Pengaruh Buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) Sebagai Penggumpal Lateks Alam Terhadap Mutu Karet

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karet Alam

Karet alam berasal dari getah tanaman karet, Hevea brasiliensis. Sifat-sifat atau
kelebihan karet alam diantara nya memiliki daya elastisitas atau daya lentingnya
yang sempurna dan sangat plastis sehingga mudah diolah, karet alam juga tidak
mudah panas dan tidak mudah retak. (Setiawan,2005)
Lateks karet alam secara umum didefinisikan sebagai cairan yang keluar dari
pembuluh lateks bila dilukai. Lateks itu sendiri adalah suatu sel raksasa yang
mempunyai banyak inti sel (multinukleotida). Oleh sebab itu lateks sebenarnya
adalah protoplasma. Lateks sewaktu keluar dari pembuluh lateks adalah dalam
keadaan steril, tetapi kemudian tercemar oleh mikroorganisme dari lingkungannya
(Darussamin,dkk, 1985).
Molekul karet alam terbentuk melalui reaksi adisi monomer-monomer
isoprene secara teratur yang terikat secara “kepala ke ekor”, memiliki susunan
geometri 98 % cis-1,4 dan 2 % trans-1,4 dengan berat molekul berkisar antara 1-2
juta dan mengandung sekitar 15.000-20.000 ikatan tidak jenuh (Stevens, 2007).
Karet alam merupakan suatu rantai hidrokarbon poliisopren yang memiliki

rumus empiris (C5H8) dimana n adalah derajat polimerisasi yang besarnya
bervariasi dari satu rantai kerantai yang lain, hidrokarbon dalam lateks asli
berbentuk bulatan-bulatan kecil yang diameter nya kira-kira 0,5µ ( 5 . 10

-5

cm )

tersuspensi dalam medium berair atau serum, konsentrasi hidrokarbon sekitar 35%
dari berat total. Dari lateks ini, karet padatan dapat diperoleh dengan
mengeringkan atau dengan pengendapan menggunakan asam. Perlakuan terakhir
menghasilkan karet yang lebih bersih, karena lebih banyak melepaskan unsur
bukan karet dalam serum (Treloar,1958).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan strukturnya, karet alam dapat dibagi dua yaitu ; karet hevea dan
gutta percha yang hanya berbeda pada susunan atom nya sebelum dan sesudah
ikatan rangkap. Pada karet, ditemukan susunan cis, mendekati dan menyambung
dengan rantai molecular pada sisi yang sama pada ikatan rangkap, dimana pada

gutta terdapat susunan trans mendekati dan menyambung pada sisi yang
berlawanan dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut :

H3C

H

H3C

C=C
H2C

CH2
C=C

CH2

n

(a)


H2C

H

n

(b)

Gambar 2.1.Struktur molekul dari a. Hevea brasiliensis, b. Gutta perca
(Aspolumin,1962)

2.1.1. Sifat Kimia Karet
Hasil utama tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah karet. Apabila hevea segar
dicentrifuge pada kecepatan 32000 putaran per meneit (rpm) selama 1 jam akan
terbentuk 4 fraksi yaitu :
1. Fraksi karet

Terdiri dari partikel-pertikel karet yang terbentuk bulat dengan diameter 0,05
– 3 mikron. Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari

protein dan lipida dan berfungsi sebagai pemantap.

Universitas Sumatera Utara

2. Fraksi frey wessling
Fraksi ini terdiri dari pertikel – partikel frey wessling yang dikemukakan oleh
Frey Wessling. Fraksi ini bewarna kuning karena mengandung karotenida.

3. Fraksi serum

Juga disebut fraksi C (centrifuge cerum) mengandung sebahagian komponen
bukan karet yaitu air, protein, karbohidrat, dan ion – ion logam.
4. Fraksi bawah

Terdiri dari partikel-partikel lutoid yang bersifat gelatin mengandung
senyawa nitrogen dan ion-ion kalsium serta magnesium (Omposunggu, 1987)
2.1.2. Sifat Fisika Karet
Sifat fisika karet mentah dapat dihubungkan dengan dua komponen yaitu
viskositas dan elastisitas yang bekerja secara serentak. Viskositas diperlukan
untuk mengukur ketahanan terhadap aliran (deformasi). Terjadinya aliran pada

karet yang disebabkan oleh adanya tekanan/ gaya disebabkan oleh dua hal, yaitu :
1. Terlepasnya ikatan di dalam atau antara rantai pliisoprene seperti
terlepasnya benang-benang yag telah dirajut. Hal ini terjadi pada stress
yang rendah/kecil
2. Terlepasnya seluruh ikatan rantai poliisoprene dan satu monomer dengan
monomer yang lain saling tindih akan membentuk lingkungan yang
Kristal.
Dengan demikian komponen viskositas adalah irreversible dan dihitung
sebagai aliran dingin (cold flow) dari karet mentah, seedangkan elastisitas
mengukur energy yang segera dikembalikan oleh karet setelah diberikan input
energy kepadanya. Elastisitas menunjukkan jarak diantara ujung-ujung rantai
poliisoprene (Omposunggu,1987).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Jenis-jenis Karet Alam
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan
olahan. Bahan olahan yang ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet
yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.
Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah:

-

Bahan olahan karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar)

-

Karet konvensional (RSS, white crepes, dan pale crepe)

-

Lateks pekat

-

Karet bongkah atau block rubber (SIR 5, SIR 10, SIR 20)

-

Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber


-

Karet siap olah atau tyre rubber

-

Karet reklim atau reclaimed rubber (Tim Penulis, 2012)

2.1.4. Standart Indonesia Rubber (SIR)

Ketentuan tentang SIR didasarkan pada ketentuan Mentri Perindustrian dan
Perdagangan dengan SK No.143/KP /V /69. Yang berlaku mulai 18 Juni 1969
menetapkan ketentuan-ketentuan SIR sebagai berikut :
1. SIR adalah karet alam yang dikeluarkan dari daerah-daerah yang termasuk
dalam lingkungan Negara Repoblik Indonesia.
2. SIR yang diperdagangkan dalam bentuk bongkahan (balok) dengan ukuran
(28x6.5) dalam inci. Bongkahan-bongkahan yang telah dibungkus dengan
plastik polyetilen, tebalnya 0,03 mm, dengan titik pelunakan kurang dari 180 0
C, berat jenis 0,92 dan bebas dari segala bentuk pelapis (couting). Pengepakan
selanjutnya dapat dilakukan dalam kantung kertas/krapt 4 ply atau dalam

bentuk pallet seberat 0,5 ton atau 1 ton.

Universitas Sumatera Utara

3. Mutu untuk SIR ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis, berbeda dengan cara
visual yang konvensional sebagaimana tercantum dalam International Standart
of Quality and packing for Natural Rubber (The Green Book)
4. SIR terdiri dari 3 jenis mutu dengan spesifikasi teknis SIR 5, SIR 10 dan SIR
20. Semua jenis karet yang diperdagangkan dalam bentuk SIR harus disertai
dengan penetapan nilai plasticity Retention Index (PRI) dengan menggunakan
tanda huruf :
“ H” untuk PRI lebih besar atau sama dengan 80.
“ M” untuk PRI antara 60 – 79.
“ S ” untuk PRI antara 30 – 59.
Karet yang mempunyai nilai SIR lebih rendah dari 30 tidak diperkenankan
dimasukkan dalam SIR.
5. Warna karet tidak menjadi bagian Dalam spesifikasi teknis.
6. Setiap produsen dari SIR dengan mutu apapun diwajibkan untuk mendaftarkan
pada Departeman Perdagangan. Departeman Perdagangan akan memberikan
tanda pengenal produsen kepada setiap produsen karet bongkah, untuk setiap

pabrik yang diusahakan. Setiap mutu SIR diwajibkan untuk menyerahkan
contoh-contoh hasil produksi kepada balai Penelitian Bogor atau Balai
Penelitian Perkebunan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
oleh kedua balai tersebut untuk mendapatkan Surat Penetapan Jenis Mutu
Produksi
7. Setiap eksport karet SIR wajib disertai dengan sertifikat kualitas yang
dikeluarkan/disahkan oleh Badan Lembaga Penelitian Perindustrian.
8. Setiap pembungkus bongkah dari SIR harus diberi tanda dengan lambing SIR
dan

menurut

ketentuan-ketentuan

yang

diberikan

oleh


Departemen

Perdagangan.
Eksport dari karet bongkah yang tidak memenuhi syarat-syarat SIR di atas akan
dilarang (Omposunggu,1987).

Universitas Sumatera Utara

2.1.5. Karet Alam SIR 20
Karet alam SIR 20 berasal dari koagulan (lateks yang mudah menggumpal) atau
hasil olahan seperti lum, sit angin, getah keping, sisa dan lain-lain, yang diperoleh
dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum.
Langkah-langkah dalam proses pengolahan karet alam SIR 20 yaitu dengan
pemilihan bahan baku yang baik, koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah
sisa, dll). Kemudian dilakukan pembersihan dan pencampuran. Proses
pengeringan dilakukan selama 10 hari sampai 20 hari. Kemudian dilakukan proses
peremahan, pengemasan bandela (setiap bandela 33 kg atau 35 kg) dan karet alam
SIR 10 siap untuk diekspor (Ompusunggu, 1987).

2.2. Kestabilan Lateks

Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya stabil, yaitu tidak terjadi
flokulasi ataupun penggumpalan selama penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kestabilan lateks tersebut adalah sebagai berikut :
1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fasa air
(serum), misalnya assosiasi komponen-komponen bukan karet pada
permukaan partikel-partikel karet.
2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri.
Faktor yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet menjadi
tetap stabil, yaitu :
1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi
gaya tolak menolak antara partikel karet tersebut.
2. Adanya interaksi antar molekul air dengan partikel karet, yang
menghalangi terjadinya penggabungan partikel-partikel karet tersebut.
3. Energi bebas antara permukaan partikel karet yang rendah.
Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi
pada permukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan

Universitas Sumatera Utara

luar (lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid.
Penambahan bahan pengawet amonia dan bahan pemantap amonium laurat akan
menyempurnakan lapisan pelindung tersebut.
Lapisan pelindung lipida, protein dan lapisan sabun asam lemak tersebut
bertindak sebagai pelindung partikel karet dengan molekul air menghasilkan
sistem dispersi koloid yang mantap.
Jika terjadi pembentukan gel, flokulasi dan koagulasi maka hal ini
menunjukan bahwa stabilitas koloid lateks terganggu atau rusak. Menurut
Blackley, stabilitas koloid dapat dirusak (destability) dengan cara sebagai berikut :
1. Menurunkan energi potensial partikel koloid lateks yaitu dengan cara :
a. Menurunkan

kelarutan

stabilizer

dengan

menambahkan

penggumpalan (coaservant)
b. Menetralkan muatan listrik dari partikel koloid lateks dengan
menambahkan ion-ion yang polaritasnya berlawanan dengan muatan
partikel koloid lateks tersebut.
c. Menambahkan zat yang dapat mengadsorpsi lapisan pelindung
partikel koloid (Colloidal stabilizer adsorpsed), sehingga disini terjadi
persaingan antara pengadsorpsi (Coaservant precipitates) dengan
partikel karet terhadap bahan pemantap.
2. Menaikkan energi kinetik partikel, dengan cara pengadukan (mechanical
stirring).
Menurut Van Dalften, jika energi kinetik partikel semakin naik dan gaya
tolak muatan antar partikel akan terlampaui sehingga daya tarik antar permukaan
semakin besar dan frekwensi tumbukan semakin tinggi mengakibatkan dua
partikel atau lebih jadi bersatu (coalesent) membentuk flokulat atau gumpalan
(Darussamin,dkk, 1985).

Universitas Sumatera Utara

2.3. Elemen-Elemen Getah Karet
Getah karet merupakan cairan berbentuk koloid yang mengandung zar-zat seperti
lateks, tepung, lemak, protein dan lain-lain. Molekul-molekul karet pada siang
hari terbentuk di bagian daun tumbuhan karet, dan bila hari menjelang sore, getah
dikirim ke bagian kulit pohon dalam bentuk polimer. Proses pengambilan getah
karet dilakukan pada pukul 4 sampai 6 pagi hari, karena getah karet berkumpul
pada pagi hari.
Getah dari pohon Hevea Brasiliensis (lateks) dapat diperoleh sekitar 200 –
400 ml, dan selain mengandung isopren, ia juga mengandung bermacam-macam
elemen lainnya. Elemen-elemen tersebut dapat dilihat pada tabel 2-1 di bawah ini
Tabel 2.1. Elemen Getah Hevea Brasiliensis (Hussudur,2011)

Prosentase Kandungan
Terhadap Getah (%)

Prosentase Kandungan
Terdahap Karet Kering
(%)

Air

59,66

-

Elemen karet

35,62

88,28

Protein

2,03

5,04

Ion-ion logam

1,65

4,1

Abu

0,7

1,74

Glukosa

0,34

0,84

Elemen

Komponen-komponen buka karet di dalam lateks sangat mempengaruhi sifat
lateks, diantaranya ada yang berakibat bagus tetapi ada juga yang berakibat buruk
terhadap lateks.

Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Protein
Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0 – 1,5 %
dan sebagian dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan sebagian
larut dalam serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel karet
berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein akan memberikan muatan
negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi
antara sesama partikel karet seperti digambarkan pada gambar 2.2.
3
-

O

+

H

H+

O-

H+

+

H+
H+

H

1

O-

H+

O+

H
H+

+

H

2
O

-

H + H+

O-

Gambar 2.2. Partikel karet dengan lapisan pelindung dan molekul air (Khairina,
2010).

1. Partikel karet
2. Lapisan fosfolipid dan protein muatan negatif
3. Molekul air
Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai
sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi
antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan (Khairina, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Karbohidrat
Karbohidrat yang terdapat dalam lateks adalah sukrosa, glukosa, galaktosa
dan fruktosa. Ini merupakan sumber energi dan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme, sebagai akibatnya akan terbentuk asam lemak.
Asam lemak ini menurunkan kemantapan mekanik dan pH lateks. Jika pH
sampai pada titik isoelektrik maka lateks menggumpal. Untuk menghindarkan
aktivitas mikroba biasanya ditambahkan bahan pengawet seperti amonia, natrium
sulfit dan formaldehid (Omposunggu, 1987).

2.3.3. Ion-ion Logam
Ion-ion logam seperti ion Ca2+ dan Mg2+ yang terdapat di dalam lateks
dapat menetralkan muatan negatif dari partikel lateks dan menyebabkan
terganggunya kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks.
Pecahnya partikel koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan
lateks menggumpal. Oleh karena itu kandungan ion logam dari lateks sebaiknya
rendah karena selain dapat mengganggu kemantapan serta kestabilan sistem
koloid lateks (Omposunggu, 1987).

2.4. Modifikasi Karet Alam
Menurut Hoffmann, (1989) serta Blow dan Hepburn, (1982) karet alam
mempunyai sifat keliatan dan kelekatan yang tinggi, serta sifat-sifat fisik seperti
elastisitas, daya tarik, dan kepegasan yang tinggi pula. Keteraturan geometri yang
tinggi menambah daya tarik pada saat direnggangkan karena kristalisasi. Sifatsifat yang unggul ini menyebabkan karet alam dapat digunakan untuk barang
industri perekayasaan terutama ban. Akan tetapi karet alam merupakan
hidrokarbon yang tidak polar dengan kandungan ikatan tidak jenuh yang tinggi di
dalam molekul karet. Setiap unit molekul isoprena mengandung satu ikatan
rangkap yang menyebabkan karet alam tidak tahan terhadap oksidasi, ozonisasi,

Universitas Sumatera Utara

panas, dan pemuaian di dalam oli atau pelarut organik. Dalam upaya
mengimbangi kelemahan sifat-sifat tersebut dalam pembuatan ban maupun bukan
ban upaya yang dapat dilakukan adalah memodofikasi molekul karet alam secara
kimia ataupun fisika (Barnard, et al, 1975)

2.5. Prakoagulasi

Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps
atau gumpalan - gumpalan pada cairan getah sadapan. Prakoagulasi terjadi
karena kemantapan bagian kaloidal yang terkandung dalam lateks berkurang.
Bagian – bagian koloidal ini kemudian menggumpal menjadi satu dan
membentuk komponen yang berukuran lebih besar. Komponen koloidal yang
lebih besar ini akan membeku. Inilah yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi.

Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya prakoagulasi. Bukan hanya
penyebab dari dalam seperti jenis karet yang ditanam atau bahan - bahan enzim
saja, melainkan juga hal – hal dari luar keadaan cuaca dan sistem
pengangkutan yang seolah tidak berhubungan.

Penyebab terjadinya prakoagulasi antara lain sebagai berikut :

1. Jenis karet yang ditanam
Perbedaan antara jenis yang ditanam akan menghasilkan lateks yang berbeda –
beda pula. Otomatis kestabilan atua kemantapan koloidalnya berbeda. Klon –
klon tertentu ada yang rendah kadar kestabilannya.
2. Enzim - enzim
Enzim dikenal sebagai biokatalis yang mampu mempercepat berlangsungnya
suatu walaupun hanya terdapat dalam jumlah kecil. Cara kerjanya adalah
dengan mengubah susunan protein yang melapisi bahan - bahan karet. Akibatnya,
kemantapan lateks berkurang dan terjadilah prakoagulasi. Biasanya enzim –
enzim mulai aktif setelah lateks keluar dari batang karet yang disadap.

Universitas Sumatera Utara

3. Mikroorganisme atau jasad- jasad renik
Mikroorganisme banyak terdapat dilingkungan perkebunan karet. Jasad ini
dapat berada dipepohonan, udara, tanah, air, atau menempel pada alat – alat
yang digunakan. Lateks yang berasal dari pohon karet yang sehat dan baru
disadap dapat dikatakan steril atau bersih sama sekali dari mikroorganisme.
4. Faktor cuaca atau musim
Faktor cuaca atau musim sering menyebabkan timbulnya prakoagulasi. Pada
saat tanaman karet menggugurkan daunnya prakoagulasi terjadi sering. Begitu
juga pada saat musim hujan. Lateks yang baru disadap mudah menggumpal
jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidalnya rusak oleh
panas yang terjadi.
5. Kondisi tanaman
Tanaman karet yang sedang sakit, masih mudah atau telah tua bisa
mempengaruhi prakoagulasi. Penyadapan pada tanaman yang belum siap sadap
akan menghasilkan lateks yang kurang mantap, mudap menggumpal. Hasil
sadapan tanaman yang menderita penyakit fisiologis sering membeku dalam
mangkuk.
6. Air sadah
Air sadah adalah air yang memiliki reaksi kimia, biasanya bereaksi asam.
Apabila air tercampur kedalam lateks, maka prakoagulasi akan terjadi dengan
cepat, untuk menjaga jangan sampai air sadah dipakai dalam pengolahan, maka
dilakukan analisis kimia. Derajat kesadaan air yang masih mungkin digunakan
adalah 60C.
7. Cara pengangkutan
Sarana transportasi baik jalan atau kendaraan yang buruk akan menambah
frekuensi terjadinya prakoagulasi. Jalan yang buruk atau angkutan yang
berguncang - guncang mengakibatkan lateks yang diangkut terkocok - kocok
secara kuat sehingga merusak kestabilan koloidal.
8. Kotoran atau bahan – bahan lain yang tercampur
Prakoagulasi sering terjadi karena tercampuran kotoran atau bahan lain yang
mengandung kapur atau asam.

Universitas Sumatera Utara

2.5.1. Tindakan pencegahan prakoagulasi dan zat anti koagulan

Beberapa

tindakan

yang

dapat

dilakukan

untuk

mencegah

terjadinya

prakoagulasi
antara lain sebagai berikut :
a. Menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan dalam penyadapan
penampungan, maupun pengangkutan.
b. Mencegah pengenceran lateks dari kebun dengan air kotor
c. Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit
Bahan yang digunakan sebagai antikoagulan adalah :
1. Soda atau natrium karbonat
Anti koagulan ini tidak mempengaruhi waktu pengeringan dan kualitas produk
yang dihasilkan, hanya mudah membentuk gas asam arang ( CO2 ) dalam
lateks, sehingga mempermudah pembentukan gelembung gas dalam bekuan 9
koagulum ).
2. Amoniak
Bersifat senyawa antikoagulan dan juga sebagai desinfektan. 0,7 % NH3 biasa
digunakan untuk pengawetan lateks pusingan. Tiap liter lateks membutuhkan 5
sampai 10 ml larutan amoniak 2 – 2,5 %.
Penambahan amonia akan meningkatkan pH lateks menjadi 9 – 10 sehingga
muatan negatif pada partikel – partikel karet akan meningkat. Melalui
penambahan amonia, ion-ion Mg yang dapat mengganggu kemantapan lateks
dapat dihindari dengan terbentuknya senyawa kompleks. Ion-ion fosfat yang
secara alamiah terdapat dalam serum akan bereaksi dengan amonia membentuk
senyawa magnesium amonium fosfat (MgNH4PO4). Amonia juga dapat berfungsi
sebagai bakterisuda atau penghambat pertumbuhan bakteri pembentuk asam.
Amonia banyak dipakai dan umumnya memberikan hasil yang memuaskan
apabila diberikan pada dosis yang dalam jumlah besar, amonia dapat
mempengaruhi warna dari krep tersebut (Setiawan, 2005).

Universitas Sumatera Utara

3. Formaldehida
Formaldehida yang dipakai sebagai antikoagulan dalam lateks yang diolah
menjadi sheet sering menyebabkan sheet yang dihasilkan berwarna lebih muda.
Dosis yang dapat dipakai adalah 5 – 10 ml larutan dengan kadar 5 % untuk setiap
liter lateks yang akan dicegah prakoagulasinya. Misalkan menggunakan
formalin 40 %, maka jumlah yang dibutuhkan adalah 0,6 – 1,3 ml.
4. Natrium sulfit
Apabila gejala prakoagulasi telah tampak jelas, maka pemakaian natrium sulfit
sebagai alat pencegahnya dapat dikatakan terlambat. Bahan ini tidak tahan
lama disimpan. Apabila ingin dipergunakan maka harus dibuat terlebih
dahulu. Dalam jangka sehari saja teroksidasi oleh udara menjadi natrium
sulfat. Bila sudah teroksidasi, maka sifatnya sebagai antikoagulan menjadi
lenyap. Selain sebagai antikoagulan, natrium sulfit juga memperpanjang
waktu pengeringan dan sebagai desinfektan. Dosis yang digunakan adalah 5
sampai 10 ml larutan berkadar 10 % untuk setiap liter lateks. Untuk membuat
larutan seperti itu dibutuhkan natrium sulfit air kristal sebanyak 0,5 – 1 g.

2.5.2. Penggumpalan lateks

Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena tidak saling berdekatannya
muatan partikel karet, sehingga daya intereaksi karet dengan pelindungnya
menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung membentuk
gumpalan. Penurunan muatan dapat terjadi karena penurunan pH lateks.
Penggumpalan karet di dalam lateks kebun (pH ± 6,8) dapat dilakukan dengan
penambahan asam, dengan menurunkan pH hingga tercapai titik isoelektrik
yaitu pH dimana muatan positif protein seimbang dengan muatan negatif
sehingga elektrokinetis potensial sama dengan nol. Hubungan antara pH dengan
muatan listrik dapat di lihat pada gambar 2.3 berikut :

Universitas Sumatera Utara

Positif (+)
Negatif (-)

Total Muatan

0

Titik isoelektrik
Daerah Stabil
(+)

2

4

6

8

9

Daerah Stabil

Daerah Pembekuan

Gambar 2.3. Hubungan pH dengan muatan listrik
Titik isoelektrik karet didalam lateks kebun adalah pada pH 4,5 –
4,8 tergantung jenis klon. Asam penggumpal yang banyak digunakan adalah asam
formiat dengan karet yang dihasilkan

bermutu baik. Penggunaan asam kuat

seperti asam sulfat atau nitrat dapat merusak mutu karet yang digumpalkan.
Penambahan bahan - bahan yang dapat mengikat air seperti alkohol juga dapat
menggumpalkan partikel karet, karena ikatan hidrogen antara alkohol dengan
air lebih kuat dari pada ikatan hidrogen antara air dengan protein yang
melapisi partikel karet, sehingga kestabilan partikel karet didalam lateks akan
terganggu dan akibatnya karet akan menggumpal. Penggunaan alkohol sebagai
penggumpal lateks secara komersial jarang digunakan.

Panambahan elektrolit yang bermuatan positif akan dapat menetralkan
muatan negatif, sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak,
mengakibatkan karet menggumpal. Petani karet sering menggunakan tawas
(Al3+) sebagai bahan penggumpal lateks. Sifat penggumpalan lateks dengan
tawas kurang baik, karena dapat mempertinggi kadar kotoran dan kadar abu
karet. Selain itu semakin tinggi konsentrasi logam dapat mempercepat oksidasi
karet oleh udara menyebabkan terjadi pengusangan karet dan PRI menjadi rendah.

Universitas Sumatera Utara

Proses penggumpalan karet didalam lateks juga dapat terjadi secara
alamiah akibat kegiatan mikroba. Karbohidrat dan protein latek menjadi sumber
energi bagi pertumbuhan mikroba dan diubah menjadi asam-asam lemak etiris
(asam formiat, asam asetat dan propionat). Semakin tinggi konsentrasi asam, pH
lateks akan semakin menurun dan setelah tercapai titik isoelektrik karet
akan menggumpal. Dalam pembuatan lump mangkok untuk bahan olah SIR 20
atau SIR 10 penggumpalan secara alamiah sering dilakukan. Lateks dibiarkan
menggumpal selama 24 jam, kemudian besok harinya dipungut.lump mangkok
harus didres setiap harinya, agar variasi mutu bahan olah lump tersebut tidak
terlalu besar. (Shinzo,2015)

2.6. Bahan Senyawa Penggumpalan (Koagulan)
1. Asam Semut (asam formiat, CHOOH) : Berupa cairan yang jernih dan tidak
berwarna, mudah larut dalam air, berbau merangsang, dan masih bereaksi asam
pada pengenceran.
2. Asam Cuka (disebut juga asam asetat, CH3COOH) : Berupa cairan yang jernih
dan tidak berwarna, berbau merangsang, dan mudah di encerkan dalam air
(Setyamidjaja,1993).

2.7. Klasifikasi Tamarindus Indica L. (Asam Jawa)
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Rosidae

Ordo

: Rosales

Universitas Sumatera Utara

Famili

: Caesalpiniaceae

Genus

: Tamarindus

Spesies

: Tamarindus indica L

Sumber : (Doughari, 2006)

Asam jawa dihasilkan oleh pohon yang bernama ilmiah Tamarindus
indica. Spesies ini adalah satu satunya anggota marga Tamarindus. Nama lain
asam

jawa

adalah

asam (Melayu.), asem (Jawa), sampalok (Tagalog), ma-

kham (Thai), dan tamarind (Inggris). Buah yang telah tua dan sangat masak biasa
disebut asem kawak. Nama simplisia Asam Jawa: Tamarindi fruktus (Doughari,
2006).

2.7.1. Ciri Morfologi Umum Asam Jawa
Musim bunga tiba hanya tinggal pohon dan ranting-rantingnya setelah itu keluar
bunga dan disusul tunas daun-daun muda, ketinggian pohon bisa mencapai
30 m dan diameter batang di pangkal hingga 2 m. Kulit batang berwarna coklat
keabu-abuan, kasar dan memecah, beralur-alur vertikal. Tajuknya rindang dan
lebat berdaun, melebar dan membulat.
Daun majemuk menyirip genap, panjang 5-13 cm, terletak berseling,
dengan daun penumpu seperti pita meruncing, merah jambu keputihan. Anak daun
lonjong menyempit, 8-16 pasang, masing-masing berukuran 0,5-1 × 1-3,5 cm,
bertepi rata, pangkalnya miring dan membundar, ujung membundar sampai
sedikit berlekuk.
Bunga tersusun dalam tandan renggang, di ketiak daun atau di ujung
ranting, sampai 16 cm panjangnya. Bunga kupu-kupu dengan kelopak 4 buah dan
daun mahkota 5 buah, berbau harum. Mahkota kuning keputihan dengan urat-urat
merah coklat, sampai 1,5 cm.
Buah polong yang menggelembung, hampir silindris, bengkok atau lurus,
berbiji sampai 10 butir, sering dengan penyempitan di antara dua biji, kulit buah
(eksokarp) mengeras berwarna kecoklatan atau kelabu bersisik, dengan urat-urat

Universitas Sumatera Utara

yang mengeras dan liat serupa benang. Daging buah (mesokarp) putih kehijauan
ketika muda, menjadi merah kecoklatan sampai kehitaman ketika sangat masak,
asam manis dan melengket. Biji coklat kehitaman, mengkilap dan keras, agak
persegi ( Doughari, 2006).

2.8. Kandungan Kimia Asam Jawa
Daging buah asam jawa mengandung 8-14% asam tartarat, 30-40% gula,serta
sejumlah kecil asam sitrat dan kalium bitaetrat sehingga berasa sangat masam.
Warna asli daging asam adalah kuning kecoklat-coklatan. Akibat pengaruh
pengolahan, warnanya berubah menjadi kehitam-hitaman. Pulp buah asam yang
masak mengandung air sekitar 63,3-68,6%, bahan padat total 31,3-36,6%, protein
1,6-3,1%, lemak 0,27-0,69%, sukrosa 0,1-0,8%, selulosa 2,0-3,4%, dan abu 1,21,6%. Abu dari tanaman asam tersusun atas kalium, silikon, natrium, fosfor, dan
kalsium. Asam tartarat merupakan komponen asam yang paling utama dalam
pulp. Kandungan asam dalam pulp asam berkisar antara 8-16%, sedangkan asam
lainnya total hanya sekitar 3% dari berat pulp ( Heyne, 1987).

Tabel 2.2 Komposisi kimia asam jawa dalam 100 gram bahan
Komponen
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium ( mg)
Zat besi (mg)
Vitamin A ( SI )
Vitamin B ( mg )
Vitamin C (mg)
Air ( g)
Fosfor ( mg )
Bagian dapat dimakan ( %)

Jumlah
239
2,8
0,6
62,5
74
0,6
30
0,34
2
31,4
113
48

Sumber : Departemen Kesehatan R.I., 1996.

Universitas Sumatera Utara

2.9. Kegunaan Tamarindus Indica L
Dari kandungan senyawa kimia yang dimiliki oleh Tamarindus indica L memiliki
berbagai kegunaan untuk tubuh manusia. Adapun kegunaannya adalah sebagai
berikut :
1. Asam tartrat, asam malat, asam sitrat, asam suksinat, asam asetat:
memperlancar BAB, memperlancar peredaran darah, mendinginkan.
2. Pektin: menurunkan kolestrol melalui mekanisme pengikatan kolestrol dan
asam empedu kemudian mendorong dan mengeluarkannya dari saluran
pencernaan.
3. Flavonoid: memperlancar BAB, penghilang rasa sakit, antiradang, dan
membantu pengeluaran keringat.
4. Tanin: antiseptik.
5. Pro vitamin A: merupakan antioksidan yang menjaga kesehatan dan
menghambat proses penuaan, dan juga dapat mencegah dan menekan
pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak tidak jenuhganda dari
proses oksidasi.Dan jika tubuh perlu vitamin A maka pro vitamin A/beta
karoten di hati akan diubah menjadi vitamin A.
6. Vitamin C: dibutuhkan untuk pembuatan kolagen (protein berserat yang
membentuk jaringan ikat pada tulang), pengangkut lemak, pengangkut
elektron dari berbagai reaksi enzimatik, pemicu gusi yang sehat, pengatur
tingkat kolestrol, pemicu sistem kekebalan tubuh. Vit.C untuk anti oksidan,
membantu mencegah berbagai macam jenis kanker : kanker paru, kolon,
kandung kemih, pancreas, payudara, juga mengurangi radikal bebas pemicu
kanker. Vit.C dapat mengurangi resiko katarak, memperkuat dinding kapiler
darah,

mengurangi

resiko

penyakit

jantung,

menghambat

penuaan,

memperbaharui sel darah putih. Vit.C sangat sensual untuk membentuk
sperma, kekurangan vitamin C pada pria dapat menghambat dalam
memperoleh keturunan, perbaikan membutuhkan waktu satu bulan dengan
meningkatkan vitamin C sebanyak 500 mg, kualitas dan kuantitas sperma

Universitas Sumatera Utara

serta aktifitasnya dapat ditingkatkan dengan mengkonsumsi vitamin C. Vit.C
dapat mengurangi resiko pada perokok pasif. Resiko perokok pasif adalah
kerusakan sel yang bisa menyebabkan kanker atau penyakit pernafasan lain.
7. Kalsium: mengisi kepadatan tulang, pembentukan gigi, membantu bekuan
darah, transmisi saraf, stabilitas asam-basa (pH) darah, dan mempertahankan
keseimbangan air.
8. Kalium/potasium: memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit serta
keseimbangan asam basa di dalam tubuh, juga berperan dalam transmisi saraf
dan relaksasi otot serta sebagai katalisator dalam banyak reaksi bilogik,
terutama dalam metabolisme energi, sintetis glikogen, dan protein.
9. Antioksidan : Selain kandungan vitamin C dari asam jawa, terdapat
antioksidan dalam bentuk lain yang bermanfaat bagi tubuh manusia yaitu
Fenol. Fenol merupakan antioksidan alami yang lazim ditemui dalam buahbuahan dan bermanfaat bagi kesehatan jantung. Menurut Healthy Eating for
Your Heart, fenol membantu melindungi tubuh dari oksidasi radikal bebas
dan membantu kesehatan dinding arteri. Penelitian dalam “Journal of
Nutrition Malaysia” mencatat bahwa kadar fenol dari asam paling
terkonsentrasi bila dipanaskan hingga titik didih ( Amin, 2009 ).

2.10. Pengujian Mutu Lateks
2.10.1. Plastisitas
Suatu bahan yang plastisitasnya tinggi mudah sekali berubah bentuk atau dengan
kata lain mudah sekali mengalir, sehingga telah didefenisikan, bahwa plastisitas
adalah kepekaan terhadap deformasi, pengertian ini merupakan kebalikan dari
pada pengertian viskositas-efektif, sedangkan viskositas-efektif didefenisikan
sebagai ketahanan terhadap deformasi. Metode pengujian viskositas umumnya
bersifat

mengukur

konsistensi

(ketahanan

terhadap

deformasi)

(Kartowardoyo,1980).

Universitas Sumatera Utara

Plastisitas awal adalah plastisitas karet mentah yang langsung diuji tanpa
perlakuan khusus sebelumnya. Plastisitas retensi indeks adalah cara pengujian
untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksidasi pada suhu
tinggi. Karet yang mempunyai plastisitas retensi indeks tinggi mempunyai rantai
molekul yang tahan terhadap oksidasi, sedangkan yang mempunyai plastisitas
retensi yang rendah mudah teroksidasi menjadi karet lunak.
Plastisitas retensi indeks ini sangat penting karena plastisitas retensi index
menunjukkan keadaan dari molekul itu sendiri, menunjukkan sejauh mana akan
terjadi pemecahan karet jika dipanaskan. Plastisitas retensi indeks ukuran terhadap
tahan usang karet dan plastisitas retensi indeks dipakai sebagai petunjuk mudah
tidaknya karet itu dilunakkan dalam gilingan pelunak (masicator). Plastisitas
retensi indeks dapat ditentukan dengan Wallace Plastimeter. Dengan alat ini
ditentukan (plastisitas dari karet sebelum dipanaskan pada suhu 140 0C selama 30
menit.

Nilai plastisitas dari karet dapat menurun oleh karena faktor-faktor:
1.

Karet dijemur dibawah sinar matahari

2.

Karet dipanaskan terlalu tinggi

3.

Karet terlalu banyak digiling atau direndam terlalu lama

4.

Karet mengandung banyak kotoran

Karet-karet mutu rendah setelah digiling dan diuji beberapa kali, adakalanya
mempunyai plastisitas retensi indeks yang sangat rendah. Karet-karet yang sudah
teroksidasi terlalu banyak memang mempunyai plastisitas retensi indeks rendah
dan karet demikian tidak dapat diperbaiki plastisitas retensi indeksnya
(Walujono,1970).

Universitas Sumatera Utara

2.10.2. Viskositas Mooney

Viskositas Mooney karet alam (Havea Brasiliensis) menunjukkan panjangnya
rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai
molekulnya. Pada umumnya semakin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon
karet semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran
dengan kata lain karetnya semakin kental dan keras.
Dalam pembuatan ban karet alam dengan berat molekul tinggi cukup
menarik karena sifat fisik ban yang dihasilkan seperti daya kenyal, tegangan tarik,
perpanjangan putus dan sebagainya cukup baik. Derajat pengikat silang rantai
molekul yang tinggi menyatakan semakin banyak reaksi ikatan silang yang terjadi
sehingga

akan

meningkatkan

nilai

viskositas

mooney

karet

alam

(Kartowardoyo,1980).
Viskositas karet alam mentah mudah mengalami perubahan yang disebabkan
oleh kenaikan suhu, lama penyimpanan, lama pengangkutan, dan sebagainya.
Viskositas mooney

karet mentah dapat ditentukan dengan “Mooney

Viscosimeter”. Menurut Baker dan Greensmith pada kompon murni karet alam
laju matang, viskositas wallace awal (atau viskositas mooney) dan plastisitas
retensi indeks dari karet mentahnya mempengaruhi sifat-sifat tegangan vulkanisat
dari kompon murni tersebut, seperti misalnya modulus, tegangan putus dan
perpanjangan putus (Kartowardoyo,1980).

2.10.3. Kadar Abu

Penentuan maximal dari kadar abu dimaksudkan agar karet yang dijual tidak
kemasukan bahan-bahan kimia dalam jumlah yang banyak. Dalam pengolahan
karet memang beberapa bahan kimia dipakai misalnya natrium bisulfit atau
natrium carbonat. Banyaknya abu lebih dari 1,5% menunjukkan bahwa pengujian
kurang bersih (Walujono,1970).

Universitas Sumatera Utara

Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang
mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar
abu ini dapat tinggi akibat perlakuan yang tidak dianjurkan misalnya
penggumpalan lateks dengan amonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet
keringnya tinggi.
Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar
tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah misalnya lateks yang
digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi daripada
dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan
makin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci
bersama serum. Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen
terhadap penambahan bahan-bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan
(Walujono,1970).

2.10.4. Kadar Karet Kering (KKK)
Kadar Karet Kering (KKK) adalah kandungan padatan karet per satuan berat (%).
KKK lateks atau bekuan sangat penting untuk diketahui karena selain dapat
digunakan sebagai pedoman penentuan harga juga merupakan standar dalam
pemberian bahan kimia untuk pengolahan RSS dan lateks pekat. Kadar karet
kering pada lateks tergantung dari beberapa faktor antara lain jenis klon, umur
pohon, waktu penyadapan, musim, suhu udara serta letak tinggi dari permukaan
laut. Terdapat beberapa metode dalam penentuan KKK, salah satu di antaranya
adalah metode laboratorium. Prinsip dalam metode laboratorium adalah
pemisahan karet dari lateks yang dilakukan dengan cara pembekuan, pencucian
dan pengeringan (Walujono,1970).

2.10.5. Kadar Kotoran
Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325
mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat

Universitas Sumatera Utara

dinamika yang unggul darl vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan
ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu pada pembuatan
vulkanisat tipis.
Potongan uji untuk penetapan kadar kotoran perlu ditipiskan lagi untuk
memudahkan pelarutan. Potongan uji yang telah digiling ulang, dilarutkan
didalam pelarut yang mempunyai titik didih tinggi, disertai penambahan suatu zat
untuk memudahkan larutnya karet (rubber peptiser). Larutan kotor yang tertinggal
kemudian dituangkan melalui saringan 325 mesh. Kotoran yang tertinggal pada
saringan setelah dikeringkan didalam oven, kemudian ditimbang setelah
didinginkan. Hasil pelaksanaan pengujian yang baik, dapat dilihat dari mudah
bergeraknya kotoran kering didalam saringan (Walujono,1970).

Universitas Sumatera Utara