S GEO 1402773 Chapter 1

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan sekolah memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan
belajar peserta didik. Hal ini didasarkan atas pernyataan Nurmalia (2010, hlm. 3)
yang menyebutkan bahwa,
“Proses belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor-faktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu
jasmani siswa dan faktor psikologis, yaitu kecerdasan atau intelegensi
siswa, motivasi, minat, sikap, bakat. Faktor-faktor eksternal meliputi
lingkungan alamiah dan lingkungan sosial budaya, sedangkan lingkungan
non sosial atau instrumental, yaitu kurikulum, program, fasilitas belajar,
dan guru.
Kemudian Tu’u (2004, hlm. 11) memperkuat pernyataan tersebut dengan
menyebutkan bahwa “lingkungan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal,
merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan transfer ilmu
pengetahuan sehingga mengembangkan potensi peserta didik.” Kondisi tempat
peserta didik belajar harus dirancang sebaik mungkin agar peserta didik dapat

optimal melakukan proses belajar. Rancangan tersebut harus mempertimbangkan
komponen lingkungan baik dari segi lingkungan fisik maupun lingkungan
psikososial.
Hal ini seharusnya disikapi secara serius oleh para pengelola sekolah.
Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa sangat jarang pengelola atau
penanggungjawab sekolah yang merancang lingkungan sekolah dengan dasar
yang kuat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini seperti penyataan Gupta (2013,
hlm. 1615) yang menyatakan bahwa “School environment is the physical and
aesthetic surroundings and the psychosocial climate and culture of the school.”
Seringkali lingkungan sekolah hanya dianggap sebagai faktor sampingan yang
cukup dipenuhi dari segi kebersihan dan kelengkapannya. Padahal setiap elemen
yang ada dalam lingkungan sekolah perlu diperhitungkan keberadaannya agar
sinergis dengan tujuan pembelajaran di kelas. Hal tersebut perlu dilakukan agar
usaha penataan lingkungan sekolah menjadi efektif sehingga menghasilkan

Faiz Urfan, 2016
Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap Kecerdasan
Spasial Peserta Didik Melalui Affordance Dan Geo-Literacy
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


2

lingkungan sekolah yang optimal dalam mendukung peningkatan kualitas
akademik peserta didik.
Setiap sekolah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda satu sama lain.
Perbedaan kondisi lingkungan tersebut akan berakibat terhadap prestasi belajar
peserta didik di setiap sekolah. Menurut Oktaviana (2015, hlm. 19) “lingkungan
sekolah turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar siswa.” Perbedaan
kualitas ini, salah satunya, terjadi karena sarana pendukung untuk proses
pembelajaran di setiap sekolah berbeda satu sama lain. Secara tidak langsung hal
ini menekankan bahwa pentingnya peranan lingkungan sekolah yang baik dalam
pembelajaran agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai.
Namun, pentingnya keberadaan fasilitas dan lingkungan yang baik,
seringkali terabaikan. Beberapa informasi aktual yang didapatkan dari berbagai
media menunjukkan bahwa kondisi lingkungan sekolah, termasuk sarana dan
prasarana pembelajaran, seringkali terabaikan. Bahkan dalam beberapa media
informasi memberitakan bahwa banyak sekolah di daerah perdesaan memiliki
sekolah dengan bangunan yang rusak atau roboh. Seperti yang dikabarkan pada
situs http://news.liputan6.com/ yang menyebutkan bahwa bangunan sekolah di
SDN Loji Kabupaten Bogor roboh sehingga peserta didik tidak dapat mengikuti

kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut diperparah dengan respons pemerintah
yang kurang baik. Perhatian yang tinggi terhadap lingkungan sekolah akan
memberikan dampak positif terhadap tingginya kualitas akademik peserta didik.
Nurmalia (2010, hlm. 4) menyatakan bahwa, “Selain menyediakan
fasilitas belajar, sekolah juga perlu menciptakan lingkungan yang mendukung
dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat belajar dengan baik dan
dapat meningkatkan prestasi belajarnya.” Proses belajar mengajar di kelas harus
didukung oleh kondisi lingkungan yang kondusif. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sudikno dan Aminah (2014, hlm. 48) yang menyatakan “keadaan
lingkungan sekolah yang kondusif akan menciptakan ketenangan dan kenyamanan
dalam belajar sehingga akan berjalan dengan baik mudah dalam menguasai materi
pelajaran secara maksimal.” Selain itu, Sardiman (2009, hlm. 47) menyatakan hal
serupa bahwa “mengajar merupakan suatu usaha penciptaan kondisi atau sistem
lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses
Faiz Urfan, 2016
Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap Kecerdasan
Spasial Peserta Didik Melalui Affordance Dan Geo-Literacy
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3


belajar.” Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kondisi
lingkungan sekolah dapat berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran yang
berdampak pada karakteristik peserta didik. Karakteristik tersebut meliputi aspek
yang sangat beragam, seperti motivasi belajar, prestasi belajar hingga kecerdasan
peserta didik.
Lingkungan sebagai objek yang pasif terhadap manusia, namun manusia
memiliki persepsi tersendiri terhadap lingkungan. Hal tersebut secara tidak
langsung memberikan peluang bagi lingkungan untuk mempengaruhi karakteristik
manusia. “Accordingly, the starting point of the present study was that people
don’t act in an objectively extant learning environment, but rather act, respond to
and interpret the environment as they subjectively perceive it.” (Kangas, 2010,
hlm. 207)
Rancangan pengembangan lingkungan sekolah dan tindak lanjutnya harus
dilakukan secara terarah dan efektif. Fenomena yang dapat dilihat secara langsung
di sekolah adalah pengelolaan lingkungan sekolah yang hanya memperhatikan
kelengkapan sarana dan fasilitas tanpa mempertimbangkan tujuan dari setiap
sarana dan fasilitas tersebut. Padahal lingkungan sekolah berpengaruh terhadap
karakteristik peserta didik, termasuk kecerdasan yang dimilikinya. John L. Horn
dan Raymond B. Cattel merupakan salah satu ilmuwan yang telah meneliti

tentang konsep kecerdasan. Menurut mereka, kecerdasan manusia terbagi dua,
yaitu fluid intelligence dan crystallized intelligence. Fluid intelligence merupakan
kecerdasan yang didapatkan dari bawaan genetik. Sedangkan crystallized
intelligence merupakan kecerdasan yang didapatkan dari pengalaman dan
pengetahuan yang bergantung pada kondisi lingkungan. Lingkungan memberikan
banyak informasi terhadap individu. Informasi tersebut jika digunakan terus
secara berulang-ulang akan mengendap di dalam otaknya sehingga berubah
menjadi potensi yang ada dalam diri individu. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Horn dan Cattel (1976, hlm. 111) yang menyatakan bahwa “a person who can
solve quite complex problems of the kind which define Gf can easily fail even very
simple of analogy problems of this sort simply because he lacks information.”
Salah satu jenis kecerdasan adalah kecerdasan spasial. Kecerdasan spasial
adalah salah satu jenis kecerdasan dari delapan kecerdasan majemuk yang digagas
Faiz Urfan, 2016
Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap Kecerdasan
Spasial Peserta Didik Melalui Affordance Dan Geo-Literacy
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4


oleh Howard Gardner. Kecerdasan spasial merupakan kecerdasan dalam
mengenali ruang serta peka terhadap bentuk dan warna. Kecerdasan spasial
memiliki kedudukan penting bagi kelangsungan hidup individu, terutama dengan
tingkat kreativitas seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Coxon (2012, hlm.
277) yang menyatakan bahwa, “Creative and spatial abilities are allies in
innovation. An innovator must visualize what does not yet exist.”
Kecerdasan spasial berkaitan dengan aktivitas manusia di dalam ruang.
Tentu saja aktivitas ini akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya.
Kraftl (2015, hlm. 18) menyatakan bahwa “movement and thinking through the
ways moving bodies can produce new experiences and changes in social
dispositions is an exciting area.” Maka dari itu, untuk menganalisis teknik
pengembangan kecerdasan spasial, perlu dilakukan terlebih dahulu kaitan
kecerdasan spasial dengan lingkungan. Kemudian Sutomo (2013, hlm. 40)
memperkuat pernyataan tersebut dengan menyatakan, “persepsi dan reaksi
manusia terhadap peristiwa dan gejala geografis di sekitarnya akan terekam dalam
benaknya menjadi pengetahuan terstruktur yang sistematis.”
Berkaitan dengan hal tersebut, Geografi dalam konteks pembelajaran di
sekolah memiliki karakteristik yang unik dibanding mata pelajaran lain. Proses
perubahan kesan yang didapatkan dari panca indera menjadi informasi spasial
merupakan fokus utama dalam pengembangan kecerdasan spasial. Selain itu,

Geografi pun berperan sebagai ilmu yang memberi makna lingkungan bagi
manusia dalam konteks spasial. Healey (2006, hlm. 64) menyatakan bahwa,
“Geographers have a duty to teach both about and for the kinds of changes that
can help to create a world which is more equal and more sustainable.” Maka dari
itu, dalam pembelajaran Geografi,

peserta didik dilatih untuk peka terhadap

lingkungan sekitar mereka. Kemudian mereka pun dilatih untuk mengenali
berbagai gejala dan fenomena yang terjadi di permukaan bumi. Berbagai usaha
pembelajaran tersebut dilakukan agar peserta didik memiliki kemampuan analisis
spasial yang baik dan mampu menguraikan fenomena permukaan bumi yang
sangat

kompleks.

Pada

akhirnya


peserta

didik

akan

mampu

untuk

menghubungkan antara berbagai komponen sehingga mereka dapat menemukan
informasi yang dicari.
Faiz Urfan, 2016
Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap Kecerdasan
Spasial Peserta Didik Melalui Affordance Dan Geo-Literacy
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5

Kecerdasan spasial memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk

memosisikan dirinya di dalam ruang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarno (2012,
hlm. 170) yang menyebutkan bahwa, “school children must learn how to move
knowledgeably in the surrounding space and to earn to move and orientate
themselves following their own mental maps and represent environments and
territories.” Keterampilan seseorang untuk mengefektifkan pergerakan di dalam
ruang sangat dibutuhkan jika mengingat keterbatasan manusia dari segi energi dan
waktu. Setiap orang ingin bergerak secara cepat dan minim hambatan. Bahkan
bagi penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan yang padat, mereka terbiasa
untuk mencari jalan pintas agar dapat menembus kemacetan yang sudah parah.
Untuk mencari sebuah jalan pintas, diperlukan kecerdasan spasial. Individu yang
bermaksud mencari jalan pintas di wilayah perkotaan akan merepresentasikan
ruang di sekitarnya kemudian memprediksi arah yang akan dituju jika mengambil
jalan tertentu. Di dalam pikirannya terjadi proses pertimbangan untuk menentukan
rute terpendek dengan risiko tersesat yang paling rendah. Kemampuan untuk
memosisikan diri dan mengefektifkan pergerakan bukanlah hal yang sederhana.
Kemampuan ini pun tidak dimiliki oleh semua orang melainkan dimiliki oleh
orang yang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap ruang serta kecerdasan
spasial yang baik.
Individu yang memiliki kecerdasan spasial yang baik akan mampu
mewujudkan model ruang di dalam pikirannya. Bahkan kecerdasan spasial ini

tidak hanya terpaku pada keahlian desain atau menata warna, tapi juga
kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap manusia, yaitu bergerak. Gardner
(2003, hlm. 43) menyatakan bahwa “…menyelesaikan masalah ruang diperlukan
untuk navigasi dan penggunaan sistem pencatatan peta.” Manusia sebagai
makhluk hidup yang dapat berpindah-pindah tempat, membutuhkan kecerdasan
spasial untuk beradaptasi menghadapi hambatan dari alam. Newcombe dan Frick
(2010, hlm. 102) menyatakan bahwa “any mobile organism must be able to
navigate in its world to survive and must represent the spatial environment in
order to do so.” Karena itu, kecerdasan spasial memiliki peran yang penting bagi
manusia untuk mengenali lingkungan tempat tinggalnya serta beradaptasi di
dalamnya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Harrop dan Turpin (2013, hlm. 65)
Faiz Urfan, 2016
Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap Kecerdasan
Spasial Peserta Didik Melalui Affordance Dan Geo-Literacy
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6

yang menyebutkan bahwa, “learners selected spaces to learn based on their own
personal list of requirements and preferences.” Disiplin ilmu yang memiliki

keterkaitan yang sangat erat dengan kecerdasan spasial adalah Geografi. Geografi
memandang semua fenomena yang terjadi di permukaan bumi berdasarkan
konteks spasial. Bumi sebagai tempat tinggal manusia dapat dipandang sebagai
sebuah ruang yang berisi berbagai macam komponen biotik, abiotik dan budaya
didalamnya. Pada ketiga komponen tersebut terdapat interaksi yang memunculkan
berbagai macam fenomena. Artinya, sebagai sebuah ruang, permukaan bumi
memiliki fenomena-fenomena yang dapat dianalisis berdasarkan interaksinya.
Karena itu, individu yang mempelajari Geografi membutuhkan kecerdasan spasial
yang baik untuk menganalisis permasalahan yang terjadi dari sudut pandang
spasial.
Selain kedua kemampuan tadi, kecerdasan spasial pun akan memberi
kemampuan observasi yang lebih baik bagi peserta didik. Peserta didik dapat
mengamati fenomena yang bersifat abstrak namun nyata terjadi di lapangan.
Misalnya fenomena urbanisasi. Ketika guru menyampaikan bahwa perbandingan
penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih rendah dibanding penduduk usia non
produktif (0-14 tahun dan >65 tahun), mereka akan menganalisis kaitan fenomena
tersebut dengan urbanisasi. Akhirnya peserta didik menyimpulkan bahwa
mayoritas penduduk yang melakukan urbanisasi adalah penduduk usia produktif
karena penduduk usia produktif memiliki motivasi yang lebih tinggi untuk
mendapatkan penghasilan yang lebih besar dengan bekerja di kota. Analisis
semacam ini bukanlah analisis sederhana yang hanya dapat dilakukan dengan
angka dan huruf, melainkan representasi spasial dari kondisi desa dan kota.
Bahkan dengan mengembangkan kecerdasan spasialnya, peserta didik pun dapat
menganalisis fenomena geosfer yang bersifat tiga dimensi berdasarkan peta yang
berbentuk dua dimensi. Semakin tinggi kecerdasan spasial yang dimiliki peserta
didik, maka akan semakin kompleks permasalahan yang dapat mereka analisis.
Argumentasi ini didukung oleh pendapat Lache (2011) yang menyatakan bahwa
However, geography education is not just related to the observation and
reading processes of different realities and sceneries at school. It has to
deal with the need of going deeper on its evolution towards new
expectations and horizons of spatial knowledge. It is necessary to
understand geography as a social science with a clear target: the
Faiz Urfan, 2016
Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap Kecerdasan
Spasial Peserta Didik Melalui Affordance Dan Geo-Literacy
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7

complexity of geographical space. Its learning process must motivate
students to know, understand, read, and assimilate space avoiding the
isolated memorization of the spatial elements that compose it. (hlm. 75)
Pada dasarnya, kecerdasan spasial mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran Geografi menjadi lebih kontekstual dan aplikatif. Pengembangan
konsep tentang kecerdasan spasial dalam pembelajaran Geografi perlu dilakukan.
Namun kondisi saat ini belum mampu menjadikan kecerdasan spasial sebagai
modal utama dalam pembelajaran Geografi. Salah satu alasan utamanya adalah
disiplin ilmu pendidikan Geografi belum menyusun konsep kecerdasan spasial
secara jelas dan rinci. Para akademisi dari disiplin keilmuan Pendidikan Geografi
sangat perlu untuk segera merancang konsep kecerdasan spasial agar
pengembangannya memiliki pegangan yang valid dan konsisten.
Kecerdasan spasial memang tidak mudah untuk diwujudkan dalam
tindakan seperti kecerdasan linguistik dan kecerdasan matematik. Namun
kecerdasan ini sangat berkaitan dengan kondisi lingkungan di sekitar manusia.
Penelitian yang membahas mengenai pengaruh lingkungan terhadap kecerdasan
spasial pun belum terlalu banyak. Pada konteks pembelajaran Geografi,
lingkungan sekolah diduga menjadi faktor utama yang mempengaruhi tingkat
kecerdasan spasial peserta didik. Hal ini disebabkan peserta didik banyak
menghabiskan waktu belajarnya di sekolah.
Ulric dkk. (1997, hlm. 86) menyatakan bahwa “schools affect intelligence
in several ways, most obviously by transmitting information.” Namun, lingkungan
sekolah tidak secara langsung mempengaruhi kecerdasan spasial peserta didik.
Terdapat faktor lain yang berperan dalam proses transfer informasi tersebut.
Peneliti menduga bahwa ada dua factor yang menjadi perantara antara pengaruh
lingkungan sekolah dengan kecerdasan spasial, yakni affordance dan geo-literacy.
Salah satu faktor yang diduga dapat menjelaskan pengaruh lingkungan
sekolah terhadap kecerdasan spasial adalah affordance dan geo-literacy.
Affordance merupakan teori yang dilahirkan oleh James Jerome Gibson (19041979). Affordance merupakan persepsi manusia terhadap lingkungan sebagai
media tempat dia beraktivitas. Menurut Gibson, ketika manusia melihat
lingkungan di sekitarnya, maka di dalam pikirannya akan muncul berbagai
alternatif tindakan yang dapat diambil. Misalnya, seorang anak berusia 5 tahun
Faiz Urfan, 2016
Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap Kecerdasan
Spasial Peserta Didik Melalui Affordance Dan Geo-Literacy
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8

melihat sebuah kursi di depannya. Dalam pikirannya, dia tidak hanya memikirkan
untuk duduk di kursi tersebut, tapi juga berdiri di atas kursi atau menjadikan kursi
itu sebagai penopang untuk mengambil sesuatu yang letaknya tinggi. Kemudian
anak itu akan memutuskan untuk menggunakan kursi itu sebagai penopang untuk
mengambil kue yang dia inginkan di atas meja yang tinggi. Berdasarkan contoh
tersebut dapat disimpulkan bahwa makna lingkungan bagi manusia akan berbeda
satu sama lain tergantung dengan pengetahuan yang dia miliki serta kebutuhannya
pada saat itu.
Geo-literacy merupakan konsep yang digagas oleh National Geographic
Society pada tahun 2009. Konsep ini menjelaskan tentang kemelekan seseorang
untuk melihat berbagai peristiwa dan gejala di permukaan bumi dengan
pendekatan Geografi. Tentu hal ini dipengaruhi oleh affordance seseorang, karena
geo-literacy merupakan persepsi seseorang terhadap lingkungan menurut ilmu
Geografi yang telah dipelajarinya. Geo-literacy ini akan berguna sebagai
pendekatan baru dalam mengambil keputusan yang lebih tepat dan efektif karena
konsep ini melibatkan berbagai komponen alam dan sosial di permukaan bumi.
Berdasarkan uraian ini maka dapat disimpulkan sebuah hipotesis bahwa
lingkungan sekolah akan berpengaruh terhadap affordance, kemudian affordance
akan berpengaruh terhadap geo-literacy kemudian geo-literacy akan berpengaruh
terhadap kecerdasan spasial. Untuk membuktikan hipotesis tersebut dibutuhkan
sebuah penelitian yang tepat. Namun hal pertama yang harus dilakukan adalah
menentukan subjek penelitian yang representatif untuk masalah ini. Sekolah
menengah atas di Kota dan Kabupaten Bandung merupakan subjek penelitian
yang ideal untuk menjawab pertanyaan ini. Kondisi SMA di sini pun cukup
bervariasi, mulai dari sekolah unggulan hingga sekolah yang berada di kelas
rendah. Selain itu, kondisi wilayah di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung
cukup heterogen karena memiliki wilayah desa dan juga wilayah kota. Gambaran
ini menjelaskan bahwa SMA negeri di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung
memiliki karakteristik yang tepat untuk dijadikan subjek penelitian. Penelitian
yang akan dilakukan bermaksud untuk memberi penekanan bahwa lingkungan
sekolah adalah hal yang penting dalam proses pembelajaran, sehingga perlu
mendapatkan perhatian untuk dirancang dan dikembangkan sesuai dengan
Faiz Urfan, 2016
Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap Kecerdasan
Spasial Peserta Didik Melalui Affordance Dan Geo-Literacy
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

9

kebutuhan. Kemudian, penelitian ini akan memberikan tujuan bagi pihak sekolah
untuk merancang lingkungan sekolah yang dapat meningkatkan kecerdasan
spasial peserta didik di SMA negeri Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti bermaksud untuk mengajukan
penelitian

yang

berjudul

“Pengaruh

Lingkungan

Sekolah

Terhadap

Kecerdasan Spasial Peserta Didik melalui Affordance dan Geo-literacy (Studi
Kasus pada Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Bandung dan
Kabupaten Bandung)”.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis pengaruh lingkungan sekolah
terhadap kecerdasan spasial. Untuk memudahkan dalam proses penelitian, maka
disusun empat poin rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pengaruh lingkungan sekolah terhadap affordance peserta
didik?
2. Bagaimanakah pengaruh lingkungan sekolah dan affordance terhadap geoliteracy peserta didik?
3. Bagaimanakah pengaruh affordance dan geo-literacy terhadap kecerdasan
spasial peserta didik?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis pengaruh lingkungan sekolah terhadap affordance peserta didik.
2. Menganalisis pengaruh lingkungan sekolah dan affordance terhadap geoliteracy peserta didik.
3. Menganalisis pengaruh affordance dan geo-literacy terhadap kecerdasan
spasial peserta didik.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diberikan oleh penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memberikan kontribusi terhadap pembelajaran Geografi di sekolah melalui
pengenalan konsep geo-literacy.

Faiz Urfan, 2016
Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap Kecerdasan
Spasial Peserta Didik Melalui Affordance Dan Geo-Literacy
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

10

2. Memberikan referensi untuk pengembangan indikator kecerdasan spasial
dalam konteks pembelajaran Geografi.
3. Sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya yang meneliti tentang
pengembangan kecerdasan spasial.
4. Sebagai rujukan untuk merancang lingkungan sekolah yang mendukung
peningkatan kecerdasan spasial peserta didik.

Faiz Urfan, 2016
Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap Kecerdasan
Spasial Peserta Didik Melalui Affordance Dan Geo-Literacy
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu