Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning oleh Perawat pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga T1 462008053 BAB II
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Discharge Planning
2.1.1
Pengertian Discharge Planning
Discharge
planning
adalah
mekanisme
untuk
memberikan perawatan kontinu, informasi tentang kebutuhan
kesehatan berkelanjutan setelah pulang, perjanjian evaluasi,
dan instruksi perawatan diri (Russel Swanburg, 2000).
Jackson (1994, dalam The Royal Marsden Hospital, 2004)
menyatakan bahwa discharge planning merupakan proses
mengidentifikasi kebutuhan pasien dan perencanaannya
dituliskan untuk memfasilitasi keberlanjutan suatu pelayanan
kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain.
Discharge planning sebaiknya dilakukan sejak pasien
diterima di suatu agen pelayanan kesehatan, terkhusus di
rumah sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap
semakin pendek. Discharge planning yang efektif seharusnya
mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan
informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang
berubah-ubah,
pernyataan
diagnosa
keperawatan,
perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai
dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan
(Kozier, 2004).
10
11
2.1.2
Pemberi Layanan Discharge Planning
Proses discharge planning harus dilakukan secara
komprehensif dan melibatkan multidisiplin, mencakup semua
pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam memberi
layanan kesehatan kepada pasien (Perry & Potter, 2006).
Discharge planning tidak hanya melibatkan pasien tapi juga
keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan
dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan sosial
bekerja sama (Nixon et al. 1998 dalam The Royal Marsden
Hospital, 2004).
Seseorang yang merencanakan pemulangan atau
koordinator
asuhan
berkelanjutan
(continuing
care
coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai
konsultan untuk proses discharge planning bersamaan
dengan
fasilitas
kesehatan,
dan
kesehatan,
memotivasi
menyediakan
staf
rumah
pendidikan
sakit
untuk
merencanakan dan mengimplementasikan discharge planning
(Discharge Planning Association, 2008).
2.1.3
Penerima Discharge Planning
Semua
pasien
yang
dihospitalisasi
memerlukan
discharge planning (Discharge Planning Association, 2008).
Namun, ada beberapa kondisi yang menyebabkan pasien
beresiko
tidak
dapat
memenuhi
kebutuhan
pelayanan
12
kesehatan yang berkelanjutan setelah pasien pulang, seperti
pasien yang menderita penyakit terminal atau pasien dengan
kecacatan permanen (Rice, 1992 dalam Perry & Potter,
2006).
Pasien
dan
seluruh
anggota
keluarga
harus
mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan
(Medical Mutual of Ohio, 2008).
2.1.4
Tujuan Discharge Planning
Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi
kebutuhan spesifik untuk mempertahankan atau mencapai
fungsi maksimal setelah pulang (Carpenito, 1999). Discharge
planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk
menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah
sakit dan komunikasi yang efektif (Discharge Planning
Association, 2008).
The Royal Marsden Hospital (2004) menyatakan bahwa
tujuan dilakukannya discharge planning antara lain untuk
mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan
psikologis untuk ditransfer ke rumah atau ke suatu lingkungan
yang dapat disetujui. Selain itu discharge planning bertujuan
menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan
pelayanan kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan
mereka dalam proses pemulangan.
13
Discharge
planning
akan
memfasilitasi
proses
perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
diperlukan
telah
dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap
kemandirian yang tertinggi kepada pasien, teman-teman, dan
keluarga
dengan
menyediakan,
memandirikan
aktivitas
adalah
sebagai
perawatan diri.
2.1.5
Prinsip Discharge Planning
Prinsip-prinsip
discherge
planning
berikut:
a. Klien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai
keinginan dan kebutuhan dari klien perlu dikaji dan
dievaluasi.
b. Kebutuhan dari klien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan
dengan masalah yang mungkin muncul pada saat klien
pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang
muncul di rumah dapat segera diantisipasi.
c. Perencanaan
pulang
dilakukan
secara
kolaboratif.
Perencanaan pulang merupakan pelayanan multidisiplin
dan setiap tim harus saling bekerja sama.
d. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya
dan fasilitas yang ada. Tindakan atau rencana yang akan
dilakukan
setelah
pulang
disesuaikan
dengan
14
pengetahuan dari tenaga yang tersedia maupun fasilitas
yang tersedia di masyarakat.
e. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem
pelayanan kesehatan. Setiap klien masuk tatanan
pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan.
2.1.6
Proses Discharge Planning
Proses discharge planning mencakup kebutuhan fisik
pasien, psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Perry &
Potter (2006) membagi proses discharge planning atas tiga
fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan.
Pada fase akut, perhatian utama medis berfokus pada usaha
discharge planning.
Pada fase transisional, kebutuhan
pelayanan akut selalu terlihat, tetapi tingkat urgensinya
semakin berkurang, pasien mulai dipersiapkan untuk pulang
dan merencanakan kebutuhan perawatan masa depan. Pada
fase
pelayanan
berkelanjutan,
pasien
mampu
untuk
berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas
perawatan
berkelanjutan
yang
dibutuhkan
setelah
pemulangan.
Perry & Potter (2006) menyusun format discharge
planning sebagai berikut:
15
1.
Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis
dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data
tentang klien (Potter & Perry, 2005). Menurut Slevin
(1986) pengkajian discharge planning berfokus pada 4
area
yang
potensial,
psikososial,
status
yaitu
pengkajian
fungsional,
fisik
dan
kebutuhan
health
didasarkan
pada
education dan konseling.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan
pengkajian discharge planning, dikembangkan untuk
mengetahui kebutuhan pasien dan keluarga. Yaitu
mengetahui
problem,
etiologi
(penyebab),
support
sistem (hal yang mendukung pasien sehingga dilakukan
discharge planning).
3.
Perencanaan
Perencanaan pemulangan pasien membutuhkan
identifikasi
kebutuhan
pasien.
Kelompok
perawat
berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran yang
baik untuk persiapan pulang pasien, yang disingkat
dengan METHOD yaitu :
a.
Medication (obat). Pasien sebaiknya mengetahui
obat yang harus dilanjutkan setelah pulang.
16
b.
(lingkungan).
Environment
Lingkungan
tempat
pasien akan pulang dari rumah sakit sebaiknya
aman. Pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas
pelayanan
yang
dibutuhkan
untuk
kelanjutan
perawatannya.
c.
Treatment
(pengobatan).
Perawat
harus
memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut
setelah pasien pulang, yang dilakukan oleh pasien
dan anggota keluarga.
d.
Health Teaching (pengajaran kesehatan). Pasien
yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana
mempertahankan kesehatan, termasuk tanda dan
gejala yang mengindikasikan kebutuhan perawatan
kesehatan tambahan.
e.
Outpatient Referal. Klien sebaiknya mengenal
pelayanan dari rumah sakit atau agen komunitas
lain yang dapat meningkatkan perawatan yang
kontinu.
f.
Diet
Pasien.
Sebaiknya
diberitahu
tentang
pembatasan pada dietnya dan pasien sebaiknya
mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya.
17
4.
Implementasi
Implementasi dalam discharge planning adalah
pelaksanaan
rencana
pengajaran
referal.
Seluruh
pengajaran yang diberikan harus didokumentasikan
pada catatan perawat dan ringkasan pulang (discharge
summary). Intruksi tertulis diberikan kepada pasien.
Demontrasi ulang harus memuaskan, pasien dan
pemberi perawatan harus memiliki keterbukaan dan
melakukannya dengan alat yang digunakan dirumah.
5.
Evaluasi
Evaluasi sangat penting dalam proses discharge
planning. Perencanaan dan penyerahan harus diteliti
dengan cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan
yang
sesuai.
Keberhasilan
program
rencana
pemulangan tergantung pada enam variabel:
a.
Derajat penyakit
b.
Hasil yang diharapkan dari perawatan
c.
Durasi perawatan yang dibutuhkan
d.
Jenis-jenis pelayanan yang diperlakukan
e.
Komplikasi tambahan
f.
Ketersediaan
pemulihan
sumber-sumber
untuk
mencapai
18
Skema 2.1 Alur Pelaksanaan Discharge Planning (Nursalam,
2008)
Perawat PP dibantu PA
Perawat PP dibantu PA
Keadaan pasien
1. Klinis & pemeriksaan
penunjang lain
2. Tingkat
ketergantungan klien
Perencanaan Pulang
Penyelesaian
administrasi
Program Health Education
- Control & obat/perawatan
- Nutrisi
- Aktivitas dan istirahat
- Perawatan diri
Lain-lain
Monitor ( sebagai program
service savety)
Oleh : keluarga & petugas
Keterangan :
PP : Perawat Primer
PA : Perawat Asosiet
Tugas Perawat Primer
-
Membuat perencanaan pulang (discharge planning)
-
Membuat leaflet.
-
Memberikan konseling.
-
Memberikan pendidikan kesehatan.
19
2.2
DISCHARGE PLANNING PADA PASIEN DIABETES
MELLITUS
2.2.1 Pertimbangan Pulang Pasien Diabetes Mellitus
(Engram, 1998):
2.2.2
a.
Perawatan evaluasi
b.
Modifikasi diet
c.
Program latihan terencana
d.
Tanda dan gejala hipoglikemia dengan intervensi
e.
Penatalaksanaan terapi insulin
f.
Agensi pendukung komunitas
g.
Pemantauan glukosa darah
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Pada dasarnya, pengelolaan diabetes mellitus dimulai
dengan pengaturan makan disertai dengan latihan jasmani
yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu). Bila
setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat
memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru
dilakukan intervensi farmakologik dengan obat-obat anti
diabetes oral atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, diabetes dengan stres berat, berat badan yang
menurun dengan cepat, insulin dapat segera diberikan.
Pada keadaan tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat
20
digunakan sesuai dengan indikasi dan dosis menurut
petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa darah bila
dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah
mendapat pelatihan khusus untuk itu (PERKENI, 2006).
Empat pilar utama dalam penatalaksanaan Diabetes
Mellitus menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Konsensus PERKENI, 2011) meliputi edukasi, terapi nutrisi
medis, aktivitas fisik dan manajemen obat.Berikut 4 pilar
utama penanganan DM:
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu
selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan
dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan diabetes mellitus secara holistik. Materi
edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan
materi edukasi tingkat lanjutan. (PERKENI, 2011).
Edukasi
yang
diberikan
kepada
pasien
meliputi
pemahaman tentang:
a. Materi edukasi pada tingkat awal adalah:
1)
Materi tentang perjalanan penyakit diabetes
mellitus.
21
2)
Makna
dan
pemantauan
perlunya
pengendalian
diabetes
mellitus
dan
secara
berkelanjutan.
3)
Penyulit diabetes mellitus dan risikonya.
4)
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis
serta target pengobatan.
5)
Interaksi antara asupan makanan, aktivitas
fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin
serta obat-obatan lain.
6)
Cara
pemantauan
glukosa
darah
dan
pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah
mandiri tidak tersedia).
7)
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat
seperti rasa sakit, atau hipoglikemia.
8)
Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
9)
Masalah
khusus
yang
dihadapi
(contoh:
hiperglikemia pada kehamilan).
10) Pentingnya perawatan kaki.
11) Cara
mempergunakan
kesehatan.
fasilitas
perawatan
22
b. Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah:
1) Mengenal
dan
mencegah
penyulit
akut
diabetes mellitus.
2) Pengetahuan
mengenai
penyulit
menahun
diabetes mellitus.
3) Penatalaksanaan diabetes mellitus selama
menderita penyakit lain.
4) Makan diluar rumah.
5) Rencana untuk kegiatan khusus.
6) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini
dan
teknologi
mutakhir
tentang
diabetes
mellitus.
7) Pemeliharaan/perawatan kaki.
2. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian
dari penatalaksanaan diabetes mellitus secara total.
Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).
Setiap penyandang diabetes mellitus sebaiknya
mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna
mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan
pada penyandang diabetes mellitus hampir sama
23
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu
makanan
yang
seimbang
dan
sesuai
dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Pada penyandang diabetes mellitus perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal
makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan insulin.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
a. Karbohidrat
1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65%
total asupan energi.
2) Pembatasan karbohidrat total 30
3. Aktivitas Fisik
Penyusunan program latihan bagi penderita
diabetes mellitus sangat individual sesuai dengan
kondisi
penyakitnya.
Latihan
jasmani
sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas
latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang
sudah mendapat komplikasi diabetes dapat dikurangi.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas-malasan (PERKENI, 2006).
Ambilan glukosa oleh jaringan otot pada
keadaan
istirahat
membutuhkan
insulin,
hingga
disebut sebagai jaringan insulin-dependent, sedang
pada otot aktif, walau terjadi peningkatan glukosa, tapi
kadar insulin tidak meningkat. Mungkin hal ini
disebabkan karena peningkatan kepekaan reseptor
29
insulin otot dan pertambahan reseptor insulin otot
pada saat melakukan latihan jasmani, hingga jaringan
otot aktif disebut juga sebagai jaringan non-insulin
dependen. Kepekaan ini akan berlangsung lama,
bahkan hingga latihan telah berakhir. Pada latihan
jasmani
akan
terjadi
peningkatan
aliran
darah,
menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka
hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan
reseptor menjadi lebih aktif (Sudoyo,dkk., 2006).
4. Manajemen Obat
Kadar glukosa darah belum mencapai sasaran
dilakukan
intervensi
farmakologis
dengan
obat
hipoglikemik oral (OHO). Pada keadaan tertentu OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Pengelolaan farmakologis
dengan OHO mengikuti aturan yang berlaku dimana
untuk pengobatan jangka pendek dapat dilakukan di
puskesmas, sedangkan untuk pengobatan jangka
panjang dapat dilakukan rujukan terapi di rumah sakit
rujukan.
30
Skema 2.2 Kerangka Teori Penelitian
Diabetes Mellitus
Hiperglikemia
Komplikasi:
- Mikrovaskuler
- Makrovaskuler
Penatalaksanaan umum:
- Edukasi
- Terapi nutrisi medis
- Aktivitas fisik
- Manajemen obat.
Self Care Diabetes
Discharge Planning
Program Health Education
-
Control & obat/perawatan
Nutrisi
Aktivitas dan istirahat
Perawatan diri
Dari Lewis et al (2000); Black & Hawk (2008); Nursalam (2008);
Smeltzer et al (2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Discharge Planning
2.1.1
Pengertian Discharge Planning
Discharge
planning
adalah
mekanisme
untuk
memberikan perawatan kontinu, informasi tentang kebutuhan
kesehatan berkelanjutan setelah pulang, perjanjian evaluasi,
dan instruksi perawatan diri (Russel Swanburg, 2000).
Jackson (1994, dalam The Royal Marsden Hospital, 2004)
menyatakan bahwa discharge planning merupakan proses
mengidentifikasi kebutuhan pasien dan perencanaannya
dituliskan untuk memfasilitasi keberlanjutan suatu pelayanan
kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain.
Discharge planning sebaiknya dilakukan sejak pasien
diterima di suatu agen pelayanan kesehatan, terkhusus di
rumah sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap
semakin pendek. Discharge planning yang efektif seharusnya
mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan
informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang
berubah-ubah,
pernyataan
diagnosa
keperawatan,
perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai
dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan
(Kozier, 2004).
10
11
2.1.2
Pemberi Layanan Discharge Planning
Proses discharge planning harus dilakukan secara
komprehensif dan melibatkan multidisiplin, mencakup semua
pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam memberi
layanan kesehatan kepada pasien (Perry & Potter, 2006).
Discharge planning tidak hanya melibatkan pasien tapi juga
keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan
dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan sosial
bekerja sama (Nixon et al. 1998 dalam The Royal Marsden
Hospital, 2004).
Seseorang yang merencanakan pemulangan atau
koordinator
asuhan
berkelanjutan
(continuing
care
coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai
konsultan untuk proses discharge planning bersamaan
dengan
fasilitas
kesehatan,
dan
kesehatan,
memotivasi
menyediakan
staf
rumah
pendidikan
sakit
untuk
merencanakan dan mengimplementasikan discharge planning
(Discharge Planning Association, 2008).
2.1.3
Penerima Discharge Planning
Semua
pasien
yang
dihospitalisasi
memerlukan
discharge planning (Discharge Planning Association, 2008).
Namun, ada beberapa kondisi yang menyebabkan pasien
beresiko
tidak
dapat
memenuhi
kebutuhan
pelayanan
12
kesehatan yang berkelanjutan setelah pasien pulang, seperti
pasien yang menderita penyakit terminal atau pasien dengan
kecacatan permanen (Rice, 1992 dalam Perry & Potter,
2006).
Pasien
dan
seluruh
anggota
keluarga
harus
mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan
(Medical Mutual of Ohio, 2008).
2.1.4
Tujuan Discharge Planning
Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi
kebutuhan spesifik untuk mempertahankan atau mencapai
fungsi maksimal setelah pulang (Carpenito, 1999). Discharge
planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk
menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah
sakit dan komunikasi yang efektif (Discharge Planning
Association, 2008).
The Royal Marsden Hospital (2004) menyatakan bahwa
tujuan dilakukannya discharge planning antara lain untuk
mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan
psikologis untuk ditransfer ke rumah atau ke suatu lingkungan
yang dapat disetujui. Selain itu discharge planning bertujuan
menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan
pelayanan kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan
mereka dalam proses pemulangan.
13
Discharge
planning
akan
memfasilitasi
proses
perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
diperlukan
telah
dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap
kemandirian yang tertinggi kepada pasien, teman-teman, dan
keluarga
dengan
menyediakan,
memandirikan
aktivitas
adalah
sebagai
perawatan diri.
2.1.5
Prinsip Discharge Planning
Prinsip-prinsip
discherge
planning
berikut:
a. Klien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai
keinginan dan kebutuhan dari klien perlu dikaji dan
dievaluasi.
b. Kebutuhan dari klien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan
dengan masalah yang mungkin muncul pada saat klien
pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang
muncul di rumah dapat segera diantisipasi.
c. Perencanaan
pulang
dilakukan
secara
kolaboratif.
Perencanaan pulang merupakan pelayanan multidisiplin
dan setiap tim harus saling bekerja sama.
d. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya
dan fasilitas yang ada. Tindakan atau rencana yang akan
dilakukan
setelah
pulang
disesuaikan
dengan
14
pengetahuan dari tenaga yang tersedia maupun fasilitas
yang tersedia di masyarakat.
e. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem
pelayanan kesehatan. Setiap klien masuk tatanan
pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan.
2.1.6
Proses Discharge Planning
Proses discharge planning mencakup kebutuhan fisik
pasien, psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Perry &
Potter (2006) membagi proses discharge planning atas tiga
fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan.
Pada fase akut, perhatian utama medis berfokus pada usaha
discharge planning.
Pada fase transisional, kebutuhan
pelayanan akut selalu terlihat, tetapi tingkat urgensinya
semakin berkurang, pasien mulai dipersiapkan untuk pulang
dan merencanakan kebutuhan perawatan masa depan. Pada
fase
pelayanan
berkelanjutan,
pasien
mampu
untuk
berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas
perawatan
berkelanjutan
yang
dibutuhkan
setelah
pemulangan.
Perry & Potter (2006) menyusun format discharge
planning sebagai berikut:
15
1.
Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis
dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data
tentang klien (Potter & Perry, 2005). Menurut Slevin
(1986) pengkajian discharge planning berfokus pada 4
area
yang
potensial,
psikososial,
status
yaitu
pengkajian
fungsional,
fisik
dan
kebutuhan
health
didasarkan
pada
education dan konseling.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan
pengkajian discharge planning, dikembangkan untuk
mengetahui kebutuhan pasien dan keluarga. Yaitu
mengetahui
problem,
etiologi
(penyebab),
support
sistem (hal yang mendukung pasien sehingga dilakukan
discharge planning).
3.
Perencanaan
Perencanaan pemulangan pasien membutuhkan
identifikasi
kebutuhan
pasien.
Kelompok
perawat
berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran yang
baik untuk persiapan pulang pasien, yang disingkat
dengan METHOD yaitu :
a.
Medication (obat). Pasien sebaiknya mengetahui
obat yang harus dilanjutkan setelah pulang.
16
b.
(lingkungan).
Environment
Lingkungan
tempat
pasien akan pulang dari rumah sakit sebaiknya
aman. Pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas
pelayanan
yang
dibutuhkan
untuk
kelanjutan
perawatannya.
c.
Treatment
(pengobatan).
Perawat
harus
memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut
setelah pasien pulang, yang dilakukan oleh pasien
dan anggota keluarga.
d.
Health Teaching (pengajaran kesehatan). Pasien
yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana
mempertahankan kesehatan, termasuk tanda dan
gejala yang mengindikasikan kebutuhan perawatan
kesehatan tambahan.
e.
Outpatient Referal. Klien sebaiknya mengenal
pelayanan dari rumah sakit atau agen komunitas
lain yang dapat meningkatkan perawatan yang
kontinu.
f.
Diet
Pasien.
Sebaiknya
diberitahu
tentang
pembatasan pada dietnya dan pasien sebaiknya
mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya.
17
4.
Implementasi
Implementasi dalam discharge planning adalah
pelaksanaan
rencana
pengajaran
referal.
Seluruh
pengajaran yang diberikan harus didokumentasikan
pada catatan perawat dan ringkasan pulang (discharge
summary). Intruksi tertulis diberikan kepada pasien.
Demontrasi ulang harus memuaskan, pasien dan
pemberi perawatan harus memiliki keterbukaan dan
melakukannya dengan alat yang digunakan dirumah.
5.
Evaluasi
Evaluasi sangat penting dalam proses discharge
planning. Perencanaan dan penyerahan harus diteliti
dengan cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan
yang
sesuai.
Keberhasilan
program
rencana
pemulangan tergantung pada enam variabel:
a.
Derajat penyakit
b.
Hasil yang diharapkan dari perawatan
c.
Durasi perawatan yang dibutuhkan
d.
Jenis-jenis pelayanan yang diperlakukan
e.
Komplikasi tambahan
f.
Ketersediaan
pemulihan
sumber-sumber
untuk
mencapai
18
Skema 2.1 Alur Pelaksanaan Discharge Planning (Nursalam,
2008)
Perawat PP dibantu PA
Perawat PP dibantu PA
Keadaan pasien
1. Klinis & pemeriksaan
penunjang lain
2. Tingkat
ketergantungan klien
Perencanaan Pulang
Penyelesaian
administrasi
Program Health Education
- Control & obat/perawatan
- Nutrisi
- Aktivitas dan istirahat
- Perawatan diri
Lain-lain
Monitor ( sebagai program
service savety)
Oleh : keluarga & petugas
Keterangan :
PP : Perawat Primer
PA : Perawat Asosiet
Tugas Perawat Primer
-
Membuat perencanaan pulang (discharge planning)
-
Membuat leaflet.
-
Memberikan konseling.
-
Memberikan pendidikan kesehatan.
19
2.2
DISCHARGE PLANNING PADA PASIEN DIABETES
MELLITUS
2.2.1 Pertimbangan Pulang Pasien Diabetes Mellitus
(Engram, 1998):
2.2.2
a.
Perawatan evaluasi
b.
Modifikasi diet
c.
Program latihan terencana
d.
Tanda dan gejala hipoglikemia dengan intervensi
e.
Penatalaksanaan terapi insulin
f.
Agensi pendukung komunitas
g.
Pemantauan glukosa darah
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Pada dasarnya, pengelolaan diabetes mellitus dimulai
dengan pengaturan makan disertai dengan latihan jasmani
yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu). Bila
setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat
memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru
dilakukan intervensi farmakologik dengan obat-obat anti
diabetes oral atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, diabetes dengan stres berat, berat badan yang
menurun dengan cepat, insulin dapat segera diberikan.
Pada keadaan tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat
20
digunakan sesuai dengan indikasi dan dosis menurut
petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa darah bila
dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah
mendapat pelatihan khusus untuk itu (PERKENI, 2006).
Empat pilar utama dalam penatalaksanaan Diabetes
Mellitus menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Konsensus PERKENI, 2011) meliputi edukasi, terapi nutrisi
medis, aktivitas fisik dan manajemen obat.Berikut 4 pilar
utama penanganan DM:
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu
selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan
dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan diabetes mellitus secara holistik. Materi
edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan
materi edukasi tingkat lanjutan. (PERKENI, 2011).
Edukasi
yang
diberikan
kepada
pasien
meliputi
pemahaman tentang:
a. Materi edukasi pada tingkat awal adalah:
1)
Materi tentang perjalanan penyakit diabetes
mellitus.
21
2)
Makna
dan
pemantauan
perlunya
pengendalian
diabetes
mellitus
dan
secara
berkelanjutan.
3)
Penyulit diabetes mellitus dan risikonya.
4)
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis
serta target pengobatan.
5)
Interaksi antara asupan makanan, aktivitas
fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin
serta obat-obatan lain.
6)
Cara
pemantauan
glukosa
darah
dan
pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah
mandiri tidak tersedia).
7)
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat
seperti rasa sakit, atau hipoglikemia.
8)
Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
9)
Masalah
khusus
yang
dihadapi
(contoh:
hiperglikemia pada kehamilan).
10) Pentingnya perawatan kaki.
11) Cara
mempergunakan
kesehatan.
fasilitas
perawatan
22
b. Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah:
1) Mengenal
dan
mencegah
penyulit
akut
diabetes mellitus.
2) Pengetahuan
mengenai
penyulit
menahun
diabetes mellitus.
3) Penatalaksanaan diabetes mellitus selama
menderita penyakit lain.
4) Makan diluar rumah.
5) Rencana untuk kegiatan khusus.
6) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini
dan
teknologi
mutakhir
tentang
diabetes
mellitus.
7) Pemeliharaan/perawatan kaki.
2. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian
dari penatalaksanaan diabetes mellitus secara total.
Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).
Setiap penyandang diabetes mellitus sebaiknya
mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna
mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan
pada penyandang diabetes mellitus hampir sama
23
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu
makanan
yang
seimbang
dan
sesuai
dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Pada penyandang diabetes mellitus perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal
makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan insulin.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
a. Karbohidrat
1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65%
total asupan energi.
2) Pembatasan karbohidrat total 30
3. Aktivitas Fisik
Penyusunan program latihan bagi penderita
diabetes mellitus sangat individual sesuai dengan
kondisi
penyakitnya.
Latihan
jasmani
sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas
latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang
sudah mendapat komplikasi diabetes dapat dikurangi.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas-malasan (PERKENI, 2006).
Ambilan glukosa oleh jaringan otot pada
keadaan
istirahat
membutuhkan
insulin,
hingga
disebut sebagai jaringan insulin-dependent, sedang
pada otot aktif, walau terjadi peningkatan glukosa, tapi
kadar insulin tidak meningkat. Mungkin hal ini
disebabkan karena peningkatan kepekaan reseptor
29
insulin otot dan pertambahan reseptor insulin otot
pada saat melakukan latihan jasmani, hingga jaringan
otot aktif disebut juga sebagai jaringan non-insulin
dependen. Kepekaan ini akan berlangsung lama,
bahkan hingga latihan telah berakhir. Pada latihan
jasmani
akan
terjadi
peningkatan
aliran
darah,
menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka
hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan
reseptor menjadi lebih aktif (Sudoyo,dkk., 2006).
4. Manajemen Obat
Kadar glukosa darah belum mencapai sasaran
dilakukan
intervensi
farmakologis
dengan
obat
hipoglikemik oral (OHO). Pada keadaan tertentu OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Pengelolaan farmakologis
dengan OHO mengikuti aturan yang berlaku dimana
untuk pengobatan jangka pendek dapat dilakukan di
puskesmas, sedangkan untuk pengobatan jangka
panjang dapat dilakukan rujukan terapi di rumah sakit
rujukan.
30
Skema 2.2 Kerangka Teori Penelitian
Diabetes Mellitus
Hiperglikemia
Komplikasi:
- Mikrovaskuler
- Makrovaskuler
Penatalaksanaan umum:
- Edukasi
- Terapi nutrisi medis
- Aktivitas fisik
- Manajemen obat.
Self Care Diabetes
Discharge Planning
Program Health Education
-
Control & obat/perawatan
Nutrisi
Aktivitas dan istirahat
Perawatan diri
Dari Lewis et al (2000); Black & Hawk (2008); Nursalam (2008);
Smeltzer et al (2009).