HARAPAN DAN TANTANGAN ANAK TUNAWICARA PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTRAPERSONAL DAN INTERPERSONAL.

(1)

HARAPAN DAN TANTANGAN ANAK TUNAWICARA DENGAN PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTRAPERSONAL DAN

INTERPERSONAL

(Studi Kasus SMALB Ma’arif Banjarmendalan Lamongan)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.)

Oleh:

RICHA DAMAYANTI NIM: B96212123

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Richa damayanti, B96212123, 2016. Harapan Dan Tantangan Anak Tunawicara Perspektif Komunikasi Interpersonal Dan Intrapersonal. Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

Kata Kunci : Harapan dan Tantangan, anak Tunawicara

Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat dua fokus penelitian, yaitu: (1) Apa harapan anak tunawicara dengan perspektif intrapersonal. (2) Bagaimana tantangan anak tunawicara dengan perspektif interpersonal. Untuk menjawab fokus penelitian di atas, secara menyeluruh dan mendalam, dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang berguna untuk memeriksa fakta dan data mengenai harapan dan tantangan anak tunawicara, kemudian data tersebut dianalisa sehingga mengetahui apa harapan dan tantangan anak tunawicara dengan perspektif intrapersonal dan interpersonal. Adapun hasil penelitian dari pengumpulan data di lapangan ditemukan bahwa

(1) Harapan anak tunawicara dalam perspektif intrapersonal dijelaskan bahwa

karena keterbatasan dalam berkomunikasi yang ada pada dirinya, anak tunawicara paling sering melakukan komunikasi intrapibadi, dalam komunikasi intrapibadi tersebut banyak dari anak-anak tunawicara yang memiliki harapan untuk masa depan mereka dan harapan itu tidak jauh berbeda dengan harapan-harapan yang dimiliki pada anak-anak normal. Seperti memiliki pekerjaan yang baik yang berarti pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang-orang normal, anak tunawicara mempunyai keinginan untuk bisa ada dalam pekerjaan tesebut.

(2) Hambatan dalam perkembangan bahasa yang dialami oleh anak tunawicara yang

berdampak pada kesulitan mereka dalam memaknai arti kata menjadi sebuah masalah dan tantangan yang lebih berat bagi mereka untuk berkembang dalam lingkungan sosial. Pada anak tunawicara terjadi masalah pada bagian menghubungkan obyek, kata-kata dengan maknanya. Mereka tidak mengerti makna dari kata-kata yang diucapkan orang lain, demikian pula tidak dapat menyampaikan dengan kata-kata yang tepat tentang apa yang ada dalam fikiran mereka. Anak tunawicara sering kali mengeluarkan kata-kata ciptaannya sendiri yang digunakan dengan cara tidak biasa, seperti menyebut nama suatu benda dengan kata lain.

Bertindak tolak penelitian ini, beberapa saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi orang tua, masyarakat sekitar,instansi pendidikan juga pemerintah adalah diharapkan lebih

bisa memahami keinginan anak, menyediakan kesempatan untuk berinteraksi,

mempraktekkan komunikasi yang positif, serta mendorong perkembangan kemampuan anak tunawicara.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii.

PENGESAHAN TIM PENGUJI...iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...v

ABSTRAK...vi

KATA PENGANTAR...vii

DAFTAR ISI...ix

BAB I : PENDAHULUAN... A. Konteks Penelitian...1

B. Fokus Penelitian...5

C. Tujuan Penelitian...5

D. Manfaat Penelitian...6

E. Kajian hasil Penelitian Terdahulu...7

F. Definisi Konsep...9

G. Kerangka Pikir penelitian...13

H. Metode Penelitian...16

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian...17

2. Subjek,Objek,dan Lokasi Penelitian. ...19

3. Jenis dan Sumber Data...19

4. Tahap-tahap penelitian...20

5. Teknik Pengumpulan Data...21

6. Teknik Analisis data...22

7. Tehnik pemeriksaan keabsahan data...23

8. Sistematika Pembahasan...26

BAB II : KAJIAN TEORISTIS... A. Kajian Pustaka...28


(8)

B. Kajian Teori...32

1. Komunikasi Intrapersonal...33

2. Komunikasi Interpersonal...35

BAB III : PENYAJIAN DATA... A. Deskripsi Subyek,Obyek dan Lokasi Penelitian...47

1. Profil SMALB...45

2. Deskripsi Subyek Penelitian...47

3. Deskripsi Obyek Penelitian...60

4. Deskripsi Lokasi Penelitian...62

B. Deskripsi Data Penelitian...66

1. Harapan Dan Tantangan Perspektif Interpersonal...67

2. Harapan Dan Tantangan Perspektif Intrapersonal...69

BAB IV : ANALISIS DATA... A. Temuan Penelitian...74

a) Komunikasi Interpersonal Tunawicara...74

b) Komunikasi Intrapersonal Tunawicara...76

B. Konfirmasi Temuan dan teori...79

a) Teori Simbolik Dalam Perspektif Interpersonal...81

b) Teori Tindakan Beralasan dalam perspektif intrapersonal...85

BAB V : PENUTUP... A. Kesimpulan...90

B. Rekomendasi...92

DAFTAR PUSTAKA...

A.Buku... B.Internet...


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Bahasa dan Komunikasi sering kali dipandang sebagai dua sisi dari satu keeping uang yang sama. Berdasarkan pandangan ini, aspek terpenting dari bahasa adalah penggunannya untuk berkomunikasi dan aspek terpenting dari bahasa adalah penggunannya untuk berkomunikasi dan aspek terpenting dari komunikasi adalah digunakannya sebuah bahasa atau kode.1Kode yang sebagian besar digunakan dalam komunikasi adalah kode yang diucapkan atau ditulis(kode yang berhubungan dengan penggunaan kata-kata). Tetapi masih ada kode lain yang sangat penting peranannya dalam komunikasi, yaitu kode nonverbal, yaitu kode nonkata-kata.2Komunikasi adalah hal yang mendasar dalam kehidupan kita.Sarjana yang baru lulus menghadapi wawancara untuk suatu pekerjaan.Karier di segala bidang memerlukan kemampuan seseorang untuk menganalisis situasi komunikasi, mengembangkan strategi komunikasi yang efektif, bekerja sama secara efektif dengan orang lain, dan menerima serta menyajikan gagasan secara efektif melalui berbagai saluran komunikasi.Studi mengenai kebutuhan berbagai pekerjaan secara konsisten memperkuat pentingnya kompentensi komunikasi tertentu di tempat kerja sebagai salah satu kunci keberhasilan. Banyak hasil penelitian kompetensi di tempat kerja menunjukkan perbedaan dalam hal-hal tertentu, namun terdapat kesepakatan umum bahwa kompetensi komunikasi berikut merupakan hal yang sangat penting diantaranya, menulis, mendengarkan, berbicara di depan umum, komunikasi antarpribadi dan kelompok, kepemimpinan ,jaringan, kerja sama dan

1

Dan Sperber Deirdre Wilson,Teori Relevansi, (Yogyakarta, PT Pustaka Pelajar,1995), hal.249 2

Ali Nurdin, S.Ag. M.Si, Drs. Agoes Moh. Moefad, SH., M.Si, Advan Navis Zubaidi, S.ST., M.Si, Rahmad Harianto, S.IP, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Surabaya, CV Mitra Media Nusantara,2013), hal.141


(10)

kolaborasi, keterampilan rapat, keterampilan komunikasi/teknologi informasi, keterampilan dan kepekaan antar budaya.3

Untuk manusia dan banyak hewan, pesan pendengaran menjadi mata rantai yang penting terhadap lingkungannya dan terhadap sesamanya. Dalam hal semua pesan pendengaran, getaran yang dihasilkan dibawa melalui udara atau air. Agar sinyal pendengaran berdayaguna, getaran harus dideteksi, diterima dan diproses melalui suatu organ khusus yang mengubah data menjadi gelombang listrik yang dapat di intreprestasikan oleh otak. Selain itu kelangsungan hidup anak-anak tergantung pada hubungan dengan orang dewasa atau orang tua anak.4

Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan atau parsial saja dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk berbicara dan memahami bahasa. Bagi anak-anak, pendengaran dan kemampuan berbahasa adalah alat yang sangat penting untuk belajar, bermain dan membangun kemampuan sosial.

Setiap anak yang lahir di dunia adalah anugerah terindah dari Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap orang tua. Adapun setiap anak terlahir dengan sempurna ataupun terlahir secara istimewa memerlukan perhatian dan pelayanan khusus dari orang tua maupun lingkungan sekitar. Salah satu anak luar biasa atau istimewa itu adalah anak tunawicara. Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. Dr. Melly Budhiman; Psikiater Anak dan Ketua Yayasan Autisme Indonesia di tahun yang sama mengatakan: “Apabila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000

3

Brent D.Ruben dan Lea P.Stewart,Komunikasi dan perilaku manusia, (Depok, PT Rajagrafindo Persada,2013), hal.3-7

4

Brent D.Ruben dan Lea P.Stewart,Komunikasi Dan Perilaku Manusia, (Depok, PT Rajagrafindo Persada,2013), hal.65-69


(11)

anak, saat ini meningkat menjadi satu per 500 anak”. Autisme merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi proses akuisisi keterampilan individu manusia dalam area interaksi sosial, komunikasi dan imaginasi. Bila anak-anak ‘tipikal’ mempelajari keterampilan tersebut secara natural, individu dengan autisme memerlukan pengajaran yang eksplisit pada area-area tersebut.5Dalam hal ini setiap manusia pasti mempunyai mimpi, dan harapan bahkan rasa ketakutan akan dirinya dimasa depan, tidak terkecuali anak berkebutuan khusus seperti anak tunawicara. Tidak banyak orang mengetahui bahwa seorang anak tunawicara juga ingin kedudukannya disejajarkan dengan anak-anak normal pada umumnya, menggapai mimpi yang mereka fikirkan setiap hari untuk masa depan yang lebih baik. Namun posisi yang seperti itu tidak bisa dipaksakan seperti apa yang mereka harapkan, mereka menyadari hal tersebut dan mereka merasakan ketakutan akan keterbatasan cara berkomunikasi yang menghambat harapan mereka. Hal ini berhubungan dengan perspektif komunikasi intrapersonal, dimana sebagai makhluk rohani, manusia memiliki kemampuan untuk merefleksikan diri sendiri. Manusia dapat membuat pemisahan antara diri sebagai subyek dan obyek , karena itu manusia dapat berkomunikasi dengan diri sendiri.6

Perlu diketahui, seorang tunawicara merasa susah dalam melakukan kegiatan komunikasi kepada lawan bicaranya. Karena susahnya mereka berkomunikasi, ia pun merasa enggan untuk berkomunikasi atau bahkan enggan bergaul dengan orang disekitarnya karena merasa dirinya memiliki kekurangan fisik. Ini yang menyebabkan mengapa anak tunawicara cenderung lebih sering berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Bahkan jika mereka ingin berkomunikasi dengan orang lain mereka menggunakan bahasa non verbal kepada lawan bicaranya,sepertisimbol-simbol khusus yang tidak banyak orang normal pahami pada umumnya.

5

file:///D:/SEMESTER%207/PROPOSAL%20SKRIPSI/FENOMENA%20UMUM.htm 6


(12)

Melalui bahasa manusia dapat memanipulasi simbol dalam cara berfikir. manusia bisa membuat, menguji, dan menyempurnakan teori atau pemahaman tentang dunia. Jika seorang anak mengalami tunawicara, maka mereka akan sulit untuk mengembangkan diri dari segi sosial, emosional maupun intelektualnya. 7

Penelitian ini sangat penting, mengingat bahwa anak tunawicara berhak mendapatkan hak yang sama seperti orang normal untuk masa depan yang lebih baik. Memberikan pendidikan yang baik bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah khusus merupakan langkah yang sudah tepat. Tapi memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus seperti anak tunawicara untuk dapat mengenyam pendidikan di sekolah normal seperti anak-anak normal pada umumnya juga bukan merupakan suatu hal yang mustahil. Mengapa begitu? Diketahui bahwa sekolah khusus untuk kebutuhan anak khusus merupakan solusi bagi mereka dalam mendapatkan pendidikan, akan tetapi apa yang diajarkan di sekolah khusus dengan sekolah pada umumnya sangat jauh berbeda. Porsi yang diberikan lebih sedikit untuk anak berkebutuhan khusus, mengenai ilmu-ilmu yang diajarkan untuk dipelajari tidak mencapai standart yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini menjadi hambatan kedua bagi anak tunawicara, yang dapat mempengaruhi harapan dan ancaman yang mereka rasakan.Penelitian ini di fokuskan pada anak tunawicara di SMALB Ma’arif lamongan. Oleh karena itu peneliti berniat untuk meneliti mengenai apa yang menjadi beban fikiran/ancaman yang dirasakan anak tunawicara dan bagaimana keinginan/harapan yang ingin di capai anak tunawicara bagi masa depan mereka. Selain itu penelitian ini diharapkan bisa membantu anak tunawicara, menjadi jembatan bagi mereka untuk meraih apa yang mereka impikan.

B. Fokus Penelitian

7

Brent D.Ruben dan Lea P.Stewart,Komunikasi Dan Perilaku Manusia, (Depok, PT Rajagrafindo Persada,2013), hal.146


(13)

Bagaimana harapan dan tantangan anak tunawicara dalam perspektif komunikasi intrapersonal dan interpersonal ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui seperti apa dan bagaimana harapan dan tantangan komunikasi anak tunawicara.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini tentunya peneliti akan mendapatkan penelitian yang sangat berharga. Adapun manfaat dalam melakukan penelitian ini adalah :

a. Secara Teoritis

Melalui penelitian ini, peneliti mengharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, menambahkan refrensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta bagi program studi Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya khususnya yang berkaitan dengan penelitian kualitatif berdasarkan teori penilaian kognitif.

b. Secara Empiris

1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk memberikan sebuah solusi yang berguna bagi anak tunawicara.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat normal pada umumnya bahwa seorang anak tunawicara memiliki harapan tersendiri untuk masa depannya.


(14)

3. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan Sebagai bahan tambahan referensi bagi peneliti yang ingin melakukan pengembangan penelitian mengenai komunikasi anak tunawicara lebih lanjut.

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Untuk melengkapi referensi dan pengembangan penelitian ini, peneliti mempelajari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yang lain, yang terkait dengan fokus dan lokus pada penelitian ini, serta menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian. Adapun penelitian yang terkait dengan penelitian penulis adalah penelitian seorang mahasiswi bernama Ice Meliyawati dari Universitas Pendidikan Indonesia dengan tema “Kemampuan Berbicara Pada Anak Tunarungu”. Berbagai keterbatasan yang diderita anak tunarungu terutama dalam berkomunikasi tentunya mempersulit mereka dalam berinteraksi, seperti siswa-siswi di SLB B Negeri Cicendo Bandung. Sekolah ini memiliki siswi dari TK sampai SMA, siswa-siswi ini adalah siswa-siswa-siswi luar biasa dengan kata lain siswa yang memiliki keterbatasan dalam hal berbicara atau tunarungu, untuk itu siswa yang ada di sekolah tersebut berkomunikasi dengan menggunakan komunikasi nonverbal. Menurut Mark L Knapp istilah non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis pada saat yang sama, namun harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal.

Dari penjabaran penelitian terdahulu di atas, sedikit banyaknya dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana keadaan, cara berfikir, dan sikap anak tunarungu/tunawicara dalam memberikan tanggapan. Penelitian tersebut dapat menjadi pandangan bagi penelitian ini.


(15)

Agar dapat memahami penelitian yang akan dilakukan , peneliti sedikit memaparkan definisi konsep penelitian, untuk menghindari kesalahpahaman didalam penelitian ini :

1. Anak Tunawicara

Menurut Heri Purwanto dalam buku Ortopedagogik Umum tuna wicara adalah apabila seseorang mengalami kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi) bahasa maupun suaranya dari bicara normal, sehingga menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi lisan dalam lingkungan.Sedangkan menurut Menurut Frieda Mangunsong,dkk dalam Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, tuna wicara atau kelainan bicara adalah hambatan dalam komunikasi verbal yang efektif. Kemudian menurut Dr. Muljono Abdurrachman dan Drs.Sudjadi S dalam Pendidikan Luar Biasa Umum gangguan wicara atau tunawicara adalah suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dari bunyi bicara, dan atau kelancaran berbicara.

Pada dasarnya intelegensi dan kemampuan bahasa anak tunawicara sama dengan anak normal. Pada saat bayi, perkembangan bahasa dan bicara anak tunawicara tidak mengalami hambatan, namun pada saat perkembangan anak mencoba menirukan suara yang ada disekitarnya tetapi anak tidak dapat mendengar apa yang telah diucapkannya, dan tidak dapat mendengar respon dari orang yang disekitarnya. Karena keadaan itulah maka anak tunawicara merasa usaha yang dilakukannya sia-sia, sehingga berdampak pada kemalasan anak untuk belajar berbicara. Apabila hal tersebut dibiarkan atau tidak segera mendapat respon aktif dari orang tua atau orang yang ada disekitarnya, maka yang terjadi anak tidak dapat berbicara atau mengalami kesulitan berbicara hingga pada usia dewasa.


(16)

Sebagai orang tua atau guru harus berperan aktif melatih berbicara anak secara terus menerus, tentunya bertahap mulai dari kata yang sederhana misalnya kata yang disukai anak hingga kata-kata yang belum pernah diketahui anak. Pada prinsipnya peran orang tua dan orang-orang yang ada disekitar anak tunawicara sangat membantu kelancaran berbicara anak tuna tersebut.

Selain itu anak tunawicara cenderung memiliki perilaku anti sosial, hal ini terjadi karena mereka menyadari bahwa mereka mempunyai keterbatasan yang berbeda dengan orang normal. Pada dasarnya ,ketika para psikolog menggunakan istilah tersebut yang mereka maksud adalah agresi. Agresi didefinisikan sebagai “setiap bentuk perilaku yang bertujuan mencelakai atau mencederai makhluk hidup lain yang termotivasi untuk menghindari perlakuan semacam itu. 8

2. Perspektif komunikasi interpersonal

Komunikasi interpersonal menurut Effendi pada hakekatnya adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

3. Perspektif komunikasi intrapersonal

Manusia memiliki kemampuan untuk mereflekikan dri sendiri, seseorang dapat membuat pemisahan antara diri sebagai subyek dan obyek. Karena itu kita dapat mengadakan komunikasi dengan diri sendiri. Komunikasi inilah yang

8


(17)

disebut dengan komunikasi intrapersonal. Model komunikasi intrapribadi (intrapersonal) pertama kali dikemukakan oleh Dean C. Barnlund.Ia adalah seorang ahi komunikasi yang berasal dari Amerika Serikat. Komunikasi intrapribadi merupakan proses pengolahan dan penyusunan informasi melalui sistem syaraf yang ada di dalam otak kita, yang disebabkan oleh stimulus yang ditangkap oleh panca indera. Proses berpikir adalah bagian dari proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu. Perilaku non verbal individu bervalensi positif,netral atau negatif, dipengaruhi oleh isyarat-isyarat pribadi dan publik.9

Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator itu sendiri. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam proses simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis, seperti persepsi dan kesadaran terjadi saat berlangsugnya komunikasi intrapibadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan atau obyek. Aktivitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari- hari dalam upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah berdoa, bersyukur, intropeksi diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif.

9


(18)

Menurut Rakhmat, komunikasi intrapersonal adalah proses pengolahan informasi, proses ini melewati empat tahap: sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Dan tahap-tahap komunikasi intrapersonal yaitu:

1. Sensasi, berarti kemampuan yang dimiliki manusia untuk menyerap segala hal yang diinformasikan oleh pancaindera. Informasi yang diserap oleh pancaindera disebut stimuli yang kemudian melahirkan proses sensasi. Dengan demikian sensasi adalah proses menangkap stimuli.10

2. Persepsi, adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Secara sederhana persepsi adalah memberikan makna pada hasil serapan panca indera. Selain dipengaruhi oleh sensasi yang merupakan hasil serapan panca indera, persepsi dipengaruhi juga oleh perhatian, harapan, motivasi dan ingatan.11

3. Memori, dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berfikir. Memori adalah system yang sangat terstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya.

Sebagai makhluk rohani, manusia dianugerahi kesadaran pribadi. Dengan kemampuan itu seseorang dapat mengenal diri sendiri dan berfleksi tentang diri. Jika seseorang sedang melihat sesuatu maka orang tersebut sadar bahwa melihat dirinya yang sedang melihat sesuatu. manusia dapat merenungkan apa arti

10

Jalaluddin rakhmat, Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi,(Bandung: Remaja rosdakarya,2009),hlm.49. 11


(19)

melihat. Seseorang dapat menemukan motivasi yang mendorong pribadi untuk melihat. Dan diri dapat menyelidiki sesuatu yang dilihat, baik secara keseluruhan maupun dari segi yang sedang diminati saja. Dengan kesadaran diri itu seseorang dapat berkomunikasi intrapersonal dengan diri sendiri guna mengenal dan berefleksi tentang diri, hidup, dan perilaku kita.Adapun metode yang dapat kita gunakan adalah metode meditasi atau merenung.12

G. Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini menggunakan teori interaksi simbolik.Konsep teori interaksi simbolik ini diperkenalkan oleh Herbert Blumer sekitar tahun 1939.Arakteristik dasar teori ini adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam mayarakat dan hubungan masyarakat dengan individu.Interaksi yang terjadi antar-individu berkembang melalui simbol-simbol yang mereka ciptakan. Teori interaksi simbolik termasuk ”baru” dan teori yang paling sulit disimpulkan. Teori ini memiliki banyak sumber namun tak satupun yang mampu memberi penjelasan memuaskan mengenai inti dari teori ini.Jelasnya, ide dasar teori ini bersifat menentang behaviorisme radikal yang dipelopori oleh J.B. Watson.Teori interaksi simbolik sering disebut juga sebagai teori sosiologi interpretative. Selain itu, teori ini ternyata sangat dipengaruhi oleh ilmu psikologi,khususnya psikologi sosial. Teori ini juga didasarkan pada konsep diri. Penggunaan simbol ini ditemui dalam proses berpikir subjektif atau reflektif. Hubungan antara komunikasi dengan kesadaran subjektif sedemikian dekat, sehingga proses itu dapat dilihat sebagai sisi yang tidak kelihatan dari komunikasi.Proses penggunaan simbol secara tidak kelihatan menginspirasi pikiran atau kesadaran. Suatu segi yang penting di sini adalah bahwa intelegensi manusia mencakup kesadaran tentang diri.

12


(20)

Secara bertahap, individu memperoleh konsep diri dalam interaksinya dengan orang-orang lain sebagai bagian dari proses yang sama dengan proses pemunculan pikiran. Jika proses berpikir itu terdiri dari suatupercakapan internal, maka konsep diri itu didasarkan pada individu yang secara tidak kasat mata menunjuk pada identitas dirinya yang dinyatakan oleh orang lain.

Adapun kerangka pikir penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut:

Bagan kerangka pikir penelitian 1.1 Harapan dan tantangan anak tunawicara

Perlu diketahui, sebagai orang normal harus mampu memahami komunikasi terhadap anak tunawicara. Masyarakat harus memahami bagaimana dan apa bahasa isyarat itu. Keterbatasan mereka dalam berkomunikasi memang membuat lawan bicara harus menyeimbangi mereka dengan menggunakan bahasa isyarat. Memaknai bahasa yang mereka gunakan setiap harinya.

Kondisi fisik mereka sebenarnya normal, akan tetapi mereka hanya mengalami kesulitan untuk berbicara. Anak tunawicara memiliki keterbatasan dalam berbicara atau komunikasi verbal, sehingga mereka memiliki hambatan dan kesulitan dalam

Komunikasi tunawicara

perspektif intrapersonal

perspektif interpersonal

Harapan dan tantangan tunawicara


(21)

berkomunikasi dan menyampaikan apa yang ingin mereka rasakan. Kesulitan dalam berkomunikasi akan semakin parah apabila anak tunawicara ini menderita tungarungu juga.Seperti yang kita tahu bahasa tubuh juga merupakan salah satu aspek komunikasi nonverbal disamping aspek-aspek komunikasi nonverbal lainnya yang berkenaan dengan benda,seni,ruang dan waktu.Komunikasi nonverbal sama pentingnya dengan komunikasi verbal meskipun terkadang sering diabaikan.13

Knapp membahas fungsi pesan nonverbal dalam hubungannya dengan pesan verbal. Yang lebih penting untuk ketahui ialah tinjauan psikologis terhadap peranan pesan nonverbal dalam perilaku komunikasi. Mengapa kita harus memperhatikannya? sejauh mana pesan nonverbal melancarkan atau menghambat efektivitas komunikasi?, penulis Nonverbal Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan nonverbal sangat penting. Pertama, factor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Kedua, perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang pesan verbal.Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Keempat, pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Kelima, pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.14

Oleh karena itu menurut penjelasan di atas anak tuna wicara perlu di tampung dan berhak mendapatkan pendidikan disesuaikan dengan ketunaannya. Namun tidak hanya anak tunawicara saja yang mendapatkan pendidikan khusus di sekolah khusus, namun masyarakat normal pada umumnya seharusnya mau mempelajari berbagai macam komunikasi nonverbal, seperti simbol-simbol khusus, karena untuk

13

Prof. DR. Deddy Mulyana, M.A, Komunikasi Efektif, (bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal .159 14


(22)

mempelajari hal tersebut bukan menjadi tidak penting dan tidak bermanfaat melainkan sebaliknya, karena diketahui bahwasannya kita hidup dilingkungan yang bukan hanya orang-orang yang mampu berkomunikasi secara verbal saja.

G. METODE PENELITIAN

Seorang tunawicara sangat sulit untuk melakukan komunikasi dengan lawan bicaranya saat lawan bicaranya itu orang normal. Terkadang seseorang yang belum terbiasa berkomunikasi dengan orang tunawicara, teramat susah untuk memaknai bagaimana cara berkomunikasi mereka dengan menggunakan bahasa isyarat. Selain itu anak tunawicara enggan untuk menjalin hubungan komunikasi dengan orang normal, karena mereka menyadari bahwa mereka terhambat dalam keterbatasan yang mereka miliki, untuk memikirkan sesuatu mereka cenderung lebih memilih untuk memikirkannya sendiri,mengatasi kecemasan sendiri dan tidak meminta pertimbangan dengan orang disekitarnya. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana harapan dan kecemasan yang dirasakan anak tunawicara. Inilah beberapa metode penelitian, antara lain:

1. Pendekatan dan jenis penelitian

Dalam penelitian tentang Komunikasi Tunawicara adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang lebih menjurus ke analisis proses penyimpulan. Metode kualitatif ini digunakan untuk mendapatkan informasi yang mendalam, data yang valid dan mengandung makna.Proses penelitian kualitatif akan melibatkan data verbal yang banyak, yang harus ditranskripkan, objek-objek, situasi, ataupun peristiwa dengan aktor yang sama atau bahkan sama sekali berbeda.Sebagaimana dipaparkan di muka, penelitian kualitatif sebagai model yang dikembangkan oleh Mazhab Baden yang bersinergi dengan aliran filsafat fenomenologi menghendaki pelaksanaan penelitian berdasarkan pada situasi wajar sehingga kerap orang juga menyebutnya


(23)

sebagai metode naturalistik. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah meneliti informan sebagai subyek penelitian dalam lingkungan hidup kesehariannya. Untuk itu, para peneliti kualitatif sedapat mungkin berinteraksi secara dekat dengan informasi, mengenal secara dekat dunia kehidupan mereka, mengamati dan mengikuti alur kehidupan informan secara apa adanya. Pemahaman akan simbol-simbol dan bahasa asli masyarakat menjadi salah satu kunci keberhasilan ini.15

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif, karena penelitian komunikasi tunawicara harus dilakukan melalui pengamatan secara langsung sehingga peneliti dapat mengetahui apa yangterjadi sebenarnya di lapangan. Selain itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan perspektif komunikasi intrapersonal. Komunikasi intrapersonal atau komunikasi intrapribadi merupakan komunikasi dengan diri sendiri dengan tujuan untuk berpikir, melakukan penalaran, menganalisis dan merenung. Dijelaskan komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi pada diri manusia, meliputi proses sensasi, asosiasi, persepsi, memori dan berpikir. Sedangkan menurut Effendy seperti yang dikutip oleh Rosmawaty mengatakan bahwa komunikasi intrapersonal atau komunikasi intrapribadi merupakan komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang.

Orang itu berperan baik sebagai komunikator maupun sebagai komunikan, berbicara kepada dirinya sendiri, berdialog dengan dirinya sendiri, bertanya dengan dirinya sendiri dan dijawab oleh dirinya sendiri. Dengan menggunakan perspektif tersebut peneliti akan mengetahui bagaimana anak tunawicara berkomunikasi dengan dirinya sendiri, membangun komunikasi yang baik untuk dirinya agar bisa dimengerti oleh orang normal.

15

Muhammad Idrus,Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta, PT Gelora Aksara Pratama, 2002), hal.23,24,147


(24)

2. Subyek,Obyek dan Lokasi Penelitian

a. Subjek penelitian yang diambil dari beberapa informan :

i. Guru yang berjumlah 3 orang yang telah mempunyai pengalaman mengajar selama minimal 5th di SMALB Ma’arif Banjarmendalan Lamongan.

ii. Siswa SMALB Ma’arif Banjarmendalan Lamongan yang menderita tunawicara yang berjumlah 6 orang.

iii. Orang tua dari masing-masing anak tunawicara yang berjumlah 2 orang. b. Objek penelitian adalah aspek komunikasi saat penelitian. Komunikasi antara guru

dan siswa, proses komunikasi orang tua dan anak tunawicara,harapan dan kecemasan yang dirasakan oleh anak penyandang tunawicara.

c. Lokasi penelitian di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Ma’arif Lamongan dan Lingkungan tempat tinggal tunawicara.

3. Jenis dan Sumber Data

Untuk mendapatkan data, peneliti membutuhkan permasalahan. Maka sebagai peneliti harus menggunakan instrument pengumpulan data seperti:

Data primer :

a. Proses komunikasi guru dan siswa SMALB Ma’arif Lamongan b. Proses komunikasi orang tua dan anak tunawicara.

c. Ungkapan mengenai Harapan dan tantangan komunikasi yang dirasakan tunawicara.

Data sekunder :

a. siswa SMALB Ma’arif Lamongan yang berjumlah 6 orang.

b. Guru SMALB Ma’arif Lamongan berjumlah 3 orang yang mempunyai pengalaman mengajar selama lebih dari 5 tahun.


(25)

c. Orang tua anak tunawicara.

d. Kondisi lingkungan sekolah dan tempat tinggal anak tunawicara. 4. Tahap-tahap penelitian

Sejumlah tindakan penelitian selama di lapangan, terutama yang berkaitan dengan proses pengumpulan data, peneliti menggunakan tiga teknik, yaitu:

a. Menentukan tema

Tahap pertama yang kami lakukan adalah menentukan mengenai tema apa yang kami analisa sebagai fokus pembahasan dan penjabaran analisa.

b. Mengumpulkan data

Dalam penelitian ini kami mengumpulkan data melalui komunikasi dan opini anak tunawicara,guru dan orang tua , selain itu kami juga mengumpulkan beberapa data yang lain melalui surat kabar , majalah maupun berita di media online .

c. Analisa data

i. Merumuskan gagasan berdasarkan data awal yang diperoleh. Hal ini dilakukan untuk memperoleh batasan penelitian dan fokus kajian sehingga pengambilan data untuk selanjutnya tidak terlalu meluas kemana-mana. ii. Melakukan review data, yakni membaca ulang data dan menandai

bagian-bagian yang penting yang akan kita gunakan untuk tahap selanjutnya.

iii. Data yang terkumpul akan diinterpretasikan dan diberi makna setelah dikelompokkan berdasarkan jenisnya.

iv. Temuan data sajikan dalam bentuk matriks temuan data sehingga mudah dibaca dan dalam penyusunan laporan peneliti merasa mudah serta saat menjawabpun peneliti sudah menguasai materi.


(26)

Untuk proses komunikasi penelitimeneliti dengan cara melihat dan terjun langsung kelapangan saat proses komunikasi antara guru dan siswa sedang berlangsung, selanjutnya peneliti akan mengamati perilaku anak tunawicara di lingkungan pendidikannya.

setelah itu untuk mengetahui harapan dan ancaman yang dirasakan anak tunawicara peneliti meneliti dengan cara observasi,wawancara dan telaah pustaka .berikut penjelasannya :

a. Wawancara, disini yang peneliti maksud adalah percakapan atau sesi tanya jawab kepada Guru dan orang tua. Guna untuk mendapatkan informasi dan keterangan langsung dari informan. Dalam hal ini, peneliti menggunakan dua metode, yakni wawancara dengan guru SLB dan Orang tua anak tunawicara, dan wawancara dengan anak penyandang tunawicara itu sendiri menggunakan mediator tunawicara.

b. Observasi. Disini peneliti menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai komunikasi terhadap guru SLB, anak penyandang tunawicara, dan orang tua anak tunawicara.

c. Telaah pustaka, berupa pengumpulan data dari informan secara tertulis yang memiliki hubungan dengan masalah yang sedang di teliti.

6. Tehnik Analisis Data

Analisis data menurut Smith, terdapat tiga dasar pendekatan pengajaran alternatif bagi siswa dengan penyandang tuna rungu dan tuna wicara yaitu metode manual, metode komunikasi total,dan metode oral. Yangpeneliti gunakan bersifat induktif, karena peneliti akan mengumpulkan berbagai macam dari lapangan, sehingga dapat disimpulkan dari data yang disajikan. Berikut analisis data ketika melaksanakan pengumpulan data lapangan dengan jalan :


(27)

a. Merumuskan gagasan berdasarkan data awal yang diperoleh. Hal ini dilakukan untuk memperoleh batasan penelitian dan fokus kajian sehingga pengambilan data untuk selanjutnya tidak terlalu meluas kemana-mana.

b. Melakukan review data, yakni membaca ulang data dan menandai bagian-bagian yang penting yang akan kita gunakan untuk tahap selanjutnya.

c. Data yang terkumpul akan diinterprestasikan dan diberi makna setelah dikelompokkan berdasarkan jenisnya.

d. Temuan data sajikan dalam bentuk matriks temuan data sehingga mudah dibaca dan dalam penyusunan laporan peneliti merasa mudah serta saat menjawabpun peneliti sudah menguasai materi.

e. Teknik pemeriksaan dan keabsahan data

Menguji keabsahan data, seorang peneliti melakukan metode perpanjangan keikutsertaan. Hal ini dilakukan oleh peneliti untuk menciptakan rasa kepercayaan para subjek terhadap peneliti. Kemudian triangulasi, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, dengan kata lain pengecekan data yang dapat melalui wawancara dan observasi.

Selanjutnya peneliti menggunkaan diskusi dengan dosenpembimbing untuk membuat peneliti mempertahankan sikap terbuka dan jujur.

7. Tehnik Pemeriksaan Keabsahan Data

Adapun tehnik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan langkah sebagai berikut :

a. Perpanjangan Pengamatan

Hal ini dilakukan untuk menghapus jarak antara peneliti dan narasumber sehingga tidak ada lagi informasi yang disembunyikan oleh narasumber karena telah memercayai peneliti.Selain itu, perpanjangan pengamatan dan


(28)

mendalam dilakukan untuk mengecek kesesuaian dan kebenaran data yang telah diperoleh.Perpanjangan waktu pengamatan dapat diakhiri apabila pengecekan kembali data di lapangan telah kredibel.

b. Meningkatkan Ketekunan

Pengamatan yang cermat dan berkesinambungan merupakan wujud dari peningkatan ketekunan yang dilakukan oleh peneliti.Ini dimaksudkan guna meningkatkan kredibilitas data yang diperoleh. Dengan demikian, peneliti dapat mendeskripsikan data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.

c. Triangulasi

Ini merupakan teknik yang mencari pertemuan pada satu titik tengah informasi dari data yang terkumpul guna pengecekan dan pembanding terhadap data yang telah ada.

 Triangulasi Sumber, Menguji kredibilitas data dilakukan dengan

cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh kemudian di deskripsikan dan di kategorisasikan sesuai dengan apa yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut. Peneliti akan melakukan pemilahan data yang sama dan data yang berbeda untuk dianalisis lebih lanjut.

 Triangulasi Teknik, Pengujian ini dilakukan dengan cara mngecek

data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, misalnya dengan melakukan observasi, wawancara, atau dokumentasi. Apabila terdapat hasil yang berbeda maka peneliti melakukan konfirmasi kepada sumber data guna memperoleh data yang dianggap benar.


(29)

Triangulasi Waktu, Narasumber yang ditemui pada pertemuan awal dapat memberikan informasi yang berbeda pada pertemuan selanjutnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengecekan berulang-ulang agar ditemukan kepastian data yang lebih kredibel.

d. Analisis Kasus Negatif

Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Apabila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya. Dengan demikian temuan penelitian menjadi lebih kredibel.

e. Menggunakan Bahan Referensi

Bahan referensi adalah pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Bahan yang dimaksud dapat berupa alat perekam suara, kamera, handycam dan lain sebagainya yang dapat digunakan oleh peneliti selama melakukan penelitian. Bahan referensi yang dimaksud ini sangat mendukung kredibilitas data.

f. Mengadakan Membercheck

Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data atau informan. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya data tersebut valid.Pelaksanaan membercheck dapat


(30)

dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai, atau setelah mendapat suatu temuan, atau kesimpulan.

Adapun realiabilitas, dapat dilakukan dengan pengamatan sistematis, berulang, dan dalam situasi berbeda. Guba (1981) menyarankan tiga teknik agar teknik agar data dapat memenuhi kriteria validitas dan realibilitas, yaitu : (a) memperpanjang waktu tinggal, (b) observasi lebih tekun dan (c) melakukan triangulasi.16

8. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan urutan sekaligus kerangka berpikir dalam penulisan penelitian, untuk mudah memahami penulisan penelitian ini, maka disusun sistematika pembahasan :

BAB I : Pendahuluan berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi konsep, dan sistematika pembahasan.

BAB II : Perspektif teoritis, berisikan tentang kajian pustaka, kajian teoritik, penelitian terdahulu.

BAB III : Metode penelitian, berisikan tentang pendekatan dan jenis penelitian, subjek penelitian, jenis dan sumber data, teknik analisis data, teknik keabsahan data. BAB IV : Penyajian dan analisis data, berisikan tentang setting penelitian, penyajian data, analisis data, pembahasan.

BAB V : Penutup berisikan tentang kesimpulan dan saran.

16


(31)

BAB II

KAJIAN TEORISTIS

2.1Kondisi Fisik Dan Psikis Anak Tunawicara

Penelitian terhadap Anak Tunawicara ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana harapan dan tantangan dalam konteks komunikai yang mereka rasakan. Kita tahu bahwa cara berkomunikasi anak tunawicara berbeda dengan orang normal kebanyakan, mereka berkomunikasi cenderung menggunakan bahasa komunikasi non verbal, dijelaskan bahwa aspek terpenting dari bahasa adalah penggunannya untuk berkomunikasi dan aspek terpenting dari bahasa adalah penggunannya untuk berkomunikasi dan aspek terpenting dari komunikasi adalah digunakannya sebuah bahasa atau kode.1

Pada dasarnya seorang anak yang lahir di dunia, memiliki kemampuan pendengaran yang sama, akan tetapi terkadang di usia-usia tertentu mereka mengalami hambatan di organ – organ tertentu yang mengakibatkan organ tersebut tidak berjalan optimal sesuai fungsinya, Seperti pada masalah gangguan pendengaran misalnya,orang yang mengalami gangguan pendengaran adalah orang yang mengalami ketidakmampuan mendengar (pada tingkat 70 dB ISO atau lebih besar lagi), sehingga mengalami hambatan dalam memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau dengan menggunakan alat Bantu dengar.

Sedangkan orang yang kurang pendengaran adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan untuk mendengar (biasanya pada taraf 35 sampai 69 dB) sehingga mengalami kesulitan, tetapi tidak menghalangi orang tersebut dalam memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri,

tanpa atau dengan menggunakan alat Bantu dengar.2 Ketunarunguan bukan hanya mengakibatkan tidak berkembangnya kemampuan berbicara, lebih dari itu dampak paling besar adalah terbatasnya kemampuan berbahasa mengemukakan bahwa masalah utama kaum tunarungu bukan terletak pada tidak dikuasainya suatu sarana komunikasi lisan, melainkan akibat hal tersebut terhadap perkembangan kemampuan berbahasanya secara keseluruhan yaitu mereka tidak atau kurang mampu dalam

1

Dan Sperber Deirdre Wilson,Teori Relevansi, (Yogyakarta, PT Pustaka Pelajar,1995), hal.249 2

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/197004171994022-IMAS_DIANA_APRILIA/RINGKASAN_1.pdf


(32)

memahami lambang dan aturan bahasa.3 Secara lebih spesifik, mereka tidak mengenal

atau mengerti lambang/kode atau ‘nama’ yang digunakan lingkungan guna mewakili

benda-benda, peristiwa kegiatan, dan perasaan serta tidak memahami aturan/sistem/tata bahasa. Keadaan ini terutama dialami anak tunarungu yang mengalami ketulian sejak lahir atau usia dini (tuli prabahasa). Terhambatnya kemampuan berbahasa yang dialami anak tunarungu, berimplikasi pada kebutuhan khusus mereka untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dengan metode khusus, yang merupakan dasarnya setiap anak tunarungu dapat dikembangkan kemampuan berbahasa dan berbicaranya melalui berbagai layanan khusus dan fasilitas khusus yang sesuai dengan kebutuhannya.

Berdasarkan proses pemerolehan bahasa pada anak mendengar, Myklebust mengembangkan pola tersebut pada anak tunarungu. Ia menerapkan pencapaian perilaku berbahasa yang telah dijelaskan diatas pada anak tunarungu. Berhubung pada masa itu teknologi pendengaran belum berkembang, maka anak tunarungu dipandang tidak/kurang memungkinkan memperoleh bahasa melalui visual atau taktil kinestetik, atau kombinasi keduanya. Dengan demikian tersedia tiga alternative, yaitu: isyarat, membaca, dan membaca ujaran. Myklebust menganggap media membaca ujaran merupakan pilihan yang tepat disbanding isyarat dan membaca. Dengan kemajuan teknologi pendengaran saat ini, maka sisa pendengarannya dapat dioptimalkan untuk menstimulasi anak tunarungu dalam perolehan bahasa.4

Anak tunawicara merupakan anak yang memiliki keterbatasan dan gangguan dalam berkomunikasi. Keterbatasan komunikasi ini yang membuat proses penyampaian dan pemaknaan pesan sulit dipahami oleh orang tua dan guru. Orang tua dan guru mempunyai peran sangat besar dalam menanamkan nilai prososial dan antisosial di masyarakat kepada anak tunawicara, karena keterbatasan komunikasi seringkali membuat anak tunawicara sulit melakukan interaksi dengan masyarakat. Melakukan interaksi dengan orang lain merupakan hal yang perlu dilakukan oleh setiap orang tidak terkecuali anak tunawicara, sehingga salah satu hal yang harus dipahami oleh anak tunawicara ketika anak berinteraksi dengan masyarakat adalah berperilaku prososial dan mengindari perilaku antisosial.

3

Van Uden, 1977; Meadow, 1980). Leigh (1994; dalam bunawan, 2004 4

http://103.23.244.11/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196302081987032-TATI_HERNAWATI/jurnal.pdf


(33)

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif dengan perspektif intrapersonal dan interpersonal. Penelitian ini berusaha menjelaskan pengalaman unik orang tua, guru, dan anak tunawicara mengenai proses penyampaian pesan menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal serta pemaknaan pesan terkait dengan nilai prososial dan antisosial yang disampaikan oleh orang tua dan guru kepada anak tunawicara. Penelitian ini menggunakan Teori Komunikasi interaksi simbolik dan teori tindakan beralasan, yang menjelaskan bahwa dalam proses komunikasi dengan anak tunawicara, hal yang paling penting adalah pemaknaan pesan dan tindakan setelah menerima pesan. Teori tindakan beralasan juga merupakan teori terbaik yang mampu menjelaskan tentang bagaimana sikap mempengaruhi perilaku melalui intensi perilaku. Teori ini mengemukakan bahwa intensi perilaku dipengaruhi oleh faktor sikap terhadap perilaku (attitude toward the behavior) dan norma-norma subjektif (subjective norms).5

Proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh orang tua, guru, dan anak tunawicara seringkali menggunakan gerak tubuh sebagai bentuk komunikasi nonverbal yang merupakan cara komunikasi yang dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa orang tua dan guru harus memiliki komitmen dalam mengasuh dan mendidik anak tunawicara. Kendala dalam berkomunikasi dengan anak tunawicara adalah proses penyampaian dan pemaknaan pesan. Cara efektif yang dilakukan orang tua dan guru dalam menanamkan nilai prososial dan antisosial kepada anak tunawicara adalah mendemonstrasikan pesan dengan menggunakan gerak tubuh. Selain proses penyampaian pesan secara verbal dan nonverbal, anak tunawicara memahami perilaku prososial dan antisosial dari perilaku yang ditunjukkan oleh orang tua dan guru dalam interaksi sehari-hari. Komunikasi Antar Pribadi antara orang tua, guru, dengan anak tunawicara dikatakan berhasil ketika anak tunawicara dapat memaknai pesan secara interpersonal bukan sekedar makna pribadi. Ketika anak tunawicara mampu memaknai pesan secara interpersonal, perilaku yang ditunjukkan oleh anak tunawicara akan sesuai dengan perilaku prososial yang diajarkan oleh orang tua dan guru. Anak tunawicara juga akan memahami bahwa perilaku antisosial harus dihindari di masyarakat.6

5

http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/Era%20Perspektif%20Baru%20Kewirausahaan%20-%20Wahyu%20Budi%20Priyatna.pdf

6


(34)

Sebagai makhluk rohani, manusia dianugerahi kesadaran pribadi. Dengan kemampuan itu manusia dapat mengenal diri sendiri dan berfleksi tentang diri. Jika diri sedang melihat sesuatu maka seseorang sadar bahwa melihat diri yang sedang melihat sesuatu, Dapat merenungkan apa arti melihat, dapat menemukan motivasi yang mendorong pribadi untuk melihat. Dan seseorang dapat menyelidiki sesuatu yang dilihat, baik secara keseluruhan maupun dari segi yang sedang diminati saja. Dengan kesadaran diri itu seseorang dapat berkomunikasi intrapersonal dengan diri sendiri guna mengenal dan berefleksi tentang diri, hidup, dan perilaku.7 .

Pada prinsipnya peran orang tua dan orang-orang yang ada disekitar anak tunawicara sangat membantu kelancaran berbicara anak tuna tersebut. Selain itu anak tunawicara cenderung memiliki perilaku anti sosial, hal ini terjadi karena mereka menyadari bahwa mereka mempunyai keterbatasan yang berbeda dengan orang normal. Pada dasarnya ,ketika para psikolog menggunakan istilah tersebut yang mereka maksud adalah agresi. Agresi didefinisikan sebagai “setiap bentuk perilaku yang bertujuan mencelakai atau mencederai makhluk hidup lain yang termotivasi untuk menghindari perlakuan semacam itu. 8

Oleh karena itu sikap seperti yang dimiliki anak tunawicara tersebut mempengaruhi cara perilaku sosial anak tunawicara, mereka lebih cenderung berfikir, dan bertanya dalam diri mereka sendiri tanpa mengetahui apa jawaban dari pertanyaan mereka. Keterbatasan mereka membuat para penyandang tunawicara enggan meyampaikan keinginan dan harapannya kepada lingkungan sekitar , bahkan karena rasa kurang percaya diri tersebut, mereka cenderung enggan untuk mengembangkan mimpi dan harapan yang mereka miliki. Selain itu didalam negara kita masih minim sekali fasilitas dalam upaya pengembangan diri untuk anak tunawicara selain SLB. Minimnya fasilitas tersebut membuat tantangan yang dimiliki anak tunawicara terasa begitu berat, selain terbatas dengan dirinya sendiri untuk mewujudkan mimpinya, dia harus berusaha keras dalam meraih mimpinya karena minimnya fasilitas untuk pertumbuhannya. Pemerintah belum sepenuhnya menyadari akan hal ini , oleh karena itu penelitian mengenai harapan dan tantangan yang dimiliki anak tunawicara belum dimunculkan sebelumnya. Selain itu tema pada penulisan skripsi ini lebih menitikberatkan pada harapan dan tantangan yang dirasakan anak tunawicara dengan perspektif komunikasi intrapersonal dan interpersonal.

7

Agus M. Hardjana,Komunikasi Intrapersonal Dan Interpersonal, (Yogyakarta, PT Kanisius,2003), hal.47-51 8


(35)

2.2Kajian Teori

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan harapan dan tantangan komunikasi seperti apa yang dirasakan oleh anak tunawicara, dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan dua jenis pendekatan diantaranya intrapersonal dan interpersonal, selain itu peneliti juga menggunakan dua teori dalam penelitian ini, dua teori yang digunakan yaitu teori tindakan beralasan dan teori interaksi simbolik. Sebagai landasan kerja penelitian, penulis mengklasifikasikan konsep-konsep teoretis sebagai berikut :

2.2 Komunikasi Intrapersonal

Kita memiliki kemampuan untuk mereflekikan dari sendiri, kita dapat membuat pemisahan antara diri kita sebagai subyek dan objek. Karena itu seseorang dapat mengadakan komunikasi dengan diri sendiri. Komunikasi inilah yang disebut dengan komunikasi intrapersonal. Model komunikasi intrapribadi (intrapersonal)

pertama kali dikemukakan oleh Dean C. Barnlund. Ia adalah seorang ahi komunikasi yang berasal dari Amerika Serikat. Komunikasi intrapribadi merupakan proses pengolahan dan penyusunan informasi melalui sistem syaraf yang ada di dalam otak manusia yang disebabkan oleh stimulus yang ditangkap oleh panca indera.

Proses berpikir adalah bagian dari proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu. Perilaku non verbal individu bervalensi positif, netral atau negatif, dipengaruhi oleh isyarat-isyarat pribadi dan publik.9 Sebagai makhluk rohani, manusia dianugerahi kesadaran pribadi. Dengan kemampuan itu manusia dapat mengenal diri sendiri dan berfleksi tentang diri. Jika seseorang sedang melihat sesuatu maka akan sadar bahwa dirinya melihat diri yang sedang melihat sesuatu. Manusia dapat merenungkan apa arti melihat, dapat menemukan motivasi yang mendorong untuk melihat dan dapat menyelidiki sesuatu yang dilihat baik secara keseluruhan maupun dari segi yang sedang minati saja.

Dengan kesadaran diri itu manusia dapat berkomunikasi intrapersonal dengan diri sendiri guna mengenal dan berefleksi tentang diri, hidup, dan perilaku. Adapun

9


(36)

metode yang dapat digunakan adalah metode meditasi atau merenung.10 Deddy Mulyana berpendapat, bahwa istilah komunikasi intrapersonal sebenarnya belum tepat, karena pengertian segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Namun demikian, tidak diragukan sebelum individu melakukan komunikasi dengan orang lain akan melakukan komunikasi dengan diri sendiri. Berdasarkan pemikiran Deddy Mulyana, komunikasi intrapersonal merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam konteks-konteks lainnya. Komunikasi intrapersonal dalam disiplin komunikasi belum dipaparkan secara rinci dan tuntas, karena melekat pada komunikasi antarpribadi dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya. Hal yang sangat menarik dikatakannya bahwa, keberhasilan komunikasi seseorang dengan orang lain bergantung pada ke efektifan komunikasi dengan diri sendiri.

Dalam tinjauan teori komunikasi yang berperspektif psikologi tersebut, pada awalnya intensi untuk melaksanakan sesuatu dijelaskan dalam Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action)11. Teori Tindakan Beralasan merupakan salah satu teori terbaik yang mampu menjelaskan tentang bagaimana sikap mempengaruhi perilaku melalui intensi perilaku12. Selanjutnya dikatakan, bahwa teori didesain dengan mengetahui intensi perilaku terhadap situasi atau objek spesifik. Teori ini mengemukakan bahwa intensi perilaku dipengaruhi oleh faktor sikap terhadap perilaku (attitude toward the behavior) dan norma-norma subjektif (subjective norms). Fishbein dan Ajzen mendefinisikan intensi perilaku dalam teorinya, sebagai penempatan seseorang dalam suatu dimensi kemungkinan subjektif dalam kaitannya antara dirinya dengan beberapa tindakan. Sikap terhadap perilaku adalah evaluasi positif atau negatif dari individu sebagai perwujudan ketertarikan terhadap perilaku tertentu. Norma subjektif adalah persepsi sebagian besar orang yang dianggap penting bagi dirinya yang mengharapkan dirinya melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu. Beberapa tahun kemudian, setelah melalui serangkaian pengujian dan kritik, maka Icek Ajzen menyempurnakan teorinya dengan memperluasnya menjadi Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) pada tahun 1985.

10

Agus M. Hardjana,Komunikasi Intrapersonal Dan Interpersonal, (Yogyakarta, PT Kanisius,2003), hal.47-51 11

Morissan,Teori Komunikasi,(Jakarta, Prenada Media Group,2013).hal.94-96

12


(37)

Faktor kendali perilaku terasakan (perceived behavioral control) dimasukan sebagai yang juga mempengaruhi intensi perilaku. 13

2.3 Komunikasi Interpersonal

Menurut Mulyana, “Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya akan menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik secara langsung. Selanjutnya bahwa komunikasi interpersonal, individu selain menunjukkan perhatian juga menunjukkan seberapa jauh perhatian itu diberikan. Semakin besar interaksi interpersonal yang ada menunjukkan semakin besar perhatian seseorang pada orang lain yang diajak komunikasi, sebaliknya semakin sedikit komunikasi interpersonal yang terjadi semakin kecil orang memperhatikannya.

Analisis psikologis pada komunikasi interpersonal mengenai reaksi pihak lain atau penerima terhadap perilaku komunikasi kita didasarkan pada analisis dari pengalaman-pengalaman belajar individual yang unik. Dua orang yang yang sering berinteraksi dan mendasarkan prediksinya mengenai satu sama lain terutama pada data psikologis secara khusus menegaskan bahwa mereka mengenal satu sama lain. Meskipun pengertian semacam itu sulit didapat,perolehan mereka membantu membantu kedalaman komunikasi yang tidak ditemukan pada kontak yang dangkal berdasarkan prediksi cultural dan sosiologis.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terkandung dalam tatap muka dan saling mempengaruhi, mendengarkan, menyampaikan pernyataan, keterbukaan, kepekaan yang merupakan cara paling efektif dalam mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang dengan efek umpan balik secara langsung. Ada enam faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal diantaranya :

1. Citra Diri (Self Image)

13

http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/Era%20Perspektif%20Baru%20Kewirausahaan%20-%20Wahyu%20Budi%20Priyatna.pdf


(38)

Setiap manusia merupakan gambaran tertentu mengenai dirinya, status sosialnya, kelebihan dan kekurangannya. Dengan kata lain citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang. Manusia belajar menciptakan citra diri melalui hubungannya dengan orang lain, terutama manusia lain yang penting bagi dirinya.

2. Citra Pihak Lain (The Image of The Others)

Citra pihak lain juga menentukan cara dan kemampuan orang berkomunikasi. Di pihak lain, yaitu orang yang diajak berkomunikasi mempunyai gambaran khas bagi dirinya. Kadang dengan orang yang satu komunikatif lancar, tenang, jelas dengan orang lainnya tahu-tahu jadi gugup dan bingung. Ternyata pada saat berkomunikasi dirasakan campur tangan citra diri dan citra pihak lain. 3. Lingkungan Fisik

Tingkah laku manusia berbeda dari satu tempat ke tempat lain, karena setiap tempat ada norma sendiri yang harus ditaati. Disamping itu suatu tempat atau disebut lingkungan fisik sudah barang tentu ada kaitannya juga dengan kedua faktor di atas.

4. Lingkungan Sosial

Sebagaimana lingkungan, yaitu fisik dan sosial mempengaruhi tingkah laku dan komunikasi, tingkah laku dan komunikasi mempengaruhi suasana lingkungan, setiap orang harus memiliki kepekaan terhadap lingkungan tempat berada, memiliki kemahiran untuk membedakan lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain.

5. Kondisi

Kondisi fisik punya pengaruh terhadap komunikasi yang sedang sakit kurang cermat dalam memilih kata-kata. Kondisi emosional yang kurang stabil, komunikasinya juga kurang stabil, karena komunikasi berlangsung timbal balik. Kondisi tersebut bukan hanya mempengaruhi pengiriman komunikasi juga penerima. Komunikasi berarti peluapan sesuatu yang terpenting adalah meringankan kesesalan yang dapat membantu meletakkan segalanya pada proporsi yang lebih wajar.

6. Bahasa Badan

Komunikasi tidak hanya dikirim atau terkirim melalui kata-kata yang diucapkan. Badan juga merupakan medium komunikasi yang kadang sangat efektif kadang pula dapat samar. Akan tetapi dalam hubungan antara orang


(39)

dalam sebuah lingkungan kerja tubuh dapat ditafsirkan secara umum sebagai bahasa atau pernyataan.

Ke enam faktor tersebut menjadi suatu masalah bagi anak penyandang tunawicara dalam berinteraksi, karena interaksi yang mereka gunakan untuk berkomunikasi berbeda dengan orang normal pada umumnya, anak tunawicara akan menggunakan simbol khusus dalam berkomunikasi, cara penggunaan simbol-simbol tersebut tidak banyak orang yang bisa memahami, bahkan hampir sangat sedikit, hal ini yang mengakibatkan anak tunawicara kurang maksimal dalam melakukan interaksi tatap muka dengan orang- orang disekitarnya, dalam pembahasan komunikasi interpersonal ini maka peneliti menggunakan teori interaksi simbolik, Konsep teori interaksi simbolik ini diperkenalkan oleh Herbert Blumer.

Karakteristik dasar teori ini adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam mayarakat dan hubungan masyarakat dengan individu.Interaksi yang terjadi antar-individu berkembang melalui simbol-simbol yang mereka ciptakan. Teori interaksi simbolik termasuk ”baru” dan teori yang paling sulit disimpulkan. Teori ini memiliki banyak sumber namun tak satupun yang mampu memberi penjelasan memuaskan mengenai inti dari teori ini.Jelasnya, ide dasar teori ini bersifat menentang behaviorisme radikal yang dipelopori oleh J.B. Watson.Teori interaksi simbolik sering disebut juga sebagai teori sosiologi interpretative. Selain itu, teori ini ternyata sangat dipengaruhi oleh ilmu psikologi,khususnya psikologi sosial. Teori ini juga didasarkan pada konsep diri. Penggunaan simbol ini ditemui dalam proses berpikir subjektif atau reflektif. Hubungan antara komunikasi dengan kesadaran subjektif sedemikian dekat, sehingga proses itu dapat dilihat sebagai sisi yang tidak kelihatan dari komunikasi.

Proses penggunaan simbol secara tidak kelihatan menginspirasi pikiran atau kesadaran. Suatu segi yang penting di sini adalah bahwa intelegensi manusia mencakup kesadaran tentang diri. Seperti yang kita tahu bahasa tubuh juga merupakan salah satu aspek komunikasi nonverbal disamping aspek-aspek komunikasi nonverbal lainnya yang berkenaan dengan benda,seni,ruang dan waktu. Komunikasi nonverbal sama pentingnya dengan komunikasi verbal meskipun terkadang sering diabaikan.14

14


(40)

2.4 Kajian Teori

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan harapan dan tantangan komunikasi seperti apa yang dirasakan oleh anak tunawicara, dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan dua jenis pendekatan diantaranya intrapersonal dan interpersonal, selain itu peneliti juga menggunakan dua teori dalam penelitian ini, dua teori yang digunakan yaitu teori tindakan beralasan dan teori interaksi simbolik.

2.4.1 Interaksi Simbolik

Diketahui bahwa seorang tunawicara merupakan individu yang memiliki kebutuhan khusus, cara berkomunikasi yang mereka gunakan juga berbeda dengan individu pada umumnya, seorang tunawicara menggunakan simbol-simbol khusus yang telah dipelajari dan disepakati untuk digunakan dalam kegiatan berkomunikasi, tidak banyak individu yang mengerti dan mampu menggunakan komunikasi model tersebut. Peneliti dalam penelitian kali ini untuk mengetahui apa dan bagaimana harapan juga tantangan yang dirasakan seorang anak tunawicara bagi masa depan mereka, peneliti menggunakan perspektif komunikasi interpersonal dan intrapersonal, adapun dua teori yang digunakan dalam masing-masing pendekatan tersebut, diantaranya, dalam komunikasi interpersonal peneliti memakai teori Interaksionisme Simbolik, dan dalam komunikasi intrapersonal peneliti memakai teori Theory Of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). Miller dan Steinberg (1975) membedakan antara komunikasi antarpribadi dan non-antarpribadi dalam tiga tingkatan analisis dalam melakukan prediksi,yaitu cultural, sosiologis, dan psikologis.

Analisis psikologis pada komunikasi interpersonal mengenai reaksi pihak lain atau penerima terhadap perilaku komunikasi kita didasarkan pada analisis dari pengalaman-pengalaman belajar individual yang unik. Dua orang yang yang sering berinteraksi dan mendasarkan prediksinya mengenai satu sama lain terutama pada data psikologis secara khusus menegaskan bahwa mereka mengenal satu sama lain. Meskipun pengertian semacam itu sulit didapat,perolehan mereka membantu membantu kedalaman komunikasi yang tidak ditemukan pada kontak yang dangkal berdasarkan prediksi cultural dan


(41)

sosiologis. Sering kali interaksi yang didasarkan pada prediksi psikologis menyebabkan bagi pihak luar sebagai hal yang asing atau bahkan aneh. Pertukaran informasi dengan akar psikologis sering kali diatur dengan bentuk peraturan yang aneh di mana peraturan-peraturan itu hanya dketahui oleh pastisipan bahkan sulit dijelaskan kepada orang luar. Misalnya, sepasang suami istri pergi ke pesta dan si suami mengatkan: “kalau saatnya pulang dan bila kamu berada berjauhan dari saya, saya akan beri isyarat dengan mengacungkan tangan sebagai tanda kita sudah harus pulang.” Isyarat ini hanya dimengerti oleh orang yang bersangkutan dan bukan orang lain. Orang lain mungkin berpikir mengapa laki-laki itu mengacungkan tangan. Sama hal nya dengan cara beromunikasi yang dilakukan anak tunawicara, hanya orang tertentu yang mengerti maksud dari bahasa isyarat yang mereka lakukan.15

Hal ini berhubungan dengan teori komunikasi interaksi simbolik, Interaksionisme simbolik merupakan perspektif teoretis Amerika yang nyata dikembangkan oleh para ilmuwan psikologi sosial di Universitas Chicago, yang berakar pada filsafat pragmatis. Ini merupaka perspektif yang luas dari pada teori yang spesifik dan berpendapat bahwa komunikasi manusia terjadi melalui pertukaran lambang-lambang beserta maknanya. Perilaku manusia dapat dimengerti dengan mempelajari bagaimana para individu memberi makna pada informasi simbolik yang mereka pertukarkan dengan pihak lain. Interaksionisme simbolik didasarkan pada pemikiran bahwa para individu bertindak terhadap objek atas dasar pada makna yang dimiliki objek itu bagi mereka, makna ini berasal dari interaksi sosial dengan seorang teman dan makna ini dimodifikasi melalui proses penafsiran.16

Teori interaksi simbolik (symbolic interactionism) memfokuskan perhatiannya pada cara-cara yang digunakan manusia untuk membentuk makna dan struktur masyarakat melalui percakapan. Interaksi simbolis pada awalnya merupakan suatu gerakan pemikiran dalam ilmu sosiologi yang dibangun oleh George Herbert Mead, dan karyanya kemudian menjadi inti dari aliran pemikiran yang dinamakan Chicago School. Interaksi simbolis mendasrkan gagasannya atas enam hal yaitu :

15

Prof. Dr. Muhammad Budyatna, M.A. Dan Dr. Leila Mona Ganiem, M.Si, Teori Komunikai Antarpribadi,

(Jakarta, Kencana Prenada Media Group,2011), hal .2-5 16

Prof. Dr. Muhammad Budyatna, M.A. Dan Dr. Leila Mona Ganiem, M.Si, Teori Komunikai Antarpribadi,


(42)

a. Manusia membuat keputusan dan bertindak pada situasi yang dihadapinya sesuai dengan pengertian subjektifnya.

b. Kehidupan sosial merupakan proses interaksi, kehidupan sosial bukanlah struktur atau bersifat struktural dank arena itu akan terus berubah.

c. Manusia memahami pengalamannya melalui makna dari simbol yang digunakan di lingkungan terdekatnya (primary group), dan bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan sosial .

d. Dunia terdiri dari berbagai objek sosial yang memiliki nama dan makna yang ditentukan secara sosial.

e. Manusia mendasarkan tindakannya atas Interprestasi mereka, dengan mempertimbangkan dan mendefinisikan obyek-obyek dan tindakan yang relevan pada situasi saat ini.

f. Diri seseorang adalah obyek signifikan dan sebagaimana obyek sosial lainnya diri didefinisikan melalui interaksi sosial dengan orang lain. 2.4.2 Tindakan Beralasan

Teori tindakan beralasan, Icek Ajzen dan Martin Fishbein mengembangkan teori nilai harapan dengan mengemukakan pandangan bahwa tindakan atau tingkah laku (behavior) terjadi disebabkan adanya niat atau kehendak (intention) yang merupakan hasil dari sikap.17Argumentasi ini kemudian menjadi dasar bagi

pengembangan teori lain yang disebut ‘’teori tindakan beralasan ‘’ atau theory of

reasoned action. Menurut teori ini, niat atau kehendak seseorang untuk melakukan tindakan tertentu ditentukan oleh sikapnya terhadap tindakan itu sendiri serta seperangkat kepercayaan mengenai bagaimana orang lain menginginkan ia bertindak. Untuk lebih memahami teori ini kita ambil satu contoh sederhana sebagai berikut. Seorang mahasiswa , sebut saja namanya Rudi, mengalami kemunduran dalam kuliahnya. Ia gagal pada beberapa mata pelajaran dan secara umum prestasinya di bawah rata-rata. Rudi mempertimbangkan apakah ia harus terus kuliah hingga mendapatkan gelar sarjana ataukah ia harus cuti kuliah sementara untuk bekerja? Rudi harus memilih tindakan mana yang akan dilakukannya.

17

Icek Ajzen dan Martin Fishbein, Understanding Attitudes and Predicting Social Behavior, Englewood Cliffs, Prentice Hall, 1980.


(43)

Menurut teori tindakan beralasan, apa yang akan dilakukan Rudi bergantung pada sikap Rudi terhadap kuliah itu sendiri dan pandangan Rudi mengenai pendapat orang lain mengenai apa yang harus dilakukannya. Formula yang dikemukakan Ajzen dan Fishbein ini merupakan perkiraan mengenai keinginan seseorang untuk bertindak atau bertingkah laku dan bukan perkiraan mengenai tindakan yang betul-betul akan dilakukan orang. Hal ini disebabkan orang tidak selalu bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan atau niat semula. Menurut ajzen dan Fishbein, manusia memiliki kecenderungan untuk bertindak yang berlawanan dengan niat atau keinginannya semula, betapa pun kuatnya keinginan itu. Seseorang yang gemar merokok(perokok berat) berkeinginan untuk berhenti merokok karena kesehatannya menurun namun ia tidak melakukan hal itu karena ia sudah ketagihan merokok.

Dalam Sistem kognitif manusia (proses berpikir) terdapat satu kelompok variabel yang terdiri atas sejumlah variabel seperti variabel sikap terhadap objek, sikap terhadap tingkah laku, variabel bobot kepercayaan, kemungkinan kepercayaan (belief probability), evaluasi, keinginan bertindak, bobot sikap, pendapat subjektif serta variabel terhadap bobot pendapat subjektif. Apa yang orang pikirkan mengenai suatu tindakan atau isu dan bagaimana ia bertindak terhadap isu itu sangat bergantung pada berbagai interaksi di antara variabel-variabel tersebut.18

Anak tunawicara jarang sekali melakukan interaksi sosial di lingkungan sekitarnya, tunawicara memiliki rasa kepercayaan diri yang relative rendah dibandingkan orang umum, tunawicara lebih menyukai berkomunikasi dengan dirinya sendri bersama dunianya sendiri, terkadang tunawicara tidak mengerti apa yang disampaikan oleh lingkungannya, keterbatasan dalam berkomunikasi kerap kali membuat tunawicara memikirkan sesuatu sesuai keinginan dalam dirinya sendiri, teori tindakan beralasan ini berkesinambungan dengan keinginan pribadi tunawicara yang kemudian di aplikasikan sendiri keinginan tersebut sesuai dengan apa yang sedang tunawicara inginkan.

Manusia mempunyai kemampuan berbicara dengan dirinya sendiri tidak terkecuali tunawicara yang didalam kehidupan sehari-harinya tidak terlalu sering melakukan komunikasi sosial karena pemahaman dalam berkomunikasi yang kurang. Komunikasi yang sedang dilakukan tunawicara karena beberapa variabel yang ada

18


(44)

karena kepercayaan dalam dirinya. Dari data penelitian yang didapatkan beberapa informan menyebutkan ketika lingkungannya sudah tidak membuat tunawicara nyaman, tunawicara cenderung melakukan hal-hal seperti menghindari ketidaknyamanan itu, berdiam di rumah, melakukan kegiatan kesenangannya bersama dirinya sendiri dan menjauhi lingkungannya yang membuat tidak nyaman. Lingkungan menjadi salah satu variabel yang membuat tunawicara berfikir dan timbul rasa kepercayaan dalam dirinya untuk melakukan sesuatu yang membuat dirinya nyaman sendiri.

Harapan merupakan bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan, pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Setiap manusia pasti memiliki harapan, harapan untuk dirinya di masa depan dan sebagainya, begitu juga anak tunawicara, mereka juga memiliki harapan yang tidak jauh berbeda dengan orang normal pada umumnya terkait dirinya di masa depan. Biasanya harapan itu ada dari apa yang sedang difikirkan dalam diri, dan hal itu merupakan termasuk dalam komunikasi intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri, akan tetapi harapan itu cenderung akan terjadi karena sebuah kepercayaan dalam diri sendiri, karena kepercayaan itulah yang akan memompa motivasi yang ada dalam diri, hal ini sangat berhubungan dengan teori tindakan beralasan, dijelaskan bahwa dalam teori tersebut, apa yang orang pikirkan mengenai suatu tindakan atau isu dan bagaimana ia bertindak terhadap isu itu sangat bergantung pada sistem kognitif manusia (proses berpikir) yang terdiri atas sejumlah variabel seperti variabel sikap terhadap objek, sikap terhadap tingkah laku, variabel bobot kepercayaan, kemungkinan kepercayaan (belief probability), evaluasi, keinginan bertindak, bobot sikap, pendapat subjektif serta variabel terhadap bobot pendapat subjektif. Bagi peneliti teori tindakan beralasan ini sesuai untuk mendapatkan hasil terkait harapan komunikasi tunawicara dalam perspektif intrapersonal.


(45)

BAB III

PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian 1. Profil SMALB Ma’arif Banjarmendalan

1. Nama sekolah : SMALB MA`ARIF 2. Alamat sekolah :

a. Jalan : JL. Banjarmendalan No. 06 b. Desa : Banjarmendalan

c. Kecamatan : Lamongan d. Kabupaten : Lamongan e. Propinsi : Jawa timur f. kode pos : 62212

g. No Telp : 0322 - 314989 3. Identitas kepala sekolah

a. Nama kepala sekolah : SUGENG PRIYONO b. Nip : 19691016 200002 2 001

c. Alamat rumah :Jl.Andansari Gg. Arwana no. 19 LMG 4. Tahun beroperasi : 25 Agustus 2000

5. status tanah : Menumpang


(46)

A. Visi Sekolah

Visi Sekolah adalah imajinasi moral yang dijadikan dasar atau rujukan dalam menentukan tujuan atau keadaan masa depan sekolah yang secara khusus diharapkan oleh Sekolah. Visi Sekolah merupakan turunan dari Visi Pendidikan Nasional, yang dijadikan dasar atau rujukan untuk merumuskan Misi, Tujuan sasaran untuk pengembangan sekolah dimasa depan yang diimpikan dan terus terjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.

Adapun visi SMALB Ma`arif Lamongan : Mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi insan yang terampil, mandiri, dan bertakwa.

B. Misi

Dalam upaya mewujudkan visi tersebut di atas, Misi SMALB Ma`arif Lamongan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan yang maha esa

2. Menanamkan konsep diri yang positif agar beradaptasi dan diterima dalam bersosialisasi dimasyarakat.

3. Pembekalan IPTEK sesuai perkembangan zaman.

4. Penerapan kurikulum danprogram sesuai dengan kebutuhan. 5. Meningkatkan mutu pendidikan yang lebih menekankan pada


(47)

C. Tujuan Sekolah

1) Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berkreasi secara vertikal dan horisontal

2) Meningkatkan pemahaman terhadap self sehingga mampu mandiri dan berpartisipasi di masyarakat

3) Memberikan pelayanan dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada

4) anak berkebutuhan khusus

5) Memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dasar 6) Meningkatkan kepedulian masyarakat.

2. Deskripsi Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memilih informan yang sesuai dengan fokus penelitian sebagai sumber data penelitian. Adapun deskripsi mengenai informan adalah sebagai berikut :

a) Nama : Silvia Mega P.

Silvia mega merupakan salah satu anak yang memiliki kebutuhan khusus yang duduk di kelas 2 SMP dan menempuh pendidikan di SMPLB Ma’arif Banjarmendalan Lamongan, Silvia merupakan seorang anak yang sangat periang, Selain itu Silvia juga merupakan anak yang memiliki banyak prestasi,salah satunya di bidang tari tradisional, Silvia terlihat memiliki bakat tersebut ketika dia berusia 6 th, sejak masih duduk di bangku sd dia gemar mengikuti latihan-latihan seperti tari tradisional tersebut dan mengikuti beberapa ajang pementasan di sekolahnya.

Silvia lahir bersama keluarga yang sangat menyayanginya, dia tumbuh di lingkungan yang benar-benar mendidik baginya, akan tetapi meskipun Silvia


(48)

terlahir sebagai anak yang memiliki talenta yang luar biasa dan tumbuh bersama keluarga yang baik, dia terlahir sebagai anak yang juga memiliki kebutuhan khusus yang berbeda dengan anak-anak se usianya, dalam hal ini peneliti melihat bahwa ada sesuatu yang bagus yang patut untuk diteliti terkait harapan dan tantangan anak tunawicara, karena anak yang memiliki talenta seperti Silvia cenderung mempunyai mimpi/ keinginan/ harapan yang tinggi untuk masa depannya.

b) Nama : Rifki Abdillah

Rifki abdillah adalah salah satu anak yang memiliki kebutuhan khusus yakni tunawicara yang duduk di kelas 2 dan menempuh pendidikan di Smplb Ma’arif Banjarmendalan Lamongan, kenapa peneliti memilih Rifki sebagai salah satu informan dalam penelitian ini, karena Rifki merupakan salah satu anak yang aktif di antara teman-teman sekelasnya, Rifki salah satu anak pengidap tunawicara murni, jadi cara dia untuk berfikir masih sangat cepat dibandingkan teman-teman nya yang mengidap tunawicara ganda, murni disini bisa dikatakan bahwa anak tersebut hanya mengalami masalah pada cara berbicaranya saja, tidak pada pola berfikirnya, akan tetapi Rifki ini memiliki tingkat emosional yang cukup tinggi, Rifki tinggal bersama orang tuanya yang beralamat di desa gerigis kabupaten Lamongan, orang tuanya merupakan seorang pekerja wiraswasta, karena pekerjaan kedua orang tuanya Rifki jarang mendapatkan pengajaran dan perhatian secara intens dan / khusus dari kedua orang tuanya, oleh karena itu dia lebih sering tinggal di sebuah asrama yang disediakan sekolahnya dibandingkan dirumahnya sendiri, jika mendapat sebuah masalah bersama orang disekitarnya, Rifki cenderung menggunakan fisik & emosinya. Rifki benar-benar meiliki kepribadian yang keras akan


(1)

berfikir dan timbul rasa kepercayaan dalam dirinya untuk melakukan sesuatu yang membuat dirinya nyaman sendiri.

Harapan merupakan bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan, pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Setiap manusia pasti memiliki harapan, harapan untuk dirinya di masa depan dan sebagainya, begitu juga anak tunawicara, mereka juga memiliki harapan yang tidak jauh berbeda dengan orang normal pada umumnya terkait dirinya di masa depan. Biasanya harapan itu ada dari apa yang sedang difikirkan, dan hal itu merupakan termasuk dalam komunikasi intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri, akan tetapi harapan itu cenderung akan terjadi karena sebuah kepercayaan dalam diri sendiri, karena kepercayaan itulah yang akan memompa motivasi yang ada dalam diri manusia, hal ini sangat berhubungan dengan teori tindakan beralasan, dijelaskan bahwa dalam teori tersebut, apa yang orang pikirkan mengenai suatu tindakan atau isu dan bagaimana ia bertindak terhadap isu itu sangat bergantung pada sistem kognitif manusia (proses berpikir) yang terdiri atas sejumlah variabel seperti variabel sikap terhadap objek, sikap terhadap tingkah laku, variabel bobot kepercayaan, kemungkinan kepercayaan (belief probability), evaluasi, keinginan bertindak, bobot sikap, pendapat subjektif serta variabel terhadap bobot pendapat subjektif. Bagi peneliti teori tindakan beralasan ini sesuai untuk mendapatkan hasil terkait harapan komunikasi tunawicara dalam perspektif intrapersonal.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai data dan fakta yang sudah diperoleh dari lapangan dan dikonfirmasikan dengan teori-teori yang menjadi acuan peneliti ,dengan demikian dapat diperoleh beberapa keimpulan mengenai beberapa hal yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

1. Harapan dan tantangan anak tunawicara dalam perspektif komunikasi intrapersonal dan interpersonal dari data yang diperoleh dijelaskan bahwa karena keterbatasan dalam berkomunikasi yang ada pada dirinya, anak tunawicara paling sering melakukan komunikasi intrapibadi, dalam komunikasi intrapibadi tersebut banyak dari anak-anak tunawicara yang memiliki harapan untuk masa depan mereka dan harapan itu tidak jauh berbeda dengan harapan-harapan yang dimiliki pada anak-anak normal. Seperti memiliki pekerjaan yang baik yang berarti pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang-orang normal, anak tunawicara mempunyai keinginan untuk bisa ada dalam pekerjaan tesebut. Akan tetapi hambatan dalam perkembangan bahasa yang dialami oleh anak tunawicara yang berdampak pada kesulitan mereka dalam memaknai arti kata menjadi sebuah masalah dan tantangan yang lebih berat bagi mereka untuk berkembang dalam lingkungan sosial.

Anak tunawicara terbagi dalam dua tipe, diantaranya gangguan tunawicara ganda dan murni, bagi anak yang terkena tunawicara ganda cara berfikir anak tersebut jauh lebih lambat dibandingkan anak tunawicara murni,


(3)

motivasi seorang anak tunawicara ganda juga kurang dibandingkan anak tunawicara murni, oleh sebab itu harapan dan tantangan yang dirasakan bagi anak tunawicara ganda dan murni juga berbeda, karena proses berfikir tunawicara murni tidak lebih lamban dikarenakan anak tunawicara murni hanya terbatas karena kesulitannya dalam berkomunikasi tidak karena proses berfikirnya. Dalam hal ini bukan berarti anak tunawicara tidak mampu bersaing dan terjun dalam lingkungan sosial maupun berkembang dalam proses komunikasinya.

Menurut sebuah artikel yang ditulis oleh Jose Maria Alvarez dari hasil wawancara dengan staf keamanan dari pemerintah Oaxaca (Meksiko), gubernur Oaxaca telah merekrut petugas tunarungu dan tunawicara untuk memantau kota lewat kamera pengintai, hal ini dilakukan karena tunarungu dan tunawicara dianggap memiliki keunggulan yang luar biasa, karena kekurangan yang ada pada diri mereka, mereka memiliki rasa visual yang sangat tinggi, mampu membaca bibir orang lain, dan tidak mudah terganggu oleh suara dari hal-hal lain yang sedang terjadi di kantor pusat yang berisi ratusan layar monitor. Ini memberi bukti bahwa meski terhalang dengan cara berkomunikasi yang sangat minim di lingkungan sosial, anak-anak berkebutuhan khusus bisa melakukan hal-hal yang luar biasa dan menguntungkan bagi lingkungan sosialnya.

B. Rekomendasi

Dari hasil penelitian dan uraian di atas, maka peneliti memberikan beberapa saran yang mungkin bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi beberapa pihak, seperti :


(4)

Anggota keluarga khususnya orang tua yang berpengaruh besar dalam memenuhi kebutuhan khususnya mengenai proses, cara dan perbuatan dalam berkomunikasi anak tunawicara. Dengan menerjemahkan atau mengartikan pertanyaan-pertanyaan dari anak mereka, memberikan contoh perilaku komunikasi yang tepat, memperluas respon anak, menyediakan kesempatan untuk berinteraksi, mempraktekkan komunikasi yang positif, orang tua bisa ikut mendorong perkembangan kemampuan berkomunikasi dan berfikir anak. 2. Untuk masyarakat

Kekurangan yang dimiliki anak tunawicara bukanlah sebuah perbedaan yang akan menjadikan anak tersebut sebagai beban didalam komunitasnya, mereka merupakan tanggung jawab bersama untuk menjadikan anak tunawicara diterima dengan baik keberadaannya ditengah-tengah msyarakat pada umumnya.

3. Untuk Pemerintah

Diharapkan adanya peran serta pemerintah dalam menunjang berbagai fasilitas bagi anak tunawicara baik dari segi pendidikan, kesehatan dan lapangan pekerjaan, sehingga membantu untuk kesembuhan dan pemberdayaan anak tunawicara dilingkungan sosial.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Dan Sperber Deirdre Wilson,Teori Relevansi, (Yogyakarta, PT Pustaka Pelajar,1995), hal.249 Ali Nurdin, S.Ag. M.Si, Drs. Agoes Moh. Moefad, SH., M.Si, Advan Navis Zubaidi, S.ST., M.Si, Rahmad Harianto, S.IP,Pengantar Ilmu Komunikasi (Surabaya, CV Mitra Media Nusantara,2013), hal.141

Brent D.Ruben dan Lea P.Stewart, Komunikasi Dan Perilaku Manusia, (Depok, PT Rajagrafindo Persada,2013), hal.3-7

Brent D.Ruben dan Lea P.Stewart, Komunikasi Dan Perilaku Manusia, (Depok, PT Rajagrafindo Persada,2013), hal.65-69

Agus M. Hardjana,Komunikasi Intrapersonal Dan Interpersonal, (Yogyakarta, PT Kanisius,2003), hal.47

Agus M. Hardjana,Komunikasi Intrapersonal Dan Interpersonal, (Yogyakarta, PT Kanisius,2003), hal.6

Brent D.Ruben dan Lea P.Stewart,Komunikasi Dan Perilaku Manusia, (Depok, PT Rajagrafindo Persada,2013), hal.146

Jenny Mercer & Debbie Clayton, Psikologi Sosial, (Jakarta, PT Gelora Aksara Pratama,2012), hal. 140, 150

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta, PT Grasindo, 2004), hal.11-13

Agus M. Hardjana,Komunikasi Intrapersona Dan Interpersonal, (Yogyakarta, PT Kanisius,2003), hal.47-51

Prof. DR. Deddy Mulyana, M.A, Komunikasi Efektif, (bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal .159

Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, Psikologi Komunikasi, (Bandung,PT Remaja Rosdakarya,1991), hal. 287-289

http://swaratunarungu.blogspot.com/2011/12/kaum-difabel-berhak-memperoleh.html

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta, PT Gelora Aksara Pratama, 2002), hal.23,24,147

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta, PT Gelora Aksara Pratama,2002), hal. 145

Morissan, Teori komunikasi individu hingga massa, (Jakarta, Prenada Media Group,2013), hlm.94-96.

Jalaluddin Rakhmat,Psikologi Komunikasi, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya,1996), hlm.48-49.


(6)

Drs. H. Abu Ahmadi,Psikologi Sosial, (Jakarta, PT Rineka Cipta,2009), hlm.48-51.

Jalaluddin Rakhmad,M.Sc,Teori-teori komunikasi,(Bandung, Cv Remadja Karya,1986),hlm 307.

Internet :

file:///D:/SEMESTER%207/PROPOSAL%20SKRIPSI/FENOMENA%20UMUM.htm