20. Presentasi Ekonomi Syariah

Konsep-konsep yang mendasari:

Bank Syariah
sebagai
salah satu
instrumen
dalam tata kelola
Ekonomi Islam

Syariah Islam
• Aturan atau ketetapan yang Alloh perintahkan
kepada hamba-hamba-Nya, seperti: puasa, shalat,
haji, zakat dan seluruh kebajikan lainnya.
• Dibangun dengan tiga pilar, pertama: aqidah
secara akal (aqidah aqliyyah), kedua: spirit ibadah
(ibadah ruhiyah) dan ketiga: peraturan, hukum dan
UU (nizhom qonuni qodhoi).
• Memiliki enam karakteristik utama: robbaniyah
(theistic), insaniyah (humanistic), syumul
(comprehensive), akhlaqiyah (ethics), waqi’iyah
(realistic), tanasuq (regularity).


Syariah Islam - karakteristik :
• Robbaniyah (Theistic), bersifat religius, diyakini sebagai hukum
yang paling adil dan sempurna serta selaras dengan kebaikan
serta dapat mencegah segala kerusakan.
• Insaniyah (Humanistic), diciptakan agar manusia derajatnya
terangkat, jasmani dan rohani terjaga dan terpelihara.
• Syumul (Comprehensive), mengatur seluruh aspek dan bidang
kehidupan. Baik aspek ibadah, aspek keluarga, perdagangan dan
ekonomi, hukum dan peradilan, politik dan hubungan antar
negara.
• Akhlaqiyah (Ethics), menegakkan tatanan sosial dan
mewujudkan keteladanan dalam kehidupan manusia, memelihara
nilai-nilai rohani dan etika.
• Waqi’iyah (Realistic), perhatian terhadap moral tidak
menghalangi untuk memperhatikan realitas yang terjadi dan
menetapkan syariat yang menyelesaikan masalah, sesuai dengan
perubahan zaman, tempat, kebiasaan dan kondisi.
• Tanasuq (Regularity), bekerjanya semua individu dengan
teratur dan saling bersinergi untuk mencapai tujuan bersama


Ekonomi Syariah - motif :
• Mashlahah (Public Interest), merupakan motif
yang dominan diantara ketiga motif yang ada,
mashlahah adalah parameter perilaku yang
bernuansa altruisme (kepentingan bersama).
• Kebutuhan (Needs), merupakan sebuah motif
dasar (fitrah), dimana manusia memang memiliki
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi.
• Kewajiban (Obligation), merupakan representasi
entitas utama motif ekonomi yaitu ibadah. Ketiga
motif ini saling menguatkan dan memantapkan
peran motif ibadah dalam perekonomian.

Ekonomi Syariah – prinsip utama :
• Menjalankan usaha-usaha yang halal. Mulai dari
produksi, manajemen, hingga proses sirkulasi atau
distribusi haruslah dalam kerangka halal, tidak
bersentuhan dengan judi dan spekulasi atau tindakantindakan lainnya yang dilarang secara syariah.


• Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah.
Tindakan-tindakan ekonomi hanyalah sekedar untuk
memenuhi kebutuhan (needs) bukan memuaskan
keinginan (wants).

• Pelaksanaan Zakat. Mekanisme zakat yang
diharapkan adalah obligatory system bukan voluntary
system. Disamping itu ada juga instrumen sejenis yang
bersifat sukarela yaitu infak, shadaqah, dan wakaf.

• Larangan bagi Riba, Maisir dan Gharar. Untuk
itu perlu menjadikan sistem bagi hasil (profit-loss sharing)
dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai
pengganti sistem kredit berikut instrumen bunganya.

Riba, Maisir, Gharar – definisi umum :
• Riba, berarti ‘tambahan’, ada dua macam,

pertama: riba nasiah adalah tambahan yang
sudah ditentukan di awal transaksi, yang diambil

oleh si pemberi pinjaman dari orang yang
menerima pinjaman sebagai imbalan dari
pelunasan bertempo dan kedua: riba fadhl adalah
tukar menukar barang yang sejenis dengan ada
tambahan.

• Maisir, pengertian sempitnya adalah judi, usaha
spekulatif atau perjanjian yang memberi
kemungkinan menang atau kalah, mungkin untung
dan mungkin rugi.

• Gharar, merupakan kondisi ketidakpastian

Perbankan Syariah – definisi hukum :
• Prinsip perbankan syariah (pasal 1 butir 13
UU No. 10 tahun 1998) adalah suatu aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank
dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau keinginan lainnya
yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain

berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip
sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak bank bank atau
pihak lain (ijarah wa iqtina).

Perbankan Syariah – konsep transaksi :


Murabahah adalah pembiayaan dengan prinsip jual beli barang pada
harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dengan pihak
bank selaku penjual, dan nasabah selaku pembeli. Pembayaran dilakukan
dengan cara diangsur.




Mudharabah adalah pembiayaan dengan prinsip bagi hasil antara bank
dan nasabah pembiayaan dimana pemilik modal (bank) menyediakan
sebagian besar modal pada suatu usaha yang disepakati.



Nisbah. Dalam hal produk penghimpunan dana/tabungan, maka pihak
penabung bertindak sebagai investor (shahibul maal) sedangkan bank
bertindak sebagai pengelola keuangan (mudharib) yang akan
menginvestasikan dana ke sektor -sektor riil yang sesuai syariah. Antara
investor dan pihak bank sebelumnya dilakukan akad terhadap nisbah
keuntungan yang akan dibagi. Jadi penabung tidak mendapatkan bunga
namun akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati.



Musyarakah adalah pembiayaan yang dilakukan melalui kerjasama
usaha antara bank dengan nasabah di mana modal usaha berasal dari
kedua belah pihak. Dalam pembiayaan musyarakah ini, keuntungan dan

risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan porsi sharing modal
masing-masing.



Ijarah adalah akad sewa menyewa untuk mendapatkan imbalan atas
barang/jasa yang disewakan. Pada dasarnya prinsip ijarah sama saja

Perbankan Syariah – bagi hasil :
• Berdasarkan konsep berbagi risiko sebagai
metode utama, dan meniadakan keuntungan yang
ditentukan sebelumnya.
• Tidak memberikan bunga (dikategorisasikan
sebagai riba dan diharamkan), namun dalam
bentuk pembagian keuantungan atau bagi hasil.
• Nasabah akan mendapatkan bagi hasil yang besar
(persentase/rasio)-nya berdasarkan nisbah yang
telah sepakati di awal pembukaan rekening. Jumlah
bagi hasil yang diterima tergantung dengan besar
pendapatan bank.


Bank Syariah vs Bank Konvensional :
Segi

Bank Syariah

Bank Konvensional

Sistem

Sistem Bagi Hasil:
• Penentuan dibuat dengan
kemungkinan untung dan
rugi
• Rasio atas jumlah untung
yang diperoleh
• Tergantung pada kinerja
usaha
• Tidak airagukan oleh
agama


Sistem Bunga:
• Penentuan bunga dibuat
dengan asumsi selalu untung
• Besarnya persentase bunga
berdasarkan modal yang
dipinjamkan
• Tidak tergantung pada
kinerja usaha
• Eksistensi bunga diragukan
semua agama

Pendanaan/
Tabungan

1. Bagi hasil atau bonus
2. Dana dianggap sebagai
titipan nasabah
3. Tidak mengenal negative
spread


1. Bunga
2. Dana dianggap sebagai
kewajiban bank pada
nasabah
3. Mengenal negative spread

Pembiayaa
n/ Kredit

1. Berdasarkan jual beli yang
mengambil keuntungan,
penyertaan modal dengan
prinsip bagi hasil, pola
hubungan kemitraan
2. Pembiayaan bagi usaha
yang halal

1. Pinjaman berdasarkan
imbalan bunga, pola

hubungan debitur - kreditur
2. Pinjaman bebas nilai

Bank Syariah vs Bank Konvensional :
• Akad dan legalitas, merupakan kunci utama
yang membedakan, pada Bank Syariah ini
hanya akad yang halal, seperti bagi hasil, jual
beli atau sewa menyewa. Tidak ada unsur
bunga dan riba namun dalam bentuk bagi
hasil.
• Pada Bank Syariah ada keharusan untuk
memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)
dalam struktur organisasinya, ditempatkan
pada posisi setingkat dengan dewan komisaris.
DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional
bank dan produk-produknya agar sesuai
dengan garis-garis syariah.

Bank Syariah – kekuatan dan tantangan ke
depan :


Sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan
dibandingkan dengan sistem bunga yang dianut bank
konvensional (review pada waktu krisis ekonomi-moneter),



Return yang diberikan kepada nasabah pemilik dana bank
syariah lebih besar daripada bunga deposito bank
konvesional,



Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang
tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan,



Prinsip laba bagi Bank Syariah bukan satu-satunya tujuan
karena Bank Syariah lebih mengupayakan bagaimana
memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun
kesejahteraan masyarakat,



Luasnya pasar yang dianggap belum digarap secara
maksimal,



Sosialisasi prinsip dan konsep yang masih kurang,



Profesionalisme layanan yang masih belum memadai.