REKONSTRUKSI TATA NILAI EKONOMI DALAM AL-QUR`AN.

(1)

REKONSTRUKSI TATA NILAI EKONOMI

DALAM AL-QUR`AN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Pada Program Studi Tafsir

Oleh: Muhammad Najib NIM: F5.5.2.12.282

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

xii

ABSTRAK

Muhammad Najib, 2016. Rekonstruksi Tata Nilai Ekonomi dalam Al-Qur`an, Tesis Prodi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir pada Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Pembimbing: Prof. Dr. H. Aswadi, M.Ag.

Kata Kunci: Al-Qur`an, Ekonomi, Persaingan Bebas, Pengendalian Konsumsi, Distribusi kekayaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap bangunan tata nilai ekonomi dalam al-Qur`an. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan menggunakan pendekatan tafsir tematik. Pendekatan dimaksud bertujuan menemukan sikap dan pandangan al-Qur`an terhadap masalah yang diteliti. Langkah yang dilakukan dalam tafsir tematik adalah mengumpulkan ayat-ayat yang terkait dengan masalah yang diteliti. Untuk memahami maksud eksplisit ayat-ayat tersebut dilakukan analisis tafsir dengan mengacu kepada tafsir otoritatif atau dengan menggunakan penalaran. Maksud eksplisit ayat kemudian dianalisis lebih mendalam dengan metode istinbƗܒ untuk menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai yang telah terurai kemudian disintesiskan dengan melakukan generalisasi konsep, yaitu mengelompokkan nilai-nilai sebagai fakta-fakta yang saling terpisah ke dalam suatu konsep umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai ekonomi dalam al-Qur`an membentuk sebuah tatanan ekonomi yang bertujuan meningkatkan produktifitas untuk dinikmati sebanyak mungkin orang dengan tetap memperhatikan asas keterlibatan. Tujuan itu diupayakan dengan memberikan kebebasan kepada pelaku pasar. Kebebasan tersebut dibatasi dengan seperangkat aturan yang menjamin hak dan kebebasan orang lain tidak dilanggar. Tatanan tersebut juga mendorong kontinyuitas produksi dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan mengendalikan konsumsi. Untuk menghindari kesenjangan pendapatan yang timbul secara alami atau sebagai konsekwensi persaingan, dilakukan upaya represif dan presuasif untuk mendorong terjadinya distribusi kekayaan. Di samping bermakna religius, distribusi kekayaan juga memiliki justifikasi rasional-ekonomis, yaitu menjamin keberlangsungan aktifitas ekonomi. Sebab, tersingkirnya sebagian pelaku pasar akan menurunkan tingkat permintaan. Karena permintaan efektif menjadi titik mula bagi terjadinya produksi, maka menurunnya permintaan akan mengakibatkan turunya produksi, dan turunya produksi akan mengurangi pendapatan yang berujung pada kembali menurunnya permintaan. Begitu seterusnya hingga siklus aktifitas ekonomi semakin lama semakin mengecil dan hanya berputar di tangan para pemenang pertarungan ekonomi.


(6)

x

DAFTAR

ISI

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii 

PERSETUJUAN ... iii 

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv 

UCAPAN TERIMA KASIH ... v 

MOTTO ... vii 

KATA PENGANTAR ... viii 

DAFTAR ISI ... x 

ABSTRAK ... xii 

BAB I PENDAHULUAN ... 2 

A. Latar Belakang Masalah ... 2 

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... 9 

1. Identifikasi Masalah ... 9 

2. Pembatasan Masalah ... 11 

C. Perumusan Masalah ... 11 

D. Tujuan Penelitian ... 11 

E. Manfaat Penelitian ... 12 

F.  Kerangka Teoritik ... 12 

G. Penelitian Terdahulu ... 14 

H. Metode Penelitian ... 16 

1. Jenis Penelitian ... 16 

2. Teknik Pengumpulan Data ... 17 

3. Teknik Analisis Data ... 18 

I.  Sistematika Pembahasan ... 20 

BAB II KONSEP UMUM NILAI DAN EKONOMI ... 23 

A. Pengertian Nilai ... 23 

B. Pengertian dan Problem Ekonomi ... 28 

BAB III NILAI-NILAI EKONOMI DALAM AL-QUR`AN ... 34 

A. Kritik Terhadap Perilaku Ekonomi ... 37 

B. Watak Dasar Manusia Sebagai Dorongan Bagi Tindakan Manusia ... 42 

1. Tamak ... 42 

2. Kikir ... 44 

3. Predator ... 47 

4. Hedonis ... 48 

C. Nilai-Nilai Agama sebagai Dorongan Bagi Tindakan Manusia ... 53 


(7)

xi

E. Represi Kekuasaan Sebagai Dorongan Bagi Tindakan Manusia ... 66 

F.  Tindakan Manusia Yang Tak Teramalkan ... 68 

G. Permintaan dan Penawaran Yang Dikondisikan ... 71 

H. Harga Sebagai Kesediaan Fromal Kedua Belah Pihak Yang Bertransaksi . 73  I.  Ketidak-merataan Sebagai Realitas Kehidupan ... 75 

J.  Sumber Daya Alam Sebagai Faktor Produksi ... 79 

K. Pemanfaatan Sumber Daya Alam ... 84 

L. Pelestarian Alam Sebagai Bagian Dari Menjaga Kontinyuitas Produksi .... 88 

M. Pertukaran Barang dan Jasa Sebagai Sarana Distribusi Hasil Produksi ... 92 

N. Kebebasan Bertransaksi ... 96 

O. Proteksi Bagi Pihak Yang Lemah ... 102 

P.  Pencegahan Monopoli ... 106 

Q. Ekonomi Berbasis Sektor Riil ... 110 

R. Pengendalian Konsumsi ... 115 

S.  Distribusi Kekayaan ... 121 

BAB IV BANGUNAN TATA NILAI EKONOMI DALAM AL-QUR`AN . 127  A. Tujuan-Tujuan Ekonomi ... 128 

B. Faktor Input ... 131 

1. Sumber Daya Ekonomi ... 132

2. Dorongan-dorongan bagi Tindakan Manusia ... 134

3. Tindakan Manusia yang Tak Teramalkan ... 139

4. Realitas Kehidupan ... 143

C. Pencapaian Tujuan Ekonomi dengan Mempertimbangkan Faktor Input .. 144 

1. Problem Sistem Ekonomi dalam Pandangan al-Qur`an ... 144

2. Pandangan al-Qur`an Terhadap Kemiskinan ... 145

3. Pendekatan dan Strategi Pencapaian ... 146

4. Format Kebijakan Ekonomi ... 149

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 167 

D. Kesimpulan ... 167 

E. Saran-Saran ... 168 

DAFTAR PUSTAKA ... 171 

LAMPIRAN ... 176 


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

The world economy has entered a phase of extraordinary instability and .. . its future course is absolutely uncertain”, kata Helmut Schmidt1 sebagaimana dikutip Umer Chapra2. Sinyalemen Schmidt mengacu pada krisis minyak tahun 19733 yang memicu terjadinya berbagai resesi. Skandal subprime mortgage4 di Amerika pada tahun 2008 kembali memicu terjadinya krisis ekonomi global. Raksasa finansial seperti Lehman Brothers, Bear Stearns, Merrill Lynch, AIG, Freddie Mac dan Fannie Mae yang pada krisis-krisis sebelumnya mampu bertahan, kali ini mereka tidak dapat menyelamatkan diri. Yang terbaru adalah krisis ekonomi di Eropa pada tahun 2010 yang dipicu oleh besarnya hutang negara Yunani yang kemudian merembet ke Irlandia dan Portugal serta berdampak kepada negara-negara Eropa lain.

Krisis ekonomi di Eropa mengakibatkan naiknya angka pengangguran, kemiskinan, bahkan melebarnya kesenjangan antara miskin dan kaya, hal yang

1

Kanselir Jerman Barat dari tahun 1974 hingga 1982.

2

M. Umer Chapra, Toward a Just Monetary System, (Leicester: The Islamic Foundation, 1986), 18.

3

Pada 6 Oktober 1973 pecah perang Israel-Arab. Negara-negara arab yang tergabung dalam OPEC menggunakan komoditi minyak sebagai senjata untuk menekan Ameika dan Eropa yang pro Israel. Suplai minyak pun tersendat, sehingga harga minyak melambung tinggi. Perekonomian pun tidak dapat berjalan, karena kekurangan bahan bakar, sehingga untuk beberapa saat terjadi krisis ekonomi di tingkat global.

4

Subprime mortgages ecara sederhana dapat dipahami sebagai kredit perumahan yang diberikan kepada debitur dengan tingkat kelayakan kredit yang rendah, sehingga digolongkan sebagai kredit yang berisiko tinggi. Ketika terjadi gagal bayar secara massif disertai dengan anjloknya harga rumah investor dan semua lembaga yang terlibat dalam penjaminan terseret ke dalam problem likuiditas yang sangat akut. Jatuhnya subprime mortgagememicu kepanikan para investor di pasar saham Amerika yang mengakibatkan terkoreksinya bursa saham. Dan hal ini mengakibatkan terjadinya krisis keuangan di Amerika yang kemudian menjalar ke seluruh dunia.


(9)

3

mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Laporan yang dirilis International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) tahun 2013 melukiskan dampak krisis ekonomi di Eropa sebagai berikut.

Dibandingkan dengan tahun 2009, terdapat lebih jutaan orang yang mengantri untuk mendapatkan makanan, tidak mampu membeli obat ataupun mengakses perawatan kesehatan. Jutaan orang tidak punya pekerjaan dan yang masih memiliki pekerjaan menghadapi kesulitan untuk mempertahankan keluarga mereka karena upah yang tidak memadai dan melonjaknya harga. Beberapa orang dari kalangan menengah jatuh ke dalam garis kemiskinan. Jumlah orang yang tergantung pada distribusi makanan dari Palang Merah di 22 negara yang disurvei meningkat 75 persen antara tahun 2009 dan 20121.

Apa yang terjadi di Eropa tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Uni Eropa sebagai kekuatan ekonomi besar di dunia tiba-tiba goyah akibat dilanda krisis ekonomi. Dalam laporan yang sama IFRC menyebutkan, “lima tahun yang lalu tidak terbayangkan bahwa jutaan orang Eropa berbaris untuk mendapatkan makanan di dapur umum, menerima bingkisan makanan atau dirujuk ke grosir sosial (toko di mana mereka dapat membeli makanan dengan harga sangat murah setelah mendapatkan rekomendasi dari otoritas sosial)...2”.

Apakah yang sesungguhnya terjadi? Mengomentari krisis ekonomi 1973, Henry Kissinger seperti dikutip Umer Chapra mengatakan, “No previous theory seems capable of explaining the current crisis of the world economy”3. Pasti ada kesalahan mendasar. Tetapi kesalahan apakah itu, bergantung kepada filsafat hidup masing-masing. Dalam perspektif Islam akar dari permasalahan krisis

1

International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC), Think differently, Humanitarian impacts of the economic crisis in Europe, (Jenewa: IFRC, 2013), 2

2

Ibid, 9.

3


(10)

4

ekonomi berada pada tingkat yang sangat mendasar. Penyelesaian krisis ekonomi tidak mungkin hanya melalui perubahan pada tingkat permukaan saja4.

Islam memiliki keunggulan ideologis yang dengannya mampu menyediakan cetak biru bagi penyelesaian yang adil dan dapat dijalankan terhadap permasalahan ekonomi yang dihadapi umat manusia5. Al-Qur`an yang merupakan sumber utama hukum Islam menjanjikan kehidupan yang baik bagi siapa saja yang beriman dan beramal saleh. Al-Na l: 97 menuturkan,

ْـُأ ْوَأ ٍﺮََذ ِْ ﺎ ً ِﳊﺎ َﺻ ََِ َْ

ًﺔ َ ﱢَﻃ ًةﺎ َ َ ُ ﱠ َـِ ُْ َ َـﻓ ٌِْﺆُ َﻮَُو ﻰَﺜ

َنﻮُ ََْ ـ ﺒﻮُ ﺎَ ﺎ َ ِ َﺴَْﺄِ َُْﺮَْأ ُْﻬﱠـ َ ـ ِﺰ َْ َ َو

“Kehidupan yang baik” ( ًﺔ ﱢ ط ًةﺎ ﺣ) pada ayat di atas mencakup kebaikan dalam segala aspek kehidupan dunia. Menafsirkan ayat tersebut di atas Ibnu

Kathīr menjelaskan bahwa kehidupa baik yang dimaksud pada ayat di atas adalah

kehidupan di dunia dan kebaikan yang dimaksud mencakup segala aspek kehidupan6. Hal senada diungkapkan al-Shawk nī. Ia berkata, “… mayoritas ahli tafsir berpendapat bahwa kehidupan yang baik pada ayat ini adalah kehidupan yang baik di dunia, bukan di akhirat. Sebab, kehidupan akhirat telah disebutkan pada kalimat { نﻮ ْﻌ اﻮ ﺎﻛ ﺎ ﺴ ْﺣ ﺄ ْ ھﺮ ْ أ ْ ﮭﱠ ﺰ ْ و}”7.

Salah satu kehidupan sosial yang menjadi target reformasi al-Qur`an adalah kehidupan sosial ekonomi. Perhatian al-Qur`an terhadap kehidupan sosial ekonomi tampak jelas dengan ditetapkannya zakat sebagai pilar ketiga agama

4

Ibid, 19.

5

Ibid, 26.

6

Abu al-Fida` Ismail Ibnu Kathīr, Tafsīr al-Quran al-‘Aẓīm, (Beirut: D r Ibnu Kathīr, 1419 H.), 4:516

7


(11)

5

Islam. Bahkan dalam al-Qur`an perintah zakat nyaris selalu beriringan dengan perintah salat8. Ibnu shūr menilai bahwa penetapan zakat sebagai pilar ketiga mengindikasikan pentingnya harta dalam menyangga kemaslahatan umat9. Dengan demikian menurut Ibnu shūr, ditetapkannya zakat sebagai pilar agama bagian dari upaya menciptakan kemaslahatan umat dengan mendorong terciptanya kemapanan ekonomi.

Upaya menciptakan kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik juga diperlihatkan al-Qur`an dalam seruan-seruannya untuk memperoleh dan mengelola kekayaan dengan baik. Al-Qur`an bahkan membenarkan pencarian nafkah di sela-sela menjalankan ibadah haji yang semula dianggap tabu dalam tradisi Arab pra Islam. Al-Baqarah: 198 menuturkan,

ٍتﺎَﻓ َﺮَ ِْ ُْ ْﻀَﻓَأ ﺒَذِﺈَﻓ ُْ ﱢ َر ِْ ًﻼْﻀَﻓ ﺒﻮُﻐَـَْـ ْنَأ ٌﺘﺎَ ُ ُْ َْ َ َﺲَْ

ِإ َو ُْﺒ َﺪَ ﺎ ََ ُ و ُﺮُْذﺒ َو ِمﺒ َﺮَْﳊﺒ ِﺮَْﺸ َْﺒ َﺪِْ َ ﱠ ﺒ ﺒو ُﺮُْذﺎَﻓ

ِِ َْـ ِْ ُْ ُْ ْن

َﲔﱢﺎﱠﻀ ﺒ ََِ

Ibnu shūr dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini dimaksudkan untuk menghilangkan rasa enggan umat Islam untuk melakukan ibadah haji sambil mencari nafkah dan bahwa mencari nafkah di saat ibadah haji tidaklah bertentangan dengan sayriat sebagimana anggapan dalam tradisi Arab pra Islam10.

Tidak hanya itu, dalam al-Qur`an harta diungkapkan dengan kata-kata yang berkonotasi baik, seperti al-khayr yang berarti kebaikan. Setidaknya terdapat

8

Amr bin Harb Abu Uthman al-J iẓ, al-Bay n wa al-Tabyīn, (Beirut: D\aMr wa Maktabar al-Hil l, 1423 H.), 1:42.

9Muhammad Tahir Ibnu shūr,

Maq sid al-Sharī’ah al-Isl miyyah, (Yordania: D r al-Naf is, 2001),450

10Muhammad Thahir Ibnu shūr,

al-Ta rīr wa al-Tanwīr, (Tunisia: al-D r al-Tunisiyah, 1984), 2:237.


(12)

6

empat penggunaan kata al-khayr untuk menunjuk makna harta. Pertama, pada al-Baqarah:180, “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan kebaikan yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”. Kedua, pada al-Qalam:12, “Yang banyak menghalangi

kebaikan, yang melampaui batas lagi banyak dosa. Ketiga, pada al-Ma’ rij:21, ”Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”. Keempat, pada al-‘ diy t:8,

Dan Sesungguhnya dia sangat kikir karena cintanya kepada kebaikan. Dalam tafsir al-Jal layn kata al-khayr pada empat ayat tersebut ditafsirkan dengan al-m l yang berarti harta11.

Penyebutan harta dengan dengan kata “kebaikan” mengindikasikan kepedulian al-Qur`an terhadap kehidupan sosial ekonomi. Bahkan dalam menyerukan kebaikan, al-Qur`an banyak menggunakan bahasa ekonomi, seperti perniagaan, jual, beli, harga, upah, hutang, gadai, untung dan rugi. Kata “perniagaan”, misalnya, digunakan untuk mengungkapkan arti pahala pada

al-F ir:29. “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan

mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”12. Menurut penjelasan Wahbah Zuhaili penggunaan kata tij rah yang berarti perniagaan merupakan Isti’ rah13.Makna

11

Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Ma allī dan Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar al

-Suyū ī, Tafsīr al-Jal layn, (Cairo: D r al- adīth, tth), 37, 758, 765, 818.

12

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahannya,(Bandung: Gema Risalah Press, 1989), 700.

13

Wahbah bin Musthafa al-Zuhaili, al-Tafsīr al-Munīr, (Damaskus: D r al-Fikr al-Mu’ ir, 1418 H.), 22:258


(13)

7

hakiki dari kata tersebut ialah perniagaan. Sedangkan yang dikehendaki dalam ayat di atas adalah makna kiasan, yaitu interaksi hamba dengan Tuhannya untuk mendapatkan pahala. Pengertian Isti’ rah diperkuat (tarshī ) dengan keberadaan kata lan tabūra14. Dengan demikian yang dimaksud dengan “perniagaan yang tidak merugi” adalah pahala di sisi Allah. Penjelasan senada juga disampaikan

Shawk nī dalam fath al-Qadīr15, Zamakhshari dalam al-Kashsh f16.

Dengan demikian di dalam al-Qur`an terdapat sejumlah data yang mengindikasikan kepedulian al-Qur`an terhadap kehidupan sosial ekonomi. Ibarat permainan puzzle data-data dimaksud di atas adalah potongan-potongan yang dapat membentuk sebuah gambar sesuai sudut pandang penyusunnya. Di tangan ahli fikih potongan-potongan tersebut akan disusun hingga membentuk bangunan fikih. Demikian pula bagi ahli ilmu kalam dan tasawuf potongan-potongan tersebut akan membentuk bangunan sesuai sudut pandang keahliannya.

Jika selama ini belum pernah ada bangunan yang membentuk tata nilai ekonomi dari potongan-potongan tersebut, bukan karena ketidak-sesuaian karakter potongan dengan karakter bangunan. Ibnu Mas’ud mengatakan,

ﱢﻮَـﺜُ َْـﻓ َِْ ْﺒ َدﺒ َرَأ َْ

ِ ِ ِﻓ ﱠنِﺈَﻓ ،َنآ ْﺮُْﺒ ِر

َِﺮ ِﺧ ْﺒ َو َﲔِ ﱠوَْﻷﺒ َْ

Barangsiapa menghendaki ilmu, maka telitilah makna-makna al-Qur`an. Sebab di dalam al-Qur`an terdapat ilmu orang terdahulu dan terkini”17.

14

Ibid

15

Muhammad bin Ali al-Shawk nī, Fat al-Qadīr, (Damaskus: D r Ibnu Kathīr, 1414 H/), 4:400

16

Abu al-Qasim Mahmud bin Amr al-Zamakhshari, al-Kashsh f ‘an aq iq Ghaw miḍ al-Tanzīl, (Beirut: D r al-Kit b al-‘Arabī, 1407 H), 3:611

17

Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abu al-Q sim al- abar nī, Mu’jam al-Kabīr, (Cairo: Maktabah Ibnu Taimiyah, tth), 9:136.


(14)

8

Hal senada juga disampaikan al-Ghaz lī. Menurutnya di dalam al-Qur`an terdapat himpunan ilmu orang-orang terdahulu dan terkini18 dan bahwa makna al-Qur`an memiliki cakupan luas bagi orang yang mampu memahaminya19. Al-Qur`an memuat simbol-simbol dan petunjuk yang hanya dapat dipahami ahlinya20. Secara ekplisit Darwazah menyatakan bahwa di dalam al-Qur`an terdapat petunjuk bagi umat manusia dalam berbagai persoalan keagamaan dan keduniaan termasuk persoalan politik, hukum, sosial dan humaniora21.

Dengan demikian di dalam al-Qur`an terdapat data-data yang dapat disusun hingga membentuk bangunan tata nilai ekonomi. Tentu saja pengertian ini tidak berarti bahwa al-Qur`an memuat segala macam ilmu secara terperinci. Data-data tersebut perlu dipahami dan ditafsirkan dengan benar agar dapat memperlihatkan kebenaran al-Qur`an seperti apa yang diperlihatkan ilmu pengetahuan. Ketika ditanya alasannya masuk Islam, Granier, seorang Muslim Perancis dan mantan anggota Majlis Perwakilan, mengatakan, “Jika tiap ahli di suatu bidang ilmu pengetahuan membandingkan ayat-ayat al-Qur`an dengan apa yang ia pelajari, maka tanpa ragu lagi akan masuk Islam, sepanjang dilakukan secara rasional dan tanpa tendensi”22.

Menafsirkan al-Qur`an sesuai disiplin ilmu yang dikuasai adalah hal yang wajar. Ibnu shūr mengatakan bahwa salah satu cara penafsiran adalah

18

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghaz lī, Jaw hir al-Qur`an, (Beirut: D r I y ` al-‘Ulum, 1986), 46.

19

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghaz lī, I y ` ‘Ulūm al-Dīn, (Beirut: D r al-Ma’rifah, tth), 1:289.

20

Ibid.

21

Muhammad Izzat Darwazah, al-Tafsīr al- adīth, (Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1383), 1:27.

22


(15)

9

mengangkat masalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tujuan suatu ayat. Hubungan itu terbentuk karena suatu ayat mengisyaratkan ilmu pengetahuan dimaksud. Ibnu shūr mencontohkan, dalam al- ashr ayat 7, “… supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”, seorang mufassir dapat mengangkat persoalan ilmu ekonomi terkait distribusi kekayaan. Sebab ayat tersebut memang mengisyaratkan persoalan distribusi kekayaan23.

Jadi, di dalam al-Qur`an terdapat data-data yang dapat disusun menjadi bentuk bangunan tertentu sesuai dengan bidang keahlian penyusunnya. Sebagaimana data-data tersebut pernah membentuk bangunan fikih, ilmu kalam dan tasawuf, data-data itupun dapat direkonstruksi agar menjadi bangunan tata nilai ekonomi. Sebab, al-Qur`an mengisyaratkan eksistensi berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dan menyusun data-data tersebut menjadi bentuk bangunan ilmu tertentu adalah hal yang dapat diterima, sebagaimana seorang mufassir dibenarkan mengkaitkan ilmu pengetahuan dengan suatu ayat, karena adanya isyarat keterkaitan ayat tersebut dengan ilmu pengetahuan dimaksud.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Al-Qur`an bukanlah kitab tentang ilmu ekonomi positif maupun normatif dan karenanya keberadaan tata nilai sosial ekonomi di dalamnya bukanlah sesuatu yang instan dan terstuktur. Namun demikian, sebagaimana dikatakan Muhammad Izzat Darwazah, al-Qur`an mengandung gambaran paling valid tentang kondisi sosial pada masa Rasulullah alla Allah ‘Alaihy wa Sallam. Al-Qur`an juga

23Muhammad Tahir Ibnu shūr


(16)

10

merekam jejak dakwah Rasulullah alla Allah ‘Alaihy wa Sallam beserta perkembangannya yang bersinggungan dengan sikap dan tradisi bangsa Arab, baik dalam aspek keagamaan, budaya, intelektual, sosial, maupun ekonomi24. Sesuai penuturan Darwazah, berarti ayat-ayat ekonomi tesebar di berbagai surah yang sesungguhnya merupakan pesan-pesan moral sebagai respon atas atau refleksi dari kondisi sosial masyarakat Arab saat itu.

Pesan-pesan moral tersebut jika direkonstruksi secara kronologis sesuai urutan turunnya ayat akan membentuk timeline yang merekam fase-fase perkembangan pembentukan tata nilai ekonomi dalam al-Qur`an. Timeline

tersebut juga menggambarkan seperti apa respon al-Qur`an terhadap sikap dan perilaku sosial ekonomi masyarakat Arab saat itu. Dan pada akhirnya, deretan respon al-Qur`an membentuk bangunan tata nilai ekonomi dengan segala kecenderungan dan orientasinya.

Berdasarkan penjelasan di atas beberapa persoalan terkait tata nilai ekonomi dalam al-Qur`an dapat diidentifikasi sebagai berikut. Pertama,

1. Perilaku sosial ekonomi masyarakat arab pra Islam dalam perspektif al-Qur’an.

2. Respon al-Qur’an terhadap perilaku sosial ekonomi masyarakat arab pra Islam.

3. Bangunan tata nilai ekonomi dalam al-Quran.

24


(17)

11

4. Penjabaran nilai-nilai tersebut dalam bentuk norma ekonomi dalam al-Qur`an

5. Keberlakuan norma lintas ruang dan waktu

2. Pembatasan Masalah

Penelitian ini akan difokuskan pada upaya rekonstruksi terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan tata nilai ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian penelitian ini hanya akan membahas bangunan tata nilai ekonomi dalam al-Qur`an.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan penuturan tersebut di atas masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut, Bagimana bangunan tata nilai ekonomi dalam

al-Qur’an? Masalah ini dijabarkan dalam tiga sub masalah yaitu:

1. Bagaimana perilaku ekonomi seperti digambarkan al-Qur`an 2. Apa tujuan-tujuan ekonomi menurut al-Qur`an

3. Nilai-nilai ekonomi apakah yang ditetapkan al-Qur`an untuk mewujudkan tujuan-tujuan dimaksud.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi bangunan tata nilai ekonomi dalam al-Qur’an?

1. Mengungkap perilaku ekonomi seperti digambarkan al-Qur`an 2. Mengungkap tujuan-tujuan ekonomi menurut al-Qur`an


(18)

12

3. Merumuskannilai-nilai ekonomi yang ditetapkan al-Qur`an untuk mewujudkan tujuan-tujuan dimaksud

E. Manfaat Penelitian

Mengacu pada perumusan di atas, manfaat penelitian ini dapat dirmuskan sebagai berikut:

1. Menguatkan pandangan bahwa kandungan al-Qur`an bersifat holistis 2. Memperkaya khazanah Ilmu Ekonomi Islam

3. Memberikan kontribusi bagi penelitian berikutnya tentang tata nilai ekonomi islam

F. Kerangka Teoritik

Tata atau sistem adalah seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas25. Nilai adalah konsep, pedoman dan cita-cita yang diyakini dan disepakati suatu masyarakat dan menjadi ukuran perilaku serta penilai tindakan mereka26. Ilmu ekonomi adalah ilmu yang menaruh perhatian pada masalah bagaimana seharusnya memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk memuaskan kebutuhan manusia yang beragam27. Dengan demikian ekonomi adalah aktfitas manusia dalam memenafaatkan sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya.

25

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008),1474.

26

Sayyid Tahtawi, al-Qiyam al-Tarbawiyah fi al-Qa a al-Qur` nī, (Cairo: D r al-Fikr al-‘Arabī, 1996), 42.

27


(19)

13

Berdasarkan definisi-definisi di atas, yang dimaksud tata nilai ekonomi dalam al-Qur`an dalam penelitian ini adalah sekumpulan konsep, pedoman dan cita-cita yang saling terkait dan bersumber dari al-Qur`an mengenai aktifitas manusia dalam memanafaatkan sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya.

Sedangkan makna rekonstruksi adalah penyusunan kembali28. Mendefiniskan sejarah, kuntowijoyo mengatakan bahwa sejarah adalah rekonstruksi masa lalu. Kemudian kuntowijoyo menganalogikannya dengan sekumpulan batang korek api yang terserak dan tidak jelas bentuknya. Tugas sejarawan adalah menyusunnya hingga menjadi bentuk-bentuk yang jelas29. Dan maksud rekonstruksi dalam penelitian ini adalah upaya menyusun kembali data-data yang berupa ayat-ayat al-Qur`an hingga membentuk bangunan tata nilai ekonomi, sebagaimana data-data tersebut pernah di susun hingga membentuk bangunan fikih, ilmu kalam tasawuf dan lain lain.

Penggalian nilai-nilai ekonomi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu kepada ilmu ekonomi sebagai kerangka teoritik. Kerangka teoritik ini dimaksudkan untuk menyediakan seperangkat konsep yang diperlukan dalam melakukan analisis dan sistesis. Ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang menaruh perhatian pada masalah bagaimana seharusnya memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk memuaskan kebutuhan manusia yang beraneka ragam30. Pokok persoalan ekonomi adalah bagaimana memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi keinginan

28

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, 1284.

29

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), 14.

30


(20)

14

manusia yang tidak terbatas. Dari persoalan pokok dimaksud kemudian berkembang persoalan turunan seperti, bagaimana memproduksi, siapa yang memproduksi, untuk siapa barang dan jasa diproduksi dan berapa banyak barang dan jasa yang diproduksi.

Keempat pokok pertanyaan di atas dijabarkan dalam subjek kajian ekonomi berikut: produksi, konsumsi, distribusi. Kajian tentang produksi dan konsumsi memunculkan persoalan permintaan dan penawaran yang menjadi landasan teori harga. Dengan demikian semua persoalan ekonomi bermula dari perilaku manusia dalam memanfaatkan sumber daya untuk memenhuhi keinginan dan kebutuhannya.

G. Penelitian Terdahulu

Telah banyak literatur yang membahas ekonomi Islam. Tetapi dari literatur yang ada tidak satupun yang menekankan kajiannya pada penggalian nilai-nilai ekonomi dan bagaimana tahapan pembentukannya dalam al-Qur`an. Literatur ekonomi Islam yang ada umumya lebih menekankan pada kajian ekonomi dari pada eksplorasi nilai-nilai ekonomi dalam al-Qur`an. Berikut beberapa literatur yang membahas ekonomi Islam

Islamic Economic, Theory and Practice karya Abdul Mannan. Yang dimaksud sistem ekonomi Islam dalam buku ini adalah sistem ekonomi yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam yang didasarkan pada al-Qur`an, hadis dan pendapat para ulama. Sistematika pembahasannya seperti umumnya sistematika pembahasan buku-buku ekonomi.


(21)

15

Islam and Economic Development karya Umer Chapra. Buku ini

membedah kelemahan-kelemahan sistem ekonomi non Islam untuk kemudian mengajukan sistem ekonomi Islam sebagai alternatif dalam mengembangkan perekonomian negara berkembang.

Islam and Economic Challenge karya Umer Chapra. Seperti karya sebelumnya, dalam buku ini Umer juga membedah kelemahan-kelemahan sistem ekonomi non Islam. Seperti karya Abdul Mannan, buku ini juga lebih menekankan pada kajian ekonomi dari pada eksplorasi nilai-nilai.

Toward a Just Monetary System juga karya Dr. Umer Chapra. Buku ini juga bergenre ekonomi Islam dengan penekanan pada sistem moneter yang berkeadilan sesuai dengan pandangan al-Qur`an. Gagasan utamanya dilandasi pelarangan riba dan pelarangan mengurangi timbangan dalam al-Qur`an.

Satu-satunya karya yang mengkaji al-Qur`an dan dikaitkan dengan ekonomi adalah disertasi Charles C. Torrey yang berjudul The Commercial-Theologial Terms in The Koran. Tetapi kajian Torrey ditekankan pada penggunaan istilah ekonoi dalam al-Qur`an, bukan tentang nilai-nilai ekonomi dalam al-Qur`an.

Sejauh ini belum ditemukan karya ilmiah, baik berupa skripsi, tesis ataupun disertasi, yang membicarakan tentang tata nilai ekonomi dalam al-Qur`an.


(22)

16

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Kajian yang dilakukan dalam tesis ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati31. Dari sudut sumber data penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan literatur sebagai sumber data, baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian terdahulu32. Dan dari sudut pendekatan, penelitian ini menggunakan pedekatan tafsir tematik.

Ada tiga jenis tafsir tematik, yaitu: tafsir tematik umum, tematik istilah, dan tematik surah. Tematik umum bertujuan menemukan sikap dan pandangan al-Qur`an terhadap tema yang dibicarakan.Tematik surah bertujuan menemukan koherensi antar ayat dalam satu kesatuan temasurah. Tematik istilah berutujuan menemukan pengertian dan perkembangan penggunaan suatu istilah dalam al-Qur`an. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan tematik umum.Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam tafsri tematik umum adalah: (1) menentukan tema, (2) mencari data, yaitu ayat-ayat yang terkait tema, (3) mengurutkan dan mengklasifikasi ayat sesuai dengan urutan turunnya ayat, (4) menganalisa ayat, (5) menyusun outline secara logis dan sistematis.

Langkah pertama telah dilakukan pada perumusan masalah. Langkah kedua dijelaskan pada sub bab Teknik Pengumpulan Data. Langkah ketiga hingga

31

Lexy J Moleong,,Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014), 4.

32

M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor: Ghalia, 2002), 11.


(23)

17

kelima keempat akan dibahas pada sub bab Teknik Analisis Data. Teknik Pengumpulan Data

2. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai penelitian kepustakaan, data dalam penelitian ini bersumber dari kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, satu-satunya sumber data adalah al-Qur`an. Data-data yang diperlukan adalah ayat-ayat al-Qur`an yang berhubungan dengan tata nilai ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penelitian ini digunakan tiga teknik pengumpulan data. Pertama, pengumpulan data berdasarkan kata. Untuk mengimplementasikan teknik ini, pertama-tama ditentukan kata kunci yang terkait tema, kemudian dengan bantuan

mu’jam atau aplikasi komputer dicari ayat-ayat yang memiliki kata kunci atau diderivasi dari kata kunci tersebut.

Kedua, pengumpulan data berdasarkan kelompok tema. Langkah yang dilakukan adalah menentukan tema-tema di dalam al-Qur`an yang terkait dengan tema penelitian, selanjutnya dengan bantuan mu’jam mawḍū’ī atau aplikasi komputer dicari ayat-ayat dalam tema-tema al-Qur`an yang telah ditentukan.

Ketiga, pengumpulan data dengan melakukan dialog imaginer.Langkah yang dilakukan adalah, pertama-tama menyusun daftar pertanyaan yang terkait tema dengan kemungkinan jawaban tertutup, ya dan tidak,. Pertanyaan-pertanyaan itu kemudian dijabarkan dalam indikator-indikator moral dan hukum. Satu pertanyaan dapat diuraikan menjadi lebih dari satu indikator. Indikator-indikator inilah yang kemudian dicarikan jawabannya dalam al-Qur`an. Misalnya, untuk


(24)

18

mengetahui sikap dan pandangan al-Qur`an tentang sistem pasar persaingan disusun pertanyaan, apakah al-Qur`an menyetujui sistem pasar persaingan? Dari pertanyaan tersebut disusun indikator-indikator dalam bentuk pertanyaan dengan jawaban tertutup sebagai berikut: apakah al-Qur`an membatasi tingkat keuntungan dalam jual beli? Apakah al-Qur`an mengharuskan pemerintah menetapkan harga? Apakah al-Qur`an mengharuskan adanya kesetaraan informasi antara penjual dan pembeli? Selanjutnya dicari ayat-ayat yang menjawab pertanyaan-pertanyaan indikatif tersebut.

3. Teknik Analisis Data

Analisis data meliuti tiga hal, yaitu: pengurutan data, pengelompokan data dan penafsiran data33. Mengacu hal tersebut, dalam tafsir tematik yang termasuk fase analisis data adalah langkah ketiga hingga kelima, yaitu mengurutkan dan mengkalsifikan ayat, menganalisis ayat dan menyusun outline secara logis dan sistematis.

Pengurutan data dilakukan dengan menyusun ayat-ayat yang telah terhimpun sesuai urutan turunya surah dengan mengacu pada urutan yang dibuat Ahmad Izaat Darwazah dalam al-Tafsīr al- adīth. Ayat yang pertama turun dalam susunan Darwazah adalah ‘Alaq, Qalam, Muzammil, Mudaththir,

al-F ti ah dan seterusnya hingga akhir makkiyyah yaitu al-Muaffifūn dan

disambung dengan awal madaniyyah yaitu al-Baqarah hingga akhir madaniyah yaitu al-Na r

33

Lexy J Moleong,,Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014), 280.


(25)

19

Data-data yang telah diurutkan dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Pertama, tujuan ekonomi, yaitu ayat-ayat yang menyinggung tujuan-tujuan ekonomi. Kedua, watak dasar manusia, yaitu ayat-ayat yang membicarakan watak dasar ataupun kecenderungan manusia yang terkait dengan perilaku sosial ekonomi. Ketiga, ajaran, yaitu ayat-ayat yang mengajarkan atau mendorong tumbuhnya nilai-nilai sosial ekonomi yang terkait dengan tujuan-tujuan ekonomi. Kategorisasi ini hanyalah langkah awal untuk memudahkan pengelompokan. Pada saat penafsiran bisa jadi masing-masing kategori akan dikembangkan menjadi sub-sub kategori. Jika satu ayat masuk dalam dua kategori berbeda, maka ia akan dicatat dalam dua kategori.

Langkah berkiutnya adalah penafsiran data. Pertama-tama akan dilakukan penafsiran ayat untuk menangkap makna secara mendalam dari ayat-ayat tersebut.Secara etimologis tafsir berasal dari entri fa’, sīn dan r ’ yang berarti kejelasan atau penjelasan. Fasara yafsiru, demikian pula fassara Yufassiru, artinya menjelaskan34. Secara terminologis Al-Zarkashī mendefinisikannya sebagai “… ilmu untuk memahami kitab Alah yang diturunkan kepada nabiNya Muhammad alla Allah ‘Alaihy wa Sallam, menjelaskan maknanya dan menggali hukum serta hikmahnya”35. Ibnu shūr mendefinisikannya dengan “… Ilmu yang membahas penjelasan makna dari kata kata al-Qur`an dan hal-hal yang digali dari kata-kata tersebut, baik secara ringkas ataupun panjang lebar”36. Makna kata

34

Muhammad bin Mukrim Jamaluddin Ibnu Manẓūr, Lis n al-‘Arab, (Beirut: D r dir, 1414 H), 5:55.

35

Abu Abdillah Badruddin Muhammad bin Abdillah al-Zarkashī, al-Burh n fi ‘Ulūm al-Qur`an, (Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1957), 1:13.

36

Muhhammad al- hir Ibnu shūr, al-Ta rīr wa al-Tanwīr, (Tunis: al-D r al-Tunisiyah, 1393 H), 1:11.


(26)

20

bersifat eksplisit sedangkan hukum dan hikmah bersifat implisit. Dengan demikian Ilmu tafsir meliputi dua hal, yaitu memahami makna eksplisit dan implisit.

Makna eksplisit al-Qur`an dipahami berdasarkan sumber otoritatif atau penalaran. Sumber otoritatif terdiri dari tafsir Rasulullah alla Allah Alayhi wa

sallam, sahabat dan tabi’in. Penalaran adakalanya mengacu kepada al-Qur`an, sunnah, bahasa, konteks bahasa, konteks situasi dan konteks budaya. Berdasarkan makna eksplisit digali nilai-nilai al-Qur`an dengan menggunakan qiyas dan implikasi logis dari tafsir. Implikasi logis dapat dilakukan dengan memperhatikan cakupan makna yang lebih luas dari sekedar makna leksikal. Jadi analisis data memiliki dua tujuan yaitu: memahami maksud eksplisit ayat dan menggali makna implisit ayat.

Hasil penafsiran tersebut dicatat dalam bentuk proposisi. Proposisi-proposisi ini kemudian disintesikan dengan melakukan generalisasi konseptual, yaitu megelompokkan proposisi ke dalam konsep umum hingga menjadi satu rangkaian yang saling berhubungan secara logis dan dalam hirarki hubungan yang sistematis.

I. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini akan dituangkan dalam lima bab sebagai berikut. Bab pertama berisi uraian tentang tesis ini, mulai dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian terdahulu, kerangka teoritik, metode penelitian, sistematika pembahasan dan daftar kepustakaan.


(27)

21

Bab kedua menguraikan kerangka konsep tata nilai ekonomi yang meliputi: pengertian nilai, pengertian ekonomi, pokok pembahasan ekonomi.

Bab ketiga menguraikan ayat-ayat yang menyinggung permasalahan ekonomi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Bab keempat menguraikan sistem ekonomi dalam al-Qur`an berdasarkan nilai-nilai yang digali pada bab ketiga.

Bab kelima berisi kesimpulan tesis ini dan saran-saran terkait sisi yang belum tersentuh dalam penelitian dan perlu ditindaklanjuti dalam penelitian berikutnya.


(28)

BAB I I

KONSEP UMUM NI LAI DAN EKONOMI

A. Pengertian Nilai

Dalam Kamus Bahasa Indonesia terdapat lima makna dari kata nilai, yaitu: “1 harga (dl arti taksiran harga); 2harga uang (dibandingkan dng hargauang yng lain); 3 angka kepandaian; biji;ponten; 4 banyak sedikitnya isi; kadar;mutu; 5 sifat-sifat (halhal) yg pentingatau berguna bagi kemanusiaan”1. Dari kelima arti di atas tampak bahwa kata nilai digunakan dalam beragam makna dan bahwa makna terakhir sesuai dengan pengertian nilai yang sering digunakan dalam ilmu pengetahuan.

Dalam antropologi budaya nilai didefinisikan sebagai “... konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi”2.

Dalam sosiologi nilai didefinisikan sebagai “suatu kesadaran plus emosi yang relatif lama hilangnya terhadap suatu obyek, gagasan atau orang”3. Dengan lebih tegas Polak mendefinisikannya sebagai “... ukuran-ukuran patokan-patokan, keyakinan-keyakinan yang dianut oleh orang banyak dalam lingkungan suatu

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 1074.

2

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 190.

3

Alvin L. Bertrand, Basic Sosio;ogy, an Introduction to theory and method, terj. Drs. Sanapiah S Faisal, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), 95.


(29)

24

kebudayaan tertentu mengenai apa yang benar, pantas, luhur dan baik untuk dikerjakan dilaksanakan atau diperhatikan”1.

Nilai dalam perspektif antropologi dan sosiologi memiliki kesamaan dalam hal fungsinya sebagai kerangka referensi bagi tindakan dan penilaian masyarakat. Dalam perspektif sosiologis nilai adalah hal yang bersifat obyektif. Nilai dipandang dari sudut keberadaannya dalam suatu masyarakat. Durkheim mengatakan bahwa fenomena agama, hukum, etika, ekonomi dan seni tidak lebih dari personifikasi nilai, dan karenanya ia adalah cita-cita ideal. Sebagai cita-cita ideal, nilai merupakan titik tolak dan bukan akhir dari kajian sosiologi. Cita-cita ideal memiliki pembahasannya tersendiri. Tugas sosiologi bukan untuk melahirkan nilai. Sebab sosiologi sebagai ilmu positif tidak melihat nilai selain sebagai realitas obyektif yang dikaji2. Pendeknya, dalam sosiologi, nilai dipandang sebagai das sein, bukan sebagai das sollen.

Dalam perspektif psikologi, nilai masuk pada domain kejiwaan. Nilai adalah segala hal yang dapat menimbulkan atau merangsang timbulnya kesenangan. Karena itu dalam pandangan psikologi nilai bersifat subyektif3. Von Ehrenfelsmengatakan, “kita menginginkan sesuatu bukan karena daya tariknya yang tidak dapat ditangkap indera. Justru sebaliknya, kita menyematkan nilai pada sesuatu karena kita menginginkannya.... sejatinya nilai adalah apa yang dapat kita inginkan dan keinginan yang kuat adalah ukuran nilai”4.

1

J.B.A.F Mayor Polak, Sosiologi, Suatu Buku Pengantar Ringkas, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1979), 29.

2

al h Qan awah, Naẓariyyat al-Qīmah fi al-Fikr al-Mu` ir, (Cairo: D r al-Thaq fah, 1987), 85.

3

Ibid, 72.

4


(30)

25

Pendapat yang sama diungkapkan Thorndike. Menurutnya, nilai adalah preferensi-preferensi yang terpersonifikasikan dalam kenikmatan, rasa sakit, senang dan tidak senang yang dirasakan manusia. Jika suatu tindakan tidak menimbulkan kenikmatan atau rasa sakit, baik pada saat ini atau saat yang akan datang, maka tindakan tersebut tidak memiliki nilai5.

Bagi Sigmund Freud nilai tidak memiliki wujud yang nyata. Ia hanyalah proyeksi dari hasrat seksual yang dialihkan. Dalam psikologi analitik Freud, tiap orang memiliki energi yang mendorongnya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Semua dorongan bersumber dari hasrat seksual yang sudah ada sejak manusia lahir. Energi yang memberikan dorongan seksual dan kenikmatan lain disebut Libido. Menurut Freud libido menjadi sumber bagi hasrat-hasrat lain, termasuk hasrat sosial, spiritual, estetis, etis dan religius. Hasrat seksual yang dituntut Id direspon Ego dengan melihat realitas. Jika realitas tidak memungkinkan pemenuhan hasrat tersebut, maka ia akan ditekan dan dialihkan ke hasrat lain. Pengalihan libido menuju hasrat yang lebih mulia disebut dengan sublimasi. Hasrat seksual dialihkan menjadi cinta kemanusiaan dan keindahan. Hasrat kekuasaan dialihkan menjadi semangat berjuang dan berkorban. Oleh karena itu Freud menganggap bahwa nilai bukanlah sesuatu yang riil dan hanya merupakan proyeksi dari hasrat seksual yang dialihkan6.

Dengan demikian dalam sudut pandang psikologi, nilai bersifat subyektif dan bersumber dari hasrat individu. Nilai adalah apa yang dapat memuaskan

5

fiẓ Faraj Ahmad, al-Tarbiyah wa Qaḍ y al-Mujtama’ al-Mu ir, (Cairo: D r‘ lam al-Kutub, 2003), 251.

6


(31)

26

hasrat seseorang, termasuk hasrat yang dialihkan karena terhalang realitas obyektif.

Di ranah filsafat nilai memiliki pemaknaan beragam seberagam aliran filsafat itu sendiri. Thomas Hobbes berpendapat bahwa kenikmatan adalah energi yang mendorong kita untuk menginginkan sesuatu dan rasa sakit adalah energi yang mendorong kita menghindari sesuatu. Seluruh tindakan manusia digerakkan oleh dua hal, yaitu hasrat dan rasa takut. Dua hal ini disebut dengan kehendak dan kehendak adalah hasrat yang kuat. Suatu hasrat lahir dari kenikmatan dan kenikmatan merupakan sumber nilai7.

Kecenderungan subyektif-indvidualis Hobbes dalam memposisikan nilai diikuti oleh Schopenhauer, Nietszche dan Sartre. Menurut Schopenhauer kebaikan adalah segala hal yang selaras dengan kehendak individu8. Dalam perspektif Nietzsche, nilai adalah apa yang disematkan individu pada sebuah perilaku. Nilai bersumber dari kehendak untuk berkuasa. Nilai tercipta oleh kehendak manusia yang tak berbatas apapun selain aturan yang dibuatnya sendiri9. Senada dengan Nietzsche, Sartre berpandangan bahwa nilai adalah apa yang menjadi pilihan seseorang diantara berbagai pilihan. Sifat pemberanidisebutbernilai bukan karena ia memiliki nilai a priori, melainkan karena ia dipilih sebagai sebuah sikap. Demikian pula sifat penakut juga sebuah nilai karena ia dipilih sebagai sebuah sikap. Berani dan takut tidaklah memiliki nilai sepanjang ia tidak dipilih sebagai sebuah sikap. Baginya, manusia adalah makhluk yang bebas menciptakan nilainya

7

dil al-‘Aww , al-‘Umdah Falsafat al-Qiyam, 117.

8

Ibid., 119.

9


(32)

27

sendiri dan apa yang dipilihnya menjadi kebaikan absolut bagi dirinya. Satu-satunya nilai absolut adalah kebebasan dan penghargaan terhadap apapun yang menjadi pilihan kebebasan tersebut10.

Pada kutub yang berseberangan Max Scheller berpendapat bahwa nilai bersifat apriori dan tidak tunduk pada pengalaman empirik. “Nilai secara esensial ditemukan manusia mendahului pengalaman inderanya, dan secara apriori ditangkap manusia dari dunia nilai melalui perasaan emosinya”11. Menurutnya, nilai adalah “... suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawanya dan merupakan kualitas apriori (yang telah dapat dirasakan manusia tanpa melalui pengalaman inderawi terlebih dahulu)”12. Nilai bersifat obyektif dan menjadi acuan bagi segala kewajiban dan tuntutan13.

Meski mendapat pemaknaan beragam, semuanya sepakat bahwa apa yang disebut dengan nilai merupakan sesuatu yang diinginkan. Dengan demikian nilai dapat dipahamisebagai segala sesuatu, baik berupa benda, sikap atau perilaku,

yang diinginkan berdasarkan keyakinan-keyakinan tertentu.

Keyakinan-keyakinan itu bisa berupa norma dalam suatu masyarakat sebagaimana dalam sosiologi dan antropologi, hasrat berkuasa sebagaimana dalam filsafat Nietzsche, hasrat seksual sebagaimana dalam psikologi Freud, kebebasan individu sebagaimana filsafat Sartre atau ajaran agama. Bagi kaum religius nilai bersumber dari “Yang Sakral” yang sekaligus menjadi sumber segala yang ada.

10

dil al-‘Aww , al-‘Umdah Falsafat al-Qiyam, 613-614. Lihat pula, Al-Rabī’ Maimun, Naẓariyy t al-Qiyam fi al-Fikr al-Mu’ ir, 178-183.

11

Paulus Wahana, Nilai Etika Aksiologi Max Scheller, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 51.

12

Ibid.

13


(33)

28

B. Pengertian dan ProblemEkonomi

Menurut Zimmerman, Aristoteles adalah orang pertama yang membuka jalan bagi kajian ilmu ekonomi. Dalam bukunya, Negara, Aristoteles membedakan oikosnomos dan chermatisti. Oikosnomos berkaitan dengan penyelidikan tentang peraturan-peraturan rumah tangga, sedangkan chermatisti

mempelajari peraturan-peraturan tukar-menukar14. Dari kata Yunani oikosnomos

inilah kemudian lahir istilah ekonomi. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, entri ekonomi meiliki tiga arti: “1 ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (spt hal keuangan, perindustrian, dan perdagangan); 2 pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dsb yg berharga; 3 tata kehidupan perekonomian (suatu negara)”15.

Dari ketiga arti tersebut di atas, arti pertama merupakan pengertian terminologis dari ilmu ekonomi. Mengutip Paul A. Samuelson, Ari Sudarman mejelaskan maksud ilmu ekonomi sebagai berikut:

Ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang menaruh perhatian pada masalah bagaimana seharusnya memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk memuaskan kebutuhan manusia yang beraneka ragam. Dalam buku literatur ekonomi yang baku, ilmu ekonomi didefinisikan sebagai suatu studi mengenai bagaimana seharusnya manusia/masyarakat menentukan pilihannya, baik dengan/atau [sic!] tanpa menggunakan uang dalam memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya dan yang mempunyai alternatif penggunaan untuk menghasilkan barang serta kemudian mendistribusikannya baik untuk keperluan sekarang/masa yang akan datang di antara anggota-anggota masyarakat16.

14

L.J. Zimmerman, Sedjarah Pendapat-Pendapat Tentang Ekonomi, terj. K. Siagian, (Bandung: Vorkink Van Hoeve, 1955), 2

15

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, 378.

16


(34)

29

Berdasarkan penjelasan tersebut obyek kajian ekonomi adalah pemanfaatan sumber daya untuk memenuhi keinginan manusia. Hal senada diungkapkan Sickle.Ia menjelaskan bahwa ekonomi adalah, “... study of the ways in which people use resources to satisfy his wants”17. Dengan demikian, definisi Samuelson dan Sickle menempatkan persoalan pemanfaatan sumber daya dan keinginan manusia sebagai obyek kajian ekonomi.

Sejalan dengan Samuelson dan Sickle, Abdul Mannan menjelaskan bahwa problem fundamental ekonomi bersumber dari keinginan manusia yang tidak terbatas dan sumber daya yang terbatas. Ia mengatakan,

Permasalahan ekonomi umat manusia yang fundamental bersumber dari kenyataan bahwa kita mempunyai kebutuhan dan kebutuhan ini pada umumnya tidak dapat dipenuhi tanpa mengeluarkan sumber daya enerji manusia, kita, dan peralatan material yang terbatas. Bila kita memiliki sarana tidak terbatas untuk memnuhi semua jenis kebutuhan, maka masalah ekonomi tidak akan timbul18.

Yang dimaksud kelangkaan adalah keterbatasan sumber daya dalam memproduksi barang yang diinginkan manusia, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Sickle mengilustrasikan kelangkaan sebagai berikut:

All of us want the food, clothing, and shelter that we need to stay alive. But most of us (even college teachers!) want much more. We want cars, television sets, vacation trips—in fact, our capacity to want is almost unlimited. In contrast, the things we want are always limited in quantity. Even in a wealthy country like the United States there is never enough of everything to satisfy all the wants of every person in the country. How to narrow this gap between what people want and what they are able to get is the basic problem studied in economics. We shall refer to this problem as the problem of scarcity19

17

Jhon V. Van Sickel dan Benjamin A. Rogge, Introduction to Economics, (New York: D. Van Nostrand, 1952), 3.

18

M. Abdul Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, terj. M. Nastangin (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995). 19.

19


(35)

30

Kombinasi dari kelangkaan dan keinginan menentukan apakah suatu barang disebut sebagai barang ekonomi atau tidak. Witztum mengatakan, “Everything which is both scarce and desirable is an economic good”20. Jika suatu barang langka tetapi tidak diinginkan, maka tidak akan timbul masalah ekonomi. Demikian pula jika suatu barang tidak terbatas, maka ia tidak akan menimbulkan masalah ekonomi. Satu-satunya yang dapat menimbulkan masalah ekonomi adalah ketika suatu barang bersifat langka dan diinginkan. Jadi, masalah pokok ekonomi adalah tuntutan manusia yang tidak terbatas terhadap barang-barang ekonomi yang terbatas.

Secara lebih spesifik Sickle menyebutkan bahwa obyek kajian ekonomi adalah, bagaimana mempersempit kesenjangan antara tuntutan manusia yang tidak terbatas dan barang-barang ekonomi yang terbatas. Menurut Sickle, hanya ada dua jalan untuk mempersempit kesenjangan tersebut. Pertama, meminimalkan tuntutan manusia terhadap barang-barang ekonomi yang langka. Kedua,

memaksimalkan produksi barang untuk menaikkan tingkat ketercapaian tuntutan manusia. Jika jalan pertama yang diambil, maka problem ekonomi menjadi berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Tetapi para ekonom mengambil jalan kedua dan menjadikannya sebagai obyek kajian ekonomi21. Dengan demikian, menurut Sickle, problem ekonomi adalah, bagaimana meningkatkan produksi barang untuk meningkatkan ketercapaian tuntutan manusia. Berikut bagan problem ekonomi menurut Sickle.

20

A. Witztum, Introduction to Economics, (London:University of London, 2011), 29.

21


(36)

31

Gambar 2. 1

Solusi para ekonom atas problem ekonomi seperti tampak pada gambar 3 melahirkan pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) barang apakah yang harus diproduksi dan dalam jumlah berapa, (2) bagaimana memproduksi, (3) siapa yang memproduksi, dan (4) Bagaimana pembagian keuntungan dari hasil produksi. Chapra mengatakan:

every economic system must answer the three wellknown fundamental economic questions of what, how, and for whom to produce. How much of which alternative goods andservices shall be produced. Who will produce them with whatcombination of resources and in what technological manner. Andwho will enjoy to what extent the goods and services produced. The answers to these questions determine not only the allocationof resources in an economy but also their distribution betweenindividuals and between the present (consumption) and thefuture (saving and investment)22

22

M. Umer Chapra, Islam and the Economic Challenge, (Herndon Virginia: The International institute of Islamic thought, 1995), 4.

Kesenjangan lebih sempit

kesenjangan Tuntutan manusia yang

tidak terbatas

Barang-barang ekonomi yang terbatas

Problem ekonomi Solusi Ekonom

Tuntutan manusia yang tidak terbatas

Bagaimana Barang-barang ekonomi lebih memadai


(37)

32

Jadi, alokasi sumber daya dan distribusi merupakan dua pokok kajian ekonomi, dan dari keduanya muncul persoalan konsumsi, tabungan dan investasi.

Dengan demikian ilmu ekonomi adalah ilmu yang membahas perilaku manusia dalam memaksimalkan pemanfaatan sumber daya untuk memenuhi keinginan-keinginannya. Persoalan fundamental ekonomi bersumber dari fakta bahwa tuntutan manusia terhadap barang-barang ekonomi tidak terbatas, sedangkan sumber daya untuk memproduksi barang-barang ekonomi terbatas. Untuk meminimalkan kesenjangan antara tuntutan tak trebatas dan ketersedian sumber daya yang terbatas para ekonom mengambil solusi dengan cara mengupayakan ketersediaan barang secara maksimal untuk meningkatkan ketercapaian tuntutan manusia. Upaya inilah yang menjadi wilayah kajian ekonomi.

Dengan perkataan lain wilayah kajian ekonomi adalah perilaku manusia dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi yang terbatas untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi yaitu keinginan yang tak terbatas.


(38)

BAB V

KESI MPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis penelitian ini, bangunan nilai-nilai ekonomi dalam al-Qur`an dapat digambarkan sebagai berikut.

1. Perilaku ekonomi dalam al-Qur`an

a. Perilaku dantindakan manusia didorong oleh empat jenis dorongan, yaitu: watak dasar, nilai-nilai agama, kepatutan sosial dan represi kekuasaan.

b. Tindakan manusia adalah hal yang tak teramalkan.

c. Watak dasar manusia di satu sisi bernilai positif karena dapat mendukung peningkatan produktifitas yang menjadi salah satu ekonomi dan di sisi lain bernilai negatif karena dapat menghambat pemerataan yang juga menjadi salah satu tujuan ekonomi

2. Tujuan ekonomi sebagaimana disimpulkan dari nilai-nilai al-Qur`an adalah pengelolaan kekayaan alam untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan sebanyak mungkin umat manusia dengan cara-cara yang dapat menjamin keberlangsungan produksi selama mungkin.

3. Al-Qur`an tidak menista kekayaan dan pada saat yang sama al-Qur`an juga mendorong distribusi kekayaan. Al-Qur`an memberikan kebebasan dalam bertransaksi dan pada saat yang sama al-Qur`an memberikan proteksi kepada pihak yang lemah dan mencegah monopoli. Al-Qur`an juga


(39)

169

menekankan kegiatan ekonomi yang berbasis sektor riil. Al-Qur`an memperbolehkan konsumsi sekunder dan tersier dan pada saat yang sama al-Qur`an melarang konsumsi yang hanya mengejar simbol prestise belaka.

4. Pencapaian tujuan-tujuan ekonomi dicapai dengan strategi memanfaatkan dorongan watak dasar manusia untuk meningkatkan produktifitas. Dampak dari nilai negatif watak dasar diminimalisir dengan menanamkan dorongan nilai-nilai agama, dorongan represi kekuasaan dan dorongan kepatutuan sosial. Kemudian tujuan-tujuan tersebut diupayakan dengan menerapkan enam kebijakan yaitu: pesaingan bebas, proteksi bagi pihak yang lemah, pencegahan monopoli, penekanan terhadap kegiatan ekonomi yang berbasis sektor riil, pengendalian konsumsi, dan distribusi kekayaan. Kesenjangan antara keinginan yang tak terbatas dan sumber daya yang terbatas dipersempit dengan menggerakkan kedua aspek menuju satu titik yang sama: konsumsi ditekan dan produksi ditingkatkan. Distribusi kekayaan diposisikan sebagai aktifitas religius, dan pada saat yang sama ia memiliki justifikasi rasional yaitu untuk menjamin keberlangsungan aktifitas ekonomi.

B. Saran-Saran

Sangat disadari bahwa penelitian ini belum menyentuh seluruh aspek ekonomi dalam al-Qur`an. Masih banyak aspek yang belum terjangkau dalam penelitian ini. Di samping itu selama proses penelitian ini ditemukan hal-hal yang


(40)

170

bermanfaat bagi penelitian sejenis. Karena itu untuk penelitian sejenis di masa mendatang, disarankan hal-hal berikut:

1. Untuk mengetahui sikap dan pandangan al-Qur`an tentang ekonomi, pertama-tama perlu disusun daftar pertanyaantentang hal-hal yang terkait dengan aspek-aspek ekonomi dengan kemungkinan jawaban tertutup, ya dan tidak,. Pertanyaan-pertanyaan itu kemudian dijabarkan dalam indikator-indikator moral dan hukum. Satu pertanyaan bisa diuraikan menjadi lebih dari satu indikator. Indikator-indikator inilah yang kemudian dicarikan jawabannya dalam al-Qur`an. Misalnya, untuk mengetahui sikap dan pandangan al-Qur`an tentang sistem pasar persaingan disusun pertanyaan, apakah al-Qur`an menyetujui sistem pasar persaingan?Dari pertanyaan tersebut disusun indikator-indikator dalam bentuk pertanyaan dengan jawaban tertutup sebagai berikut: apakah al-Qur`an membatasi tingkat keuntungan dalam jual beli? Apakah al-Qur`an mengharuskan pemerintah menetapkan harga? Apakah al-Qur`an mengharuskan adanya kesetaraan informasi antara penjual dan pembeli? Indikator-indikator inilah yang digunakan sebagai kerangka dalam pengumpulan data. Jika indikator-indikator tersebut sulit ditemukan jawabannya dalam al-Qur`an secara langsung, dapat dicarikan jawabannya dalam kitab-kitab syarah hadis, fikih atau akhlak yang menyertakan dalil al-Qur`an. Jika di dalam kitab-kitab tersebut ditemukan jawabannya dengan disertai dalil al-Qur`an, maka dalil al-Qur`an itulah yang dikoleksi sebagai data.


(41)

171

2. Ayat-ayat yang bertutur tentang kisah, baik kisah orang-orang terdahulu maupun kisah perjalanan dakwah Rasulullah alla Allah Alayhi wa sallam, banyak menggambarkan kehidupan sosial. Ayat-ayat semacam ini tidak hanya berbicara tentang “apa yang seharusnya”, tetapi juga tentang “apa yang terjadi”. Oleh karena itu ayat-ayat kisah bisa menjadi semacam laboratorium mini kehidupan sosial. Dalam penelitian al-Qur`an yang bertema sosial, ayat-ayat kisah patut mendapatkan perhatian lebih, karena ayat-ayat dimaksud menyodorkan data tentang kehidupan sosial sebagaimana digambarkan al-Qur`an

3. Perlu dikembangkan penelitian serupa yang lebih komprehensif untuk menemukan sikap dan pandangan al-Qur`an tentang ekonomi yang belum ditemukan dalam penelitian ini.


(42)

172

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur` n al-Karīm

Ab dī, Muhammad Asyraf bin Amir, ‘Awn al-Ma’būd Shar Sunan Abi D wud, Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1415 H.

Ahmad, fiẓ Faraj, al-Tarbiyah wa Qaḍ y al-Mujtama’ al-Mu ir, Cairo:

D r‘ lam al-Kutub, 2003.

Alim, Moch. Rum, Dasar-Dasar Teori Ekonomi Makro, Jakarta: IND HILL CO, 2011.

‘Arabī (al), Abu Bakar Ibnu, A k m al-qur` n, Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.

Asfih nī (al) Abu al-Q sim Al-R ghib, Tafsīr Al-R ghib al-Asfih nī, Tanta Mesir: Kulliyyat al- dab J mi’ah an a, 1999.

shūr, Muhammad Tahir Ibnu, Maq sid al-Sharī’ah al-Isl miyyah, Yordania:

D r al-Naf is, 2001.

_______,al-Ta rīr wa al-Tanwīr, Tunisia: al-D r al-Tunisiyah, 1984, 2:237.

‘Asqal ni (al), Ahmad bin Ali bin Hajar, Fat al-B rī Shar a ī al-Bukh rī,

Beirut: D r al-Ma’rifah, 1379 H.

‘Atiyyah, Abu Muhammad Ibnu, al-Mu arrar,al-Wajīz fi Tafsīr al-Kit b al -‘Azīz, D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1422 H.

Bayhaqī(al), Ahmad bin al-Husain Abu Bakar, al-Sunan al-Kubr , Beirut: D r

al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.

Biq ’ī (al), Ibrahim bin Umar, Nuẓum al-Durar fi Tan sub al-` y t wa al -Suwar, Cairo: D r al-Kit b al-Isl mī, tth.

Bukh rī (al), Muhammad bin Ismail Abu Abdillah, a ī al-Bukh rī, Beirut:


(43)

173

Bustī (al), Muhammad bin ibb n, a ī Ibnu ibb n, Beirut: al-Ris lah, 1988.

Chapra, M. Umer, Toward a Just Monetary System, Leicester: The Islamic Foundation, 1986.

_______, Islam and the Economic Challenge, Herndon Virginia: The International institute of Islamic thought, 1995.

Darwazah, Muhammad Izzat, al-Tafsīr al- adīth, Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1383.

Daud, Sulaiman bin al-`AshathAbu, Sunan Abi D wud, Beirut: al-Maktabah al-‘A riyah, tth.

Faḍl (al), Majduddin Abu, al-Ikhtiy r fi Ta’līl al-Mukht r, Cairo: al- alabī, 1937.

Ghaz lī (al), Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Jaw hir al-Qur`an,

Beirut: D r I y ` al-‘Ulum, 1986.

_______, I y ` ‘Ulūm al-Dīn, Beirut: D r al-Ma’rifah, tth.

Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor: Ghalia, 2002.

J iẓ (al), Amr bin Harb Abu Uthman, al-Bay n wa al-Tabyīn, Beirut: D r wa Maktabat al-Hil l, 1423 H.

Jundī (al), Muhammad bin Yusuf Baha`uddin, al-Sulūk fi abaq t al-Ulam `

wa al-Mulūk, Sana Yaman: Maktabah al-Irsh d, 1995.

Kathīr, Abu al-Fida` IsmailIbnu, Tafsīr al-Quran al-‘Aẓīm, Beirut: D r Ibnu

Kathīr, 1419 H

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.

Ma allī (al), Jalaluddin Muhammad bin Ahmad dan Jalaluddin Abdurrahman


(44)

174

Mahmud, Abdul Halim, Awrub wa al-Isl m, Cairo: D r al-Ma’ rif, tth. Maimun, Al-Rabī’, Naẓariyy t al-Qiyam fi al-Fikr al-Mu’ ir, Bayn

al-Nisbiyyah wa al-Mu laqiyyah, Al-Jazair: al-Shirkah al-Wataniyah, 1980.

M jah, Abu Abdillah Ibnu, Sunan Ibnu M jah, Cairo: D r I y ` Kutub al-;Arabiyyah, tth.

Malik, Malik bin Anas bin, Muwa a`, Beirut: al-Ris lah, 1412 H.

Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, terj. M. Nastangin Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.

Mansur, Abu Utsman Said bin, al-Tafsīr min sunan Sa’īd bin Man ūr, Riyad:

D r al- umay’ī, 1997.

Manẓūr, Muhammad bin Mukrim Jamaluddin Ibnu, Lis n al-‘Arab, Beirut:

D r dir, 1414 H.

Moleong,Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.

Mun wī (al), Zainuddin Muhammad bin T j al-‘ rifīn, Fayḍ al-Qadīr, Cairo: al-Maktabah al-Tij riyah al-Kubr , 1356 H.

Muqaddasī (al), Abu Muhammad Ibnu Qudamah, al-Mughni, Cairo: Maktabat

al-Q horah, 1968.

Naw wī (al), Muyiddin Yahya bin Sharaf, al-Minh j Sharh a ī Muslim bin

al- ajj j, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-‘Arabī, 1392 H.

Nays būrī (al), Muslim bin Hajjaj, a ī Muslim, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-Arabī, tth.

Polak, J.B.A.F Mayor, Sosiologi, Suatu Buku Pengantar Ringkas, Jakarta: Ichtiar Baru, 1979.

Qan awah, al h, Naẓariyyat al-Qīmah fi al-Fikr al-Mu` ir, Cairo: D r al


(45)

175

Qurubī (al), Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad, al-J mi’ li A k m al -Qur` n, Cairo: D r al-Kutub al-Ma riyyah, 1964.

R zī (al), Fakhruddin Muhammad bin Umar, “Ris lat Dhamm Ladhdh t al

-Duny ” dalam Ayman Shihadeh, The Teleological Ethics of Fakhr

al-D n al-R zī, Leiden: Brill, 2006.

_______, Maf tī al-Ghayb, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-‘Arabī, 1420 H. Salam, Abu Ubaid al-Q sim bin, Kit b al-Amw l, Beirut: D r al-Fikr, 1988. Sh fi’ī (al), Muhammad bin Idris, Tafsīr al-Im m al-Shafi’ī, Riyadl: D r al

-Tadammuriyyah, 2006.

Shawk nī (al), Muhammad bin Ali, Fath al-Qadīr, Damaskud: D r Ibn Kathīr,

1414 H.

_______, Nayl al-Aw r, Cairo: D r al- adīs, 1993.

Shaybah, Ibnu Abi, Mu annaf Ibnu Abī Shaybah, Riyadl: al-Rushd, 2004. Sickel, Jhon V. Van dan Benjamin A. Rogge, Introduction to Economics, New

York: D. Van Nostrand, 1952.

Sindī (al), Muhammad bin Abdul Hadi, shiyat al-Sindī ‘ala Ibn M jah,

Beirut: D r al-Jīl, tth.

Sudarman, Ari, Teori Ekonomi Mikro, Yogyakarta: BPFE, 1991.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahannya,

Bandung: Gema Risalah Press, 1989.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

abar nī (al), Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abu al-Q sim, Mu’jam al-Kabīr, Cairo: Maktabah Ibnu Taimiyah, tth.

abarī (al), Muhammad Ibnu Jarir, J mi’ al-Bay n fi Ta`wīl al-Qur`an, Beirut: al-Ris lah, 2000.


(46)

176

Tahtawi, Sayyid, al-Qiyam al-Tarbawiyah fi al-Qa a al-Qur` nī, Cairo: D r

al-Fikr al-‘Arabī, 1996.

Taimiyah, Taqiyyuddin Abu al-Abbas Ibnu, al- isbah fi al-Isl m, (Beirut:

D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth).

Tirmidhī (al), Muhammad bin Isa,Sunan al-Tirmidhī, Cairo: Musthafa al-b bī al- alabī, 1975.

Wahana, Paulus, Nilai Etika Aksiologi Max Scheller, Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Witztum, A., Introduction to Economics, London:University of London, 2011. Zamakhshari (al), Abu al-Qasim Mahmud bin Amr, al-Kashsh f ‘an aq iq

Ghaw miḍ al-Tanzīl, Beirut: D r al-Kit b al-‘Arabī, 1407 H.

Zarkashī(al), Abu Abdillah Badruddin Muhammad bin Abdillah, al-Burh n fi ‘Ulūm al-Qur`an, Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1957. Zimmerman, L.J., Sedjarah Pendapat-Pendapat Tentang Ekonomi, terj. K.

Siagian, Bandung: Vorkink Van Hoeve, 1955.

Zu aili (al), Wahbah bin Musthafa, al-Tafsīr al-Munīr, Damaskus: D r al-Fikr al-Mu’ ir, 1418 H.


(1)

171

2. Ayat-ayat yang bertutur tentang kisah, baik kisah orang-orang terdahulu maupun kisah perjalanan dakwah Rasulullah alla Allah Alayhi wa sallam, banyak menggambarkan kehidupan sosial. Ayat-ayat semacam ini tidak hanya berbicara tentang “apa yang seharusnya”, tetapi juga tentang “apa yang terjadi”. Oleh karena itu ayat-ayat kisah bisa menjadi semacam laboratorium mini kehidupan sosial. Dalam penelitian al-Qur`an yang bertema sosial, ayat-ayat kisah patut mendapatkan perhatian lebih, karena ayat-ayat dimaksud menyodorkan data tentang kehidupan sosial sebagaimana digambarkan al-Qur`an

3. Perlu dikembangkan penelitian serupa yang lebih komprehensif untuk menemukan sikap dan pandangan al-Qur`an tentang ekonomi yang belum ditemukan dalam penelitian ini.


(2)

172

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur` n al-Karīm

Ab dī, Muhammad Asyraf bin Amir, ‘Awn al-Ma’būd Shar Sunan Abi D wud, Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1415 H.

Ahmad, fiẓ Faraj, al-Tarbiyah wa Qaḍ y al-Mujtama’ al-Mu ir, Cairo: D r‘ lam al-Kutub, 2003.

Alim, Moch. Rum, Dasar-Dasar Teori Ekonomi Makro, Jakarta: IND HILL CO, 2011.

‘Arabī (al), Abu Bakar Ibnu, A k m al-qur` n, Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.

Asfih nī (al) Abu al-Q sim Al-R ghib, Tafsīr Al-R ghib al-Asfih nī, Tanta Mesir: Kulliyyat al- dab J mi’ah an a, 1999.

shūr, Muhammad Tahir Ibnu, Maq sid al-Sharī’ah al-Isl miyyah, Yordania: D r al-Naf is, 2001.

_______,al-Ta rīr wa al-Tanwīr, Tunisia: al-D r al-Tunisiyah, 1984, 2:237. ‘Asqal ni (al), Ahmad bin Ali bin Hajar, Fat al-B rī Shar a ī al-Bukh rī,

Beirut: D r al-Ma’rifah, 1379 H.

‘Atiyyah, Abu Muhammad Ibnu, al-Mu arrar,al-Wajīz fi Tafsīr al-Kit b al -‘Azīz, D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1422 H.

Bayhaqī(al), Ahmad bin al-Husain Abu Bakar, al-Sunan al-Kubr , Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.

Biq ’ī (al), Ibrahim bin Umar, Nuẓum al-Durar fi Tan sub al-` y t wa al

-Suwar, Cairo: D r al-Kit b al-Isl mī, tth.

Bukh rī (al), Muhammad bin Ismail Abu Abdillah, a ī al-Bukh rī, Beirut: D r Tawq al-Naj h, 1422 H.


(3)

173

Bustī (al), Muhammad bin ibb n, a ī Ibnu ibb n, Beirut: al-Ris lah, 1988.

Chapra, M. Umer, Toward a Just Monetary System, Leicester: The Islamic Foundation, 1986.

_______, Islam and the Economic Challenge, Herndon Virginia: The International institute of Islamic thought, 1995.

Darwazah, Muhammad Izzat, al-Tafsīr al- adīth, Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1383.

Daud, Sulaiman bin al-`AshathAbu, Sunan Abi D wud, Beirut: al-Maktabah al-‘A riyah, tth.

Faḍl (al), Majduddin Abu, al-Ikhtiy r fi Ta’līl al-Mukht r, Cairo: al- alabī, 1937.

Ghaz lī (al), Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Jaw hir al-Qur`an, Beirut: D r I y ` al-‘Ulum, 1986.

_______, I y ` ‘Ulūm al-Dīn, Beirut: D r al-Ma’rifah, tth.

Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor: Ghalia, 2002.

J iẓ (al), Amr bin Harb Abu Uthman, al-Bay n wa al-Tabyīn, Beirut: D r wa Maktabat al-Hil l, 1423 H.

Jundī (al), Muhammad bin Yusuf Baha`uddin, al-Sulūk fi abaq t al-Ulam `

wa al-Mulūk, Sana Yaman: Maktabah al-Irsh d, 1995.

Kathīr, Abu al-Fida` IsmailIbnu, Tafsīr al-Quran al-‘Aẓīm, Beirut: D r Ibnu Kathīr, 1419 H

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.


(4)

174

Mahmud, Abdul Halim, Awrub wa al-Isl m, Cairo: D r al-Ma’ rif, tth. Maimun, Al-Rabī’, Naẓariyy t al-Qiyam fi al-Fikr al-Mu’ ir, Bayn

al-Nisbiyyah wa al-Mu laqiyyah, Al-Jazair: al-Shirkah al-Wataniyah, 1980.

M jah, Abu Abdillah Ibnu, Sunan Ibnu M jah, Cairo: D r I y ` Kutub al-;Arabiyyah, tth.

Malik, Malik bin Anas bin, Muwa a`, Beirut: al-Ris lah, 1412 H.

Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, terj. M. Nastangin Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.

Mansur, Abu Utsman Said bin, al-Tafsīr min sunan Sa’īd bin Man ūr, Riyad: D r al- umay’ī, 1997.

Manẓūr, Muhammad bin Mukrim Jamaluddin Ibnu, Lis n al-‘Arab, Beirut: D r dir, 1414 H.

Moleong,Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.

Mun wī (al), Zainuddin Muhammad bin T j al-‘ rifīn, Fayḍ al-Qadīr, Cairo: al-Maktabah al-Tij riyah al-Kubr , 1356 H.

Muqaddasī (al), Abu Muhammad Ibnu Qudamah, al-Mughni, Cairo: Maktabat

al-Q horah, 1968.

Naw wī (al), Muyiddin Yahya bin Sharaf, al-Minh j Sharh a ī Muslim bin al- ajj j, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-‘Arabī, 1392 H.

Nays būrī (al), Muslim bin Hajjaj, a ī Muslim, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-Arabī, tth.

Polak, J.B.A.F Mayor, Sosiologi, Suatu Buku Pengantar Ringkas, Jakarta: Ichtiar Baru, 1979.

Qan awah, al h, Naẓariyyat al-Qīmah fi al-Fikr al-Mu` ir, Cairo: D r al -Thaq fah, 1987.


(5)

175

Qurubī (al), Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad, al-J mi’ li A k m al -Qur` n, Cairo: D r al-Kutub al-Ma riyyah, 1964.

R zī (al), Fakhruddin Muhammad bin Umar, “Ris lat Dhamm Ladhdh t al

-Duny ” dalam Ayman Shihadeh, The Teleological Ethics of Fakhr

al-D n al-R zī, Leiden: Brill, 2006.

_______, Maf tī al-Ghayb, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-‘Arabī, 1420 H. Salam, Abu Ubaid al-Q sim bin, Kit b al-Amw l, Beirut: D r al-Fikr, 1988. Sh fi’ī (al), Muhammad bin Idris, Tafsīr al-Im m al-Shafi’ī, Riyadl: D r al

-Tadammuriyyah, 2006.

Shawk nī (al), Muhammad bin Ali, Fath al-Qadīr, Damaskud: D r Ibn Kathīr, 1414 H.

_______, Nayl al-Aw r, Cairo: D r al- adīs, 1993.

Shaybah, Ibnu Abi, Mu annaf Ibnu Abī Shaybah, Riyadl: al-Rushd, 2004. Sickel, Jhon V. Van dan Benjamin A. Rogge, Introduction to Economics, New

York: D. Van Nostrand, 1952.

Sindī (al), Muhammad bin Abdul Hadi, shiyat al-Sindī ‘ala Ibn M jah, Beirut: D r al-Jīl, tth.

Sudarman, Ari, Teori Ekonomi Mikro, Yogyakarta: BPFE, 1991.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahannya, Bandung: Gema Risalah Press, 1989.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

abar nī (al), Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abu al-Q sim, Mu’jam al-Kabīr, Cairo: Maktabah Ibnu Taimiyah, tth.

abarī (al), Muhammad Ibnu Jarir, J mi’ al-Bay n fi Ta`wīl al-Qur`an, Beirut: al-Ris lah, 2000.


(6)

176

Tahtawi, Sayyid, al-Qiyam al-Tarbawiyah fi al-Qa a al-Qur` nī, Cairo: D r al-Fikr al-‘Arabī, 1996.

Taimiyah, Taqiyyuddin Abu al-Abbas Ibnu, al- isbah fi al-Isl m, (Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth).

Tirmidhī (al), Muhammad bin Isa,Sunan al-Tirmidhī, Cairo: Musthafa al-b bī al- alabī, 1975.

Wahana, Paulus, Nilai Etika Aksiologi Max Scheller, Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Witztum, A., Introduction to Economics, London:University of London, 2011. Zamakhshari (al), Abu al-Qasim Mahmud bin Amr, al-Kashsh f ‘an aq iq

Ghaw miḍ al-Tanzīl, Beirut: D r al-Kit b al-‘Arabī, 1407 H.

Zarkashī(al), Abu Abdillah Badruddin Muhammad bin Abdillah, al-Burh n fi ‘Ulūm al-Qur`an, Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1957. Zimmerman, L.J., Sedjarah Pendapat-Pendapat Tentang Ekonomi, terj. K.

Siagian, Bandung: Vorkink Van Hoeve, 1955.

Zu aili (al), Wahbah bin Musthafa, al-Tafsīr al-Munīr, Damaskus: D r al-Fikr al-Mu’ ir, 1418 H.