Pengaruh Penambahan Kitosan Dan Plasticizer Sorbitol Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea Americana Mill)”

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BIOPLASTIK
Bioplastik atau plastik biodegradabel adalah plastik yang dapat digunakan
layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas
mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis
terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam,
plastik biodegradabel merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan
(IBAW Publication, 2005). Biopolimer, khususnya dari pati, sangat berlimpah,
murah, dapat diperbaharui, dan juga dapat terurai [14]. Ketertarikan dalam
penggunaannya sebagai bioplastik dipengaruhi oleh sifat mudah terurai dari pati
sebagai sumber karbon [15].
Bioplastik mengandung baik plastik biodegradabel (plastik yang dihasilkan
dari fosil) atau plastik bio-based (plastik yang disintesis dari biomassa atau sumber
yang dapat diperbaharui). Hubungan antara plastik biodegradabel dan bio-based
yang ditunjukkan pada polycaprolactone (PCL), dan poly(butylene succinate) (PBS)
yang berbahan dasar minyak tanah, tapi dapat didegradasi oleh mikroorganisme.
Pada satu sisi, poly(hydroxybutyrate) (PHB), poly(lactide) (PLA) dan campuran pati
dihasilkan dari biomassa atau sumber yang dapat diperbaharui, dan dapat terurai.
Meskipun kenyataannya polyethylene (PE) and Nylon 11 (NY11) bisa dihasilkan dari
biomassa atau sumber yang dapat diperbaharui, mereka tidak dapat terurai. Plastik

biodegradabel diperoleh dari bahan baku yang dapat diperbaharui, demikian untuk
mengurangi efek rumah kaca. Sebagai contohnya, polyhydroxyalkanoate (PHA) dan
lactic acid (bahan mentah untuk PLA) yang bisa dihasilkan dari proses fermentasi.

Plastik biodegradabel menawarkan beberapa keuntungan seperti meningkatkan
kesuburan tanah, mengurangi akumulasi plastik di lingkungan, dan mengurangi biaya
perawatan limbah [16].

9
Universitas Sumatera Utara

Secara umum ada 3 jenis bioplastik yang diproduksi [17]:
1. Biodegradable tapi bukan bio-based
Contohnya: polyester sintetik, dan polivinil alkohol (PVA)
2. Biodegradable dan bio-based
Contohnya: bahan yang berbasis pati, bahan yang berbasis selulosa, polilaktida
(PLA), dan polihidroksialkanoat (PHA)
3. Bio-based tapi tidak biodegradable
Contohnya: PDO dari gliserol yang bio-based, PE dari bioetanol, PVC dari
bioetanol, dan poliamida (PA) dari minyak.


2.2 PATI
Pati (amilum) mempunyai rumus molekul (C 6H10O5)n, banyak terdapat dalam
biji, umbi, akar, dan jaringan batang tanaman [18]. Komponen-komponen yang
menyusun pati adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan komponen pati
yang mempunyai rantai lurus dan larut dalam air. Amilosa terdiri dari satuan glukosa
yang bergabung melalui ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilosa memberikan sifat keras,
dan memiliki berat molekul rata-rata 10.000 – 60.000. Sedangkan amilopektin
merupakan komponen pati yang mempunyai rantai cabang dan tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam butanol. Amilopektin menyebabkan sifat lengket, tidak larut dalam
air dingin, dan mempunyai berat molekul 60.000 – 100.000 [19]. Amilopektin terdiri
dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan α-(1,6)-Dglukosa [20].
Berikut adalah standar kandungan air, abu, pati, dan derajat putih pati menurut
Standar Industri Indonesia (SII).
Tabel 2.1 Standar Mutu Pati Menurut Standar Industri Indonesia [21]
Komponen

Kadar (%)

Kadar Air


Maks 14

Kadar Abu

Maks 15

Kadar Pati

Min 75

Derajat Putih

Min 85

10
Universitas Sumatera Utara

Menurut Guilbert dan Biquet (1990), kestabilan edible film dipengaruhi oleh
amilopektin, sedangkan amilosa berpengaruh terhadap kekompakannya [22]. Pati

dengan kadar amilosa tinggi menghasilkan edible film yang lentur dan kuat [23],
karena struktur amilosa memungkinkan pembentukan ikatan hidrogen antar molekul
glukosa penyusunnya dan selama pemanasan mampu membentuk jaringan tiga
dimensi yang dapat memerangkap air sehingga menghasilkan gel yang kuat [24].
Gambar 2.1 adalah gambar struktur molekul pati. Pati adalah salah satu jenis
polisakarida yang disimpan dalam tanaman sebagai cadangan makanan. Dapat dilihat
adanya ikatan gugus OH yang menyatakan bahwa pati bersifat hidrofilik.
CH2OH
H

O H
OH

O
CH2OH
H
OH
O

O

OHCH2
O H H
OH
O

OH

CH2OH
O H

H

CH2OH
O H

H

OH
O
OH


O H
OH
O

O
OH

OH

n

Gambar 2.1 Struktur Molekul Pati [25]

Gambar 2.1 adalah gambar amilosa dan amilopektin pada pati. Pada
gambar 2.2 juga dapat diamati perbedaan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan α(1,6)-D-glukosa.

11
Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 Struktur molekul amilosa dan amilopektin [26]

Penelitian yang dilakukan oleh Senny Widyaningsih, dkk. (2012) tentang
pengaruh penambahan sorbitol dan kalsium karbonat terhadap karakteristik dan sifat
biodegradasi film dari pati kulit pisang juga diuji untuk bioplastik dari pati tanpa
penambahan sorbitol dan kalsium karbonat, diperoleh hasil tensile strength lebih
besar daripada dengan penambahan sorbitol, higroskopisitas, kelarutan dalam air,
kelarutan dalam asam, dan densitas paling rendah. Dengan variasi kalsium karbonat
sebagai pengisi sebesar 0%, 0,2%, 0,4% dan variasi sorbitol sebagai plasticizer
sebesar 0%, 20%, dan 40%. Film yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna putih
kecoklatan. Karakteristik yang pertama adalah densitas. Densitas merupakan nilai
yang menunjukkan massa bahan per satuan volume (g/cm 3). Penambahan kalsium
karbonat dan sorbitol menghasilkan nilai densitas lebih besar. Densitas berbanding
lurus dengan massa suatu bahan , sehingga semakin besar massa suatu bahan maka
nilai densitas semakin besar. Berdasarkan pengamatan dari berbagai variasi
komposisi penambahan kalsium karbonat dan sorbitol menghasilkan nilai densitas
terbesar yaitu sebesar 6,12 g/cm3. Higrokopisitas adalah kemampuan suatu bahan
untuk melakukan penyerapan uap air dari lingkungan. Semakin besar higrokopisitas,
maka akan mempengaruhi ketahanan dari bahan yang disimpan oleh film yang
dihasilkan. Semakin banyak sorbitol dan kalsium karbonat yang ditambahkan, nilai

higrokopisitas film semakin besar. Persentase higroskopis film dari pati kulit pisang
berkisar antara 3,55 -7,59%. Pengukuran laju transmisi uap air suatu bahan
12
Universitas Sumatera Utara

merupakan faktor yang penting dalam menilai permeabilitas film terhadap uap air.
Laju transmisi uap air yang dihasilkan berkisar antara 0,00167-0,00214 g/ jam cm2
[27]. Menurut McHugh dan Krochta (1994), laju transmisi uap air suatu bahan
dipengaruhi oleh sifat kimia dan struktur bahan pembentuk, konsentrasi plasticizer ,
dan kondisi lingkungan seperti kelembaban dan temperatur. Gelembung udara yang
terdapat pada lapisan dapat meningkatkan laju transmisi uap air. Peningkatan nilai
laju transmisi uap air dapat juga disebabkan oleh bertambahnya komponen hidrofilik
yang terdapat pada film sehingga memudahkan uap air melewatinya [28].
Kelarutan dalam air yaitu untuk memprediksi kestabilan bioplastik terhadap
pengaruh air. Menurut Thirathumthavorn dan Charoenrein (2006), menurunnya daya
larut juga disebabkan karena amilosa dengan gugus substituen membentuk ikatan
yang sangat kuat sehingga menyebabkan terjadi pemerangkapan molekul air di
dalam molekul pati, yang mengakibatkan swelling power meningkat dan mencegah
molekul amilosa untuk terlarut dalam sistem yang menyebabkan daya larut pati
menurun. Penambahan kalsium karbonat meningkatkan kelarutan dalam air

walaupun tidak begitu signifikan dan penambahan sorbitol pada film meningkatkan
kelarutan dalam air karena sorbitol memiliki sifat hidrofil [23].
Kelarutan dalam asam yaitu untuk memprediksi kestabilan bioplastik
terhadap hidrolisis oleh senyawa asam yang kemungkinan keluar dari bahan pangan
selama penyimpanan. Hasil persentase kelarutan dalam asam terbesar yaitu pada
penambahan 0,4% kalsium karbonat dan 40% sorbitol yaitu sebesar 87,86%.
Penentuan daya regang (tensile strength ) merupakan gaya maksimum yang terjadi
pada film selama pengukuran berlangsung. Hasil pengukuran berhubungan eraat
dengan jumlah plasticizer yang ditambahkan pada proses pembuatan film.
Berdasarkan penelitian, nilai daya regang tanpa penambahan sorbitol memiliki nilai
lebih besar dibandingkan dengan adanya penambahan sorbitol. Penambahan sorbitol
dan kalsium karbonat menurunkan daya regang film.
Panjang putus (elongation at break) merupakan perubahan panjang
maksimum pada saat terjadi peregangan hingga sampel film terputus. Pada umumnya
adanya penambahan plasticizer dalam jumlah yang lebih besar akan menghasilkan
nilai persen pemanjangan suatu film semakin lebih besar. Persentase elongation
terbesar pada film bioplastik berbahan dasar pati dari kulit pisang pada berbagai

13
Universitas Sumatera Utara


variasi komposisi yaitu penambahan 0,4% kalsium karbonat dan 40% sorbitol
sebesar 19,81%.
Ketahanan sobek merupakan gaya tarik maksimum yang dapat dicapai
sampai film tetap bertahan sebelum film kemudian putus atau sobek. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketahanan sobek pada film bioplastik dari berbagai variasi
komposisi kalsium karbonat dan sorbitol berkisar antara 2,50-26,32 MPa.

2.3 BIJI ALPUKAT
Alpukat (Persea americana Mill.) merupakan tanaman yang banyak tumbuh
di Indonesia, karena sifat tanaman ini mudah tumbuh di daerah tropis dan subtropis
[8]. Total produksi pisang di Indonesia pada tahun 2009 berkisar antara 257,642 ton
[29]. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), produksi buah alpukat di
Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Umumnya jika mengkonsumsi
buah alpukat, bagian bijinya dianggap tidak bermanfaat sehingga dibuang sebagai
limbah [8].
Biji alpukat tergolong besar, terdiri dari dua keping ( cotyledon), dan dilapisi
oleh kulit biji yang tipis melekat. Biji tersusun oleh jaringan parenchyma yang
mengandung sel-sel minyak dan butir tepung sebagai bahan cadangan makanan. Biji
alpukat merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan bagi tumbuhan selain

buah, batang, dan akar [30].
Tabel 2.2 Kandungan kimia biji alpukat (Persea americana Mill.) dalam 100
gram bahan [9]
Parameter

Massa (gram)

Air

72,63

Abu

0,86

Lemak

1,08

Karbohidrat

24,22

Protein

1,21

Serat Kasar

2,21

14
Universitas Sumatera Utara

Plastik biodegradable yang berbasis pati memerlukan bahan dasar yang
mengandung banyak pati [31]. Biji alpukat memiliki potensi yang tinggi untuk
dijadikan sebagai bahan dasar plastik biodegradable . Hal ini dikarenakan biji alpukat
Persea americana Mill. memiliki kandungan pati yang cukup tinggi, sekitar 29,6%

[9].

2.4 KITOSAN
Kitosan merupakan polimer kationik yang bersifat nontoksik, dapat
mengalami biodegradasi dan biokompatibel. Kitosan juga memiliki kegunaan yang
sangat luas dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebagai adsorben limbah logam
berat dan zat warna, pengawet, antijamur, kosmetik, farmasi, flokulan, antikanker,
dan antibakteri. Kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan sel, enzim atau matrik
polimer yang bermuatan negatif [32]. Sumber kitosan sangat melimpah di alam
terutama dari hewan golongan crustaceans seperti udang dan kepiting. Indonesia
merupakan negara bahari yang sangat melimpah akan sumber-sumber kitosan seperti
udang dan limbah cangkang udang yang dihasilkan dalam jumlah sangat banyak
kurang termanfaatkan dengan baik. Kitosan diperoleh melalui beberapa tahapan
proses yaitu deproteinasi, demineralisasi, depigmentasi dari cangkang udang
sehingga diperoleh kitin. Kitin kemudian dideasetilasi melalui proses hidrolisis basa
menggunakan basa kuat dan pekat sehingga diperoleh kitosan. Performance sifatsifat kitosan sangat dipengaruhi oleh 2 parameter penting, salah satunya adalah
derajat deasetilasi (DD). Besarnya derajat deasetilasi (DD) ini sangat dipengaruhi
oleh konsentrasi basa, temperatur, waktu dan pengulangan proses selama
pembentukan kitosan [33].
Kadar kitin dalam berat udang berkisar antara 60-70% dan bila diproses
menjadi kitosan menghasilkan yield 15-20%. Kitosan memiliki sifat biodegradabel,
terbarukan dan tidak beracun [34]. Pemilihan kitosan sebagai salah satu alternatif
untuk merekayasa plastik yang ramah lingkungan dikarenakan kitosan memiliki sifat
biodegradasi yang baik. Elastisitas kitosan yang sangat kecil dapat ditingkatkan
dengan kopolimerisasi dengan monomer sintesis [35]. Menurut Pamilia Coniwanti,

15
Universitas Sumatera Utara

dkk. (2014) tentang pembuatan film plastik biodegradabel dari pati jagung dengan
penambahan kitosan dan pemplastis gliserol, bioplastik dengan penambahan kitosan
menghasilkan kekuatan tarik yang semakin besar dan persentase swelling yang
semakin kecil [36].
Semakin besar konsentrasi kitosan maka akan semakin banyak ikatan
hidrogen yang terdapat di dalam film plastik sehingga ikatan kimia dari plastik akan
semakin kuat dan sulit untuk diputus, karena memerlukan energi yang besar untuk
memutuskan ikatan tersebut. Hal itu disebabkan oleh partikel bioplastik banyak
mengalami perubahan fisika. Sehingga plastik semakin homogen dan strukturnya
rapat, dengan karakteristik tersebut membuat kekuatan tarik semakin besar. Sifat
ketahanan film plastik terhadap air ditentukan dengan uji swelling, yaitu persentase
penggembungan film oleh adanya air. Kitosan memiliki sifat hidrofobik dan tak larut
dalam air. Sehingga semakin besar konsentrasi kitosan maka % swellingnya semakin
kecil [36]. Pada penelitian Darni, et al (2010), variasi perbandingan massa antara pati
dan kitosan adalah 6:4, 7:3, 8:2, 9:1, 10:0. Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh, kondisi optimum terjadi pada saat perbandingan massa pati-kitosan 6:4
[7].

2.5 PLASTICIZER
Plasticizer merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam suatu bahan
pembentuk film untuk meningkatkan fleksibilitasnya, karena dapat menurunkan gaya
intermolekuler sepanjang rantai polimernya, sehingga film akan lentur ketika
dibengkokkan [37]. Menurut Damat (2008), karakteristik fisik edible film
dipengaruhi oleh jenis bahan serta jenis dan konsentrasi plasticizer. Plasticizer dari
golongan polihidrik alkohol atau poliol di antaranya adalah gliserol dan sorbitol.
Bioplastik berbahan dasar pati memiliki kekuatan mekanik yang rendah sehingga
diperlukan zat tambahan untuk memperbaiki hal tersebut [38]. Plasticizer sering
digunakan untuk memperbaiki sifat elastisitas dan mengurangi sifat barrier film dari
pati [39]. Prinsip proses plastisasi adalah dispersi molekul pemlastis ke dalam
polimer. Jika pemlastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi
akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer-pemlastis. Sifat
fisik dan mekanis polimer-pemlastis ini merupakan fungsi distribusi dari sifat

16
Universitas Sumatera Utara

komposisi pemlastis. Oleh karena itu, ramalan karakteristik polimer yang
terplastisasi dapat dilakukan dengan variasi komposisi pemlastis [40]. McHugh dan
Krochta (1994), menyatakan bahwa poliol seperti sorbitol dan gliserol adalah
plasticizer yang cukup baik untuk mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga

akan meningkatkan jarak intermolekul [28].
Menurut Pamilia Coniwanti (2014), pada penelitiannya tentang pembuatan
film plastik biodegradabel dari pati jagung dengan penambahan kitosan dan
pemplastis gliserol, diperoleh bahwa semakin banyak gliserol yang ditambahkan ke
dalam film plastik biodegradabel maka film plastik yang dihasilkan akan semakin
elastis [36]. Tapi persentase elongasi berbanding terbalik dengan kekuatan tarik.
Secara umum, dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer molekul-molekul di
dalam larutan tersebut terletak di antara rantai ikatan biopolimer dan dapat
berinteraksi dengan membentuk ikatan hidrogen dalam rantai ikatan antara polimer
sehingga menyebabkan interaksi antar molekul biopolimer menjadi semakin
berkurang. Hal ini menyebabkan berkurangnya kekuatan tarik film dengan adanya
penambahan plasticizer .
Pada penelitian Romadloniyah (2012), variasi sorbitol yang digunakan
sebagai plasticizer adalah 1,5 ml, 2 ml, 2,5 ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tensile strength terbesar dimiliki oleh plastik biodegradable dengan penambahan 1,5

ml sorbitol yaitu 126,87 MPa dan elongation terbesar dimiliki oleh plastik
biodegradable dengan penambahan 2,5 ml sorbitol yaitu 78,33% [41].

2.6 SORBITOL
Sorbitol, sebuah poliol (gula alkohol), adalah pemanis massal yang ditemukan di
berbagai produk makanan. Selain memberikan rasa manis, juga berfungsi sebagai
Texturizing Humectant Agen t. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan sekitar 60% dari

tingkat kemanisan sukrosa. Sorbitol memiliki kesan halus dan manis, sejuk dan
menyenangkan selera di mulut. Sorbitol bersifat non-cariogenic dan berguna bagi
penderita diabetes [42]. Sorbitol, sebagai pemlastis film menjadikan lebih rapuh dan
tensile strength yang paling tinggi (2,40 – 7,23 MPa) daripada polietilen glikol dan

gliserol namun permeabilitas uap airnya rendah (44,38 – 64,48 g.mm/m2.d.kPa).
Menurut Ani Purwanti (2010), pada penelitiannya tentang analisis kekuatan tarik dan

17
Universitas Sumatera Utara

elongasi plastik kitosan terplastisasi sorbitol, diperoleh bahwa semakin banyak
plasticizer sorbitol yang ditambahkan maka nilai kekuatan tarik film semakin kecil.

Menurut Ani Purwanti (2010), secara umum, dengan penambahan sorbitol
sebagai plasticizer , molekul-molekul plasticizer di dalam larutan tersebut terletak di
antara rantai ikatan biopolimer dan dapat berinteraksi dengan membentuk ikatan
hidrogen dalam rantai ikatan antar polimer sehingga menyebabkan interaksi antara
molekul biopolimer menjadi semakin berkurang. Hal ini menyebabkan berkurangnya
kekuatan tarik film dengan adanya penambahan bahan tambahan ( plasticizer ). Plastik
dengan plasticizer dapat meningkatkan fleksibilitas plastik menjadi 11 kali lipat
apabila dibandingkan dengan plastik kitosan tanpa plasticizer .
Pada penelitian Romadloniyah (2012), variasi sorbitol yang digunakan
sebagai plasticizer adalah 1,5 ml, 2 ml, 2,5 ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tensile strength terbesar dimiliki oleh plastik biodegradable dengan penambahan 1,5

ml sorbitol yaitu 126,87 MPa dan elongation terbesar dimiliki oleh plastik
biodegradable dengan penambahan 2,5 ml sorbitol yaitu 78,33%.

2.7 PROSES HIDROLISIS
Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk
memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis pati merupakan proses
pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya yang lebih
sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa [43]. Proses hidrolisis
pati menjadi sirup glukosa dapat menggunakan katalis enzim, asam atau gabungan
keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dengan
hidrolisis secara asam. Hidrolisis secara asam memutus rantai pati secara acak,
sedangkan hidrolisis secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada
percabangan

tertentu.

Hidrolisis

secara

enzimatis

lebih

menguntungkan

dibandingkan hidrolisis asam, karena prosesnya lebih spesifik, kondisi prosesnya
dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih murah, dan kerusakan warna dapat
diminimalkan [44]. Menurut Purba (2009) proses hidrolisis enzimatik dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu: Enzim, ukuran partikel, Suhu, pH, waktu hidrolisis,
perbandingan cairan terhadap bahan baku (volume substrat), dan pengadukan. Enzim

18
Universitas Sumatera Utara

yang dapat digunakan adalah α-amilase, β-amilase, amiloglukosidase, glukosa
isomerase, pullulanase, dan isoamilase [43].
Hidrolisis pati dihasilkan dengan 2 cara yaitu dengan asam dan enzim. Cara
yang telah lama digunakan dan tradisional adalah hidrolisis dengan asam yang
membutuhkan medium dengan tingkat keasaman yang tinggi (pH = 1 – 2);
temperatur tinggi (150 – 230 oC) dan tekanan tinggi (1-4). Hasil yang diperoleh pada
proses secara termal, hidrolisis dengan asam menghasilkan produk samping yang
tidak diperlukan yang mengontaminasi produk akhir hasil hidrolisa. Hidrolisis pati
dengan enzim dihasilkan dibawah kondisi yang ringan; temperatur yang lebih rendah
(sampai 100 oC); tekanan normal; pH medium sekitar 6 – 8. Pada waktu yang sama,
hidrolisis dengan enzim menghasilkan laju reaksi yang tinggi; kestabilan enzim
terhadap penghilangan aktivitas pelarut, detergen, enzim proteolitik yang tinggi dan
penurunan viskositas medium reaksi pada temperatur yang lebih tinggi [45].

2.8 PROSES GELATINISASI
Gelatinisasi, yaitu memecah pati yang berbentuk granular menjadi suspensi
yang viscous. Granular pati dibuat membengkak akibat peningkatan volume oleh air
dan tidak dapat kembali lagi ke kondisi semula. Perubahan inilah yang disebut
gelatinisasi. Suhu pada saat granular pecah disebut suhu gelatiniasi yang dapat
dilakukan dengan adanya panas [46]. Setiap jenis pati memiliki karakteristik
gelatinisasi (puncak, waktu dan suhu) yang berbeda-beda. Gelatinisasi dan sifat
pembengkakan dari setiap jenis pati sebagian dikontrol oleh struktur amilopektin,
komposisi pati, dan arsitektur granula. Di samping itu, perbedaan sifat gelatinisasi
juga dikarenakan distribusi berat granula pati. Makin besar berat molekul, maka
gelatinisasi akan terjadi pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
berat molekulnya lebih rendah. Contoh, pati serealia memiliki berat molekul yang
lebih rendah dibandingkan dengan pati umbi-umbian. Ketika pati dipanaskan
bersama air berlebih di atas suhu gelatinisasinya, granula pati yang memiliki
kandungan amilopektin lebih tinggi akan membengkak lebih besar dibandingkan
dengan yang memiliki kandungan yang lebih rendah. Rapid Visco Analizer (RVA)
adalah alat untuk menentukan viskositas, suhu dan waktu puncak terjadinya
gelatinisasi. Ada fase-fase dalam pengukuran dengan menggunakan RVA. Pada fase

19
Universitas Sumatera Utara

pertama kurva, suhu masih berada di bawah suhu gelatinisasi pati, sehingga
viskositas yang terukur rendah. Pada fase kedua, suhu lalu ditingkatkan secara
perlahan sampai mencapai suhu gelatinsasi pati, yaitu suhu di mana granula pati
mulai membengkak dan viskositas meningkat. Peningkatan suhu dan viskositas ini
dikenal dengan istilah suhu puncak dan viskositas puncak ( peak viscosity). Ketika
sebagian besar granula pati membengkak, terjadi peningkatan yang cepat pada
viskositas. Fase ketiga, saat temperatur-tetap meningkat dan pengadukan terus
dilakukan (holding), granula pati akan pecah dan amilosa keluar dari granula ke
cairan, yang menyebabkan viskositas menurun. Pada fase keempat, campuran
kemudian didinginkan, yang menyebabkan asosiasi kembali antara molekul-molekul
pati (setback), sehingga terbentuklah gel dan viskositas kembali meningkat hingga
mencapai viskositas akhir [47].
Menurut Adityo Fajar Nugroho (2012), pada penelitiannya tentang sintesis
bioplastik dari pati ubi jalar menggunakan penguat logam ZnO dan penguat alami
clay, diperoleh bahwa pada pembuatan bioplastik baik dengan ZnO dan gliserol
maupun dengan clay dan gliserol, suhu yang dicapai sampai terjadinya gelatinisasi
adalah berkisar antara 80-85 oC [40]. Pada penelitian Alsuhendra (1995) dengan
sumber pati yang lain yaitu pati biji alpukat, suhu gelatinisasi yang diperoleh sebesar
85,5 oC [9].
Pada gelatinisasi juga dikenal adanya viskositas puncak atau viskositas
maksimum, viskositas awal pendinginan, viskositas akhir pendinginan, viskositas
retrogradasi, viskositas balik. Viskositas maksimum ( peak viscosity) menggambarkan
fragilitas dari granula pati yang mengembang, yaitu pada saat pertama kali
mengembang sampai pecah karena adanya proses pengadukan. Viskositas
maksimum dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kadar amilosa, kadar
protein, kadar lemak, dan ukuran granula. Viskositas awal pendinginan ( hold
viscosity) adalah viskositas yang diperoleh setelah pemanasan pada suhu konstan 95
o

C selama 20 menit. Viskositas akhir pendinginan ( final viscosity) adalah viskositas

yang diperoleh saat suhu tercapai 50 oC. Viskositas retrogradasi (setback viscosity)
adalah viskositas setelah pendinginan pada suhu konstan 50 oC selama 20 menit.
Viskositas balik adalah selisih antara viskositas pada akhir pendinginan dan
viskositas maksimum pasta [48].

20
Universitas Sumatera Utara

2.9 METODE PEMBUATAN BIOPLASTIK
Pengkajian pemanfaatan sumberdaya pati Indonesia untuk produksi plastik
biodegradabel dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu:
1. Pencampuran (blending) antara polimer plastik dengan pati, dimana pati yang
digunakan dapat berupa pati mentah berbentuk granular maupun pati yang sudah
tergelatinisasi, dan plastik yang digunakan adalah PCL, PBS, atau PLA maupun
plastik konvensional (polietilen). Pencampuran dilakukan dengan menggunakan
extruder atau dalam mixer berkecepatan tinggi ( high speed mixer ) yang

dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik.
2. Modifikasi kimiawi pati, dimana untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati,
metode grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang
dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang dicangkokkan pada pati.
3. Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan monomer/polimer
plastik biodegradabel [49].
Metode yang dilakukan dalam pembuatan bioplastik pada penelitian ini
merujuk pada metode Weiping Band (2005) [50]. Proses pencampuran antara pati,
pengisi dan plasticizer dilakukan bertahap sambil dipanaskan dan diaduk.
Pencampuran yang dilakukan dapat menggunakan stirrer dengan pemanasan
menggunakan water batch. Dapat juga menggunakan alat hot plate magnetic stirrer .
Campuran yang sudah homogen membentuk larutan bioplastik yang kemudian
dicetak dan dikeringkan. Pengeringan menggunakan oven dengan temperatur 60oC.
Pengeringan dilakukan hingga plastik mengeras dan dapat dikeluarkan dari cetakan,
waktu yang digunakan yaitu ±24 jam [7].

2.10 KARAKTERISTIK PATI
Beberapa analisa/karakteristik yang dilakukan pada bioplastik adalah sebagai
berikut.
2.10.1

Analisa Kadar Pati
Pati penting dalam makanan terutama yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan

dan memperlihatkan sifat-sifatnya, pati terdapat dalam biji-bijian dan umbi-umbian

21
Universitas Sumatera Utara

sebagai karakteristik granula pati, pati tidak manis, pati tidak dapat larut dengan
mudah dalam air dingin, pati berbentuk pasta dan gel di dalam air panas, pati
menyediakan cadangan sumber energi dalam tumbuh-tumbuhan dan persediaan
energi dalam bentuk nutrisi [51]. Berdasarkan standar mutu pati menurut standar
industri Indonesia, kadar pati yang diizinkan adalah minimum 75 % [52]. Kadar pati
yang terkandung dalam umbi-umbian dipengaruhi oleh umur panen optimumnya,
dimana semakin cepat atau semakin lama tanaman dipanen dari umur panen
optimum semakin rendah kadar pati umbinya. Kemudian secara umum kadar pati
juga dipengaruhi oleh tingkat kemurnian pati saat proses ekstraksi dari sumbernya,
karena semakin banyak campuran seperti serat, pasir/kotoran yang terikut, semakin
rendah kadar patinya per satuan berat [53].

2.10.2

Analisa Kadar Amilosa dan Amilopektin

Pati memiliki komponen penyusun utama, yaitu amilosa dan amilopektin.
Kedua fraksi ini dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang terlarut disebut
amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Struktur amilosa
memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket [49].
Amilosa merupakan bagian dari granula pati yang dalam proses gelatinasi
mengalami proses pembengkakan oleh adanya air dan panas sehingga amilosa
berdifusi keluar dari granula dan membentuk gel [54].

2.10.3 Analisa Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat
mempengaruhi kualitas produk. Penurunan jumlah air dapat mengurangi laju
kerusakan bahan pangan akibat proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis.
Rendahnya kadar air suatu bahan pangan memiliki umur simpan yang lebih lama.
Kadar air perlu ditetapkan sebab sangat berpengaruh terhadap daya simpan bahan.
Makin tinggi kadar air suatu bahan maka makin besar pula kemungkinan bahan
tersebut rusak atau tidak tahan lama. Proses pengeringan sangat berpengaruh
terhadap kadar air yang dihasilkan. Pengeringan pada pati mempunyai tujuan untuk
mengurangi kadar air sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab
kerusakan pada pati dapat dihambat. Batas kadar air minimum dimana mikroba

22
Universitas Sumatera Utara

masih dapat tumbuh adalah 14-15% [55]. Pada waktu pengeringan, berbagai
senyawa yang dapat menimbulkan bau khas seperti alkohol, aldehid, dan keton akan
hilang karena bersifat volatil [9].

2.10.4 Kadar Abu
Abu adalah residu anorganik dari pembakaran bahan organik, kadar abu dapat
dihitung berdasarkan pengurangan bobot sampel selama proses pembakaran pada
suhu tinggi (500–600oC) melewati proses penguapan dari material organik. Total abu
merupakan parameter yang bermanfaat bagi nilai nutrisi dari banyak produk
makanan. Kadar abu menunjukan kandungan mineral suatu bahan pangan. Abu
didefinisikan sebagai residu yang tertinggal setelah suatu bahan pangan dibakar
hingga bebas karbon. Kadar abu suatu bahan pangan menggambarkan banyaknya
mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Komponen yang
umum terdapat pada senyawa organik alami adalah kalium, natrium, kalsium,
magnesium, mangan, dan besi. Secara kuantitatif nilai kadar abu dalam pati yang
dihasilkan berasal dari mineral-mineral dalam biji, pemakaiaan pupuk, dan dapat
juga berasal dari kontaminasi tanah dan udara selama pengolahan [56]. Semakin
besar kadar abu suatu bahan pangan menunjukan semakin tinggi kandungan mineral
bahan pangan tersebut [57].

2.10.5 Kadar Lemak
Komponen sampingan dari granula pati adalah protein dan lipid. Dari
perspektif fungsi pati, pembentukan lemak-pati kompleks terjadi karena rantai asam
lemak jenuh yang menempati inti dari heliks amilosa secara signifikan. Lipid internal
yang berada di dalam granula pati dalam rongga helix amilosa atau diruang antara
amilosa dan amilopektin dianggap satu-satunya yang benar lipid pati. Lipid yang
tersisa berasal dari endosperm. Lemak dalam bahan berpati terdapat sebagai
kompleks dengan bagian nonpolar (di dalam rantai polimer) molekul amilosa [58].
Kandungan lemak minimum dalam pati yang dapat ditoleransi adalah 0,03% [59].

23
Universitas Sumatera Utara

2.10.6 Kadar Protein
Pada protein, gugus karbonil asam amino terikat pada gugus amino asam
amino lain dengan ikatan peptida / ikatan amida secara kovalen membentuk rantai
polipeptida. Kadar protein juga menunjukkan analisis kadar nitrogen yang terdapat
pada pati [8]. Persentase protein lebih tinggi di biji alpukat yang matang Gluten
adalah kelompok terpenting dari protein yang berinteraksi dengan pati selama proses
pemasakan.

2.11

KARAKTERISTIK BIOPLASTIK
Beberapa pengujian/karakteristik yang dilakukan pada bioplastik adalah

sebagai berikut.
2.11.1

Uji Sifat Kekuatan Tarik
Penentuan daya regang (tensile strength) atau sering dikenal juga sebagai

kekuatan tarik merupakan gaya maksimum yang terjadi pada film selama
pengukuran berlangsung. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah
plasticizer yang ditambahkan pada proses pembuatan film. Berdasarkan penelitian

nilai daya regang tanpa penambahan sorbitol memiliki nilai lebih besar dibandingkan
dengan adanya penambahan sorbitol. Plasticizer dapat mengurangi ikatan hidrogen
internal molekul dan menyebabkan melemahnya gaya tarik intermolekul rantai
polimer yang berdekatan sehingga mengurangi daya regang putus. Penambahan
plasticizer lebih dari jumlah tertentu akan menghasilkan film dengan kekuatan tarik

yang lebih rendah [60]. Kekuatan tarik dan elongasi dari biodegradable plastik yang
dihasilkan dipengaruhi oleh kadar pati, kadar serat, pemlastis serta bahan
kompatibilitas yang dihasilkan. Pengujian ini sangat sederhana dan sudah mengalami
standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8, di Jepang
dengan JIS 2241 dan di Indonesia dengan ASTM D 638. Pada uji kekuatan tarik ini,
dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut
bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah
panjang [7].

24
Universitas Sumatera Utara

Kekuatan tarik dapat diukur berdasarkan beban maksimum (Fmaks) yang digunakan
untuk mematahkan material dibagi dengan luas penampang awal (A0) yang
ditunjukkan pada persamaan berikut :

(2.1)
Dimana
= kekuatan tarik (kgf/cm2)
Fmaks= beban maksimum (kgf)
A0= luas penampang awal (cm2)
Standar yang digunakan adalah ASTM D638-02a, 2002 [3].

2.11.2

Uji Pemanjangan pada saat Putus
Panjang putus (elongation at break) atau proses pemanjangan merupakan

perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan hingga sampel film
terputus. Pada umumnya adanya penambahan plasticizer dalam jumlah lebih besar
akan menghasilkan nilai persen pemanjangan suatu film semakin lebih besar.
Menurut Liu dan Han (2005), tanpa penambahan plasticizer , amilosa dan
amilopektin akan membentuk suatu film dan struktur dengan satu daerah kaya
amilosa dan amilopektin [61]. Interaksi-interaksi antara molekul-molekul amilosa
dan amilopektin mendukung formasi film, menjadikan film pati jadi rapuh dan kaku
[62].
Elastisitas suatu material (elongasi) dapat dicari dengan perbandingan antara
pertambahan panjang dengan panjang semula seperti pada persamaan berikut :
x 100 %

(2.2)

Dimana :
= elastisitas/regangan (%)
l0= panjang mula-mula material yang diukur (cm)

=

pertambahan panjang (cm)
Standar yang digunakan adalah ASTM D638-02a, 2002 [3]

25
Universitas Sumatera Utara

2.11.3

Ketahanan terhadap Air
Sifat ketahanan bioplastik terhadap air ditentukan dengan uji swelling, yaitu

persentase penggembungan plastik oleh adanya air [63]. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta tingkatan atau keteraturan ikatan
dalam polimer yang ditentukan melalui persentase penambahan berat polimer setelah
mengalami penggembungan. Proses terdifusinya molekul pelarut kedalam polimer
akan menghasilkan gel yang menggembung [64].
Prosedur uji ketahanan air pada sampel bioplastik adalah sebagai berikut :
berat awal sampel yang akan diuji ditimbang (W o). Lalu Isi suatu wadah
(botol/gelas/mangkok) dengan air aquades. Letakkan sampel plastik ke dalam wadah
tersebut. Setelah 10 detik angkat dari dalam wadah berisi aquades, timbang berat
sampel (W) yang telah direndam dalam wadah. Rendam kembali sampel ke dalam
wadah tersebut, angkat sampel tiap 10 detik, timbang berat sampel. Lakukan hal
yang sama hingga diperoleh berat akhir sampel yang konstan. Air yang diserap oleh
sampel dihitung melalui persamaan:
Air (%) =

x 100 %
(2.3)

Dimana: Wo = berat sampel kering
W

= berat sampel setelah dikondisikan dalam desikator.
Standar yang digunakan adalah ASTM D570-98, 2005 [7].

2.11.4

Penentuan Rapat Massa (Densitas)
Kerapatan merupakan sifat fisik suatu polimer. Kerapatan suatu bahan

berpengaruh terhadap sifat mekanik bahan tersebut, semakin rapat suatu bahan maka
semakin meningkatkan sifat mekaniknya. Sehingga film bioplastik yang dihasilkan
mempunyai kekuatan tarik yang baik. Kerapatan atau densitas ini dapat didefinisikan sebagai berat per satuan volume bahan [7]. Penentuan rapat massa (densitas) film
dilakukan dengan cara film dipotong dengan ukuran dan tebal tertentu, kemudian
dihitung volumenya. Potongan film ditimbang dan rapat massa film ditentukan
dengan membagi massa potongan uji dengan volumenya (g/cm3) [27].

26
Universitas Sumatera Utara

(2.4)
Dimana :
= rapat massa/densitas (g/cm3)
m= massa sampel (g)
v = volume sampel (cm3)
Standar yang digunakan adalah ASTM D792-91, 1991 [65]

2.11.5

Karakteristik SEM (Scanning Electron Microscopy)
SEM merupakan alat yang dapat digunakan untuk mempelajari atau

mengamati rincian bentuk maupun struktur mikro permukaan suatu objek yang tidak
dapat dilihat dengan mata atau dengan mikroskop optik. SEM digunakan untuk
mengamati struktur micron, topografi, morfologi, fraktografi sampel padatan dari
bahan logam, polimer atau keramik [7]. Hasil analisis SEM juga memperlihatkan
penyebaran partikel pengisi pada matriks sehingga dapat diketahui distribusi partikel
pada matriks tersebar dengan merata atau tidak [3].

2.11.6

Karakteristik FT-IR (Fourier Transform InfraRed)
FT-IR merupakan metode yang menggunakan spektroskopi inframerah. Pada

spektroskopi inframerah, radiasi inframerah dilewatkan pada sampel. Sebagian
radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian lagi dilewatkan/ditransmisikan.
Hasil dari spektrum merupakan besarnya absorpsi molekul dan transmisi yang
membentuk sidik jari molekul dari suatu sampel. Seperti sidik jari pada umumnya,
struktur sidik jari dari spektrum inframerah yang dihasilkan tidak ada yang sama.
Inilah yang membuat spektroskopi inframerah berguna untuk beberapa jenis analisis.
Manfaat informasi/data yang dapat diketahui dari FT-IR untuk dianalisis adalah
identifikasi material yang tidak dikeahui, menentukan kualitas sampel dan
menentukan banyaknya komponen dalam suatu campuran [66].

27
Universitas Sumatera Utara

2.11.7 Analisa Profil Gelatinisasi dengan RVA (Rapid Visco Analyzer)
Gelatinisasi adalah suatu sifat penting terhadap pati, karena menunjukkan
perubahan dalam struktur kristal dan fungsi. Pada pembuatan sampel plastik
melibatkan beberapa macam perubahan fasa, gelatinisasi menjadi suatu faktor yang
penting karena sangat terkait dengan faktor yang lainnya, dan merupakan teknik
dasar dalam konversi pati agar menjadi polimer termoplastik. Pati dengan kadar
amilosa tinggi memiliki wilayah yang lebih amorf dan kurang kristal, menurunkan
suhu gelatinisasi dan entalpi endotermik. Pada penelitian Faridah dkk., (2013), profil
gelatinisasi pati garut alami dianalisis dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer
(RVA). Sebanyak 3,0 g sampel (berat kering) ditimbang dalam wadah RVA, lalu
ditambahkan 25 g akuades. Pengukuran dengan RVA mencakup fase proses
pemanasan dan pendinginan pada pengadukan konstan (160 rpm). Pada fase
pemanasan, suspense pati dipanaskan dari suhu 50oC hingga 95oC dengan kecepatan
6oC/menit, lalu dipertahankan pada suhu tersebut (holding) selama 5 menit. Setelah
fase pemanasan selesai, pasta pati dilewatkan pada fase pendinginan, yaitu suhu
diturunkan dari 95oC menjadi 50oC dengan kecepatan 6oC/menit, kemudian
dipertahankan pada suhu tersebut selama 2 menit. Instrumen RVA memplot kurva
profil gelatinisasi sebagai hubungan dari nilai viskositas (cP) pada sumbu y dengan
perubahan suhu (oC) selama fase pemanasan dan pendi-nginan pada sumbu x [67]
Beberapa data yang diperoleh dari hasil analisa RVA adalah pasting
temperature, peak viscosity, hold viscosity, final viscosity, breakdown dan setback 1.

Pasting temperatur adalah temperatur pada saat awal terjadinya gelatinisasi. Peak
viscosity adalah viskositas puncak pada saat pati tergelatinisasi.

Nilai viskositas

puncak merefleksikan kemampuan granula untuk mengikat air dan mempertahankan
pembengkakan selama pemanasan [68]. Viskositas puncak yang tinggi menunjukkan
bahwa adanya amilosa yang masih bisa berikatan dengan molekul pati yang lain
sehingga terbentuk struktur heliks ganda melalui ikatan hidrogen (retrogradasi) dan
membentuk pati dengan struktur yang lebih kuat (pati resisten) [69]. Hold viscosity
adalah viskositas pada saat temperatur pemanasan dipertahankan selama beberapa
menit. Perubahan viskositas selama pemanasan pada temperatur konstan ini
menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas. nilai viskositas breakdown

28
Universitas Sumatera Utara

diperoleh

pada tahap holding yaitu suhu pemanasan dipertahankan untuk

mengetahui tingkat kestabilan pasta pati pada saat proses pemanasan, dimana nilai
viskositas breakdown adalah selisih antara nilai peak viscosity dengan hold viscosity.
Final viscosity atau viskositas akhir merupakan nilai viskositas pasta pati setelah

tahap pendinginan. Pada tahap ini dapat diketahui kestabilan viskositas pati terhadap
proses pengolahan (pemanasan, pengadukan, pendinginan) [26]. Perubahan
viskositas selama proses pendinginan ini disebut setback 1 yaitu selisih antara hold
viscosity

dengan

final

viscosity.

Viskositas

setback

pasta

menunjukkan

kecenderungan retrogradasi yang terjadi pada molekul amilosa karena amilosa lebih
mudah terpapar oleh air dan mudah mengalami rekristalisasi dibandingkan
amilopektin [67]. Pati dengan nilai viskositas setback yang tinggi menunjukkan
bahwa banyaknya jumlah amilosa yang berikatan kembali dengan molekul-molekul
pati yang lain dan membentuk struktur heliks ganda melalui ikatan hidrogen
(retrogradasi). Struktur pati yang terbentuk menjadi lebih kuat sehingga disebut
dengan pati tahan cerna (pati resisten) [26].

29
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Kitosan Dan Plasticizer Sorbitol Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea Americana Mill)”

18 107 138

Pengaruh Penambahan Kitosan Dan Plasticizer Sorbitol Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea Americana Mill)”

1 1 22

Pengaruh Penambahan Kitosan Dan Plasticizer Sorbitol Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea Americana Mill)”

0 0 2

Pengaruh Penambahan Kitosan Dan Plasticizer Sorbitol Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea Americana Mill)”

0 0 8

Pengaruh Penambahan Kitosan Dan Plasticizer Sorbitol Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea Americana Mill)”

1 5 10

Pengaruh Penambahan Kitosan Dan Plasticizer Sorbitol Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea Americana Mill)”

0 0 25

Pengaruh Penambahan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Etilen Glikol Terhadap Karakteristik Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea americana mill)

0 0 23

Pengaruh Penambahan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Etilen Glikol Terhadap Karakteristik Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea americana mill)

0 2 10

Pengaruh Penambahan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Etilen Glikol Terhadap Karakteristik Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea americana mill)

0 0 15

Pengaruh Penambahan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Etilen Glikol Terhadap Karakteristik Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea americana mill)

0 4 5