Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet

(1)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

PENGARUH EKSTRAK BELIMBING WULUH

(Averrhoa bilimbi L) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS

TERHADAP MUTU KARET

SKRIPSI

KHAIRINA SAFITRI

050802031

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

PENGARUH PENAMBAHAN FILTRAT BELIMBING WULUH (Averrhoa Billimbi L ) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU KARET

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains

KHAIRINA SAFITRI 050802031

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM\ UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

PERSETUJUAN

Judul :PENGARUH EKSTRAK BELIMBING WULUH

(Averrhoa bilimbi L) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU KARET

Kategori : SKRIPSI

Nama : KHAIRINA SAFITRI

Nomor Induk Siswa : 050802031

Program Studi : SARJANA (S-1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

` Disetujui di:

Medan, Desember 2009 Komisi Pembimbing:

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Marpongahtun, M.Sc. Drs. Syamsul Bachri Lubis, M.Si. NIP. 196111151988032002 NIP. 195108181980031002

Diketahui/Disetujui oleh:

Departemen Kimia FMIPA USU, Ketua,

DR. Rumondang Bulan Nst, MS. NIP. 195408301985032001


(4)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

PERYATAAN

PENGARUH EKSTRAK BELIMBING WULUH

(Averrhoa bilimbi L) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS

TERHADAP MUTU KARET

SKRIPSI

Dengan kesadaran sepenuhnya saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dicantumkan sumber aslinya.

Medan, Desember 2009

KHAIRINA SAFITRI


(5)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

PENGHARGAAN

Bissmillahirrahmanirrahim,

Syukur alhamdulillah, saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Sumatera Utara.

Selanjutnya saya menyampaikan penghargaan dan cinta kasih tulus kepada Ayahanda tersayang Alm. Saudin, Ibunda tersayang Khairatun Nisaiah dan dengan doa restu dan cintanya yang tiada henti serta berkorban baik moril maupun materil, serta tak lupa terima kasih yang sebesar-besarnya untuk abang saya Khairi Saputra, adik-adik saya Irmaliyani dan Widya Faridayanti sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. Syamsul Bachri, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. DR. Rumondang Bulan Nst, MS dan Drs. Firman Sebayang, MS selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU

3. Keluarga besar PT. Hadi Baru yang telah memberikan fasilitas selama saya melakukan penelitian sehingga dapat membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini

4. Keluarga besar Laboratorium Kimia Fisika FMIPA USU Alm. Masdelina,bang edy serta teman-teman asisten bang fadli, bang fendi, kak kiki, kak sari, kak tarra, kak sri, rahma, mega, misbah, reni, nia, amy, sri handayani, nia, adi, ismail, destia, rafika, wulan serta tisna dan sahabat yang selalu menginspirasikan saya kak yeni, bang marwan terima kasih atas dukungan dan bantuannya.


(6)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

5. Sahabat-sahabat seperjuangan saya novrida, dwi, salmah, ika, sony, ando, yusma, tetty, ermaiza, dewi, eva, vera, ocha dan seluruh personil Kimia stambuk 2005 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaannya.

6. Segala pihak yang telah membantu saya menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu semua, semoga Allah membalasnya dengan segala yang terbaik. Amin.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan penulis baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.

Medan, Desember 2009


(7)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks kebun dengan penambahan variasi konsentrasi belimbing wuluh 20% ; 40% ; 60% ; 80% ; dan 100% (v/v karet) pada pH 4.7 yang membentuk koagulum. Sebagai kontrol digunakan asam formiat sebagai penggumpal lateks. Terhadap karet kering hasil penggumpalan selanjutnya dilakukan pengujian mutu berupa Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Index (PRI), Viskositas Mooney (VM) dan kadar abu. Dari hasil penilitian menunjukkan variasi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) 20:100 (v/v karet) memilki nilai Plastisitas Awal (Po) 39.33; Plastisitas Retensi Index (PRI) 50% ; Viskositas Mooney (VM) 65.5 dan Kadar Abu 0.16% serta sifat fisika yang dihasikan menurut Standar Indonesia Rubber SIR-20-1990.


(8)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

THE INFLUNCE OF ADDING Averrhoa billimbi L EXTRACT AS LATEX COAGULANT BASED ON RUBBER CHARACTERISTIC

ABSTRACT

The research about Averrhoa billimbi L extract as coagulant of latex has been done with varied concentration 20% ; 40% ; 60% ; 80% and 100% (v/v rubber) at pH 4.7 and formed coagulum. Formic acid used as a control for coagulant of latex. Quality test of rubber that formed is considered by measure the value of early Plasticity, Plasticity Retention Index, Mooney Viscosity and ash content. The result of research shows that value of early Plasticity (Po) is 39.33 ,Plasticity Retention Index (PRI) is 50%, Mooney Viscosity is 65.5 and ash content is 0.16% at variety of Averrhoa billimbi L 20:100 (v/v rubber) and also the physic is compareble with SIR-20-1990.


(9)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Lokasi Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Lateks 6

2.2. Koloid 9

2.3. Penggumpalan Lateks 10

2.4. Sistem Koloid Lateks 12

2.5. Asam Formiat 13

2.6. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) 14

2.7. Struktur Kimia Karet 15

2.8. Pengolahan Karet Crepe 17

2.9. Pengujian Mutu Lateks 19

2.9.1. Plastisitas 19

2.9.2. Viskositas Mooney 20

2.9.3. Kadar Abu 21

2.10. Karet SIR 20 22

BAB 3 METODE PENELITIAN 24

3.1. Alat-Alat yang digunakan 24

3.2. Bahan-Bahan yang digunakan 24

3.3. Metode Penelitian 25

3.4. Prosedur Kerja 26

3.4.1. Pembuatan ekstrak belimbing wuluh 26 3.4.2. Penggunaan ekstrak belimbing wuluh


(10)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

(Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal

lateks 26

3.5. Pengujian mutu karet 27

3.5.1. Penetapan nilai Plastisitas Awal dan

Plastisitas Retensi Index (PRI) 27

3.5.2. Penetapan Viskositas Mooney 28 3.5.3. Penetapan Kadar Abu 28

3.6. Pengolahan Data 29

3.6.1. Penentuan Kesalahan 29

3.6.1.1. Kesalahan Sistematik 29 3.6.1.2. Kesalahan Random (Indeterminate) 30 3.6.2. Penentuan Ketidakpastian dalam

Significant Figure 30

3.6.2.1. Menghitung ketidakpastian volume 30

3.7. Analisa Data 32

3.7.1. Analisa Varians 32

3.7.2. Uji Hipotesa 33

3.8. Skema Pengambilan Data 36

3.8.1. Pembuatan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) 36 3.8.2. Penggunaan ekstrak belimbing wuluh sebagai 37 penggumpal lateks

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38

4.1. Hasil 38

4.2. Pembahasan 41

4.2.1. Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh terhadap nilai 41 Plastisitas Awal (Po)

4.2.2. Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh terhadap nilai 43 Plastisitas Retensi Index (PRI)

4.2.3. Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh terhadap nilai 45 Viskositas Mooney (VM)

4.2.4. Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh terhadap nilai 46 Kadar Abu (AC)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 48

5.1. Kesimpulan 48

5.2. Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49


(11)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Komposisi Lateks Segar 7

Tabel 2.2 Standar Indonesia Rubber SIR-20 23

Tabel 4.1 Nilai Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Index 38 karet dengan penggumpal ekstrak belimbing wuluh

(Averrhoa billimbi L)

Tabel 4.2 Nilai Viskositas Mooney karet dengan penggumpal 39 ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L)

Tabel 4.3 Nilai kadar abu karet dengan penggumpal ekstrak 39 belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L)

Tabel 4. Skema Standard Indonesia Rubber (SIR), 54 sesuai dengan SK Menteri Perdagangan

No. 184/KP/VII/88, 1990.

Tabel 5. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan 55 ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap Plastisitas Awal (Po)

Tabel 6. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan 55 ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap Plastisitas Retensi Index (PRI)

Tabel 7. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan 55 ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap

Viskositas Mooney (VM)

Table 8. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan 56 ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap Kadar Abu (AC)


(12)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Grafik hubungan nilai Plastisitas Awal (Po) vs konsentrasi 41

ekstrak belimbing wuluh (v/v karet).

Gambar 2. Grafik hubungan nilai Plastisitas Retensi Index (PRI) 43 vs konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet).

Gambar 3. Grafik hubungan nilai Viskositas Mooney (VM) 45 vs konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet).

Gambar 4. Grafik hubungan nilai Kadar Abu vs konsentrasi 47 ekstrak belimbing wuluh (v/v karet).

Gambar 5. Viskositas Mooney 57

Gambar 6. Gilingan Laboratorium/Lab.Mill 57

Gambar 7. Plastimeter 58

Gambar 8. Ruang asam 58


(13)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Lateks adalah suatu sistem koloid dimana partikel karet dilapisi oleh protein dan fosfolipid. Protein ini akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet, dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap stabil. Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein yang terdapat dalam partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan. (1)

Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan) butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi suatu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhi bahan pembeku (koagulan) seperti asam semut atau asam cuka.. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. Agar dapat terjadi penggumpalan atau koagulasi, pH yang mendekati netral tersebut harus diturunkan sampai pH 4,7. (2)

Di dalam proses penggumpalan lateks, terjadi perubahan sol ke gel dengan pertolongan zat penggumpal. Pada sol karet terdispersi di dalam serum, tetapi pada gel karet di dalam lateks. Penggumpalan dapat terjadi dengan penambahan asam (menurunkan pH), sehingga koloid karet mencapai titik isoelektrik dan terjadilah penggumpalan.

______________________________

(1)

Zahara, Pengaruh Campuran Pengawet (Amonia-Asam Borat) Terhadap Nilai Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Index (PRI) Karet Dengan Penggumpal Asam Asetat [Skripsi Jurusan Kimia. FMIPA USU, 2005], hal. 1


(14)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

.(2) Setiamidjaja., D,. Karet [Yogyakarta : Kanisius., 1993], hal 164.

Peranan pH sangat menetukan mutu karet. Penggumpalan pada pH yang sangat rendah mengakibatkan warna karet semakin gelap dan nilai modulus karet semakin rendah. Sebaliknya keuntungannya, masa pemeraman singkat dan PRI dapat dipertahankan setinggi mungkin. Penambahan elektrolit yang bermuatan positif juga dapat menetralkan muatan negatif dari partikel karet dan menggumpalkan karet.(3)

Banyak tanaman di Indonesia yang sebenarnya dapat memberikan banyak manfaat, namun belum dibudidayakan secara khusus. Salah satu diantaranya adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Kandungan belimbing wuluh terdiri dari saponin, tanin, sulfur, glukosida, kalsium oksalat, asam format dan peroksida. Pada umumnya, belimbing diolah menjadi penyedap rasa yang disebut asam sunti.

Pemanfaatan belimbing wuluh biasanya dimanfaatkan sebagai bumbu masak. Belimbing wuluh memiliki khasiat sebagai pereda berbagai keluhan kesehatan. Rasanya yang asam justru membuat belimbing wuluh memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai buah spesifik sekaligus herba. Selama ini rasa asam belimbing wuluh sering dimanfaatkan sebagai penyedap masakan sayur asam, pindang ikan dan sering juga dibuat manisan. Sebetulnya sejak dulu masyarakat memanfaatkannya sebagai obat antara lain untuk penawar sariawan dan darah tinggi. (4)

Penelitian mengenai jenis asam yang digunakan sebagai penggumpal lateks telah banyak dilakukan diantaranya Rudi Munzirwan (2004) yang menggunakan asam asetat dan asam formiat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam formiat lebih baik digunakan sebagai penggumpal lateks karena menghasilkan nilai Plastisitas Awal, Plastisitas Retensi Index, viskositas mooney dan kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam asetat. Dian Salawati (2004) menggunakan larutan TSP (Triple Super Phospat) sebagai penggumpal lateks karena larutannya yang bersifat asam. Khairani (1995) dimana memanfaatkan limbah cair tahu sebagai penggumpal lateks.

____________________________


(15)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

(3)

Ompusunggu, M dan Darussamin, A., Pengolahan Umum Lateks. Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih [Medan: BPP Sei Putih,1989], hal 7

(4)

Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin melakukan penelitian yang memanfaatkan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai bahan penggumpal lateks dan dimana diharapkan dapat menghasilkan mutu karet yang lebih baik.

1.2.Permasalahan

1. Apakah ekstrak belimbing wuluh dapat digunakan sebagai penggumpal lateks 2. Apakah ekstrak belimbing wuluh yang digunakan sebagai penggumpal lateks

menghasilkan mutu karet yang memenuhi SIR (Standar Indonesia Rubber).

1.3.Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada :

1. Bahan penggumpal yang digunakan adalah ekstrak belimbing wuluh (Averrohoa Bilimbi L)

2. Lateks yang digunakan berasal dari Perkebunan Rakyat di Galang, Sumatera Utara

3. Koagulum hasil penggumpalan digiling dengan creper sebanyak enam kali, kemudian dikeringkan.

4. Karet kering yang dihasilkan digiling dengan blending mill sebanyak tiga kali 5. Parameter pengujian mutu yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Index (PRI), Viskositas Mooney dan Kadar Abu


(16)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

1.4.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan :

2. Untuk mengetahui kinerja ekstrak belimbing wuluh dalam penggumpalan lateks.

3. Untuk mengetahui mutu SIR (Standar Indonesia Rubber) dari lateks yang digumpalkan dengan ekstrak belimbing wuluh dan dibandingkan dengan asam formiat sebagai penggumpal lateks

1.5.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yaitu penggunaan ekstrak belimbing wuluh sebagai penggumpal lateks pada karet sehingga menghasilkan mutu karet yang lebih baik sehingga dapat digunakan dalam industri lateks.

1.6.Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan menggunakan lateks yang diperoleh dari perkebunan rakyat di Galang, Sumatera Utara sebagai populasi yang bersifat homogen yang kemudian lateks akan digumpalkan melalui penambahan ekstrak belimbing wuluh dengan pengambilan sampel secara acak.

Pada proses penggumpalan dilakukan variasi konsentrasi belimbing wuluh, sehingga variabel tersebut disebut dengan variabel bebas. Sedangkan Volume lateks, jumlah gilingan lateks basah, jumlah gilingan lateks kering, lama pengeringan sebagai variable tetap. Kemudian sifat-sifat fisika yang meliputi plastisitas awal, plastisitas retensi index, viskositas mooney dan kadar abu sebagai variabel terikat.


(17)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Penelitian ini adalah penelitian faktorial 6 x 4 model tetap dengan enam level koagulum yang terbentuk dan empat adalah uji karet. Replikasi dilakukan dua kali untuk setiap perlakuan dari masing-masing sampel.

Pengambilan data dari sifat fisika terhadap uji karet adalah:

1. Penentuan plastisitas awal dan plastisitas retensi index dengan plastimeter. 2. Penentuan viskositas mooney dengan mooney viskosimeter.

3. Penentuan kadar abu

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varians dengan taraf signifikasi 5%

1.7.Lokasi Penelitan

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika FMIPA USU, Medan dan Laboratorium PT. Hadi Baru, Jalan Medan-Binjai Km 16,75 Diski, Medan.


(18)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lateks

Lateks adalah merupakan suatu sistem koloid dimana terdapat partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum. Lateks terdiri dari 25-45% hidrokarbon karet selebihnya merupakan bahan-bahan bukan karet. Komposisi karet bervariasi tergantung dari jenis klon, umur tanaman, musim, sistem deres, kondisi tanah. (5)

Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang baik. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan baik itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap (zat anti koagulan). Menurut Setyamidjaja 1993 beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, di antaranya adalah :

1. Faktor di kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon dan lain-lain).

2. Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prokoagulasi, musim kemarau keadaan lateks tidak stabil).

3. Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yang baik terbuat dari aluminium dan baja tahan karet).

4. Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu). 5. Kualitas air dalam pengolahan.

6. Bahan-bahan kimia yang digunakan 7. Komposisi lateks


(19)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

______________________________

(5)

Zahara, loc.cit.

Menurut Penebar Swadaya (1992) lateks kebun yang baik memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Lateks disaring dengan saringan berukuran 40 mesh

2. Tidak terdapat kotoran atau benda benda lain seperti daun atau kayu 3. Tidak bercampur dengan bubur lateks, air ataupun serum lateks 4. Warna putih dan berbau karet segar

5. Lateks kebun bermutu 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks kebun bermutu 2 mempunyai kadar karet kering adalah 20%

Lateks mengandung bahan-bahan karet dan bahan-bahan bukan karet, adapun komposisi lateks segar secara garis besar dipaparkan pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Komposisi Lateks Segar

Komposisi Persentase (%)

Kandungan karet 35.62

Ion-ion logam 1.65

Protein 2.03

Abu 0.70

Zat gula 0.34

Air 59.62

(Sumber Setyamidjaja, 1993)

Komponen-komponen bukan karet di dalam lateks sangat mempengaruhi sifat lateks, diantaranya ada yang berakibat bagus tetapi ada juga yang berakibat buruk terhadap lateks.


(20)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

1

2

+

-H

O

H

+

+

-H

O

H

+

+

-H

O

H

+

+

-H

O

H

+

+

-

O

H

H

+

+

-H

O

H

+

Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0-1,5% (b/v) dan sebagian dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan sebagian larut dalam serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel karet berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet seperti digambarkan pada gambar 2.1.

1. Partikel karet

2. Lapisan fosfolipid dan protein muatan negatif

3. Molekul air

Gambar 2.1. Partikel karet dengan lapisan pelindung dan molekul air

Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan.

Karbohidrat

Karbohidrat yang terdapat dalam lateks adalah sukrosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa. Ini merupakan sumber energi dan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, sebagai akibatnya akan terbentuk asam lemak.

Asam lemak ini menurunkan kemantapan mekanik dan pH lateks. Jika pH sampai pada titik isoelektrik maka lateks menggumpal. Untuk menghindarkan


(21)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

aktivitas mikroba biasanya ditambahkan bahan pengawet seperti amonia, natrium sulfit dan formaldehid. (6)

_______________________________

(6)

Ompusunggu, M dan Darussamin, A. Op.cit., hal 2-3

Ion-ion Logam

Ion-ion logam seperti ion Ca2+ dan Mg2+ yang terdapat di dalam lateks dapat menetralkan muatan negatif dari partikel lateks dan menyebabkan terganggunya kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks menggumpal. Oleh karena itu kandungan ion logam dari lateks sebaiknya rendah karena selain dapat mengganggu kemantapan serta kestabilan sistem koloid lateks. (7)

Jika lateks dipusing 3200 rpm maka berdasarkan perbedaan berat jenis akan diperoleh berat jenis fraksi-fraksi sebagai berikut :

• Fraksi karet terdiri dari partikel-partikel karet yang berbentuk bulat dengan diameter 0.05-3 mikron yang diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida yang berfungsi sebagai pemantap.

Fraksi Frey Wessling yang terdiri dari partikel-partikel Frey Wessling yang ditemuka n Frey Wessling. Fraksi ini berwarna kuning karena banyak mengandung senyawa karetonoida.

• Fraksi serum, fraksi ini disebut juga fraksi C, mengandung sebagian besar komponen bukan karet yaitu protein, asam amino, asam-asam organik, ion-ion organik, air, karbohidrat, dan ion-ion logam dalam jumlah yang kecil (trace).

• Fraksi bawah, terdiri dari partikel-partikel lutoid yang bersifat gelatin, mengandung senyawa nitrogen dan ion-ion kalsium dan magnesium. (8)

2.2. Koloid

Perbedaan yang paling utama antara koloid dan larutan kristaloid sejati adalah ukuran partikelnya. Diameter partikel koloid berkisar antara 10 Å sampai 10.000 Å.


(22)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

________________________________

(7)

Zahara, op.cit, hal 8.

(8)

Ompusunggu, M dan Darussamin, A, op. cit, hal 3-4.

Partikel-partikel yang mempunyai diameter lebih kecil daripada 10 Å akan membentuk larutan sejati, sedangkan partikel-partikel dengan diameter lebih besar dari 10.000 Å akan membentuk suspensi yang secara cepat akan terpisah ke dalam dua.

Partikel-partikel koloid mempunyai sifat kinetik dipengaruhi dua hal. Pertama, adanya gerakan termal. Gerakan ini ditemukan oleh Brown. Gerakan ini disebabkan oleh tumbukan acak yang terjadi antara molekul terdispersi dengan molekul pendispersinya. Hal lain yang menyebabkan partikel koloid mempunyai sifat kinetik adanya gravitasi. Gravitasi ini dapat berupa gravitasi alami yang disebabkan oleh bumi yang menyebabkan pengendapan partikel-partikel besar, atau dapat juga berupa gravitasi buatan yang dapat dicapai dengan jalan memusing larutan koloidal dengan menggunakan sentrifugasi hingga mengakibatkan terjadinya pengendapan terdispersinya.

Kebanyakan senyawa, termasuk koloid akan membentuk suatu permukaan bermuatan listrik bila berhubungan dengan medium polar seperti air misalnya. Sumber muatan ini bermacam-macam. Untuk sol hidrofilk seperti larutan protein, muatan diperoleh terutama karena ionisasi gugus karboksil COO- dan gugus amino NH3+.

Karena ionisasi dari gugus-gugus tersebut bergantung pada pH, maka muatan bersih larutan protein bergantung pada pH. Pada pH tinggi, protein akan bermuatan negatif, sedangkan pada pH rendah, ptotein akan bermuatan positif. (9)

2.3. Penggumpalan Lateks

Prokoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Kejadian ini sering terjadi di areal


(23)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

perkebunan karet sebelum karet sampai ke pabrik atau tempat pengolahan. Bila hal ini terjadi akan timbul kerugian yang tidak sedikit.

_______________________________

(9)

Birt, T, KIMIA FISIKA UNTUK UNIVERSITAS [Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1993], hal 295-299.

Prokoagulasi terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-bagian koloidal ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar. Komponen koloidal yang lebih besar ini akan membeku. Inilah yang menyebabkan terjadinya prokoagulasi. (10)

Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama-tama berlaku untuk alat-alat yang dalam pekerjaan penggumpalan lateks bersentuhan dengannya. Selain dari kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran-kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya prokuagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik untuk diolah.

Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasa juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prokoagulasi. Anti tetapi pemakaian anti koagulan ini harus dibatasi sampai batas sekecil-kecilnya, karena biayanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulan memerlukan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan. (11)

Penggumpalan lateks merupakan peristiwa perubahan sol menjadi gel. Proses penggumpalan lateks dapat terjadi dengan sendirinya dan dapat pula karena pengaruh dari luar seperti gaya mekanis (gesekan), listrik panas, elektrolit, enzim, asam, maupun zat penarik air. Penggumpalan lateks karena pengaruh dari luar dilakukan untuk mempercepat penggumpalan dan untuk memperoleh koagulum karet dengan mutu yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien dan lebih murah.


(24)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

_______________________________

(10)

Tim Penulis PS, Karet, Strategi Pemasaran Tahun 2000 [Jakarta : Penebar Swadaya. 1999], hal 291

(11)

Setiamidjaja., D. Op.Cit. hal 150-151

Beberapa cara penggumpalan lateks yang disebabkan pengaruh dari luar antara lain:

1. Penurunan pH lateks

Penurunan pH lateks dapat terjadi karena terbentuknya asam-asam hasil penguraian bakteri atau oleh penambahan larutan asam penggumpal. Asam-asam yang banyak digunakan sebagai bahan penggumpal lateks saat ini adalah asam formiat dan asam asetat.

Penambahan larutan asam penggumpal dilakukan secara sekaligus dan pH penggumpalan diusahakan disekitar titik isoelektrik lateks yakni pH 4.4 – 5.3 agar didapat penggumpalan yang baik serta karet alam yang dihasilkan memiliki sifat serta mutu yang baik pula.

2. Penambahan larutan elektrolit

Penambahan larutan elektrolit yang mengandung logam seperti Ca2+, Mg2+, Ba2+, K+, Al3+ kedalam lateks akan menyebabkan penurunan potensial listrik partikel karet dan mengakibatkan lateks menggumpal.

3. Penambahan senyawa penarik air

Penggumpalan lateks dengan cara menarik air (dehidrasi) dilakukan dengan menambahkan senyawa yang dapat mengganggu lapisan molekul air yang mengelilingi partikel karet di dalam lateks. Senyawa yang digunakan antara lain alkohol dan aseton. Penggumpalan dengan cara penambahan senyawa penarik air, jarang dilakukan karena karet yang dihasilkan memiliki mutu yang kurang baik.


(25)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

2.4. Sistem Koloid Lateks

Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloid stabil, yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kemantapan lateks disebabkan partikel karet dikelilingi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan fosfolipid dalam air. Dengan menambahkan bahan pengawet primer yaitu amonia maka fosfolipid akan terhidrasi menghasilkan asam lemak dan bereaksi dengan amonia membentuk sabun amonia. Sabun ini diserap oleh partikel karet sehingga lateks bertambah mantap selama penyimpanan. Di samping itu, protein juga terhidrolisis membentuk polipeptida dan asam amino yang larut dalam air. (12)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah sebagai berikut:

1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum) misalnya assosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan partikel karet.

2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri.

Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi pada permukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar (lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid.

Lapisan pelindung lipida, protein, dan lapisan sabun asam lemak tersebut bertindak sebagai pelindung partikel karet dengan molekul air menghasilkan sistem dispersi koloid yang mantap. Jika terjadi pembentukan gel, flokulasi, dan koagulasi maka hal ini menunjukkan bahwa stabilitas koloid lateks terganggu atau rusak. (13)

2.5. Asam Formiat

Asam formiat adalah cairan tidak berwarna, berbau tajam, mudah larut dalam air, alkohol, dan eter yang titik didihnya 100,50C dan titik leburnya 80C.


(26)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

_________________________________

(12)

Riset, P., Pengaruh Bahan Pengawet Sekunder Pada Kestabilan Lateks Alam Irridiasi [Jakarta : Badan Tenaga Nuklir Nasional, 2004], hal 84

(13)

Ompusunggu, M dan Darussamin, A, Op Cit, hal 10.

Asam formiat terdapat dalam badan semut merah, dalam beberapa macam tumbuh-tumbuhan yang menyebabkan rasa gatal dan dalam jumlah kecil juga terdapat dalam air keringat manusia. (14)

Dalam industri asam formiat dibuat dari karbon monoksida dengan uap air yang dialirkan melalui katalis (oksida-oksida logam pada suhu sekitar 2000C dan tekanan besar).

Reaksi kimianya yaitu :

Katalis

CO + H2O HCOOH

Pembuatan dalam industri :

120 - 1500C O H2SO4 O

NaOH + CO HC HC + Na2SO4

7 atm ONa OH Asam formiat digunakan dalam industri lateks untuk menggumpalkan lateks

2.6. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) atau sering disebut belimbing asam merupakan salah satu tanaman yang tumbuh subur di seluruh daerah di Indonesia khususnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tanaman ini termasuk salah satu jenis tanaman tropis yang mempunyai kelebihan yaitu dapat berbuah sepanjang tahun. Belimbing


(27)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

wuluh biasanya terlebih dahulu diolah menjadi manisan, pikel, juice, sirup atau dikeringkan sebelum dikonsumsi.

______________________________

(14)

Sanir, I., Kimia Organik II. [Bogor : Departemen Perindustrian dan Perdagangan Akademi Kimia Analis 1997] hal 20

Belimbing wuluh merupakan tumbuhan berbatang keras yang memiliki ketinggian mencapai 11 m. Biasanya ditanam ditempat yang cukup mendapatkan sinar matahari. Batangnya yang keras dan tidak bercabang banyak. Buahnya berwarna hijau muda, berbentuk lonjong sebesar ibu jari dan rasanya asam. Buahnya sering dipakai oleh ibu-ibu untuk memasak sehingga sering disebut juga belimbing sayur ataupun untuk membersihkan noda kain, kuningan dan tembaga. Daunnya yang kecil berhadap-hadapan.

Belimbing wuluh bermanfaat sebagai anti radang karena mengandung flavon. Selain itu, kaliumnya melancarkan keluarnya air seni sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Buahnya mengandung zat asam kalium akolat. Adapun kegunaannya untuk hipertensi, diabetes, gondongan, jerawat, rematik, sariawan, gusi berdarah, sakit gigi, batuk rejan, demam dan kelumpuhan (15)

Belimbing wuluh memiliki rasa asam dan bersifat sejuk. Pada bagian batang mengandung saponin, tanin, asam format, glukosida, kalsium oksalat, sulfur, dan peroksida. Pada bagian daun mengandung tarlin, sulfur, asam format, peroksida, kalsium oksalat, dan kalium sitrat. (16)

2.7. Struktur Kimia Karet

Karet alam umumnya diperoleh dari lateks yang berasal dari pohon Havea Brasiliensis. Karet alam terdapat sebagai suspensi koloid dari berbagai partikel karet yang sangat kecil dalam cairan putih seperti susu yang disebut lateks. (17)


(28)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

_______________________________

(15)

(16)

Hariana, H. A., Tumbuhan Obat dan Khasiatnya [Jakarta : Penebar Swadaya, 2004] hal 36

(17)

Morton, M. Rubber Technology [New York : Van Nostrand Reinhold, 1987] hal 20

Bentuk utama dari karet alam yang terdiri dari 97% cis-1,4-poliisoprena, dikenal sebagai Havea Rubber. Hampir semua karet alam yang diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari sekitar 32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol, ester dan garam. (18)

H3C H

C = C

H2C CH2

n

Gambar 2.2 Cis-1,4 poliisoprena (karet alam)

Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang cukup baik. Kualitas dan

hasil produksi karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar perbandingan yang baik untuk barang-barang karet buatan manusia. Karet alam mempunyai daya lentur yang tinggi, kekuatan tensil dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah. Daya tahan karet terhadap benturan, goresan dan koyakan sangat baik. (19)

Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam industri seperti mesin-mesin penggerak.

Barang yang dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan (seperti ban sepeda, motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang), sepatu karet, sabun penggerak


(29)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam. (20)

_______________________________

(18)

Stevens, M. P., Kimia Polimer [Jakarta : Pradnya Paramita, 2001], hal 588-589.

(19)

Spillene, J.J., Komoditi Karet [Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1989] hal 16-17

(20)

Tim Penulis PS, Op Cit, hal 41

Ikatan rangkap pada setiap molekul hidrokarbon cis-1,4-poliisoprena memungkinkan teradisinya atom halogen, oksigen atau belerang. Apabila molekul-molekul tersebut mengadisi atom-atom belerang, maka terjadi proses yang lazimnya disebut proses pematangan (proses vulkanisasi).

Karet alam mentah tidak seluruhnya terdiri dari hidrokarbon cis-1,4-poliisoprena, tetapi juga mengandung suatu kadar rendah bahan-bahan bukan karet yang besarnya tidak tetap, karena tergantung pada musim, iklim, keadaan tanah, faktor-faktor biologis tertentu, dan sebagainya. Bahan-bahan bukan karet tersebut antara lain terdiri dari air, protein dan abu.

Variasi kadar bahan-bahan bukan karet menyebabkan karet alam mentah mempunyai laju matang yang berbeda-beda. Bahan-bahan bukan karet ini, meskipun kecil kadarnya dalam karet alam mentah, mempunyai pengaruh yang penting pada proses pematangan (proses vulkanisasi) kompon-karet dan sifat fisik vulkanisatnya. Jelas bahwa faktor-faktor pada bahan mentah (jenis klon pada karet, iklim, musim, tanah, dan lain-lain) dan faktor-faktor pengolahan (cara pengkoagulasian, cara pengeringan, dan lain-lain) dapat menjadi sebab adanya perbedaan dalam sifat-sifat karet tersebut. (21)

2.8. Pengolahan Karet Crepe

Krep (crepe) adalah produk lainnnya yang dihasilkan dalam pengolahan karet alam. Bila menggunakan bahan baku lateks, pelaksanaan pungutan lateks atau penyadapan


(30)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

di kebun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh krep yang baik kualitasnya.

________________________________

(21)

Kartowardoyo, S., Penggunaan Wallace-Plastimeter Untuk Penentuan Karakteristik-Karakteristik Pematangan Karet Alam [Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada 1980], hal 27-28.

Proses pembutaan krep dengan bahan baku lateks berlangsung dengan urutan pengolahan : penyaringan, pencampuran dan pengenceran lateks, pembekuan, penggilingan, pengeringan, sortasi dan pembungkusan. (22)

Untuk dibuat menjadi karet crepe, lateks segar yang telah dikumpulkan dari kebun terlebih dahulu disaring di tempat pengolahan. Penyaringan dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan lateks yang baik dan bersih sebagai bahan baku. Kemudian, lateks diencerkan sampai kadarnya menjadi sekitar 20%. Pengenceran dilakukan dengan natrium bisulfit yang juga merupakan bahan pemutih.

Asam format atau asam semut ditambahkan dalam lateks yang dibekukan, bisa juga menggunakan asam asetat. Bila menggunakan asam format sebagai pembeku, dosisnya adalah 0.5-0.7 ml per liter lateks. Sedangkan dosis asam asetat 1-1.4 ml untuk setiap liter lateks. Asam pembeku ini diberikan ke lateks segera setelah natrium bisulfit diberikan. Kemudian, larutan diaduk secara merata. Busa atau buih-buih yang timbul pada permukaan larutan segera dibuang. Pembuangan busa yang kurang baik dapat menimbulkan garis-garis pada crepe kering.

Untuk mencegah proses oksidasi yang menyebabakan warna ungu pada crepe, ditambahkan air bersih atau larutan natrium bisulfit 1% hingga airnya melebihi permukaan lateks. Pemberian natrium bisulfit juga dapat menghindari/mengurangi warna kuning lateks. Lateks beku dengan ukuran yang besar harus dipotong-potong terlebih dahulu agar mudah digiling.

Setelah penggilingan selesai, lembaran crepe digantung agar sisa-sisa air menetes dan dibantu pengeringannya oleh angin. Penggantungan cukup beberapa jam


(31)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

dan dapat langsung dibawa ke kamar pengeringan agar benar-benar kering. Melalui proses-proses di dalam ruangan yang menggunakan alat pemanas selama 5-7 hari, maka crepe siap dipasarkan untuk dijadikan bahan lain.

_______________________________

(22)

Setiamidjaja, D. Op.Cit, hal 181.

Bila tidak menggunakan kamar yang tidak menggunakan alat pemanas, pengeringan bisa berlangsung sangat lama 2-4 minggu. (23)

Sifat-sifat karet alam yang terpenting untuk menjamin mutunya: 1. Viskositas harus cukup rendah

2. Ketahanan oksidasi harus cukup tinggi

3. Sifat-sifat pematangan harus cukup cepat matang tanpa penyaluran yang terlalu cepat

4. Kadar zat tambahan dan kotoran harus serendah mungkin

Pada pertemuan karet internasional di London pada tahun 1949 delegasi Perancis untuk pertama kalinya mengemukakan suatu cara baru bagi penggolongan mutu karet alam. Menurut cara ini karet alam ini dibedakan jenis-jenis mutunya atas dasar sifat-sifat keterolahan dan sifat pematangan (vulkanisasi)nya diketahui dengan menentukan viskositas-Mooney karet alam mentah dengan “Mooney-viscosimeter”.

2.9. Pengujian Mutu Lateks 2.9.1. Plastisitas

Suatu bahan yang plastisitasnya tinggi mudah sekali berubah bentuk atau dengan kata lain mudah sekali mengalir, sehingga telah didefenisikan, bahwa plastisitas adalah kepekaan terhadap deformasi, pengertian ini merupakan kebalikan dari pada pengertian viskositas-efektif, sedangkan viskositas-efektif didefenisikan sebagai ketahanan terhadap deformasi. Metode pengujian viskositas umumnya bersifat mengukur konsistensi (ketahanan terhadap deformasi). (24)


(32)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Plastisitas awal adalah plastisitas karet mentah yang langsung diuji tanpa perlakuan khusus sebelumnya. Plastisitas retensi indeks adalah cara pengujian untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksidasi pada suhu tinggi.

_______________________________

(23)

Tim Penulis PS, Op Cit, hal 322-324

(24)

Kartowardoyo, S., Op Cit, hal 2, 5

Karet yang mempunyai plastisitas retensi indeks tinggi mempunyai rantai molekul yang tahan terhadap oksidasi, sedangkan yang mempunyai plastisitas retensi yang rendah mudah teroksidasi menjadi karet lunak.

Plastisitas retensi indeks ini sangat penting karena plastisitas retensi index menunjukkan keadaan dari molekul itu sendiri, menunjukkan sejauh mana akan terjadi pemecahan karet jika dipanaskan. Plastisitas retensi indeks ukuran terhadap tahan usang karet dan plastisitas retensi indeks dipakai sebagai petunjuk mudah tidaknya karet itu dilunakkan dalam gilingan pelunak (masicator). Plastisitas retensi indeks dapat ditentukan dengan Wallace Plastimeter. Dengan alat ini ditentukan (plastisitas dari karet sebelum dipanaskan pada suhu 1400C selama 30 menit.

Nilai plastisitas dari karet dapat menurun oleh karena faktor-faktor: 1. Karet dijemur dibawah sinar matahari

2. Karet dipanaskan terlalu tinggi

3. Karet terlalu banyak digiling atau direndam terlalu lama 4. Karet mengandung banyak kotoran

Karet-karet mutu rendah setelah digiling dan diuji beberapa kali, adakalanya mempunyai plastisitas retensi indeks yang sangat rendah. Karet-karet yang sudah teroksidasi terlalu banyak memang mempunyai plastisitas retensi indeks rendah dan karet demikian tidak dapat diperbaiki plastisitas retensi indeksnya. (25)


(33)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Viskositas Mooney karet alam (Havea Brasiliensis) menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Pada umumnya semakin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon karet semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran dengan kata lain karetnya semakin kental dan keras.

________________________________

(25)

Walujono, K dan Kartowardoyo, S., Kemungkinan Pengolahan Karet Remah di Indonesia dan Pembahasan Berbagai Proses Karet Butiran Karet Remah. [Jakarta : PT Soeroengan, 1970], hal 22-23

Dalam pembuatan ban karet alam dengan berat molekul tinggi cukup menarik karena sifat fisik ban yang dihasilkan seperti daya kenyal, tegangan tarik, perpanjangan putus dan sebagainya cukup baik.

Derajat pengikat silang rantai molekul yang tinggi menyatakan semakin banyak reaksi ikatan silang yang terjadi sehingga akan meningkatkan nilai viskositas mooney karet alam. (26)

Viskositas karet alam mentah mudah mengalami perubahan yang disebabkan oleh kenaikan suhu, lama penyimpanan, lama pengangkutan, dan sebagainya. Viskositas mooney karet mentah dapat ditentukan dengan “Mooney Viscosimeter”. Menurut Baker dan Greensmith pada kompon murni karet alam laju matang, viskositas wallace awal (atau viskositas mooney) dan plastisitas retensi indeks dari karet mentahnya mempengaruhi sifat-sifat tegangan vulkanisat dari kompon murni tersebut, seperti misalnya modulus, tegangan putus dan perpanjangan putus.(27)

2.9.3. Kadar Abu

Penentuan maximal dari kadar abu dimaksudkan agar karet yang dijual tidak kemasukan bahan-bahan kimia dalam jumlah yang banyak. Dalam pengolahan karet memang beberapa bahan kimia dipakai misalnya natrium bisulfit atau natrium carbonat. Banyaknya abu lebih dari 1,5% menunjukkan bahwa pengujian kurang bersih. (28)


(34)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral di dalam karet. Beberapa bahan mineral dalam karet yang meninggalkan abu dapat mengurangi sifat dinamika seperti ketahanan retak lentur dari vulkanisasi karet alam.

________________________________

(26)

Refrizon, Viskositas Mooney Karet Alam. [Skripsi Jurusan Fisika. FMIPA USU. 2000] hal 3.

(27)

Kartowardoyo, S., Op Cit, hal 24

(28)

Walujono, K dan Kartowardoyo, S., Op Cit, hal 21

Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar abu ini dapat tinggi akibat perlakuan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan lateks dengan amonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet keringnya tinggi.

Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi daripada dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan makin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci bersama serum.

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan. (29)

2.10. Karet SIR 20

Karet SIR 20 berasal dari koagulum (lateks tang sudah mengumpal) atau hsil olahan seperti lum, sit angin, getah keping sisa, merupakan hasil olah pabrik yang bahan olahnya diperoleh dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum.


(35)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantuk dalam Standar Indonesia Rubber (SIR). SIR adalah karet bongkah (karet remah) yang dikeringkan dan dikilang menjadi bendela-bendela dengan ukuran yang telah tercantum.

Prinsip tahapan proses pengolahan karet alam SIR-20 yaitu - Sortasi bahan baku

- Pembersihan dan pencampuran makro - Peremahan

- Pengeringan - Pengemasan

_______________________________

(29)

Ibid., hal 28

Perbedaan SIR-5, SIR-10, SIR-20 adalah pada standar spesifikasi mutu kadar kotoran, kadar abu, dan kadar zat menguap sesuai dengan Standar Indonesia Rubber. Langkah proses pengolahan karet SIR-20 bahan baku koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa) yaitu disortasi dan dilakukan pembersihan dan pencampuran makro, pengeringan gantung selama 10 hari sampai 20 hari, peremahan, pengeringan, pengempaan bendela (setiap bendela 33 kg atau 35 kg), pengemasan dan karet alam SIR-20 siap untuk diekspor. (31)

Karet alam SIR-20 mempunyai spesifikasi berdasarkan Standard Indonesia Rubber (SIR) yang dipaparkan pada tabel 2.2

Tabel 2.2. Standar Indonesia Rubber SIR-20

No Spesifikasi Karet alam SIR-20

1 Kadar kotoran maksimum 0.20%

2 Kadar abu maksimum 1.0%

3 Kadar atsiri maksimum 1.0%

4 PRI minimum 40

5 Plastisitas awal (Po) maksimum 30


(36)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

_______________________________

(30)

Ompusunggu, M dan Darussamin, A., Op.Cit, hal 12

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Alat – Alat yang digunakan

1. Blending mill Parrel Bridge

2. Lab mill Parrel Bridge

3. Wallace Punch Speed Reducer

4. Plastimeter Wallace

5. Mooney viskosimeter SPRI England

6. Cawan Platina 7. Stopwatch

8. Pembakar Listrik Karl Kolb

9. Oven Gallenkamp

10. Muffle furnace Sybron Termolir


(37)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

3.2. Bahan – Bahan yang digunakan

1. Lateks Perkebunan Rakyat Galang, Sumatera Utara 2. Belimbing wuluh

3. Kertas lakmus indikator 4. Kertas Sigaret

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian laboratorium dengan disain faktorial 6x4 model tetap a. Populasi

Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai populasi adalah lateks yang diperoleh dari Perkebunan Rakyat Galang, Sumatera Utara dan bersifat homogen.

b. Pengambilan Sampel

Berdasarkan sifat populasi yang homogen maka tekhnik pengampilan sampel yang digunakan adalah tekhnik pengambilan sampel acak sederhana dimana lateks yang digumpalkan dengan variasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) membentuk koagulum. Hasil dari proses penggumpalan ini kemudian digiling dan setelah itu dilakukan pengujian mutu karet dan pengulangan dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap perlakuan dari masing-masing sampel.

c. Variabel

2. Variabel bebas : - ekstrak belimbing wuluh 3. Variabel terikat : - plastisitas awal

- plastisitas retensi index - viskositas mooney - kadar abu


(38)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

4. Variabel tetap : - volume lateks 100 ml

- jumlah gilingan lateks basah 6 kali - jumlah gilingan lateks kering 3 kali - lama pengeringan 7 hari

d. Pengambilan Data Data diperoleh dengan :

1. Penentuan plastisitas awal dan plastisitas retensi index dengan plastimeter. 2. Penentuan viskositas mooney dengan mooney viskosimeter.

3. Penentuan kadar abu

e. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunkan desain eksperimen faktorial 6x4 model tetap dimana enam adalah koagulum yang digunakan dan empat adalah uji karet dengan perbandingan 20:100 ; 40:100 ; 60:100 ; 80:100 ; 100:100.

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Pembuatan ekstrak belimbing wuluh

1. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dibersihkan dan dipotong kecil-kecil 2. Dihaluskan

3. Diperas kemudian disaring

4. Ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) digunakan sebagai penggumpal lateks

3.4.2. Penggunaan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks


(39)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

2. Masing-masing 100 ml lateks dimasukkan ke dalam 6 mangkok penggumpal, untuk mangkok 1; ditambahkan asam formiat sebanyak 20 ml, asam formiat digunakan sebagai kontrol.

3. Untuk mangkok ke-2 sampai ke 6 ditambahkan ekstrak belimbing wuluh dengan volume penambahan 20 ml ; 40 ml ; 60 ml ; 80 ml ; dan 100 ml

4. Masing-masing koagulum karet yang terbentuk ditambahkan air secukupnya untuk menutupi permukaan koagulum karet, kemudian didiamkan selama satu malam. 5. Selanjutnya masing-masing koaglum digiling dengan alat creper sebanyak enam

kali gilingan dan dikeringkan 7 hari sehingga menghasilkan karet kering.

6. Setelah itu masing-masing koagulum karet yang sudah kering digiling dengan blending mill sebanyak tiga kali

7. Karet kering yang dihasilkan diuji mutu karetnya yaitu Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Indeks (PRI), Viskositas Mooney dan Kadar Abu sesuai dengan ketentuan SIR (Standar Indonesia Rubber).

3.5. Pengujian mutu karet

3.5.1. Penetapan nilai Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Index (PRI)

1. Ditimbang sekitar 15 gram lateks yang sudah dikeringkan, lalu digiling dengan gilinga n laboratorium sebanyak tiga kali

2. Lembaran karet tersebut dilipat dua, ditekan perlahan-lahan dengan telapak tangan 3. Kemudian lembaran karet tersebut dipotong dengan alat wallace punch sebanyak

enam buah potongan uji dengan diameter 13 mm seperti gambar di bawah ini :

1

2 1 2


(40)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

4. Untuk pengukuran plastisitas awal diambil potongan uji (1), sedangkan potongan uji (2) untuk pengukuran plastisitas setelah pengusangan. Diletakkan potongan uji (2) untuk pengukuran plastisitas setelah pengusangan di atas baki dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1400 C selama 30 menit. Lalu dikeluarkan kemudian didinginkan sampai suhu kamar.

5. Sementara potongan uji (1) sebanyak tiga buah diletakkan satu persatu diantara dua lembar kertas sigaret yang berukuran 35 mm x 45 mm selanjutnya diletakkan di atas piringan plastimeter lalu piringan plastimeter tersebut ditutup.

6. Setelah ketukan pertama piringan bawah plastimeter akan bergerak ke atas selama 15 detik dan menekan piringan atas

7. Dilanjutkan sampai ketukan berakhir yang ditandai dengan angka jarum mikrometer berhenti bergerak pada nilai plastisitas karet

8. Sedangkan potongan uji (2) setelah pengusangan tadi diukur dengan cara yang sama

9. Tiga potongan uji dari setiap contoh diambil angka rata-ratanya dan dibulatkan

(3.1)

Dimana: Pa = Plastisitas setelah pengusangan Po = Plastisitas sebelum pengusangan

3.5.2. Penetapan Viskositas Mooney

1. Sebelum pengukuran dilakukan, alat viskosimeter terlebih dahulu dipanaskan selama 1 jam

2. Masing-masing lembaran contoh karet diambil 2 buah potongan uji dengan menggunakan alat wallace punch sehingga ukuran diameternya sama dengan ukuran diameter rotor.

3. Dimasukkan rotor ke contoh karet pertama yang telah diberi lubang dengan gunting lalu dimasukkan bersama-sama ke stator bawah

4. Contoh kedua diletakkan tepat di atas rotor

5. Ditutup stator atas dan setelah tertutup stopwatch dihidupkan

% 100

x Po Pa PRI =


(41)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

6. Setelah tepat satu menit, dijalankan rotor

7. Setiap setengah menit dilihat nilai viskositas pada alat penunjuk

8. Angka yang ditunjukkan jarum mikrometer setelah menit keempat adalah nilai viskositas karet

(3.2)

Dimana : M = Pembacaan nilai viskositas setelah 4 menit L = Besar rotor yang digunakan

1 = 1 menit waktu pemanasan

4 = Waktu 4 menit lamanya pengujian 100oC = Suhu pengujian

3.5.3. Penetapan Kadar Abu

1. Ditimbang masing-masing 5 gram contoh karet yang telah diseragamkan lalu dipotong-potong

2. Selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan platina yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya

3. Masing-masing cawan yang berisi karet kemudian dipindahkan di atas pembakar listrik/gas sampai tidak keluar asap

4. Lalu pemijaran diteruskan di dalam tanur pada suhu 5500C selama dua jam (sampai tidak berjelaga lagi)

5. Didinginkan cawan yang berisi abu di dalam desikator sampai suhu kamar selama 30 menit

6. Kemudian ditimbang.

(3.3)

Dimana: A = Berat cawan platina + abu B = Berat cawan platina C = Berat potongan uji

C

x

ML

(

1

+

4

)'

100

o

% 100 x C

B A Abu Kadar = −


(42)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

3.6. Pengolahan Data 3.6.1 Penentuan Kesalahan 3.6.1.1. Kesalahan Sistemetik

Tipe kesalahan ini memiliki nilai tertentu sehingga besarnya dapat dihitung. Kesalahan ini dapat dilihat dari rata-rata data yang berbeda dengan nilai yang sesungguhnya. Kesalahan ini terbagi tiga:

a. Kesalahan Instrumental, bersumber dari instrumennya sendiri. Timbul karena efek lingkungan pada instrumen, misalnya kesalahan nol atau penyimpangan nol dalam pembacaan skala. Kesalahan ini diminimalkan dengan kalibrasi seperti cara yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya (kalibrasi alat) atau penggunaan blanko. b. Kesalahan Metode terkandung secara inheren pada metode yang digunakan.

Sumbernya adalah sifat kimia dari sistem. Dalam penelitian ini, zat-zat kimia yang dipakai terlebih dahulu distandardisasi untuk memastikan konsentrasinya.

c. Kesalahan Personal, adalah kesalahan yang dilakukan oleh seorang analis ataupun karena kesalahan prosedur. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan meningkatkan ketelitian dan kedisiplinan analis.

3.6.1.2. Kesalahan Random (Indeterminate)

Tipe kesalahan ini disebabkan oleh banyaknya variabel bebas dan pengulangan dalam setiap pengukuran kimia dan fisika. Kesalahan terjadi ketika sebuah sistem pengukuran diteruskan hingga ke sensitifitas maksimumnya. Terdapat banyak kontributor kesalahan random, namun tidak ada yang dapat diidentifikasi dan dihitung karena sangat kecil dan tidak dapat dideteksi secara tersendiri. Kesalahan ini dapat dilihat dari data-data yang tersebar di sekitar nilai rata-rata yang merefleksikan ketelitian


(43)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Kebanyakan hasil akhir dalam kimia fisika dihasilkan dari perhitungan pengukuran-pengukuran yang digabungkan. Hal ini penting untuk memastikan bagaimana kesalahan pengukuran individual mempengaruhi hasil akhir.

Penjumlahan atau pengurangan; jika kuantitas diberi simbol A dan B, dan ketilitian (ketidakpastian) diberikan simbol a dan b, maka untuk memperoleh ketelitian c dari hasil C:

A(±a) + B(±b) = C(±c), maka c= a2 +b2 . (3.4)

Perkalian atau pambagian; jika A(±a) x B(±b) = C(±c) atau A(±a) / B(±b) = C(±c), maka 2 2 B b A a C c       +      

= . (3.5)

3.6.2. Penentuan Ketidakpastian dalam Significant Figure 3.6.2.1. Menghitung ketidakpastian volume

Ketidakpastian gelas ukur 25 ml

Preparasi sampel menggunakan gelas ukur 25 ml untuk mengukur volume 20 ml sampel yang akan di transfer ke labu takar 100 ml.

Ketidakpastian gelas ukur 25 ml, dengan toleransi ± 0,5 ml dapat dihitung dari penggabungan tiga pengaruh utama terhadap volume, yaitu : kalibrasi, pengaruh suhu dan perulangan.

( 1 ) kalibrasi

6 5 . 0 ) (V25_cal = u

= 20.412 x 10-2 ml

( 2 ) perbedaan suhu laboratorium dengan suhu kalibrasi

Suhu yang tertera pada alat gelas volumetri 200 C, sedangkan suhu laboratorium bervariasi antara ± 100 C. Ketidakpastian karena pengaruh ini dapat dehitung dari perbedaan suhu dengan koefisien pemuaian volume air ( 2,1 x 10-4 oC-1), dimana akan memberikan :


(44)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

(

)

0.05253 0525 . 0 10 1 . 2 10 25 _ 20 4 = = ± ∆ ± − temp V u mL x x x x t x V γ

= 3.03 x 10-2 mL

(3) Perulangan

Dalam penelitian ini perulangan tidak ditentukan secara langsung dalam laboratoriun, maka diasumsikan ketidakpastian perulangan pengisian gelar ukur adalah ± dengan distribusi seragan. Ini dikarebakan gelas ukur diisi setetes demi setetes.

(

)

0.053

_ 25 rep =

V u

= 2.8868 x 10-2 mL

Ketidakpastian Gabungan Gelas Ukur 25 mL

( )

( ) (

) ( )

(

) (

) (

)

mL

x

x

x

x

V

u

V

u

V

u

V

u

cal temp rep

2 2 2 2 2 2 2 2 _ 25 2 _ 25 2 _ 25 25

10

3416

.

4

10

8868

.

2

10

03

.

3

10

412

.

20

− − − −

=

+

+

=

+

+

=

3.7. Analisa Data

Data diperoleh dengan metode analisa varians (ANAVA) dengan tingkat signifkasi 5% untuk menolak dan menerima hipotesa yang diajukan. Yang dapat dilihat pada lampiran.


(45)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

3.7.1. Analisa Variansi

a) Analisa Jumlah Kuadrat (JK) Utama

1. Faktor Koreksi (FK) =

n r T FK ijk 2 = (3.6)

2. Faktor Kuadrat

( )

Y FK

JKtotal = ijk2 − (3.7)

3. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKperlakuan)

FK n

TK JKperlakuan = −

2

(3.8)

4. Jumlah Kuadrat Galat (JKgalat)

perlakuan total

galat JK JK

JK = − (3.9)

b. Analisa Jumlah Kuadrat (JK) Faktorial

5. Derajat Bebas

( )

1 1 − = − = n r v n v galat perlakuan (3.10)

6. Kuadrat Tengah

a. Kuadrat Tengah Perlakuan (KTp)

p p p

v JK


(46)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

b. Kuadrat Tengah Galat (KTg)

g g g

v JK

KT = (3.12)

7. Fhitung

g p hitung

KT KT

F = (3.13)

3.7.2. Uji Hipotesa

Hipotesa-hipotesa yang diuji pada penelitian ini adalah : 1. Hipotesa nol (Ho)

Ho1 : Ai = 0 ; (i = 1,2,...,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Plastisitas Awal (Po).

Ho2 : Ai = 0 ; (i = 1,2,...,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Plastisitas Retensi Index (PRI).

Ho3 : Ai = 0 ; (i = 1,2,...,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Viskositas Mooney (VM).


(47)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Kadar Abu.

2. Hipotesa Alternatif (Ha) HA1 : Ai ≠ 0 ; (i = 1,2,...,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Plastisitas Awal (Po).

HA2 : Ai ≠ 0 ; (i = 1,2,...,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Plastisitas Retensi Index (PRI).

HA3 : Ai ≠ 0 ; (i = 1,2,...,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Viskositas Mooney (VM).

HA4 : Ai ≠ 0 ; (i = 1,2,...,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Kadar Abu.

- Cara pengujian

H1 dipakai statistik

Ey Ay

M M

F1 = (3.14)


(48)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

- Kriteria Pengujian

Pada taraf signifikasi = 0.05 pada daerah kritis pengujian berlaku :

Ho1 ; Ho2 ; Ho3 ; Ho4 ; diterima bila Fhitung < Ftabel

HA1 ; HA2 ; HA3 ; HA4 ; diterima bila Fhitung > Ftabel

3.8. Skema Pengambilan Data

3.8.1. Pembuatan ekstrak belimbing wuluh

Belimbing Wuluh

Dibersihkan

Diperas

Dipotong kecil-kecil Dihaluskan


(49)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

3.8.2. Ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) digunakan sebagai penggumpal lateks

Dimasukkan kedalam mangkok penggumpal

*Ditambahkan ekstrak belimbing wuluh dengan konsentrasi 20% (v/v karet) Ekstrak belimbing wuluh Residu

Lateks


(50)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Digiling dengan alat creper sebanyak 6 kali

Dikeringkan selama 7 hari

Digiling dengan lab mill sebanyak 3 kali

Catatan :

* Perlakuan yang sama diulang dengan variasi konsentrasi belimbing wuluh 40%; 60%, 80%, 100% (v/v) karet

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Creper

Karet kering

Pengujian mutu karet

Plastisitas awal (Po)

Plastisitas Retensi Index (PRI)

Viskositas Mooney


(51)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap lateks diperoleh nilai Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Index (PRI) yang dipaparkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Nilai plastisitas awal dan plastisitas retensi index karet dengan penggumpal ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L)

Perlakuan Po Nilai Tengah

Rata-Rata

Pa Nilai

Tengah PRI (%) Rata-Rata I II III I II III

0 ml 41 42 40 41 41.5 20 21 21 20.667 50.41 51.4 42 42 42 42 21 22 23 22 52.38

20 ml 39 39 38 38.667 39.33 18 19 20 19 49.14 50 39 40 41 40 20 21 20 20.333 50.83

40 ml 41 38 38 39 38 18 19 18 18.333 47.01 47.4 37 38 36 37 18 18 17 17.667 47.75

60 ml 38 39 38 38.333 37.83 18 18 17 17.667 46.09 46.7 37 38 37 37.333 17 18 18 17.667 47.32

80 ml 38 38 38 38 37.17 17 18 18 17.667 46.49 45.7 36 36 37 36.333 17 16 16 16.333 44.95

100 ml 36 38 35 36.333 36.5 16 17 17 16.667 45.87 44.8 36 37 37 36.667 16 16 16 16 43.64

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap lateks diperoleh nilai Viskositas Mooney yang dipaparkan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Nilai Viskositas Mooney karet dengan penggumpal ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L).

Asam

belimbing 1.00' 1.30' 2.00' 2.30' 3.00' 3.30' 4.00' Rata-Rata Rumus

0 ml 130 78 68 64 69 68 71 70.5 70.5ML(1+4)100°C 130 76 67 65 68 69 70

20 ml 118 70 63 63 62 64 66 65.5 65.5ML(1+4)100°C 119 68 64 62 62 63 65

40 ml 113 67 62 64 63 64 66 66 66ML(1+4)100°C 112 67 61 64 65 65 66


(52)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

60 ml 110 65 64 65 62 66 67 67 67ML(1+4)100°C 108 63 63 65 63 67 67

80 ml 110 65 61 63 65 65 67 67.5 67.5ML(1+4)100°C 108 65 62 64 64 66 68

100 ml 102 62 59 64 65 66 68 68 68ML(1+4)100°C 104 63 60 64 65 67 68

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap lateks diperoleh nilai kadar abu yang dipaparkan pada tebel 4.3.

Tabel 4.3. Nilai kadar abu karet dengan penggumpal ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L).

Asam belimbing

Berat Karet

Berat Cawan

Berat Cawan

+ Abu Berat Abu

Nilai AC

(%) Rata-Rata 0 ml 5.0020 34.6006 34.6126 0.0120 0.24 0.23

5.0024 34.4550 34.4660 0.0110 0.22

20 ml 5.0028 34.7540 34.7625 0.0085 0.17 0.16 5.0016 34.4528 34.4603 0.0075 0.15

40 ml 5.0002 34.4704 34.4779 0.0075 0.15 0.165 5.0007 34.6005 34.6095 0.0090 0.18

60 ml 5.0014 34.3104 34.3194 0.0090 0.18 0.175 5.0020 34.5283 34.5368 0.0085 0.17

80 ml 5.0013 34.8809 34.8904 0.0095 0.19 0.185 5.0040 34.5816 34.5906 0.0090 0.18

100 ml 5.0018 34.6210 34.6310 0.0100 0.2 0.195 5.0010 34.4380 34.4475 0.0095 0.19

Dengan semakin besarnya konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa Billimbi L) yang ditambahkan memberikan pengaruh yang sangat nyata dalam menurunkan nilai Plastisitas Awal, Plastisitas Retensi Index dan kadar abu. Dari hasil penelitian ini juga diperoleh penambahan konsentrasi ekstrak belimbing wuluh 20% lebih mendekati pada Standar Indonesia Rubber (SIR-20).


(53)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa Billimbi L) terhadap

nilai Plastisitas Awal (Po)

Besarnya pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks terhadap Plastisitas Awal sebesar 46.9988%. Dari


(54)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

persentase tersebut dapat dijelaskan bahwa penambahan ekstrak belimbing wuluh memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks sehingga dapat menurunkan nilai Plastisitas Awal yang digambarkan pada grafik dibawah ini:

Grafik 1 Hubungan nilai Plastisitas Awal (Po) vs Konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet)

Plastisitas Awal adalah plastisitas karet mentah yang langsung diuji tanpa perlakuan khusus sebelumnya, yang ditentukan dengan Wallace Plastimeter. Karet yang mempunyai Po yang tinggi, mempunyai rantai molekul yang tahan terhadap oksidasi. Sedangkan yang mempunyai Po yang rendah mudah teroksidasi menjadi karet lunak (Walujuno, 1972).

Penambahan konsentrasi ekstrak belimbing wuluh dengan perbandingan 20:100 (v/v karet) menghasilkan nilai Plastisitas Awal yang maksimum sebesar 39.33. Hal ini disebabkan karena ekstrak belimbing wuluh yang mengandung ion kalsium yang sedikit, sehingga karet yang dihasilkan menjadi keras dan tahan terhadap oksidasi. Nilai dari Plastisitas Awal tersebut memenuhi SIR-20-1990 yang dapat dilihat pada lampiran 4 (tabel 4). Proses penggumpalan lateks terjadi karena lateks


(55)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

merupakan suatu sistem koloid dimana partikel karet dilapisi oleh suatu protein dan fosfolipid yang terdispersi dalam serum, protein ini tersusun atas bermacam-macam asam amino. Asam amino yang mengandung muatan positif dan muatan negatif disebut ion zwitter (Poedjadi, 1994). Setiap asam amino yang muatan positif dan negatifnya berimbang atau muatan bersihnya nol dikatakan berada pada titik isoelektrik. pH pada saat penimbangan ini terjadi disebut pH isoelektrik (Wilbraham, 1992). Fosfolipid merupakan golongan lipida yang mengandung atom fosfor. Senyawa induk fosfolipida adalah asam gliserol fosfat (fosfogliserida). Fosfogliserida mempunyai muatan negatif di gugus fosfat pada pH 7 (Girindra, 1990). Oleh sebab itu lateks mempunyai muatan negatif dari protein dan fosfolipida pada permukaan partikel koloid karet. Adanya muatan negatif pada permukaan partikel koloid karet ini jika diberikan dengan penambahan suatu asam yang bermuatan positif maka akan berinteraksi mengakibatkan partikel koloid karet akan terbentuknya suatu flokulasi atau penggumpalan.

Penambahan konsentrasi ekstrak belimbing wuluh dengan perbandingan 100:100 (v/v karet) menghasilkan nilai Plastisitas Awal yang minimum sebesar 36.15. Hal ini disebabkan karena penggunaan konsentrasi ekstrak belimbing wuluh yang banyak mengandung logam kalsium. Dimana dengan adanya logam Kalsium ini akan mempercepat terjadinya oksidasi oleh oksigen di atmosfer dalam keadaan karet kering sehingga menyebabkan pemecahan rantai hidrokarbon karet sehingga molekul karet menjadi pendek dan karetnya lunak (Kartowardoyo, 1980).

4.2.2. Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa Billimbi L) terhadap

nilai Plastisitas Retensi Index (PRI)

Besarnya pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks terhadap Plastisitas Retensi Index (PRI) sebesar 66.0617%. Dari persentase tersebut dapat dijelaskan bahwa penambahan ekstrak


(56)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

belimbing wuluh memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks, dimana dapat menurunkan nilai Plastisitas Retensi Index yang digambarkan pada grafik dibawah ini:

50 47.4 46.7 45.7 44.8 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51

20 40 60 80 100

konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet)

P last isi tas R et en si I n d ex ( % )

Gambar 2. Grafik hubungan nilai Plastisitas Retensi Index (PRI) vs Konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet).

Plastisitas Retensi Index (PRI) adalah suatu ukuran ketahanan karet terhadap pengusangan atau oksidasi pada suhu tinggi. Faktor utama yang berpengaruh terhadap nilai plastisitas retensi index adalah zat peroksidan (logam-logam) dan zat-zat anti oksidan (protein dan senyawa lain yang teradsorbsi pada karet).

Dari gambar diatas diperoleh yaitu dengan penambahan ekstrak belimbing wuluh dapat menurunkan nilai Plastisitas Retensi Index (PRI). Pada konsentrasi 100%, diperoleh nilai Plastisitas Retensi Index minimum sebesar 44.8. Hal ini disebabkan karena penambahan larutan asam yang banyak. Proses penggumpalan lateks terjadi karena lateks merupakan suatu sistem koloid dimana partikel karet dilapisi oleh suatu protein dan fosfolipid yang terdispersi dalam serum, protein ini tersusun atas bermacam-macam asam amino. Asam amino yang mengandung muatan positif dan muatan negatif disebut ion zwitter (Poedjadi, 1994). Setiap asam amino yang muatan positif dan negatifnya berimbang atau muatan bersihnya nol dikatakan berada pada titik isoelektrik. pH pada saat penimbangan ini terjadi disebut pH


(57)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

isoelektrik (Wilbraham, 1992). Fosfolipid merupakan golongan lipida yang mengandung atom fosfor. Senyawa induk fosfolipida adalah asam gliserol fosfat (fosfogliserida). Fosfogliserida mempunyai muatan negatif di gugus fosfat pada pH 7 (Girindra, 1990). Oleh sebab itu lateks mempunyai muatan negatif dari protein dan fosfolipida pada permukaan partikel koloid karet. Adanya muatan negatif pada permukaan partikel koloid karet ini jika diberikan dengan penambahan suatu asam yang bermuatan positif maka akan berinteraksi mengakibatkan partikel koloid karet akan terbentuknya suatu flokulasi atau penggumpalan.

Penambahan larutan asam tersebut (ekstrak belimbing wuluh) yang banyak mengakibatkan terjadinya penurunan pH lateks. Dimana dengan penurunan pH lateks tersebut terjadi karena terbentuknya asam-asam hasil penguraian bakteri. Semakin banyak konsentrasi belimbing wuluh yang digunakan maka semakin banyak jenis asam yang digunakan sehingga terjadinya penurunan pH dan nilai PRI yang dihasilkan semakin rendah (De Boer, 1952) dan turunnya nilai Plastisitas Retensi Index tersebut karena adanya logam Ca2+. Adanya ion logam ini akan mempercepat proses oksidasi karet oleh udara yang menyebabkan terjadinya pengusangan karet pada suhu tinggi sehingga karet menjadi lunak dan mudah putus. Mula-mula rantai molekul karet diputuskan oleh tenaga mekanis menjadi radikal-radikal bebas. Dengan adanya oksigen dari udara maka bagian terbesar dari sejumlahradikal-radikal bebas yang terbentuk akan mengikat O2. Dengan demikian rantai molekul karet terputus

menjadi lebih kecil.

Pada konsentrasi ekstrak belimbing wuluh 20% diperoleh nilai Plastisitas Retensi Index maksimum sebesar 50. Hal ini disebabkan kandungan ion-ion logam yang terdapat pada ekstrak belimbing wuluh masih sedikit, ion-ion logam yang terdapat pada lateks ini dapat menetralkan muatan negatif pada partikel karet dan meyebabkan terganggunya kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks menggumpal Nilai (Budiman S, 1983) dari Plastisitas Retensi Index (PRI) tersebut memenuhi SIR-20-1990 yang dapat dilihat pada lampiran 4 (tabel 4).


(58)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

4.2.3. Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa Billimbi L) terhadap

nilai Viskositas Mooney

Besarnya pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks terhadap Viskositas Mooney sebesar 68.8732%. Dari persentase tersebut dapat dijelaskan bahwa penambahan ekstrak belimbing wuluh memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks, dimana dapat meningkatkan nilai Viskositas Mooney yang dipaparkan pada grafik dibawah ini:

Grafik 3 Hubungan nilai Viskositas Mooney vs Konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet)

Viskositas karet mentah dinyatakan sebagai Viskositas Mooney, yang menunjukkan panjangnya rantai molekul, berat molekul dan derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Jika nilai viskositas tinggi berarti karet yang dihasilkan keras sehingga mutu karet yang dihasilkan tinggi, sebaliknya jika nilai viskositas rendah menghasilkan karet yang lunak sehingga mutu karet yang dihasilkan turun. Mooney Viskosimeter adalah alat untuk mengukur gesekan rotor pada karet yang berfungsi sebagai tahanan dengan meletakkan karet di atas dan di bawah rotor yang dapat berputar yang dirancang pada ML(1+4), dimana dengan melakukan pemanasan


(1)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Lampiran 5

Tabel 5. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap plastisitas awal (Po)

SUMBER KERAGAMAN

JUMLAH KUADRAT

DERAJAT

BEBAS RAGAM F RASIO F TABEL

Antar Baris -885836.6667 5 -177167 46.99884 3.106

Galat -45235.33333 12 -3769.61

total -931072

Tabel 6. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap plastisitas retensi index (PRI)

SUMBER KERAGAMAN

JUMLAH KUADRAT

DERAJAT

BEBAS RAGAM F RASIO F TABEL

Antar Baris -605217.8125 5 -121044 66.06117 3.106

Galat -21987.54113 12 -1832.3

total -627205.3536

Tabel 7. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap viskositas mooney (VM).

SUMBER KERAGAMAN

JUMLAH KUADRAT

DERAJAT

BEBAS RAGAM F RASIO F TABEL

Antar Baris -1212149.667 5 -242430 68.87323 3.106

Galat -42239.33333 12 -3519.94


(2)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Lampiran 6

Tabel 8. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap kadar abu (AC).

SUMBER KERAGAMAN

JUMLAH KUADRAT

DERAJAT

BEBAS RAGAM F RASIO F TABEL

Antar Baris -9.1238 5 -1.82476 69.55883 3.106

Galat -0.3148 12 -0.02623


(3)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Lampiran 7.

Gambar 5. Viskositas Mooney


(4)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Lampiran 8.

Gambar 7. Plastimeter


(5)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.


(6)

Khairina Safitri : Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet, 2010.

Lampiran 9.

Gambar 9. Wallace Punch


Dokumen yang terkait

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

6 112 90

Formulasi Sediaan Gel Dari Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Dan Uji Aktivitasnya Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat

45 235 99

Pengaruh Pemberian Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Kadar Kadmium (Cd) Pada Kerang (Bivalvia) Yang Berasal Dari Laut Belawan Tahun 2010

7 59 114

Pengaruh Perbandingan Sari Belimbing Wuluh dengan Sari aMangga Kweni dan Konsentrasi Gum Arab Terhadap aMutu Sorbet Nira Tebu

1 45 103

Uji Aktivitas Antibiofilm Sari Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Terhadap Biofilm Pseudomonas aeruginosa Secara In Vitro

7 24 91

PEMANFAATAN EKSTRAK BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) DENGAN KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA SEBAGAI Pemanfaatan Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Dengan Konsentrasi Dan Lama Perendaman Yang Berbe

0 6 11

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Escherichia coli DAN Bacillus sp.

0 0 12

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Staphylococcus aureus DAN Staphylococcus epidermidis.

0 0 13

Pengaruh Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Penurunan Tekanan Darah.

0 11 20

Penggunaan Ekstrak Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Sebagai Pewarna Dalam Sediaan Lipstik

3 2 12