Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning oleh Perawat pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga T1 462008053 BAB IV

41

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Setting Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum RSUD Kota Salatiga
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga (RSUD)
terletak di wilayah Kelurahan Mangunsari Kecamatan
Sidomukti

Kota

Salatiga

Provinsi

Jawa

Tengah.

Berdasarkan Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Salatiga, wilayah RSUD Kota Salatiga berdiri diatas tanah
milik Pemerintah Kota Salatiga seluas ± 33.600
dengan fasilitas bangunan induk ± 9.500

. RSUD Kota

Salatiga berbatasan sebelah utara dengan Sungai
Andong, sebelah timur dengan Stadion Kridanggo,
sebelah selatan dengan Jalan Stadion, dan sebelah barat
dengan Jalan Osamaliki.
Pada awal berdirinya, bangunan Rumah Sakit masih
bersatu dengan Rumah Sakit DKT Salatiga dan RSU
masih berstatus kelas D berdasarkan SK Menkes RI
Nomor: 134/MENKES/SK/IV/1978. Tahun 1981 Gedung
RSU Salatiga mulai dibangun di JL.Osamaliki No.19
Salatiga. Gedung baru ini mulai ditempati pada tanggal 1
mei 1983. Saat ini RSUD telah memiliki kapasitas 211
tempat

tidur


yang

tersebar

di

beberapa
41

42
ruang/bangsal. RSUD terdiri dari 10 ruang perawatan,
yakni Ruang Paviliun lantai II, Ruang Paviliun lantai III,
Ruang Paviliun lantai IV, Ruang ICU, Bangsal Anggrek,
Bangsal Melati, Bangsal Dahlia, Bangsal Cempaka,
Bangsal

Mawar,

dan


Perinatologi.

Jumlah

tenaga

kesehatan di RSUD ialah 33 dokter, 198 perawat, 14 ahli
gizi, 17 tenaga farmasi, serta 80 paramedis non
keperawatan. Tenaga keperawatan melayani pasien
rawat inap dalam 3 shift jaga, yaitu jaga pagi (07.00 s/d
14.00), jaga sore (14.00 s/d 20.00) dan jaga malam
(20.00 s/d 07.00).
Berdasarkan

Kepmenkes

No:HK.03.05/III/2960/II

tanggal 3 Desember 2011 RSUD Kota Salatiga berstatus

kelas

B

Pendidikan

dan

terus

melakukan

upaya

perubahan agar dapat melayani masyarakat lebih baik.
FIK UKSW dan RSUD Kota Salatiga telah banyak
melakukan kerjasama. Beberapa tenaga kesehatan
RSUD Kota Salatiga merupakan tenaga pengajar di FIK
UKSW. RSUD Kota Salatiga juga merupakan salah satu
lahan praktik klinik dan penelitian bagi mahasiswa serta

lokasi pengabdian masyarakat oleh tenaga pengajar
UKSW.

43
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1. Karakteristik Partisian
Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah perawat
ruang rawat inap Mawar, Melati, Cempaka, dan Paviliun. Jumlah
partisipan dalam penelitian ini adalah 8 perawat dengan 2
perawat dari masing-masing ruangan dan diambil dengan tujuan
purposive sampling. Adapun karakteristik partisipan adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan
Usia
Jenis
Nomor
Inisial
(Tahun)
Kelamin
Partisipan

P1
B
33
L

S1

Lama
Bekerja
10 tahun

P2

WL

S1

10 tahun

P3


N

32

P

S1

10 tahun

P4

WJ

30

P

S1


10 tahun

P5

R

27

L

S1

7 tahun

P6

I

28


P

S1

7 tahun

P7

A

27

L

S1

7 tahun

P8


S

35

L

S1

13 tahun

32

P

Pendidikan

Keterangan Tabel:
P1 - P8


: Partisipan 1 (satu) sampai dengan 8 (delapan)

P

: Perempuan/Wanita

L

: Laki-laki

S1

: Strata 1 (Satu)
Kepala ruang memandu peneliti dalam mencari partisipan

yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Semua
partisipan bersedia menjadi subyek penelitian dan memenuhi

44
kriteria yang telah ditentukan yaitu pendidikan minimal SI
keperawatan, bekerja minimal 2 tahun, dan bertugas di ruang
rawat inap.

4.2.1

Discharge Planning Oleh Perawat di RSUD Kota Salatiga
4.2.1.1 Pemberi Discharge Planning
a. Pemahaman Perawat Tentang Discharge
planning
Dari

wawancara

didapatkan

hasil

yang

bahwa

telah

dilakukan

pemahaman

prinsip

discharge planning oleh perawat di RSUD Kota
Salatiga

ialah

memberikan

informasi

tentang

kebutuhan kesehatan berkelanjutan setelah pulang
dari rumah sakit. Partisipan 1 mengungkapkan
bahwa

discharge

planning

bertujuan

untuk

mempersiapkan pasien pulang. Hal ini sesuai
dengan penyataan partisipan 1 sebagai berikut:
“Discharge planning itu perencanaan bagi perawat
seandainya pasien pulang di rumah. Kalau DM
sendiri inikan berarti waktu kapan harus kontrol rajin
sama dietnya. Kalau masalah diet kan kita sudah ada
ahli gizi. Jadi ahli gizi sudah memberikan gambaran
DM ini tipe 1 atau 2 trus kebutuhan kalorinya berapa
itu sudah dihitung. Biasanya obat-obat yang
diberikan, kapan waktunya harus kontrol itu kita kasih
tahu juga.”
P1(74-81)

45
Discharge planning juga merupakan sarana
edukasi bagi perawat, sehingga pasien tahu
tindakan-tindakan yang masih harus dilanjutkan di
rumah

oleh

pasien.

Hal

ini

sesuai

dengan

pernyataan yang diungkapkan partisipan 2 seperti
di bawah ini:
“Discharge planning itu perencanaan pulang jadi kita
kasih tahu hal-hal apa saja yang dipersiapkan saat
pasien itu pulang. Tindakan-tindakan yang masih
harus dilanjutkan di rumah.”
P2 (84-87)

Hal serupa juga diungkapkan partisipan 3,
sebagai berikut:
“Discharge planningkan berisi anjuran-anjuran
tentang apa saja yang harus pasien lakukan di
rumah. Jika pasien itu sadar, bisa diajak komunikasi
kita langsung ngomong ke pasiennya. Kita kasih tahu
penggunaan obat yang masih harus diminum
dirumah, dosisnya seberapa, aturan minumnya.
Kalau dapat insulin kita kasih tahu dosisnya, atauran
pakainya, cara menyuntikkannya.”
P3(88-94)

Partisipan 4 memahami discharge planning
sebagai sarana mempersiapkan pasien untuk
pulang dengan edukasi meliputi perawatan yang
masih harus dilakukan di rumah seperti penjelasan
mengenai

konsumsi

obat

yang

masih

harus

diminum di rumah. Berikut ungkapan dari partisipan
4:
“Discharge planning itu kan perencanaan pulang ya.
Jadi bagaimana kita mempersiapkan pasien tersebut

46
untuk pulang, misalnya perawatan yang masih harus
dilakukan di rumah, obat-obat yang masih harus
diminum, itu kita kasih tahu.”
P4(70-74)

Dengan dilakukannya discharge planning
kepada pasien diharapkan pasien tetap melakukan
perawatan di rumah sebagai pencegahan pasien
mengalami

kekambuhan

maupun

pencegahan

terjadinya komplikasi. Seperti yang diungkapkan
partisipan 6 dan 7 sebagai berikut:
“Discharge planning itu perencaan pasien pulang,
apa yang mau kita rencanakan ketika pasien itu
pulang jadi perawatan di rumah itu tetap berlanjut,
kalau sudah sembuh semoga ada pencegahan jadi
jangan sampai penyakit itu kambuh lagi. Apa yang
boleh dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan,
konsumsi obatnya seperti apa, kapan kontrolnya,
baiknya kontrol dalam keadaan seperti apa.”
P6(62-68)
“Discharge planning kan untuk perawatan pasien di
rumah, biasanya kan untuk pasien kelas 3,
pendidikannya kan kurang jadi kita kasih penyuluhan.
Tapi secara umum saja, tidak secara detail. Jadi kita
kasih anjuran-anjuran seperti misalnya makanan
yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi, jadi
tergantung dari diagnosa pasiennya. Tapi kita hanya
kasih penyuluhan secara umum saja, misalnya untuk
pengertian diabetes dan lain-lainnya itu tidak kita
kasih.”
P7(89-96)

Hal serupa juga diungkapkan oleh partisipan 8
seperti dibawah ini:
“Discharge planning itu perencanaan pulang itu kan.
Ya ketika pasien diperbolehkan pulang itu ada
beberapa hal yang harus kita persiapkan, misalnya
kita kasih penyuluhan ke pasien dan keluarga
mengenai perawatan lanjutan di rumah. Kan ketika
pasien pulang mungkin masih ada obat-obat yang

47
harus di minum, waktu kontrol, kalau pasien datang
dengan luka kan otomatis di rumah perawatan
lukanya itu bagaimana, seperti itu.”
P8(63-70)

4.2.1.2 Proses Discharge planning
a. Pengkajian
1)

Pengkajian Awal Masuk Rumah Sakit
Dalam

penelitian

didapatkan

pelaksanaan

discharge planning dimulai sejak hari pertama pasien
tersebut dirawat di rumah sakit sampai akhirnya pasien
diperbolehkan

pulang.

Proses

discharge

planning

dimulai dengan melakukan pengkajian terhadap pasien.
Pengkajian pertama dilakukan ketika pasien datang ke
rumah sakit, sebagaimana diungkapkan oleh partisipan
1 sebagai berikut:
“Ya tentu saja. Misalnya ada pasien masuk dari IGD kan
kita langsung melakukan pengkajian, jadi kita anamnesa.
Sebelum pasien pulang pun kan ada catatan resume
pasien pulang, jadi isinya termasuk juga kondisi saat
pasien pasien dipulangkan.”
P1(16-20)

Dari hasil wawancara yang dilakukan diketahui
bahwa pengkajian yang dilakukan disesuaikan dengan
format yang telah ada. Partisipan 2 mengungkapkan
bahwa:
“Ya pasti. Pasien masuk kan biasanya sudah dari UGD,
ketika sampai di ruangan ya kita anamnesa kondisinya.
Ketika akan pulang pun kita ada resume pasien pulang

48
yang harus diisi perawat mengenai kondisi pasien ketika
pulang.”
P2(16-20)

Pengkajian yang dilakukan oleh perawat meliputi
keadaan umum ketika pasien datang ke rumah sakit
dan activity daily living seperti aktivitas atau kebiasaan
yang biasa dilakukan pasien. Hal ini sesuai dengan
pernyataan partisipan 3 sebagai berikut:
“Pasien ke bangsal kan biasanya sudah pemulihan dari
IGD. Misalnya perawat dari IGD telfon ke sini, mau ada
pasien baru dengan kondisi seperti ini (dijelaskan).
Setelah sampai di bangsal kita anamnesa sekalian,
kondisi pasiennya seperti apa, anamnesa medikasi
seperti obat apa yang biasa dipakai, dietnya di rumah
seperti
apa,
kebiasaan-kebiasaan
di
rumah
hubungannya dengan penyakit yang dia derita seperti
apa. Ketika pasien pulang juga kita anamnesa, kan kita
ada form untuk catatan pasien pulang. Form ini akan
dibuat rangkap dua, maksudnya begini satu diburam dan
yang asli untuk pasien. Yang buram kan untuk arsip kita
untuk tahu pasien ini sudah diberikan Discharge planning
atau belum, jadi pasien ini sudah dikasih arahan
sebelum dia pulang itu cara minum obat, dietnya,
mobilisasinya trus cara dia nanti merawat lukanya,
kasarnya ya misalnya luka ini boleh kena air atau tidak.
Jadi aktivitas dia di rumah nanti, kapan dia harus kontrol,
jadi manajemennya di rumah itu sudah dikasih atau
belum, buktinya dari form ini.”
P3(16-34)

Hal serupa juga diungkapkan partisipan 4 seperti
di bawah ini:
“Ya pasti, ketika pasien datang ke ruang kan kita
langsung anamnesa seperti keadaan umum, TTV,
keluhannya itu semua ada di les pasien. Ketika pasien
pulang pun kita ada catatan pasien pulang. Kurang lebih
ya isinya keadaan pasien waktu pulang, anjuran
perawat, obat yang masih harus diminum di rumah, perlu
perawatan di rumah atau tidak begitu.”
P4(16-22)

49
Pengkajian yang dilakukan perawat digunakan
salah satunya sebagai media bagi perawat dalam
merumuskan kebutuhan pasien untuk mendapatkan
edukasi. Edukasi yang akan diberikan kepada pasien
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien.
Partisipan 5 mengungkapkan bahwa:
“Ya ketika pasien datang yang pasti kita lakukan
anamnesa atau pengkajian dulu. Setelah dikaji kita
tentukan masalahnya.
Kita lakukan perencanaan
kemudian kita implementasikan. Setiap setelah kita
lakukan tindakan selalu kita evaluasi. Dan ketika pasien
boleh pulang kita lakukan pengkajian lagi, ada formnya
itu dalam les pasien.”
P5(16-22)

Hal yang sama diungkapkan oleh partisipan 6, 7,
dan 8 sebagai berikut:
“Ketika pasien datang dari IGD ke ruangan, kita
anamnesa dulu. Kalau pasien sadar ya kita Tanya ke
pasien, kalau pasien tidak sadar ya keluarga ditanya ada
riwayat penyakit apa seperti itu. Pada saat pengkajian
kan kita assesment dulu, tingkat pengetahuan pasiennya
juga kan kita jadi tahu, jadi harus direncanakan dulu.
Selain itu kalaupun pasien nanti mendapatkan edukasi
misalnya kita bisa sesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Setiap pasien akan pulang kan kita ada form catatan
pasien pulang, itu sudah ada semua apa yang harus kita
kaji, dan apa yang harus disampaikan ke pasiennya.”
P6(16-26)
“Pasien kan datang kita observasi dulu. Dari IGD kan
kasusnya masih secara umum, ketika sampai di ruangan
kita anamnesa ya meliputi keadaan umum, keluhan
pasiennya, TTV, begitu. Ketika pasien akan pulang kita
ada form tersendiri untuk pasien pulang. Jadi pengkajian
meliputi keadaan pasien waktu pulang, anjuran dari
perawat, obat yang digunakan di rumah, hasil
pemeriksaan laboratorium yang dibawa pulang, surat
keterangan yang diberikan, trus perlu perawatan lanjutan
di rumah atau tidak, kalau ada ya untuk apa, begitu.”
P7(20-29)

50
“Ya ketika pasien datang kan pasti kita lakukan
pengkajian, mulai dari pengkajian fisik sampai kebiasankebiasaannya di rumah seperti apa. Jadi dari situ kan
kita tahu pasien ini masalahnya apa, kebutuhannya apa.
Jadi ketika kita melakukan tindakan kan sesuai dengan
kebutuhan pasiennya. Ketika pasien pulang juga kita kaji
karena dalam les pasien kan ada catatan pasien pulang,
jadi resume pasien pulang disitu ada formatnya.”
P8(16-23)

2) Pengkajian Sebelum Pemulangan
Sebelum

pemulangan,

pengkajian

dilakukan

sesuai dengan format yang telah ada yaitu melalui form
catatan pasien pulang. Hal ini diungkapkan partisipan 1
dan 2 seperti dibawah ini:
“..Sebelum pasien pulang pun kan ada catatan resume
pasien pulang, jadi isinya termasuk juga kondisi saat
pasien pasien dipulangkan.”
P1(18-20)
“..Ketika akan pulang pun kita ada resume pasien pulang
yang harus diisi perawat mengenai kondisi pasien ketika
pulang.”
P2(18-20)

Catatan pasien pulang meliputi kondisi pasien
saat

pemulangan

dan

poin-poin

yang

harus

disampaikan kepada pasien sebelum pemulangan.
Sebagaimana penyataan partisipan 3, 4, 5, dan 6
sebagai berikut:
“..Ketika pasien pulang juga kita anamnesa, kan kita ada
form untuk catatan pasien pulang. Form ini akan dibuat
rangkap dua, maksudnya begini satu diburam dan yang
asli untuk pasien. Yang buram kan untuk arsip kita untuk
tahu pasien ini sudah diberikan Discharge planningatau
belum, jadi pasien ini sudah dikasih arahan sebelum dia
pulang itu cara minum obat, dietnya, mobilisasinya trus
cara dia nanti merawat lukanya, kasarnya ya misalnya
luka ini boleh kena air atau tidak. Jadi aktivitas dia di

51
rumah nanti, kapan dia harus kontrol, jadi
manajemennya di rumah itu sudah dikasih atau belum,
buktinya dari form ini.”
P3(23-34)
“..Ketika pasien pulang pun kita ada catatan pasien
pulang. Kurang lebih ya isinya keadaan pasien waktu
pulang, anjuran perawat, obat yang masih harus
diminum di rumah, perlu perawatan di rumah atau tidak
begitu.”
P4(18-22)
“.. Dan ketika pasien boleh pulang kita lakukan
pengkajian lagi, ada formnya itu dalam les pasien.”
P5(20-22)
“.. Setiap pasien akan pulang kan kita ada form catatan
pasien pulang, itu sudah ada semua apa yang harus kita
kaji, dan apa yang harus disampaikan ke pasiennya.”
P6(23-26)

Form catatan pasien pulang berisi keadaan pasien
waktu

pulang,

anjuran

dari

perawat,

obat

yang

digunakan di rumah, hasil pemeriksaan laboratorium
yang dibawa pulang, surat keterangan yang diberikan,
perlu perawatan lanjutan di rumah. Hal ini diungkapkan
oleh partisipan 7 dan 8 seperti di bawah ini:
“.. Ketika pasien akan pulang kita ada form tersendiri
untuk pasien pulang. Jadi pengkajian meliputi keadaan
pasien waktu pulang, anjuran dari perawat, obat yang
digunakan di rumah, hasil pemeriksaan laboratorium
yang dibawa pulang, surat keterangan yang diberikan,
trus perlu perawatn lanjutan di rumah atau tidak, kalau
ada ya untuk apa, begitu.”
P7(23-29)
“.. Ketika pasien pulang juga kita kaji karena dalam les
pasien kan ada catatan pasien pulang, jadi resume
pasien pulang disitu ada formatnya.”
P8(21-23)

b. Diagnosa

Terapi yang diberikan disesuaikan dengan hasil
pengkajian dan kebutuhan dari masing-masing pasien,
seperti diungkapkan partisipan1, 2, 3, 4, 5 dibawah ini:

52
“Ya semua tindakan yang dilakukan kan tentunya
berdasarkan diagnosa dari pasiennya, tergantung
kebutuhan pasiennya juga.”
P1(31-33)
“Ya setiap tindakan tentunya tergantung dari diagnosa
pasiennya.”
P2(29-30)
“Ya tentunya setiap tindakan yang diberikan itu sesuai
dengan diagnosa dan kebutuhan dari pasiennya.”
P3(37-38)
“Ya pasti setiap tindakan yang dilakukan kan tergantung
dari kebutuhan pasiennya. Setiap melakukan tindakan
juga kita evaluasi jadi bagaimana respon pasien terhadap
tindakan yang kita berikan.”
P4(25-28)
“Iya, setiap tindakan tergantung dari diagnosa pasiennya.
Tergantung dari kebutuhan pasiennya.”
P5(25-26)

Beberapa pasien datang dengan penyakit penyerta
lain, sehingga dalam merumuskan diagnosa dan terapi
yang diberikan, disesuaikan dengan kondisi penyakit
pasien. Sebagaimana yang diungkapkan partisipan 6
sebagai berikut:
“DM kan datang dengan DM tok kadang juga ada yang
dengan penyakit penyerta lain. Kalau pasien datang
biasanya hipoglikemi, jadi ke UGD tidak sadar. Ada yang
DM datang dengan luka ulkus. Jadi tindakannya tentunya
sesuai
dengan
diagnosanya,
sesuai
dengan
kebutuhannya.”
P6(29-34)

Penyusunan rencana tindakan disesuaikan dengan
kondisi

pasien

sesuai

data

pengkajian.

Dari

hasil

pengkajian tersebut disusun rencana tindakan yang
disesuaikan

dengan

masalah

yang

dialami

pasien.

Partisipan 7 dan 8 mengungkapkan seperti dibawah ini:

53
“Pasien masuk trus kita kaji, setelah kita kaji kan kita bisa
tentukan masalahnya, trus kita susun rencana tindakan.
Rencana tindakannya itu seperti apa kan tergantung dari
diagnosanya. Setelah itu kita lakukan implementasi untuk
tindakannya. Lalu kita evaluasi, dari tindakan kita itu
berhasil atau tidak, jadi masalah dari pasien itu sudah
teratasi atau belum. Apakah perlu kita lanjutkan,
tambahkan, atau kita ubah dari rencananya itu tadi. Jadi
setelah kita lakukan tindakan itu kita evaluasi untuk
melihat perkembangan dari pasiennya.”
P7(32-41)
“Ketika kita melakukan tindakan kan sesuai dengan
kebutuhan pasiennya. Ya kita lihat diagnosa pasiennya
apa, trus tindakan yang harus diberikan hubungannya
dengan diagnosa tersebut dan sesuai dengan kondisi dan
keluhan pasiennya itu apa.”
P8(26-30)

c. Perencanaan
Setelah pasien diabetes mellitus dirawat di rumah
sakit dan dokter merekomendasikan untuk pulang, maka
perawat mempersiapkan edukasi ke pasien dan keluarga.
Sebagaimana yang dinyatakan partisipan 1, 2, dan 3
sebagai berikut:
“Ketika pasien kondisi fisiknya sudah bagus, tidak lemes,
gula darah terkontrol itu sudah kita persiapkan untuk
pulang. Kalo pulang tentunya atas rekomendasi dokter,
tapi kita diskusi juga dengan dokter menganai kondisi
pasiennya. Kalo misalnya ada luka, ketika sudah tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi, lukanya sudah mulai terjadi
penyembuhan yang baik itu baru diperbolehkan pulang.
Jadi setiap hari kan kita pantau perkembangan kondisi
pasiennya.”
P1(36-44)
“Tergantung dari kondisinya. Jadi setiap kita evaluasi kita
lihat ketika gula darahnya sudah normal, kondisinya sudah
bagus ya sudah boleh pulang. Tergantung dari alasan
pasien tersebut dirawat juga, kalau misalnya kondisi
penyakit yang menyebabkan dia dirawat itu sudah baik,
atau penyakit penyertanya sudah teratasi ya boleh
pulang.”
P2(33-39)

54
“Misalnya kalau DM tanpa tergantung insulin biasanya
diajarkan bagaimana cara minum obatnya. Pasien tanpa
tergantung insulin jika 3x pemeriksaan gula darah atau
dalam 3 hari kondisi gula darah sudah stabil itu sudah
boleh pulang itu kita persiapkan. Tapi kalau dengan
ketergantungan insulin, jika pasien atau keluarga sudah
bisa injeksi insulin sendiri itu sudah boleh pulang,jadi tidak
tergantung dengan perawat atau petugas medis.”
P3 (41-48)

Edukasi yang diberikan kepada pasien disesuaikan
dengan kebutuhan klien meliputi perawatan-perawatan
lanjutan yang masih harus dilakukan di rumah oleh pasien.
Hal tersebut diungkapkan oleh partisipan 4, 5, 6, dan 7
seperti di bawah ini:
“Biasanya kita tiap hari keliling sambil melakukan terapi
itu kita anamnesa lagi, kondisinya seperti apa, obatobatan sudah diminum atau tidak, makannya seperti
apa. Jadi nanti ketika pulang kita edukasi ke pasien
mengenai tindakan atau perawatan yang masih harus
dilakukan di rumah, seperti obatnya, cara penyuntikan
dan dosisnya jika pasien DM tergantung insulin, jadwal
kontrolnya. Dari bagian gizi ada konsultasi gizi, juga
ada lembaran yang bisa dibawa pulang, jadi pasien
tahu kebutuhan dietnya. Kalau dari pihak gizi mereka
sudah memberikan penyuluhan tentang makanan yang
boleh dan tidak boleh dikonsumsi. Kita kasih tahu
jadwal kontrol itu diwakili dengan surat kontrol, trus
kalo obat-obatan itu kita juga konfirmasi ke pasien,
obat yang dibawa pulang ini…itu kita tulis di lembar
kontrol obatnya jenisnya apa saja, dosisnya berapa,
kalaupun ada obat suntikan ya kita ajari dulu
bagaimana cara pemakaiannya, anjuran-anjuran kita
lakukan perlisan juga.”
P4(45-62)
“Kalau pasien dengan penurunan kesadaran atau
hipoglikemi relatif lebih singkat waktu dirawatnya. Jadi
setelah diberi tindakan biasanya 2-3 hari setelah
gulanya stabil itu sudah boleh pulang itu lalu kita
persiapkan. Pasien boleh pulang tergantung dari
masalah utamanya ketika dia masuk, ketika masalah
utamanya sudah teratasi dan kondisinya stabil, pasien
tersebut sudah boleh pulang.”
P5 (29-36)

55
“Pasien masih minum obat, mendapatkan insulin,
pasien dan keluarga diajari cara menyuntikkan.
Misalnya ada pasien DM dengan ulkus, setidaknya 2
hari sekali kan harus ada ganti balut. Jadi kita berikan
anjuran-anjuran hubungannya dengan kondisi penyakit
pasien..”
P6 (44-50)
“Kalau kondisinya sudah membaik, kan nanti setiap
visit kan perkembangannya bisa dimonitor, jadi dokter
bisa menentukan kapan pasien itu boleh pulang.
Tergantung perkembangan pasiennya juga. Yang
menentukan pasien boleh pulang memang dokter, tapi
perawat juga memberi masukan, misalnya “Dok, ini
hasil laboratnya sudah baik, kondisinya sudah baik,
bagaimana dok?” jadi istilahnya dokter sama perawat
itu partner kerja seperti itu. Kalau memang pasien
sudah boleh pulang ya kita bisa mempersiapkan.”
P7(52-61)

Pelaksanaan

edukasi

melibatkan

keluarga

pasien. Keluarga pasien dilibatkan saat perawat
memberikan

arahan

sehingga

keluarga

dapat

berpartisipasi mengontrol kondisi pasien. Seperti yang
diungkapkan partisipan 8 sebagai berikut:

d.

“Ya kita kasih penyuluhan ke pasien atau ke keluarga.
Misalnnya ketika pasien boleh pulang dan masih harus
minum obat ya kita kasih tahu aturan minumnya,
penggunaannya. Kalau pasien tersebut tergantung
insulin ya kita ajari cara menyuntikkan, dosisnya begitu.
Kalau pasiennya ada luka ya kita ajari nanti di rumah
cara merawat lukanya seperti apa. Ya pokoknya secara
umum aja, nggak detail sampai misalnya pengertian
DM gitu kita ga kasih tahu. Soalnya dari segi waktu
juga kan.”
P8(43-51)

Implementasi

1) Kolaborasi dengan Tim Kesehatan Lain
a) Dokter
Dalam melakukan tindakan kepada pasien
setiap tim kesehatan melakukan tugas dan

56
fungsinya masing-masing. Perawat berkolaborasi
dengan dokter dalam hal penatalaksanaan medis.
Seperti yang diungkapkan partisipan 1, 2, 3, dan 4
sebagai berikut:
“Setiap pagi kan dokter visit dan dokter akan
memberi advis….”
P1(105-106)
“Setiap pagi kan ada visit dokter, kita laporkan
kondisi pasien kemudian nanti pasien dapat
advis apa begitu dari dokter, kita yang
menjalankan.”
P2(114-116)
“Ketika dokter visit kita kasih tahu kondisi
pasiennya seperti apa. Kemudian nanti pasien
mendapatkan tindakan medis.”
P3(133-135)
“Ya itu tadi setiap pasien mendapatkan advis
dari dokter kan kita yang kasih. Kalau memang
belum dikasih tahu dokter ya kita yang kasih
tahu, obat yang diminum ini, dosisnya, cara
minumnya gitu. Kalau ada efek samping ya kita
kasih tahu, indikasinya juga apa begitu.”
P4(183-188)

Partisipan menjelaskan bahwa setiap pagi
dokter melakukan visit untuk melihat kondisi
pasien, selanjutnya dokter akan memberikan
advis

sesuai

dengan

kebutuhan

klien.

Sebagaimana pernyataan partisipan 5, 6, 7, dan 8
seperti di bawah ini:
“Setiap pagi nanti dokter visit untuk melihat
kondisi pasien setelah itu nanti dapat advis apa
begitu dari dokter.”
P5(152-153)
“Ya setiap pasien dapat advis dari dokter kan
kita yang jalankan itu sambil kita kasih tahu, ini
yang disuntikkan obat ini, fungsinya ini, begitu.”
P6(165-167)

57
“Ya setiap tindakan itu kita komunikasi ke
pasiennya. Misalnya kalau ada program insulin
dari dokter ya kita kasih insulin, biasanya 3 hari
sekali kita kasih insulin sebelum makan
biasanya. Tapi tergantung program dari
dokternya juga.”
P7(120-124)
“Setiap pagi kan dokter visit ke pasien. Sambil
melihat kondisi pasien nanti dokter ngasih advis
apa begitu. Yaa, kan ada dokter untuk masalah
medisnya,.”
P8(148.154)

b) Gizi
Kolaborasi dengan ahli gizi dilakukan dalam
hal diet pasien. Ahli gizi tidak hanya berperan
untuk menyediakan makanan bagi pasien, tetapi
ahli gizi juga memberikan penjelasan bagi pasien
mengenai terapi nutrisi yang harus dipatuhi
pasien. Hal ini diungkapkan oleh partisipan 1, 2,
dan 3 sebagai berikut:
“Tiap hari dari Gizi juga ke ruangan, ngontrol
makanannya apa, pantangannya apa itu sudah
ada daftarnya. Mereka juga punya leaflet sendiri
untuk melakukan penkes kepada pasien. Jadi
ahli gizi tidak hanya menyediakan makanan tapi
juga memberikan penjelasan kepada pasiennya
juga mengenai dietnya. Kan mereka juga lebih
tahu, lebih kompeten lah.”
P1(158-164)
“Setiap pagi juga ada ahli gizi ke ruangan untuk
kontrol. Kita diskusi juga dengan ahli gizi
mengenai kondisi pasien. Ahli gizi nanti yang
menetukan kebutuhan diet pasien.”
P2(176-179)
“Kalau masalah nutrisi sudah ada ahli gizi ya.
Tetapi misalnya dengan ahli gizi pun kita tetap
ikut kontrol, pasien ini dapat asupan kalori
berapa seperti itu. Dengan pasien pun kita ikut
kontrol asupan sehari-hari pasien. Kalau kita
mau optimal penghitungan antropometrinya

58
sekian, sekian, tentunya kita kewalahan. Jadi
kita kolaborasi dengan ahli gizi yang tentunya
lebih kompeten mengenai masalah diet
pasiennya. Jadi dengan antropometri sekian,
berapa kebutuhan asupan kalori pasien
tersebut.”
P3 (199-208)

Partisipan mengungkapkan bahwa setiap
pagi ahli gizi ke ruangan untuk mengontrol kondisi
pasien serta memberikan penyuluhan kesehatan
yang akan disesuaikan dengan kondisi serta
kebutuhan

masing-masing

pasien.

Hal

ini

diungkapkan partisipan 4, 5, 6, 7, dan 8 sebagai
berikut:
“Kalau masalah asupan nutrisi itu ada ahli gizi.
Misalnya pasien baru hari pertama kita sudah
konfirmasi ke pihak gizi, “ada pasien dengan
diagnosa DM mohon dikonsultasikan”. Nanti dari
pihak gizi ke sini, mereka ada flipchart yang bisa
dibawa pulang pasien, ada daftar diet makanan
yang sudah disesuaikan dengan kondisi pasien.”
P4 (169-174)
“Kalau masalah diet kita ada ahli gizi, Ahli gizi
kan tiap hari keliling ke ruang perawat dan ke
pasien juga. Untuk cek setiap pasien dengan
diagnosanya. Kan kita ada buku pemesanan
diet, jadi ada pengggambaran kondisi pasien.
Nanti kita laporkan ke ahli gizi kondisi pasiennya,
nanti ahli gizi yang menentukan kebutuhan diet
pasiennya. Jadi kita lebih ke perawatannya.”
P5 (138-144)
“Dietnya kan kita ada ahli gizi, jadi untuk
masalah gizi itu sudah ada edukasi ke pasien,
sudah dihitung sesuai dengan kebutuhan
pasiennya. Dari gizi kan ke ruangan setiap hari
untuk kontrol.”
P6 (148-151)
“Ahli gizi yang menentukan diet pasiennya, kita
hanya memberitahu kondisi pasiennya seperti
ini, diagnosnya ini, seperti itu.”
P7 (148-150)

59
“Kalau pasien DM kan diet itu juga merupakan
hal yang penting ya. Lha setiap pagi dari pihak
gizi juga kesini. Kalau misalnya ada pasien baru
datang pihak gizi ke sini lihat kondisi pasiennya
sambil nanti mereka menghitung dengan kondisi
pasien yang begini nanti kebutuhan kalorinya
seberapa begitu, mereka juga sekalian
penyuluhan ke pasiennya, jadi itu sudah bagian
dari ahli gizi.”
P8(134-141)

c) Petugas Laboratorium
Kolaborasi
laboratorium.

juga

melibatkan

petugas

Petugas

laboratorium

dilibatkan

dalam hal pemeriksaan darah. Seperti yang
diungkapkan oleh partisipan 3, 5, dan 8 sebagai
berikut:
“Ketika dokter visit kita kasih tahu kondisi
pasiennya seperti apa. Kemudian nanti pasien
mendapatkan
tindakan
medis.
Untuk
pemeriksaan gula darah itu dengan laboran, juga
untuk
analisnya.
Untuk
keseharian
perawatannya ya dengan perawat.”
P3(133-139)
“Kalau pagi kan juga pasti ada petugas untuk
pemeriksaan laboratorium. Pasien yang harus
cek gula darah ya kita ajarkan.”
P5(109-115)
“Yaa, kan ada dokter untuk masalah medisnya,
ahli gizi untuk masalah dietnya, setiap pagi kalau
memang di butuhkan juga ada petugas lab untuk
pemeriksaan misalnya gula darah begitu.”
P8(149-154);

2) Pelaksanaan Edukasi oleh Perawat
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi pasien. Perawat berkolaborasi

60
dengan tim kesehatan lain dalam memberikan edukasi
kepada

pasien.

Dalam

hal

edukasi,

perawat

memberikan penyuluhan lebih pada materi tentang
perawatan.

Hal

ini

sesuai

dengan

penyataan

partisipan 1 sebagai berikut:
“Jadi untuk ahli gizi tidak hanya menyediakan
makanannya saja, tapi juga ada penkes ke pasien.
Mungkin kalo dari perawat kalau pasien DM perannya
lebih ketika ada perawatan luka, itu penkesnya lebih
mendetail meliputi perawatan lukanya, obat-obatnya
seperti itu.”
P1(52-57)

Edukasi yang diberikan pada pasien oleh perawat
pelaksanaannya kurang terstruktur. Hal ini dapat
dilihat dari pernyataan partisipan 1 dan 2 sebagai
berikut:
“Kita belum ada waktu khusus. Kalau untuk waktu
khusus kita sesuaikan dengan kondisi pasien. Misalkan
kita sambil cek TTV, sambil vorbeden, atau ketika visit
dokter kita sambil ngobrol-ngobrol. Tapi kalau waktu
khusus untuk menjelaskan pengertian DM dan lain-lain
itu kita masih jarang.”
P1(66-71)
“Ya kita kasih edukasi begitu saja, tapi ya secara
umum. Jadi anjuran-anjuran
dari perawat begitu,
misalnya untuk menghindari luka ulkus ya kita anjurkan
ketika bepergian itu menggunakan alas kaki yang
nyaman dan aman seperti itu. Kita kan punya form
untuk catatan pasien pulang, di situ sudah ada apa
saja yang harus kita sampaikan. Tapi karena
pasiennya macem-macem, perawatnya juga macemmacem kadang form ini terlewat. Tapi untuk
pelaksanaannya seperti misalnya kasih edukasi ke
pasien, penjelasan untuk obat-obat yang masih harus
dikonsumsi, surat kontrol, dll itu tetep kita kasih tahu.”
P2 (61-72)

61
Pelaksanaan edukasi kepada pasien dilakukan
perawat tanpa ada waktu khusus. Pelaksanaan
edukasi dilakukan disela-sela kesibukan perawat
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien.
Seperti yang diungkapkan partisipan 3, 4, dan 5
sebagai berikut:
“Sebelum pulang kan kita harus melukan health
education dulu, jadi pasien ini sudah layak dipulangkan
atau belum. Kita belum ada waktu khusus untuk
edukasi ke pasien. Biasanya kalau kita sudah longgar,
trus pekerjaan-pekerjaan rutin sudah selesai dan tidak
ada pasien lain yang urgent. Biasanya kan kita juga
keliling, ketika kondisi pasiennya bagus, ada
keluarganya itu kita masuk. Jadi pasien keluar dari
rumah sakit itu harus jadi lebih pinter. Jadi jangan
sampai setelah pulang dari rumah sakit suatu saat
nanti harus dirawat lagi dengan penyakit yang sama
atau malah dengan penyakit penyerta atau komplikasi.”
P3(74-85)
“Kita tidak ada waktu khusus, tapi benar-benar kita
luangkan untuk edukasi sambil ketika melakukan
tindakan ke pasien.”
P4 (65-67)
“Edukasi ketika pasien masih dalam perawatan atau
pasien mau pulang. Kalau disini sebenarnya punya
lebih banyak waktu untuk ke pasien karena
kapasitasnya lebih sedikit, tapi karena disini
kebanyakan ruang VIP tuntutan dari pasien itu lebih
banyak. Jadi walaupun pasien itu sebenarnya mandiri,
tapi dia minta di total care kan. Jadi disela-sela itu kita
bisa ngobrol-ngobol masalah penyakitnya juga ke
keluarganya. Kita setiap operan jaga kan keliling, kalau
pas ada tindakan ya kita sambil edukasi ke pasien.
Tapi karena memang belum di programkan, jadi
sekenanya kita. Kita yang meluangkan waktu sendiri.”
P5(49-60)

Berdasarkan keterangan dari partisipan 6 dan 7
edukasi kepada pasien baru dilakukan setelah ada
waktu senggang. Pelaksanaan edukasi tergantung

62
kondisi dari pasien. Berikut pernyataan partisipan 6 dan
7:
“Tergantung kondisinya saja, kalau misalnya masih ada
pasien gawat, ya kita mengatasi pasien yang gawat
dulu. Kalau kondisi pasiennya senggang kita juga ada
waktu senggang ya kita lakukan penkes, jadi fleksibel
saja tergantung kondisinya.”
P6 (55-59)
“Kan nggak semua pasien juga dikasih penyuluhan,
jadi penyuluhannya ketika pasien mau pulang. Kalau
pasien pulang kan ada surat kontrol sama obat, jadi
penyuluhannya waktu itu sekalian.”
P7 (77-80)

Partisipan 8 mengungkapkan bahwa edukasi
dilakukan bersamaan dengan dilakukannya tindakan
terhadap pasien. Berikut pernyataan partisipan 8:
“Kalau waktu khusus tidak ada. Paling misalnya ketika
kita rutin ganti balut gitu sambil kita ajari ke pasien atau
keluarganya. Trus misal dapat insulin gitu kita sambil
kasih penyuluhan caranya, dosisnya. Atau ketika kita
TTV atau melakukan tindakan apa gitu lah, ketika
ketemu pasien ya kita sambil ngobrol-ngobrol dengan
pasien dan keluarganya.”
P8 (54-60)

e. Evaluasi
1) Pendokumentasian pada Catatan Pasien Pulang
Pendokumentasian dilakukan pada form catatan
pasien pulang dan diisi setelah klien dinyatakan boleh
pulang. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan 1
dan 2 sebagai berikut:
“Sebelum pasien pulang pun kan ada catatan resume
pasien pulang, jadi isinya termasuk juga kondisi saat
pasien pasien dipulangkan.”
P1(18-20);

63
“Kita kan punya form tertulis catatan pasien pulang jadi
didalamnya sudah ada apa saja yang harus
disampaikan ke pasien.”
P2(41-45)

Partisipan 3 hingga 6 mengungkapkan bahwa
catatan pasien pulang merupakan bagian dari arsip
rekam medik pasien. Berikut pernyataan partisipan 3, 4,
5, dan 6:
“Ada form DP, nantinya ketika pasien pulang form ini
akan dibuat rangkap dua, yang satu untuk pasien dan
yang satu untuk arsip di rekam medik pasien.”
P3(59-61)
“Ketika pasien pulang pun kita ada catatan pasien
pulang. Kurang lebih ya isinya keadaan pasien waktu
pulang, anjuran perawat, obat yang masih harus
diminum di rumah, perlu perawatan di rumah atau tidak
begitu.”
P4(16-22)
“Dan ketika pasien boleh pulang kita lakukan
pengkajian lagi, ada formnya itu dalam les pasien.”
P5(16-22)
“Setiap pasien akan pulang kan kita ada form catatan
pasien pulang, itu sudah ada semua apa yang harus
kita kaji, dan apa yang harus disampaikan ke
pasiennya.”
P6(23-26)

Catatan pasien pulang berisi beberapa hal yang
harus disampaikan dan dipersiapkan sebelum pasien
pulang dari rumah sakit, yakni keadaan pasien waktu
pulang, anjuran dari perawat, obat yang digunakan di
rumah, hasil pemeriksaan laboratorium yang dibawa
pulang,

surat

keterangan

yang

diberikan,

serta

perawatan lanjutan di rumah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan partisipan 7 dan 8:

64
“Ketika pasien akan pulang kita ada form tersendiri
untuk pasien pulang. Jadi pengkajian meliputi keadaan
pasien waktu pulang, anjuran dari perawat, obat yang
digunakan di rumah, hasil pemeriksaan laboratorium
yang dibawa pulang, surat keterangan yang diberikan,
trus perlu perawatn lanjutan di rumah atau tidak, kalau
ada ya untuk apa, begitu.
P7(32-41)
“Ketika pasien pulang juga kita kaji karena dalam les
pasien kan ada catatan pasien pulang, jadi resume
pasien pulang disitu ada formatnya.”
P8(16-23)

2) Menginformasikan Home Care
Partisipan menginformasikan adanya layanan
home care. Tenaga kesehatan dari rumah sakit dapat
membantu pasien apabila kesulitan untuk melakukan
perawatan di rumah. Hal ini sesuai dengan pernyataan
partisipan 1 dan 4 sebagai berikut:
“Dari pasien seandainya menghendaki tenaga
kesehatan untuk merawat luka di rumah itu bisa kita
sediakan. Jadi ada home care dengan catatan keluarga
menghendaki. Kan kita tawari dulu misalnya ketika
harus merawat luka, mau dirawat sendiri, di puskesmas
atau perlu bantuan kita. Kalau perlu bantuan kita ya
bisa kita bantu.”
P1(131-136)
“Kita ada program home care tapi kita tawarkan ke
pasien, misalkan mereka mampu ke rumah sakit ya
mereka datang sendiri ke rumah sakit untuk kontrol.
Kalau tidak bisa ya kita bisa buat janji untuk datang ke
rumah.”
P4(75-78)

Partisipan
melalui program

mengungkapkan

kunjungan

rumah

home care disesuaikan dengan

permintaan pasien dan kebutuhan pasien, seperti
pernyataan partisipan 6 dan 7 dibawah ini:

65
“Selain itu disini kan ada home care, jadi perawat
datang ke rumah pasien kalau memang diperlukan.”
P6(51-52);
“Kita juga ada program home care, jadi kalau di rumah
pasiennya kesulitan itu kita bisa bantu.”
P7(85-86)

4.2.2

Discharge Planning pada

Pasien Diabetes Melitus di

RSUD Kota Salatiga
4.2.2.1 Edukasi
a. Pemantauan Berkelanjutan
1)

Pemantauan Gula Darah
Edukasi

kepada

pasien

dilakukan

untuk

meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakit
yang dideritanya sehinga pasien dapat mengendalikan
penyakitnya dan mengontrol gula darah dalam keadaan
mendekati normal dan dapat mencegah komplikasi.
Edukasi yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan
pasien. Sebagaimana diungkapkan partisipan 1 dan 2
sebagai berikut:
“Ya tergantung kebutuhan pasiennya. Kalau pasien
diharuskan memantau gula darahnya rutin ya kita ajarkan.
Biasanya kan mereka punya alat glukotest sendiri.”
P1(117-119)
“Kalau memang pasien diharuskan memantau gula darah
rutin ya kita ajarkan. Biasanya kan pasien dengan DM
tergantung insulin kalau ini yaa.”
P2(127-129)

Edukasi mengenai pemantauan gula darah biasanya
diberikan kepada pasien diabetes mellitus tergantung

66
insulin atau diabetes mellitus tipe 1. Seperti yang
diungkapkan partisipan 3 dan 4 sebagai berikut:
“Pasien tergantung insulin kan harus dapat insulin rutin ya,
jadi ya pasti kita ajarkan. Kita juga bisa melibatkan
keluarganya juga.”
P3(148-150)
“Beberapa pasien kan ada yang harus cek gula darah rutin
begitu ya kita ajarin, caranya, normalnya berapa gitu.
Mereka biasanya punya alatnya sendiri kalau memang
diharuskan rutin cek gula darah.”
P4(128-131)

Pemeriksaan gula darah turut melibatkan petugas
laboratoruim, sesuai dengan penyataan partisipan 5
sebagai berikut:
“Kalau pagi kan juga pasti ada petugas untuk pemeriksaan
laboratorium. Pasien yang harus cek gula darah ya kita
ajarkan. Baiasanya mereka punya alatnya sendiri. Tapi
kalau memang pasien diharuskan cek gula rutin biasanya
mereka sudah tahu. Jadi ketika diketahui gula darahnya
sekian, nanti dosisnya insulinnya harus seberapa, jadi
pasien harus tahu
P5(109-114)

Edukasi mengenai pemantauan gula darah juga
berupa penyuluhan mengenai cara pengecekan gula
darah mandiri melalui alat glukotest. Sebagaimana
diungkapkan beberapa partisipan 6, 7, dan 8 sebagai
berikut:
“Pasien-pasien yang memang diharuskan cek gula rutin ya
kita ajarkan caranya. Nilai normalnya berapa gitu.”
P6(121-122)
“Kalau memang diprogramkan ya pasien kita latih untuk
cek gula darah sendiri apabila pasien harus cek rutin nanti
di rumah. Biasanya ada program untuk cek GDS per 6
jam. Ya kita ajari caranya, trus membaca hasilnya.”
P7(131-134)

67
“Kalau pasien tergantung insulin kan harus cek gula rutin,
ya itu kita ajarkan. Trus membaca hasilnya juga kita kasih
tahu, normalnya berapa gitu.
P8(119-121)

2)

Mengintepretasikan

Hasil

Pemeriksaan

Gula

Darah
Edukasi mengenai pemeriksaan gula darah secara
mandiri diikuti dengan penyuluhan mengenai bagaimana
pasien membaca hasil dari pemeriksaan yang dilakukan
pasien. Seperti yang diungkapkan partisipan 4 sebagai
berikut:
“Beberapa pasien kan ada yang harus cek gula darah rutin
begitu ya kita ajarin, caranya, normalnya berapa gitu.”
P4(128-131)

Pasien harus mengetahui nilai normal gula darahnya
dan mengetahui hal-hal terkait hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan. Partisipan 5, 6, 7, dan 8 mengungkapkan
sebagai berikut:
“Tapi kalau memang pasien diharuskan cek gula rutin
biasanya mereka sudah tahu. Jadi ketika diketahui gula
darahnya sekian, nanti dosisnya insulinnya harus
seberapa, jadi pasien harus tahu.
P5 (109-114)
“Pasien-pasien yang memang diharuskan cek gula rutin ya
kita ajarkan caranya. Nilai normalnya berapa gitu.”
P6(121-122)
“Kalau memang diprogramkan ya pasien kita latih untuk
cek gula darah sendiri apabila pasien harus cek rutin nanti
di rumah. Biasanya ada program untuk cek GDS per 6
jam. Ya kita ajari caranya, trus membaca hasilnya.”
P7(131-134)
“Kalau pasien tergantung insulin kan harus cek gula rutin,
ya itu kita ajarkan. Trus membaca hasilnya juga kita kasih
tahu, normalnya berapa gitu.”
P8(119-121)

68
3)

Mengatasi Sementara Kegawatan
Partisipan

kesehatan
bagaimana

mengungkapkan

termasuk
mengatasi

juga

bahwa

edukasi

kegawatan

penyuluhan

kepada
pasien

pasien
diabetes

mellitus. Pasien diajarkan mengenali respon tubuh ketika
mengalami kegawatan seperti perasaan lemas atau
pasien merasa ada yang salah dengan tubuhnya. Hal ini
diungkapkan partisipan 2, 3, dan 4 seperti di bawah ini:
“Kalau misalkan pasien dengan gula darah tinggi itu kan
mereka kerasa, atau misalnya gula darahnya tinggi atau
rendah kan merasa ada yang berbeda begitu dengan
tubuhnya, misalkan lemes begitu. Jadi kita kasih tahu
kalau ada yang salah dengan tubuhnya, segera datang ke
petugas kesehatan begitu.
P2(132-137)
“Ya kita kasih tahu juga, dalam tubuh kan ada alarm tubuh
seperti itu, jadi ketika dia merasa lemes, atau merasa
panas di bagian tubuh mana, atau ada keluhan apa dia
harus tahu tanda-tanda khas itu. Apa yang terjadi dan
seperti apa penanganan pertamanya itu kita kasih tahu.”
P3(153-157)
“Ya paling kalau pasien merasa aneh dengan tubuhnya
kita anjurkan cek gula darahnya atau segera datang ke
puskesmas atau rumah sakit begitu untuk dapat
penanganan lebih lanjut.”
P4(128-131)

Pasien juga diberikan peringatan bila terjadi kondisi
kegawatan

dan

pertolongan

pertama

saat

terjadi

kegawatan. Partisipan 5 dan 6 mengungkapkan seperti di
bawah ini:
“Mestinya kan pasien dikasih rambu-rambu, jika terjadi
kondisinya seperti ini maka dosis insulinnya harus sekian,
misalnya. Bagaimana pertolongan pertama ketika pasien
mengalami serangan ulang begitu.”
P5(117-120)

69
“Ya ketika misalnya saat dicek gula darahnya tinggi atau
rendah itu kita kasih tahu penanganan pertamanya.
Misalkan hiperglikemi jadi nanti dosis insulinnya berapa itu
pasien harus tahu.”
P6(125-128)

b.

Perawatan Luka
Beberapa pasien yang datang ke rumah sakit dengan

ulkus

tentunya

pasien

diberikan

edukasi

mengenai

perawatan luka yang harus dilakukan di rumah. Kondisi luka
diabetes mellitus yang membutuhkan penyembuhan yang
cukup lama membuat pasien harus dapat melakukan
perawatan luka lanjutan nantinya ketika di rumah. Hal ini
diungkapkan oleh partisipan 1 dan 4 sebagai berikut:
“Ya, apalagi pasien yang punya masalah perawatan lukanya.
Dalam hal perawatan luka gangren, kan perawatannya jauh
berbeda dengan misalnya luka post operasi. Perawatannya
kan harus lebih jeli, kalo ada nekrose itu harus ada nekrotomi.
Kalo luka post op kan cuma ganti balut sudah selesai. Kalau
untuk ini kan butuh waktu berbulan-bulan penyembuhannya.”
P1(124-130)
“Kalau pasien dengan ulkus itu tentunya kita ajarkan untuk
merawat lukanya kalau memang ketika pasien pulang dan
perawatan itu masih terus berlanjut.”
P4(142-144)

Pasien dianjurkan untuk mengganti balutan serta
membersihkan luka secara rutin, serta saran-saran yang
dapat mempercepat penyembuhan luka. Hal ini diungkapkan
oleh partisipan 6, 7, dan 8 sebagai berikut:
“Misalnya ada pasien DM dengan ulkus, setidaknya 2 hari
sekali kan harus ada ganti balut. Jadi kita berikan anjurananjuran hubungannya dengan kondisi penyakit pasien kita
anjurkan utuk pasien menggantungkan kakinya begini
(perawat memperagakan) jadi kan cairannya bisa turun
karena gravitasi.

70
P6(134-139)
Kalau misalnya ada luka kita ajari merawat lukanya, soalnya
kalau salah penangannya kan lukanya malah jadi besar dan
kemungkinan terburuk bisa sampai amputasi.
P7(140-144)
Yaa, ulkus itu kan komplikasi paling sering dari DM ini, kita
anjurkan pasien untuk berhati-hati dalam memilih alas kaki.
Kalau pasien ada luka ulkus ya kita ajari merawat lukanya.
P8(123-126)

c.

Foot Care: Pemilihan Alas Kaki
Partisipan memberikan edukasi terkait perawatan kaki,

untuk mencegah terjadinya luka. Cara perawatan kaki yang
dianjurkan ialah memilih alas kaki yang tepat. Hal ini
diungkapkan partisipan 2, 3, dan 5 sebagai berikut:
“Ya kita kasih edukasi begitu saja, tapi ya secara umum.
Jadi anjuran-anjuran dari perawat begitu, misalnya untuk
menghindari luka ulkus ya kita anjurkan ketika bepergian itu
menggunakan alas kaki yang nyaman dan aman seperti itu.”
P2 (62-65)
“Ketika pasien sudah boleh pulang kita kasih tahu untuk
aktivitasnya
di
rumah,
jadi
benda-benda
yang
membahayakan dia, karena kalau dia kena luka kan akan
jadi besar jika tidak tertangani dengan benar. Jadi kita kasih
saran untuk menggunakan sepatu atau sandal yang lunak,
tidak memakai perhiasan yang berbahaya atau akan
membuat dia alergi, jadi benda-benda yang kiranya
membahayakan sebaiknya dihindari.”
P3(168-172)
“Ya paling kita anjurkan untuk memilih alas kaki yang tepat
itu, kalau perlu juga memakai kaos kaki itu lebih baik.”
P5(125-126)

Praktik yang baik dalam melakukan perawatan kaki
dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi terutama
ulkus diabetik. Sebagaimana yang diungkapkan partisipan 7
dan 8 sebagai berikut:
“Ya paling kita anjurkan untuk lebih hati-hati, memilih alas
kakinya. Kalau misalnya ada luka kita ajari merawat
lukanya, soalnya kalau salah penangannya kan lukanya

71
malah jadi besar dan kemungkinan terburuk bisa sampai
amputasi.”
P7(140-144)
“Yaa, ulkus itu kan komplikasi paling sering dari DM ini, kita
anjurkan pasien untuk berhati-hati dalam memilih alas kaki.”
P8(123-126)

4.2.2.2 Terapi Nutrisi
Kolaborasi dengan Ahli Gizi
Pelaksanaan

edukasi

hubungannya

tentang

diet

pasien, perawat berkolaborasi dengan ahli gizi dalam
memberikan arahan kepada pasien. Ahli gizi dipandang
lebih berkompeten dalam memberikan penyuluhan gizi
kepada pasien. Sebagaimana diungkapkan oleh partisipan 1
dan 2 sebagai berikut:
“Tiap hari dari Gizi juga ke ruangan, ngontrol makanannya
apa, pantangannya apa itu sudah ada daftarnya. Mereka
juga punya leaflet sendiri untuk melakukan penkes kepada
pasien. Jadi ahli gizi tidak hanya menyediakan makanan
tapi juga memberikan penjelasan kepada pasiennya juga
mengenai dietnya. Kan mereka juga lebih tahu, lebih
kompeten lah.”
P1(158-164)
“Setiap pagi juga ada ahli gizi ke ruangan untuk kontrol. Kita
diskusi juga dengan ahli gizi mengenai kondisi pasien. Ahli
gizi nanti yang menetukan kebutuhan diet pasien.”
P2(169-172)

Ahli gizi tidak hanya menyediakan makanan bagi
pasien tetapi juga menyediakan makanan sesuai kebutuhan
kalori dari masing-masing pasien. Hal ini diungkapkan
partisipan 3 sebagai berikut:
“Kalau masalah nutrisi sudah ada ahli gizi ya. Tetapi
misalnya dengan ahli gizi pun kita tetap ikut kontrol, pasien
ini dapat asupan kalori berapa seperti itu. Dengan pasien
pun kita ikut kontrol asupan sehari-hari pasien. Kalau kita

72
mau optimal penghitungan antropometrinya sekian, sekian,
tentunya kita kewalahan. Jadi kita kolaborasi dengan ahli
gizi yang tentunya lebih kompeten mengenai masalah diet
pasiennya. Jadi dengan antropometri sekian, berapa
kebutuhan asupan kalori pasien tersebut.”
P3 (117-206)

Ahli gizi mempunyai form tersendiri dalam melakukan
edukasi kepada pasien. Ahli gizi memberikan penyuluhan
mengenai diet pasien sesuai dengan kebutuhan pasien
masing-masing. Seperti diungkapkan partisipan 4 dan 5
sebagai berikut:
“Kalau masalah asupan nutrisi itu ada ahli gizi. Misalnya
pasien baru hari pertama kita sudah konfirmasi ke pihak
gizi, “ada pasien dengan diagnosa DM mohon
dikonsultasikan”. Nanti dari pihak gizi ke sini, mereka ada
flipchart yang bisa dibawa pulang pasien, ada daftar diet
makanan yang sudah disesuaikan dengan kondisi pasien.”
P4 (170-175)
“Kalau masalah diet kita ada ahli gizi, Ahli gizi kan tiap hari
keliling ke ruang perawat dan ke pasien juga. Untuk cek
setiap pasien dengan diagnosanya. Kan kita ada buku
pemesanan diet, jadi ada pengggambaran kondisi pasien.
Nanti kita laporkan ke ahli gizi kondisi pasiennya, nanti ahli
gizi yang menentukan kebutuhan diet pasiennya. Jadi kita
lebih ke perawatannya.”
P5 (137-143)

Partisipan mengungkapkan bahwa setiap pagi ahli gizi
akan ke ruangan untuk mengontrol kondisi pasien serta
memberikan penyuluhan kesehatan. Hal ini diungkapkan
partisipan 6 dan 8 sebagai berikut:
“Dietnya kan kita ada ahli gizi, jadi untuk masalah gizi itu
sudah ada edukasi ke pasien, sudah dihitung sesuai
dengan kebutuhan pasiennya. Dari gizi kan ke ruangan
setiap hari untuk kontrol.”
P6 (148-151)
“Kalau pasien DM kan diet itu juga merupakan hal yang
penting ya. Lha setiap pagi dari pihak gizi juga kesini. Kalau
misalnya ada pasien baru datang pihak gizi ke sini lihat

73
kondisi pasiennya sambil nanti mereka menghitung dengan
kondisi pasien yang begini nanti kebutuhan kalorinya
seberapa begitu, mereka juga sekalian penyuluhan ke
pasiennya, jadi itu sudah bagian dari ahli gizi.”
P8(134-141)

4.2.2.3 Aktivitas Fisik
a.

Olahraga Teratur
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani

secara

teratur,

merupakan

salah

satu

pilar

dalam

pengelolaan diabetes mellitus. Dalam hal aktivitas fisik,
edukasi yang diberikan terbatas hanya dalam bentuk
anjuran agar pasien tetap melakukan olahraga secara
teratur. Sebagaimana diungkapkan oleh keseluruhan
partisipan sebagai berikut:
“Kalau itu paling cuma anjuran saja, untuk olahraga teratur
gitu. Kalau misalnya ada waktu untuk datang ke sini di
RSUD itu ada senam diabetes itu kita kasih tahu waktunya
begitu.
P1 (171-174)
“Enggak lah, nggak ada kalau itu. Paling kita kasih tahu
untuk olah raga secara teratur, itu saja.”
P2 (179,180)
“Ya itu paling anjuran, walaupun menderita DM tidak lantas
harus berdiam diri terus. Ya kita anjurkan untuk rutin
berolahraga.”
P3 (218,220)
“Paling kita anjurkan saja untuk olahraga teratur, kalau
pasien bisa datang ke rumah sakit itu kita kasih tahu ada
senam khusus diabetes dari persadia. Kalau memang
pasien berminat ya kita kasih tahu harinya.”
P4 (178,181)
“Paling kita anjurkan untuk tetap melakukan aktivitas di
rumah secara normal. Olahraga secara teratus atau bisa
ikut senam diabetes di sini.”
P5 (146,148)
“Ya kita anjurkan pasien untuk olahraga, yang

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perawat dalam Pelaksanaan Discharge Planning di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta T1 462012017 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perawat dalam Pelaksanaan Discharge Planning di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta T1 462012017 BAB II

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perawat dalam Pelaksanaan Discharge Planning di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta T1 462012017 BAB IV

0 0 68

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perawat dalam Pelaksanaan Discharge Planning di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta T1 462012017 BAB V

0 1 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga T1 462012008 BAB IV

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning oleh Perawat pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning oleh Perawat pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga T1 462008053 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning oleh Perawat pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga T1 462008053 BAB II

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning oleh Perawat pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga T1 462008053 BAB V

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning oleh Perawat pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga

1 1 68