Personal Hygiene, Sarana Sanitasi Dasar, serta Keluhan Kesehatan pada Penyandang Disabilitas di Panti Karya Hephata Laguboti Toba Samosir Tahun 2016

22

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Personal Hygiene

2.1.1

Defenisi Personal Hygiene
Dalam kamus bahasa Indonesia (2014), hygiene diartikan sebagai ilmu

tentang kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki
kesehatan.
Menurut Mustard (1953), personal hygiene adalah sebagai praktek,
kebiasaan,

dan


tindakan

pencegahan

individu

yang

bertujuan

untuk

melindunginya dari penyakit dan menuntunnya mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya yang meliputi kebersihan pribadi, kebiasaan pola makan yang
sehat, pola tidur yang cukup, keseimbangan antara istirahat dan beraktivitas,
antara bekerja dan rekreasi, pikiran yang tidak terganggu, dan tindakan
pencegahan untuk tidak terinfeksi penyakit dari orang lain.
Menurut Notoatmodjo (2003), personal hygiene sangat menentukan status
kesehatan, dimana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga
kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Upaya kebersihan diri ini mencakup

tentang kebersihan rambut, mata, telinga, gigi, mulut, kulit, kuku, serta kebersihan
dalam berpakaian.
Menurut Depkes RI (2006), Personal Hygiene merupakan ciri berperilaku
hidup sehat. Beberapa kebiasaan berperilaku hidup sehat anatara lain seperti
kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar (BAB) dan
kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.

Universitas Sumatera Utara

23

2.1.2

Jenis-jenis Personal Hygiene
Menurut Isro’in dan Andarmayo (2012), ada beberapa jenis Personal

Hygiene yaitu sebagai berikut:

a.


Kebersihan Kulit
Kulit merupakan salah satu aspek vital yang perlu diperhatikan dalam

hygiene perorangan. Kulit merupakan pembungkus yang elastik, yang melindungi
tubuh dari pengaruh lingkungan, dan bersambungan dengan selaput lendir yang
melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk kulit. Begitu vitalnya kulit,
maka setiap ada gangguan dalam kulit, dapat menimbulkan berbagai masalah
yang serius dalam kesehatan.
Untuk selalu memelihara kebersihan kulit, kebiasaan-kebiasaan sehat yang
harus selalu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1.

Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri

2.

Mandi minimal dua kali sehari

3.


Mandi memakai sabun

4.

Menjaga kebersihan pakaian

5.

Menjaga kebersihan lingkungan
Menurut Achdannasich (1991), penganggulangan yang paling utama jika

terdapat anggota keluarga yang terkena peyakit kulit untuk dilakukan agar tidak
menimbulkan penyakit pada kulit adalah dengan menjaga kebersihan. Kasur
setiap hari dijemur, handuk, sarung bantal, baju/pakaian diseduh air panas, mandi
yang benar.

Universitas Sumatera Utara

24


b.

Kebersihan Rambut
Rambut atau bulu bisa mengandung bakteri. Penyakit berpengaruh buruk

pada rambut, terutama jika terdapat kelainan endokrin, suhu badan yang naik,
kurang makan, rasa cemas atau ketakutan. Dengan selalu memelihara keberihan
rambut dan kulit kepala yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.

Mencuci rambut sekurang-kurangnya dua kali seminggu

2.

Mencuci rambut memakai shampoo atau bahan pecuci rambut lainnya

3.

Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.


c.

Kebersihan Mulut
Menurut Herry Sofyandi (1991), Banyaknya plak dan karang gigi pada

mulut seseorang menunjukkan buruknya hygiene mulut dari orang tersebut. Plak
memegang perana penting dalam proses karies gigi. Usaha pencegahan
terbentuknya plak gigi dengan menyikat gigi minimal 2 kali sehari dan dibarengi
dengan pengurangan intake gula.
Berdasarkan pendapat Mustard (1953) dapat disimpulkan bahwa, tindakan
yang paling penting yang dapat dilakukan dalam memelihara kebersihan gigi
adalah keseimbangan makan ibu selama kehamilan, mengkonsumsi makanan
yang bergizi seimbang , terutama pada masa kanak-kanak harus rajin menyikat
gigi sekurang-kurangnya satu kali sehari dan lebih baik jika dua kali sehari,
teratur memeriksa gigi ke dokter sekurang-kurangnya sekali setahun dan lebih
baik dua kali setahun serta menjalankan setiap anjuran dokter.

Universitas Sumatera Utara

25


d.

Kebersihan tangan, kaki, dan kuku
Seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak

terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari.
Selain idah dipandang mata, tangan,kaki dan kuku yang bersih juga mengindarkan
kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan
bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu.
Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.

Membersihkan tangan sebelum makan

2.

Memotong kuku secara teratur

3.


Membersihkan lingkungan

4.

Mencuci kaki sebelum tidur

2.1.3

Faktor-faktor yang mempengaruhi Personal Hygiene
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi Personal Hygiene seperti:
1.

Citra

tubuh,

yaitu


gambaran

individu

terhadap

dirinya

sangat

mempengaruhi kebersihan diri. Misalnya, karena adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
2.

Praktik sosial, yaitu seperti pada anak-anak yang selalu dimanja dalam hal
kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene.

Universitas Sumatera Utara


26

3.

Status sosioekonomi, yaitu personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun,pasta gigi,sikat gigi, sampo, dan alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk membelinya

4.

Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting
karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita diabetes meulitus yang harus selalu menjaga
kebersihan kakinya.

5.

Budaya, yaitu seperti sebagian masyarakat menganggap jika individu
menderita penyakit tertentu,maka individu tersebut tidak boleh mandi.


6.

Kebiasaan seseorang, yaitu seperti beberapa orang memiliki kebiasaan
seperti menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sampo, sabun, dan lain-lain.

7.

Kondisi fisik, yaitu pada saat kondisi fisik sedang tidak bagus atau bahkan
tidak dapat berfungsi dengan baik tentu kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan dari orang lain.

2.1.4

Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), apabila seseorang tidak merawat

diri maka dirinya akan dengan mudah terkena penyakit. Penyakit merupakan
dampak dari kurangnya personal hygiene pada seseorang. Berikut dampak yang
sering timbul pada masalah personal hygiene:
1.

Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik
yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran

Universitas Sumatera Utara

27

mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, serta gangguan fisik pada
kuku.
2.

Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal
hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan

mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi
sosial.
Bagi penyandang disabilitas,menjaga personal hygiene tentu merupakan
hal yang sangat penting dilakukan, namun kesulitan tentu akan dialami jika sarana
nya tidak memungkinkan untuk digunakan oleh penyandang disabilitas. Menurut
Jones, Parker, Reed (2002), berikut kegiatan penyandang disabilitas dalam
menjaga personal hygiene nya dan solusi yang ditawarkan bagi kemudahan
mereka untuk melaksanakannya.
Kegiatan
Sarana untuk mandi

Solusi
- Untuk yang tidak bisa duduk, duduk
menggunakan ban yang berbentuk
seperti tabung, atau tambahan tali di
kolam (Werner, 1987)
- Kursi

pendek/bangku/ataupun

box

untuk mereka yang tidak mampu
berdiri atau jongkok selama mandi
(Werner, 1987: 346; Musenyente,2002)
Pegangan

bambu/tali/string

menjadi

penuntun

dapat

penyandang

Universitas Sumatera Utara

28

tunanetra untuk sampai ke tempat
pemandian (Helander et al, 1989:2)
- Papan pencuci dari kayu atau bilah
bambu bagi mereka yanng mencuci
berbaring (Werner, 1987)
- Rekomendasi untuk desain kamar
mandi,

mencuci

pengguna

cekungan

untuk

kursi

roda

(UNESCAP,1995a:Lampiran II)
Kursi toilet dengan lubang dipotong
membuatnya lebih muda untuk mencuci
pantat dan alat kelamin saat duduk
(WHO, 1996b:65)
Kegiatan mandi pribadi

- Sapuan mitt, seperti sarung tangan
yang terbuat dari sepotong handuk
untuk mereka yang susah bergerak
(WHO,1993, 1996b, 1989:37)
- Spons

atau

sikat

atau

handuk

bergagang panjang dengan gagang
lingkaran,

bagi

mereka

yang

gerakannya terbatas, tambahan tali
pada sabun, botol pencet pada sampo
untuk

mereka

yang

gerakannya

Universitas Sumatera Utara

29

terbatas (WHO,1996)
Pembersihan gigi dan pembersihan
kuku

- Sikat gigi berdiri untuk penyandang
disabilitas yang tidak bisa memegang
sikat gigi, kuku sikat dengan cangkir
hisap(Musenyente, 2002).

Pembersihan pakaian, piring

- Meja

pencuci

pakaian

untuk

pengguna kursi roda (Heleander et
al,1989)
- Fasilitas mencuci dengan tambahan
ruang untuk lutut di bawah bagi orang
duduk (Werener, 1987)

2.2

Sanitasi Dasar
Berdasarkan Kamus Ringkas Oxford yang dikutip oleh Franceys (1992),

dapat disimpulkan bahwa sanitasi mengacu pada semua kondisi yang
mempengaruhi kesehatan, terutama yang berkaitan dengan kotoran dan infeksi
dan khusus untuk saluran air, pembuangan limbah, dan sampah dari rumah
tangga.
Sanitasi dasar merupakan salah satu persyaratan

dalam rumah sehat.

Sarana sanitasi dasar berkaitan langsung dengan masalah kesehatan terutama
masalah kesehatan lingkungan. Menurut Depkes RI (2002), sarana sanitasi dasar
meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban),
pembuangan air limbah, dan pengelolaan sampah rumah tangga.

Universitas Sumatera Utara

30

2.2.1

Penyediaan Air Bersih
Menurut Hazel dan Bob (2005), tidak ada perbedaan mendasar yang

membedakan antara pennyediaan air bersih bagi orang normal maupun bagi
penyandang disabilitas. Yang penting ialah sumber air nya mudah diakses, mudah
digunakan, dan memenuhi syarat kesehatan.
Menurut Permenkes 416 Tahun 1990, air bersih adalah air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya

memenuhi syarat

kesehatan dan dapat diminum apabila telah direbus terlebih dahulu. Air sangat
penting bagi kehidupan manusia karena sebagian besar tubuh manusia terdiri dari
air. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,
masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya.
Menurut Notoatmodjo (2007), di negara maju setiap orang memerlukan
air antara 60-120 liter per hari. Masyarakat di negara berkembang termasuk
Indonesiaa, setiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Sarana air
bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bersih bagi penghuni
rumah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga perlu
diperhatikan dalam pendirian sarana air bersih. Menurut Waluyo (2009), apabila
sarana air bersih dibuat memenuhi syarat teknis kesehatan diharapkan tidak ada
lagi pencemaran terhadap air bersih, maka kualitas air yang diperoleh menjadi
baik.
Penyediaan air bersih harus memenuhi dua syarat yaitu syarat Kuantitas
dan syarat Kualitas yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan 416 Tahun
1990.

Universitas Sumatera Utara

31

a.

Syarat Kuantitas
Menurut Slamet (2002), syarat kuantitas adalah jumlah air yang

dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin
banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara
kuantitas, di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 l/orang/hari
dengan perincian, yaitu 12 liter untuk mandi dan cuci kakus, 2 liter untuk minum,
10,7 liter untuk cuci pakaian, dan 31,4 liter untuk kebersihan rumah.
b.

Syarat Kualitas
Menurut Slamet (2002), syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia,

mikrobiologi dan radioaktifitas yang memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air. Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari
sumber yang bersih dan aman.
1.

Syarat fisik, yaitu tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna

2.

Syarat kimia, yaitu kadar besi maksimum diperbolehkan maksimal
500mg/l.

3.

Syarat mikrobiologis, yaitu jumlah total koliform dalam 100 ml air yang
diperiksa maksimal adalah 50 untuk air yang berasal dari bukan perpipaan
dan 10 untuk air yang berasal dari perpipaan.

c.

Klasifikasi Penyakit Berhubungan dengan Air
Menurut Kusnoputranto (2000) ada 4 macam klasifikasi penyakit yang
berhubungan dengan air sebagai media penularan penyakit yaitu :

Universitas Sumatera Utara

32

1.

Water Born Desease, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang

terkontaminasi oleh bakteri patogen dari penderita atau karier. Bila air
yang mengandung kuman patogen terminum maka dapat menyebabkan
penjangkitan pada orang yang bersangkutan, misalnya Cholera, Thypoid,
Hepatitis, dan Dysentri Basiler.

2.

Water Based Desease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain

melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara misalnya
Schistosomiasis.

3.

Water Washed Desease, yaitu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya

air untuk pemeliharaan kebersihan perorangan dan air untuk kebersihan
alat-alat terutama alat dapur dan alat makan. Penyakit ini sangat
dipengaruhi oleh cara penularan, diantaranya: penyakit infeksi saluran
pencernaan.
4.

Water Related Insect Vector, yaitu vektor – vektor insektisida yang

berhubungan dengan air yaitu penyakit yang vektornya berkembang biak
dalam air, misalnya malaria, demam berdarah, Yellow fever, dan
Tripanosomiasis.

2.2.2

Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)
Dalam kehidupan biologiknya setiap makhluk selalu membuang bahan

yang tidak diperlukan atau eksreta. Manusia mmebuang bahan ini dalam bentuk
semi padat dengan apa yang disebut tinja (faeces). Menurut Ehler dan Steel
(1958) dalam Didik Sarudji (2010), tinja adalah bahan buangan yabg dikeluarkan
oleh tubuh, yaitu sekitar 27 gram berat kering per orang per hari, atau dengan

Universitas Sumatera Utara

33

rerata 150 gram berat basah per orang per hari. Tinja mengandung sekitar 2 milyar
fecal coliform dan 450 juta fecal Sreptococci.

Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Umiati (2009), jamban merupakan
sarana ayang digunakan masyarakat sebagai tempat buang air besar. Sebagai
tempat pembuangan tinja, jamban sangat potensial untuk menyebabkan timbulnya
berbagai gangguan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Gangguan tersebut
dapat berupa gangguan estetika, kenyamanan, dan kesehatan.
Sesuai dengan Kementerian Kesehatan (2009), jamban adalah suatu
ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas
tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa
(cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkan.
Pembuangan tinja tidak dapat dipisahkan dengan penyediaan air bersih.
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene
dan sanitasi masih sangat besar yaitu tentang perilaku hidup bersih sehat (PHBS)`
Hasil studi Indonesi Sanitation Sector Developement Program (ISSDP) tahun
2006, menunjukkan 47% masyarakat masih beperilaku buang air besar ke sungai,
sawah, kolam, kebun, dan tempat terbuka.
a.

Pencemaran Oleh Tinja

1.

Pencemaran Tanah
Menurut Ehler dan Steel (1958), penting untuk diketahui seberapa jauh

organisme patogen dari saluran alat cerna menyebar dalam tanah. Apabila tinja
dibatasi pada sautu tempat tertentu seperti terlokalisasi pada kakus misalnya,

Universitas Sumatera Utara

34

maka tidak akan timbul bahaya kontaminasi pada air sumur, karena bisa
dikendalikan dengan berbagai persyaratan dalam pembuatan kakus atau
sumurnya. Tetapi apabila tinja tidak dibuang pada tempat tertentu atau tidak
diketahui pasti tempat pembuangannya, maka akan membahayakan air tanah
karena terkontaminasi, dan sulit untuk mengendalikannya
2.

Pencemaran Air Tanah
Menurut Purdom (1980) yang dikuitp oleh Didik Sarudji (2010), tinja

yang disertai bakteri tinja dapat mencapai air tanah dengan dua cara (1) polutan
merembas bersama air hujan di permukaan tanah dan masuk ke dalam tanah dan
akhirnya mencapai air tanah; (2) penetrasi pencemar dari cesspool atau kakus,
langsung ke dalam air tanah.
b.

Teknik Pembuangan Tinja
Dalam penyediaan pembuangan tinja ini diperlukan beberapa persyaratan

sebagai berikut:
1.

Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah dan sumber air atau
sumur.

2.

Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan.

3.

Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah permukaan.

4.

Tinja tidak dapat dijangkau oleh lalat atau binatang lainnya.

5.

Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan, serta memenuhi
syarat estetika lainnya.

6.

Metode yang digunakan sederhana, tidak mahal baik dari segi konstruksi
maupun pengoperasian serta perawatannya.

Universitas Sumatera Utara

35

c.

Jenis-Jenis Jamban
Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan

berdasarkan konstruksi dan cara menggunakannya yaitu:

jamban cemplung,

jamban plengsengan, jamban bor, angsalatrine (water seal latrine), jamban di atas
balong (empang) , septic tank .
Menurut Endradita G (2002), toilet untuk penyandang cacat harus
memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
-

Toilet/kamar mandi harus dilengkapi

dengan tampilan rambu/simbol

“penyandang cacat” pada bagian luarnya
-

Harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk pengguna kursi roda

-

Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna
kursi roda (40-50cm)

-

Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang mimiliki posisi
dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang
cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah
ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.

-

Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran dan perlengkapan seperti
sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah
digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan fisik dan pengguna
kursi roda.

-

Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin

Universitas Sumatera Utara

36

-

Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk,
dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat bila sewaktu-waktu
terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
Menurut Hazel dan Bob (2005),

konstruksi jamban bagi penyandang

disabilitas lebih dikhususkan karena disabilitas yang disandang mereka. Jika pada
orang normal jamban yang biasa digunakan pada umumnya adalah jamban leher
angsa. Wc jongkok, dan sebagainya maka pada penyandang disabilitas ada
tambahan khusus yang perlu diperhatikan.

Gambar 2.1: WC duduk dengan pegangan untuk membantu
WC tipe ini dianjurkan untuk penyandang disabilitas yang kesulitan untuk
jongkok. Cocok digunakan oleh pengguna kursi roda, tuna daksa yang tidak bisa
duduk jongkok, dan dianjurkan juga untuk penyandang tunanetra karena disertai
dengan dua pegangan di sisi kiri dan sisi kanan. Dudukan WC yang didesain agak
tinggi menghindari penyandang tunanetra untuk terjatuh ke dalam lobang WC.

Universitas Sumatera Utara

37

Gambar 2.2 : WC jongkok dengan pegangan untuk membantu
WC tipe ini dianjurkan untuk penyandang disabilitas yang kesulitan untuk
jongkok tetapi tidak memiliki kursi roda. Cocok digunakan oleh tuna daksa yang
tidak bisa duduk jongkok, tetapi tidak dianjurkan untuk penyandang tunanetra
karena berisiko tinggi menyebabkan mereka terjatuh ke lubang WC karena jarak
WC yang hampir rata dengan lantai.

2.3 Desain jamban modern

Universitas Sumatera Utara

38

Desain jamban modern ini banyak ditemukan di luar negeri. Namun masih
jarang ditemukan di Indonesia.
2.2.3

Pembuangan Air Limbah
Air limbah dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, perkantoran, komersial,

dan industri. Yang berasal dari rumah tangga termasuk yang berasal dari toilet,
kamar mandi, dapur, bak cuci, air cucuran atap, dan sebagainya yang dibuang
melalui saluran air limbah. Pembuangan air limbah rumah tangga dipisahkan
dalam golongan air limbah yang masih boleh digunakan untuk menyiram tanaman
atau didaur ulang untuk penggelontor toilet yang biasa disebut sebagai graywater,
dan air limbah lainnya yang perlu pengolahan sebelum dilepas ke lingkungan
disebut blackwater. Hanya sekitar 5% kebutuhan air rumah tangga yang
dikonsumsi baik untuk minum atau memasak makanan, 95% di antaranya menjadi
air limbah (Moeller, 2005). Air limbah rumah tangga berasal dari kegiatan di
dapur, kamar mandi, penggelontor toilet/kakus, pencucian alat, pencucian
pakaian, dan sebagainya.
Menurut

Sarudji

(2010),

sistem

pembuangan

air

limbah

dapat

dikategorikan ke dalam sistem pembuangan air limbah individu dan sistem
pembuangan air limbah perkotaan. Pembuangan air limbah individu melayani
perumahan,sekolah, kampus, institusi, fasilitas pemukiman wisatawan, dan
beberapa tempat lain yang tidak didapat sistem pembuangan limbah kota.
Sedangkan pembuangan tergolong sistem pengolahan air limbah terpadu sebagai
pusat pengolahan mulai awal sampai pembuangan akhir limbah untuk melayani
seluruh masyarakat warga kota.

Universitas Sumatera Utara

39

a.

Sistem pembuangan air limbah individu

1.

Kolam limbah (Cesspool).
Bentuk pembuangan air limbah bentuk kolam limbah atau kolam resapan

sesungguhnya

tidak

dianjurkan,

tetapi

untuk

beberapa

daerah

yang

memungkinkan misalnya masih banyak dijumpai lahan yang luas, kolam limbah
masih dapat diterima. Air limbah yang tidak diolah dimasukkan ke dalam suatu
lubang di dalam tanah, sehingga air meresap melalui dindingnya ke dalam tanah
disekitarnya.
2.

Bak pengurai (septic tank)
Merupakan pengolah air limbah sederhana dalam konstruksinya, dan

hanya memerlukan sedikit perhatian dalam pengoperasiannya. Harus dipahami,
bahwa septic tank hanya menurunkan kadar kandungan bahan organik yang dapat
berdegradasi di dalamnya. Air buangannya masih mungkin mengandung bakteri
pathogen. Air limbah dimasukkan ke dalam septic tank dan ditahan dan sedapat
mungkin tidak bergerak selama sekitar 24 jam pada septic tank rumah tangga.
b.

Sistem pembuangan air limbah perkotaan
Sistem pembuangan air limbah perkotaan umumnya dilakukan untuk

melayani sekelmpok perumahan dalam suatu kota, sekalipun tidak menutuo
kemungkinan masyarakat perkotaan masih tetap mempertahankan mengolah air
limbahnya secara individu menggunakan sistem septic tank. Berbagai metode
telah dikembangkan untuk menghilangkan berbagai polutan yang terkandung di
dalamnya.

Universitas Sumatera Utara

40

2.2.4

Pengelolaan Sampah
Berdasarkan pendapat para ahli yang dikutip dalam Didik Sarudji (2010),

dapat disimpulkan bahwa sampah adalah semua jenis bahan padat, termasuk
cairan dalam kontener yang dibuang sebagai bahan buangan yang tidak
bermanfaat atau barang-barang yang dibuang karena kelebihan. Masalah sampah
sudah merupakan maslah sosial yang artinya ditimbulkan oleh masyarakat dan
harus diatasi secara bersama-sama. Pengelolaan yang tidak baik akan
mengganggu kesehatan masyarakat karena dapat menjadi sarang vektor, sumber
infeksi, sumber pencemar karena bahan-bahan berbahaya yang didalamnya,
mengganggu estetika bahkan ekosistem.
Menurut Mukono (2000), sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa
kategori, sperti berikut:
a.

b.

Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya
1.

Organik, misalnya sisa makanan, daun, sayur, dan buah.

2.

Anorganik, misalnya logam, pecah-belah, abu, dan lain-lain

Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar
1. Mudah terbakar, misalnya kertas plastik, daun kering, kayu
2. Tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, besi, gelas, dan lain-lain

c.

Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk
1. Mudah membusuk, misalnya sisa makanan, potongan daging, dan
sebagainya
2. Sulit membusuk, misalnya plastik, karet dan kaleng, dan sebagainya

Universitas Sumatera Utara

41

d.

Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah
a. Garbage, terdiri atas zat- zat yang mudah membusuk dan dapat terurai
dengan cepat, khususnya jika cuaca panas.
b. Rubbish yang terdiri dari dua, yaitu rubbish mudah terbakar terdiri atas
zat-zat organik seperti kertas, kayu , karet dan rubbish tidak mudah
terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, misalnya kaca, kaleng.
c. Ashes, semua sisa pembakaran dari industri
d. Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin
atau manusia
e. Dead animal, bangkai binatang besar (anjing, kucing, dan sebagainya)
yang mati akibat kecelakaan atau secara alami
f.

House hold refuse, atau sampah campuran (misalnya garbage, ashes,
rubbish) yang berasal dari perumahan

g. Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan
h. Demolision waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung.
i. Sampah industri, berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri
j. Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya
berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair.
k. Sampah khusus, atau sam pah yang memnerlukan penanganan khusus
seperti kaleng atau zat radioaktif
Menurut Slamet (2009), pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat
dikelompokkan menjadi efek langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud
dengan efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung

Universitas Sumatera Utara

42

dengan sampah tersebut. Misalnya saja seperti sampah beracun, sampah yang
korosif terhadap tubuh, sampah yang karsinogen, teratogenik dan sebagainya.
Selain itu, ada pula sampah yang mengandung kuman patogen sehingga dapat
menimbulkan penyakit. Sampah ini dapat berasal dari sampah rumah tangga
selain sampah industri.
Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses
pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah
biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif dan secara anaerobik
apabila oksigen telah habis. Dekomposisi anaerobik akan menghasilkan cairan
yang disebut leachate beserta gas. Leachate atau lindi ini adalah cairan yang
mengandung zat padat tersuspensi yang sangat halus dan hasil penguraian
mikroba (Slamet, 2009).
Efek tidak langsung lainnya berupa penyakit bawaan vektor yang
berkembang biak di dalam sampah. Sampah bila ditimbun sembarangan dapat
menjadi sarang lalat dan tikus. Lalat merupakan vektor berbagai macam penyakit
perut. Demikian juga halnya dengan tikus, selain merusak harta benda
masyarakat, tikus juga sering membawa pinjal yang dapat menyebarkan penyakit
pes (Slamet, 2009).
2.3

Keluhan Kesehatan
Menurut SUSENAS (2012), keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang

yang mengalami gangguan kesehatan atau kejiwaan, baik karena penyakit akut,
penyakit kronis (meskipun selama sebulan terakhir tidak mempunyai keluhan),
kecelakaan, kriminal, atau hal lain.

Universitas Sumatera Utara

43

Yang menjadi variabel turunan dari keluhan kesehatan ini adalah:
a.

Cacingan
Kumpulan gejala gangguan kesehatan sebagai akibat adanya cacing parasit
di dalam tubuh.

b.

Diare/buang-buang air
Penyakit yang ditandai dengan buang air besar berbentuk tinja encer atau
cair, kadang-kadang bercampur darah atau lendir, yang umumnya terjadi 3
kali dalam 24 jam. Diare dapat disertai dengan muntah-muntah, maupun
penurunan kesadaran. Istilah lainnya adalah mencret atau bocor.

c.

Sakit Gigi
Sakit gigi adalah rasa nyeri pada gigi atau gusi, kadang-kadang disertai
dengan pembengkakan, tetapi tidak termasuk sariawan.

d.

Gatal-gatal/ penyakit kulit
Penyakit kulit merupakan kelainan kulit yang diakibatkan oleh adanya
jamur, kuman-kuman, parasit, virus maupun infeksi.

e.

Lainnya
Keluhan kesehatan karena penyakit lain seperti campak, telinga
berair/congek, sakit kuning/liver, kejang-kejang, lumpuh, pikun, termasuk
keluhan kesehatan akibat kecelakaan/musibah, bencana alam, tidak nafsu
makan, sulit buang air besar, sakit kepala karena demam, sakit kepala
bukan berulang, gangguan sendi, tuli, katarak, sakit maag, perut mules,
masuk angin, tidak bisa kencing, bisul, sakit mata, dan keluhan fisik
karena menstruasi atau hamil.

Universitas Sumatera Utara

44

2.4

Penyandang Disabilitas

2.4.1

Pengertian Penyandang Disabilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyandang diartikan dengan

orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan
kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa inggris disability
(jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan.
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan
Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang yang
memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu
kama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat
menemui hambatan yang meyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif
berdasarkan kesamaan hak.
Goldensons dalam bukunya yang berjudul Disability and Rehabilitation
Handbook

mengatakan

bahwa

disabilitas

didefenisikan

sebagai

setiap

ketidakmampuan fisik atau mental kronis akibat cedera, penyakit, atau cacat
bawaan.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memberikan definisi disabilitas
sebagai ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat adanya impairment
(kondisi ketidaknormalan atau hilangnya struktur atau fungsi psikologis atau
anatomis) untuk melakukan aktivitas dengan cara yang dianggap normal bagi
manusia.

Universitas Sumatera Utara

45

2.4.2

Jenis-jenis Disabilitas
Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas. Ini

berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-masing
yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang
secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas:
a.

Disabilitas Mental
Kelainan ini meliputi:

1.

Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, dimana
selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki
kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.

2.

Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/
Intelligence Quotient (IQ) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2

kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang
memiliki IQ ANTARA 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ di
bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
b.

Disabilitas Fisik
Kelainan ini meliputi beberapa macam yaitu:

1.

Kelainan Indera Penglihatan (Tunanetra)
Menurut Perhimpunan Tunanetra Indonesia (PERTRUNI) Tahun 2004,
Tunanetra adalah mereka yang yang tidak memiliki penglihatan sama
sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan
tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan

Universitas Sumatera Utara

46

biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu
dengan kaca mata (kurang awas)..
2.

Kelainan Pendengaran (Tuna Rungu)
Menurut Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2011, seorang
penyandang tunarungu adalah mereka yang secara fisik mengalami
keterbatasan dalam mendengar, baik kehilangan pendengaran seluruhnya
(tuli/deaf) maupun sebagian pedengarannya(heard of hearing), dan yang
biasanya yang diikuti dengan gangguan bicara, sehingga tunarungu sering
disebut juga sebagai tunawicara. Ada beberapa faktor penyebab seseorang
tunarungu, di antaranya karena faktor keturunan, faktor kondisi ibu saat
mengandung, faktor kelahiran, dan infeksi bakteri atau virus.

3.

Kelainan Tubuh (Tunadaksa)
Astati (2010) mendefenisikan tunadaksa sebagai penyandang bentu
kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang, dan persendian yang
dapat

mengakibatkan

gangguan koordinasi, komunikasi,

adaptasi,

mobilisasi, dan gangguan perkembangan. Soemantri (dalam Septian,2012)
menambahkan

bahwa

tunadaksa

disebabkan

karena

keadaan

rusak/terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada
tulang,aotot, dan sendi dalam fungsinya yang normal.

Universitas Sumatera Utara

47

2.5

Kerangka Konsep

Karakteristik
- Umur
- Jenis kelamin
- Tingkat pendidikan

Personal Hygiene

- Kebersihan kulit
- Kebersihan kuku,tangan,dan
kaki
- Kebersihan mulut
- Kebersihan rambut

Keluhan Kesehatan
- Diare
- Sakit gigi
- Gatal-gatal/penyakit
kulit

Sanitasi Dasar
- Penyediaan Air Bersih
- Jamban
- Pengelolaan limbah
- Pembuangan sampah
- Kondisi fisik asrama

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Gambaran Perilaku Penghuni Tentang Personal Hygiene, Sanitasi Dasar, Perumahan Sehat Serta Keluhan Kesehatan Kulit Di Asrama Putra USU Medan.

6 63 130

Gambaran Perilaku Penghuni tentang Personal Hygiene dan Sanitasi Dasar, Komponen Fisik dan Fasilitas Sanitasi Dasar, serta Keluhan Kesehatan Kulit Penghuni di Asrama Putri USU Tahun 2014

11 78 148

Hubungan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygine Ibu Balita dan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014

1 23 195

Personal Hygiene, Sarana Sanitasi Dasar, serta Keluhan Kesehatan pada Penyandang Disabilitas di Panti Karya Hephata Laguboti Toba Samosir Tahun 2016

3 18 105

POLA ASUH ORANGTUA PENYANDANG DISABILITAS (TUNANETRA) TERHADAP ANAKNYA DI PANTI KARYA HEPHATA LAGUBOTI.

2 13 25

Personal Hygiene, Sarana Sanitasi Dasar, serta Keluhan Kesehatan pada Penyandang Disabilitas di Panti Karya Hephata Laguboti Toba Samosir Tahun 2016

0 0 15

Personal Hygiene, Sarana Sanitasi Dasar, serta Keluhan Kesehatan pada Penyandang Disabilitas di Panti Karya Hephata Laguboti Toba Samosir Tahun 2016

0 0 2

Personal Hygiene, Sarana Sanitasi Dasar, serta Keluhan Kesehatan pada Penyandang Disabilitas di Panti Karya Hephata Laguboti Toba Samosir Tahun 2016

0 0 6

Personal Hygiene, Sarana Sanitasi Dasar, serta Keluhan Kesehatan pada Penyandang Disabilitas di Panti Karya Hephata Laguboti Toba Samosir Tahun 2016

0 0 3

Personal Hygiene, Sarana Sanitasi Dasar, serta Keluhan Kesehatan pada Penyandang Disabilitas di Panti Karya Hephata Laguboti Toba Samosir Tahun 2016

0 0 21