Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perawat dalam Pelaksanaan Discharge Planning di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta T1 462012017 BAB IV
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Setting Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum RSJD Surakarta
Sebelum diintegrasikan ke dalam binaan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah seperti saat ini, Letak semula RS Jiwa Daerah Surakarta berada di jantung Kota Solo yang beralamat (lokasi lama) di Jl. Bhayangkara No. 50 Surakarta. Pada awalnya rumah sakit ini didirikan pada tahun 1918 dan diresmikan terpakai tanggal 17 Juli 1919 dengan nama “D o o r g a n g h u i s v o o r krankzinnigen” dan dikenal pula dengan nama Rumah Sakit Jiwa “MANGUNJAYAN” yang menempati areal seluas + 0,69 ha dengan kapasitas tampung sebanyak 216 tempat tidur (TT).
(2)
Atas dasar kesepakatan bersama pada tahun 1986 dalam bentuk Ruislag dengan Pemda Dati II Kodya Surakarta, kantor RS Jiwa Pusat Surakarta akan dipergunakan sebagai kantor KONI Kodia Surakarta, maka dalam proses pembangunan fisik lebih lanjut pada tanggal 3 Pebruari 1986, Rumah Sakit Jiwa Surakarta menempati lokasi yang baru di tepian sungai Bengawan Solo, tepatnya jalan Ki Hajar Dewantoro No. 80 Surakarta dengan luas area 10 ha lebih dengan luas bangunan 10.067 m2. Pada saat ini pemanfaatan lahan mencapai 45% dan daya tampung yang tersedia sebanyak 340 tempat tidur (TT) dengan wilayah kerja mencakup Eks. Karesidenan Surakarta, wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur bagian barat dan sebagian wilayah DIY.
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, maka RS Jiwa Pusat Surakarta berubah menjadi RS Jiwa Daerah Surakarta di bawah Pemda Provinsi Jawa Tengah. RS Jiwa Pusat Surakarta diserahkan dari Pemerintah Pusat kepada kepada Pemerintah Daerah pada tahun 2001 berdasarkan SK Menteri Kesehatan No. 1079/Menkes/SK/X/2001 tanggal 16 Oktober 2001. Adapun penetapan RS Jiwa Pusat menjadi RS Jiwa Daerah Surakarta berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah No. 440/09/2002 pada bulan Februari 2002. Kemudian sejak tahun 2009 RS Jiwa Daerah Surakarta telah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Provinsi Jawa Tengah. Daerah RSJD
(3)
Surakarta merupakan Rumah Sakit khusus kelas A. Saat ini terdapat beberapa instalasi-instalasi di RS Jiwa Daerah Surakarta antara lain: Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Gangguan Mental Organic (Gmo) dan Napza, Instalasi Psikogeriatri, Instalasi Kesehatan Anak dan Remaja, Instalasi Elektromedik, Instalasi Psikologi, Instalasi Rehabilitasi, Instalasi Fisioterapi, Instalasi Gigi dan Mulut, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi Farmasi, Instalasi Gizi, Instalasi Kesehatan Jiwa Masyarakat, Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit, Instalasi Pemeliharaan Saranan Rumah Sakit, Instalasi Pengelolaan Arsip & Perpustakaan Rumah Sakit, Instalasi Humas dan Pemasaran Rumah Sakit, Instalasi Sistem Informasi Manajemen (SIM) Rumah Sakit, Instalasi Sanitasi dan Instalasi Laundry.
RSJD Surakarta berkapasitas 340 tempat tidur dan terbagi dalam 15 ruang perawatan. Ruang perawatan meliputi Ruang VIP; Ruang Kelas I; Ruang Kelas II dan Ruang Kelas III. Pasien yang memerlukan perawatan khusus, seperti pasien lanjut usia dirawat di Ruang Dewi Kunti, penderita adiksi dan NAPZA serta pasien Psikiatri yang disertai penyakit fisik dirawat di Ruang Wisanggeni, sedangkan pasien gaduh gelisah dirawat di ruang intensif. Pasien laki-laki dan perempuan dirawat dalam ruang terpisah. Pelayanan di Instalasi Rawat Jalan dilaksanakan setiap hari kerja (Senin s/d
(4)
Sabtu) dengan ketentuan jam sebagai berikut: Hari Senin s/d Kamis jam 08.00 s/d 14.00 WIB, Jumat jam 08.00 s/d 11.00, Sabtu jam 08.00 s/d 12.00. Adapun berbagai kegiatan yang dilakukan adalah membantu rehabilitasi pasien agar dapat hidup mandiri, berfungsi dalam keluarga atau masyarakat serta untuk mengembangkan ketrampilan dan memperoleh dukungan dalam hidupnya. Kegiatan tersebut meliputi: Terapi Kelompok (problem solving), Terapi aktivitas sehari-hari, Terapi gerak/olahraga, Terapi rekreasi (Terapi musik), Terapi okupasi, Terapi ketrampilan, Terapi religious, Day care dan Home visit (kunjungan rumah).
4.2 Proses Pelaksanaan Penelitian
4.2.1 Persiapan Peneliti
Proses penelitian di RSJD Surakarta tidak semudah yang peneliti bayangkan sebelumnya. Harus mengikuti aturan dan ketentuan yang sudah ditetapkan dari rumah sakit. Mulai dari memasukkan surat permohonan ijin penelitian dari Fakultas, melakukan presentasi dan menunggu konfirmasi dari pihak yang bersangkutan untuk kelanjutan penelitian, setelah itu melakukan pembayaran administrasi baru kemudian peneliti bisa melakukan penelitian/observasi/wawancara.
(5)
Pada tanggal 21 Mei 2016, peneliti menemui salah satu perawat ruangan bernama Tn. J yang bertanggungjawab mengarahkan peneliti selama melakukan penelitian. Beliau merupakan kepala ruang Sadewa. Setelah menemui Tn. J, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur penelitian yang akan dilakukan. Setelah berbincang-bincang, Tn. J langsung memberikan rekomendasi untuk melakukan penelitian di ruang Kelas III (ruangan tenang) yaitu ruang Arjuna, Nakula, Sena dan Kresna untuk menjadi riset partisipan yang merupakan kepala ruangan (case manager), karena di RSDJ Surakarta yang bertanggung jawab atas pelaksanaan discharge planning adalah kepala ruangan (case manager). Setelah mendapatkan nomor telepon masing-masing partisipan akhirnya peneliti mencoba menghubungi dan melakukan Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP) terhadap masing-masing partisipan.
Pada tanggal 21 Mei 2016 peneliti menemui Ny. S sebagai riset partisipan pertama. Ny. S terlihat mengerjakan beberapa dokumen tapi masih meluangkan waktu menemui peneliti, setelah itu peneliti melakukan BHSP kembali dengan mulai memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan serta meminta kesedian Ny.S menjadi riset partisipan dengan memberikan informed consent sebagai bukti bahwa Ny. S
(6)
bersedia menjadi riset partisipan tanpa unsur paksaan dan membuat kontrak waktu untuk melakukan wawancara.
Setelah menemui Ny. S akhirnya peneliti menemui calon partisipan kedua yaitu Tn. G, saat itu beliau sedang mengadakan pelatihan dengan pegawai di RSJD Surakarta. Peneliti menunggu sebentar sampai akhirnya Tn. G meluangkan waktu untuk bertemu peneliti. Peneliti melakukan BHSP memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan setelah Tn. G paham dan bersedia peneliti memberikan Inform consent sebagai persetujuan kesediaan menjadi riset partisipan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan kemudian melakukan kontrak waktu untuk peneliti melakukan wawancara dengan Tn. G untuk partisipan 3 dan 4 saat itu belum bisa ditemui karena sedang tidak berada di ruangan sehingga peneliti hanya melakukan kontak via handphone untuk menanyakan waktu untuk melakukan wawancara.
4.2.2 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian berlangsung selama 7 hari dari tanggal 21 Mei 2016 dan berakhir pada tanggal 28 Mei 2016. Pelaksanaan wawancara pada P1 dilaksanakan pada hari Selasa, 24 Mei 2016, pukul 07.30 – 8.40 WIB di ruang Arjuna tempat P1 bekerja. Selanjutnya pelaksanaan wawancara pada P2
(7)
dilaksanakan pada hari Kamis, 26 Mei 2016 pukul 07.40 – 08.45 WIB di ruang Sena. Kemudian dilanjutkan wawancara dengan P3 pada hari yang sama, yaitu pada pukul 10.13 – 10.46 WIB di ruang Nakula, karena kedua partisipan memiliki kesibukan dan berhalangan di hari sebelumnya sehingga peneliti menyesuaikan waktu luang yang dimiliki partisipan. Wawancara terakhir dilakukan terhadap P4 pada hari Sabtu, 28 Mei 2016 pukul 12.53 – 13.30 WIB di ruang Kresna. Dalam melakukan penelitian, saat peneliti memiliki kendala dengan hasil wawancara sebelumnya peneliti langsung menemui masing-masing partisipan dan menanyakan kembali informasi apa yang peneliti ingin dapatkan dengan menyesuaikan waktu luang masing-masing partisipan. Selain melakukan wawancara peneliti juga melakukan observasi pada perawat dalam pelaksanaan discharge planning terhadap pasien dan keluarga selama peneliti melakukan penelitian peneliti hanya menemukan satu kali sebelum pasien pulang dengan pemberian edukasi oleh perawat. Selain itu, peneliti juga melakukan triangulasi sumber kepada 2 orang dari keluarga pasien dan 1 orang dari perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Jalan, diperoleh bahwa perawat sudah melaksanakan perannya dengan baik, hanya saja pihak keluarga yang belum melaksanakan perannya dengan optimal.
(8)
4.2.3 Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini merupakan perawat di Instalasi Rawat Inap yang bertanggung jawab langsung terhadap pelaksanaan discharge planning dan sudah bekerja lebih dari 3 tahun. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 4 orang yang ditentukan melalui teknik sampling yaitu purposive sampling terhadap Kepala Ruang (Case manager) di ruang Arjuna, Nakula, Sena dan Kresna. Karakteristik yang telah sesuai dengan kriteria partisipan yang sudah ditentukan sebelumnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Tabel Karakteristik Partisipan Nomor Partisipan Inisial Partisipan Usia (Tahun) Jenis Kelamin (L/P)
Pendidikan Lama Bekerja (Tahun)
P01 Ny. S 58 Tahun P S1 33
Tahun
P02 Tn. I 45 Tahun L S1 26
Tahun
P03 Tn. G 47 Tahun L S1 26
Tahun
P04 Ny. I 53 Tahun P S1 32
Tahun
Keterangan:
P01-P04 : Partisipan 1 (satu) sampai dengan partisipan 4 (empat)
Ny : Nyonya
Tn : Tuan
P : Perempuan
(9)
S1 : Strata 1 (satu)
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Analisa Data
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran peran perawat dalam pelaksanaan discharge planning di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta. Berdasarkan tujuan tersebut maka peneliti membagi dalam 2 (dua) tema besar, yaitu: Peran Perawat dan Proses Discharge Planning.
Tema 1: Peran Perawat
A. Pelaksanaan Peran Perawat Di Instalasi Rawat Inap RSJD Surakarta terkait Pelaksanaan Discharge Planning
Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan menunjukkan bahwa terdapat 5 (lima) peran perawat yang sering diterapkan di Instalasi Rawat Inap RSJD Surakarta terkait pelaksanaan discharge planning yaitu peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, peran sebagai advokat, peran sebagai educator, peran sebagai koordinator dan peran sebagai kolaborator.
Peran perawat yang pertama adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan terkait pelaksanaan discharge planning. Berikut ini pernyataan P1 yang menunjukkan bahwa peran perawat terkait
(10)
pelaksanaan discharge planning sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan mengerjakan sesuai prosedur yang sudah diberikan oleh Rumah Sakit:
“Di Ruang Arjuna saya kira kan sudah ada apa namanya disinikan Rumah Sakit apa namanya yang istilahnya Rumah Sakitnya kan Rumah Sakit yang sudah terakreditasi juga ya jadi kita mengerjakannya sesuai prosedur jadi misalnya pasien yang sudah baik disinikan sudah ada pasien yang udah maintenen udah tenang persiapan pulang itu kan harus melewati rehabilitasi misalnya..” P1(110)
Pernyataan P2 bahwa peran perawat terkait pelaksanaan discharge planning adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien diantaranya memfasilitasi kebutuhan ADL pasien dan memberikan jadwal kegiatan rutin minum obat. Hal tersebut dinyatakan dalam kutipan wawancara berikut:
“Kita memfasilitasi ya entah untuk kebutuhan sehari-hari ya yang penting untuk kebutuhan ADLnya, dari makan sampai tidur kemudian dalam kebutuhan sehari-hari dari mandinya juga pakaiannya juga harus ganti tiap hari pagi siang sore untuk memberikan kebutuhan ke pasien” P2(590)
“Kita harus memberikan jadwal-jadwal ke pasien misalnya yang dilakukan hari ini apa dengan kegiatan-kegiatan misalnya rutin minum obat. Jadi kita harus melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien” P2(620)
Hal serupa juga dinyatakan oleh P3 bahwa peran perawat terkait pelaksanaan discharge planning sebagai pemberi asuhan
(11)
keperawatan adalah usaha penyembuhan dengan pengobatan, perawatan, terapi, dan rehabilitasi:
“Usaha pengobatan, perawatan, perawatan pasien ada terapi, aktivitas kelompok rehabilitasi, interaksi terstruktur itu kan sudah termasuk usaha penyembuhan, minum obat secara teratur terus kebiasaan membiasakan pasien memelihara kebersihan” P3 (1130)
Partisipan 4 menyatakan bahwa peran perawat terkait pelaksanaan discharge planning sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah dengan memberikan pembelajaran untuk menangani pasien sesuai masalah yang dihadapi.
“Dari asuhan keperawatan itu mbak. Memberikan pembelajaran ke pasien sesuai dengan masalahnya, cara menanganinya” P4(1640)
Peran perawat yang kedua adalah sebagai advokat terkait pelaksanaan discharge planning. Pernyataan P1 yang menunjukkan bahwa peran perawat sebagai advokat yaitu menanamkan rasa kekeluargaan, memberikan rasa nyaman, memberikan hak dan menyampaikan kewajiban pasien serta selalu mengawasi keadaan pasien. Pernyataan tersebut terdapat pada kutipan wawancara educator berikut ini:
“Jadi kekeluargaan kita tanamkan ke pasien jadi biar merasa nyaman pasien disini juga kerasan jadi bagaimana supaya menganggap antar pasien itu sebagai saudara dan kita setiap saat atau selama 24 jam ya harus mengawasi
(12)
memang jadi kita pantau pasien itu bagaimana keadaannya..” P1(80)
“Yang pertama kita memberikan hak pasien selama dirawat disini dan menyampaikan apa saja kewajiban yang harus dilakukan pasien selama di rumah sakit..” P1(90)
Hal senada juga diungkapkan P2 bahwa peran perawat sebagai advokat adalah memberikan hak perawatan yang diinginkan pasien dan harus melindungi hak dan kewajiban pasien ditunjukkan dalam kutipan wawancara di bawah ini:
“Ya, memang pasien itu punya hak dan kewajiban juga jadi ya memang harus kita punya hak masing-masing contohnya minta dokter dokter ini, perawat perawat ini, itu juga udah jadi kewajibannya juga ada jadi kita juga harus melindungi pasien hak dan kewajibannya” P2(600)
Pernyataan P3 tentang peran perawat sebagai advokat adalah memelihara kenyamanan tempat bagi pasien dengan menyediakan ruangan berdasarkan keadaan pasien dan hak mendapatkan perawatan utuh, sebagai berikut:
“Pasien kita beda dengan pasien umum ya, kenyamanan disini ya dari tempat, disediakan tempat kita pisahkan biasanya kalau mau ada pasien yang masih bingung dipisah kita sendirikan kita pindah ruangnya, kadang-kadangkan pasien tidak nyaman karena ada temannya yang bingung, ngamuk begitu mengganggu yang sudah baik. Kita pindahkan ke ruangan yang khusus merawat itu” P3(1100)
“Hak pasien hak untuk dirawat ya hak untuk mendapatkan perawatan utuh. Ya kita sampaikan terutama pada keluarga pasien kita pasien jiwa, paling hak perawatan ya untuk mendapatkan perawatan memang kita berikan
(13)
kepada pasien. Kalau kewajiban pasien ya memenuhi aturan rumah sakit, aturan ruangan” P3(1110)
Hal serupa juga dinyatakan P4 bahwa peran perawat sebagai advokat terkait pelaksanaan discharge planning adalah memberikan rasa aman dan nyaman dan menyampaikan hak dan kewajiban pasien. Pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:
“Ya kalau memberikan rasa aman dan nyaman ya tentunya kita berperan atau masuk ke dalam kehidupan pasien. Maksudnya gini tidak menjudgement, menerima pasien apa adanya terus tidak memanfaatkan pasien, terus kita lakukan dengan sabar ya pelan-pelan” P4(1610)
“Ya sebelumnya disampaikan dulu hak-hak pasien dan kewajibannya apa-apa gitu” P4(1620)
Peran perawat yang ketiga yaitu sebagai educator. Pernyataan P1 tentang peran perawat sebagai educator terkait pelaksanaan discharge planning adalah mengarahkan pasien mengatasi gangguan yang dimiliki dan mendidik pasien untuk memenuhi kebutuhan ADLnya sesuai kemampuan yang dimiliki. Berikut pernyataan tersebut:
“Kalau pasien yang dulunya misalnya SLTA ya kita arahkan misalnya gangguannya apa terus cara mengatasi permasalahan, terus untuk keseharian misalnya kebutuhan-kebutuhan pokok sehari-harinya misalnya makan, minum dan kebersihan diri itu kita didik terus itu” P1(170)
(14)
Selanjutnya pernyataan P2 tentang peran perawat sebagai educator terkait pelaksanaan discharge planning adalah memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga terkait kondisi kejiwaan pasien dan jadwal kontrol obat, sebagai berikut:
“Edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga itu tentang pertama tentang kondisi pasien, tentang gangguan jiwanya” P2(680)
Pernyataan P3 menyatakan bahwa peran perawat sebagai educator terkait pelaksanaan discharge planning adalah pendidikan minum obat sesuai aturan dan berkelanjutan terus menerus. Pernyataan itu terdapat pada kutipan wawancara berikut:
“Pendidikan obat umpamanya kita sampaikan bahwa minum obat pada orang gangguan itu sangat penting dan tidak boleh terputus harus kontinu walaupun sudah pulang harus tetap dilakukan terus..” P3(1190)
Selain itu P4 juga menyatakan bahwa peran perawat sebagai educator terkait pelaksanaan discharge planning adalah tentang cara merawat pasien di rumah, pencegahan kekambuhan dan kebutuhan nutrisi dan spiritual pasien.
“Terutama bagaimana cara merawat pasien di rumah terus obatnya harus sesuai dengan dosisnya terus apabila ada kejadian yang misalnya pasiennya kelihatan mau kambuh lagi bagaimana cara mengatasinya, nutrisi dan spiritual” P4(1700)
Peran perawat yang keempat adalah sebagai koordinator. Berikut ini pernyataan P1 menyatakan bahwa peran perawat
(15)
sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning adalah dengan melakukan kerjasama dengan staf lain dan kerjasama dengan KESWAMAS (Kesehatan Jiwa Masyarakat) dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengontrol pasien.
“Kami sebagai karu tidak mengerjakan sendiri jadi kita kerjasama dengan adek-adek atau dengan anak buah disini staf agar setiap hari juga tetap mengerjakan, memberikan asuhan keperawatan kepada pasien..” P1(70) “Dalam pengisian discharge planning itu dari awal dari pasien masuk sudah dikerjakan dari depan nanti kami yang di maintenance ini melanjutkan apa yang sudah dikerjakan disana kita lanjutkan misalnya disana belum terkaji nanti sini yang melanjutkan..” P1(120)
“Pengorganisasian, kalau di rumah sakit ini penggorganisasian yang berhubungan dengan discharge planning itu kerjasamanya dengan KESWAMAS juga jadi KESWAMAS kerjasama dengan dinas sosial atau dengan fasilitas yang ada misalnya..” P1(130)
“Kalau saya mempertahankan lingkup arjuna, tapi kalo yang rumah sakit itu melibatkan KESWAMAS jadi KESWAMAS itu kerjasama terus lintas sektor ya dengan pengarahan dengan memberikan selain itu selain mengambil pasien yang sudah terjadi misalnya pasung KESWAMAS itu kerjanya dengan ..” P1(140)
“Sini kan pasien yang sudah bagus sama gak pernah dijenguk keluarga dan dengan apa namanya yang bertanggung jawab dinas sosial atau panti itu kita kembalikan kesana jadi kita ngantar kesana lo ke panti-panti itu nanti discharge planningnya kita bawakan kesana nanti biar yang sana tanggung jawab pengarahan juga disampaikan disana tanda tangan..” P1(150)
“Ya gimana ya kalau saya sebagai karu jelas saya yang mengontrol terus jadi kalau memang ini belum dilaksanakan kepada keluarga ya kami tunggu sedatangnya keluarga..” P1(160)
(16)
Pernyataan P2 yang menyatakan bahwa peran perawat sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning adalah mengatur tugas dan mengendalikan tugas internal maupun eksternal serta merencanakan perencanaan pulang sesuai kebutuhan pasien dari awal masuk sampai pulang dengan memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan wawancara di bawah ini:
“Jadi perannya dan tugasnya kepala ruang itu ya kita harus mengembalikan dalam satu ruangan ini baik dari pasiennya maupun pegawainya. Jadi untuk pegawainya saya harus mengatur tugas dan tuntutan masing-masing diantaranya kan ada kepala tim dan ada perawat pelaksana. Katim itu kan ada 2 tim 1 dan tim 2, tim 1 membawahi beberapa perawat pelaksana dibagi ada 5 perawat pelaksana, tim 2 ada 5 perawat pelaksana, perannya adalah membawahi dari perawat pelaksana. Jadi katim itu sebagai pengendali untuk ruangan, intern internal. Jadi kalau untuk kepala ruang kan internal dan eksternal. Jadi eksternal itu menjalani ke perawatnya langsung atau ke ruangan yang lain” P2(580)
“Untuk perencanaannya kita juga lihat dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi, dari awal pasien itu masuk, kemudian di rumah itu bagaimana bagaimana kondisisnya, bagaimana kronologisnya sampai kejadian seperti ini, itu yang penting” P2(630)
“Itu kan discharge planning kan diisi dulu dari IGD, jadi kebutuhan apa yang harus dilakukan” P2(640)
“Setelah kita melakukan edukasi ada bukti bahwa kita memberikan edukasi, asuhan keperawatannya juga, kewajiban diagnose, kapan pulang. Untuk pemberi edukasi ada pihak admisi, perawat dan tim kesehatan lain mungkin edukasi terapi, dokter gigi, perawatan lain dari tenaga kefarmasian ada edukasinya sendiri..” P2(650)
“Ketika pasien mau pulang, keluarganya datang kita berikan discharge planning kita berikan edukasi, sehingga discharge planning itu untuk persiapan pulang itu kita
(17)
berikan edukasi keluarganya dikumpulkan bersama pasiennya kemudian kita edukasi dari edukasinya jadwal kontrol, atau pengertian tentang penyakitnya, efek samping obat, kemudian pencegahan kekambuhan dan sebagainya. Jadi untuk perawatan di rumah mengenali tanda dan gejala untuk pasien, tindakan kambuh keluarga juga harus tau..” P2(660)
“Kalau discharge planning itukan cuma edukasi untuk persiapan pasien pulang, memang sudah dilakukan, sudah di edukasi ke pasien dan keluarganya. Jadi memang kita menekankan untuk pasien itu untuk selalu kontrol jadi yang terjadi seperti itu pasien harus punya jadwal kontrol sendiri, tapi dari pihak keluarga kebanyakan itu kadang gak kontrol gitu lo..” P2(670)
Pernyataan P3 juga menyatakan bahwa peran perawat sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning adalah dengan motivasi secara individu maupun bersama-sama dengan TAK (Terapi Aktivitas Kelompok). Selain itu, melakukan perencanaan meliputi perujukan dokter, ahli gizi, edukasi, edukasi kesehatan dan pengarahan discharge planning tentang minum obat teratur kepada keluarga dan pasien. Hal tersebut dinyatakan pada kutipan wawancara sebagai berikut:
“Ya kita secara individu bisa, pasien dimotivasi secara individu satu persatu, secara bersama-sama juga bisa. Kita usul TAK itu kan, pendidikan secara permainan juga bisa” P3(1090)
“Perencanaan perawatan pasien ada beberapa poin yang telah dibuat, jadi dengan rekam medik sudah ada dan dibuat dengan rawat inap” P3(1140)
“Perencanaan itu sudah biasa dilakukan, discharge planning umpamanya point perencanaan pulang itu meliputi banyak hal ya saya ambilkan dulu. Ada beberapa hal itu untuk rujukan termasuk perujukan kepada dokter,
(18)
banyak hal. Perujukan pada ahli gizi, edukasi, edukasi kesehatan” P3(1150)
“Langkahnya ya seperti biasa yang dijalani keperawatan saya kira, kalau ada permasalahan ya segera kita rujuk atau kita hubungi ke yang bersangkutan ya, karena ini hubungannya dengan dokter BPJP ya kita pertanyakan sama dokter BPJP. Kalau gizi ya konsul ke gizi” P3(1160) “Pengarahan discharge planning umpamanya minum obat teratur, jadi pasien kita tanyakan minum obatnya berapa kali, karena pasien jiwa itu kan permasalahan biasanya di kebiasaan kedisiplinan minum obat jadi masalah jadi kita anjurkan nanti tetap minum obat disini berapa kali dan mengingatkan sampai pulang pun nanti harus diminum jadi ada kesinambunganya begitu” P3(1170)
“Kita tanyakan ke pasien, kalau pasiennya masih disini kita tanyakan, kalau sudah pulang biasanya kita anjurkan untuk kontrol, kalau obatnya habis diambil lagi diminum. Kalau ada keluarga, biasanya pasien pulang kan keluarganya ikut untuk mengawasi di rumah kita sampaikan bahwa ini harus minum obat dan perlu dilanjutkan terus” P3(1180) Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa peran perawat sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning adalah disampaikan secara terus menerus dengan melakukan perencanaan dengan melihat riwayat pasien, kebutuhan yang diperlukan setelah pulang dan ditandakan terhadap pasien dengan memberikan pengarahan kepada keluarga karena keluarga merupakan orang terdekat pasien. Selain itu melakukan kerjasama dengan home care dalam memfasilitasi setelah pasien kembali ke rumah.
“Disampaikan secara terus-menerus dan dilakukan berulang-ulang” P4(1600)
“Disitukan ada lembaran discharge planning, sebelumnya kita korek dulu kepada keluarganya kira-kira apa yang
(19)
diperlukan begitu. Perencanaannya seperti itu jadi sebelum pasien pulang kita cari dulu misalnya pasien itu sudah sering keluar masuk apa tidak, kondisinya misalnya dia merupakan kekerasan di keluarga, atau..” P4(1650)
“Disini kalau discharge planning yang melakukan kebetulan kepala ruangnya diberikan dari awal sampai pasien diperbolehkan pulang” P4(1660)
“Sebelum pulang diulang lagi” P4 (1670)
“Pengarahan kepada keluarga dan pasien. Tapi yang lebih ditekankan kepada keluarga karena keluarga yang harus mengawasinya” P4(1680)
“Dengan home care untuk melihat perkembangannya terus menanyakan kegiatannya bagaimana di rumah terus apa yang sudah dipesankan dari sini dilakukan tidak di rumah..” P4(1690)
Peran perawat yang kelima adalah sebagai kolaborator. Berikut pernyataan P1 yang menyatakan bahwa peran perawat sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain diantaranya dokter, poli gigi dan lainnya dalam memfasilitasi kebutuhan pasien.
“Tim kesehatan disini yang maksudnya instalasi lain, ya kita otomatis kerjasama jadi misalnya ada dokter memberikan advice konsul ke poli gigi misalnya ya kita mengadakan kontak dengan poli gigI..” P1(100)
Di sisi lain, P2 juga menyatakan bahwa peran perawat sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah berkoordinasi dengan dokter, ahli terapi dan tim kesehatan lain. Hal tersebut dinyatakan dalam kutipan wawancara berikut ini:
(20)
“Kalau pasien memang membutuhkan dari tim kesehatan lain, kita juga harus koordinasi dulu, koordinasi dalam arti kita menghubungi dulu, dari dokter ke pct dari pct ke keperawatan kalau dari pasien memang perlu pemeriksaan laborat kita pemeriksaan terapi atau pemeriksaan lain, kita juga harus koordinasi dengan dokter dan tim kesehatan lain” P2(610)
Selaras dengan hal itu, P3 menyatakan bahwa peran perawat sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang sesuai dengan bidangnya dalam membantu memenuhi kebutuhan pasien. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan wawancara berikut:
“Kalau pasien datang dengan gangguan gizi umpamanya pasien kurang gizi, pertama kita analisa perawat mendapatkan kekurangannya dari pertama kita dapatkan pasien gangguan gizi timbangannya rendah, kemudian kita sampaikan pada instalasi gizi bahwa pasien ini perlu perhatian, jadi nanti pihak gizi datang kesini kita menganalisa pasiennya apa perlu diberikan tambahan diit semacamnya itu untuk gizi. Untuk yang lain hampir sama” P3(1120)
Di bawah ini juga terdapat pernyataan P4 yang menyatakan bahwa peran perawat sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah melakukan koordinasi dengan menghubungi maupun memberikan surat pengantar kepada tim kesehatan lain dalam memfasilitasi pasien.
“Misalnya ya waktunya untuk ke rehabilitasi, kita ke laboratnya kemudian koordinasi dengan rehabilitasi bahwa ini pasien mau ke rehabilitasi, sama juga misalnya
(21)
penunjang-penunjang disamping surat pengantar kita juga menghubungi” P4(1630)
B. Motivasi Perawat dalam Melaksanakan Peran
Adapun motivasi perawat dalam melaksanakan perannya dari data yang diperoleh, yaitu: merupakan tanggung jawab dan memberikan pelayanan yang optimal, menjaga kondisi pasien supaya stabil, melakukan kewajiban perawat dan melaksanakan peran perawat dengan sebaik-baiknya.
Berikut ini pernyataan P1 yang menyatakan bahwa motivasi perawat dalam melaksanakan peran perawat merupakan tanggung jawab dan memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien maupun keluarga.
“Ya kita sebagai petugas yang profesional jadi punya tanggung jawab agar pasien yang kita asuh itu ya ada perbaikan atau sembuh lagi gitu. Motivasinya itu jadi kita mengerjakan agar pasien itu udah ada perbaikan jadi tidak hanya monoton “karepmu” gitu ndak ya ada motivasinya itu agar pelayanan kita ke pasien optimal. Keluarga pelanggan atau keluarga puas pasien juga puas pulang dengan baik gitu” P1(50)
Selaras dengan pernyataan P1, P2 menyatakan bahwa motivasi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah tanggung jawab perawat dan menjaga kondisi pasien supaya stabil. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut ini:
(22)
“Motivasi kita adalah untuk apa ya untuk menjaga pasien itu biar stabil, motivasi kita adalah sebagai pegawai itu ya punya tanggung jawab” P2(560)
Di sisi lain, P3 juga menyatakan bahwa motivasi perawat dalam melaksanakan peran perawat merupakan kewajiban. Berikut pernyataanya:
“Motivasi kita ya kewajiban sebagai seorang perawat harus melakukan kewajiban perawat termasuk dari peran kita sebagai seorang perawat” P3(1070)
Di bawah ini, pernyataan P4 yang menyatakan bahwa motivasi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah melaksanakan peran perawat dengan sebaik-baiknya.
“Motivasinya karena kita sebagai seorang perawat ya bagaimana kita bisa melaksanakan peran perawat dengan sebaik-baiknya agar pasien paling tidak waktu mondoknya kan disini jiwa yo mba kalau di jiwa itu kan sering keluar masuk ntah bagaimana dia lama gitu jadi anunya lama biar tidak masuk lagi” P4(1580)
C. Kendala yang Dihadapi Perawat dalam Menjalani Peran terkait Pelaksanaan Discharge Planning
Perawat dalam menjalani perannya juga mengalami kendala. Berdasarkan data dari keempat partisipan diperoleh pernyataan bahwa kendala yang dihadapi perawat dalam melaksanakan perannya terkait pelaksanaan discharge planning antara lain: pasien tampak bingung dan tidak mengerti apabila diajarkan
(23)
perawat, kurangnya peran keluarga, ketidakseimbangan jumlah perawat yang merawat pasien, rendahnya tingkat pendidikan pasien dan keluarga, latar belakang dan pemahaman yang dimiliki pasien jiwa berbeda-beda. Berikut pernyataan P1 yang menyatakan bahwa kendala yang dihadapi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah kebingungan yang dialami pasien dan kurangnya perhatian serta peran keluarga terhadap keadaan anggota keluarga yang di rawat.
“Kendala kalau disini pasien banyaknya GMO, kalau GMO itu kan pasiennya gak mudeng..” P1 (60)
“Kalau kendalanya ya itu kalau ke keluarga lo, kalau ke pasien kan pasien disini terus ya. Kalau ke keluarga itu kebanyakan pasien kelas tiga ke bawah itu pasiennya sudah sering mondok, keluarga itu kemungkinan kebanyakan itu anu sudah bosen dirumah jadi malah untung kalau disini jadi jarang dibesuk ya ada satu dua yang masih dibesuk tapi kemungkinan jarang..P1(190) “Kalau dari perawat sendiri tidak ada kendala cuma kadang pasien dan keluarga masih tampak bingung dan kalau ditanya jawabnya njih..njih manut manut” P1(370) Lain halnya dengan P1, P2 menyatakan bahwa kendala yang dihadapi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah ketidakseimbangan antara jumlah pasien dengan jumlah perawat. Selain itu P2 juga menyatakan kendala lain adalah kondisi pasien dan kondisi keluarga dilihat dari tingkat pendidikan. Hal ini dinyatakan pada kutipan wawancara berikut:
(24)
“Kendalanya kita itu tidak seimbang antara jumlah pasien dengan jumlah perawat kurang seimbang jadi setidaknya itu satu perawat itu maksimal lima pasien. Disini 13 cuma itu dibagi jadi tiga shift jadi kalau untuk jaga siang malam itu kan cuma dua pegawai/perawat” P2(570)
“Untuk kendala itu memang dari kondisi pasien dari tingkat mungkin kondisi pasien dan kondisi keluarga, kemungkinan dari tingkat pendidikan, pendidikannya rendah kan kita tidak tau pasien itu seperti apa, keluarganya seperti apa. Kita yang memberikan edukasi ya juga harus melihat kondisi. Itu kendalanya seperti itu. P2(700)
“Kendalanya mungkin di keluarga karena apa yang kita sampaikan itu ntah dilakukan apa ndak nantinya kan tergantung dari pasien dan keluarga” P2(880)
Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa kendala yang dihadapi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah berbagai macam latar belakang dan pemahaman yang dimiliki pasien khususnya pasien jiwa, pendidikan pasien dan keadaan yang tidak stabil.
“Karena pasien kan berbagai macam latar belakang, berbagai macam pemahaman, apalagi kita pasiennya jiwa, jadi kadang-kadang untuk peran pemeliharan kesehatan saja persepsinya pasien juga macam-macam karena pasien memang bukan pasien umum tapi gangguan jiwa seperti itu” P3(1080)
“Ya karena pasien jiwa tadi, kemampuan pasien lain-lain, terus pendidikan pasien juga beda-beda terus pasien kondisi pasiennya juga kadang-kadang berubah-ubah ya kadang hari ini baik, kadang tidak seperti itu” P3(1210)
“Seperti tadi ya pasien bingung itu yang menjadi kendala” P3(1390)
(25)
Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa kendala yang dihadapi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah kondisi pasien yang jenuh, kurangnya peran keluarga dan pendidikan keluarga.
“Kendalanya ya kondisi pasien, kadang kalau pasiennya sudah sering keluar masuk itu kan kondisinya jenuh sekali itu kan kadang kita harus super ekstra dalam memberikan ataupun kadang keluarga sering sering mengatakan iya tapi tidak terlaksana..” P4(1590)
“Pendidikan keluarga kadang kita harus mikir juga kondisi pasien” P4(1720)
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Perawat dalam Menjalankan Perannya
Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat menjalankan perannya diantaranya adalah ilmu pengetahuan yang dimiliki perawat, pengalaman kerja, komunikasi yang benar dan usia.
Berikut pernyataan P1 yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat menjalankan perannya adalah ilmu pengetahuan perawat itu sendiri serta pengaman kerja yang dimiliki.
“Dikasih ilmu, pelajaran dari waktu sekolah dan pengalaman bekerja ini kan juga mempengaruhi mendidik pasien caranya bagaimana untuk mengatasi” P1(180)
(26)
Pernyataan P2 menyatakan bahwa komunikasi merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam menjalankan perannya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan wawancara di bawah ini:
“Komunikasi dan pengetahuan perawat itu sangat mempengaruhi” P2(690)
Di bawah ini, hal senada juga dinyatakan P3 bahwa komunikasi yang benar merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam menjalankan perannya.
“Cara berkomunikasi yang benar supaya edukasi yang diberikan bisa diterima oleh pasien dan keluarga” P3(1200) Selain itu, P4 yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam menjalankan perannya adalah tingkat pengetahuan, komunikasi dan usia. Hal ini dinyatakan pada kutipan di bawah ini:
“Faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan mungkin tingkat pengetahuan kayanya itu ya, komunikasi dan umur juga bisa mempengaruhi” P4(1710)
(27)
Tema 2: Proses Pelaksanaan Discharge Planning
Berdasarkan data dari keempat partisipan diperoleh bahwa proses discharge planning yang dilakukan pada pasien dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi dan dokumentasi.
A. Pengkajian
1. Pengkajian Awal masuk
Berdasarkan data yang diperoleh, 3 dari 4 partisipan menyatakan bahwa pengakajian awal masuk pasien sudah dilakukan oleh perawat dari IGD/Rawat Jalan/Ruang Akut sehingga perawat Rawat Inap hanya melanjutkan pengkajian dan mengecek kembali apabila masih ada yang kurang dan belum dikaji.
Berikut pernyataan P1 yang menyatakan bahwa dalam proses pelaksanaan discharge planning adalah dimulai dengan pengkajian awal (mendalam) pasien saat masuk ke IGD kemudian dibawa ke ruangan melanjutkan kembali, mengecek serta melengkapi pengkajian yang belum lengkap. Di bawah ini kutipan wawancara tersebut:
“Kalau saya mengkajinya kan cuma reassessment jadi semua udah dikaji di depan jadi seperti ini assessment keperawatan di IGD misalnya kan udah dikaji saya tinggal melanjutkan..” P1(230)
(28)
Pernyataan P2 senada dengan pernyataan P1 yang menyatakan bahwa pengkajian awal masuk pasien dimulai dari IGD atau rawat jalan dan dilanjutkan oleh perawat ruangan untuk melengkapi pengkajian yang kurang. Pernyataan tersebut terdapat pada kutipan wawancara berikut:
“Kalau pengkajian pasien masuk itu dari IGD atau rawat jalan kemudian di lanjutkan ke IGD, kalau untuk pengkajian disini kita tidak terlalu dalam untuk mengkaji mungkin ada kekurangan apa baru kita kaji..” P2(740)
Di bawah ini pernyataan P3 yang menyatakan bahwa pengkajian awal masuk pasien dari ruang akut kemudian dilanjutkan ke ruang perawatan pasien untuk dilengkapi jika pengkajian awal belum lengkap.
“Iya, dari pasien ruang akut pindah kesini kita kaji kembali assesmentnya kita kaji. Kadang-kadangkan assessment itu dari sana kan belum lengkap. Kita lengkapi disini, pengkajian itu kadang belum lengkap dan bisa dilengkapi diruang sini” P3(1250)
2. Pengkajian Sebelum Pemulangan
Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan menyatakan bahwa pengkajian sebelum pemulangan mengacu pada medik dan tergantung dengan persetujuan dokter. Perawat hanya melihat dari aktivitas sehari-hari dan perkembangan kondisi pasien serta melaporkan kepada dokter karena dokter merupakan
(29)
penanggungjawab utama dan memiliki peranan tinggi sehingga yang dapat memperbolehkan pasien untuk pulang adalah dokter. Perawat hanya mengkaji dengan memantau dan melihat perkembangan berdasarkan perencanaan seperti kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, kooperatif dan mampu bersosialisasi.
Berikut ini pernyataan P1 bahwa sebelum pemulangan pasien dikaji dan perawat bekerjasama dengan dokter melihat perkembangan pasien, apabila diperbolehkan pulang dengan mendapatkan persetujuan dokter, perawat hanya melaksanakan kemudian menghubungi keluarga untuk menjemput pasien dan menyelesaikan administrasi.
“Terus kemudian kalau pasien sudah boleh pulang acc dokter toh keluarga dihubungi dan kami yang bertugas untuk menyelesaikan administrasi bersama keluarga walaupun pasien sini jarang membayar tapi kan tetap harus menyelesaikan administrasi” P1(240)
“Kalau menunggu semua aspek tercapai mungkin tidak ya. Seperti saya katakan sebelumnya kalau keadaan pasien sudah membaik kita laporkan dokter kemudian dokter cek, tergantung kalau dokter sudah acc pulang kita tinggal melaksanakan” P1(250)
Berikut adalah pernyataan P2 bahwa pengkajian sebelum pemulangan ditinjau oleh dokter karena dokter adalah penanggungjawab dan yang bisa memperbolehkan pasien pulang
(30)
atas izin dokter penanggungjawab dengan melihat aktivitas dan perkembangan pasien sehari-hari.
“Kalau yang menyatakan boleh pulang itu dari dokter meninjau pulang, kita sebagai perawat tidak bisa untuk memberikan karena yang memberikan tanggung jawab itu dokter penanggung jawab..” P2(750)
“Untuk kondisi pasien itu tergantung dari riwayatnya, mungkin pasien ini sering keluar masuk, itu mungkin maksimal dari kesembuhannya itu tidak bisa seratus persen. Jadi kalau kita bisa melihat pasien itu bisa beraktivitas sehari-hari” P2(760)
Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa bahwa pengkajian sebelum pemulangan dari medis tidak disampaikan dan memiliki standar sendiri. Di sisi lain perawat melakukan pengkajian berdasarkan perencanaan yang ada apabila pasien sudah mampu melakukan dengan baik perawat akan melaporkan pasien untuk pulang.
“Kalau dari medis biasanya tidak disampaikan, dia punya standar sendiri, kalau perawat saya kira kalau perencanaan yang kita rencanakan yang sudah bisa dilakukan boleh pulang..” P3(1260)
“Ya tidak semua nanti kan sambil jalan, kan kadang-kadang bisa dilakukan di rumah, kalau terlalu lama disini kan pasien bosan..” P3(1270)
Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa pengkajian sebelum pemulangan mengacu pada medik dan pasien boleh pulang apabila ADL, komunikasi dan masalah sudah teratasi juga sudah di setujui oleh dokter untuk pulang.
(31)
“Dokter juga sudah mengacckan ini sudah boleh pulang biasanya gitu jadi terkait dengan mediknya biasanya masih tergantung ke mediknya jadi perawat belum bisa menentukan secara mandiri bahwa ini pasien sudah boleh pulang tapi secara medik” P4(1760)
“ADL, komunikasi, masalah sudah teratasi. Tapi ada juga kalau keluarga memaksa untuk diambil pulang biarpun masalahnya belum teratasi bisa juga..” P4(1770)
“Tidak semua aspek harus tercapai..biasanya masih tergantung ke mediknya jadi perawat belum bisa menentukan secara mandiri bahwa ini pasien sudah boleh pulang tapi secara medik” P4(1780)
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan wawancara terhadap keempat partisipan diperoleh pernyataan bahwa untuk menentukan diagnosa keperawatan adalah dengan allo dan auto anamnesa, riwayat pasien masuk, pengakajian, kognitifnya, psikomotor, dan afektif.
Pernyataan P1 yang menyatakan bahwa diagnosa keperawatan ditentukan dengan allo dan auto anamnesa, yaitu dengan menanyakan pasien dan keluarga terkait riwayat penyakit yang dialami pasien serta selalu melakukan pemantauan terkait diagnosa yang ada. Pernyataan tersebut pada kutipan wawancara berikut ini:
“Ya dengan allo dan auto jadi allo anamnesa dengan pasien misalnya ditanya pie kamu ada apa dibawa kemari misalnya mendengar suara-suara itu berarti menjurus ke halusinasi misalnya..” P1(260)
“Ya otomatis mantau disini kan juga ada tulisan-tulisan perawat jadi resiko perilaku kekerasan misalnya seperti ini..” P1(270)
(32)
Berikut pernyataan P2 yang menyatakan bahwa untuk menentukan diagnosa keperawatan dengan melihat riwayat pasien saat masuk, dari kebiasaan pasien di rumah.
“Jadi untuk menentukan diagnosa ya dari kebiasaan pasien di rumah pada saat dia mau di masukkan kesini itu seperti apa..” P2(770)
“Ya memang kalau kepala ruang itu harus tau dari pasien masing-masing itu seperti apa, kepala ruang harus tau” P2(780)
Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa untuk menentukan diagnosa keperawatan adalah dari pengkajian untuk mendapatkan tanda dan gejala yang mendukung diagnosa. Berikut pernyataan tersebut:
“Dari pengkajian kita dapatkan tanda-tanda yang mendukung ke diagnose itu, halusinasi umpamanya dia ada gangguan suara. Jadi kita diagnosakan halusinasi. P3(1280)
“Ya” P3(1290)
Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa untuk menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan kognitif, psikomotor dan afektif pasien.
“Ya kognitifnya, psikomotor, dan afektif” P4(1790)
“Ya. Mungkin kalau untuk pelaksanaannya kan tidak saya, tapi kan saya tetap memantau semua pasien” P4(1800)
(33)
C. Intervensi (Perencanaan)
Berdasarkan wawancara dan hasil observasi peneliti diperoleh bahwa perencanaan pemulangan pasien dalam bentuk discharge planning form yang berisikan jadwal kontrol, obat-obatan, edukasi, perawatan di rumah dan kebutuhan lainnya sesuai kebutuhkan pasien. Perawat tidak memiliki perencanaan khusus melainkan melaksanakan perencanaan yang sudah ada dari dokter selama 30 hari perawatan. Perawat hanya memberikan strategi pelaksanaan (SP) tergantung diagnosa yang dialami pasien.
Di bawah ini pernyataan P1 yang menyatakan bahwa perencanaan pemulangan pasien ditentukan oleh dokter dengan melihat perkembangan dari 30 hari program discharge planning yang sudah ditentukan, apabila melebihi target perencanaan, maka perawat melaporkan kepada dokter terkait keadaan pasien untuk tindakan selanjutnya. Selain perencanaan dokter, perawat juga mengarahkan pasien kontrol, minum obat teratur dan didampingi oleh keluarga. Adapun isi discharge planning adalah jadwal kontrol, obat-obatan, perawatan di rumah dan sebagainya.
“Dokter itu merencanakan planning itu toh itu discharge planning itu kebanyakan kalau disini kan satu bulan care planningnya dokter” P1(280)
“Dokter, saya juga mengarahkan atau teman-teman itu ya kontrol, minum obat di rumah harus teratur, cara pemberian obat itu, obat harus kalau yang ada
(34)
keluarganya loh ya itu yang memegang harus keluarga..” P1(290)
“Banyak ya dek, dari jadwal kontrol, obat-obatan, perawatan di rumah bagaimana, diitnya seperti apa dan sebagainya” P1(390)
Pernyataan P2 yang menyatakan bahwa perencanaan pemulangan pasien dari sisi perawat tidak memiliki perencanaan khusus hanya memberikan asuhan keperawatan dan SP (Strategi Pelaksanaan) sesuai diagnose keperawatan.
“Kalau dari perawat tidak punya rancangan khusus ya kita cuma bisa melihat dari diagnosa keperawatan itu cuma dari asuhan keperawatannya sudah tercapai atau belum itu yang dari keperawatan tapi kalau SP (Strategi Pelaksanaan)..” P2(790)
“Kita selama merawat pasien kita melakukan asuhan keperawatan tergantung dari diagnosa masing-masing, dari asuhan keperawatan ada beberapa SP yang harus kita lakukan..” P2(800)
“Untuk discharge planning itu sejak awal memang harus diisi dulu dari IGD, dari kasus-kasus apa, harus diisi dulu dengan perencanaan seperti ini. Rata-rata kita rencanakan perlu diedukasi, dari jadwal kontrol, discharge planning itu apa, perawatan di rumah bagaimana” P2(900)
Berikut pernyataan P3 yang menyatakan bahwa perencanaan pemulangan pasien ditentukan dari hasil anamnesa pasien dan melakukan pengkajian sehingga mendapatkan perencanaan terkait ketertiban kontrol, penanganan dan pengawasan keluarga untuk mendampingi pasien, perujukan ahli gizi edukasi.
(35)
“Ya pasiennya kita anamnesa, kita wawancarai pasien sesudah melakukan pengkajian, kemudian diisi perencanaan-perencanaannya” P3(1300)
“Banyak hal, ketertiban kontrol, kemudian ketertiban multidisiplin anggota keluarga nanti di rumah biar tidak kumat lagi, pengawasan keluarga ya untuk pendampingan pasien, kadang pasien kan perlu didampingi misalnya untuk minum obat biasanya perlu pendamping” P3(1310) “Perencanaan pulang itu meliputi banyak hal ya saya ambilkan dulu. Ada beberapa hal itu untuk rujukan termasuk perujukan kepada dokter, banyak hal. Perujukan pada ahli gizi, edukasi, edukasi kesehatan” P3(1410) Di bawah ini P4 menyatakan bahwa perencanaan pemulangan pasien hanya mengikuti dan melaksanakan perencanaan dari medis yaitu tentang minum obat dan sebagainya. Selain itu pemberian edukasi sesuai format discharge planning RS.
“Biasanya mengikuti dari perencanaan yang sudah dibuat dari medis tinggal kita melaksanakan perencanaan yang sudah dibuat” P4(1810)
“Perencanaan yang sudah dibuat oleh medik itu yang kita kerjakan baik kontrol, minum obat dan sebagainya” P4(1820)
“Isi discharge planning ya biasanya terkait edukasi yang kita berikan tentang jadwal kontrolnya misalnya kapan, menjelaskan aturan dan efek samping obat, pencegahan terhadap kekambuhan, perawatan dirumah, diit, spiritual dan perujukkan dokter, ahli gizi dan lain-lain” P4(1920)
D. Implementasi (Pelaksanaan)
Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan diperoleh pernyataan bahwa prosedur pelaksanaan discharge planning sudah dikerjakan dari awal pasien masuk (IGD)
(36)
selanjutnya perawat hanya melengkapi dan melanjutkan. Pelaksanaan discharge planning khususnya pemberikan edukasi baik terhadap pasien setiap hari sampai hari pemulangan pasien juga diberikan edukasi terhadap pasien dan keluarga terkait jadwal kontrol, minum obat, penanganan di rumah dan edukasi terkait kebutuhan pasien selama perawatan di rumah.
P1 menyatakan bahwa pelaksanaan edukasi dilakukan setiap hari, mengingatkan pasien dan persiapan pulang juga diberikan eduksi kepada keluarga dan pasien tentang cara penanganan, jadwal kontrol, jadwal minum obat dengan mengisi form bukti pemberian edukasi yang ditandatangani oleh pihak pemberi dan penerima edukasi. Pernyataan ini terdapat pada kutipan wawancara berikut ini:
“Untuk sehari-hari kita juga selalu mengingatkan pasien dan memberikan edukasi, yang paling sering tentang minum obat, cuci tangan, mandi dan sebagainya” P1 (300) “Biasanya kan persiapan pulang terus keluarga juga harus tau tanda dan gejala pasien bingung, misalnya pasien disini kita edukasi ya keluarga juga harus tau..” P1(310) “Prosedur discharge planning itu kami kerjakan pasien itu dari depan sudah ada discharge planning yang diisi dari depan nah disini nanti depan itu mampunya seberapa tinggal kami melanjutkan..” P1(380)
Berikut pernyataan P2 yang menyatakan bahwa pelaksanaan discharge planning di mulai sejak awal pasien masuk dan berisikan tentang kebutuhan pasien selama perawatan. Pemberian edukasi
(37)
mulai dari pertama kali pasien masuk sampai pasien dinyatakan pulang dengan didamping keluarga dan dibuktikan dengan pengisian dokumen pemberian edukasi dari pihak penerima (keluarga) maupun pemberi edukasi (perawat).
“Saya kira mulai dari pertama masuk sampai pasien pulang ya kita beri edukasi terus, biasanya sebelum minum obatpun kita beri edukasi” P2(810)
“Sebelum pasien pulang diberikan edukasi terlebih dahulu kepada pasien dan didampingi oleh wali/keluarga” P2(820) “Untuk prosedurnya discharge planning itu seharusnya sudah terisi sejak dari rawat jalan pasien dari rawat inap dari IGD nanti kalau pasien begitu masuk ke pintu ke IGD maupun rawat jalan itu discharge planning sudah ada, perencanaanya itu sudah harus terisi..” P2(890)
Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa pelaksanaan discharge planning dalam hal edukasi diberikan setiap saat bertemu pasien terkait aktivitas sehari-hari pasien. Adapun prosedur pengisian discharge planning dilakukan dari awal pasien masuk smpai pasien pulang dengan 30 hari perencanaan.
“Setiap kita bertemu pasien selalu kita ingatkan karna itu merupakan tugas supaya pasien tidak lupa walaupun masih banyak pasien yang ngeyel” P3(1320)
“Edukasi tentang cuci tangan, edukasi munim obat, edukasi cara pemeliharaan kebersihan diri mandi berapa kali..” P3(1330)
“Prosedur pengisian discharge planning ya dari awal pasien masuk kemudian perencanaan pulang kan sebetulnya 30 hari, 1 bulan 30 hari perencanaan perawatan. Dilanjutkan terus sampai pasien diperbolehkan pulang” P3(1400)
(38)
Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa pelaksanaan discharge planning terkait pemberian edukasi dilakukan sejak awal pasien masuk sampai pasien dinyatakan pulang. Edukasi yang diberikan berupa kepatuhan minum obat, ADL (Activity Daily Life) dan cara merawat pasien. Prosedur discharge planning dikerjakan dari awal pasien masuk sampai pasien pulang.
“Edukasinya dilakukan sejak pasien awal masuk diingatkan terus sampai pasien dinyatakan pulang “ P4(1830
“Pemberian edukasi diberikan kepada pasien dan keluarga terkait kepatuhan minum obat, tanggal kontrol, ADL dan cara merawat pasien di rumah bagaimana” P4(1840) “Prosedur discharge planning biasanya sudah dikerjakan dari awal pasien masuk biasanya itu dari IGD, dibawa ke ruangan kita disini kemudian melengkapi perencanaan yang sudah dibuat sebelumnya sampai pasien pulang seperti itu” P4(1910)
E. Evaluasi dan Dokumentasi
Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan, tiga diantaranya menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan discharge planning adalah dengan home care/home visit, daftar pulang pasien dan kartu kontrol pasien serta menanyakan kembali kepada pasien terkait apa yang sudah disampaikan perawat.
(39)
P1 menyatakan bahwa evaluasi pelaksanaan discharge planning dilakukan oleh pihak yang berkompeten melanjutkan discharge planning yaitu home care/home visit untuk melihat perkembangan pasien dan pasien yang memiliki masalah jarang kontrol tetapi tidak semua pasien dapat dijangkau hanya daerah tertentu.
“Evaluasi discharge planning dilakukan oleh pihak yang berkompeten untuk melanjutkan discharge planning. Biasanya ada home care atau home visit hah iya itu ada home visit dan home care.. P1(330)
Berikut pernyataan P2 yang menyatakan bahwa evaluasi pelaksanaan discharge planning dilihat dari jadwal kontrol rutin pasien dan jumlah pasien yang mendaftar pulang.
“Kalau discharge planning evaluasinya cuma kalau pasiennya memang kontrolnya kapan, nanti bisa terilihat dari mendaftar pulangnya pasien itu..” P2(840)
Di bawah ini pernyataan P3 yang menyatakan bahwa evaluasi pelaksanaan discharge planning adalah dengan menanyakan kembali terkait apa yang sudah disampaikan sebelumnya.
“Kita tanyakan evaluasi apakah yang kemaren kita sampaikan sudah dilaksanakan atau belum.” P3(1350)
Selain itu, pernyataan partisipan terkait dokumentasi bahwa perawat wajib melakukan pendokumentasi yang dilakukan pada
(40)
catatan perawat mulai dari jadwal kontrol, tanda-tanda vital pasien untuk melihat perkembangan pasien. Selain itu perawat juga melakukan pendokumentasian pada catatan pasien dengan memberikan kartu kontrol, leaflet dan pamflet.
Pernyataan P1 menyatakan bahwa perawat melakukan pendokumentasian pelaksanaan discharge planning dilakukan pada catatan perawat tentang jadwal kontrol pasien dan pada pasien juga diberikan dokumentasi berupa kartu kontrol. Pernyataan tersebut terdapat pada kutipan wawancara berikut:
“Pendokumentasiannya ya di discharge planning aja kalo khusus discharge planning lo ya, ini kan contohnya discharge planning ini cuma seperti ini, ini yang pasien pulang jadi ini kan pasien datangnya bulan lima ya tanggal 8 ini jadwal kontrolnya seharusnya ini ini seharusnya jadwal kontrol itu tanggal 17 bulan 6 tapi pasien baru pulang tanggal 23 bulan 5 otomatis tanggal 23 bulan 5 ini belum sampai jadwal kontrol sudah kontrol nanti..” P1(340) “Itu saya kalau cuma dari sini untuk kontrol ini aja. Jadi klau untuk kontrol pasien itu dibawai ini oleh keluarganya nanti waktu kontrol ke depan mudah kan disini ada tanggal kontrol terus obatnya yang diberikan apa ya masuknya kapan nanti pulang..” P1(350)
Selaras dengan hal itu, P2 juga menyatakan bahwa pendokumentasian pada catatan perawat itu wajib dilakukan untuk memantau perkembangan pasien. Pendokumentasian yang diberikan pada pasien dalam bentuk leaflet tentang kebutuhan pasien yang dilakukan di rumah. Pernyataan tersebut pada kutipan di bawah ini:
(41)
“Iya, harus. Itu wajib kalau di data catatan keperawatan itu mulai dari tanda-tanda vitalnya semuanya ada disini. Jadi kita bisa melihat perkembangan pasien seperti apa, diagnosa keperawatannya seperti apa, yang terlihat dari pengkaiian..” P2(850)
“Kalau dalam bentuk tulisan tidak ada, tapi ada leaflet tentang kebutuhan pasien yang dilakukan di rumah, tentang asuhan keperawatannya apa tergantung diagnose pasiennya..” P2(860)
Berikut pernyataan P3 yang menyatakan bahwa apapun tindakan yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan. Pendokumentasian pada catatan pasien berupa kartu kontrol.
“Iya, pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan di dokumentasikan” P3(1360)
“Kalau dari perawatan tidak ada tertulis, cuma lisan tertulisnya tidak ada, cuma kartu kontrol di kartu kontrol itu sudah ditulis terapi ya, umpamanya obat ini berapa kali sehari, terus nanti wajib kontrolnya kapan” P3(1370)
Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa pendokumentasian pada catatan perawat ada dilakukan dan pendokumentasian pada cacatan pasien berupa edukasi secara lisan dan secara tulisan berupa pamphlet.
“Ada” P4(1870)
“Ada di rekam medik pasien. Berupa edukasi. Ada juga pamflet-pamflet” P4(1880)
(42)
F. Upaya Perawat dan Rumah Sakit Terhadap Pelaksanaan Discharge Planning
Dari wawancara dengan keempat partisipan diperoleh pernyataan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit terhadap pelaksanaan discharge planning diantaranya dengan melihat dari kartu kontrol, kegiatan rutin yang dilakukan oleh Kesehatan Jiwa Masyarakat (KESWAMAS) yaitu home visit/home care dan family gathering. Dari pelaksanaan discharge planning yang dilakukan, yang perlu dipertahankan adalah saran dan anjuran yang diberikan, di rumah harus dilakukan, pemberian edukasi terhadap keluarga dan pasien dan selalu mengingatkan pasien dan keluarga berulang-ulang. Adapun semua upaya sudah dilakukan dengan baik selanjutnya tergantung dari keluarga maupun pasien untuk melaksanakan atau tidak.
Berikut ini pernyataan P1 yang menyatakan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit terhadap pelaksanaan discharge planning adalah pemantauan kartu kontrol dan pelaksanaan home visit. Oleh karena itu, upaya yang harus dipertahankan adalah saran dan anjuran waktu pulang dilaksanakan di rumah oleh keluarga dan pasien.
“Mungkin melihat dari kartu kontrol dan home visit” P1(360) “Setelah pasien sudah kembali/pulang ke rumah, ya home visit tadi” P1(400)
(43)
“Yah kalo yang di pertahankan ya saran dan anjuran waktu pulang itu di rumah dilaksanakan” P1(410)
Pernyataan P2 yang menyatakan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit terkait pelaksanaan discharge planning adalah melihat dari jadwal kontrol dan kegiatan home visit dan yang perlu dipertahankan dari pelaksanaan discharge planning adalah pemberian edukasi.
“Untuk follow upnya, kita tidak melakukan untuk follow up discharge planning ya kita cuma bisa melihat dari jadwal kontrolnya, pasien sudah di rumah kan kita tidak bisa memantau” P2(870)
“Itu ada home visit ya, home visit itu terintegrasi ya tergantung dari kebutuhan pasiennya apa mungkin ada dari manjemen membutuhkan berapa..” P2(910)
“Yang perlu dipertahankan adalah dengan pemberian edukasi, kita harus pertahankan karena ini memang sudah dilakukan..” P2(920)
Berikut pernyataan P3 yang menyatakan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit terhadap pelaksanaan discharge planning adalah menanyakan kembali ke pasien dan kegiatan family gathering. Selain itu, pendidikan dan kontrol kembali ke rumah sakit merupakan hal yang perlu dipertahankan.
“Follow upnya ya kita tanyakan ke pasien, kalau pasiennya pulang ya nanti biasanya pasiennya kontrol kesini lagi” P3(1380)
(44)
“Ada family gathering, jadi keluarga ada semacam perkumpulan keluarga dan pasien, kemudian ada suatu pertemuan, direncanakan oleh dua KESWAMAS..”P3(1420)
“Pendidikan perlu kemudian untuk kontrol kembali ke rumah sakit itu perlu tergantung keadaan pasien” P3(1430)
Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit terhadap pelaksanaan discharge planning adalah home care/home visit dan family gathering. Adapun hal yang perlu ditingkatkan dari perawat adalah mengingatkan pasien dan keluarga secara berulang-ulang.
“Home care dan family gathering” P4(1890)
“Biasanya dari bidang KESWAMAS ya mbak, ada juga kegiatan home visit, family gathering” P4(1930)
“Yang perlu ditingkatkan yaitu mengulang-ulang mengingatkan pasien dan keluarga jangan sampai bosan. Ya semua kan tergantung dari keluarga” P4(1940)
(45)
4.4 Pembahasan
Dalam pembahasan, peneliti akan mendeskripsikan berdasarkan 2 tema dari hasil penelitian yang berfokus pada gambaran peran perawat dalam pelaksanaan discharge planning di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.
4.4.1 Peran Perawat
Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), peran-peran perawat terdiri dari: peran perawat sebagai pemberi perawatan (care giver), konselor (counsellor), advokat (advocate), pemberi edukasi (educator), koordinator (coordinator), kolaborator (collaborator), Konsultan (consultant) dan pembaharu.
4.4.1.1 Pelaksanaan Peran Perawat di Instalasi Rawat Inap RSJD Surakarta terkait Pelaksanaan Discharge Planning
Perawat di Instalasi Rawat Inap RSJD Surakarta melaksanakan peran perawat terkait pelaksanaan discharge planning sebagai pemberi asuhan keperawatan (care provider), peran sebagai advokat, peran sebagai educator, peran sebagai koordinator dan peran sebagai kolaborator.
(46)
a. Pemberi Asuhan Keperawatan (Care Giver)
Partisipan melakukan perannya sebagai care giver dengan melaksanakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh rumah sakit, yaitu memberikan asuhan keperawatan berdasarkan kebutuhan pasien terkait pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pemberian obat, perawatan, terapi, rehabilitasi dan memberikan pembelajaran kepada pasien untuk menangani masalah yang dihadapi. Hal tersebut berkaitan dengan teori konsep keperawatan Virginia Handerson dalam Dwidiyanti, 1998 menyatakan bahwa peran perawat adalah menyempurnakan dan membantu mencapai kemampuan untuk mempertahankan atau memperoleh kemandirian dalam memenuhi empat belas kebutuhan dasar manusia yang diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu: psikologis, biologis, sosiologis dan spiritual. Pemberian asuhan keperawatan merupakan poin penting dalam pelaksanaan peran perawat, dimana perawat harus melihat kebutuhan dasar manusia berdasarkan empat belas kebutuhan dasar manusia yang diungkapkan Handerson, dimana yang disebut manusia dalam konteks ini adalah pasien yang dipandang sebagai komponen bio, psiko, kultural dan spiritual yang mempunyai empat belas kebutuhan dasar. Oleh karena itu perawat memiliki peran sebagai pelaksanan/pemberi asuhan keperawatan dalam meningkatkan kemandirian pasien dan peningkatkan derajat kesehatan pasien.
(47)
b. Advokat
Pelaksanaan peran perawat sebagai advokat yang dilakukan oleh partisipan adalah dengan melindungi hak dan memberikan kewajiban kepada pasien, menanamkan rasa kekeluargaan, memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien. Salah satu kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Handerson dalam Dwidiyanti, 1998 adalah kebutuhan rasa aman dan nyaman. Ketidaktahuan seseorang dapat menimbulkan kekhawatiran tanpa sebab yang dipengaruhi dalam keadaan sehat maupun sakit. Oleh karena itu, perawat berperan penting memberikan rasa aman dan nyaman terhadap pasien sehingga mengurangi rasa takut/kekhawatiran yang dialami pasien. Perawat di RSJD mengupayakan pelayanan yang optimal dengan selalu memberikan hak yang seharusnya didapatkan pasien seperti pemenuhan kebutuhan pangan, istirahat, kebersihan diri dan informasi terkait tindakan yang diberikan ke pasien serta mengajarkan kepada pasien tentang apa yang harus mereka lakukan selama dirawat. Hal tersebut didukung oleh Hidayat (2008) dalam Firmansyah (2016) menyatakan bahwa peran perawat sebagai advokat adalah mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi. Pasien memiliki hak penuh atas setiap tindakan, informasi, dan penanganan yang akan diterimanya.
(48)
Sebagai seorang perawat profesional harus memiliki kemampuan dalam menjalankan peran khususnya sebagai advokat dengan memiliki tanggungjawab besar. Peran perawat lainnya terkait peran sebagai advokat adalah menanmkan rasa kekelurgaan. Hal tersebut didukung dengan teori caring yang dikemukakan oleh Watson dengan memahami respon manusia terhadap masalah kesehatan yang actual ataupun yang potensial, kebutuhan manusia dan bagaimana berespon terhadap orang lain dan memahami kekurangan dan kelebihan pasien dan keluarganya maupun pemahaman terhadap dirinya sendiri. Selain itu memberikan kenyamanan dan perhatian serta empati pada pasien dan keluarganya (Watson, 1987 dalam Dwidiyanti, 1998). Hal tersebut menggambarkan sikap kepedulian perawat yang tidak membeda-bedakan pasien melainkan mengajarkan rasa kebersamaan dan saling pengertian antara satu dengan lainnya.
c. Educator
Partisipan melaksanakan peran sebagai educator terkait pelaksanaan discharge planning dengan memberikan pengarahan dan pendidikan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari (ADL), pendidikan tentang kepatuhan minum obat, perawatan pasien di rumah, pencegahan kekambuhan, kebutuhan nutrisi dan spiritual pasien. Pernyataan tersebut sejalan dengan Bastable (2002) menyatakan bahwa peran educator perawat dalam memberikan
(49)
pendidikan kepada pasien menunjukkan potensinya untuk meningkatkan kepuasan konsumen, memperbaiki kualitas kehidupan, memastikan kelangsungan perawatan, mengurangi insidensi komplikasi penyakit, meningkatkan kepatuhan terhadap rencana pemberian perawatan kesehatan, menurunkan ansietas pasien, dan memaksimalkan kemandirian dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Selain itu, menurut teori Abdellah dkk (1960) dalam Potter dan Perry (2005) yang sering dikenal dengan 21 masalah keperawatan Abdellah, yaitu memfasilitasi kesadaran akan diri sendiri sebagai individu yang memiliki kebutuhan fisik, emosi dan perkembangan yang berbeda-beda, mempertahankan komunikasi verbal dan nonverbal, mempertahankan nutrisi untuk seluruh sel tubuh, dan memfasilitasi pencapaian tujuan spiritual personal yang progresif. Teori tersebut mendukung pernyataan partisipan terkait peran mereka sebagai educator dalam pelaksanaan discharge planning dimana perawat berperan mengarahkan pasien untuk mendapatkan pelayanan seoptimal mungkin dengan berbagai upaya yang sudah dilakukan untuk mengingatkan, mengajarkan pasien agar mampu melakukan edukasi yang sudah disampaikan secara berulang-ulang.
(50)
Pernyataan lain juga yang mendukung adalah menurut Doheny (1982) dalam Kusnanto (2004) menyatakan bahwa perawat dalam menjalankan peran educator membantu pasien untuk meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan terkait dengan keperawatan dan tindakan medis yang diterima sehingga pasien atau keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya.
Peningkatan wawasan dan cara berfikir selanjutnya akan memberikan dampak, salah satunya terhadap persepsi seseorang dalam mengambil keputusan untuk berperilaku (Nugroho, dkk., 2008). Pendidikan/edukasi yang diberikan partisipan khususnya terkait kepatuhan minum obat selalu diingatkan oleh partisipan kepada pasien, begitupun sebelum pemulangan pasien partisipan menjalankan perannya sebagai educator dengan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang perawatan yang dilakukan di rumah, jadwal kontrol, diit (makanan) yang tidak boleh dikonsumsi pasien dan lain sebagainya. Namun terkadang masih terdapat pasien dan keluarga yang tidak melakukan anjuran maupun edukasi yang telah disampaikan, hal tersebut dapat dilihat dari data kunjungan pasien dan tingkat kekambuhan yang menyebabkan pasien kembali dirawat di RSJ.
(51)
d. Koordinator
Peran perawat sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning yang dilakukan oleh partisipan adalah dengan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol pasien, melakukan kerjasama dengan staf lain (sesama perawat), mengatur dan mengendalikan tugas internal maupun eksternal, merencanakan perencanaan pemulangan sesuai kebutuhan pasien, memberikan edukasi terhadap pasien dan keluarga, memberikan motivasi secara terus menerus. Hal tersebut di atas sejalan dengan pernyataan Hidayat (2008) bahwa peran perawat sebagai koordinator adalah mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu, peran perawat sebagai koordinator merupakan peran yang sangat penting dimana perawat dituntut untuk mampu berkoordinasi dengan baik terhadap tim kesehatan lain dalam merencanakan dan melakukan pelayanan kesehatan sehingga dapat memfasilitasi kebutuhan pasien dan meningkatkan derajat kesehatannya. Dalam hal tersebut dibutuhkan kerjasama serta komunikasi yang baik untuk menciptakan suasana yang harmonis dengan sesama tenaga kesehatan. Pemberian motivasi secara terus menerus itu sesuai dengan teori harapan (Expectancy Theory) yang
(52)
menyatakan bahwa seseorang akan termotivasi bila memiliki harapan akan sebuah hasil yang nantinya akan bernilai positif bagi dirinya sendiri. Vroom lebih menekankan pada harapan, daya tarik dan usaha sebagai pemenuhan suatu kebutuhan (Vroom Pace dan Faules, 1998 dalam Saam dan Wahyuni, 2012).
e. Kolaborator
Peran yang dilakukan oleh partisipan sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain, yaitu dokter, poli gigi, dan tenaga kesehatan lainnya dengan menghubungi ataupun bersurat dalam hal menjalin kerjasama dalam memfasilitasi kebutuhan pasien.
Terkait peran perawat sebagai kolaborator, penelitiaan yang sejalan dengan itu, menurut Secretary of Health and Human Services Commission on Nursing (1988) dalam Isnaeni (2014) bahwa pentingnya praktik kolaboratif untuk memberikan perawatan kesehatan dengan merekomendasikan agar para pengguna jasa perawat dan profesi medis meningkatkan dan memelihara kolaborasi antara tim perawatan kesehatan. Fokus utama perawat untuk menangani masalah kolaboratif adalah memantau pasien terhadap awitan komplikasi atau perubahan dalam status komplikasi yang sering terjadi. Komplikasi biasanya berhubungan
(53)
dengan proses penyakit pasien atau tindakan pengobatan atau pemeriksaan diagnostik (Smeltzer, 2001).
Partisipan dalam melaksanakan tugas dan perannya, yaitu melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain. Setiap tim kesehatan memiliki tugas dan peranan sesuai fungsi dan wewenangnya. Dalam menunjang kemajuan kondisi kesehatan pasien diperlukan bantuan dari berbagai penunjang kesehatan yang ada di kawasan RSJ sesuai dengan advice dokter. Dalam hal ini, partisipan menyatakan bahwa dokter memegang peranan penting yang berkaitan dengan kondisi/keadaan pasien. Dokter merupakan penanggungjawab utama terhadap pasien, sehingga sebelum melakukan tindakan apapun terhadap pasien harus memberitahukan kepada penanggungjawab pasien yaitu dokter. Khususnya, pada saat seorang pasien dinyatakan boleh pulang harus atas izin dari dokter penanggungjawabnya. Oleh karena itu, peran perawat sebagai kolaborator dengan melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain sangat diperlukan untuk menunjang perubahan positif terhadap kondisi kesehatan pasien.
4.4.1.2 Motivasi Perawat Dalam Melaksanakan Peran
Salah satu sumber motivasi menurut Suwatno (2011) adalah sumber motivasi dalam diri (intrinsik). Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
(1)
mengetahui problem, etiologi (penyebab), support system (hal yang mendukung pasien sehingga dilakukan discharge planning). Menurut peneliti, keberhasilan suatu perencanaan pulang diawali dari pengkajian yang benar sehingga unsur lain yang terdapat dalam proses discharge planning dapat terlaksana dengan efektif dan efisien.
4.4.2.3 Intervensi (Perencanaan)
Perencanaan pemulangan pasien dalam bentuk discharge planning form yang berisikan jadwal kontrol, obat-obatan, edukasi, perawatan di rumah dan kebutuhan lainnya sesuai kebutuhkan pasien. Perawat tidak memiliki perencanaan khusus melainkan melaksanakan perencanaan yang sudah ada dari dokter selama 30 hari perawatan. Perawat hanya memberikan strategi pelaksanaan (SP) tergantung diagnosa yang dialami pasien. Hasil pernyataan tersebut sejalan dengan teori Carpenito, (2002) dalam Hariyati, dkk., (2008) yang menyatakan bahwa perencanaan pulang merupakan proses perencanaan sistematis yang dipersiapkan bagi pasien untuk menilai, menyiapkan, dan melakukan koordinasi dengan fasilitas kesehatan yang ada atau yang telah ditentukan serta bekerjasama dengan pelayanan sosial yang ada di komunitas, sebelum dan sesudah pasien pindah/pulang. Selain itu, didukung juga oleh National Council of Social Service (NCSS, 2006) menyatakan bahwa peran dan tanggung-jawab perawat dalam
(2)
perencanaan pulang adalah melaksanakan, mengkoordinasikan dan memantau kemajuan perawatan dan kesiapan klien untuk pemulangan.
4.4.2.4 Implementasi (Pelaksanaan)
Implementasi merupakan pelaksanaan dari perencanaan yang dibuat terlebih dahulu. Berdasarkan hasil yang diperoleh, partisipan menyatakan bahwa prosedur pelaksanaan discharge planning sudah dikerjakan dari awal pasien masuk (IGD) selanjutnya perawat hanya melengkapi dan melanjutkan. Pelaksanaan discharge planning khususnya pemberikan edukasi baik terhadap pasien setiap hari sampai hari pemulangan pasien juga diberikan edukasi terhadap pasien dan keluarga terkait jadwal kontrol, minum obat, penanganan di rumah dan edukasi terkait kebutuhan pasien selama perawatan di rumah. Hal ini didukung oleh pernyataan Orem (1985) dalam Basford (2006) yang menyatakan bahwa pasien dan perawat bekerjasama untuk melakukan perawatan diri dan perawat selalu meningkatkan dan mendorong keterlibatan pasien untuk mencapai perawatan mandiri. Perawat mempunyai tanggungjawab utama untuk memberikan edukasi pada pasien tentang sifat masalah kesehatan, hal-hal yang harus dihindari, penggunaan obat-obat di rumah, jenis komplikasi dan sumber bantuan yang tersedia (Potter dan Perry, 2005).
(3)
4.4.2.5 Evaluasi dan Dokumentasi
Hasil penelitian menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan discharge planning adalah dengan home care/home visit, daftar pulang pasien dan kartu kontrol pasien serta menanyakan kembali kepada pasien terkait apa yang sudah disampaikan perawat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Warhola (1980) dalam Smith dan Maurer (2000) bahwa home care adalah suatu layanan kesehatan secara komprehensif yang diberikan pada klien individu atau keluarga di tempat tinggal mereka, bertujuan untuk memandirikan klien dalam pemeliharaan kesehatan, peningkatan derajat kesehatan, upaya pencegahan penyakit dan resiko kekambuhan serta rehabilitasi kesehatan. Kunjungan rumah melalui program home care disesuaikan dengan permintaan pasien dan kebutuhan pasien. Tidak semua rumah pasien dilakukan home care melainkan rumah yang masih bisa dijangkau oleh pihak yang menangani kegiatan home care.
Berkaitan dengan pernyataan partisipan terkait dokumentasi bahwa perawat wajib melakukan pendokumentasian yang dilakukan pada catatan perawat mulai dari jadwal kontrol, tanda-tanda vital pasien untuk melihat perkembangan pasien. Hal ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan Nursalam (2001), bahwa dokumentasi adalah bagian dari keseluruhan tanggung jawab perawat untuk perawatan pasien. Sehingga mutlak diperlukan
(4)
usaha-usaha untuk meningkatkan pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan. Sedangkan, pendokumentasian pada catatan perawat merupakan alat bantu dalam memberikan pendidikan kepada pasien berupa media cetak, yaitu memberikan kartu kontrol, leaflet dan pamflet. Hal ini sesuai dengan pernyataan Potter dan Perry (2005) bahwa materi cetak, merupakan alat bantu pengajaran tertulis yang tersedia seperti buklet, leaflet, dan pamflet. Materi dalam materi cetak harus dapat dibaca dengan mudah oleh peserta didik, informasi harus akurat dan aktual, metode yang digunakan harus metode yang ideal untuk memahami konsep dan hubungan yang kompleks.
4.4.2.6 Upaya Perawat dan Rumah Sakit Terhadap Pelaksanaan Discharge Planning
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh pernyataan partisipan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit terhadap pelaksanaan discharge planning diantaranya adalah dengan melihat dari kartu kontrol serta kegiatan rutin yang dilakukan oleh Kesehatan Jiwa Masyarakat (KESWAMAS) yaitu home visit/home care dan family gathering. Dari pelaksanaan discharge planning yang dilakukan, yang perlu dipertahankan adalah saran dan anjuran yang diberikan di rumah harus dilakukan oleh pasien dan keluarga, pemberian edukasi terhadap keluarga dan pasien secara berulang-ulang. Program discharge planning
(5)
(perencanaan pulang) pada dasarnya merupakan program pemberian informasi atau pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien yang meliputi nutrisi, aktivitas/latihan, obat-obatan dan instruksi khusus yaitu tanda dan gejala penyakit pasien (Potter dan Perry, 2005 dalam Herniyatun, dkk., 2009).
Taylor, dkk., (1989) dalam Alfiyanti dan Yosafianti, (2010) juga menyatakan bahwa discharge planning adalah proses sistematis yang bertujuan menyiapkan pasien meninggalkan rumah sakit untuk melanjutkan program perawatan yang berkelanjutan dirumah atau diunit perawatan komunitas. Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan berkelanjutan (continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning bersamaan dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan dan memotivasi staf rumah sakit untuk merencanakan serta mengimplementasikan discharge planning (Discharge Planning Association, 2008). Hal ini sesuai dengan pernyataan Warhola, (1980) dalam Smith & Maurer, (2000) bahwa home care adalah suatu layanan kesehatan secara komprehensif yang diberikan pada klien individu atau keluarga di tempat tinggal mereka, bertujuan untuk memandirikan klien dalam pemeliharaan kesehatan, peningkatan derajat kesehatan, upaya pencegahan penyakit dan risiko kekambuhan serta rehabilitasi kesehatan.
(6)
4.5 Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan penelitian yang terdapat dalam penelitian ini adalah waktu yang begitu singkat untuk melakukan penelitian dan sedikit kendala terkait waktu dalam melakukan observasi terhadap proses pelaksanaan discharge planning pada saat pemulangan pasien.