksi pada PT Bank SUMUT.

Adapun yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank SUMUT dari 1961 sampai dengan sekarang antara lain:

a. Tahun 1961 – 1964: dijabat oleh Drs. Diapari Panusunan Siregar.

b. Tahun 1964 – 1965: dijabat oleh James Warren Harahap. c. Tahun 1965 – 1966: dijabat oleh Drs. Baginda Pane. d. Tahun 1966 – 1967: dijabat oleh WMD Hutabarat.


(28)

e. Tahun 1967 – 1984: dijab at oleh Drs. Ihutan Ritonga. f. Tahun 1984 – 1991: dijabat oleh Drs. Yahfin Siregar. g. Tahun 1991 – 1999: dijabat oleh Drs. Armin.

h. Tahun 1999 – 2000: dijabat oleh Drs. Abdul Rahman. i. Tahun 2000 – 2012: dijabat oleh Gus Irawan.


(29)

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG MENGAKIBATKAN KREDIT MACET DI

BANK SUMUT.

Pada dasarnya untuk menjaga kepentingan bank atas tiap-tiap pemberian kredit, bank harus berhati-hati dengan mendudukannya di dalam perikatan yang benar menurut hukum. Namun dalam kenyataannya banyak kredit yang diberikan bank kepada nasabah tidak berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya, yang disebabkan terjadinya cidera janji atau wanpretasi yaitu tidak dipenuhinya secara baik apa yang sudah disepakati bersama oleh pihak debitur dan pihak kreditur. Masalah wanprestasi sering kali sulit untuk dihindari namun bank harus tetap mengelolanya secara hati-hati dan sedapat mungkin diminimalkan resikonya sehingga dapat memberikan keuntungan bagi pihak bank.104

Oleh karenanya, setiap bank akan berusaha menyelesaikannya dengan menetapkan suatu sistem atau cara yang berbeda antara satu dengan bank yang lain. Begitupun halnya dengan sistem yang diterapkan oleh Bank SUMUT Cabang Medan dalam menangani masalah kredit macet ini. Mengingat bahwa pemberian kredit pada umumnya merupakan kegiatan utama pada Bank SUMUT, maka untuk mengatasi masalah tersebut Bank SUMUT telah berupaya sekuat tenaga untuk menyelamatkan kredit bermasalah tersebut dengan berbagai jalan.

104


(30)

Perlu juga diketahui latar belakang atau faktor-faktor penyebab wanprestasi debitur sehingga terjadi kedit menjadi macet.

A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit di Bank SUMUT.

Berdasarkan wawancara dengan Ibu Farida pegawai Bank SUMUT bagian kredit, menjelaskan bahwa sepandai apapun pihak kreditur menganalisis setiap permohonan kredit, wanprestasi tetap saja dapat terjadi. Wanprestasi biasanya dilakukan oleh pihak debitur. Namun tidak selamanya wanprestasi terjadi karna kelalaian pihak debitur, wanprestasi bisa terjadi oleh pihak kreditur, faktor intern dan faktor ekstren. Berikut adalah faktor-faktor penyebab terjadinya wanprestasi oleh pihak debitur:105

a. Kesalahan dari debitur itu sendiri, seorang debitur yang kurang mampu dalam mengelola usahanya. Hal ini akan menjurus kepada kerugian sehingga pembayaran uang angsuran kredit pun terlambat.

b. Debitur atau salah satu anggota keluarga debitur tiba-tiba terserang penyakit yang berkepanjangan dan membutuhkan biaya pengobatan yang cukup besar sehingga debitur seketika akan lebih mengutamakan hal tersebut dibandingkan dengan melunasi pinjaman kreditnya.

c. Debitur memiliki itikad yang tidak baik dalam melunasi pinjaman tepat pada waktunya. Ada sebagian debitur yang dengan sengaja sebelum pinjaman jatuh tempo akan berusaha menghindar dan melarikan diri dari tanggungjawabnya mengembalikan pinjaman kredit tersebut.

d. Terjadinya penyimpangan penggunanaan fasilitas kredit. Hal ini merupakan kesalahan debitur tidak menggunakan sesuai dengan tujuan semula seperti yang tertuang dalam perjanjian kredit tersebut.

Sedangkan faktor wanprestasi yang terjadi dari pihak kreditur biasanya terjadi dari kalangan petugas dalam pengambil keputusan pemberian kredit tidak memperhatikan hal tersebut, dimana untuk mengejar target, bank sangat agresif

105 Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT


(31)

untuk menyalurkan dananya tanpa mempertimbangkan faktor resiko yang dapat muncul sewaktu-waktu.106

Hal lain yang bisa terjadi juga karena adanya itikad tidak baik dari pejabat atau karyawan dalam bank itu sendiri, yang dengan sengaja melakukan hal-hal yang bisa merugikan bank seperti menerima suap, korupsi, kolusi dan lain-lain. Pemalsuan dokumen kredit yang tidak baik serta tidak dilakukannya pemantauan atas setiap kredit yang diberikan kepada debitur, juga bisa menyebabkan kredit menjadi bermasalah.107

Dari uraian di atas, seharusnya setiap kredit yang diberikan haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada, dan tetap dilakukan monitor atau pemantauan dalam penggunaannya. Pola kerjasama antara kreditur dan debitur dalam pengelolaan dana pinjaman hendaknya dibina sebaik mungkin guna memudahkan pihak bank dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya kredit macet atau bermasalah. Selain hal di atas berikut ini dapat dilihat penyebab-penyebab kredit bermasalah dari sisi kreditur menurut Siswanto Sutojo, ada dua puluh faktor intern bank penyebab kredit bermasalah, yaitu:108

a. Taksasi nilai jaminan yang lebih tinggi dari nilai sebenarnya.

b. Penarikan dana kredit oleh debitur sebelum dokumentasi kredit diselesaikan.

c. Kredit diberikan tanpa pendapat dan saran dari komite kredit atau diusulkan oleh petugas bank yang mempunyai hubungan persahabatan dengan debitur.

106 Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT

Medan

107 Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT

Medan

108 Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah Konsep, Teknik dan Kasus, (Jakarta:


(32)

d. Kredit diberikan kepada perusahaan baru yang dikelola pengusaha yang belum berpengalaman.

e. Penambahan kredit tanpa jaminan yang cukup.

f. Berulangkali bank mengirimkan surat teguran tentang penunggakan pembayaran bunga, tanpa tindakan lanjutan yang berarti.

g. Bank jarang mengadakan analisis cash flows dan daya cicil debitur.

h. Account officer tidak sering meneliti status kredit.

i. Tidak ada usaha dari bank untuk mengaswasi penggunaan kredit, sehingga timbul kemungkinan debitur menggunakannya secara tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit tersebut.

j. Komunikasi antara bank dengan debitur tidak berjalan dengan lancar. k. Tidak ada rencana dan jadwal pembayaran kembali kredit yang tegas, atau

tidak dilampirkan pada perjanjian kredit.

l. Bank tidak dapat menerima neraca dan daftar laba/rugi debitur secara teratur.

m. Tidak dapat merealisir jaminan kredit karena debitur mengajukan berbagai macam argumen yuridis.

n. Bank gagal menerapkan sistem dan prosedur tertulis mereka.

o. Pimpinan puncak bank terlalu dominan dalam proses pengambilan keputusan pemberian kredit.

p. Bank mengabaikan terjadinya cerukan,109 walaupun sadar bahwa cerukan adalah salah satu tanda terganggunya kondisi keuangan debitur.

q. Bank tidak berhasil meninjau kondisi fasilitas produksi milik debitur. r. Daftar keuangan dan dokumen pendukung yang diserahkan kepada bank,

telah direkayasa sebelumnya, tidak diaudit atau diverifikasi.

s. Bank tidak memperhatikan laporan dari pihak ketiga yang bernada kurang menguntungkan debitur.

t. Bank tidak berhasil menguasai jaminan secepatnya, ketika mereka mencium tanda-tanda bahwa kredit yang diberikan berkembang ke arah kredit bermasalah.

Kredit macet juga bisa berasal dari faktor luar debitur dan kreditur (ekstren). Faktor eksternal ini misalnya karena terjadinya krisis moneter, kerusuhan masal, terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, banjir, kebakaran dan kejadian-kejadian lainnya. Pengaruh kondisi ekonomi global juga bisa berdampak terhadap perputaran perekonomian dalam negeri, seperti naiknya

109Media BPR, “Kamus Bisnis dan Bank” melalui

http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/cerukan.aspx diakses pada tanggal 17 Mei 2015. Cerukan merupakan overdraft yaitu jumlah penarikan yang melebihi dana yang tersedia pada rekening akun giro; rekening negatif yang disebabkan oleh nasabah yang menulis cek yang melebihi jumlah dana yang ada di rekeningya.


(33)

harga minyak dunia yang berimbas kepada macetnya kegiatan usaha para pengusaha sehingga keadaan perekonomian menjadi lesu karena menurunnya daya beli masyarakat atau konsumen.110

Kejadian-kejadian diatas secara langsung berpengaruh terhadap kelangsungan usaha debitur. Suatu perusahaan industri misalnya akan menurun produksinya apabila permintaan atas hasil produksiya berkurang. Dengan penurunan omset berarti juga terjadi penurunan terhadap profit perusahaan. Akibatnya, kemampuan debitur dalam melakukan pembayaran kewajibannya pada bank berkurang atau tidak mampu sama sekali dan kredit menjadi macet.111

Dalam kegiatan perbankan, jarang sekali suatu kredit macet disebabkan oleh karena faktor dari pihak kreditur. Namun, jika hal ini terjadi, sebenarnya debitur dapat menuntut pihak bank yang melakukan wanprestasi. Yang lebih banyak terjadi adalah kredit menjadi macet disebabkan oleh faktor yang datangnya dari pihak debitur. Selain itu bisa juga terjadi karena faktor diluar para pihak. Namun dalam praktik jika hal ini terjadi, pihak bank tetap menuntut agar debitur memenuhi kewajibannya, apakah itu dengan cara pelunasan melalui pembayaran atau pelunasan dengan cara menjual agunan kredit.

110 Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT

Medan

111 Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT


(34)

B. Akibat Terjadinya Wanprestasi Debitur Terhadap Bank SUMUT dan Upaya Untuk Menghindarinya.

Akibat terjadinya kredit macet akan berdampak sangat luas terutama kepada pihak-pihak yang berkepentingan.112 Terhadap bank, kredit macet akan mempengaruhi tingkat kesehatan suatu bank. Pemeliharaan kesehatan bank tidak hanya penting bagi kelangsungan usaha bank tetapi juga penting bagi sistem perbankan dan perkembangan ekonomi nasional.113 Selain tingkat kesehatan bank, timbulnya kredit macet juga akan berdampak pada profitabilitas dan bonafiditas suatu bank.114 Bank yang terganggu kesehatannya tentunya akan mengalami kesulitan operasional melayani permintaan nasabah seperti permohonan kredit, penarikan dan pencairan deposito, sehingga secara otomatis akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat. Implikasi bagi pihak Bank SUMUT sebagai akibat adanya kredit macet adalah sebagai berikut:115

a. Hilangnya kesepakatan untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan oleh bank, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi rentabilitas bank.

b. Rasio kualitas aktiva produktif (Bad Debt Ratio/ BDR) menjadi semakin besar, yang menggambarkan situasi yang semakin buruk. c. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif

yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang ada. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besarnya modal bank dan akan sangat berpengaruh terhadap CAR (Capital Adequancy Ratio). Menurut Lukman Dendawijaya CAR (Capital Adequancy Ratio) adalah:116

112 Mahmoeddin, Kredit Bermasalah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004), hlm. 111 113 Ibid, hlm. 114

114 Ibid

115 Wawancara dengan Farida, tanggal 12 Juni 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT

Medan

116 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006), hlm.


(35)

“Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari seumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang), dll.”

Menurut Kasmir pengertian CAR adalah:117

“Rasio yang dapat digunakan untuk mengukur permodalan dan

cadangan penghapusan dalam menanggung perkreditan, terutama

resiko yang terjadi karena bunga gagal ditagih.”

Bank for International Settlements (BIS) menetapkan ketentuan dan perhitungan CAR yang harus diikuti oleh bank-bank di seluruh dunia, sebagai suatu level permainan dalam kompetisi yang fair dalam pasar keuangan global. Bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki CAR minimal sebesar 8%.118

d. Return on Assets (ROA)/Profitabilitas mengalami penurunan. Menurut

Kasmir, Returns on Assets (ROA) adalah:119

“Rasio untuk mengukur kemampuan manajemen dalam

menghasilkan pendapatan dari pengelolaan asset”.

Menurut Agus Sartono Profitabilitas adalah:120

“Kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.”

Semakin tinggi rasio ini berarti bank akan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi ROA berarti kinerja bank akan semakin efektif.121

e. Sebagai akibat komplikasi butir 2,3, dan 4 tersebut adalah menurunnya kesehatan pada bank.

Selain memberikan pengaruh langsung kepada bank, kredit macet juga akan berdampak kepada karyawan bank, pemegang saham, dan nasabah. Kredit macet yang timbul dapat mempengaruhi mental, karir, pendapatan, moral dan

117 Kasmir, Op.Cit, hlm. 232 118 Ibid, hlm. 124

119 Ibid, hlm. 201

120 Agus Sartono, Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: BPFE, 2001),

hlm. 122

121


(36)

waktu serta tenaga karyawan bank, sedangkan terhadap pemegang saham, kredit bermasalah akan berdampak pada deviden, nilai saham, dan moral mereka. 122

Nasabah yang mengalami kredit macet biasanya mengalami kerugian dalam usahanya. Selain itu, citra, kepercayaan dan nama baiknya di kalangan perbankan juga akan buruk. Sisi lain, nasabah lain, baik mereka yang meminjam kredit atau mereka yang memiliki modal juga akan merasakan dampak kredit macet. Bank juga mengalami keterbatasan dalam penyediaan dana dan akan lebih melakukan pengetatan penyaluran kredit.123

Dampak selanjutnya pada tingginya kredit macet adalah ancaman terhadap stabilitas ekonomi karena membuat dunia usaha tidak berjalan dengan baik, menimbulkan kelesuan dalam kehidupan perekonomian, dan juga akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga menurunkan penjualan dan mengganggu cash flow debitur.124

Mengingat kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko maka pemberian kredit oleh bank harus dilandasi oleh keyakinan bank atas kemampuan debitur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.125 Maka pihak bank akan melakukan upaya untuk menghindari terjadiya wanprestasi dengan melakukan pembinanan dan pengawasan kredit. Setiap kredit yang diberikan oleh bank harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada, dan tetap dilakukan monitor atau pemantauan dalam penggunaannya. Fungsi pembinaan

122 Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT

Medan

123 Mahmoeddin,Op.Cit, hlm. 117 124 Ibid

125


(37)

dan pengawasan kredit dalam bidang perkreditan sangatlah penting untuk mengantisipasi atas timbulnya wanprestasi dari pihak debitur. 126

Dalam pelaksanaannya untuk mengurangi resiko terjadinya wanprestasi kredit macet, pihak bank harus melakukan penilaian yang umum untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar membutuhkan dan beritikad baik, maka dilakukan dengan analisis 5C, yaitu:127

a. Character (watak)

Karakter yang baik adalah faktor utama yang harus dimiliki oleh debitur. Meneliti karakter adalah meneliti watak dan sifat pribadi debitur, dan bank menginginkan agar debiturnya memiliki karakter yang baik, antara lain:

1) Berkepribadian yang baik, yaitu memiliki kejujuran dan menepati janjinya.

2) Bertingkah laku yang baik, dengan membuktikan bahwa debitur bukan seorang yang putus asa dalam menjalankan usahanya.

3) Memiliki lingkungan yang baik, dapat dilihat dari relasi yang luas.

4) Memiliki riwayat hidup yang baik, dengan melihat apakah debitur tersebut pernah bermasalah dalam hal utang piutang.

b. Capacity (kemampuan)

Bank tidak hanya memerlukan debitur yang berkarakter baik, akan tetapi diperlukan debitur yang berkemampuan baik dalam mengelola kredit yang telah diberikan. Ada beberapa kemampuan yang diharapkan bank dari debiturnya, yaitu:

1) Mampu mengelola perusahaan, dapat dilihat pada kemampuan manajemennya.

2) Mampu berproduksi dengan baik, dengan melihat kapasitas produksinya.

3) Mampu mengembalikan kredit, dilihat dari perhitungan penghasilan bersih, perputaran usaha, situasi keuangan, dan modal kerja yang dimiliki.

126 Ibid

127 Mahmoeddin, Melacak Kredit Bermasalah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010),


(38)

c. Capital (modal)

Penilaian terhadap capital perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah modal yang dimiliki oleh calon debitur cukup memadai untuk menajalankan usahanya. Makin besar jumlah modal yang yang ditanam oleh calon debitur ke dalam usaha yang akan dibiayai dengan kredit, maka semakin menunjukan keseriusan calon debitur menjalankan usahanya. Besarnya jumlah modal yang ditanam tertutama berupa benda bergerak dan tidak bergerak akan memberi daya tahan usaha dalam menghadapi siklus atau flukuasi ekonomi.128

d. Condition of Economy (keadaan ekonomi)

Faktor kondisi juga harus mendukung untuk memenuhi syarat dalam memperoleh kredit, yaitu kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi adalah syarat bahwa usaha debitur secara ekonomi masih memungkinkan untuk dikembangkan, dan bermanfaat bagi pembangunan ekonomi nasional.

e. Collateral (agunan/jaminan)

Kredit senantiasa dibayangi oleh berbagai resiko yang ada. Resiko yang paling wajar bagi pengusaha adalah resiko bisinis yang berada di luar kemampuan pengusaha dan bank untuk mengatasinya, untuk berjaga-jaga timbulnya resiko ini, maka diperlukannya benteng untuk menyelamatkan kredit yaitu dengan agunan. Agunan adalah jaminan untuk persetujuan pemberian dimana agunan tersebut merupakan sarana pengaman atas resiko yang mungkin timbul atas wanprestasi debitur dikemudian hari. Selanjutnya penilaian suatu kredit dapat pula dilakukan dengan analisis 7P kredit dengan unsur penilaian sebagai berikut:129

a. Personality:

Yaitu mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah dan menyelesaiakannya.

b. Party:

Yaitu mengklasifikasikan nasabah dalam golongan–golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya dan ini mendapat fasilitas yang berbeda dari bank.

c. Purpose:

Yaitu menilai usaha tujuan nasabah dalam mengambil kredit sesuai dengan kebutuhan.

d. Prospect:

Yaitu menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, karena tanpa mempunyai prospek,

128 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 62 129


(39)

bukan saja pihak bank yang dirugikan akan tetapi juga pada pihak nasabah.

e. Payment:

Yaitu cara pembayaran dari mana sumber dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur ini maka semakin baik karena jika salah satu rugi dapat ditutupi dengan usaha yang lain.

f. Profitability:

Yaitu menganalisis kemampuan nasabah dalam mencari laba yang diukur dalam periode ke periode apakah sama atau meningkat dengan adanya tambahan kredit yang diperoleh.

g. Protection:

Yaitu untuk mendapatkan jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman, ini berupa jaminan barang atau jaminan asuransi.

Selain dengan analisis dan penilaian di atas tersebut, upaya untuk menghindari terjadinya wanprestasi kredit macet yang dilakukan oleh pihak bank adalah dengan prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.130 Istilah prudent sangat terkait dengan pengawasan dan manajemen bank. Kata prudent itu sendiri secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti bijaksana, namun dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk asas kehati-hatian.131

Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam artian harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan

130 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka, 2001), hlm. 18

131 Permadi Gandapraja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta: PT. Gramedia


(40)

profesionalisme dan itikad baik.132 Pengertian prinsip kehati-hatian sendiri adalah prinsip pengendalian resiko melalui penerapan peraturan perundang-undangan ketentuan yang berlaku secara konsisten.133 Tujuan dari penerapan prinsip kehati-hatian ini adalah untuk menjaga keamanan, kesehatan, dan kestabilan sistem perbankan.134

Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 UU tentang Perbankan No. 10 Tahun 1998 bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya haruslah berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Adapun dalam UU Perbankan yang mengandung subtansi prinsip kehati-hatian yakni pada Pasal 29 ayat (2) dan (4) UU No. 10 Tahun 1998, yaitu:

Pasal 29 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa:135

“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip

kehati-hatian.”

Pasal 29 ayat (4) UU No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa:136

“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.”

132 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009) hlm.

135

133 Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005),

hlm. 293

134 Ibid

135 Pasal 29 ayat (2) UU tentang Perbankan Nomor. 10 Tahun 1998 136


(41)

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apapun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian tersebut.137 Ini mengandung arti, bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.138

Adapun penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit yang dilakukan oleh bank adalah sebagai berikut:139

a. Analisis Pembiayaan:

Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur harus segera diproses melalui penilaian dan selanjutnya diberikan keputusannya oleh bank. Penilaian ini diwujudkan dalam bentuk pembuatan analisis kredit. Semua pemberian kredit harus disertai dengan analisis kredit yang memenuhi ketentuan peraturan intern masing-masing bank. Analisis kredit tersebut dibuat oleh bank berdasarkan pedoman dan prosedur tertulis yang ditetapkan sebagai peraturan intern bank. Sejauh mana pendalaman penialaian atas masing-masing aspek yang harus dilakukan adalah terkait kepada jenis kredit, jumlah (nilai) kredit, sektor ekonomi yang akan dibiayai dari calon debitur.

137 Hermansyah, Op.Cit, hlm. 135 138 Ibid

139 M. Bahsan , Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta:


(42)

Berdasarkan analisis kredit yang telah dilakukan pihak bank antara lain untuk mengetahui kelayakan calon debitur, kelayakan usaha (kegiatan atau profesi) calon debiturnya, kondisi keuangan dan kemampuan membayar kredit calon debitur dari resiko yang terkait, bank dapat memberikan keputusan atas permohonan kredit dari calon debitur yang bersangkutan, yaitu menolak atau menyetujuinya. Pemberian keputusan termaksud harus oleh pejabat yang diberikan kewenangan memutus sesuai dengan peraturan intern bank. Keputusan bank mengenai permohonan kredit harus segera diberitahukan kepada calon debitur, dan dalam hal keputusan tersebut berupa persetujuan kredit harus ditindaklanjuti pelaksanaannya sesuai dengan pedoman dan prosedur tertulis yang berlaku.140

b. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK):

Dalam rangka mengurangi potensi kegagalan usaha bank, maka bank wajib menerapkan sistem kehati-hatian dalam pemberian kredit, antara lain dengan melalukan penyebaran (diverifikasi) portofolio penyediaan dana melalui pembatasan penyediaan dana, baik kepada pihak terkait maupun kepada pihak bukan terkait. Pembatasan penyediaan dana adalah presentase tertentu dari modal bank yang dikenal dengan Batas Maksmimum Pemberian Kredit (BMPK).141 Undang-undang perbankan yang mengatur Ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit adalah Pasal 11 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa Bank

140 Ibid 141


(43)

Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terakit, termaksud kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan. 142

Untuk melaksanakan ketentuan undang-undang perbankan tersebut maka Bank Indonesia dari waktu ke waktu menetapkan ketentuan BMPK yang dikeluarkan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/13/PBI/2006 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Umum.

c. Kualitas Aktiva Produktif:

Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud aktiva produktif adalah penyediaan dana bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dan antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.

Pada Pasal 2 ayat 1 Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 menyatakan:

“Pelaksanaan dana oleh bank wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian, direksi bank wajib menilai, memantau, dan

142


(44)

mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar kualitas aktiva senantiasa baik. Penilaian aktiva produktif bank dilakukan dengan beberapa penggologan kesehatan berdasarkan aspek-aspek tertentu dan terukur yang ditetapkan oleh suatu peraturan perbankan untuk menghasilkan kolektibilitas”.

d. Sistem Informasi Debitur:

Kelancaran proses kredit dan penerapan manajemen resiko kredit yang efektif serta ketersediaan informasi kualitas debitur yang diandalkan dapat dicapai apabila didukung oleh sistem informasi yang utuh dan komprehensif mengenai profil dan kondisi debitur, terutama debitur yang sebelumnya telah memperoleh penyediaan dana. Dalam proses kredit, sistem informasi mengenai profil dan kondisi debitur dapat mendukung percepatan proses analisa dan pemngambilan keputusan pemberian kredit. Untuk kepentingan manajemen resiko, sistem informasi mengenai profil dan kondisi debitur dibutuhkan untuk menentukan profil resiko kredit debitur. Selain itu tersedianya informasi kualitas debitur, diperlukan juga untuk melakukan sinkronisasi penilaian kualitas debitur diantara bank pelapor.

e. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah:

Dalam menjalankan kegiatan usaha, bank menghadapi berbagai resiko usaha dan untuk menguranginya bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian yang salah satunya penerapan prinsip mengenal nasabah. Hal tersebut sesuai dengan PBI No. 3/10/PBI/2001 mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.


(45)

Berdasarkan prinsip mengenal nasabah, maka bank wajib menetapkan kebijakan penerimaan nasabah, menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengindentifikasi nasabah, menetapkan kebikajan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah, dan menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen resiko yang berakaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah.143 Oleh karena iu, sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah, bank wajib meminta informasi mengenai identitas calon nasabah, maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan calon nasabah dengan bank, informasi lain yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah, identitas pihak lain, apabila calon nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain.144

Selain prinsip kehati-hatian yang telah diuraikan di atas, penerapan prinsip kehati-hatian juga dapat diterapkan dalam penyusunan perjanjian kredit antara debitur dengan kreditur. Dalam perjanjian kredit tersebut diatur hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, baik debitur, maupun kreditur. Kewajiban atau affirmative covernant debitur adalah:145

a. Debitur harus segera memberitahukan kepada kreditur tentang adanya kerusakan, kerugian atau kemusnahan atas jaminan yang diserahkan kepada kreditur.

b. Debitur harus menyerahkan kepada kreditur laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi Indonesia.

143 Pasal 2 ayat (2) PBI Nomor. 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah 144 Pasal 4 PBI Nomor. 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenail Nasabah

145 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada bank, (Bandung: Alfabeta, 2004) hlm.


(46)

c. Memberitahukan kepada kreditur apabila ada perubahan dalam susunan direksi, komisaris, pemegang saham dan perubahan anggaran dasar debitur dan lain sebagainya.

d. Larangan menjalankan kembali harta kekayaan debitur yang telah diserahkan kepada kreditur sebagai jaminan berdasarkan perjanjian kredit ini.

e. Larangan merubah susunan direksi dan komisaris. f. Larangan menjual saham sebagian atau seluruhnya.

g. Membubarkan perusahaan debitur atau meminta perusahaan debitur untuk dinyatakan pailit.

Ketentuan ini menunjukkan bank benar-benar memiliki tanggung jawab terhadap nasabahnya. Hal ini penting bagi bank dalam rangka mengajaga hubungan baik dan berkelanjutan dengan nasabahnya. Sebab, jika sekali nasabah dirugikan akibatnya nasabah selamanya tidak akan percaya kepada bank yang bersangkutan. Hal ini juga relevan dengan konsep hubungan antara bank dengan nasabahnya, yang bukan hanya sekedar hubungan debitur dengan kreditur semata, melainkan lebih dari itu sebagai hubungan kepercayaan (fiduaciary

relationship).146

Maka dari itu, dalam rangka mendukung atau menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam bentuk self regulations.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Farida pegawai Bank SUMUT bagian kredit, bank wajib menerapkan dan melaksanakan fungsi pembinaan dan

146Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), hlm. 275


(47)

pengawasan kredit yang bersifat menyeluruh. Prinsip pembinaan dan pengawasan kredit meliputi:147

a. Setiap tahapan pemberian kredit harus didasarkan atas azas-azas perkreditan yang sehat.

b. Pemberian kredit harus mengandung unsur pengawasan ganda (dual control) dan pengawasan melekat yang berkesinambungan.

c. Pembinaan kredit merupakan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan yang dimulai sejak pemohon kredit sampai dengan pelunasannya, agar bermanfaat atau memberikan keuntungan bagi debitur maupun pihak bank.

d. Pemantauan perkembangan usaha debitur dimaksudkan untuk memberikan arahan agar kredit yang diberikan mencapai sasaran dan mencegah kemungkinan penurunan kualitas kredit.

Pembinaan dan pengawasan kredit memberikan arah agar kredit yang diberikan digunakan sesuai dengan tujuannya, dapat mengindetifikasi kelemahan yang terjadi dalam proses pemberian kredit, serta mencari solusi memperbaiki kelemahan yang ada dengan memastikan tujuan dari pembinaan dan pengawasan kredit, diantaranya adalah:148

a. Kebijakan sistem dan prosedur operasional serta ketentuan atau peraturan kredit lainnya telah dipenuhi.

b. Penggunaan kredit telah sesuai dengan rencana atau tujuannya.

c. Resiko-resiko yang tidak diharapkan seperti perubahan kondisi perekonomian, perubahan kapasitas bank dalam memberikan kredit, serta perubahan kondisi idustri dapat segera di identifikasi.

d. Pengelolaan, penjagaan dan pengamanan kredit sebagai asset/kekayaan bank telah dilakukan dengan baik, sehingga tidak timbul resiko-resiko kredit yang diakibatkan dari penyimpangan, baik oleh debitur, pihak eksternal lainnya maupun dari pihak iternal Bank SUMUT.

e. Dokumen-dokumen pemeriksaan kredit seperti surat pengakuan hutang, surat bukti kepemilikan, agunan dan pengikatannya telah ada dalam berkas sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam putusan atau ketentuan kredit dan dokumen-dokumen tersebut telah benar dan

147 Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT

Medan

148 Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT


(48)

lengkap serta sempurna secara hukum untuk keamanan kredit dan kepentingan Bank SUMUT.

C. Upaya Yang Dilakukan Bank SUMUT Untuk Mengatasi Kredit Macet.

Adanya kredit macet yang menjadi beban bagi pihak bank menjadi salah satu indikator penentu kinerja bank, oleh karena itu adanya kredit macet memerlukan penyelesaian yang cepat, tepat dan akurat dan memerlukan tindakan penyelamatan dan penyelesaian dengan segera. Menurut Nasrun Tamin, fasilitas kredit yang berjalan dalam penilaian Bank Indonesia dikelompokkan dalam 5 golongan yaitu:149

a. Golongan 1: Lancar (Tanpa tunggakan).

b. Golongan 2: Special Mention/Perhatian Khusus (Menunggak 1 Bulan). c. Golongan 3: Kurang Lancar (Menunggak 3 Bulan).

d. Golongan 4: Diragukan (Menunggak 6 Bulan). e. Golongan 5: Macet (Menunggak lebih dari 6 Bulan)

Golongan 1 disebut sebagai Performing Loan (PL), sedangkan golongan 2-5 disebut dengan Non Performing Loan (NPL).

Upaya yang dilakukan Bank SUMUT untuk mengatasi kredit macet akan sangat bergantung pada kondisi kredit yang bermasalah itu sendiri. Untuk mengatasi kredit macet tersebut bank melakukan 3 (tiga) langkah strategis, yaitu:150

149 Nasrun Tamin, Kiat Menghindari Kredit Macet, (Jakarta: Dian Rakyat, 2012), hlm. 2 150 Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: PT. Citra


(49)

a. Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur non litigasi:

Penyelesaian melalui jalur ini dilakukan melalui perundingan kembali antara kreditur dan debitur dengan memperingan syarat-syarat dalam perjanjian kredit tersebut. Jadi dalam tahap penyelamatan kredit ini belum memanfaatkan lembaga hukum karena debitur masih kooperatif dan dari prospek usahanya masih layak (feasible). Penanganan kredit perbanakan yang bermasalah menurut ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia No. 23/12/BPPP tanggal 28 Februari 1991 tentang Penggolongan Kolektibilitas Aktiva Produktif dan Upaya Penyelamatan Kredit, pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan penyelamatan sebagai berikut:151

1) Rescheduling (Penjadwalan Kembali):

Rescheduling merupakan upaya pertama dari pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikan kepada debitur. Cara ini dilakukan jika ternyata pihak debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam hal pembayaran kembali angsuran pokok maupun bunga kredit. Rescheduling adalah penjadwalan kembali angsuran atau seluruh kewajiban debitur. Hal tersebut disesuaikan dengan proyeksi arus kas yang bersumber dari kemampuan usaha debitur yang sedang mengalami kesulitan. Pejadwalam tersebut bisa berbentuk:

151


(1)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas ridho, rahmat, dam anugerah-Nya penulis mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi pada jurusan Hukum Perdata Dagang di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi yang diberi judul “Tinjauan Yuridis Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit yang Mengakibatkan Kredit Macet (Studi pada Bank SUMUT Medan)” ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan sangat berterima kasih jika ada kritik dan saran membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah membantu sebelum, selama, dan setelah penulisan mengerjakan skripsi ini. Melalui kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung SH, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

4. Bapak Dr. OK Saidin, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Tan Kamello, SH, M.S, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya di dalam memberikan bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis di dalam proses penulisan skripsi ini.

7. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya di dalam memberikan bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis di dalam proses penulisan skripsi ini.

8. Bapak Mohammad Ekaputra, SH, M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik penulis.

9. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama berada di Faultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini serta seluruh pegawai administrasi yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan.

10.Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya dan juga penghargaan yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orangtua penulis tercinta, Ayahnda Endam Embella Malem Sembiring Meliala dan


(3)

Ibunda Rooslina Sebayang yang telah membesarkan, mendidik, membimbing serta memberikan kasih sayang yang tak terhingga nilainya serta juga selalu memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada abang dan adik penulis tersayang Muhammad Putra Utama Sembiring Meliala dan Bunnayati Hakimah Sembiring Meliala atas dukungan mereka untuk menyelesaiakan skripsi ini.

12.Ungkapan terima kasih kepada Ibu Farida selaku Karyawan Bank SUMUT Cabang Medan yang telah meluangkan waktunya pada penulis dalam proses wawancara guna mendapatkan informasi sehingga skripsi ini selesai.

13.Terima kasih juga penulis ucapkan kepada para sahabat-sahabat penulis Sangkuriang yang berada jauh di luar kota yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.

14.Terima kasih juga penulis ucapkan kepada para sahabat seperjuangan stambuk 2011 penulis Dewi Karlina Sebayang SH, Pocut Meutia Azhari, Kartika Putri Rianda Siregar, teman-teman Group B dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Medan, 31 Mei 2015 Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………...i

DAFTAR ISI……….iv

ABSTRAK……….vi

BAB I: PENDAHULUAN……….………...…………..1

A. Latar Belakang………...………..1

B. Rumusan Masalah………...7

C. Tujuan Penulisan………..7

D. Manfaat Penulisan………...8

E. Keaslian Penelitian………...9

F. Metode Penelitian………...10

G. Sistematika Penulisan……….14

BAB II: PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM………...16

A. Segi-segi Hukum Perjanjian………16

1. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian………..16

2. Syarat Sahnya Perjanjian………..16

3. Asas-asas Hukum Perjanjian………22

4. Berakhirnya Perjanjian……….25

B. Wanprestasi Dalam Perjanjian……….......28

1. Pengertian Wanprestasi………....29

2. Bentuk-bentuk Wanprestasi……….30

3. Akibat Terjadinya Wanprestasi………32

BAB III: PERJANJIAN KREDIT PADA BANK SUMUT……….....36

A. Aspek Hukum Perjanjian Kredi..………...36

1. Pengertian dan Unsur-unsur Kredit………..36

2. Tujuan dan Fungsi Kredit……….39

3. Fungsi Perjanjian Kredit Bagi Para Pihak………44


(5)

B. Eksistensi Bank SUMUT Sebagai Lembaga Keuangan…….…..50

1. Pengertian Bank………...50

2. Dasar Hukum Pengaturan Bank………...52

3. Fungsi Bank Sebagai Lembaga Keuangan………...53

4. Biografi Bank SUMUT………....55

BAB IV. TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG MENGAKIBATKAN KREDIT MACET DI BANK SUMUT………...60

A. Faktor-faktor Penyebab Terjaidnya Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit di Bank SUMUT……….………...61

B. Akibat Terjadinya Wanprestasi Debitur Terhadap Bank SUMUT dan Upaya Untuk Menghindarinya………...65

C. Upaya Yang Dilakukan Bank SUMUT Untuk Mengatasi Kredit Macet………...79

BAB V. PENUTUP………..92

A. Kesimpulan………92

B. Saran………..94 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

a. Surat Riset dari PT. Bank SUMUT Cabang Medan b. Wawancara (Question of Interview)


(6)

ABSTRAK Putri Husna SM11)*

Tan Kamello** Dedi Harianto***

Kegiatan Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat perorangan maupun badan usaha dalam rangka kegiatan komsumsi atau untuk meningkatkan kegiatan produksi. Salah satu peranan bank yang sangat menonjol adalah sebagai penghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk pinjaman kredit yang sangat penting keberadaanya. Dalam penyaluran kredit, bank banyak mengalami permasalahan yang cukup rumit yang apabila tidak segera diatasi dapat menimbulkan kerugian yang fatal, oleh sebab itu sebelum memberikan kredit pihak bank harus melakukan analisis kredit yang tajam, teliti dan cermat. Setiap bank yang pernah atau sedang beroperasi, pasti pernah mengalami permasalahan kredit. Demikian juga dengan PT. Bank SUMUT. Dalam skripsi ini dibahas mengenai faktor-faktor terjadinya wanprestasi dalam perjanjian kredit, akibat terjadinya wanprestasi debitur dan upaya untuk menghindarinya, serta upaya yang dilakukan oleh Bank SUMUT dalam mengatasi kredit macet.

Untuk menjawab permasalahan ini maka digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder dengan teknik pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan) dengan melakukan wawancara (in depth interviewing).

Faktor-faktor terjadinya wanprestasi kredit macet adalah adanya faktor yang terjadi dari pihak debitur, dan pihak kreditur. Akibat terjadinya kredit macet yaitu mempengaruhi tingkat kesehatan bank, hilangnya kesempatan bank untuk memperoleh pendapatan kredit yang diberikan, rasio kualitas aktiva produktif menjadi semakin besar, akan sangat berpengaruh terhadap CAR (Capital Adequacy Ratio), dan Return on Assets (ROA) mengalami penurunan. Usaha-usaha Bank SUMUT untuk mencegah terjadinya kredit macet adalah dengan mengadakan pengawasan dan pembinaan secara langsung dan teratur terhadap debitur agar kredit yang diberikan lancar pengembaliannya. Proses penyelesaian kredit macet yang dilakukan oleh pihak Bank SUMUT dengan mengadakan perdamaian antara pihak debitur dengan kreditur yaitu dengan memberikan kelonggaran dan melalui mediasi perbankan, apabila dianggap masih mampu untuk memenuhi kewajibannya. Apabila kredit macet tersebut tetap tidak dapat dihindarkan, maka kreditur atau pihak bank mengajukan penyelesaian melalui jalur hukum.

Kata Kunci: Kredit Macet, Wanprestasi, Penyelesaian Sengketa Kredit.

* Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I