Tingkat Risiko Penularan dan Upaya Pengendalian Tuberkulosis Paru Pada Para Tahanan Blok D1 di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) paru merupakan suatu penyakit yang sudah cukup lama

dan tersebar di seluruh dunia. Penyakit tuberkulosis dikenal oleh masyarakat luas
dan ditakuti karena menular. Penyakit TB banyak menyerang kelompok usia kerja
produktif, kebanyakan dari kelompok sosial ekonomi rendah dan berpendidikan
rendah (Achmadi, 2008).
Menurut WHO setiap tahun di dunia diperkirakan terdapat 8,7 juta kasus
baru TB dan 1,7 juta kematian karena TB. Bila tidak diupayakan pengendalian
yang memadai 25 tahun kemudian diperkirakan angka kematian akan mencapai
40 juta orang per tahun (WHO, 2012).
Di Indonesia, prevalensi penderita tuberkulosis paru sebesar 102 per
100.000 penduduk atau sekitar 236.029 kasus tuberkulosis paru dengan BTA
positif, dari jumlah tersebut terdapat 169.213 merupakan kasus tuberkulosis paru
baru (insidensi). Secara keseluruhan prevalensi semua tipe tuberkulosis sebesar
244 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus semua tipe tuberkulosis.

Jumlah kematian akibat penyakit tuberkulosis sebanyak 91.339 (Laporan Subdit
TB Ditjen PP &PL Depkes RI, 2010).
Penderita penyakit tuberkulosis di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010
tercatat sebanyak 15.614 orang. Dari jumlah tersebut terdapat kasus tuberkulosis
paru sebanyak 12.145 orang dengan angka kesembuhan 67,07% (8.145 orang).
Kabupaten/Kota dengan penderita penyakit tuberkulosis paru terbanyak berada di

1

Universitas Sumatera Utara

2

Kabupaten Tapanuli Selatan dengan jumlah kasus sebanyak 5.303 orang (Dinkes
Prop. Sumatera Utara, 2010).
Kasus tuberkulosis paru di Kota Medan tahun 2010 tercatat sebanyak 918
orang dengan prevalensi 45,9 per 100.000 penduduk. Dibandingkan seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, jumlah penderita tuberkulosis paru di
Kota Medan cukup tinggi, hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti
perilaku masyarakat, keluarga, penderita, lingkungan dan kondisi rumah (Dinkes

Prov.Sumatera Utara, 2010).
Salah satu tempat penyumbang terbanyak penularan virus tuberkulosis ini
ternyata ada di dalam Rumah Tahanan serta Lapas. Hasil laporan data kesehatan
tahun 2011 yang diterima Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS)
menunjukkan penyakit TB menempati urutan ke 4 dari 10 penyakit terbanyak
yang diderita Narapidana dan Tahanan dan juga menjadi penyebab kematian
terbanyak kedua setelah HIV-AIDS. Hasil laporan dari seluruh Lapas dan Rutan
di Indonesia tahun 2011 menunjukkan dari 7.972 suspek TB ditemukan 911
kasus TB yang diantaranya 757 kasus baru BTA positif. (Ditjen Hukum dan Ham,
2012).
Masalah infeksi TB paru merupakan permasalahan yang cukup sulit
ditanggulangi di Rutan dan seringkali memerlukan rujukan ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih baik, misalnya Rumah Sakit. Komplikasi yang dimaksud
meliputi batuk, darah, efusi pleura (cairan dalam selaput paru), pneumotoraks
(udara dalam rongga selaput paru), dan gagal nafas yang memerlukan tindakan
invasive. Hal ini belum lagi ditambah dengan perilaku para penghuni rutan yang

Universitas Sumatera Utara

3


belum sadar terhadap kesehatan yang secara langsung maupun tidak langsung ikut
mempengaruhi kejadian tb paru dirutan.
Kondisi ini semakin diperparah oleh situasi Lapas dan Rutan yang
sebagian besar menampung Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) melebihi
(over ) kapasitas, terutama di kota-kota besar. Hingga bulan Juli 2012, diperoleh
data dari 431 Lapas dan Rutan yang mempunyai kapasitas 99.748 orang, saat ini
di huni oleh 151.723 orang, yang berarti menampung kelebihan sebanyak 51.975
orang atau 52%. (Sumber data Registrasi Ditjen PAS, 2012).
Berdasarkan data laporan status perawatan penderita penyakit di Rutan
Klas I periode Januari 2015 hingga Desember 2015 terdapat 17 orang penderita
TB Paru. Dari ke 17 penderita tersebut diketahui bahwa 1 orang yang telah
meninggal dunia. Penderita TB Paru tersebut paling banyak berasal dari Blok D1,
blok yang memiliki jumlah hunian terpadat di Rutan. Presentase angka kejadian
Tb Paru di Rutan sebesar 16 per 3.102 penguni rutan atau sekitar 0,5% dan ini
termasuk tinggi karena jika dibandingan dengan prevalensi Tb Paru di Indonesia
sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 0,1%. Fakta ini tentu menyiratkan
adanya faktor risiko Tb Paru yang terdapat di Blok D1 Rumah Tahanan Tanjung
Gusta Medan.
Survei pendahuluan yang dilakukan di Rutan Klas I Tanjung Gusta

Medan, ditemukan bahwa warga binaan yang tinggal di dalam setiap ruang
tahanan melebihi kapasitas yang ditetapkan. Bangunan yang normalnya hanya
memiliki daya tampung para tahanan sebanyak 1.150 orang. Namun, berdasarkan
laporan tahun 2015 di Rutan Klas I Tanjung Gusta Medan menampung sebanyak

Universitas Sumatera Utara

4

3.102 tahanan. Hal ini tentu merupakan dua kali lipat dari kapasitas normal daya
tampung para tahanan di Rutan.
Keberadaan penderita tuberkulosis paru di Rutan Klas I Tanjung Gusta
Medan sangat berpotensi menjadi penular bagi WBP yang tinggal satu ruang
tahanan(kamar). Kondisi tersebut semakin diperparah dengan keadaan lingkungan
fisik Rutan yang buruk akibat kelebihan penghuni (over capacity), hal ini sesuai
dengan ketahanan hidup bakteri tuberkulosis paru yang dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
1.2

Rumusan Masalah

Akibat kelebihan kapasitas di Rutan Klas I Tanjung Gusta Medan, setiap

warga binaan yang tinggal di sana akan mengalami keterbatasan ketersediaan luas
ruang tahanan yang tidak sesuai dengan jumlah penghuni, sel yang lembab dan
gelap. Kondisi yang demikian akan meningkatkan risiko terjadinya tuberkulosis
paru antar warga binaan, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji tingkat
risiko penularan dan upaya pengendalian Tuberkulosis Paru pada Para Tahanan
Blok D1 di Rutan Kelas I Tanjung Gusta Tahun 2016.
1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat risiko penularan dan upaya pengendalian TB

Paru pada para tahanan Blok D1 di Rutan Klas I Tanjung Gusta Medan tahun
2016.


Universitas Sumatera Utara

5

1.3.2
1.

Tujuan Khusus
Untuk mengetahui karakteristik para tahanan di Blok D1 Rutan Klas I
Tanjung Gusta Medan Tahun 2016.

2.

Untuk mengetahui pengetahuan para tahanan tentang risiko penularan TB
Paru di Blok D1 Rutan Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016.

3.

Untuk mengetahui Sikap para tahanan tentang risiko penularan TB Paru di
Blok D1 Rutan Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016.


4.

Untuk mengetahui tindakan para tahanan tentang risiko penularan TB Paru
di Blok D1 Rutan Klas I Tanjung Gusta Medan Tahun 2016.

5.

Untuk mengetahui kepadatan hunian yang meliputi luas sel rutan dan
jumlah orang dalam sel di Blok D1 Rutan Klas I Tanjung Gusta Medan
Tahun 2016.

6.

Untuk mengetahui kualitas lingkungan fisik ruang tahanan yang meliputi
kelembaban, intensitas cahaya dan suhu di Blok D1 Rutan Klas I Tanjung
Gusta Medan Tahun 2016.

1.4
1.


Manfaat Penelitian
Sebagai bahan pertimbangan serta masukan dalam menyusun program
upaya pencegahan penyakit menular terkhusus tuberkulosis paru di Rumah
Tahanan Klas I Tanjung Gusta Medan dan rutan-rutan lainnya.

2.

Sebagai informasi bagi para stakeholder Rutan Klas I Tanjung Gusta
Medan untuk melakukan atau meningkatkan perbaikan kepadatan hunian
yang lebih layak serta lingkungan fisik yang baik bagi para warga binaan
pemasyarakatan.

Universitas Sumatera Utara

6

3.

Sebagai pengembangan wawasan bagi Ilmu Kesehatan Lingkungan yang

berhubungan

dengan

pencegahan

dan

penanggulangan

penyakit

Tuberkulosis Paru di setiap lembaga pemasyarakatan di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara