Apresiasi Masyarakat Terhadap Fungsi Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kabupaten Lebak (Studi Pendekatan Deskriptif Kuantitatif di Kecamatan Rangkasbitung)

(1)

Apresiasi Masyarakat Terhadap Fungsi Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kabupaten Lebak

(Studi Pendekatan Deskriptif Kuantitatif di Kecamatan Rangkasbitung) Uce Latihah

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

ABSTRACT

Commission for Transparency and Participation (KTP) of Lebak was legalized in 2005 through regional regulation No. 6, 2004 and strengthened by Law No. 14 Year, 2008. The Birth of that regional regulation because of the condition in Lebak, that is still backward in terms of social welfare, proved by 171. 109 of family head is poor family, compared with other districts in Banten. This indicates have not optimum Good Governance & Clean Government in Lebak District Government. So P2TPD (Local Governance Reform) discuss the need to facilitate the arrangement of regional regulation design about Transparency and Participation, so that formed the regional regulation No. 6, 2004, than formed KTP. This research aimed to find out how the understanding of the society, how the responses and attitudes of society and how society perceived benefits of the function of KTP. Researcher used the theory of the social assessment of Hovlan & Sheriff. This research uses descriptive analytical approach, this is only to illustrate the dimensions of the variable appreciation, not connecting. The method of data collecting through questionnaires and interviews as a complement, and observation and literature study through books, internet and documentation. The results of this research can be concluded that the Appreciation of Society on The Function of Transparency and Participation Commission (KTP) of Lebak viewed from four dimensions. They are Understanding, Responses, Attitudes and Benefits. From the dimensions of understanding, as many as 47,2 % (58 people) have not understand the contributions of the institution of KTP. From the dimensions of the response as many as 49,6 % or 61 people giving good feedback on the performance of KTP. As many as 55,3 % (68 people) respondents agree adequately address the KTP. While as many as 61,8 % (76 people) considered that the existence of KTP is less felt by the society. Based on the result of interview, in this case because of less work and the invisibility and socialization of KTP institution. Moreover the number of KTP members that only five persons to reach the 28 districts in Lebak, indicating ineffective of the KTP performance. Therefore in the future, researcher hopes that KTP do resocialization and increase to the KTP performance, so that it will create better transparency of information and public participation, especially in Subdistrict of Rangkasbitung.

Keywords: Commission for Transparency and Participation, Understanding, Responses, Attitudes and Benefits dimensions of Perception.

PENDAHULUAN

Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Lebak disahkan pada tahun 2005 melalui Perda No. 6 Tahun 2004 yang kemnudian diperkuat oleh UU No. 14 Tahun 2008. Lahirnya Perda tersebut karena melihat kondisi Lebak yang masih terbelakang dalam hal kesejahteraan


(2)

masyarakat, terbukti 171.109 KK adalah keluarga miskin, dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya di Banten. Hal ini diindikasikan belum optimalnya Good Governance & Clean Government di Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak. Sehingga P2TPD (Pembaruan Tata Pemerintahan Daerah) mendiskusikan perlu memfasilitasi penyusunan Raperda tentang Transparansi dan Partisipasi hingga terbentuklah Perda No. 6 Tahun 2004 tersebut yang kemudian membentuk KTP.

Menurut Perda No. 6 Tahun 2004, Bab 1 Pasal 1 ayat 6, transparansi yang dimaksud adalah “keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan Badan Publik lainnya dengan menyediakan informasi publik yang memungkinkan setiap orang dapat mengetahui proses perencanaan, perumusan kebijakan, implementasi sampai pengawasan dan evaluasi”. Kata transparansi tidak terlepas dari kata partisipasi. Maka sesuai dengan Perda No. 6 Tahun 2006, Bab 1 Pasal 1 Ayat 7, yang dimaksud partisipasi disini adalah “keterlibatan masyarakat secara sadar dan nyata dalam serangkaian proses pembangunan dari tingkat perencanaan, perumusan kebijakan, implementasi sampai pengawasan dan evaluasi sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat lebih aspiratif, transaran dan akuntabel”.

Pada tahun 2008, muncul desakan dari masyarakat Indonesia agar terbentuknya payung hukum yang menjamin setiap individu dapat mengakses informasi public secara lebih mudah dan transparan. Hingga selanjutnya terbentuklah UU No. 14 Tahun 2008 tentang Kebebasan Informasi Publik (UU KIP), yang menjelaskan tentang kewajiban-kewajiban badan publik, dalam melayani informasi publik sesuai dengan klasifikasinya, yaitu informasi serta merta, informasi reguler, dan informasi yang tersedia setiap saat. UU ini mengharapkan terciptanya akuntabilitas publik yang menjamin hak masyarakat untuk mengetahui rencana pembuatan program kebijakan dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan suatu keputusan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Disahkannya UU Kebebasan Informasi Publik tersebut semakin memperkuat saja keberadaan Perda No. 6 Tahun 2004 yang melahirkan KTP Lebak. Dan menuntut KTP untuk bekerja lebih optimal lagi dalam upaya mendorong keterbukaan informasi public dan merangsang partisipasi masyarakat Lebak dalam setiap program pembangunan di Lebak.

Berdirinya KTP Lebak sejak tahun 2005, saat ini telah menjalani 2 periode/kepengurusan. Lembaga yang masih baru ini, tentu saja secara fungsional maupun


(3)

operasional belum berjalan secara optimal. Minimnya sumber daya manusia yang hanya beranggotakan 5 orang tersebut untuk jangkauan 28 kecamatan di Lebak, nampaknya menjadi pemicu keterbatasan kinerjanya.

KTP yang berperan sebagai keeper di antara pemerintah dan masyarakat, artinya KTP bertindak sebagai corong pemerintah sekaligus sebagai pengendali. Layaknya sebagai pengendali itulah, KTP memiliki fungsi sebagai pemantau, pengawas, fasilitator dan mediator. Dalam proses manajemen, upaya pengendalian diawali dengan kegiatan pemantauan terhadap perencanaan dan pelaksaan suatu program/kebijakan. Data hasil pemantauan, kemudian dievaluasi apakah terjadi indikasi penyimpangan atau pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. Apabila ada indikasi pelanggaran maka dilakukanlah kegiatan pengawasan, menyinggung dalam penelitian ini yaitu dengan membuat ruang publik/forum diskusi seperti yang difasilitasi KTP, hasil dari forum itu, kemudian menjadi rekomendasi dari KTP kepada pemerintah terkait, sebagai bahan rumusan tindakan penertiban yang dilakukan. Selanjutnya bila ada tanggapan atas rekomendasi tersebut dan ada pengaduan dari masyarakat, maka KTP melakukan mediasi yang menghadirkan masyarakat dan pemerintah terkait.

Kehadiran KTP Lebak tentu membawa angin segar dan menjadi kebanggaan bagi masyarakatnya. Selain sebagai satu-satunya lembaga di Banten yang bergerak dalam upaya transparansi informasi dan partisipasi publik, KTP pun menjadi wadah masyarakat untuk mengadu atas indikasi adanya ketidakterbukaan badan publik dan membantu dalam upaya penyelesaian konflik antara pemerintah/badan publik di Lebak dan masyarakatnya. Selama ini KTP tidaklah mungkin berdiri tanpa dukungan dan partisipasi dari masyarakat khususnya masyarakat Lebak. Oleh karena itu, KTP pun harus bisa menganalisis sejauh mana peran masyarakat dalam membantu terwujudnya fungsi KTP tersebut. Keberhasilan fungsi KTP dapat dianalisis melalui seberapa besar apresiasi dan partisipasi masyarakat Lebak terhadap KTP.

Apresiasi dalam penelitian ini adalah penghargaan/penilaian yang positif/negative dari masyarakat Lebak kepada suatu karya tertentu atau dalam hal ini tentang keberfungsian Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP). Apresiasi dibagi menjadi 3, yaitu kritik, pujian, dan saran. Sedangkan dalam pengkomunikasian apresiasi itu sendiri dapat berwujud/diekspresikan dan tidak berwujud/tidak diekspresikan. Dalam proses apresiasinya itu sendiri kemudian yang mengalami kesendatan, menurut Jurnal Komunikasi dan Informasi edisi 46 disebutkan bahwa,


(4)

hal ini disebabkan karena apresiasi berkaitan dengan tingkat perhatian, pemahaman, tanggapan dan sikap masyarakat, yang selanjutnya penilaian terhadap manfaat apa yang masyarakat dapatkan terkait kehadiran KTP yang tercermin dalam fungsi KTP itu sendiri.

Kecenderungan dari masyarakat inilah kemudian yang perlu dipelajari dan diteliti. Karena itu penelititian ini bertujuan ingin melihat bagaimana apresiasi masyarakat Lebak terhadap fungsi KTP yang digambarkan dari 4 dimensi yaitu bagaimana pemahaman masyarakat, bagaimana tanggapan dan sikap masyarakat serta bagaimana manfaat yang dirasakan masyarakat dari fungsi lembaga KTP.

TINJAUAN PUSTAKA

Agar komunikasi dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai sebagaimana yang diinginkan oleh seorang komunikator, maka dalam berkomunikasi haruslah menggunakan teknik dan strategi. Suatu pesan/informasi yang disampaikan haruslah mengandung unsure transparan, agar maksud komunikasi itu dapat dimengerti dan tercapai kepada komunikannya.

Cara bagaimana berkomunikasi yang tepat, kita dapat memilih salah satu tatanan komunikasi di bawah ini (Effendy, 110):

a. Face to face communication b. Mediated communication

Komunikasi tatap muka dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari komunikan, karena saat komunikasi kita memerlukan umpan balik langsung (immediate feedback) dengan saling melihat. Jika umpan baliknya positif, maka strategi komunikasi perlu dipertahankan, namun bila terjadi sebaliknya maka komunikator perlu mengubah dan mengganti strategi komunikasinya sehingga tujuan komunikasi mencapai hasil yang optimal, misalnya menggunakan komunikasi bermedia.

Yang menjadi obyek penelitian disini adalah masyarakat yang berasal dari kelompok formal-sekunder yakni badan publik/dinas-dinas di Kabupaten Lebak, maupun masyarakat yang berasal dari kelompok informal atau masyarakat/penduduk yang tinggal di Lebak. Berbicara tentang kelompok sosial di masyarakat, tentu tidak lengkap bila tidak diuraikan pula tentang stratifikasi sosial di masyarakat. Menurut Pitirim Sorokim, stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk dan masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat (Bungin, 2006:49).


(5)

Stratifikasi social ini kemudian menjadi perbedaan sosial dalam masyarakat. Perbedaan dalam stratifikasi sosial ini biasanya berdasarkan pada faktor ekonomi/penghasilan, pendidikan, dan status/peran seseorang dalam masyarakatnya.

Dalam Perda No. 6 Tahun 2004, dijelaskan bahwa transparansi yang dimaksud adalah “keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan Badan Publik lainnya dengan menyediakan informasi public yang memungkinkan setiap orang dapat mengetahui proses perencanaan, perumusan kebijakan, implementasi sampai pengawasan dan evaluasi”. Dan yang dimaksud partisipasi disini adalah “keterlibatan masyarakat secara sadar dan nyata dalam serangkaian proses pembangunan dari tingkat perencanaan, perumusan kebijakan, implementasi sampai pengawasan dan evaluasi sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat lebih aspiratif, transparan dan akuntabel” (http//www.ktp-lebak.blogspot.com.diakses13/4/2010.pukul 20.30).

Sesuai dengan Perda tersebut, KTP memiliki tugas sebagai berikut:

1. Melakukan pengawasan terhadap kewajiban pihak-pihak terkait berkenaan dengan pelaksanaan Peraturan Daerah ini.

2. Melakukan konsultasi dengan berbagai pihak mengenai berbagai permasalahan menyangkut pelaksanaan Peraturan Daerah ini.

3. Melakukan pengkajian, perumusan dan pengusulan berbagai aspirasi masyarakat dalam rangka pelaksanaan Peraturan Daerah kepada DPRD.

4. Melakukan Evaluasi mekanisme penyebarluasan informasi publik yang wajib diberikan secara berkala dan oleh Bupati Publik.

5. Menerima dan menindaklanjuti setiap pengaduan masyarakat berkenaan dengan pelaksanaan Peraturan Daerah ini.

Peraturan Daerah ini, nampaknya menjadi keeper bagi Pemerintah Daerah Lebak untuk menerapkan pemerintahan yang bersih dan usaha pengurangan kemiskinan di Kab. Lebak, dimana KTP menjadi sebagai lembaga pengontrol Pemerintah Daerah. Sebagai julukan itu, KTP mengontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemda dan badan public, KTP punya peran yang sangat strategis, dan mendorong terciptanya budaya keterbukaan pada badan/lembaga/dinas/instansi dilingkungan pemda (Tabloid Lebak 1828, Edisi September 2008).

Selanjutnya pada tahun 2008 karena adanya desakan masyarakat Indonesia untuk dapat mengakses informasi publik dengan mudah dan transparan maka disyahkanlah UU No. 14 Tahun


(6)

2008 tentang Kebebasan Informasi Publik (UU KIP), yang menjelaskan tentang kewajiban-kewajiban badan publik, dalam melayani informasi publik sesuai dengan klasifikasinya, yaitu informasi serta merta, informasi reguler, dan informasi yang tersedia setiap saat.

Adanya UU KIP tersebut, tentu saja semakin menguatkan Perda No. 6 Tahun 2004 yang telah melahirkan KTP Lebak di atas. Kedua payung hokum tersebut, pada akhirnya mempertegas bahwa kebebasan mengakses informasi public adalah jaminan/hak asasi warga negara Indonesia. Sehingga kebebasan informasi public tidak bisa ditawar-tawar lagi. Informasi public adalah informasi yang dihasilkan, dikelola, dimiliki atau dikuasai oleh suatu badan publik, sehubungan dengan tugas, fungsi dan wewenang yang dijalankan dan melekat pada badan publik itu dan mempunyai dampak baik langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan masyarakat. Informasi public disini adalah data-data yang memang perlu diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia diluar informasi yang dikecualikan. Adapun informasi yang dikecualikan yaitu Rahasia Negara, Rahasia Jabatan, dan Rahasia yang melindungi usaha tidak sehat (Hasil wawancara dengan Ketua KTP Periode 2009-2012, TB. Munawar Ajiz. Pada Tanggal 10 Maret 2010).

Sedangkan pengertian Badan Publik adalah: “Badan-badan penyelanggara eksekutif, legislatif dan yudikatif baik di tingkat pusat daerah, yang tugas dan fungsinya berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintah, termasuk BUMN, BUMD, badan hukum milik negara lainnya, organisasi non pemerintah yang mendapatkan dana dari APBN, APBD maupun non budgeter dan badan usaha swasta yang dalam kegiatannya berdasarkan perjanjian kerja untuk menjalankan sebagian fungsi pelayanan publik, serta badan-badan lain yang menjalankan fungsi pelayanan publik atau aktivitasnya memiliki dampak terhadap hajat hidup orang banyak (Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 10 No. 1. Tahun 1999.Bandung :BP21 Wil 111 Bandung).

Selama 2 periode berdiri, berkenaan dengan penerapan Peraturan Daerah, Komisi Transparansi dan Partisipasi mempunyai fungsi sebagai Pemantau, Pengawas, Fasilitator, dan Mediator. Menurut Dennis J. Casley, pemantauan adalah penilaian yang terus menerus baik atas fungsi kegiatan proyek dalam konteks jadwal pelaksanaan maupun atas penggunaan masukan-masukan proyek oleh populasi target dalam konteks harapan rancangan (Casley, 2003). Kegiatan pemantauan, tidak hanya tugas KTP, tapi juga menjadi kewajiban masyarakat Lebak itu sendiri. Terkait dengan penelitian ini, fungsi pemantauan KTP yang sudah dilaksanakan misalnya


(7)

memantau ujian nasional setiap tahunnya, memantau pendistribusian dana BOS, memantau pendistribusian bantuan dari Departemen Pertanian terkait dana bagi kelompok tani di tiap desa (Hasil Wawancara dengan Bpk. Deden M. Fatah Pada tanggal 18 Maret 2010).

Menurut Komaruddin (1994:104) yang dikutip dalam situs http://tips-belajar internet.blogspot.com disebutkan bahwa, pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan awal untuk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti. Fungsi pengawasan KTP lebih kepada mengawasi jalannya perencanaan dan proses pembangunan secara fisik, misalnya saja KTP telah mengawasi pelaksanaan musrenbang baik ditingkat desa maupun di tingkat kecamatan, KTP pun mengawasi pembangunan jembatan Cileles pada awal 2010 (Hasil wawancara dengan Bpk. Deden M. Fatah pada tanggal 18 Maret 2010).

Menurut Siswoyo dalam blognya menjelaskan bahwa fasilitator adalah mereka yang ditugasi untuk melakukan fasilitasi dalam proses pembelajaran.22 Dalam menjalankan fungsi fasilitator ini, KTP memberikan fasilitas/ruang public untuk pengaduan masyarakat, dan memfasilitasi kajian publik mengenai pelaksanaan transparansi dan partisipasi (yakni membentuk forum yang dinamai Coffee Morning). Misalnya saja pada bulan Maret 2010, KTP memfasilitasi diskusi antara Pemerintah Kab. Lebak dengan Pemerintah Provinsi Banten terkait pembuatan APBD, dan kegiatan fasilitator lainnya (Hasil wawancara dengan Bpk. Deden M. Fatah pada tanggal 18 Maret 2010).

Karena KTP merupakan pihak yang menjadi perantara, yang menghilangkan noise antara pemerintah dan masyarakat, maka dalam hal ini KTP pun berperan dalam menjalankan fungsi sebagai mediator yang memediasi kedua pihak yang bertikai. Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian persengketaan yang diselenggarakan di luar pengadilan, dimana pihak-pihak yang bersengketa meminta atau menggunakan bantuan dari pihak ketiga yang netral untuk membantu menyelesaikan pertikaian di antara mereka (http://wmc-iainws.com/detail_artikel.php?id=16). Jadi mediator adalah seseorang yang bersifat netral untuk menengahi pertikaian yang terjadi antar kedua belah pihak.

Apresiasi itu adalah penghargaan seseorang terhadap suatu hal melalui perasaan atau kepekaan batin, serta pemahaman dan pengakuan pada nilai-nilai suatu hal. Apresiasi bisa positif atau negatif, dan dilakukan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Squire dan Taba


(8)

(Aminudin, 1995: 34) menyebutkan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan 3 unsur inti:

a. Aspek Kognitif, berhubungan dengan keterlibatan intelektual pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur sebuah karya yang bersifat obyektif.

b. Aspek Emotif, berkaitan dengan keterlibatan unsure emosi apresiator dalam upaya menghayati unsure-unsur obyek yang di apresiasikan tersebut.

c. Aspek Evaluatif, berkaitan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik buruk, sesuai tidaknya serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh apresiator (Herwan, 2005:1). Berkaitan dengan penelitian ini, apresiasi yang dimaksud adalah penghargaan/penilaian yang positif atau negatif dari masyarakat Lebak terhadap keberadaan/fungsi Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) yang mana masyarakat perlu memahami dahulu bagaimana KTP itu sendiri, selanjutnya masyarakat Lebak akan mengamati KTP itu melalui interaksi antara KTP dan masyarakat, barulah kemudian timbul tindakan evaluative (penilaian dan penghargaan) masyarakat terhadap KTP. Aspek kognitif itu meliputi pemahaman masyarakat terhadap tugas pokok dan fungsi Komisi Transparansi dan Partisipasi Kabupaten Lebak. Aspek emotif meliputi manfaat yang secara fisik, emosional dan psikologis yang dirasakan masyarakat dengan adanya Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP). Sedangkan aspek evaluatif meliputi tanggapan dan sikap masyarakat terhadap kinerja KTP itu sendiri.

Pemahaman dalam membangun apresiasi merupakan faktor yang harus terpenuhi lebih awal. Menurut Herwan (2005:1), pemahaman merupakan suatu proses aktivitas berfikir akibat adanya rangsangan (stimuli) pada suatu obyek yang menjadikannya pengetahuan. Sedangkan menurut Poedjawijatna (1994:3), pemahaman adalah mengerti hal yang diketahui itu dengan sepenuhnya dan tak perlu lagi bertanya. Anwar Arifin (1984:44) menambahkan bahwa mengerti pada dasarnya adalah manusia dapat menerangkan keapaan (quidditas) secara teratur, ialah dengan memberi jawab atas pertanyaan: apa, mengapa, sebab apa, bagaimana dan buat apa.

Schiffman & Kanuk (2007:6) mendefinisikan sikap sebagai “kecenderungan yang dipelajari dalam berperilaku dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu obyek tertentu. Sikap menurut Thurstone seperti yang dikutip oleh Walgito (2002:109-110), adalah sebagai suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam


(9)

hubungannya dengan obyek psikologis. Sementara Gerungan mengartikan sikap (attitude) sebagai kesedian untuk bertindak atau berperilaku. Kartini Kartono (2007:58) mengungkapkan bahwa “jika proses pengamatan telah berhenti dan hanya tinggal kesan-kesannya saja maka peristiwa itu disebut tanggapan”. Menurut Poerwadarminta, tanggapan adalah reaksi/sambutan/pandangan terhadap sesuatu yang diterima oleh panca indera. Agus Sujanto (2006:31) menambahkan bahwa “Tanggapan adalah gambaran pengamatan yang tinggal di kesadaran kita sesudah mengamati”.

Pengukuran atas tanggapan dan penilaian masyarakat atas sebuah instansi/perusahaan dapat dibagi menjadi (Sarlito,1996:236):

a). Tanggapan Khalayak Model Analisis Citra

Analisis Citra dan Tanggapan Khalayak Citra Baik

A B

Sangat Dikenal Kurang Dikenal

C D

Citra Buruk

Apresiasi dalam penelitian ini sangat penting sebagai tolak ukur dalam penilaian kinerja KTP. Kesimpangsiuran fungsi yang dipahami masyarakat, kemudian menjadi hambatan dalam memberikan tanggapan dan apresiasi. Ditambah dengan pertimbangan, apa manfaat yang didapat masyarakat dari KTP itu sendiri. Belum lagi besarnya harapan masyarakat terhadap KTP, membuat para anggota KTP terbebani. teori utama yang menjadi landasannya adalah model S-M-C-R-E dari Everett M. Roger and W. Floyd Shoemaker. Untuk menunjang penelitian skripsi ini, penulis juga menggunakan teori penunjang yaitu teori penilaian social dari Sherif dan Hovlan (1961) yang menjelaskan bahwa: “Orang membentuk situasi yang penting untuk dirinya. Jadi seseorang tidak ditentukan oleh situasi. Pembentukan situasi ini mencakup factor-faktor intern (sikap, emosi, motif, pengaruh pengalaman masa lampau, dan sebagainya), maupun ekstern (obyek, orang-orang dan lingkungan fisik). Interaksi dari faktor-faktor intern dan ekstern inilah yang menjadi kerangka acuan


(10)

(frame of reference) dari setiap perilaku. Kerangka acuan disini menyangkut satu perilaku tertentu pada waktu dan tempat tertentu. Teori penilaian social ini mempelajari proses psikologis yang mendasari pernyataan sikap dan perubahan sikap melalui komunikasi. Anggapan dasarnya bahwa dalam menilai, manusia membuat diskriminasi dan kategorisasi stimulus-stimulus. Dalam diskriminasi dan kategorisasi, manusia melakukan perbandingan-perbandingan antara berbagai alternative. Dan salah satu alternatif adalah referensi internal atau standar yang disusun oleh individu untuk menilai stimulus-stimulus yang dating dari luar. Pembentukan standar penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman individu yang bersangkutan dengan stimulus-stimulus di dunia sekitarnya, pengaruh dari patokan-patokan, tingkat keterlibatan ego dan sebagainya”.

Dari pernyataan teori penilaian sosial di atas, penulis interpretasikan bahwa seseorang/masyarakat akan menilai lingkungan/situasi/stimulus yang datang padanya untuk membentuk situasi yang penting bagi dirinya. Dalam membentuk situasi terbaik itulah, seseorang menilai stimulus berdasarkan pada kerangka acuan/kerangka rujukan (berupa pengetahuan dan pengalaman) yang dimilikinya, kemudian membandingkan alternatif-alternatif lainnya yang sejalan/tidak bertolak belakang dengan kerangka acuannya tesebut, sehingga situasi menguntungkan dapat tercipta untuknya.

Berdasarkan pada teori penilaian social bahwa masyarakat Lebak akan menilai kinerja KTP dalam menjalankan fungsinya tersebut, dalam hal ini penilaian baik atau buruk bergantung pada kerangka acuan/kerangka rujukan (berupa pemahaman dan pengalaman keterlibatan) masyarakat itu sendiri. Tak terlepas pula dari penilaian bahwa situasi/keberadaan KTP apakah menguntungkan/bermanfaat bagi masyarakat tersebut. Jika faktor-faktor pendukung dalam penilaian tersebut sudah dipenuhi oleh KTP, maka secara tidak langsung penilaian masyarakat terhadap fungsi KTP pun positif, namun bila masyarakat tidak menerima stimulus yang baik (dalam hal ini optimalisasi fungsi KTP) maka mungkin masyarakat akan menilai KTP secara negatif. Dan inilah yang menjadi fokus penelitian penulis.


(11)

Bagan Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis, ini hanya untuk menggambarkan dimensi dari variabel apresiasi, dan bukan menghubungkan. Metode pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara sebagai pelengkap, serta observasi dan studi pustaka melalui buku, internet dan dokumentasi.

Variabel Sub Variabel Atribut Indikator

Apresiasi Pemahaman Paham: Masyarakat tahu

keberadaan lembaga KTP dan paham

Keberadaan lembaga KTP

(S)

Perda No. 6 tahun 2004 kemudian Berdirilah Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kab. Lebak

(M)

Fungsi KTP sesuai Perda No. 6 tahun 2004 1. Fungsi Pemantau, Fungsi Pengawas, Fungsi

Fasilitator, dan Fungsi Mediator

(C)

Sosialisasi / aplikasi operasional dari fungsi KTP

(R)

Masyarakat Lebak

(E)

Apresiasi/Penilaian Masyarakat berdasarkan indikator: Pemahaman, Tanggapan, Sikap dan Manfaat


(12)

Masyarakat pada tugas da fungsi KTP tersebut. Berada pada rentang interval 13-16. Kurang Paham:Masyarakat tahu keberadaan lembaga KTP namun tidak mengetahui tugas pokok dan fungsi lembaga transparansi tersebut. Berada pada rentang interval 9-12 Tidak Paham: Masyarakat sama sekali tidak tahu keberadaan lembaga KTP dan tidak tahu pula tugas dan fungsi lembaga transparansi tersebut.

Berada pada rentang interval 4-8

Tugas pokok dan fungsi

KTP itu Fungsi-fungsi lembaga KTP

Tanggapan

tanggapan yang baik dari hasil kinerja lembaga KTP. Berada pada Interval 10-12

Masyarakat

memberikan tanggapan cukup baik pada kinerja KTP. Berada pada interval 7-9 tanggapan yang tidak baik pada hasil kinerja KTP.

Berada pada interval 3-6

Respon pada kinerja KTP

Sikap positif dan

puas pada kinerja KTP dan bersedia berpartisipasi membantu KTP. Berada pada interval 16-20

kurang puas pada kinerja KTP dan belum bersedia berpartisipasi membantu KTP. Berada pada interval 11-15

Setuju: Masyarakat menilai tidak puas dengan kinerja KTP dan tidak mau berpartisipasi membantu KTP. Berada pada interval 5-10.

Sikap dalam memberikan pandangan dan respon pada KTP. Masyarakat suka, senang dan puas atas kinerja KTP

Masyarakat ikut berpartisipasi dan mendukung tindakan KTP

Manfaat Dirasakan: Manfaat adanya KTP sudah

dirasakan oleh masyarakat, diantaranya: mudah mengakses informasi yang dibutuhkan, mudah menyalurkan aspirasi dan

pengaduan serta terjalin hubugan yang harmonis antara masyarakat dan

pemerintah. Berada pada interval 13-16. Kurang Dirasakan: Keberadaan

KTP kurang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat baik dalam segi kemudahan informasi, maupun dalam hal pengaduan. Berada pada interval 9-12.

Tidak Dirasakan: Adanya KTP tidak

Mudah mengakses informasi yang dibutuhkan Mudah menyalurkan aspirasi dan pengaduan Terjalin hubungan yang harmonis antara pemerintah daerah dan


(13)

memberikan manfaat bagi

masyarakat khususnya masyarakat Rangkasbitung. Berada pada interval 4-8.

Dalam penelitian ini, tentang ”Apresiasi Masyarakat terhadap Fungsi Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kabupaten Lebak, peneliti melakukan penelitian di empat lokasi yaitu:

 Kelurahan Muara Ciujung Barat, Kampung Sawah, RT 01/RW 04.

 Kelurahan Cijoro Pasir, Kampung Cisalam RT 02/08

 Desa Kolelet Wetan, Kampung Kolelet, RT 05/01

 Desa Rangkas Timur, Kampung Jaura, RT 02/RW 02.

Adapun responden dalam penelitian ini adalah berjumlah 200 orang yang merupakan kepala keluarga dari 4 wilayah tersebut. Tempat penelitian yang dipilih adalah berdasarkan pada teknik pengambilan sampel dengan menggunakan cluster sampling. Sementara instrumen penelitian adalah menggunakan kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan dan pernyataan secara tertutup, dengan rincian 4 pertanyaan tentang data responden dan 16 pertanyaan dan pernyataan mengenai masalah penelitiannya.

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini konsep apresiasi dilihat dari 4 unsur yaitu Pemahaman Masyarakat, Tanggapan Masyarakat, Sikap Masyarakat dan Manfaat yang diperoleh masyarakat dengan adanya Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kab. Lebak. Dimana berdasarkan hasil dari 4 unsur yang terkait dalam penelitian di atas yaitu pemahaman, tanggapan, sikap dan manfaat maka dapat terlihat bahwa pada dasarnya apresiasi masyarakat terhadap lembaga KTP cukup dinamis. Nampak dari segi pemahaman, mayoritas responden (47,2 %) termasuk dalam kategori kurang paham. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat tidak mengetahui/tidak paham pada tugas pokok KTP ataupun fungsinya tupoksi lembaga transparansi tersebut. Sehingga dapat diartikan bahwa apresiasi masyarakat terhadap KTP pada unsure pemahaman bisa dikatakan kurang.

Berbeda pada unsur tanggapan justru mayoritas responden (49,6 %) memberikan tanggapan cukup baik atas kinerja lembaga KTP. Hal ini berdasarkan pada pandangan dan


(14)

penilaian masyarakat pada pernyataanbahwa KTP belum optimal dalam bekerja, KTP belum sepenuhnya mendorong pemerintah daerah yang transparan dan bersih, walaupun kenyataan di lapangan KTP tentu akan memberikan pelayanan yang baik di bidang ketersediaan informasi publik, namun sayangnya belum sepenuhnya masyarakat memahami lembaga transparansi ini.

Maka posisinya berada pada jendela B (kurang dikenal) berdasarkan Model Analisis Citra dan Tanggapan Khalayak (Ruslan, 137), dimana masyarakat kurang mengenal KTP namun memberikan penilaian citra lembaga KTP yang cukup baik. Hal ini mungkin ada faktor lain yang mempengaruhinya seperti usia responden, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan responden. Yang mana mayoritas responden penelitian ini adalah masyarakat yang berusia antara 25 – 35 tahun, dengan mayoritas berpendidikan SLTA dan mayoritas berprofesi sebagai wiraswasta. Sehingga masyarakat yang berusia pada jenjang 25 – 35 tahun masih tergolong berusia muda yang secara psikologis masih belum bijak menyikapi permasalahan, selanjutnya dengan pendidikan masyarakat yang hanya tingkat SLTA tentu saja tingkat pengalaman dan wawasannya/tingkat kognisinya masih kurang tentang lembaga transparansi ini, belum lagi mayoritas responden yang berprofesi sebagai wiraswasta tentu saja tingkat keterlibatan secara empiris dengan lembaga KTP masih kurang. Akibat dari identitas responden seperti itulah yang menyebabkan hasil penelitian ini berada pada apresiasi masyarakat berada pada taraf kurang/pertengahan.

Dan dari unsur sikap nampak hasilnya bahwa apresiasi masyarakat sangat tinggi, terbukti mayoritas responden (55,3 %) menyatakan pandangan dan sikap yang kurang setuju terhadap keberadaan dan tupoksi KTP yang belum jelas, masyarakat belum puas pada hasil kinerja KTP hingga saat ini, serta mayoritas masyarakat pun kurang setuju bila diminta mengkrtisi, serta kurang setuju untuk membantu KTP mengontrol pemerintah daerah.

Selanjutnya bila dianalisis dari unsur manfaat ternyata lembaga KTP belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya bagi masyarakat, terbukti dari hasil kuesioner mayoritas responden sebanyak 61,8 % menjawab KTP kurang dirasakan manfaatnya, terutama dari pernyataan tentang kemudahan mendapatkan informasi/data-data publik yang dibutuhkan, kemudahan menyalurkan aspirasi dan pengaduan, hubungan yang harmonis antara pemerintah dan masyarakat serta dari pernyataan adanya partisipasi masyarakat untuk ikut menyukseskan pemerintah daerah. Masih kurang terlihat manfaatnya oleh masyarakat karena kurang terlihatnya KTP bekerja.


(15)

Hal ini mengartikan bahwa masyarakat kurang mengapresiasikan KTP dari segi manfaat keberadaan lembaga KTP. Sebab bila kita review lagi keanggotaan KTP yang hanya 5 orang untuk menjangkau 28 kecamatan di Lebak, nampaknya menjadi pemicu kurang terlihatnya kinerja KTP. Akibatnya masyarakat belum merasakan manfaat KTP secara menyeluruh. Walaupun tahun 2010 ini sudah ada PIW (Pusat Informasi Warga) namun tetap saja belum berjalan efektif sampai saat ini.

Kembali pada teori penilaian sosial dari Hovlan & Sherif yang menyatakan bahwa sikap dan penilaian seseorang terhadap suatu obyek dipengaruhi oleh pengalaman individu dengan stimulus-stimulus di dunia sekitarnya (frame of experience) dan berdasarkan pula pada kerangka acuan (frame of reference) yang dimilikinya. Artinya bahwa penilaian baik buruk akan sebanding dengan tingkat pemahaman dan tingkat pengalaman seseorang terhadap obyek yang dinilai tersebut. Dalam kenyataan di lapangan nampak adanya kesesuaian dengan teori ini. Sebab yang penulis amati bahwa mayoritas masyarakat yang diteliti tidak paham pada lembaga KTP karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman empiris yang terjalin antara masyarakat dan lembaga transparansi, sehingga nampak apresiasi masyarakat terhadap lembaga KTP masih dalam taraf pertengahan (kurang), dimana dari unsur tanggapan masyarakat memberikan respon cukup baik sebagai apresiasi tetap bangga bahwa KTP telah berdiri dan bekerja baik hingga saat ini, walaupun kinerjanya belum terlihat signifikan. Serta pada unsur sikap, masyarakat mengapresiasi lembaga KTP pada taraf kurang setuju, berdasarkan hasil penilaian kepuasan kinerja yang masih kurang serta masyarakat belum sepenuhnya berpartisipasi pada KTP untuk mengontrol pemerintah daerah.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pemahaman masyarakat terhadap Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kabupaten Lebak dapat dikatakan rendah terbukti banyak masyarakat yang belum begitu paham pada tugas pokok dan fungsi lembaga transparansi tersebut dengan besarnya persentase sebesar 47,2 % atau 58 orang.

2. Namun masyarakat sebesar 49,6 % atau 61 orang dari 123 responden menanggapi fungsi KTP cukup baik berdasarkan dari penilaian masyarakat atas kinerja KTP berdasarkan tugas dan fungsinya, penilaian pada upaya mewujudkan pemerintah daerah yang


(16)

transparan dan bersih serta penilaian pada pelayanan yang diberikan KTP dalam bidang ketersediaan informasi/data-data publik.

3. Masyarakat pun menyikapi KTP kurang setuju pula terbukti mayoritas responden sebesar 55,3 % atau 68 orang menilai pernyataan tentang kelayakan KTP berdiri di Lebak, partisipasi untuk ikut mengkritisi kinerja 4. KTP kepuasan pada kinerja KTP, partisipasi untuk mengontrol pemerintah daerah dan mendukung KTP, disikapi secara cukup positif oleh masyarakat.

4. Sedangkan mayoritas 61,8 % (124 orang) menyatakan bahwa keberadaan KTP selama ini belum dirasakan secara penuh (kurang dirasakan) oleh masyarakat, baik dalam hal kemudahan mendapatkan informasi, kemudahan menyalurkan aspirasi, maupun kondisi harmonis antara pemerintah dan masyarakat.

SARAN

1. KTP seyogianya melakukan resosialisasi kembali untuk mengenalkan KTP pada masyarakat

2. KTP mengoptimalkan kinerjanya sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat di Lebak khususnya masyarakat Rangkasbitung

3. Masyarakat harus lebih peka lagi terhadap perkembangan informasi

4. Masyarakat lebih aktif lagi menyuarakan aspirasi dan pengaduannya sehingga KTP dapat berfungsi lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas.Bandung: Armico.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Badan Pusat Statistik Daerah Kab. Lebak.

Dannis, J. Casley. 2003. Pemantauan Manajemen Pertanahan. Jakarta: Balai Pustaka.

Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Herwan. Apresiasi dan Kajian Puisi. 2005. Gerage Budaya. Serang.


(17)

Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Umum. Bandung: Bandar Maju.

Leon G. Schiffman & Leslie Lazar Kanuk. Consumer Behaviour Sixth Edition. New Jersey. Prentice Hall.

Poedjawijatna. 1994. Pembimbing Ke Arah Filsafat. Jakarta: Bima Aksara.

Ruslan, Rosady. 2005. Metode Penelitian PR dan Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers. _____________. 2007. Manajemen PR dan Media Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Sujanto, Agus. 1989. Psikologi Umum. Jakarta: Aksara baru.

Walgito, Bimo. 2002. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Penerbit Andi.


(1)

Masyarakat pada tugas da fungsi KTP tersebut. Berada pada rentang interval 13-16. Kurang Paham:Masyarakat tahu keberadaan lembaga KTP namun tidak mengetahui tugas pokok dan fungsi lembaga transparansi tersebut. Berada pada rentang interval 9-12 Tidak Paham: Masyarakat sama sekali tidak tahu keberadaan lembaga KTP dan tidak tahu pula tugas dan fungsi lembaga transparansi tersebut.

Berada pada rentang interval 4-8

Tugas pokok dan fungsi

KTP itu Fungsi-fungsi lembaga KTP

Tanggapan

tanggapan yang baik dari hasil kinerja lembaga KTP. Berada pada Interval 10-12

Masyarakat

memberikan tanggapan cukup baik pada kinerja KTP. Berada pada interval 7-9 tanggapan yang tidak baik pada hasil kinerja KTP.

Berada pada interval 3-6

Respon pada kinerja KTP

Sikap positif dan

puas pada kinerja KTP dan bersedia berpartisipasi membantu KTP. Berada pada interval 16-20

kurang puas pada kinerja KTP dan belum bersedia berpartisipasi membantu KTP. Berada pada interval 11-15

Setuju: Masyarakat menilai tidak puas dengan kinerja KTP dan tidak mau berpartisipasi membantu KTP. Berada pada interval 5-10.

Sikap dalam memberikan pandangan dan respon pada KTP. Masyarakat suka, senang dan puas atas kinerja KTP

Masyarakat ikut berpartisipasi dan mendukung tindakan KTP

Manfaat Dirasakan: Manfaat adanya KTP sudah dirasakan oleh masyarakat, diantaranya: mudah mengakses informasi yang dibutuhkan, mudah menyalurkan aspirasi dan

pengaduan serta terjalin hubugan yang harmonis antara masyarakat dan

pemerintah. Berada pada interval 13-16. Kurang Dirasakan: Keberadaan

KTP kurang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat baik dalam segi kemudahan informasi, maupun dalam hal pengaduan. Berada pada interval 9-12.

Tidak Dirasakan: Adanya KTP tidak

Mudah mengakses informasi yang dibutuhkan Mudah menyalurkan aspirasi dan pengaduan Terjalin hubungan yang harmonis antara pemerintah daerah dan


(2)

memberikan manfaat bagi

masyarakat khususnya masyarakat Rangkasbitung. Berada pada interval 4-8.

Dalam penelitian ini, tentang ”Apresiasi Masyarakat terhadap Fungsi Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kabupaten Lebak, peneliti melakukan penelitian di empat lokasi yaitu:

 Kelurahan Muara Ciujung Barat, Kampung Sawah, RT 01/RW 04.  Kelurahan Cijoro Pasir, Kampung Cisalam RT 02/08

 Desa Kolelet Wetan, Kampung Kolelet, RT 05/01  Desa Rangkas Timur, Kampung Jaura, RT 02/RW 02.

Adapun responden dalam penelitian ini adalah berjumlah 200 orang yang merupakan kepala keluarga dari 4 wilayah tersebut. Tempat penelitian yang dipilih adalah berdasarkan pada teknik pengambilan sampel dengan menggunakan cluster sampling. Sementara instrumen penelitian adalah menggunakan kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan dan pernyataan secara tertutup, dengan rincian 4 pertanyaan tentang data responden dan 16 pertanyaan dan pernyataan mengenai masalah penelitiannya.

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini konsep apresiasi dilihat dari 4 unsur yaitu Pemahaman Masyarakat, Tanggapan Masyarakat, Sikap Masyarakat dan Manfaat yang diperoleh masyarakat dengan adanya Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kab. Lebak. Dimana berdasarkan hasil dari 4 unsur yang terkait dalam penelitian di atas yaitu pemahaman, tanggapan, sikap dan manfaat maka dapat terlihat bahwa pada dasarnya apresiasi masyarakat terhadap lembaga KTP cukup dinamis. Nampak dari segi pemahaman, mayoritas responden (47,2 %) termasuk dalam kategori kurang paham. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat tidak mengetahui/tidak paham pada tugas pokok KTP ataupun fungsinya tupoksi lembaga transparansi tersebut. Sehingga dapat diartikan bahwa apresiasi masyarakat terhadap KTP pada unsure pemahaman bisa dikatakan kurang.

Berbeda pada unsur tanggapan justru mayoritas responden (49,6 %) memberikan tanggapan cukup baik atas kinerja lembaga KTP. Hal ini berdasarkan pada pandangan dan


(3)

penilaian masyarakat pada pernyataanbahwa KTP belum optimal dalam bekerja, KTP belum sepenuhnya mendorong pemerintah daerah yang transparan dan bersih, walaupun kenyataan di lapangan KTP tentu akan memberikan pelayanan yang baik di bidang ketersediaan informasi publik, namun sayangnya belum sepenuhnya masyarakat memahami lembaga transparansi ini.

Maka posisinya berada pada jendela B (kurang dikenal) berdasarkan Model Analisis Citra dan Tanggapan Khalayak (Ruslan, 137), dimana masyarakat kurang mengenal KTP namun memberikan penilaian citra lembaga KTP yang cukup baik. Hal ini mungkin ada faktor lain yang mempengaruhinya seperti usia responden, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan responden. Yang mana mayoritas responden penelitian ini adalah masyarakat yang berusia antara 25 – 35 tahun, dengan mayoritas berpendidikan SLTA dan mayoritas berprofesi sebagai wiraswasta. Sehingga masyarakat yang berusia pada jenjang 25 – 35 tahun masih tergolong berusia muda yang secara psikologis masih belum bijak menyikapi permasalahan, selanjutnya dengan pendidikan masyarakat yang hanya tingkat SLTA tentu saja tingkat pengalaman dan wawasannya/tingkat kognisinya masih kurang tentang lembaga transparansi ini, belum lagi mayoritas responden yang berprofesi sebagai wiraswasta tentu saja tingkat keterlibatan secara empiris dengan lembaga KTP masih kurang. Akibat dari identitas responden seperti itulah yang menyebabkan hasil penelitian ini berada pada apresiasi masyarakat berada pada taraf kurang/pertengahan.

Dan dari unsur sikap nampak hasilnya bahwa apresiasi masyarakat sangat tinggi, terbukti mayoritas responden (55,3 %) menyatakan pandangan dan sikap yang kurang setuju terhadap keberadaan dan tupoksi KTP yang belum jelas, masyarakat belum puas pada hasil kinerja KTP hingga saat ini, serta mayoritas masyarakat pun kurang setuju bila diminta mengkrtisi, serta kurang setuju untuk membantu KTP mengontrol pemerintah daerah.

Selanjutnya bila dianalisis dari unsur manfaat ternyata lembaga KTP belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya bagi masyarakat, terbukti dari hasil kuesioner mayoritas responden sebanyak 61,8 % menjawab KTP kurang dirasakan manfaatnya, terutama dari pernyataan tentang kemudahan mendapatkan informasi/data-data publik yang dibutuhkan, kemudahan menyalurkan aspirasi dan pengaduan, hubungan yang harmonis antara pemerintah dan masyarakat serta dari pernyataan adanya partisipasi masyarakat untuk ikut menyukseskan pemerintah daerah. Masih kurang terlihat manfaatnya oleh masyarakat karena kurang terlihatnya KTP bekerja.


(4)

Hal ini mengartikan bahwa masyarakat kurang mengapresiasikan KTP dari segi manfaat keberadaan lembaga KTP. Sebab bila kita review lagi keanggotaan KTP yang hanya 5 orang untuk menjangkau 28 kecamatan di Lebak, nampaknya menjadi pemicu kurang terlihatnya kinerja KTP. Akibatnya masyarakat belum merasakan manfaat KTP secara menyeluruh. Walaupun tahun 2010 ini sudah ada PIW (Pusat Informasi Warga) namun tetap saja belum berjalan efektif sampai saat ini.

Kembali pada teori penilaian sosial dari Hovlan & Sherif yang menyatakan bahwa sikap dan penilaian seseorang terhadap suatu obyek dipengaruhi oleh pengalaman individu dengan stimulus-stimulus di dunia sekitarnya (frame of experience) dan berdasarkan pula pada kerangka acuan (frame of reference) yang dimilikinya. Artinya bahwa penilaian baik buruk akan sebanding dengan tingkat pemahaman dan tingkat pengalaman seseorang terhadap obyek yang dinilai tersebut. Dalam kenyataan di lapangan nampak adanya kesesuaian dengan teori ini. Sebab yang penulis amati bahwa mayoritas masyarakat yang diteliti tidak paham pada lembaga KTP karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman empiris yang terjalin antara masyarakat dan lembaga transparansi, sehingga nampak apresiasi masyarakat terhadap lembaga KTP masih dalam taraf pertengahan (kurang), dimana dari unsur tanggapan masyarakat memberikan respon cukup baik sebagai apresiasi tetap bangga bahwa KTP telah berdiri dan bekerja baik hingga saat ini, walaupun kinerjanya belum terlihat signifikan. Serta pada unsur sikap, masyarakat mengapresiasi lembaga KTP pada taraf kurang setuju, berdasarkan hasil penilaian kepuasan kinerja yang masih kurang serta masyarakat belum sepenuhnya berpartisipasi pada KTP untuk mengontrol pemerintah daerah.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pemahaman masyarakat terhadap Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kabupaten Lebak dapat dikatakan rendah terbukti banyak masyarakat yang belum begitu paham pada tugas pokok dan fungsi lembaga transparansi tersebut dengan besarnya persentase sebesar 47,2 % atau 58 orang.

2. Namun masyarakat sebesar 49,6 % atau 61 orang dari 123 responden menanggapi fungsi KTP cukup baik berdasarkan dari penilaian masyarakat atas kinerja KTP berdasarkan tugas dan fungsinya, penilaian pada upaya mewujudkan pemerintah daerah yang


(5)

transparan dan bersih serta penilaian pada pelayanan yang diberikan KTP dalam bidang ketersediaan informasi/data-data publik.

3. Masyarakat pun menyikapi KTP kurang setuju pula terbukti mayoritas responden sebesar 55,3 % atau 68 orang menilai pernyataan tentang kelayakan KTP berdiri di Lebak, partisipasi untuk ikut mengkritisi kinerja 4. KTP kepuasan pada kinerja KTP, partisipasi untuk mengontrol pemerintah daerah dan mendukung KTP, disikapi secara cukup positif oleh masyarakat.

4. Sedangkan mayoritas 61,8 % (124 orang) menyatakan bahwa keberadaan KTP selama ini belum dirasakan secara penuh (kurang dirasakan) oleh masyarakat, baik dalam hal kemudahan mendapatkan informasi, kemudahan menyalurkan aspirasi, maupun kondisi harmonis antara pemerintah dan masyarakat.

SARAN

1. KTP seyogianya melakukan resosialisasi kembali untuk mengenalkan KTP pada masyarakat

2. KTP mengoptimalkan kinerjanya sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat di Lebak khususnya masyarakat Rangkasbitung

3. Masyarakat harus lebih peka lagi terhadap perkembangan informasi

4. Masyarakat lebih aktif lagi menyuarakan aspirasi dan pengaduannya sehingga KTP dapat berfungsi lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas.Bandung: Armico.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Badan Pusat Statistik Daerah Kab. Lebak.

Dannis, J. Casley. 2003. Pemantauan Manajemen Pertanahan. Jakarta: Balai Pustaka.

Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Herwan. Apresiasi dan Kajian Puisi. 2005. Gerage Budaya. Serang.


(6)

Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Umum. Bandung: Bandar Maju.

Leon G. Schiffman & Leslie Lazar Kanuk. Consumer Behaviour Sixth Edition. New Jersey. Prentice Hall.

Poedjawijatna. 1994. Pembimbing Ke Arah Filsafat. Jakarta: Bima Aksara.

Ruslan, Rosady. 2005. Metode Penelitian PR dan Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers. _____________. 2007. Manajemen PR dan Media Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Sujanto, Agus. 1989. Psikologi Umum. Jakarta: Aksara baru.

Walgito, Bimo. 2002. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Penerbit Andi.


Dokumen yang terkait

Studi Deskriptif Manghirap Tondi Di Desa Lintong Nihuta Kecamatan Tampahan Dalam Masyarakat Batak Toba Oleh Ibu Rotua Pardede: Kajian Terhadap Tekstual Dan Musikal

2 89 91

Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Program Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (Studi Kasus Koperasi Rakyat Pantai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat).

8 109 90

Pola Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Mangrove (Studi Deskriptif di Desa Jago-jago Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah)

1 49 86

Partisipasi Masyarakat Desa Terhadap Pembangunan Prasarana Transportasi Darat (Studi Deskriptif: Pada Desa Hutatinggi, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara)

2 58 96

Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Program Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (Studi Kasus di Desa Securai Selatan, Kecamatan Babalan dan Desa Bintang Maria, Kecamatan Panombean Pane, Kabupaten Simalungun)

5 61 83

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Wisata Alam Danau Toba (studi deskriptif di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

18 120 118

Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Fungsi Isteri Bekerja Terhadap Keluarga di Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres Kotamadya Surakarta

0 6 116

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT DAN TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP PENGAWASAN KEUANGAN Pengaruh Partisipasi Masyarakat Dan Transparansi Kebijakan Publik Terhadap Pengawasan Keuangan Daerah Di Kabupaten Sukoharjo.

0 3 16

LPSE Kabupaten Lebak

0 0 2

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN PASAR RANGKASBITUNG OLEH DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN LEBAK - FISIP Untirta Repository

0 0 101