Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga T1 462012008 BAB II

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Kecemasan
2.1.1. Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
cemas dapat diartikan sebagai tidak tentram hati karena
khawatir atau takut. Cemas merupakan pengalaman
subyektif

yang

kekhawatiran

ditandai
juga

oleh

ketegangan

keresahan


atau

motorik

dan

kewaspadaan (Ardani, 2007).
Stuart, et al (2006) menyatakan kecemasan adalah
perasaan dan pengalaman subjektif individu yang tidak
diamati

secara

langsung

yang

didahului


oleh

pengalaman yang baru dan dipacu oleh ketidaktahuan.
Berdasarkan definisi tersebut bahwa kecemasan adalah
perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak enak,
khawatir dan gelisah.
Anxietas/ kecemasan (anxiety) adalah suatu keadaan
dimana

aprehensi

atau

keadaan

khawatir

yang

mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk atau bahaya

akan segera terjadi. Kecemasan adalah respon yang
tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan bisa menjadi

10

11
tidak normal bila tingkatannya tidak sesuai dengan
proporsi ancaman, atau bila kecemasan datang tanpa
ada penyebabnya terhadap perubahan lingkungan
(Nevid et al, 2009)
Kecemasan atau ansietas adalah perasaan khawatir,
takut yang penyebabnya tidak jelas. Rasa takut
ditimbulkan oleh adanya ancaman, sehingga seseorang
akan menghindar dari diri dan sebagainya. Kecemasan
atau ansietas dapat ditimbulkan oleh adanya bahaya dari
luar, mungkin juga bahaya dari dalam diri seseorang, dan
pada umumnya ancaman itu samar-samar (Gunarsa dan
Gunarsa, 2008)
Kecemasan adalah masalah dalam perasaan yang
ditandai dengan kekhawatiran yang mendalam dan

berkelanjutan serta perasaan kesakitan, mengalami
gangguan dalam tidak bisa menilai realitas, kepribadian
masih tetap utuh, perilaku terganggu, tetapi masih dalam
batas-batas normal (Jaya, 2015).
2.1.2. Predisposisi Kecemasan
Menurut Jaya (2015) faktor predisposisi terjadinya
kecemasan dapat dilihat dari:
1) Pandangan psikoanalitik

12
Ansietas atau kecemasan adalah konflik
emosional

yang

terjadi

antara

dua


elemen

kepribadian yaitu Id dan superego. Ego atau aku,
berfungsi menengahi dalam tuntutan dari dua elemen
yang bertentangan, dan fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Pandangan interpersonal
Kecemasan muncul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, perpisahan dan kehilangan
serta hal-hal yang menimbulkan kelemahan fisik.
3) Pandangan perilaku
Kecemasan merupakan perasaan frustasi
yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
4) Kajian keluarga
Kajian keluarga menunjukkan bahwa dalam
suatu keluarga gangguan kecemasan merupakan

gangguan yang biasanya ditemukan. Terdapat
tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara
gangguan ansietas dengan depresi.

13
5) Kajian biologis
Menurut Kajian biologis bahwa reseptor
khusus untuk benzodiazepin terdandung dalam otak.
Reseptor ini mungkin memantau dan mengatur
kecemasan.
6) Teori kognitif
Kecemasan timbul karena stimulus yang
datang tidak dapat ditanggapi dengan respon yang
sesuai.
2.1.3. Presipitasi Kecemasan
Faktor presipitasi dari kecemasan adalah sebagai berikut
(Jaya, 2015):
1) Ancaman terhadap integritas diri
Ketidakmampuan fisiologis yang akan datang
dapat menurunkan kapasitas untuk melakukan

aktivitas hidup sehari-hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri
Membahayakan fungsi sosial, identitas dan
harga diri. Sedangkan kemampuan individu dalam
beradaptasi terhadap faktor yang berhubungan
dengan kecemasan sangat tergantung pada usia,
status kesehatan, jenis kelamin, pengalaman, sistem

14
pendukung,

intensitas

stresor

dan

tahap

perkembangan.

2.1.4. Faktor Penyebab Kecemasan
Menurut Jaya (2015) faktor penyebab kecemasan
multifaktorial antara lain:
1) Biologis
Kecemasan terjadi akibat dari reaksi saraf
otonom yang berkelibihan dengan naiknya sistem
tonus saraf simpatis, terjadi peningkatan pelepasan
katekolamin dan naiknya norepinefrim.
2) Psikologis
Kecemasan dapat muncul karena impuls
bawah sadar (misalnya seks, sgresi, dan ancaman
yang masuk ke alam bawah sadar). Reaksi
pergeseran (displecement) dapat mengakibatkan
reaksi fobia. Kecemasan merupakan peringatan
subjektif atas adanya bahaya yang tidak dikenali
sumbernya
3) Sosial
Cemas dapat terjadi karena frustasi, tekanan,
konflik


atau

krisis.

Kecemasan

timbul

akibat

hubungan interpersonal dimana individu menerima
suatu keadaan yang menurutnya tidak disukai oleh

15
orang lain yang berusaha memberikan penilainnya
atas opininya.

2.1.5. Gejala
Orang yang mengalami kecemasan tidak mampu
menghadapi perasaan cemas yang parah dan kuat,

perasaan tersebut sangat kuat sehingga mereka tidak
mampu berfungsi baik dalam kehidupan sehari-hari.
Kecemasan mereka tidak menyenangkan dan membuat
mereka sulit menikmati situasi-situasi pada umumnya
(Halghin dan Whitsbourne, 2010).
Orang dengan gangguan kecemasan umum sering
kali berjuang keras dengan kecemasan yang sulit untuk
dikendalikan. Usaha mereka untuk mengendalikan
kekhawatiran biasanya mengalami kegagalan dan
mereka menderita sejumlah gejala psikologis maupun
fisiologis yang memengaruhi fungsi kehidupan secara
umum, aspek pekerjaan, dan sosial. Mereka mudah
merasa tidak berdaya dan sering kali berada dalam
keadaan tertekan dan sulit untuk berkonsentrasi,
terkadang merasakan ketegangan yang sangat besar
sehingga mereka tidak dapat berpikir. Pada malam hari,
mereka sulit untuk tidur atau untuk tetap tidur; pada siang

16
hari, mereka merasa kelelahan, mudah marah, dan

tegang (Halghin dan Whitsbourne, 2010).
Darajat (1990) mengungkapkan gejala kecemasan
ada dua yaitu gejala fisiologis dan gejala psikologis.
Gejala psikologis adalah kecemasan sebagai gangguan
kejiwaan. Ciri-cirinya adalah tegang, takut, khawatir,
bingung,

tidak

bedaya,

tidak

dapat

memusatkan

perhatian, tidak tentram, rendah hati, ingin lari dari
kenyataan

hidup,

perubahan

emosi,

turunnya

kepercayaan diri, tidak ada motivasi, takut, khawatir dan
tegang.

Sedangkan

Gejala fisik

(fisiologis),

yaitu

kecemasan yang sudah mempengaruhi gejala-gejala
fisik pada fungsi sistem saraf pada tubuh. Ciri-cirinya
yaitu ujung jari terasa dingin, tekanan darah meningkat,
detak jantung cepat, keringat bercucuran, pencernaan
tidak teratur, tidur tidak nyenyak, mudah lelah, nafas
sesak, kepala pusing dan nafsu makan hilang.
2.1.6. Tipe Gangguan Kecemasan
Freud dalam Hall dan Lindzey (2009) membedakan tiga
macam

kecemasan,

kecemasan

neurotik

perasaan bersalah.
1) Kecemasan realitas

yakni
dan

kecemasan

kecemasan

realitas,

moral

atau

17
Kecemasan realitas merupakan rasa takut
terhadap bahaya-bahaya nyata didunia luar.
2) Kecemasan neurotik
Kecemasan

neurotik

adalah

rasa

takut

dengan insting-instingnya yang akan lepas kendali
dan menyebabkan seseorang berbuat sesuatu yang
bisa membuatnya mendapat masalah. Kecemasan
neurotik merupakan ketakutan terhadap hukuman
yang mungkin terjadi jika suatu insting dipuaskan,
bukan ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri
melainkan.
3) Kecemasan moral atau perasaan-perasaan bersalah
Kecemasan moral merupakan perasaan takut
terhadap suara hati diri sendiri. Orang-orang dengan
super egonya yang berkembang dengan baik lebih
merasa bersalah jika mereka berpikir atau melakukan
bahkan untuk melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan norma moral dimana mereka dibesarkan.
2.1.7. Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Secara luas, tingkatan kecemasan ada empat (Jaya,
2015) yaitu:
1) Kecemasan ringan

18
Kecemasan ringan berkaitan dengan tekanan
kehidupan sehari-hari, pada tahap ini seseorang
menjadi waspada dan lapangan persepsi meningkat.
Penglihatan,

pendengaran,

dan

pemahaman

melebihi sebelumnya. Tipe kecemasan ini dapat
memotivasi seseorang untuk belajar dan tumbuh
kreatif. Namun akan membawa dampak pada diri
individu yaitu pada kecemasan ini waspada akan
terjadi, mampu menghadapi situasi yang bermaslah,
ingin tahu, mengulang pertanyaan dan kurang tidur.
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
iritabel, kelelahan, persepsi meningkat, tingkah laku
sesuai situasi, kesadaran tinggi.
2) Kecemasan sedang
Fokus perhatiannya dekat, lapangan persepsi
menyempit,
pendengaran

lebih
dan

sempit

dari

penglihatan,

pemahaman

orang

lain.

Mengalami hambatan dalam memperhatikan hal-hal
tertentu,

cukup

kesulitan

saat

berkonsentrasi,

kesulitan dalam beradaptasi dan menganalisis,
perubahan nada atau suara, pernafasan dan denyut
nadi meningkat serta tremor, kelelahan meningkat,
denyut

nadi

cepat,

pernafasan

meningkat,

19
ketegangan otot meningkat, bicara cepat, persepsi
menyempit, mudah tersinggung, tidak sabar.
3) Kecemasan berat
Persepsi atau pandangan individu menurun,
hanya memfokuskan pada hal-hal yang khusus dan
tidak

mampu

berpikir

lebih

berat

lagi,

dan

membutuhkan pengaturan atau suruhan untuk
memfokuskan pada hal-hal lain, tidak dapat lebih
memperhatikan

meskipun

diberi

instruksi,

pembelajaran sangat terganggu, kebingungan, tidak
mampu berkonsentrasi, penurunan fungsi, kesulitan
untuk memahami situasi yang dihadapi saat ini,
kesulitan untuk memahami dalam berkomunikasi,
serta takikardi, sakit kepala, mual dan pusing,
insomnia, bingung.
4) Panik
Berhubungan dengan ketakutan. Pada tahap
ini hal-hal kecil terabaikan dan tidak lagi dapat diatus
atau disuruh. Terjadi menurunnya kemampuan
berhubungan

dengan

orang

lain,

peningkatan

aktivitas motorik, penyimpangan persepsi, tidak
mampu mengintegrasikan pengalaman, tidak fokus
pada saat ini, tidak mampu melihat dan memahami

20
situasi, kehilangan cara untuk mengungkapkan apa
yang ada dipikirannya. Tanda dan gejala yang
muncul pada tingkat ini adalah susah bernafas,
dilatasi

pupil,

pucat,

pembicaraan

inkoheren,

berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
Kecemasan diukur dengan skala HARS (Humilton
Anxiety Rating Scale). Di dalam Humilton Anxiety Rating
Scale terdapat 14 pertanyaan yang didasarkan pada
gejala-gejala yang muncul pada kecemasan (Jaya, 2015)
2.2. Pre Operasi
2.2.1. Definisi
Pra bedah atau pre operasi merupakan masa
sebelum dilakukannya tindakan pemebahan, dimulai
sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai
pasien di meja bedah (Hidayat, 2008)
2.2.2. Jenis-Jenis Pembedahan
1) Berdasarkan lokasi
Berdarakan lokasinya, pembedahan dapat
dibagi menjadi bedah toraks, bedah ortopedi,
kardiovaskuler, bedah kepala leher, bedah urologi,
bedah digestif, dan lain-lain.

21
2) Berdasarkan tujuan
a. Pembedahan diagnosis, dilakukan jika akan
menentukan sebab terjadinya gejala penyakit
seperti eksplorasi, biopsi dan laparatomi.
b. Pembedahan kuratif, dilakukan untuk mengambil
bagian

dari

sampel

penyakit,

misalnya

pembedahan apendektomi.
c. Pembedahan

restoratif,

memperbaiki

deformitas

dilakukan
atau

untuk

menyambung

daerah yang terpisah.
d. Pembedahan
mengurangi

paliatif,

dilakukan

untuk

gejala

penyakit

tanpa

menyembuhkan penyakit.
2.2.3. Jenis-Jenis Anestesi
Menurut Hidayat (2008), anestesi dapat dibagi menjadi
anestesi umum, anestesi regional, anestesi lokal,
hipoanestesia dan akupuntur.
1) Anestesi umum
Anestesi umum dilakukan untuk memblok
pusat

kesadaran

otak

dengan

menghilangkan

kesadaran, menimbulkan relaksasi, dan hilangnya
rasa. Pada umumnya, metode pemberian adalah
dengan inhalasi dan intravena.

22
2) Anestesi regional
Anestesi regional merupakan anestesi yang
dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan
sadar untuk meniadakan respon pada ujung serabut
saraf sensoris di bagian tubuh tertentu, sehingga
dapat menyebabkan adanya hilang rasa pada daerah
tubuh tertentu.
3) Anestesi lokal
Anestesi lokal merupakan anestesi yang
dilakukan pada daerah yang akan dilakukan anestesi
untuk membatasi transmisi impuls saraf dan pasien
dalam keadaan sadar. Metode yang digunakan
adalah infiltrasi atau topikal.
4) Hipoanestesia
Hipoanestesia

merupakan

anestesi

yang

dilakukan untuk membuat status kesadaran menjadi
pasif secara artifisial sehingga terjadi peningkatan
kepatuhan pada perintah serta untuk mengurangi
kesadaran sehingga perhatian menjadi terbatas.
Metode yang digunakan adalah hipnotis.
5) Akupuntur
Akupuntur

merupakan

anestesi

yang

dilakukan untuk merangsang keluarnya endorfin

23
tanpa menghilangkan kesadaran dengan memblok
rangsangan nyeri dengan. Metode yang banyak
digunakan

adalah

penggunaan

elektrode

pada

dalam

tahap

permukaan kulit atau dengan jarum.
2.2.4. Perawatan Preoperasi
Hal-hal

yang

perlu

dikaji

pembedahan yaitu pengetahuan tentang persiapan
pembedahan, pengalaman masa lalu, dan kesiapan
psikologis. Hal-hal penting lainnya seperti pengobatan
yang mempengaruhi kerja obat anestesia seperti
antibiotika

yang

dapat

mengistirahatkan

otot,

meningkatkan perdarahan dengan antikoagulan, anti
hipertensi

yang

memengaruhi

anestesi

dan

meningkatkan hipotensi, diuretika yang berpengaruh
pada ketidak seimbangan potassium. Selain itu, juga
perlu diketahui adanya riwayat alergi obat, status nutrisi
dan ada atau tidaknya alat protesis seperti gigi palsu
(Hidayat, 2008).
Pemeriksaan lain yang dianjurkan sebelum
pelaksanaan operasi adalah radiografi toraks, kapasitas
vital, fungsi paru-paru, AGD (Analisa gula darah), ECG
(Elektrocardiogram),

pemeriksaan

darah

(leukosit,

24
eritrosit,

hematokrit),

elektrolit,

pemeriksaan

urin,

pemeriksaan kadar gula darah (Hidayat, 2008).
2.2.5. Rencana Tindakan Operasi (Hidayat, 2008)
1) Pemberian pendidikan kesehatan prabedah
Penjelasan pendidikan kesehatan prabedah
yaitu berbagai informasi dalam tindakan pembedahan
seperti pemeriksaan sebelum pembedahan, alat-alat
khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah,
ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan setelah
bedah. Selain itu pemberian pendidikan kesehatan
prabedah juga menggunakan inform concern, yaitu
Persetujuan yang diberikan oleh pasien dan keluarga
terdekat,

setelah

mendapat

penjelasan

secara

lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien (Permenkes No.290
Tahun 2008). Penjelasan itu berupa tatacara tindakan
medis, tujuan tidakan atau alternatifnya, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, perkiraan biaya,
prognosis

terhadap

tindakan

yang

dilakukan,

pembiusan. Dalam inform concern juga dibubuhkan
tandatangan oleh dokter yang melakukan tindakan,
pasien, saksi (perawat dan anggota keluarga pasien)
dan ahli anestesi.

25
2) Persiapan diet
Biasanya

pasien

sebelum

dilakukan

pembedahan tidak diberbolehkan makan 8 jam
sebelum

bedah

dan

konsumsi

cairan

tidak

diperbolehkan 4 jam sebelum. Makanan dan cairan
dalam lambung dapat menyebabkan terjadinya
aspirasi.
3) Persiapan kulit
Persiapan

ini

dilakukan

dengan

cara

membersihkan daerah yang akan dibedah dari
mikroorganisme dan bulu (rambut) halus di kulit.
4) Latihan bernafas dan latihan batuk
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan paru-paru mengembang.
5) Latihan kaki
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah
dampak tromboflebitis.
6) Latihan mobilitas
Latihan mobilitas dilakukan untuk mencegah
komplikasi

sirkulasi,

mencegah

dekubitus,

merangsang peristaltik, serta mengurangi adanya
nyeri.

26
7) Pencegahan cedera
Untuk mengatasi risiko terjadinya cedera, tindakan
yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan bedah
adalah:
a) Cek identitas pasien
b) Melepaskan perhiasan pada pasien yang dapat
mengganggu, misalnya gelang, cincin, dan lainlain.
c) membersihkan cat kuku untuk memudahkan
penilaian sirkulasi
d) Lepaskan kontak lensa
e) Lepaskan protesis
f) Alat bantu pendengaran dapat digunakan jika
pasien tidak dapat mendengar.
g) Menganjurkan

pasien

untuk

mengosongkan

kandung kemih.
h) Menggunakan kaos kaki antiemboli bila pasien
berisiko terjadi tromboflebitis.
2.3. Sectio Caesarea
2.3.1. Definisi
Sectio

caecarea

merupakan

pembedahan

obstetrik untuk melahirkan janin yang viabel melalui
abdomen (Farrer, 2001).

27
Sectio Caesarea atau bedah cesar adalah
proses kelahiran seorang bayi dengan merobek perut
dan rahim seorang wanita (Chopra, 2006)
Dapat disimpulkan bahwa sectio caesarea
merupakan suatu cara melahirkan janin

dengan

membuat sayatan pada dinding perut untuk membuka
dinding uterus.

2.3.2. Tipe-Tipe Sectio Caesarea
Menurut Farrer (2001), tipe-tipe sectio caesarea ada dua
macam yaitu:
1) Sectio caesarea segmen bawah (SCSB)
Sectio caesarea segmen bawah merupakan
pembedahan dengan membuat insisi melintang pada
segmen bawah uterus. Resiko perdarahan menjadi
lebih kecil karena segmen bawah uterus tidak begitu
banyak mengandung pembuluh darah dibandingkan
segmen atas.
2) Sectio caesarea klasik
Sectio

caesarea

klasik

merupakan

pembedahan dengan membuat insisi klasil hanya
kadang-kadang dilakukan. Cara ini dilakukan jika
segmen bawah tidak terjangkau karena adanya

28
pelekatan atau rintangan plasenta, jika terdapat vena
varikosa pada segmen bawah, dan terkadang juga
dilakukan bagi janin yang letaknya melintang serta
untuk melakukan histeroktomi caesarea.
Jenis-jenis operasi sectio caesarea yaitu:
1) Sectio caesarea abdomen
Sectio caesarea transperitonealis
2) Sectio caesarea vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea
dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (transversal)
c) Sayatan huruf T
3) Sectio caesarea klasik
Pembedahan

Sectio

caesarea

klasik

dilakukan

dengan membuat sayatan sekitar 10cm memanjang
pada korpus uteri. Saat ini teknik Sectio caesarea
klasik jarang dilakukan karena memiliki banyak
kekurangan namun pada kasus seperti operasi
berulang dengan perlengketan organ, cara ini dapat
dipertimbangkan.
4) Sectio caesarea ismika (profunda)

29
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang
konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical
trasfersal) kira-kira sepanjang 10cm.
2.3.3. Indikasi
Sectio

Caesarea

elektif

dilakukan

kalau

sebelumnya sudah diperkirakan bahwa pelahiran per
vaginam yang normal tidak cocok atau tidak aman.
Kelahiran dengan Sectio Caesarea dilakukan untuk:
1)

Plasenta previa

2)

Letak janin yang tidak stabil dan tidak bisa dikoreksi

3)

Riwayat obstetrik yang jelek

4)

Disproporsi sefalopelvik

5)

Infeksi herpesvirus tipe II (genital)

6)

Riwayat Sectio Caesarea klasik

7)

Diabetes (kadang-kadang)

8)

Presentasi bokong (kadang-kadang)

9)

Penyakit atau kelainan yang berat pada janin, seperti
eritoblastosis atau retardasi pertumbuhan yang
nyata

Sectio Caesarea emergensi dilakukan untuk:
1)

Induksi persalinan yang gagal

2)

Kegagalan dalam kemajuan persalinan

30
3)

Penyakit fetal atau maternal

4)

Diabetes atau pre-eklamasi yang berat

5)

Persalinan macet

6)

Prolapsus funikuli

7)

Perdarahan hebat dalam persalinan

8)

Tipe tertentu malpresentasi janin dalam persalinan

(Farrer, 2001)
2.3.4. Anestesi
Dalam sectio caesarea dapat menggunakan teknik
anestesi lokal, ketamin, anestesia spinal, atau anestesia
umum. Tetapi pilihan utama adalah anestesi spinal. Pada
anestesia spinal, berikan 500 – 1000 ml cairan infus
(Ringer Laktat atau NaCl) 30 menit sebelum anestesia
untuk melakukan pre-load dan mencegah hipotensi
(Oxorn dan Forte, 2010)
2.3.5. Syarat dan Persiapan Sectio Caesarea
1)

Mengkaji ulang indikasi

2)

Melakukan konseling risiko dan keuntungan sectio
caesarea dibandingkan persalinan pervagina.

3)

Sectio

caesarea

elektif

dilakukan

kehamilan diatas 38 minggu.

pada

usia

31
4)

Memberikan informed concent kepada ibu dan satu
orang perwakilan keluarganya dan melengkapi surat
persetujuan tindakan medis.

5)

Tanyakan

dan

catat

riwayat

medis

dan

pembedahan, riwayat alesrgi obat dan makanan dan
riwayat pembiusan pada operasi sebelumnya.
6)

Uterus dalam keadaan utuh karena pada sectio
caesarea uterus akan diinsisi. Jika terjadi ruptura
uteri,

maka

laparotomi,
caesarea,

operasi

yang

dilakukan

adalah

dan tidak disebut sebagai sectio
meskipun

pengeluaran

janin

juga

dilakukan per abdominam
7)

Berat janin diatas 500 gram.

(Oxorn dan Forte, 2010)
2.3.6. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Pasien
Pre Sectio Caesarea
Menurut Potter dan Perry (2008), pasien yang akan
melakukan sectio caesarea selalu berpendapat bahwa
mereka:
1) Takut nyeri setelah pembedahan.
2) Takut menghadapi ruangan operasi.
3) Takut keganasan penyakit
4) Takut operasi gagal.

32
2.3.7. Pemeriksaan Fisik Sectio Caesarea
Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan jantung dan
paru-paru, refleks, serta tanda-tanda vital seperti tekanan
darah, denyut nadi, suhu dan pernafasan. Pemeriksaan
fisik menurut Hidayat (2008) yaitu:
1) Inspeksi
Pemeriksaan dilakukan pada perut untuk menilai
apakah perut membesar ke depan atau kesamping,
keadaan pusat, pigmentasi linea alba, ada tidaknya
striae gravidarum, dan juga ada tidaknya bekas
operasi atau luka.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk menentukan besarnya rahim
dengan

menentukan

usia

kehamilan

serta

menentukan letak anak dalam rahim. Pemeriksaan
secara palpasi dilakukan dengan menggunakan
metode leopold.
3) Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan stetoskop monoaural
untuk mendengarkan bunyi jantung anak, bising tali
pusat, gerakan anak, bising rahim, bunyi aorta, serta
bising utut. Bunyi jantung janin normal yaitu 120-140
kali per menit.

33
2.3.8. Pemeriksaan Laboratorium (Rondhianto, 2008)
1) Pemantauan EKG
2) Pemantauan elektrolit
3) Pemeriksaan

darah

(Hemoglobin/Hemotokrit,

Leukosit, Waktu pembekuan darah)
4) Glongan dan pencocokan silang darah
5) Urinalis
2.3.9. Komplikasi Pre Operasi Sectio Caesarea (Rondhianto,
2008)
1)

Hemorargi; fundus uteri lunak, relaks

2)

Syok

3)

Anemia

4)

KID (Kidney Infection Disease)

5)

Infeksi (yang ditandai dengan peningkatan suhu,
takikardi, bau lokhia busuk)

6)

Sisi insisi (kemerahan, nyeri, bengkak, drainase)

7)

Sistitis

8)

Pembesaran payudara

9)

Pneumonia

10) Paralitik ileus
11) Tromboplebitis
12) Emboli pulmoner

34
13) Perubahan perilaku (rasa bersalah, depresi, menarik
diri, kurang kontak dengan atau perawatan bayi baru
lahir)
14) Reaksi anestesia (hipertermia malignan)
15) Cedera janin selama pembedahan
16) Kehilangan darah janin selama pembedahan
Deresi/resusitasi neonatal pada saat melahirkan.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga T1 462012008 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga T1 462012008 BAB IV

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga T1 462012008 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga

1 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga

0 3 44

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB V

0 0 3

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB IV

1 1 15

T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB III

0 0 10

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB II

0 0 12

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB I

0 0 9