Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Fiscal Stress Pada Pemerintahan Kabupaten Kota di Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kesejahteraan menjadi salah satu faktor tingkat pertumbuhan ekonomi.
Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum dapat menggambarkan
kondisi kemakmuran masyarakat secara keseluruhan, karena pertumbuhan
ekonomi hanya mencerminkan bagaimana pembangunan daerah terus dilakukan,
tetapi pembangunan tersebut belum dapat didistribusikan secara merata. Beberapa
daerah tergolong sebagai daerah yang beruntung karena memiliki sumber- sumber
penerimaan yang potensial, yang berasal dari pajak, retribusi daerah, maupun
ketersediaan sumber daya alam yang memadai yang dapat dijadikan sumber
penerimaan daerah. Namun, disisi lain bagi beberapa daerah, otonomi bisa jadi
menimbulkan
persoalan
tersendiri
mengingat
adanya
tuntutan
untuk
meningkatkan kemandirian daerah. Daerah mengalami peningkatan tekanan fiskal
(fiscal stress) yang lebih tinggi dibanding era sebelum otonomi. Daerah dituntut
untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun kapasitas fiskalnya dalam rangka
untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat.
Pendapatan asli daerah, belanja modal dan produk domestik regional bruto
merupakan beberapa hal yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat
kesejahteraan suatu daerah, dimana PAD merupakan penerimaan yang diperoleh
dari sumber – sumber wilayahnya sendiri, sedangkan belanja modal merupakan
pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran
Universitas Sumatera Utara
dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan PDRB merupakan nilai uang
berdasarkan harga pasar dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu
perekonomian dalam periode waktu tertentu.
Pendapatan Asli Daerah dan Fiscal Stress memiliki hubungan, dimana
kenaikan ataupun penurunan (PAD) menyebabkan perubahan tingkat Fiscal Stress
yang dialami suatu daerah karena Fiscal Stress akan memotivasi suatu daerah
untuk meningkatkan PAD untuk mengurangi ketergantungan dari pusat.
Pada belanja pembangunan ( Belanja Modal ) seperti pembangunan
infrastruktur akan memperbesar belanja daerah yang apabila tidak diimbangi
dengan penerimaan akan menimbulkan Fiscal Stress.
Begitu juga dengan PDRB, dimana PAD berkorelasi positif dengan
pertumbuhan ekonomi (diukur dengan PDRB) sehingga pertumbuhan PAD yang
berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah yang
berpengaruh terhadap Fiscal Stress.
Masalah pertumbuhan ekonomi sudah menarik minat para ahli ekonomi
sejak era Adam Smith sampai dengan para ahli ekonomi dewasa ini terutama
masalah pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang, salah
satunya adalah Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang cukup tinggi,
akan tetapi efek penyerapan tenaga kerja dalam masyarakat masih cukup rendah.
Fakta tersebut didukung oleh studinya Adi (2011) yang menyatakan bahwa setiap
1% pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya menyerap 250 ribu tenaga kerja baru.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2004, Pemerintah mengeluarkan UU no. 32 dan 34 mengenai
adanya kewenangan daerah dan sebagai implikasinya adalah adanya desentralisasi
fiskal. Kebijakan ini merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk
mengelola sumber daya yang ada di daerahnya secara lebih efisien. Daerah-daerah
yang memiliki potensi sumber daya masing-masing mendapat kebebasan untuk
meningkatkan kreatifitas dalam mengelola dan mengembangkan potensi sumber
daya daerahnya. Namun di sisi lain, akibat kebijakan ini dimungkinkan dapat
menjurus pada ketimpangan yang tinggi di setiap daerah.
Beberapa
studi
terdahulu
menunjukkan
bahwa
hubungan
antara
desentralisasi dengan pertumbuhan ekonomi berbeda-beda. Davoodi dan Zou
(1998) dengan data panel 46 negara berkembang dan maju menemukan bahwa
desentralisasi menyebabkan pertumbuhan ekonomi rendah. Sementara itu,
Wibowo (2008) menemukan hubungan positif antara desentralisasi dan
pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, Swasono (2005) menemukan adanya
dampak negatif desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Bila ditelusuri
dampak desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan antar
daerah meliputi beberapa aspek. Pertama, aspek transfer karena hal ini akan
berimplikasi pada besarnya transfer pemerintah pusat ke daerah. Ke dua,
kompetensi pejabat lokal yang mempengaruhi keputusan pengalokasian anggaran
belanja. Ke tiga, kapasitas lokal, ketersedian kerangka institusional, kepastian
hukum dan dukungan administrasi pemerintah daerah. Keempat, sumber daya
alam dan lokasi strategis daerah dalam konteks nasional mempengaruhi tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah.
Universitas Sumatera Utara
Adanya desentralisasi tentu akan mendorong terjadinya disparitas fiskal
mengingat setiap daerah memiliki kesiapan yang berbeda-beda baik dari segi
potensi sumber daya maupun kemampuan manajerial keuangan daerahnya. Nanga
(2005) menunjukkan adanya disparitas fiskal yang tinggi antar daerah yang
memasuki era otonomi. Beberapa daerah tergolong sebagai daerah yang
beruntung karena memiliki sumber-sumber penerimaan yang potensial, seperti
pajak, retribusi daerah, dan ketersediaan sumber daya yang memadai sehingga
dapat dijadikan sebagai sumber penerimaan daerah. Di sisi lain, otonomi dapat
mendorong upaya kemandirian daerah sehingga pada gilirannya memicu suatu
daerah mengalami fiscal stress yang lebih tinggi dibandingkan pada masa sebelum
era otonomi. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun
kapasitas fiskalnya dalam rangka untuk mengurangi tingkat ketergantungan
terhadap pemerintah pusat. Konsekuensinya, fiscal stress yang tinggi akan
berdampak
pada
kinerja
keuangan
pemerintah
dalam
mengatur
dan
mengalokasikan anggarannya untuk pembangunan daerah.
Pembiayaan
pembangunan
daerah
bersumber
pada
PAD,
Dana
Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Penurunan kegiatan
ekonomi di berbagai daerah dapat juga menyebabkan penurunan PAD sehingga
daerah tersebut akan bergantung pada dana perimbangan yang akan menimbulkan
gejala fiscal stress. Berikut disajikan Tabel 1.1 yang menggambarkan kondisi
keuangan pemerintah daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1
Kondisi Keuangan Pemerintah Kab/Kota Di Sumatera Utara tahun 2015 (Jutaan)
upaten/Kota
D
al Transfer anja
Daerah
. Dairi
D
+ D (%)
Transfer
nsfer
lanja (%)
62960
678335
694247
741295
8,49 71
. Deli Serdang
528348
1756113
2005506
2284461
23,13 56
. Tanah Karo
86342
795997
901676
882339
9,79 28
. Labuhan Batu
112717
716233
825647
828950
13,60 75
. Langkat
120521
1419706
1536812
1540227
7,82 38
.Mandailing Natal
51665
823286
850556
874951
5,90 79
. Nias
84726
416633
476488
501359
16,90 44
. Simalungun
98914
1321711
1432131
1420625
6,96 29
. Tapanuli Selatan
110220
740895
842846
851115
12,95 90
. Tapanuli Tengah
73210
695776
861258
768986
9,52 79
. Tapanuli Utara
77954
761663
834384
839617
9,28 28
. Pakpak Bharat
17080
365030
381852
382110
4,47 59
. Nias Selatan
34087
594489
669036
628576
5,42 86
.Humbang Hasundutan
41499
582118
605789
623617
6,65 09
. Serdang Bedagai
82371
864335
979792
946706
8,70 22
. Samosir
42610
445738
506372
488348
8,73 03
. Batu Bara
53761
670090
760743
723851
7,43 08
. Padang Lawas
32140
475380
504166
507520
6,33 29
. Padang Lawas Utara
25804
271171
166895
296975
8,69 ,48
. Labuhanbatu Utara
41773
591798
761576
633571
6,59 71
Universitas Sumatera Utara
79172
612353
702168
691525
11,45 21
112357
653588
741073
765945
14,67 9
a Sibolga
74457
422924
450894
497381
14,97 80
a Tanjung Balai
65920
453245
472460
519165
12,70 93
a Tebing Tinggi
95812
482280
584572
578092
16,57 50
a Binjai
a Pematang Siantar
Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (Diolah, 2016)
Tabel 1.1 diatas menunjukkan bahwa kontribusi PAD terhadap penerimaan
daerahnya di kabupaten dan kota di Sumatera Utara tahun 2015 adalah relatif
kecil ( 4,47 – 23,13 ), sedangkan dana transfer sangat mendominasi kontribusinya
terhadap belanja daerah ( 77,71 – 162,48 ). Dominasi ini tentu akan berpengaruh
buruk pada jangka panjang, mengingat belanja daerah akan semakin meningkat
dari tahun ke tahun dalam rangka mendorong penyelenggaraan pembangunan di
setiap daerah. Jika hal ini tidak diikuti dengan peningkatan PAD, maka
ketergantungan pada dana dari pusat (dana transfer) akan memicu terjadinya
fenomena yang disebut fiscal stress.
Kondisi keuangan pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun
2015 dalam tabel 1.1 disajikan untuk menampilkan profil kondisi keuangan yang
menunjukkan adanya gejala fiscal stress.
Menurut Arnett (2011), tidak ada satu definisipun tentang fiscal stress
yang diterima secara universal. Artinya, para peneliti sering menciptakan definisi
sendiri untuk menjadi fokus penelitian atau memodifikasi definisi yang digunakan
oleh penelitian sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Arnett (2011) mendefinisikan fiscal stress sebagai ketidakmampuan
pemerintah daerah untuk memenuhi kewajiban finansial baik jangka pendek dan
jangka panjang termasuk ketidakmampuan meningkatkan penerimaan daerahnya
ataupun menyediakan barang dan jasa (pelayanan) publik yang dibutuhkan warga
masyarakatnya.
Studi tentang fiscal stress di tingkat daerah menjadi semakin penting,
terutama pada era otonomi daerah dimana daerah dituntut untuk mampu
menyelenggarakan pemerintahannya berikut penyediaan barang dan pelayanan
publik bagi warga masyarakatnya. Upaya untuk meningkatkan penerimaan daerah
dengan menggali penerimaan baru harus terus dilakukan dalam rangka menutupi
anggaran belanja daerah yang semakin meningkat setiap tahunnya.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana faktor – faktor yang
mempengaruhi fiscal stress berupa PAD, Belanja Modal dan PDRB di Sumatera
Utara dari tahun 2011 – 2015 sebagai tahun pengambilan data yang terbaru karena
fiscal stress menjadi fenomena dewasa ini akibat kesiapan setiap daerah yang
berbeda – beda dalam menghadapi otonomi daerah.
Studi terdahulu yang dilakukan oleh Haryadi (2002) menunjukkan bahwa
fiscal stress secara signifikan berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah di
Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis, tingkat kemampuan
pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis.
Penelitian lain yang terkait dilakukan oleh Iskandar (2012) menunjukkan bahwa
PAD, PDRB dan Belanja Modal secara simultan berpengaruh terhadap Fiscal
Universitas Sumatera Utara
Stress di Sumatera Utara pada periode 2004-2009. Secara parsial hanya PAD yang
berpengaruh terhadap Fiscal Stress sedangkan variabel independen lainnya tidak
berpengaruh.
Melihat hal tersebut saya sebagai peneliti merasa tertarik untuk mengkaji
kembali fenomena fiscal stress dengan menggunakan variabel – variabel PAD,
Belanja Modal dan PDRB sebagai variabel X serta fiscal stress sebagai variabel Y
dengan lokasi yang dilakukan di Sumatera Utara dan dalam kurun waktu yang
lebih uptodate (2011 – 2015) yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan PAD, Belanja
Modal dan PDRB terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di
Sumatera Utara.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Pendapatan Asli
Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh
terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Sumatera Utara
baik secara parsial maupun secara simultan”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan
Produk Domestik Regional Bruto terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan
Kabupaten Kota Di Sumatera Utara baik secara parsial maupun simultan.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah “Untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional
Bruto terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan Kabupaten Kota di Sumatera
Utara”
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kesejahteraan menjadi salah satu faktor tingkat pertumbuhan ekonomi.
Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum dapat menggambarkan
kondisi kemakmuran masyarakat secara keseluruhan, karena pertumbuhan
ekonomi hanya mencerminkan bagaimana pembangunan daerah terus dilakukan,
tetapi pembangunan tersebut belum dapat didistribusikan secara merata. Beberapa
daerah tergolong sebagai daerah yang beruntung karena memiliki sumber- sumber
penerimaan yang potensial, yang berasal dari pajak, retribusi daerah, maupun
ketersediaan sumber daya alam yang memadai yang dapat dijadikan sumber
penerimaan daerah. Namun, disisi lain bagi beberapa daerah, otonomi bisa jadi
menimbulkan
persoalan
tersendiri
mengingat
adanya
tuntutan
untuk
meningkatkan kemandirian daerah. Daerah mengalami peningkatan tekanan fiskal
(fiscal stress) yang lebih tinggi dibanding era sebelum otonomi. Daerah dituntut
untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun kapasitas fiskalnya dalam rangka
untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat.
Pendapatan asli daerah, belanja modal dan produk domestik regional bruto
merupakan beberapa hal yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat
kesejahteraan suatu daerah, dimana PAD merupakan penerimaan yang diperoleh
dari sumber – sumber wilayahnya sendiri, sedangkan belanja modal merupakan
pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran
Universitas Sumatera Utara
dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan PDRB merupakan nilai uang
berdasarkan harga pasar dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu
perekonomian dalam periode waktu tertentu.
Pendapatan Asli Daerah dan Fiscal Stress memiliki hubungan, dimana
kenaikan ataupun penurunan (PAD) menyebabkan perubahan tingkat Fiscal Stress
yang dialami suatu daerah karena Fiscal Stress akan memotivasi suatu daerah
untuk meningkatkan PAD untuk mengurangi ketergantungan dari pusat.
Pada belanja pembangunan ( Belanja Modal ) seperti pembangunan
infrastruktur akan memperbesar belanja daerah yang apabila tidak diimbangi
dengan penerimaan akan menimbulkan Fiscal Stress.
Begitu juga dengan PDRB, dimana PAD berkorelasi positif dengan
pertumbuhan ekonomi (diukur dengan PDRB) sehingga pertumbuhan PAD yang
berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah yang
berpengaruh terhadap Fiscal Stress.
Masalah pertumbuhan ekonomi sudah menarik minat para ahli ekonomi
sejak era Adam Smith sampai dengan para ahli ekonomi dewasa ini terutama
masalah pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang, salah
satunya adalah Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang cukup tinggi,
akan tetapi efek penyerapan tenaga kerja dalam masyarakat masih cukup rendah.
Fakta tersebut didukung oleh studinya Adi (2011) yang menyatakan bahwa setiap
1% pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya menyerap 250 ribu tenaga kerja baru.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2004, Pemerintah mengeluarkan UU no. 32 dan 34 mengenai
adanya kewenangan daerah dan sebagai implikasinya adalah adanya desentralisasi
fiskal. Kebijakan ini merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk
mengelola sumber daya yang ada di daerahnya secara lebih efisien. Daerah-daerah
yang memiliki potensi sumber daya masing-masing mendapat kebebasan untuk
meningkatkan kreatifitas dalam mengelola dan mengembangkan potensi sumber
daya daerahnya. Namun di sisi lain, akibat kebijakan ini dimungkinkan dapat
menjurus pada ketimpangan yang tinggi di setiap daerah.
Beberapa
studi
terdahulu
menunjukkan
bahwa
hubungan
antara
desentralisasi dengan pertumbuhan ekonomi berbeda-beda. Davoodi dan Zou
(1998) dengan data panel 46 negara berkembang dan maju menemukan bahwa
desentralisasi menyebabkan pertumbuhan ekonomi rendah. Sementara itu,
Wibowo (2008) menemukan hubungan positif antara desentralisasi dan
pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, Swasono (2005) menemukan adanya
dampak negatif desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Bila ditelusuri
dampak desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan antar
daerah meliputi beberapa aspek. Pertama, aspek transfer karena hal ini akan
berimplikasi pada besarnya transfer pemerintah pusat ke daerah. Ke dua,
kompetensi pejabat lokal yang mempengaruhi keputusan pengalokasian anggaran
belanja. Ke tiga, kapasitas lokal, ketersedian kerangka institusional, kepastian
hukum dan dukungan administrasi pemerintah daerah. Keempat, sumber daya
alam dan lokasi strategis daerah dalam konteks nasional mempengaruhi tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah.
Universitas Sumatera Utara
Adanya desentralisasi tentu akan mendorong terjadinya disparitas fiskal
mengingat setiap daerah memiliki kesiapan yang berbeda-beda baik dari segi
potensi sumber daya maupun kemampuan manajerial keuangan daerahnya. Nanga
(2005) menunjukkan adanya disparitas fiskal yang tinggi antar daerah yang
memasuki era otonomi. Beberapa daerah tergolong sebagai daerah yang
beruntung karena memiliki sumber-sumber penerimaan yang potensial, seperti
pajak, retribusi daerah, dan ketersediaan sumber daya yang memadai sehingga
dapat dijadikan sebagai sumber penerimaan daerah. Di sisi lain, otonomi dapat
mendorong upaya kemandirian daerah sehingga pada gilirannya memicu suatu
daerah mengalami fiscal stress yang lebih tinggi dibandingkan pada masa sebelum
era otonomi. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun
kapasitas fiskalnya dalam rangka untuk mengurangi tingkat ketergantungan
terhadap pemerintah pusat. Konsekuensinya, fiscal stress yang tinggi akan
berdampak
pada
kinerja
keuangan
pemerintah
dalam
mengatur
dan
mengalokasikan anggarannya untuk pembangunan daerah.
Pembiayaan
pembangunan
daerah
bersumber
pada
PAD,
Dana
Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Penurunan kegiatan
ekonomi di berbagai daerah dapat juga menyebabkan penurunan PAD sehingga
daerah tersebut akan bergantung pada dana perimbangan yang akan menimbulkan
gejala fiscal stress. Berikut disajikan Tabel 1.1 yang menggambarkan kondisi
keuangan pemerintah daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1
Kondisi Keuangan Pemerintah Kab/Kota Di Sumatera Utara tahun 2015 (Jutaan)
upaten/Kota
D
al Transfer anja
Daerah
. Dairi
D
+ D (%)
Transfer
nsfer
lanja (%)
62960
678335
694247
741295
8,49 71
. Deli Serdang
528348
1756113
2005506
2284461
23,13 56
. Tanah Karo
86342
795997
901676
882339
9,79 28
. Labuhan Batu
112717
716233
825647
828950
13,60 75
. Langkat
120521
1419706
1536812
1540227
7,82 38
.Mandailing Natal
51665
823286
850556
874951
5,90 79
. Nias
84726
416633
476488
501359
16,90 44
. Simalungun
98914
1321711
1432131
1420625
6,96 29
. Tapanuli Selatan
110220
740895
842846
851115
12,95 90
. Tapanuli Tengah
73210
695776
861258
768986
9,52 79
. Tapanuli Utara
77954
761663
834384
839617
9,28 28
. Pakpak Bharat
17080
365030
381852
382110
4,47 59
. Nias Selatan
34087
594489
669036
628576
5,42 86
.Humbang Hasundutan
41499
582118
605789
623617
6,65 09
. Serdang Bedagai
82371
864335
979792
946706
8,70 22
. Samosir
42610
445738
506372
488348
8,73 03
. Batu Bara
53761
670090
760743
723851
7,43 08
. Padang Lawas
32140
475380
504166
507520
6,33 29
. Padang Lawas Utara
25804
271171
166895
296975
8,69 ,48
. Labuhanbatu Utara
41773
591798
761576
633571
6,59 71
Universitas Sumatera Utara
79172
612353
702168
691525
11,45 21
112357
653588
741073
765945
14,67 9
a Sibolga
74457
422924
450894
497381
14,97 80
a Tanjung Balai
65920
453245
472460
519165
12,70 93
a Tebing Tinggi
95812
482280
584572
578092
16,57 50
a Binjai
a Pematang Siantar
Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (Diolah, 2016)
Tabel 1.1 diatas menunjukkan bahwa kontribusi PAD terhadap penerimaan
daerahnya di kabupaten dan kota di Sumatera Utara tahun 2015 adalah relatif
kecil ( 4,47 – 23,13 ), sedangkan dana transfer sangat mendominasi kontribusinya
terhadap belanja daerah ( 77,71 – 162,48 ). Dominasi ini tentu akan berpengaruh
buruk pada jangka panjang, mengingat belanja daerah akan semakin meningkat
dari tahun ke tahun dalam rangka mendorong penyelenggaraan pembangunan di
setiap daerah. Jika hal ini tidak diikuti dengan peningkatan PAD, maka
ketergantungan pada dana dari pusat (dana transfer) akan memicu terjadinya
fenomena yang disebut fiscal stress.
Kondisi keuangan pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun
2015 dalam tabel 1.1 disajikan untuk menampilkan profil kondisi keuangan yang
menunjukkan adanya gejala fiscal stress.
Menurut Arnett (2011), tidak ada satu definisipun tentang fiscal stress
yang diterima secara universal. Artinya, para peneliti sering menciptakan definisi
sendiri untuk menjadi fokus penelitian atau memodifikasi definisi yang digunakan
oleh penelitian sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Arnett (2011) mendefinisikan fiscal stress sebagai ketidakmampuan
pemerintah daerah untuk memenuhi kewajiban finansial baik jangka pendek dan
jangka panjang termasuk ketidakmampuan meningkatkan penerimaan daerahnya
ataupun menyediakan barang dan jasa (pelayanan) publik yang dibutuhkan warga
masyarakatnya.
Studi tentang fiscal stress di tingkat daerah menjadi semakin penting,
terutama pada era otonomi daerah dimana daerah dituntut untuk mampu
menyelenggarakan pemerintahannya berikut penyediaan barang dan pelayanan
publik bagi warga masyarakatnya. Upaya untuk meningkatkan penerimaan daerah
dengan menggali penerimaan baru harus terus dilakukan dalam rangka menutupi
anggaran belanja daerah yang semakin meningkat setiap tahunnya.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana faktor – faktor yang
mempengaruhi fiscal stress berupa PAD, Belanja Modal dan PDRB di Sumatera
Utara dari tahun 2011 – 2015 sebagai tahun pengambilan data yang terbaru karena
fiscal stress menjadi fenomena dewasa ini akibat kesiapan setiap daerah yang
berbeda – beda dalam menghadapi otonomi daerah.
Studi terdahulu yang dilakukan oleh Haryadi (2002) menunjukkan bahwa
fiscal stress secara signifikan berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah di
Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis, tingkat kemampuan
pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis.
Penelitian lain yang terkait dilakukan oleh Iskandar (2012) menunjukkan bahwa
PAD, PDRB dan Belanja Modal secara simultan berpengaruh terhadap Fiscal
Universitas Sumatera Utara
Stress di Sumatera Utara pada periode 2004-2009. Secara parsial hanya PAD yang
berpengaruh terhadap Fiscal Stress sedangkan variabel independen lainnya tidak
berpengaruh.
Melihat hal tersebut saya sebagai peneliti merasa tertarik untuk mengkaji
kembali fenomena fiscal stress dengan menggunakan variabel – variabel PAD,
Belanja Modal dan PDRB sebagai variabel X serta fiscal stress sebagai variabel Y
dengan lokasi yang dilakukan di Sumatera Utara dan dalam kurun waktu yang
lebih uptodate (2011 – 2015) yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan PAD, Belanja
Modal dan PDRB terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di
Sumatera Utara.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Pendapatan Asli
Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh
terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Sumatera Utara
baik secara parsial maupun secara simultan”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan
Produk Domestik Regional Bruto terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan
Kabupaten Kota Di Sumatera Utara baik secara parsial maupun simultan.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah “Untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional
Bruto terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan Kabupaten Kota di Sumatera
Utara”
Universitas Sumatera Utara