ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP ABORSI KARENA KEDARURATAN MEDIS DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI.

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP ABORSI KARENA
KEDARURATAN MEDIS DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR
61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

SKRIPSI

Oleh:
DERTA NUR ANITA
NIM : C03211038

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam
Program Studi Siyasah Jinayah
Surabaya
2015

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP ABORSI KARENA
KEDARURATAN MEDIS DALAM PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI


SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syariah dan Hukum

Oleh:
DERTA NUR ANITA
NIM : C03211038

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam
Program Studi Siyasah Jinayah
Surabaya
2015

i


ABSTRAK
Judul penelitian ini adalah Analisis Hukum Pidana Islam terhadap aborsi
karena kedaruratan medis dalam PP. Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab dua permasalahan, yaitu:
Bagaimana konsep aborsi karena kedaruratan medis dalam PP. nomor 61 tahun
2014 tentang Kesehatan Reproduksi? Dan bagaimana analisis Hukum Pidana
Islam terhadap aborsi karena kedaruratan medis dalam PP. nomor 61 tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi?
Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif-analisis. Untuk
memberikan gambaran tentang hukum pidana Islam terhadap aborsi karena
kedaruratan medis dalam PP. Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi, maka dalam hal penggalian data yang dipakai antara lain: studi
verifikatif yakni penggalian data yang berupa undang-undang, Peraturan
Pemerintah (PP), PERMENKES perihal persetujuan tindakan kedokteran dan
literatur yang berhubungan dengan penelitian.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa: dalam pasal 31 ayat (1)
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi,
ditegaskan bahwa tindakan aborsi (pengguguran janin) boleh dilakukan
berdasarkan indikasi kedaruratan medis. Adapun yang dimaksud dengan indikasi
kedaruratan medis adalah keadaan atau penyakit yang mengancam kesehatan ibu

dan mengancam nyawa serta kesehatan janin. Indikator yang mengancam
kesehatan ibu adalah merupakan suatu keadaan fisik dan/atau mental yang
apabila kehamilan dilanjutkan akan menurunkan kondisi kesehatan ibu,
mengancam nyawa atau mengakibatkan gangguan mental berat. Sedangkan yang
dimaksud dengan mengancam nyawa dan kesehatan janin adalah merupakan
kehamilan dengan kondisi janin yang setelah dilahirkan tidak dapat hidup
mandiri sesuai dengan usia, termasuk janin yang menderita penyakit genetik
berat atau cacat bawaan, maupun janin yang tidak dapat diperbaiki kondisinya.
Adapun menurut Hukum Pidana Islam, pengguguran kandungan (abortus)
merupakan sebuah tindak kejahatan (jari>mah) yang disamakan dengan
pembunuhan dan pelakunya diancam dengan hukuman pidana. Namun, apabila
seorang ibu menggugurkan kandungannya dengan alasan yang dibenarkan oleh
shara’, misalnya karena kedaan darurat medis seperti adanya penyakit yang
mengancam kesehatan ibu dan mengancam nyawa serta kesehatan janin seperti
yang tertera dalam pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) nomor 61 tahun
2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Maka pengguguran janin (aborsi) dalam
konteks kedaruratan tersebut dengan rekomendasi tim medis yang valid, maka
pengguguran tersebut boleh dilakukan (ja>iz).
Sesuai dengan kesimpulan yang ada, maka disarankan: bagi para tenaga
kesehatan atau tim kelayakan aborsi, agar lebih cermat dan teliti dalam

menentukan adanya indikasi kedaruratan medis serta benar-benar melakukan
pemeriksaan sesuai dengan standar medis yang diakui oleh lingkungan profesi
medis.

vi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM .................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iii
PENGESAHAN ....................................................................................................... iv
MOTTO ..................................................................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix
DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................... xii
BAB I


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah .......................................... 7
C. Rumusan Masalah .................................................................... 8
D. Kajian Pustaka .......................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian....................................................................10
F. Kegunaan Hasil Penelitian ....................................................10
G. Definisi Operasional ..............................................................11
H. Metode Penelitian ..................................................................13
I. Sistematika Pembahasan .......................................................16

BAB II

KONSEP DARURAT DAN HAL YANG MENGUGURKAN
SANKSI PIDANA MENURUT FIKIH JINAYAH
A. Konsep kedaruratan menurut Hukum Islam
1. Pengertian Darurat ...........................................................18

ix


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Batas-batas Kedaruratan dalam Hukum Islam ............18
3. Ketentuan Hukum dalam Kedaruratan .........................20
B. Konsep Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana Islam
1. Pengertian Hukum Pidana Islam ....................................24
2. PengertianTindak Pidana dan Macam-macamnya ......24
3. Hal-hal yang menggugurkan hukuman .........................30
C. Tindak pidana atas janin
1. Pengertian tindak pidana atas janin...............................35
2. Hukuman untuk tindak pidana atas janin .....................38
BAB III

ABORSI DALAM KONTEKS KEDARURATAN MEDIS
MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA
A. Karakteristik Aborsi
1. Pengertian Aborsi ............................................................42
2. Macam-macam dan Pelaksanaan aborsi ......................43
3. Dampak aborsi
a. Kesehatan wanita......................................................46

b. Psikologis wanita ......................................................47
B. Ketentuan aborsi dalam hukum positif di Indonesia
1. KUHP .................................................................................48
2. UU. No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan .................52
3. PP. No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
............................................................................................. 53

4. PERMENKES

Nomor

290/MENKES/PER/III/2008

tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran...................55
C. Konsep Kedaruratan Medis Menurut PP. No.61 Tahun
2014 tentang Kesehatan Reproduksi
1. Pengertian Kedaruratan Medis ......................................56
2. Batas-batas kedaruratan medis .....................................57

x


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB IV

ANALISIS

HUKUM

PIDANA

ISLAM

TERHADAP

TINDAK PIDANA ABORSI KARENA KEDARURATAN
MEDIS DITINJAU DARI

PERATURAN PEMERINTAH


(PP) NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN
REPRODUKSI
A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor
61 tahun 2014 ..........................................................................59
B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Kedaruratan
Medis Dalam Tindakan Aborsi .............................................62
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................65
B. Saran .........................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................67
LAMPIRAN .............................................................................................................70

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aborsi adalah pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu
atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.1 Aborsi merupakan salah satu
topik yang menarik diperbincangkan di kalangan masyarakat, baik dalam forum
resmi maupun tidak resmi yang menyangkut ilmu kedokteran, hukum maupun
disiplin ilmu lain. Aborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin
memprihatinkan. Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku
pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek yang negatif untuk diri
pelaku yaitu dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi mulai dari komplikasi
ringan sampai dengan kematian.2
Keprihatinan itu juga karena semakin meningkatnya persentase pelaku
aborsi di Indonesia. Terhitung sejak tahun 2012 hingga Juli 2014, kasus aborsi di
Indonesia mencapai 2,5 juta orang dengan rincian per tahun mencapai 750 ribu
kasus atau bisa diasumsikan sebesar 7 ribu kasus dalam sehari dan 30 persen
pelakunya adalah remaja SMP dan SMA. Sejak tahun 2009 hingga tahun 2013,
kasus aborsi di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 5 persen setiap
tahunnya dan 30 persen pelaku aborsi adalah remaja.3

Moh. Ali Aziz et al, Fiqih Medis, (Surabaya : Rumah Sakit Islam Jemursari, 2012), 73.

Officium Nobile, oPro Kontra Aborsip, yudicare.wordpress.com/2011/03/17/pro-kontra-aborsi,
odiakses SDGDp tangga l 9 Maret 2013
3
6XUDED\DQHZV o 3HUVHQ .DVXV $ERUVL GL -DWLP 3HODNXQ\D 5HPDMDp
http://surabayanews.co.id/2014/08/18/3745/30-persen-kasus-aborsi-di-jatim-pelakunyaremaja.htmloGLDNVHVSDGDp$JXVWXV
1

2

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Menurut data yang didapat dari Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur
pada tahun 2009 ada 12.614 kasus, tahun 2010 ada 13.742 kasus, tahun 2011 ada
14.398 kasus, tahun 2012 ada 14.519 kasus, dan tahun 2013 ada 15.176 kasus.
Fenomena tingginya remaja melakukan aborsi ini kebanyakan dikarenakan akibat
perkosaan dan hubungan suka sama suka antar pasangan.4 Jadi dapat disimpulkan
bahwa mayoritas kasus aborsi yang dilakukan oleh pelaku aborsi adalah
pengguguran kandungan secara ilegal karena tidak didasari dengan alasan medis
seperti yang diatur secara normatif dalam Undang-undang kesehatan reproduksi.
Menurut data statistik, pelaku aborsi hanya beralasan subjektif, yaitu ingin
menghilangkan rasa malu atas apa yang telah mereka lakukan.
Peraturan di Indonesia pada dasarnya melarang dilakukannya praktik
aborsi. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 346 telah
ditegaskan bahwa: o6HRUDQJZDQLWD\DQJVHQJDMDPHQJJXJXUNDQDWDXPHPDWLNDQ
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
SHQMDUD SDOLQJ ODPD HPSDW WDKXQp Sudah jelas hukumannya apabila untuk
melakukan tindak pidana aborsi baik dari pihak pelaku aborsi maupun dari pihak
yang mendukung terlaksananya aborsi, misalnya dokter kandungan, bidan atau
dukun beranak, yaitu hukuman pidana penjara paling lama empat tahun.
Namun berbeda halnya tentang kedaruratan medis. Dalam PP. nomor 61
tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi disebutkan bahwa aborsi sudah
dilegalkan. Peraturan pemerintah tersebut sudah disahkan dengan ditandatangani
oleh Presiden pada tanggal 21 Juli 2014 yang merupakan pelaksanaan UU.
4

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada intinya di dalam PP. nomor 61
tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi ini melarang tindakan aborsi, namun
larangan sebagaimana yang dimaksud dapat dikecualikan berdasarkan pasal 31
ayat (1) PP. Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reprodusi, yaitu tindakan
aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan : a. indikasi kedaruratan medis, atau b.
kehamilan akibat perkosaan.
Adanya pasal tentang legalitas aborsi ini pun tidak luput dari polemik.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang kesehatan,
Titik Haryati, mengatakan ketidak setujuannya dengan Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 61 tahun 2014 perihal masalah kesehatan reproduksi tersebut adalah
tindakan, melegalkan aborsi sama saja dengan membunuh. Ia menambahkan
bahwa: berapapun usia dalam kandungan sudah melakukan proses pertumbuhan.
Sudah ada pertumbuhan jiwa dan roh, karena itu, apabila melakukan aborsi sama
saja dengan membunuh. Membunuh proses pertumbuhan janin, kata Komisioner
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang kesehatan, Titik Haryati
tersebut. 5
Dalam Hukum Islam, sebuah pasangan itu diperbolehkan untuk
menentukan atau mencegah terjadinya kehamilan, akan tetapi Hukum Islam
melarang mengadakan pengguguran kandungan, baik bersifat MR (Menstrual

Regulation) maupun Aborsi. Tetapi, perlu diketahui bahwa perbuatan aborsi,
lebih besar dosanya daripada MR, karena aborsi merupakan tindakan yang

5

2GHOLD 6LQDJD o.3$, PHODNXNDQ $ERUVL 6DPD
http://.tempo.co/read/news/2014/08/15/173599743/KPAI-Melakukan
0HPEXQXKoGLDNVHVSDGDp$JXVWXV

'HQJDQ 0HPEXQXKp
-Aborsi-Sama-Dengan-

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

melenyapkan nyawa janin yang sudah nyata wujudnya, maka sudah termasuk
pembunuhan. Oleh karena itu dalam hukum Islam ditetapkan bahwa perbuatan
itu termasuk tindakan kriminal yang wajib dikenai sanksi hukum berupa diyat
(denda pembunuhan).6 Seperti HR. Bukhari : 5758

ǺÊ Ìƥ¦ ǺÌ ǟÈ  ƾÇ ÊdzƢƻÈ  ǺÉ Ìƥ ǺÊ ǸÈ ƷÌ ǂċ dz¦ ƾÉ ƦÌ ǟÈ  ȆÊǼÈƯƾċ ƷÈ  ȾƢÈǫ Ʈ
É ȈÌċǴdz¦ ƢÈǼºÈƯƾċ ƷÈ  ǂÇ ȈÌ ǨÈ Éǟ ǺÉ Ìƥ ƾÉ ȈǠÊ LJÈ  ƢÈǼºÈƯƾċ ƷÈ
Ê
ȆǧÊ  Ȅǔ
Ç ȀÈ NjÊ
È Èǫ ǶÈ ċǴLJÈ ÂÈ  ǾÊ ȈÌÈǴǟÈ  ÉǾ ċǴdz¦ ȄċǴǏ
È  ǾċǴdz¦ ȾȂLJÉ °È  Àċ È¢ È̈ǂÈ ºÌȇǂÈ ǿÉ  ȆÊƥÈ¢ ǺÌ ǟÈ  Èƨ ǸÈ ÈǴLJÈ  ȆÊƥÈ¢ ǺÌ ǟÈ  §Ƣ
Ì ǷÈǂÈ ºÈǧ ƢÈƬÈǴºÈƬÈƬ̺ǫ¦ DzÇ ÌȇǀÈ ǿÉ  ǺÌ ǷÊ  ǺÊ ȈÌ ºÈƫÈ¢ǂÈ Ƿ¦Ì
DzÆ ǷƢÊ ƷÈ  ȆÈ ǿÊ ÂÈ  ƢȀÈ ºÈǼÌǘÈƥ §Ƣ
È Ǐ
É ƾÈ ƷÌ Ê¤ ƪ
È ÈƘÈǧ ǂÇ ƴÈ ƸÈ Êƥ ÃǂÈ ƻÌ Éȋ¦Ì  ƢǸÈ ǿ¦
Ê Ê Ê
Àċ È¢ Ȅǔ
Ì ÈǴºÈƬǬÈ ºÈǧ
È ǬÈ ºÈǧ ǶÈ ċǴLJÈ ÂÈ  ǾÊ ȈÌÈǴǟÈ  ÉǾ ċǴdz¦ ȄċǴǏ
È  Ȇď ÊƦċǼdz¦ ȄÈdzʤ ¦ȂǸÉ ǐ
È ÈƬƻÌ ƢÈǧ ƢȀÈ ǼÌǘÈƥ Ȇǧ Äǀċdz¦ ƢǿÈ ƾÈ ÈdzÂÈ  ƪ
ǾÊ ċǴdz¦ȾȂLJÉ °È ƢÈȇ¿ÉǂÈ ǣÌ È¢Ǧ
È ȈÌ ǯÈ ƪ
Ì ǷÈǂÊ ÈǣȆÊƬċdz¦Ê̈È¢ǂÌ ǸÌÈ dz¦ȆČ ÊdzÂÈ ȾƢǬÈ ºÈǧÆƨ ǷÈÈ ¢ÂÈ
Ì ¢ƾÆ ƦÌ ǟÈ Æ̈ǂċ ÉǣƢȀÈ ÊǼÌǘÈƥȆÊǧƢǷÈ ÈƨÈȇ®Ê
ǾÊ ȈÌÈǴǟÈ ÉǾ ċǴdz¦ ȄċǴǏ
È Êdzȯ DzÉ ÌưǸÊ Èǧ Dzċ ȀÈ ºÈƬLJ¦
È ǂÊ NjÈ  ȏÈ  ǺÌ ǷÈ
Ì  ȏÈÂÈ  ǪÈ ÈǘÈǻ ȏÈÂÈ  DzÈ ǯÈ È¢ ȏÈÂÈ  §
È  ȆČ ÊƦċǼdz¦ ȾƢǬÈ ºÈǧ DzČ ÈǘÉȇ Ǯ
.ÀƢċ
Ê ȀǰÉ Ìdz¦À¦
Ê ȂÈ ƻÌ Ê¤ǺÌ ǷÊ ¦ǀÈ ǿÈ ƢǸÈ ċǻʤǶÈ ċǴLJÈ ÂÈ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami 6Dnid bin m8IDLU WHODK
menceritakan kepada kami al-Lais dia berkata : telah menceritakan kepadaku
Abdurrahman bin Khalid dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah dari Abu Harairah
bahwa rasulullah pernah memutuskan perkara antara dua wanita dari Bani Huz>ail
yang sedang berkelahi, salah seorang lawannya melempar batu dan mengenai
perutnya padahal ia sedang hamil, hingga menyebabkan kematian anak yang
dikandungnya. Lalu mereka mengadukan peristiwa itu kepada Nabi. Beliau
memutuskan hukuman (bagi wanita pembunuh) untuk membayar diyat janin
dengan seorang hamba sahaya laki-laki atau perempuan, lantas wali wanita yang
menanggung (diyat) berkata : Ya Rasulallah, bagaimana saya harus menanggung
orang yang belum bisa makan dan minum, bahkan belum bisa berbicara dan
menjerit sama sekali? Tindakan hal itu dikategorikan sebagai kecelakaan yang
tidak dapat dihindari? Lalu Rasulallah saw bersabda: sesungguhnya perkara itu
seperti perkara paranormal yang membacakan mantera-mantera.7
Begitu pula menurut pendapat ahli fiqh, salah satunya adalah Imam AlGhazali berpendapat bahwa tidak boleh menggugurkan kandungan karena janin
sedang

mengalami

pertumbuhan,

apabila

tetap

dilakukan

maka

yang

H. Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, (Jakarta : Kalam Mulia, 2008), 85.
Al-Buh}a>ri dan al-Sindi, S}ah}ih} al-Buh}a>ri bih}a>siyat al-Ima>m al-Sindi, Jilid IV, (Lebanon, Dar alKotob al-Ilmiyah, 2008), 36.

6
7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

bersangkutan telah membunuh nyawa karena janin telah hidup, sehingga
konsekuensinya adalah haram.8 Demikian juga menurut Ibnu Hajar, apabila
aborsi dilakukan sesudah janin bernyawa atau berumur 4 bulan, maka para ulama
telah ada ijma>n (konsensus) tentang keharaman aborsi tersebut.9
Wahbah al-Zuhaili berpendapat bahwa, jika aborsi itu dilakukan atas
dasar kedaruratan, yang memiliki kondisi yang mengancam ibu atau janin cacat
(tetap) aborsi dapat dilakukan. Dalam kaidah fiqhiyah tertera sebuah teori
tentang kedaruratan yang bisa dijadian acuan hukum dalam hal kedaruratan,
seperti kasus aborsi ini,10 yaitu :

ċ dzȦ
 ©¦
Ê °ÈȂÌÉǜƸ
Ì ǸÈ Ìdz¦ƶÉ ȈÌÊƦÉƫ©¦
É °ÈÂÌǂÉ ǔ
pKeadaan darurat itu memEROHKNDQVHVXDWX\DQJGLODUDQJp11
Kaidah ini mengandung arti bahwa dalam keadaan-keadaan darurat atau
kebutuhan yang sangat mendesak itu membuat seseorang boleh mengerjakan
yang dilarang di dalam Islam, selain kufur, zina, dan membunuh.12
Darurat dalam arti yang sempit yaitu keadaan yang menyelimuti manusia
dalam situasi dan kondisi yang tidak baik yang mana mendorongnya melakukan
yang diharamkan atau dilarang dalam VKDUDn guna memelihara jiwanya dari
kebinasaan, memelihara agar jangan musnah, atau untuk menghindari hal yang

8
Hamid Laonso & Muhammad Jamil, Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap Masalah Fiqh
Kontemporer, (Jakarta: Restu Ilahi, 2005), 59.
9
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997), 82.
10
Wahbah al-Zuhaili, Konsep Darurat Dalam Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), 71.
11
Suwarjin, Ushul Fiqh, (Yogyakarta : Teras, 2012), 221.
12
Wahbah al-Zuhaili, Konsep Darurat Dalam Islam, 246.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

menyakitkan, baik itu secara yakin atau dengan dugaan kuat akan terjadinya hal
yang demikian.13
Dalam bukunya yang berjudul Konsep Darurat Dalam Islam, Wahbah AlZuhaili, memberikan batasan-batasan tertentu mengenai darurat, diantaranya
adalah:
1. Keadaan darurat itu harus benar-benar sudah ada, bukan ditunggu.
Dengan kata lain, kekhawatiran akan kebinasaan atau hilangnya jiwa
maupun harta itu harus betul-betul ada dalam kenyataan. Hal itu bisa
diketahui melalui dugaan kuat berdasarkan pengalaman-pengalaman yang
ada.
2. Orang yang melakukan hal yang dilarang itu harus benar-benar terpaksa.
Dengan kata lain, ia tidak punya pilihan lain kecuali melanggar perintahperintah atau larangan-larangan VKDUDn, atau tidak ada cara lain yang
dibenarkan untuk menghindari kemudaratan selain melanggar hukum.14
Berpegang dengan kaidah darurat dalam beberapa keadaan yang
dikecualikan untuk membolehkan yang diharamkan itu adalah merupakan dalil
bahwa Islam memperhitungkan kenyataan dan kelemahan yang terdapat pada diri
manusia serta tuntutan-tuntutan kehidupan yang dihadapinya. Kebolehan yang
dimaksud adalah penghapusan dosa dan siksaan di akhirat.15 Contohnya adalah
seorang ibu yang sedang hamil mengidap penyakit darah tinggi menahun,
penyakit jantung yang parah atau sesak nafas yang dapat membahayakan si ibu

13

Ibid, 247
Ibid, 74.
15
Ibid., 247.
14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

dan janin yang dikandungnya dibolehkan untuk melakukan tindak pidana aborsi,
tetapi semua ini harus berdasarkan pertimbangan medis yang matang dan tidak
tergesa-gesa.16
Dari uraian latar belakang masalah di atas penulis sangat tertarik untuk
lebih memahami dan mengkaji tentang Kedaruratan Medis, dengan topik :
o$QDOLVLV +XNXP Pidana Islam Terhadap Aborsi Karena Kedaruratan Medis
Dalam PP. Nomor 61 Tahun 2014 Kesehatan Reproduksip

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi

masalah

dilakukan

untuk

menjelaskan

kemungkinan-

kemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan
melakukan identifikasi dan inventarisasi sebanyak-banyaknya yang kemudian
dapat diduga sebagai masalah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka
identifikasi masalah penelitian ini adalah: 17
1. Dinyatakan terjadi kehamilan dalam kondisi kedaruratan medis untuk
dilakukan aborsi.
2. Konsep dilegalkan/didizinkan aborsi karena kedaruratan medis dalam PP.
Nomor 61 Tahun 2014.
3. Konsep aborsi karena kedaruratan medis menurut PP. nomor 61 tahun
2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

M. Ali Aziz et al, Fiqih Medis, (Surabaya: Rumah Sakit Jenursari, 2012), 74.
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan
Skripsi, (Surabaya: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014), 8.
16
17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

4. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap aborsi karena kedaruratan medis
dalam PP. nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
5. Dasar pertimbangan dilegalkan PP. Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi.
6. Konsepsi tentang kedaruratan medis menurut Hukum Islam.
Agar lebih terarah dan pembahasan penelitian ini tidak melebar, maka
diperlukan adanya pembatasan masalah, masalah ini dibatasi pada:
1. Konsep aborsi karena kedaruratan medis dalam PP. nomor 61 tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi.
2. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap aborsi karena kedaruratan medis
dalam PP. nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

C. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan proses penelitian dan penulisan, maka diperlukan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep aborsi karena kedaruratan medis dalam PP. Nomor 61
tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi?
2. Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap aborsi karena
kedaruratan medis dalam PP. nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang
sudah pernah dilakukan dalam penelitian di seputar masalah yang diteliti
sehingga tidak terjadi pengulangan atau bahkan duplikasi kajian/penelitian yang
sudah ada.18
Kemudian, dari hasil pengamatan peneliti tentang kajian-kajian
sebelumnya, peneliti temukan beberapa kajian di antaranya :
1. Skripsi yang diWXOLV ROHK 5L]D n ayat 33, dan al-Ma>idah ayat 32.20
Skripsi-skripsi di atas lebih menekankan pada tindakan pidana perkosaan,
sementara itu, penelitian yang akan penulis lakukan ini lebih menekankan pada
kedaruratan medis yang sesuai dengan judul skripsi, yaitu, o$QDOLVLV +XNXP
Pidana Islam Terhadap Aborsi Karena Kedaruratan Medis Dalam PP. Nomor 61
Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksip
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan tentang tujuan yang ingin dicapai oleh
peneliti melalui penelitian yang dilakukannya.21 Sesuai dengan rumusan masalah
di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep aborsi karena kedaruratan medis dalam PP.
nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
2. Untuk mengetahui analisis hukum pidana Islam terhadap aborsi karena
kedaruratan medis dalam PP. nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari permasalahan di atas, penelitian dan penulisan ini diharapkan
mempunyai nilai tambah dan manfaat baik untuk penulis maupun pembaca, yang
berguna dalam dua aspek yaitu:

Nur Fadhilah, Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Aborsi Oleh Wanita Akibat
Perkosaan, Skripsi, (Surabaya : Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, 2005).
21
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan
Skripsi, (Surabaya: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014), 8.
20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

1. Dari segi teoritis
a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pemahaman
Studi Hukum Pidana Islam terhadap mahasiswa Fakultas Syariah dan
Hukum pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum di Prodi
Siyasah Jinayah.
2. Dari segi praktis
a. Dapat digunakan sebagai pertimbangan Hukum bagi peneliti
berikutnya untuk membuat penelitian di bidang Hukum Publik.
b. Dapat dijadikan dasar pedoman dalam rangka pembuatan kebijakan
tentang kedaruratan medis dan implikasi Hukumnya.
G. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan tidak terjadi kesalah
pahaman pembaca dalam memahami judul skripsi ini, maka penulis perlu
menjelaskan variabel-variabel dalam judul skripsi ini, yaitu :
Hukum Pidana Islam

: Segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau
perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang

mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai
hasil dari suatu pemahaman dalil-dalil hukum yang
terperinci dari al-4XUnDQGDQKDGLV dan pendapat Ulama
dalam kitab fiqh.
Aborsi

: Berakhirnya suatu kehamilan oleh sebab-sebab tertentu

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

sebelum janin berada di luar kandungan.22 Dalam Hukum
Islam sudah jelas melarang mengadakan pengguguran
kandungan, baik bersifat MR (Menstrual Regulation)
maupun Aborstus. Namun aborsi yang dilakukan
berdasarkan kedaruratan medis, merupakan tindak
pidana aborsi yang dapat dikecualikan berdasarkan pasal
31 ayat (1) PP. Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reprodusi, yaitu tindakan aborsi hanya dapat
dilakukan berdasarkan : a. indikasi kedaruratan medis
atau b. kehamilan akibat perkosaan.
Kedaruratan Medis

: Dalam PP. Nomor 61 Tahun 2014 yang dimaksud
dengan

indikasi

kedaruratan

medis

meliputi:

a.

kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu:
dan/atau b. kehamilan yang mengancam nyawa dan
kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit
genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak
dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan.
Penelitian yang penulis bahas yaitu tentang kedaruratan medis, dimana
penulis melakukan Analisis Hukum Pidana Islam terhadap aborsi karena
Kedaruratan Medis dalam PP. nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi, dimana aborsi boleh dilakukan karena kedaruratan medis dan
22

Moh. Ali Aziz et al, Fiqih Medis, (Surabaya : Rumah Sakit Islam Jemursari, 2012), 73.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 32 dilakukan oleh tim kelayakan aborsi. Tim kelayakan aborsi terdiri dari 2
(dua) orang tenaga kesehatan yang diketahui oleh dokter yang memiliki
kompetensi dan kewenangan. Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis,
tim kelayakan aborsi harus melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sesuai dengan standar, tim kelayakan aborsi
membuat surat keterangan kelayakan aborsi.23

H. Metode Penelitian
Metode penelitian ini meliputi:
1. Data yang Dikumpulkan
Agar dalam pembahasan skripsi ini nantinya bisa dipertanggungjawabkan
dan relevan dengan permasalahan yang diangkat, maka data yang peneliti
kumpulkan di antaranya, yaitu:
1) Data tentang latar belakang kedaruratan medis.
2) Data tentang kedaruratan medis dalam perspektif Hukum Pidana Islam
3) Konsep kedaruratan medis menurut PP. nomor 61 tahun 2014 tentang
kesehatan reproduksi.
4) Konsep darurat menurut pendapat ulama atau kitab fiqh (pendapat ulama
perihal kedaruratan).

23

PP. Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 33 Ayat (1,2,3,4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

2. Sumber Data
Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini peneliti
mendapatkan data yang konkrit serta ada kaitannya dengan masalah kedaruratan
medis yang meliputi data primer dan data sekunder yaitu:
a. Sumber data primer
Sumber primer adalah sumber data yang dibutuhkan untuk
memperoleh data yang berkaitan langsung dengan obyek penelitian.24
Seperti :
1) PP. nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
2) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290/MENKES/PER/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber pelengkap yang
diperoleh dari data kepustakaan yang ada hubungannya dengan
pembahasan dalam penelitian ini yaitu:
1) Moh. Ali Aziz, Fiqih Medis
2) Wahbah al-Zuhaili, Konsep Darurat Dalam Hukum Islam
3) Muhammad Ali al-Sabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam al-Sabuni

Juz 1
4) Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim Minhaju al-Muslim
5) Abdurrahman al-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh
6) Hasby ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam
24

Restu Kartiko Widi, Asas Metodelogi Penelitian, ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010 ), 236.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data. Adapun teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan melalui
telaah atau studi dari berbagai laporan penelitian dan buku literatur yang
relevan dengan pembahasan tentang aborsi yang dilakukan karena
kedaruratan medis menurut PP. nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi.
b. Studi Verifikatif
Studi Verifikatif yaitu teknik yang dilakukan dalam mengkaji
substansi konsep peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Teknik Pengolahan Data
Penulis akan memaparkan dan mendeskripsikan semua data yang penulis
dapatkan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Organizing : suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.25
b. Editing

: kegiatan memperbaiki kualitas data (mentah) serta

menghilangkan keraguan akan kebenaran/ketepatan data tersebut.26
c. Coding

: mengklasifikasi data-data. Maksudnya data-data yang

telah diedit tersebut diberi identitas sehingga memiliki arti tertentu
pada saat analisis.27
25
26

Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 66.
Ibid., 97.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

5. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan metode deskriptif analisis,
yaitu membuat deskripsi, gambaran atau menjelaskan secara sistematis
atas data yang berhasil dihimpun terkait dengan pembahasan, kemudian
dianalisis dengan menggunakan model studi verifikatif, yaitu teknik yang
dilakukan dalam mengkaji substansi konsep peraturan perundangundangan yang berlaku digabungkan dengan kedaruratan dalam pendapat
ulama.
I. Sistematika Pembahasan
Secara keseluruhan skripsi tersusun dalam lima bab dan masing-masing
bab terdiri dari beberapa sub bab pembahasan, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam pemahaman serta penelaahan, adapun sistematikanya
adalah sebagai berikut:
BAB I : Merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah,identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian yang berisi data yang dihimpun, sumber data yang terdiri dari data
primer dan sekunder, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik
pengolahan data, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Berisi landasan teori tentang konsep darurat dan hal yang
mengugurkan sanksi pidana menurut Fiqh Jinayah yang isinya meliputi: konsep

27

Ibid., 99.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

tindak pidana menurut Hukum Pidana Islam, tindak pidana atas janin, dan
konsep kedaruratan menurut Hukum Islam.
BAB III : Merupakan temuan studi tentang aborsi dalam konteks
kedaruratan medis menurut hukum positif di Indonesia yang memuat:
Karakteristik aborsi, ketentuan aborsi dalam hukum positif di Indonesia, konsep
kedaruratan medis menurut PP. nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi.
Bab IV : Memuat tentang analisis Hukum Pidana Islam terhadap tindak
pidana aborsi karena kedaruratan medis ditinjau dari PP. nomor 61 tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi.
Bab V : Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KONSEP DARURAT DAN HAL YANG MENGUGURKAN SANKSI PIDANA
MENURUT FIKIH JINAYAH
A. Konsep Kedaruratan Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Darurat
Menurut Ibnu Nujaim ahli Fiqh Madhhab Hanafi, darurat berarti
sesampainya seseorang kepada suatu batas, yang apabila tidak melakukan
sesuatu perbuatan yang dilarang akan dapat mencelakakan dirinya.28
Adapun darurat menurut Wahbah al-Zuhaili yaitu datangnya kondisi
bahaya atau kesulitan yang amat berat kepada diri manusia, yang membuat dia
khawatir akan tejadi kerusakan atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh,
kehormatan, akal dan harta. Ketika itu boleh mengerjakan apa yang diharamkan
atau meninggalkan apa yang diwajibkan, atau menunda waktu pelaksanaannya
guna menghindari kemudaratan yang diperkirakannya dapat menimpa dirinya
selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh shara’.‛29
2. Batas-batas Kedaruratan dalam Hukum Islam
Dari definisi yang sudah penulis paparkan di atas, bahwa harus ada
penetapan batasan-batasan darurat ataupun syarat-syaratnya, sehingga hukumnya
boleh dipegang dan boleh pula melanggar kaidah-kaidah yang umum dalam
menetapkan yang haram dan menetapkan yang wajib karena darurat. Karena jelas
tidak semua orang yang mengklaim adanya darurat dapat diterima atau dapat

A. Rahaman Ritonga, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar van Hoeve, 2006), 260.
Wahbah az-Zuhaili, Konsep Darurat Dalam Hukum Islam, (Jakarta: TerjemahanGaya Media
Pratama, 1997), 72.
28

29

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

dibenarkan perbuatan-perbuatannya. Batasan-batasan yang dapat membatasi
pengertian darurat tersebut yaitu :
a. Keadaan darurat itu harus benar-benar ada, bukan masih ditunggu, dengan
kata lain kekhawatiran akan kebinasaan atau hilangnya jiwa maupun
harta itu harus betul-betul ada dalam kenyataan. Hal itu bisa diketahui
melalui dugaan kuat berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ada.
b. Orang yang terpaksa tidak ada pilihan lain kecuali melanggar laranganlarangan shara’ (hukum Islam) atau tidak ada cara lain selain untuk
menghindari kemudharatan dengan melanggar hukum.
c. Kemudaratan memang memaksa di mana ia betul-betul khawatir akan
hilangnya jiwa atau anggota tubuh.
d. Jangan sampai orang yang terpaksa melanggar prinsip-prinsip shara’
(hukum Islam), seperti memelihara hak-hak orang lain, menciptakan
keadilan,

manunaikan

amanah,

menghindari

kemudharatan

serta

memlihara prinsip agama serta pokok-pokok aqidah Islam, seperti
diharamkannya zina, pembunuhan, dan kufur.
e. Orang yang terpaksa harus membatasi diri untuk melakukan sesuatu yang
sudah dibenarkan, karena darurat dalam pandangan Jumhu>r fuqaha> pada
batas yang paling rendah atau dalam kadar semestinya guna menghindari
kemudharatan. Karena membolehkan yang haram adalah darurat, dan
darurat dinilai dari tingkatannya.
f. Dalam keadaan darurat berobat, hendaknya yang haram dipakai
berdasarkan resep dokter yang adil dan dipercaya baik dalam masalah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

agama maupun ilmunya, juga jangan ada obat selain dari yang
diharamkan.
g. Apabila dalam keadaan terdesak telah berjalan selama sehari semalam
tanpa memperoleh makanan dan minuman. Dalam masa tersebut, jika ia
khawatir akan berkurangnya tenaga yang dapat berakibat pada kematian,
maka dihalalkan makan dan minum dalam batas sekedar untuk
menghindari kematian karena lapar dan haus.
h. Dalam hal pembatalan transaksi karena darurat adalah menciptakan
keadilan, tidak merusak prinsip keseimbangan diantara dua pihak yang
bertransaksi.
3. Ketentuan Hukum dalam Kedaruratan
Dalam membatasi keadaan darurat, al-Qurtubi berkata, ‚Keadaan
terpaksa tidak terlepas dari dua kemungkinan, yaitu karena adanya paksaan dari
orang yang aniaya atau karena lapar dalam musim peceklik.‛ Al-Fakhr al-Razi
mengatakan, ‚Darurat ada dua sebabnya. Pertama : lapar yang berlebihan dan
sementara yang halal tidak didapatkan dan Kedua : dipaksa oleh seseorang yang
memaksa.‛ Menurut Ibn al-‘Arabi, ‚Keadaan terpaksa bisa terjadi karena adanya
paksaan dari seseorang yang aniaya atau karena kelaparan di musim peceklik
atau karena kefakiran di mana seseorang tidak mendapatkan makanan selain yang
haram.‛ Dengan demikian, darurat bagi mereka ada tiga macam : paksaan,
kelaparan dan kefakiran.30

Wahbah az-Zuhaili, Konsep Darurat Dalam Hukum Islam, (Jakarta: TerjemahanGaya Media
Pratama, 1997), 79.
30

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Dalam kenyataannya, bahwa darurat dalam pengertiannya yang lebih
umum dan mencakup semua keringanan bagi manusia ada 7 keadaan, yaitu :31
a. Darurat kelaparan makanan (lapar dan haus) dan obatan
b. Paksaan
c. Lupa
d. Tidak mengetahui
e. Kesulitan
f. Merebaknya bencana
g. Sakit
Jika salah satu dari keadaan darurat tersebut ditemukan, maka yang
dilarang menjadi mubah, atau yang wajib boleh ditinggalkan. Seperti halnya
pembunuhan janian (aborsi) yang dilakukan oleh ibu hamil karena kedaruratan
medis, pembunuhan janin (aborsi) tersebut tetap boleh dilakukan, karena semasa
waktu hamil seorang ibu telah mengidap penyakit genetik atau cacat bawaan,
seperti penyakit darah tinggi bertahun-tahun, penyakit jantung yang parah atau
sesak nafas yang dapat membahayakan si ibu dan janin yang dikandungnya.32
Secara otomatis ibu tersebut harus melakukan tindak pidana pembunuhan
janin (aborsi), karena di dalam Islam tidak membenarkan tindakan meyelamatkan
janin dengan mengorbankan si calon ibu, karena eksistensi si ibu lebih
diutamakan mengingat dia merupakan tiang atau sendi keluarga dan dia telah

31
32

Ibid.
Moh Ali Aziz et al, Fiqih Medis, (Surabaya: Rumah Sakit Islam Jemursari, 2012), 74.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

mempunyai beberapa hak dan kewajiban, baik terhadap Tuhan maupun terhadap
sesama makhluk.33
Pembunuhan janin (aborsi) yang dilakukan apabila ada unsur yang benarbenar tidak mungkin dihindari, yang dalam istilah fikih disebut darurat, seperti
apabila janin dibiarkan tumbuh dalam rahim akan berakibat kematian ibu. Ulama
fikih sepakat bahwa pengguguran janin (aborsi) dalam keadaan seperti ini
hukumnya muba>h ({ boleh). Kebolehan ini adalah guna menyelamatkan nyawa ibu,
dan dalam keadaan seperti ini pula, ibu tidak boleh dikorbankan untuk
keselamatan bayi, sebab ibu adalah asal bagi terjadi adanya bayi.34
Di dalam kaidah fiqhiyah juga sudah tertera sebuah teori tentang
kedaruratan, yaitu :

ُِ ‫حُال َْم ْحظُْوَر‬
ُُ ‫اتُتُبِْي‬
ُُ ‫َرْوَر‬
ُ ‫ات‬
ُ ‫اَلض‬

Artinya: ‛Keadaan darurat itu membolehkan sesuatu yang dilarang.‛
Kaidah ini mengandung arti bahwa dalam keadaan-keadaan darurat atau
kebutuhan yang sangat mendesak boleh mengerjakan yang dilarang di dalam
Islam, sekalipun keadaan terpaksa itu merupakan salah satu sebab dibolehkannya
melakukan perbuatan yang terlarang. Pengguguran hanya terjadi pada hak
AllahSWT, yaitu berupa penghapusan dosa dan siksa bagi orang yang terpaksa.
Kecuali

kufur,

zina,

dan

membunuh,

di

dalam

hukum

Islam

tetap

mengharamkannya.35

H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1994), 82-83.
A. Rahman Ritonga et al, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve,
2006), 9.
35
Wahbah az-Zuhaili, Konsep Darurat Dalam Islam, 246.
33

34

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Namun, dalam melakukan sesuatu yang dilarang dalam keadaan darurat
Ulama fikih berbeda pendapat. Madhhab Maliki golongan al-Zahiri Imamiah dan
pendapat yang termasyhur di kalangan Madhhab Syafi’i menyatakan bahwa
melakukan yang dilarang di waktu darurat, hukumnya adalah wajib. Karena
mereka beralasan dengan firman Allah SWT QS. Al-Baqarah ayat 195:

ُ ُ‫َهلُ َك ُِة‬
ْ ‫َواَُتُ ْل ُقواُْبِأَيْ ِدي ُك ْمُإِلَىُالت‬

Artinya: Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan.36
Adapun Madhhab Hanbali, satu pendapat dari Madhhab Syafi’i, dan satu
riwayat dari Imam Abu Yusuf, ulama Madhhab Hanafi menyatakan bahwa
melakukan yang dilarang di waktu darurat, hukumnya adalah muba>h} (boleh).
Alasannya adalah karena orang yang berada dalam kondisi darurat itu melakukan
perbuatan yang dilarang hanya apabila ada keharusan untuk menolak
kemudaratan

dan

menyelamatkan

diri

dari

kebinasaan.

Yusuf

Qasim

menyimpulkan bahwa pendapat yang terkuat adalah wajib melakukan yang
diharamkan dalam kondisi darurat, karena memelihara diri dan harta adalah
wajib.37

36
37

Kementrian Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 286.
Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

B. Konsep Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana Islam
1. Pengertian Hukum Pidana Islam
Hukum Pidana Islam merupakan terjemahan dari kata Fikih Jinayah. Fiqh

Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan
kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani
kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci
dari Al-Qur’an dan Hadits. Tindakan kriminal yang dimaksud adalah tindakantindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan yang
melawan perundang-undangan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis.38
Perbuatan manusia yang dinilai sebagai pelanggaran atau kejahatan
kepada sesamanya, baik pelangaran atau kejahatan tersebut secara fisik atau non
fisik, seperti membunuh, menuduh atau menfitnah maupun kejahatan terhadap
harta benda dan lainnya, semua dibahas dalam Jinayah. Pembahasan masalah

Jinayah hanya dikhususkan pada perbuatan dosa yang berkaitan dengan sasaran
(objek) badan dan jiwa saja. Ulama-ulama muta’akhiri>n menghimpunnya dalam
bagian khusus yang dinamai Fiqih Jinayah atau yang dikenal dengan istilah

Hukum Pidana Islam.39
2. Pengertian Tindak Pidana dan Macam-macamnya
Tindak pidana atau kejahatan dan pelanggaran dalam hukum

pidana

Islam dikenal dengan istilah Jinayah dan jari>mah. Kedua istilah ini secara
etimologis mempunyai arti dan arah yang sama. Istilah yang satu menjadi

Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: Lembaga Studi Islam dan
Kemasyarakatan, 1992), 86.
39
A. Jazuli, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 11.
38

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

mura>dif (sinonim) bagi istilah lainnya atau keduannya bermakna tunggal. Jinayah
artinya perbuatan dosa, perbuatan salah atau jahat. Abdul Kadir Audah
menjelaskan arti kata Jinayah, yaitu merupakan nama bagi suatu perbuatan jelek
seseorang. Adapun menurut istilah adalah nama bagi suatu perbuatan yang
diharamkan oleh Shara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta benda,
maupun selain jiwa dan harta benda. Pengertian Jinayah adalah semua perbuatan
yang diharamkan. Perbuatan yang diharamkan adalah tindakan yang dilarang
atau dicegah oleh Shara’ (Hukum Islam). Apabila tetap dilakukan maka
perbuatan tersebut mempunyai konsekuensi yang membahayakan agama, jiwa,
akal, kehormatan, dan harta benda.40
Kata jina>yat menurut tradisi Islam ialah segala tindakan yang dilarang
oleh hukum shari’at untuk melakukannya. Perbuatan yang dilarang ialah setiap
perbuatan yang harus dihindari, karena perbuatan ini menimbulkan bahaya yang
nyata terhadap agama, jiwa, akal, harga diri, dan harta benda.41
Sedangkan jari>mah berarti larangan-larangan shara’ (yang apabila
dikerjakan) diancam oleh Allah SWT dengan hukuman had atau ta’zir. Dalam hal
ini kata jari>mah pun mencakup perbuatan ataupun tidak berbuat, mengerjakan
atau meninggalkan, aktif ataupun pasif. Oleh karena itu perbuatan jari>mah bukan
saja mengerjakan perbuatan yang jelas-jelas dilarang oleh peraturan, tetapi juga
dianggap sebagai jari>mah kalau seseorang meninggalkan perbuatan yang menurut
peraturan harus dikerjakan.42

A. Jazuli, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), 12.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), 7.
42
Rahmad Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 14.

40
41

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Bentuk jari>mah itu ada bermacam-macam, tergantung dari sudut pandang
mana kita mau melihatnya. Hal tersebut dapat diklsifikasikan berdasarkan
beberapa aspek sebagai berikut:
a. Aspek bobot hukuman yang dijatuhkan
Dari sudut pandang bobot hukuman yang dijatuhkan kepada
pelaku tindak kejahatan, jari>mah dapat digolongkan menjadi 3 yaitu:

Jari>mah Hudu>d, Jari>mah Qis{as> ,{ dan Jari>mah Ta’zi>r.
Jari>mah Hudu>d adalah sanksi yang telah ditentukan dan wajib
diberlakukan kepada seseorang yang melanggar suatu pelanggaran yang
akibatnya sanksi itu dituntut, baik dalam rangka memberikan peringatan
pelaku maupun dalam rangka memaksanya.43
Dalam Fiqh Sunnah-nya, Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa

Hudu>d secara etimologi berarti pencegahan. Secara terminologi adalah
sanksi yang telah ditetapkan untuk melaksanakan hak Allah SWT.44
Beberapa delik pidana yang termasuk dalam katagori hudu>d ini
adalah perzinaan, qadhaf (menuduh zina), sariqah (pencurian), hirabah
(perampokan), al-baghy (pemberontakan terhadap pemerintahan

Dokumen yang terkait

ANALISIS DEKRIMINALISASI ABORSI DALAM PERATURAN PEMERINTAH NO. 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

4 56 60

Analisis hasil Bahtsul Masail musyawarah nasional Nahdatul Ulama’ tahun 2014 terhadap hukum aborsi dalam peraturan pemerintah nomor. 61 tahun 2014 pasal 31 tentang kesehatan reproduksi.

0 1 84

TINJAUAN YURIDIS PENGECUALIAN ABORSI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN | MORDEKAI | Legal Opinion 7610 25260 1 PB

0 1 20

Tinjauan Hukum Islam terhadap dibolehkannya Aborsi Akibat Perkosaan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi Digital Library IAIN Palangka Raya BAB VI PENUTUP (SA)

0 0 2

Tinjauan Hukum Islam terhadap dibolehkannya Aborsi Akibat Perkosaan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi Digital Library IAIN Palangka Raya BAB V HASIL (SA)

0 0 36

Tinjauan Hukum Islam terhadap dibolehkannya Aborsi Akibat Perkosaan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi Digital Library IAIN Palangka Raya BAB III METODE (SA)

0 0 5

Tinjauan Hukum Islam terhadap dibolehkannya Aborsi Akibat Perkosaan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi Digital Library IAIN Palangka Raya BAB II KAJIAN (SA)

0 0 38

Tinjauan Hukum Islam terhadap dibolehkannya Aborsi Akibat Perkosaan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 18

ANALISIS DEKRIMINALISASI ABORSI DALAM PERATURAN PEMERINTAH NO. 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI MutiaraPuspa Rani, Firganefi, EkoRaharjo email: pr_mutiarayahoo.com

0 0 7

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 80