Hubungan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygine Ibu Balita dan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014

(1)

HUBUNGAN KE TANGGA, PERSON TERHADAP RIW SEPANJANG ALI KECAMAT

PEM PROGR FAKULTA UNIVERSITAS ISL

EPEMILIKAN SARANA SANITASI DASA ONAL HYGIENE IBU BALITA DAN KEBIA WAYAT PENYAKIT DIARE PADA BALIT LIRAN SUNGAI CITARUM DI KELURAH ATAN BALEENDAH KABUPATEN BAND

TAHUN 2014

SKRIPSI

DISUSUN OLEH FUAD HILMI SUDASMAN

11010000037

MINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN RAM STUDI KESEHATAN MASYARAKA TAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHA ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLA

2014

SAR RUMAH IASAAN JAJAN

ITA DAERAH AHAN ANDIR NDUNG

N KAT HATAN


(2)

(3)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Agustus 2014

Fuad Hilmi Sudasman, NIM : 11101010000037

Hubungan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygine Ibu Balita dan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan

Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014

xiv + 117 halaman, 17 tabel, 6 gambar, 13 lampiran ABSTRAK

Diare merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, terutama di kalangan balita. Penelitian ini melihat apa saja seberapa besar risiko variabel penelitian berupa kepemilikan sarana sanitasi dasar (sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah rumah tangga), personal hygiene (kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar dan kebiasaan cuci tangan sebelum makan) ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita sepanjang aliran Sungai Citarum. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain studi case control dengan analisis chi square. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung dengan jumlah sampel 122 kontrol dan 122 kasus. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian diare, diantaranya adalah variabel jamban (OR=4,588), saluran pembuangan air limbah (OR=2,128), pengelolaan sampah rumah tangga (OR=0,353), kebiasaan cuci tangan sebelum makan (OR=0,256) dan kebiasaan jajan (OR=0,545). Sedangkan tidak ditemukannya hubungan antara sarana air bersih dan kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar dengan riwayat penyakit diare pada balita.

Perlunya pengadaan dan peningkatan kepemilikan sarana sanitasi dasar oleh Dinas Pekerjaan Umum yang berkoordinasi dengan Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan serta Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Selain itu peran serta Puskesmas dalam pemberian informasi terkait peningkatan kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan pengawasan mengenai produk jajanan yang beredar di masyarakat dengan sosialisasi informasi maupun advokasi.

Daftar bacaan : 106 (1958-2014)


(4)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM

ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduate Thesis, August 2014

Fuad Hilmi Sudasman, NIM : 11101010000037

The Relation Of Basic Sanitation Facilities Ownership, Personal Hygiene Of Mother and Snacking Habit To Diarrhea Medical Record in Infant in By Citarum River Area Andir Baleendah District Bandung Regency 2014 xiv + 117 pages, 17 tables, 6 images, 13 attachments

ABSTRACT

Diarrhea is one of public health’s problem with high mortality and morbidity rate, especially among 12 to 60 months children. This research observed risks to diarrhea. The variables are basic sanitation facilities (clean water, toilet, wastewater sewer, and household waste management) , personal hygiene of mother (handwashing after defecation and handwashing before eating) and snacking habits to their 12 to 60 months children diarrhea along the Citarum River.

This research used case-control study design with chi square analysis. This research was conducted in the Andir Baleendah Village, District of Bandung Regency with 122 controls and 122 cases. Factors related to the incidence of diarrhea are latrine ( OR = 4.588 ) , wastewater sewer ( OR = 2.128 ) , household waste management ( OR = 0.353 ) , the habit of washing hands before eating ( OR = 0.256 ) and snacking habit ( OR = 0.545 ) . Meanwhile, there are no relation between clean water and handwashing after defecation with diarrhea record in infants .

It is recomended basic sanitation facilities that should be upgraded by the Public Work Service and the Housing , Spatial Planning and Sanitation Service together with Health Service in District of Bandung. In addition, the role of Health Centre in providing information related to the increase in ownership of basic sanitation , personal hygiene and control of snacks circulating in the community through giving information and advocacy.

Reading lists : 106 (1958-2014)

Keywords : diarrhea, basic sanitation facilities, personal hygiene, snacking, Citarum River


(5)

(6)

(7)

vi IDENTITAS PERSONAL Nama Alamat Asal : :

Fuad Hilmi Sudasman

Jl. Raya Banjaran Gg. 201 Kp. Reungascondong Andir RT 07/11 Baleendah Kabupaten Bandung 40375

TTL : Bandung, 12 November 1991 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Golongan Darah

: O

No. Hp : 081809141357

Alamat Email : fuad.hilmi@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

2010-sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan

2007 – 2010 : MA Darul Arqam Muhammadiyah Garut 2004 – 2007 : MTs Darul Arqam Muhammadiyah Garut 1998 – 2004 : SDN KORPRI II Baleendah Bandung

PENGALAMAN ORGANISASI 2012

2012 – 2013 2012 – 2013 2012 – 2013 2013 – 2014 2013 – 2015 2012 – 2014 2013 : : : : : : : :

Ketua Divisi Pendidikan ACIKITA Nasional Staff Ahli Departemen Kajian dan Strategi

BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Menteri Departemen Informasi dan Komunikasi PAMI Jakarta Raya

Staff Departemen Pengembangan Pesantren dan Pembinaan Masyarakat CSS MoRA UIN Jakarta

Dewan Pembina ENVIHSA UIN Jakarta

Koordinator Biro Barat Redaktur Majalah SANTRI Lembaga Kesehatan Masyarakat PC IMM Ciputat

Tim Kemitraan CSR PT.YAMA Engineering dengan FKIK UIN

PENGALAMAN KERJA

2011-2012 : Pengalaman Belajar Lapangan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pondok Jagung Timur Kota Tangerang Selatan, Banten Tahun 2012 – 2013

2012 2013

: :

Orientasi Kerja Departemen HSE PT. YAMA Engineering Tahun 2012

Orientasi Kerja Departemen QHSE PT ACS Aerofood Tahun 2013


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan rahmatNya sehingga penyusunan skripsi dapat tersusun dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada pembawa peradaban Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya iman dan islam sampai zaman ini.

Atas rahmat dan berkahNya skripsi dengan judul “Hubungan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygiene Ibu Balita dan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014” dapat disusun dengan baik dan lancar. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Skripsi ini tak bisa lepas dari bantuan banyak pihak dalam penyusunannya. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Ayahanda H. Sudasman, Ibunda Dra. Hj. Siti Nuroniah dan keluarga yang telah memotivasi baik secara moril maupun materil selama ini.

2. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM. M.Kes. Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.

4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si. selaku pembimbing akademik dan dosen penguji sidang skripsi.


(9)

viii

5. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM. M.Kes. dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM., S.Sn.Kes. selaku dosen pembimbing.

6. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku pimpinan sidang skripsi.

7. Ibu Hj. Farihah Sulasiah, SKM. MKM. selaku dosen penguji sidang skripsi. 8. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, MKM, selaku pembina jamaah yang selalu

memberikan masukan dan mutiara hikmah

9. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Barat

10. Dinas Kesehatan dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bandung 11. Puskesmas Baleendah dan Kader- Kader Posyandu RW 01, 02, 03, 06, 07, dan

13 Kelurahan Andir.

12. Kementrian Agama yang memberikan kesempatan kuliah dengan Program Beasiswa Santri Berprestasi

13. Teman-teman seperjuangan Peminatan Kesehatan Lingkungan

14. Teman-teman sepermainan, Ginan, Angger, Ilham, Misyka, Agung, Aziz, Ucup, Akbar, Mono, Alul, Prima, Randika, Supri, Iqbal, Dani, Fahrur, Fikri, Arum, Rendy, Kiki, Ari, Onta, Ibnu, Almen, Nizar, Munir, Imam, Rizki, Abidin, Umar, Tsalis, Arik, Dini, Uun, Ali, dan lainnya

15. Teman saya yang baik hati mau meminjamkan kosannya selama penyusunan skripsi hingga daftar wisuda, Zaki Izmatullah dan Wahyu Manggala Putra. 16. Seluruh teman-teman Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

yang memberi motivasi dan doa, terutama teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat 2010


(10)

ix

17. Seluruh teman-teman IKADAM yang memberikan semangat dan keceriaan. 18. Seluruh temen-teman IMM Cabang Ciputat yang memberikan semangat

bergorganisasi.

19. Seluruh teman-teman BEM FKIK 2012-2013 20. Seluruh teman-teman ACIKITA

21. Seluruh teman-teman PBSB Kementrian Agama

22. Seluruh Kru Majalah Santri, terutama Ibu Pimred Surotul Ilmiyah 23. Seluruh teman-teman CSS MoRA, terutama angkatan 2010 24. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Jakarta, Agustus 2014 Penulis


(11)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

IDENTITAS PERSONAL ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 13

1.6 Ruang Lingkup... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Penyakit Diare ... 15

2.2 Sanitasi ... 21

2.3 Personal Hygiene (Higiene Perorangan) ... 37

2.4 Kebiasaan Jajan ... 40

2.5 Sungai ... 43

2.6 Kerangka Teori ... 44

BAB III KERANGKA KONSEP ... 46

3.1 Kerangka Konsep ... 46

3.2 Definisi Operasional ... 49

3.3 Hipotesis ... 52

BAB IV METODE PENELITIAN ... 54

4.1 Desain Penelitian ... 54


(12)

xi

4.3 Populasi Penelitian ... 56

4.4 Sampel Penelitian... 56

4.5 Skema Pengumpulan Data ... 61

4.6 Instrumen Penelitian ... 62

4.7 Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 63

4.8 Pengolahan Data ... 64

4.9 Analisis Data ... 65

BAB V HASIL PENELITIAN ... 69

5.1 Gambaran Karakteristik Sampel Studi ... 69

5.2 Analisis Univariat ... 70

5.3 Analisis Bivariat... 76

BAB VI PEMBAHASAN ... 89

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 89

6.2 Gambaran Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Sungai Citarum Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung ... 90

6.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung ... 91

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

7.1 Kesimpulan ... 112

7.2 Saran ... 114 DAFTAR PUSTAKA


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ... 49 Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Minimum Penelitian ... 57 Tabel 4.2 Pemilihan Sampel di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah

Kabupaten Bandung Tahun 2014... 60 Tabel 5.1 Distribusi Sarana Air Bersih Daerah Sepanjang Sungai Citarum di

Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014... 70 Tabel 5.2 Distribusi Jamban Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan

Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ... 71 Tabel 5.3 Distribusi Saluran Pembuangan Air Limbah Daerah Sepanjang

Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ... 72 Tabel 5.4 Distribusi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Daerah Sepanjang

Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ... 73 Tabel 5.5 Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar Daerah

Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014... 74 Tabel 5.6 Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Daerah Sepanjang

Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ... 75 Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Jajan Daerah Sepanjang Sungai Citarum di

Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014... 76 Tabel 5.8 Analisis Hubungan antara Sarana Air Bersih dengan Riwayat

Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ... 77 Tabel 5.9 Analisis Hubungan antara Jamban dengan Riwayat Penyakit Diare

Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ... 79 Tabel 5.10 Analisis Hubungan antara Sarana Pembuangan Air Limbah dengan

Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ... 80


(14)

xiii

Tabel 5.11 Analisis Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ... 82 Tabel 5.12 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang

Air Besar dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ... 84 Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan

dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014... 86 Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ... 87


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ... 45

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 48

Gambar 4.1 Skema Dasar Studi Case Control ... 54

Gambar 4.2 Peta Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah ... 55

Gambar 4.3 Skema Pengumpulan Data ... 61


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyakit diare merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, terutama di negara berkembang. Setiap tahun diperkirakan 2,5 milyar kejadian diare terjadi pada anak-anak berumur bawah lima tahun, lebih dari separuhnya berasal dari Afrika dan Asia Selatan. Insidennya bervariasi menurut musim dan umur. Anak-anak adalah kelompok yang rentan terkena diare dengan insiden tertinggi pada usia bawah 2 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak (WHO, 2009; Kosek. et al, 2003)

Diare merupakan penyebab kematian balita nomor dua di dunia (16%) setelah pneumonia (17%). Kematian pada anak-anak meningkat sebesar 40% setiap tahun disebabkan oleh diare. Penyakit diare disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan parasit yang dapat ditularkan melalui air dan makanan yang terkontaminasi kotoran manusia atau hewan. Selain itu diare dapat disebabkan oleh sarana air bersih, penanganan makanan dan kesehatan pribadi (Kemenkes RI, 2011; Pruss. et al, 2002; WHO, 2009)

Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan dapat menyerang semua kelompok usia, tetapi penyakit berat dengan


(17)

kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Menurut catatan United Nations Children and Education Fund (UNICEF), setiap detik satu balita meninggal karena diare dan menurut World Health Organization (WHO), diare membunuh dua juta anak setiap tahunnya. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang ditandai dengan gejala-gejala seperti: perubahan bentuk dan kosistensi tinja menjadi lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari pada biasanya (tiga kali atau lebih dalam sehari) disertai muntah-muntah, sehingga penderita akan mengalami kekurangan cairan tubuh (dehidrasi) yang pada akhirnya apabila tidak mendapat pengobatan segera dapat menyebabkan kematian (Partawihardja, 1991; Depkes RI, 1999; Depkes RI, 2005).

Kasus diare yang tercatat Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung sebanyak 3.313 kasus di Puskesmas Baleendah pada tahun 2012. Hal ini menjadi kasus tebanyak ke 2 setelah Puskesmas Bojongsoang, yaitu sebanyak 3.701 kasus. Kasus ini terjadi peningkatan yang pada tahun 2011 terdapat 1.479. Lebih dari 2 kali lipat peningkatan kasus diare terjadi di Puskesmas Baleendah (Dinkes Kabupaten Bandung, 2012; Dinkes Kabupaten Bandung, 2013).

Tercatat di Puskesmas Baleendah, daerah yang memiliki kasus diare terbesar adalah Kelurahan Andir sebesar 1.209 kasus. Sekitar 31% kasus di Puskesmas Baleendah berasal dari Kelurahan Andir (Profil Puskesmas Baleendah, 2013).


(18)

Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk. Sanitasi yang buruk pun dilihat dari banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri E.coli mengindikasikan adanya pencemaran tinja manusia. Kontaminasi bakteri E.coli terjadi pada air tanah yang banyak dimanfaatkan penduduk di perkotaan, dan sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun tercemar bakteri ini. Hasil penelitian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta menunjukkan 80 % sampel air tanah dari 75 kelurahan memiliki kadar E.coli dan fecal coli melebihi ambang batas (Adisasmito, 2007).

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Bandung (2012) persentase jamban sehat pada Puskesmas di Kecamatan Baleendah memiliki persentase yang cukup rendah. Puskesmas Rancamanyar tercatat memiliki persentase sebesar 61%. Hal ini masih di bawah persentase Kabupaten Bandung yang mencapai 70,5%. Hanya satu Puskesmas yang tercatat melebihi capaian jamban sehat Kabupaten Bandung, yaitu Puskesmas Jelekong yang mencapai 72%. Begitu pun dengan sarana tempat pembuangan sampah tercatat kedua Puskesmas memiliki persentase tempat pembuangan sampah sehat yang di bawah persentase Kabupaten Bandung sebesar 48,2%. Puskesmas Rancamanyar tercatat memiliki sarana pembuangan sampah sebesar 44% yang diikuti Puskesmas Jelekong sebesar 33% (Profil Kesehatan Kabupaten Bandung, 2012).

Banyak faktor risiko penyebab terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita di Indonesia. Faktor risiko tersebut dapat berupa faktor


(19)

lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakterologis air, dan kondisi rumah. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya adalah faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, yang terdiri dari faktor agen, penjamu, lingkungan dan perilaku (Dinkes Kota Pontianak, 2009; Kamila. dkk., 2012)

Daerah-daerah pinggiran yang dekat dengan aliran sungai memang ditemukan kasus diare yang cukup tinggi. Dari data yang dihimpun di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru diketahui dari bulan Juni hingga Agustus 2010 tidak terlihat tren peningkatan atau penurunan yang siknifikan. Namun diare menjadi penyakit endemik di daerah pnggiran sungai di Kota Pekanbaru. Hanya saja kasus diare masih sering ditemukan di daerah pinggiran. Pada bulan Juni 2010 ditemukan kasus diare sebanyak 869 kasus, bulan Juli 2010 sejumlah 679 dan Agustus 2010 sebanyak 725 kasus diare (Dinkes Kota Pekanbaru, 2010).

Hal ini pun sesuai dengan asumsi peneliti terhadap kasus diare di daerah sepanjang aliran sungai. Peneliti berasumsi bahwa di sepanjang sungai, masyarakat memiliki pola aktivitas yang tinggi sehingga ada kemungkinan sarana sanitasi dasar rumah tangga di sepanjang aliran


(20)

sungai dapat memiliki pengaruh terhadap pola kepemilikan sarana sanitasi dasar. Hal ini diasumsikan juga dapat mempengaruhi kepemilikan sarana sanitasi dasar pada masyarakat Sungai Citarum yang mungkin akan cenderung menggunakan Sungai Citarum sebagai sarana atau tempat pemanfaatan dari segi sarana sanitasi dasar. Peneliti berasumsi bahwa sarana sanitasi dasar, seperti sarana air bersih yang terdapat di sepanjang aliran sungai dapat memiliki pengaruh dikarenakan serapan aliran sungai terhadap sarana air bersih yang tidak terlindung. Begitu pun jamban, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah yang diasumsikan bahwa masyarakat akan menggunakan sungai sebagai objek akhir dari variabel tersebut.

Wardhani (2010) menyebutksn dalam hasil penelitiannya bahwa erat kaitannya personal hygiene dengan diare sebagai agen pembawa penyakit.Kebiasaan jajan pun merupakan hal yang erat kaitannya dengan diare sebagaimana dalam agen pembawa penyakit dalam hal ini makanan dan tangan host. Sehingga variabel ini perlu dimasukan sebagai faktor risiko dalam penelitian ini.

Said (1999) menyebutkan bahwa kualitas air dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia atau masyarakat melalui berbagai cara yakni melalui adanya mikroorganisme patogen misalnya protozoa, bakteria, virus dan lain-lainnya, melalui perkembang-biakan vektor penyakit, serta melalui senyawa polutan organik dan anorganik yang ada dalam air. Sungai sebagai lingkungan akan berdampak secara langsung maupun tidak


(21)

langsung terhadap kejadian diare. Sungai pun merupakan salah satu sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sungai. Hal ini berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti nanti. Sungai pun dapat menjadi sumber infeksi berbagai penyakit terhadap manusia. Sehingga variabel yang menghubungkan sungai dengan infeksi diare pada balita diasumsikan oleh peneliti berupa sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan.

Oleh karena itu, perlu penelitian tentang pengaruh kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita sekitar Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung.

1.2. Perumusan Masalah

Diare merupakan penyakit ke 2 terbanyak menurut pola penyakit rawat jalan di Puskesmas golongan umur <1-4 tahun di Kabupaten Bandung. Kasus diare di Puskesmas Baleendah pun tertinggi ke 2 di Kabupaten Bandung setelah Puskesmas Bojongsoang pada tahun 2012. Selain itu kasus diare di Puskesmas Baleendah mengalami peningkatan mencapai lebih dari 2 kali lipat dari tahun 2011.

Beberapa aspek kepemilikan sanitasi dasar di Kecamatan Baleendah masih rendah dan masih di bawah persentase Kabupaten Bandung. Persentase jamban sehat pada Puskesmas di Kecamatan Baleendah memiliki persentase yang cukup rendah. Puskesmas


(22)

Rancamanyar tercatat memiliki persentase sebesar 61%. Hal ini masih di bawah persentase Kabupaten Bandung yang mencapai 70,5%. Hanya satu Puskesmas yang tercatat melebihi capaian jamban sehat Kabupaten Bandung, yaitu Puskesmas Jelekong yang mencapai 72%. Begitu pun dengan sarana tempat pembuangan sampah tercatat kedua Puskesmas memiliki persentase tempat pembuangan sampah sehat yang di bawah persentase Kabupaten Bandung sebesar 48,2%. Puskesmas Rancamanyar tercatat memiliki sarana pembuangan sampah sebesar 44% yang diikuti Puskesmas Jelekong sebesar 33%.

Berdasarkan permasalahan tersebut perlunya analisis akan pengaruh kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Analisis ini mencari bagaimana hubungan antar variabel yang menjadi permasalahan di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupeten Bandung.

1.3.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran sarana air bersih rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran jamban rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?


(23)

3. Bagaimana gambaran saluran pembuangan air limbah rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

4. Bagaimana gambaran pengelolaan sampah rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

5. Bagaimana gambaran kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besaribu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

6. Bagaimana gambaran kebiasaan mencuci tangan sebelum makan ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

7. Bagaimana gambaran kebiasaan jajan pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

8. Seberapa besar risiko faktor sarana air bersih rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?


(24)

9. Seberapa besar risiko faktor jamban rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

10. Seberapa besar risiko faktor saluran pembuangan air limbah rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

11. Seberapa besar risiko faktor pengelolaan sampah rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

12. Seberapa besar risiko faktor kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

13. Seberapa besar risiko faktor kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

14. Seberapa besar risiko faktor kebiasaan jajan dengan riwayat penyakit diare terhadap balita daerah sepanjang aliran Sungai


(25)

Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?

1.4. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar risiko faktor kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran sarana air bersih rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

2. Diketahuinya gambaran jamban rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 3. Diketahuinya gambaran saluran pembuangan air limbah

rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

4. Diketahuinya gambaran pengelolaan sampah rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di


(26)

Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

5. Diketahuinya gambaran kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

6. Diketahuinya gambaran kebiasaan mencuci tangan sebelum makan ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

7. Diketahuinya gambaran kebiasaan jajan pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 8. Diketahuinya besar risiko faktor sarana air bersih rumah

tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 9. Diketahuinya besar risiko faktor jamban rumah tangga

terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

10. Diketahuinya besar risiko faktor saluran pembuangan air limbah rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada


(27)

balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

11. Diketahuinya besar risiko faktor pengelolaan sampah rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 12. Diketahuinya besar risiko faktor kebiasaan cuci tangan

setelah buang air besar ibu balita terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

13. Diketahuinya besar risiko faktor kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

14. Diketahuinya besar risiko faktor kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014


(28)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Pemerintah Kabupaten Bandung

Sebagai dasar dalam pemantauan dan pemenuhan kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan di daerah daerah sepanjang aliran Sungai Citarum, Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah .

2. Puskesmas

Sebagai bahan penilaian akan gambaran seberapa besar risiko faktor kepemilikan sanitasi dasar dan personal hygiene terhadap risiko penyakit diare. Selain itu Puskesmas dapat memberikan informasi tentang perbaikan dan kepedulian akan kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan kepada masyarakat.

3. Peneliti

Sebagai dasar pengembangan dan pemahaman yang lebih baik terkait dengan sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan yang berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

1.6.Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar risiko faktor kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita. Waktu


(29)

penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Metode penelitian menggunakan metode analisis kuantitatif dengan sumber data sekunder dari Puskesmas Baleendah dan data primer dari responden dengan desain studi case control, yaitu dilakukan studi retrospektif dimulai variabel dependen (riwayat penyakit diare) dan selanjutnya mencari faktor-faktor risiko atau variabel independen (sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan) yang mempengaruhi variabel dependen. Studi ini meneliti faktor-faktor risiko pada riwayat penyakit diare dengan mambandingkan antara kasus dan kontrol pada populasi penelitian yaitu balita.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Diare

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004)

Diare adalah kondisi ketika terjadi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram per hari) dan konsistensi feses cair (Sardjana, 2007)

2.1.1. Jenis Diare

Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada: 1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.


(31)

3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.

4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).

Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti alergi dan lain-lain.

2.1.2. Etiologi Diare

Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologi. Sedangkan menurut Widoyono (2008) penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi virus (rotavirus dan adenovirus), bakteri (E. Coli, Shigella sp.,Vibrio cholerae), parasit (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia), keracunan makanan, malabsorpsi (karbohidrat, lemak dan protein), alergi (makanan dan susu sapi) dan imunodefisiensi (AIDS).


(32)

1. Faktor infeksi

Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:

a. Infeksi oleh bakteri Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio cholera (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas.

b. Infeksi basil (disentri), c. Infeksi virus rotavirus,

d. Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides), e. Infeksi jamur (Candida albicans)

f. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan.

Faktor resiko yang dapat menyebabkan diare karena faktor infeksi misalnya ketersediaan sumber air bersih, ketersediaan jamban, dan kebiasaan tidak mencuci tangan.

1. Sumber Air Bersih

Sumber air bersih yang digunakan untuk minum merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah


(33)

pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau bendayang tercemar oleh tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan makanan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air yang tercemar (Depkes RI, 2000).

Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah :

a. Mengambil air dari sumber air yang bersih. b. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.

c. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti septic tank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.


(34)

e. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup

2. Ketersediaan Jamban Keluarga

Ketersediaan jamban atau pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Menurut Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :

a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya c. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya d. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vector penyakit lainnya

e. Tidak menimbulkan bau

f. Pembuatannya murah, penggunaanya mudah dan mudah dipelihara.


(35)

3. Kebiasaan Mencuci Tangan

Beberapa perilaku yang tidak sehat dalam keluarga adalah kebiasaan tidak mencuci tangan. Mencuci tangan yang baik sebaiknya menggunakan sabun sebagai desifektan atau pembersih kuman yang melekat pada tangan, kebiasaan mencuci tangan dapat dilakukan pada saat sesudah membuang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makanan pada anak, dan sesudah makan mempunyai dampak terhadap diare. Kemudian kebiasaan membuang tinja juga dapat beresiko terhadap diare misalnya membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara bersih dan benar. Banyak orang yang beranggapan bahwa tinja pada bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar sehingga dapat menimbulkan diare pada anak (Widjaja, 2002).

2. Faktor malabsorpsi

Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi


(36)

lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik (Widjaja, 2002). 3. Faktor makanan

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita (Widjaja, 2002). 4. Faktor psikologis

Rasa takut , cemas, dan tegang yang berlebihan, jika terjadi pada anak bisa menyebabkan diare. Tetapi jarang terjadi pada balita umumnya pada anak yang lebih besar (Widjaja, 2002).

2.2. Sanitasi

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sanitasi adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Depdiknas (2009) menjelaskan pengertian sanitasi adalah kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar yang dapat mempengaruhi kesejahteraan manusia. Kondisi


(37)

tersebut mencakup pasokan air yang bersih dan aman; pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien; perlindungan makanan dari kontamasi biologis dan kimia; udara yang bersih dan aman; dan rumah yang bersih dan aman.

2.2.1. Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar merupakan salah satu persyaratan dalam rumah sehat. Sarana sanitasi dasar berkaitan langsung dengan masalah kesehatan, terutama masalah kesehatan lingkungan. Sarana sanitasi dasar menurut Depkes (2002), yaitu meliputi penyediaan sarana air bersih, jamban, pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah rumah tangga.

1. Sarana Air Bersih

Air merupakan unsur yang paling penting dalam kehidupan ini setelah udara. Air merupakan salah satu kebutuhan pokok yang mutlak dibutuhkan bagi kehidupan manusia sepanjang masa baik langsung maupun tidak langsung. Sejalan dengan waktu dan kemajuan peradaban, kebutuhan akan air semakin hari.

Menurut Permenkes 416 tahun 1990 definisi air bersih adalah air yang digunakan untu keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah direbus terlebih dahulu.


(38)

Sarana air bersih adalah sarana yang dapat menghasilkan air bersih seperti sumur gali (SG), sumur pompa tangan (SPT), penempungan air hujan (PAH), perlindungan mata air (PMA), sistem perpipaan (PP) dan terminal air (TA). Sumur gali merupakan sarana air bersih dengan cara mengambil air dari lapisan tanah dengan kedalaman tertentu. Sumur gali banyak didapat dan diterapkan di daerah pedesaan karena mudah dalam pembuatan dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri dengan peralatan sederhana dan biaya yang murah (Sanropie. dkk., 1984). Biasanya air sumur gali relatif dekat dengan tanah permukaan. Oleh karena itu sumur gali mudah terkontaminasi melalui rembesan. Kontaminasi paling umum adalah karena penapisan air dari sarana pembuangan kotoran manusia dan binatang (Depkes, 1995). Sarana air bersih yang dibuat memenuhi syarat konstruksi dan kesehatan, diharapkan kontaminasi dapat dikurangi dan kualitas air yang dihasilkannya baik.

Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bersih bagi penghuni rumah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga perlu diperhatikan dalam pendirian sarana air bersih. Apabila sarana air bersih dibuat memenuhi syarat


(39)

teknis kesehatan diharapkan tidak ada lagi pencemaran terhadap air bersih, maka kualitas air yang diperoleh menjadi baik.

Persyaratan kesehatan sarana air bersih sebagai berikut:

1. Sumur Gali (SGL)

a. Jarak sumur gali dari sumber pencemar minimal 11 meter

b. Lantai harus kedap air c. Tidak retak atau bocor d. Mudah dibersihkan e. Tidak tergenang air

f. Tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari lantai, dibuat dari bahan yang kuat dan kedap air

g. Dibuat tutup yang mudah dibuat

h. Lantai sekitar sumur dibuat dengan jarak minimal 1 meter dari dinding sumur, dengan kemiringan yang cukup untuk memudahkan air mengalir keluar, dan dibuat kedap air untuk mencegah merembesnya air kotor


(40)

i. Dinding sumur dibuat kedap air, dengan kedalaman minimal 3 meter di bawah permukaan tanah

j. Terdapat saluran pembuangan air kotor (SPAL)

2. Sumur Pompa Tangan (SPT)

a. Sumur pompa berjarak minimal 11 meter dari sumber pencemar

b. Dinding sumur harus kedap air setinggi 70 sentimeter di atas permukaan tanah atau permukaan air banjir

c. Lantai tidak retak atau bocor d. SPT harus kedap air

e. Panjang SPT dengan sumur resapan minimal 11 meter

f. Dudukan pompa harus kuat

g. Lantai sumur dibuat minimal 1 meter dari dinding sumur dengan ketinggian 20 sentimeter di atas permukaan tanah

h. Saluran pembuangan harus ada untuk mengalirkan air limbah ke bak peresapan i. Kedalaman sumur cukup untuk mencapai


(41)

j. Dinding sumur dibuat yang kuat agar tanah tidak longsor

3. Penampungan Air Hujan (PAH)

a. Talang air yang masuk ke bak PAH harus dipindahkan atau dialihkan agar air hujan pada 5 menit pertama tidak masuk ke dalam bak

b. Lokasi jauh dari sumber pencemar

c. Talang / saluran air tidak kotor dan dapat mengalirkan air

d. Dinding penampung air hujan harus kuat dan tidak bocor

e. Bak saringan terbuat dari bahan yang kuat dan rapat nyamuk serta dilengkapi kerikil, ijuk, dan pasir

f. Pipa peluap dipasang kawat kasa rapat nyamuk dan tidak menghadap ke atas g. Kran air tidak rusak

h. Bak resapan terdapat batu, pasir, dan bersih i. Sebelum digunakan, air hujan harus

ditambah dengan kapur (CaCO3), dengan tujuan untuk mencukupi garam mineral yang diperlukan tubuh dan untuk


(42)

mengurangi kandungan CO2 yang terlarut dalam air hujan (Machfoedz, 2004)

4. Perlindungan Mata Air (PMA)

a. Sumber air harus pada mata air, bukan pada saluran air yang berasal dari mata air tersebut yang kemungkinan tercemar

b. Lokasi harus berjarak minimal 11 meter dari sumber pencemar

c. Atap dan bangunan rapat air serta di sekeliling bangunan dibuat saluarn air hujan yang arahnya keluar bangunan, pipa peluap dilengkapi dengan kawat kaca d. Lubang kontrol pada bak penampungan

dipasang tutup dan terbuat dari bahan yang kuat

e. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan dengan kemiringan mengarah pada pipa penguras

f. Terdapat pagar pengaman yang kuat dan tahan lama

g. Terdapat saluran pembuangan air limbah yang kedap air


(43)

5. Perpipaan

a. Pipa yang digunakan harus kuat tidak mudah pecah

b. Jaringan pipa tidak boleh terendam air kotor

c. Pemasangan pipa tidak boleh terendam air kotor atau air sungai

d. Bak penampung harus kedap air dan tidak dapat tercemar oleh kontaminan

e. Bak pengambilan air dari sarana perpipaan harus melalui kran

f. Pipa distribusi yang dipakai harus terbuat dari bahan yang tidak mengandung atau melarutkan bahan kimia

g. Sebelum disalurkan ke konsumen, sumber air utama yang digunakan harus diolah dulu dengan metode yang tepat (Waluyo, 2009; Mahfoedz, 2004; Depkes RI, 1995) 2. Jamban

Jamban adalah salah satu ruangan yang memiliki fasilitas pembuangan kotoran manusia sederhana yang terdiri dari tempat jongkok dengan leher angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk


(44)

membersihkan. Sedangkan kotoran manusia (tinja, air seni) adalah zat sisa yang terbentuk dari proses pencernaan makanan yang dapat menjadi sumber dan media penularan penyakit. Kesehatan lingkungan memperhatikan hal-hal seperti tinja dan air seni karena memilkik karakteristik yang khas dalam penyebab timbulnya penyakit.

Jamban sebagai pembuangan kotoran manusia sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan dan risiko penularan penyakit, khususnya penyakit saluran pencernaan. Klasifikasi sarana pembuangan kotoran manusia dibedakan atas 4 jenis sarana, yaitu kakus leher angsa, plengsengan, kakus cemplung dan cubluk (Depkes RI, 2000)

Pembuangan kotoran merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap lingkungan. Pembuangan kotoran ini merupakan salah satu faktor lingkungan untuk memenuhi derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Mubarak dan Chayatin, 2009)

1. Jenis Sarana Jamban

Jenis jamban yang digunakan menunjukkan apakah tempat pembuangan kotoran tersebut memenuhi syarat atau tidak dilihat dari kemungkinan mencemari


(45)

lingkungan sekitarnya seperti sumber air dan permukaan tanah serta kemungkinan digunakan sebagai tempat vektor berkembang biak dan penyebaran kuman yang berasal dari tinja. Pada jenis jamban bukan jenis kakus leher angsa seperti kakus cemplung, kali, kolam dan sungai kemungkinan terjamahnya kotoran oleh serangga atau vektor lain lebih besar dibandingkan dengan jenis kakus leher angsa sehingga meningkatkan risiko terhadap penularan penyakit serta kemungkinan terjadinya kontaminasi tinja pada sumber air.

Ada beberapa jenis jamban menurut Wagner dan Lanoix (1958), yaitu:

1. Kakus cemplung (pit privy)

Kakus dengan cara paling sederhana, yaitu dengan cara membuat lubang atau menggali tanah kemudia dibat tempat jongkok. Biasanya digunakan di daerah sulit air.

2. Cubluk berair (aqua privy)

Cubluk berair ini adalah seperti kakus cemplung namun memiliki konstruksi yang kedap air sehingga dibangun di dekat rumah. Jamban ini memerlukan banyak air dalam pemeliharaan.


(46)

3. Angsa latrine (water seraled latrine)

Bentuk kakus yang dimodifikasi klosetnya, yaitu berbentuk leher angsa yang selalu terisi air. Fungsi air adalah sebagai penutup hubungan antara bagian luar dengan tempat penampung tinja sehingga dapat menghambat bau tinja keluar atau serangga masuk ke dalam penampungan tinja. Jamban ini memerlukan banyak air.

4. Kakus plengsengan (trench latrine)

Kakus plengsengan adalah kakus dengan lubang penampung yang dihubungkan dengan saluran miring.

5. Jamban cemplung (overhung latrine)

Kakus yang dibuat di atas kolam atau di pinggiran kali dengan bangunan seperti rumah non permanen. Kakus ini tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat mencemari air kolam atau air sungai.

6. Tangki septik (septic tank)

Model jamban iini terdiri dari tempat jongkok dan dilengkapi tangki septik. Fungsi


(47)

umum dari tangki septik ini adalah melindungi kemampuan absorbsi dari tanah resapan. Sedangkan fungsi khususnya adalah sebagai pengambilan bahan padat, pengolahan biologis, penyimpanan sludge dan scum (Kusnoputranto, 1997). Jamban ini memenuhi syarat kesehatan tetapi memerlukan temat yang cukup luas.

7. Kakus ember (bucket latrine)

Kakus ember adalah kakus berbentuk ember yang merupakan tempat menampung kotoran manusia dan setelah selesai kotorannya dibuang ke tempat pembuangan.

8. Jamban kimia (chemical toilet)

Jamban kima adalah tempat pembuangan atau penampungan kotoran manusia yang berupa tangki atau bejana yang berisi larutan kimia yang berfungsi untuk pengenceran atau penghancuran sekaligus disinfeksi.

9. Jamban kompos (the compos privy)

Jamban kompos adalah tempat pembuangan kotoran manusia sekaligus memproses menjadi


(48)

kompos. Biasanya banyak di negara-negara sedang berkembang karena tidak memerlukan tekonologi dan biaya yang cukup tinggi. Hal ini perlu mendapat perhatian adalah kehidupan mikroorganisme atau patogen.

Pembuangan kotoran di sembarang tempat akan berdampak negatif pada kesehatan manusia yang hidup di sekitarnya karena kotoran tersebut menjadi sumber penyakit yang dapat ditularkan melalui serangga, lalat dan kecoa secara mekanis. Penularan melalui air, tanah dan akanan dapat secara tidak langsung atau melalui kontak langsung.

Hal tersebut senada dengan pendapat Kusnoputranto (1984) bahwa kotoran manusia yang berbentuk padat (tinja) maupun cair (air kemih) harus dikelola dengan baik dan benar. Kotoran tidak hanya menimbulkan bau dari segi estetika namun tidak baik pula dari segi virus, bakteri, kista protozoa, telur cacing dan mikroorganisme patogen lainnya yang terdapat dalam kotoran yang dapat menyebabkan penyakit pada individu lain.


(49)

3. Pembuangan Air Limbah

Air limbah menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic waste) maupun (industrial waste). Air limbah rumah tangga terdiri atas tiga faktor penting, yaitu :

1. Tinja (feces), berpotensi mengandung mikroba patogen

2. Air seni (urine), umumnya mengandung mikroba nitrogen, posfor dan sedikit mikroorganisme 3. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur,

mesin cuci dan kamar mandi

Air limbah industri umunya dihasilkan akibat adanya pemakaian air dalam proses industri. Pada industri, air memiliki beberapa fungsi, yaitu:

1. Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses industri

2. Mentransportasikan produk atau bahan baku

3. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler pada pabrik minuman dan sebagainya

4. Mencuci dan membuat produk atau gedung serta instalasi (Mubarak dan Chayatin, 2009).


(50)

Selain itu menurut Kusnoputranto (2000) air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada.

Batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan dan sebagainya. Air sisa ini memiliki volume yang besar dan kurang lebih 80% dari air yang digunakan dibuang dan tercemar. Air limbah ini akan mengalir ke sungai dan laut yang selanjutnya akan digunakan kembali. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola dan diolah dengan baik.


(51)

4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Sampah (wastes) diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia , serta tidak terjadi dengan sendirinya (Mubarak dan Chayatin, 2009).

Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan; penyimpanan (sementara, pengumpulan, pemindahan atau pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah) dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti teknik (engineering), perlindungan alam (conservation), keindahan dan pertimbangan-pertimbangan lainnya, serta mempertimbangkan sikap masyarakat. Pengelolaan sampah pada saat ini merupakan masalah yang kompleks, karena semakin banyaknya sampah yang dihasilkan, beraneka ragam komposisinya, makin berkembangnya kota, terbatasnya dana yang tersedia dna masalah lainnya yang berkaitan (Mubarak dan Chayatin, 2009).


(52)

Tahap pengelolaan sampah mulai dari pengumpulan dan penyimpanan; pengangkutan; pengelolaan dan pemusnahan; pembakaran; dan dijadikan pupuk. Adapun metode yang tidak memuaskan adalah dengan cara pembuangan sampah secara terbuka (open dumping); pembuangan sampah ke dalam air (dumping in water) dan pembakaran yang dilakukan di rumah tangga (burning on premises/ individual incineration) (Mubarak dan Chayatin, 2009).

2.3. Personal Hygiene (Higiene Perorangan)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), higiene diartikan sebagai ilmu yg berkenaan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan. Personal hygiene berasal dari Bahasa Yunani yaitu personal artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Higiene perorangan adalah tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2006).

Higiene perorangan merupakan ciri berperilaku hidup sehat. Beberapa kebiasaan berperilaku hidup sehat antara lain kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah BAB dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan (Depkes RI, 2006).


(53)

2.3.1. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun setelah Buang Air Besar

Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Oleh karenanya kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas tinggi, walaupun hal tersebut sering disepelekan (Fathonah, 2005).

Kegiatan mencuci tangan sangat penting untuk bayi, anak-anak, penyaji makanan di restoran, atau warung serta orang-orang yang merawat dan mengasuh anak. Setiap tangan kontak dengan feses, urine atau dubur sesudah buang air besar (BAB) maka harus dicuci pakai sabun dan kalau dapat disikat (Depkes RI, 2007). Pencucian dengan sabun sebagai pembersih, penggosokkan dan pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme (Fathonah, 2005).

2.3.2. Kebiasaaan Mencuci Tangan Sebelum Makan

Kebersihan tangan sangatlah penting bagi setiap orang. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan harus dibiasakan. Pada umumnya ada keengganan untuk mencuci tangan sebelum mengerjakan sesuatu karena dirasakan memakan waktu, apalagi letaknya cukup jauh. Dengan kebiasaan mencuci tangan, sangat


(54)

membantu dalam mencegah penularan bakteri dari tangan kepada makanan (Depkes RI,2006).

Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting. Setiap tangan yang dipergunakan untuk memegang makanan, maka tangan harus sudah bersih. Tangan perlu dicuci karena ribuan jasad renik, baik flora normal maupun cemaran, menempel ditempat tersebut dan mudah sekali berpindah ke makanan yang tersentuh. Pencucian dengan benar telah terbukti berhasil mereduksi angka kejadian kontaminasi dan KLB (Arisman, 2008). Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut:

1. Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakan sabun. Tidak perlu harus sabun khusus antibakteri, namun lebih disarankan sabun yang berbentuk cairan.

2. Gosok tangan setidaknya selama 15-20 detik.

3. Bersihkan bagian pergelangan tangan, punggung tangan, sela-sela jari dan kuku.

4. Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir. 5. Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lain. 6. Gunakan tisu atau handuk sebagai penghalang ketika mematikan keran air (Proverawati dan Eni, 2012).


(55)

2.4. Kebiasaan Jajan

Makanan jajanan menurut FAO (Food and Agriculture Association) didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat - tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto, 2008).

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 942/MENKES/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau restoran, dan hotel.

Jajan difahami sebagai bagian dari makanan dalam rangkaian makanan harian. Jajan merupakan makanan selingan dalam memenuhi kebutuhan gizi harian seseorang. Jajanan berfungsi untuk mengatasi krisis energi atau kelaparan diantara waktu makan. Maka jajanan disajikan sebagai midmorning snack (09.00-10.00) dan midafternoon snack (16.00-17.00). Konsumsi jajanan juga membantu memastikan asupan air terpenuhi. Setelah mengkonsumsi makanan kecil muncul rasa haus. Hal ini lebih terasa jika jajanan yang dikonsumsi berupa jajanan kering (Kristianto, 2010).


(56)

Pangan jajanan adalah makanan atau minuman yang dipersiapkan dengan teknologi yang sangat sederhana, dimana seringkali faktor higiene atau kebersihan kurang diperhatikan, baik kebersihan bahan yang digunakan, peralatan yang dipakai maupun kebersihan lingkungannya. Selain itu, karena tingkat pendidikan pedagang yang relatif rendah dan ketidaktahuannya, mengakibatkan mereka seringkali menggunakan bahan-bahan tambahan makanan seperti pemanis, pewarna, pengawet, dan lain-lain, yang sebenarnya tidak diijinkan untuk bahan-bahan tersebut dapat lebih murah (Fardiaz & Fardiaz 1994).

Pangan jajanan menurut Nuraida et al (2009) dapat dikelompokkan sebagai makanan sepinggan, makanan camilan, minuman dan buah. Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan utama yang dapat disiapkan di rumah terlebih dahulu atau disiapkan di kantin. Contoh makanan sepinggan seperti gado-gado, nasi uduk, siomay, bakso, mie ayam, lontong sayur dan lain-lain.

2.4.1. Jenis Jajanan

Berdasarkan jenis produsennya, jajanan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu jajanan tradisional dan pabrikan. Jajanan tradisional dibuat di tingkat rumah tangga dengan teknik pengolahan yang lazim digunakan sehari-hari. Peredaran makanan jajanan jenis ini di Indonesia tidak dipersyaratkan menggunakan merk dagang dan ijin edar. Termasuk


(57)

dalam kelompok ini adalah cilok, bakso, pisang goreng, siomay, pangsit, batagor, nagasari, dan lumpur. Jajanan pabrikan diproduksi oleh pabrik makanan dalam jumlah besar dan diedarkan secara luas. Ciri jajanan jenis ini adalah penggunaan kemasan kedap dan label (Kristianto, 2010).

Jajanan yang baik dapat dilihat dari persyaratan-persyaratan, yaitu: 1. Tempat membeli yang baik

2. Suhu penyimpanan yang tepat

3. Eliminasi dari pencemaran baik dari bahan makanan lain, orang (penjual sendiri maupun pembeli), dan lingkungan sekitar (asap, debu, serangga).

4. Aspek bentuk, warna, bau keadaan makanan layak atau normal sesuai seharusnya.

5. Tidak terdapat penyimpangan dari kondisi seharusnya mengindikasikan keadaan tidak layak

6. Jajanan berwarna, baik makanan atau minuman, yang tidak terlalu menyolok atau terkesan wajar sebagai warna makanan. Pigmen warna makanan menjadi pudar karena proses pengolahan.

Waspada terhadap jus tomat, strawbery atau jus anggur yang berwarna merah berpendar. Makanan berkadar air tinggi atau bersifat basa lemah disukai oleh mikroorganisme pembusuk atau patogen. Jajanan jenis tersebut harus dipilih dengan ekstra hati-hati. Jajanan memiliki


(58)

peran penting dalam memberikan kontribusi terhadap kebutuhan gizi sehari-hari. Konsumsi jajanan yang benar baik dari aspek jumlah maupun jenis akan membantu seseorang tetap berenergi sepanjang hari. Jajanan yang bermutu harus dipilih dengan cara yang benar (Kristianto, 2010). 2.5. Sungai

Sungai menurut Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2011 adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.

Pengertian lain menyebutkan sungai adalah bagian dari permukaan bumi yang karena sifatnya, menjadi tempat air mengalir (Syarifuddin dkk, 2000)

Air atau sungai dapat merupakan sumber malapetaka apabila tidak dijaga, baik dari segi manfaatnya maupun pengamanannya. Misalnya dengan tercemarnya air oleh zat-zat kimia selain mematikan kehidupan yang ada disekitarnya juga merusak lingkungan.(Subagyo, 1999)

Sedangkan wilayah sungai menurut Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2011 adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 KM2 (dua ribu kilo meter persegi).


(59)

Berdasarkan Wicaksono. Dkk (2013) tingkat pencemaran air pembuangan limbah cair meningkat dilihat dari semakin dekat jaraknya. Pencemaran ini dikaji mulai dari jarak 0 meter hingga 1.500 dari lokasi sumber cemaran. Indeks pencemaran air mengalami peningkatan di jarak tersebut dan termasuk dalam kategori cemaran ringan.

3.1. Kerangka Teori

Kerangka teori disusun dengan memakai konsep segitiga epidemiologi (host, agent, dan environment). Kerangka teori ini disusun berdasarkan teori-teori tentang faktor risiko terjadinya diare. Berikut seperti yang telah digambarkan dalam gambar 2.1 merupakan bentuk kerangka teori hasil modifikasi dari berbagai sumber.


(60)

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Sumber: Widjaja (2002), Mubarak dan Chayatin (2009), Kusnoputranto (2000), Fathonah (2005), Depkes RI (2006), Depkes RI (2002), Anies (2006)

dan Fardiaz dan Fardiaz (1994) Infeksi

Bakteri, Virus, Parasit dan Jamur Sarana Sanitasi

Dasar Sarana air bersih,

jamban, saluran pembuangan air

limbah dan pengelolaan sampah

rumah tangga

Personal Hygiene Kebiasaan mencuci

tangan setelah buang air besar dan

kebiasaan mencuci tangan sebelum

makan Penyakit Diare

Makanan

Psikologi Malabsorpsi

Tanah Tangan

Air


(61)

BAB III

KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori hasil modifikasi peneliti dari berbagai sumber dalam tinjauan pustaka mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi riwayat penyakit diare maka dibentuk suatu kerangka konsep. Kerangka konsep ini memuat variabel independen sebagai variabel bebas yang diasumsikan menjadi faktor risiko variabel dependen sebagai variabel terikat.

Gambar 3.1 menujukkan bahwa variabel independen yang akan diteliti berupa variabel sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan menjadi variabel independen dalam penelitian ini. Variabel yang dinilai dalam faktor sanitasi dasar berupa sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah rumah tangga. Sedangkan variabel personal hygiene ibu balita yang dinilai adalah kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan.

Beberapa variabel seperti psikologi, malabsorpsi, makanan dan infeksi dalam kerangka teori tidak dijadikan variabel yang akan diteliti. Variabel psikologi tak diteliti karena peneliti tak meneliti faktor psikis pada balita dan tak secara spesifik diidentifikasi diare akibat psikologi. Begitupun faktor malabsoprsi dan makanan tak diteliti karena fokus


(62)

peneliti ada pada ruang lingkup kesehatan lingkungan sedangkan malabsorpsi dan makanan lebih berfokus dalam studi gizi. Slain itu, faktor gizi tak dijadikan hal-hal yang ditanyakan dalam penelitian ini. Sedangkan faktor infeksi tak diteliti karena perlu dilakukan pengujian laboratorium yang membutuhkan dana yang besar dengan sampel yang relatif besar serta keterbatasan peneliti dalam jarak antara lokasi penelitian dengan laboratorium uji terdekat. Faktor risiko berupa air, tanah dan tangan pun tak dijadikan variabel independen dalam penelitian ini karena berkaitan langsung dengan kualitas fisik, bilogi dan kimia dari air, tanah dan tangan. Hal ini tak dimasukan menjadi variabel independen karena perlu penelitian yang menggunakan laboratorium dan perlu dana yang besar karena jumlah yang besar pula.

Selain itu karena keterbatasan dan minat peneliti dalam meneliti maka peneliti fokus terhadap variabel sanitasi dasar yang tertera dalam Depkes (2010) berupa jamban, sarana pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah; personal hygiene ibu balita ; kebiasaan jajan; dan karaktersitik individu yang diasumsikan peneliti menjadi jalur pemajanan penularan agen infeksi kepada balita.


(63)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Sarana Sanitasi Dasar

1. Sarana Air Bersih 2. Jamban

3. Saluran Pembuangan Air Limbah 4. Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga

Personal Hygiene Ibu Balita

5. Kebiasaan Mencuci Tangan Setelah Buang Air Besar

6. Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum Makan

Riwayat Penyakit Diare


(64)

3.2.Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

No. Nama Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara

Pengukuran

Hasil Ukur Skala Variabel Dependen

1. Riwayat penyakit diare

Kasus

Kontrol

Responden memiliki balita (12-60 bulan) dengan riwayat penyakit diare tercatat di register Puskesmas selama Januari 2014-Mei 2014

Responden yang memiliki balita (12-60 bulan) tanpa riwayat penyakit diare selama Januari 2014-Mei 2014) yang bertempat tinggal berdekatan dengan kasus

Data Puskesmas , Data RT/RW dan Kuesioner

Telaah Dokumen dan Pengisian Kuesioner

1 = Memiliki riwayat penyakit diare

2 = Tidak memilki riwayat diare


(65)

No. Nama Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Pengukuran

Hasil Ukur Skala Variabel Dependen

1.

2.

3.

4.

Sarana air bersih rumah tangga Jamban rumah tangga Saluran pembuangan air limbah Pengelolaan sampah rumah tangga

Sarana air bersih yang memenuhi persyaratan jenis sumber air terlindung, kualitas fisik air dan memiliki jarak sumber air bersih ≥ 10 meter dari sumber pencemar (Depkes, 1999)

Kepemilikan jamban secara individu dengan jenis jamban leher angsa dan memiliki septic tank (Depkes, 1999)

Kepemilikan saluran pembuangan secara individu dengan saluran tertutup (saluran kota) untuk diolah tidak langsung dibuang ke perairan terbuka (Depkes, 1999)

Pengelolaan sampah berupa pembuangan tertutup dan kedap air sebelum diproses lebih lanjut dan tidak dibuang ke tempat sampah yang terbuka (Depkes, 1999)

Kuesioner, Lembar Observasi dan Meteran Kuesioner dan Lembar Observasi Kuesioner dan Lembar Observasi Kuesioner dan Lembar Observasi Pengisian Kuesioner, Observasi dan Pengukuran Pengisian Kuesioner dan Observasi Pengisian Kuesioner dan Observasi Pengisian Kuesioner dan Observasi

1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi)

2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi) 1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi)

2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi) 1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi)

2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi) 1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi)

2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi)

Ordinal

Ordinal

Ordinal


(66)

No. Nama Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Pengukuran

Hasil Ukur Skala 5.

6.

7.

Kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita

Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita

Kebiasaan jajan

Kebiasaan ibu balita mencuci tangan dengan sabun disertai air yang mengalir secara benar setelah buang air besar

Kebiasaan ibu balita mencuci tangan dengan sabun disertai air yang mengalir secara benar sebelum makan dan/atau memberi makan anak

Kebiasaan balita makan/jajan di tempat yang sembarangan seperti di pinggir jalan (Pedagang Kaki Lima) atau tempat yang jorok (pinggir selokan, tidak memiliki tempat pencucian yang bersih dengan air mengalir)

Kuesioner Kuesioner Kuesioner Pengisian Kuesioner Pengisian Kuesioner Pengisian Kuesioner

1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi)

2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi) 1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi)

2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi) 1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi)

2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi

Ordinal

Ordinal


(67)

3.3. Hipotesis

1. Sarana air bersih berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

2. Jamban berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

3. Saluran pembuangan air limbah berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

4. Pengelolaan sampah rumah tangga berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

5. Kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014

6. Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014


(68)

7. Kebiasaan jajan berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014


(69)

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitaif dengan desain case control. Desain penelitian ini memungkinkan untuk mendapatkan penyebab suatu faktor risiko dengan jalan mengamati akibat dari faktor risiko tersebut dan menelusurinya ke belakang untuk mencari penyebabnya. Pada penelitian ini dibandingkan kelompok kasus dengan kelompok kontrol (Sandjaja dan Heriyanto, 2011) .

Gambar 4.1 Skema dasar studi case control

Pada penelitian ini identifikasi awal subjek dimulai dari variabel dependen kemudian ditelusuri identifikasi variabel independen (Dahlan,

Faktor risiko (sarana sanitasi

personal hygiene dan kebiasaan jajanterpenuhi) terpenuhi

Faktor risiko (sarana sanitasi

personal hygiene ibu balitadan kebiasaan jajanterpenuhi) tidak terpenuhi

Faktor risiko (sarana sanitasi

personal hygiene ibu balitadan kebiasaan jajan) terpenuhi

Faktor risiko (sarana sanitasi

personal hygiene ibu balitadan kebiasaan jajanterpenuhi) tidak terpenuhi

Kasus

(memiliki riwayat penyakit diare)

Kontrol

( tidak memiliki riwayat penyakit diare)


(70)

sati faktor penyebab pada data yang sama dan pada saat yang bersamaan (Sandjaja dan Heriyanto, 2011).

4.2. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2014 di daerah sepanjang aliran Sungai Citarum, Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Jawa Barat.


(71)

4.3. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah balita daerah sepanjang aliran bantaran Sungai Citarum, Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Jawa Barat. Populasi balita yang menderita diare seluruhnya pada Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah tersebut berjumlah 1.209 jiwa.

4.4. Sampel Penelitian

Perhitungan besar sampel minimal pada peneltian ini menggunakan rumus besar sampel uji hipotesis untuk dua proporsi populasi, yaitu (Lameshow, 1997):

[Z1-αααα/2√√√√2P (1-P) + Z 1-β √√√√P1 (1-P1) + P2 (1-P2)]2 (P1 - P2)2

n : Besar sampel minimum

Z1-α/2 : Nilai Z pada derajat kemaknaan α (1,65)

Z1-β : Nilai Z pada kekuatan uji 1-β (0,80)

P : (P1 – P2)/ 2

P1 : Proporsi risiko penyakit diare pada kelompok yang berisiko

P2 : Proporsi risiko penyakit diare pada kelompok yang tidak


(72)

Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Minimum Penelitian

No Variabel P1 P2 Jumlah

Sampel

Referensi

1. Sarana air bersih 0,49 0,184 29 Winda, 2013

2. Jamban 0,487 0,239 46 Kusumaningrum,

2011

3. Saluran

pembuangan air limbah

0,309 0,167 111 Tarigan, 2008

4. Pengelolaan Sampah

0,766 0,25 11 Nuri, 2013

5. Sanitasi

Lingkungan Rumah

0,549 0,357 83 Salbiah, 2008

Hasil penghitungan yang mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Tarigan (2008) menunjukkan jumlah sampel minimum yang paling tinggi dibandingkan penelitian lainnya yang berkaitan yang berjumlah 111 sampel dengan potensi sampel dropout sebesar 10% sehingga didapatkan jumlah 122 sampel. Perbandingan sampel kasus : kontrol dalam penelitian ini adalah 1:1. Perbandingan ini diambil karena persepsi awal peneliti akan kekhawatiran pada kondisi lapangan ketika pengambilan data yang ditakutkan akan banyak kasus dibandingkan kontrol mengingat diare merupakan kasus yang banyak ditemukan pada balita. Jadi, pada penelitian ini diperlukan 122 sampel yang


(73)

memiliki riwayat penyakit diare sebagai kasus dan 122 sampel yang tidak memiliki riwayat penyakit diare.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1. Kasus

a. Memiliki balita (usia 1-5 tahun) pada waktu penelitian (Juni 2014)

b. Balita yang telah didiagnosis oleh dokter atau paramedis menderita diare tanpa disertai penyakit lain yang datang berobat ke Puskesmas Baleendah Kecamatan Baleendah dalam riwayat penyakit pasien (Januari 2014 - Mei 2014).

c. Balita yang diasuh oleh ibu balita

d. Balita yang tidak mendapatkan ASI Ekslusif

e. Balita yang memiliki tempat tinggal di daerah sepanjang aliran sungai dengan jarak 0-1.500 meter dari bibir sungai

2. Kontrol

a. Balita yang tidak menderita diare atau gejala penyakit yang sama dan tinggal beerdekatan dengan kasus selama Januari 2014 - Mei 2014.


(74)

Kontrol bertempat tinggal di wilayah Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah .

b. Balita yang memiliki tempat tinggal dibatasi oleh satu rumah dari rumah kontrol

Kriteria yang tidak termasuk subjek penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menolak diobservasi keadaan sarana sanitasi dasar rumah tangga

b. Balita tidak pernah mengakses fasilitas kesehatan (Puskesmas)

c. Balita tidak tinggal satu rumah dengan ibu balita d. Balita merupakan penduduk pendatang (belum

masuk proses administrasi) atau calon penduduk (dalam proses administrasi)

e. Balita yang teregister di Puskesmas telah meninggal f. Tidak memberikan informasi dengan lengkap

Sampel pada penelitian ini, balita yang dipilih dari register kasus diare Puskesmas Baleendah di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung dilakukan secara acak menggunakan simple random sampling.


(75)

ini berdasarkan karakteristik geografis RW yang bersinggungan/besebelahan dengan sungai Citarum.

Tabel 4.2 Pemilihan Sampel di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014

No RW Jumlah

Kasus

Sampel Kasus

Sampel Kontrol

1. 001 218 22 22

2. 002 327 33 33

3. 003 208 21 21

4. 006 148 15 15

5. 007 188 19 19

6. 013 120 12 12

Total 1.209 122 122

Pengambilan sampel di tiap RW berdasarkan metode simple random sampling dari kerangka sampel yang telah didapatkan.


(76)

4.5. Skema Pengumpulan Data

Gambar 4.3 Skema Pengumpulan Data

Pada proses pengumpulan data dimulai dengan penentuan jumlah sampel penelitian yang dilanjutkan dengan penentuan sampel kasus dan kontrol.

Jumlah sampel minimal

Data kasus diare dari register Puskesmas

Data kasus di RW 001, 002, 003, 006, 007 dan 013

Random sampling balita yang memiliki riwayat diare tiap RW

Pemilihan subjek sebagai kontrol


(1)

F.2 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun sebelum makan? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?

Crosstab

A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?

Total

Kasus Kontrol

F.2 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun sebelum makan?

Baik Count 55 93 148

% within F.2 Kebiasaan cuci tangan

memakai sabun sebelum makan? 37.2% 62.8% 100.0%

Buruk Count 67 29 96

% within F.2 Kebiasaan cuci tangan

memakai sabun sebelum makan? 69.8% 30.2% 100.0%

Total Count 122 122 244

% within F.2 Kebiasaan cuci tangan


(2)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 24.798a 1 .000

Continuity Correctionb 23.510 1 .000

Likelihood Ratio 25.328 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 24.697 1 .000

N of Valid Casesb 244

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 48,00.


(3)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for F.2 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun sebelum makan? (Baik / Buruk)

.256 .148 .443

For cohort A.1 Apakah memiliki

riwayat penyakit diare? = Kasus .532 .416 .682

For cohort A.1 Apakah memiliki

riwayat penyakit diare? = Kontrol 2.080 1.498 2.889


(4)

G.1 Kebiasaan jajan? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?

Crosstab

A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?

Total

Kasus Kontrol

G.1 Kebiasaan jajan? Baik Count 36 53 89

% within G.1 Kebiasaan jajan? 40.4% 59.6% 100.0%

Buruk Count 86 69 155

% within G.1 Kebiasaan jajan? 55.5% 44.5% 100.0%

Total Count 122 122 244


(5)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.112a 1 .024

Continuity Correctionb 4.528 1 .033

Likelihood Ratio 5.136 1 .023

Fisher's Exact Test .033 .017

Linear-by-Linear Association 5.091 1 .024

N of Valid Casesb 244

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44,50.


(6)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for G.1 Kebiasaan jajan? (Baik / Buruk) .545 .321 .925

For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? =

Kasus .729 .546 .973

For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? =

Kontrol 1.338 1.047 1.710


Dokumen yang terkait

Hubungan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygine Ibu Balita dan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014

2 9 195

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

3 113 159

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE IBU DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA KARANG SAMBUNG KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2014.

0 0 1

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 15

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 2

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 10

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 39

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 4

Hubungan Karakteristik, Personal Hygine Ibu, dan Kondisi Sanitasi Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten asahan Tahun 2014

0 0 38

HUBUNGAN KEPEMILIKAN SANITASI DASAR DAN TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA JETAK KECAMATAN WEDUNG KABUPATEN DEMAK

0 0 55