RTRWBAB V Renc. Pola Ruang 1 H.1 10

(1)

Laporan Akhir

V - 1

Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang memiliki peruntukan ruang fungsi lindung adalah kawasan lindung. Kawasan lindung merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sedangkan bentukan kawasan yang memiliki peruntukan ruang untuk fungsi budidaya adalah kawasan budidaya. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.


(2)

Laporan Akhir

V - 2

5.1. RENCANA POLA RUANG KAWASAN LINDUNG KABUPATEN NGAWI

Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.

Kriteria kawasan lindung adalah sebagai berikut : 1. Kawasan hutan lindung ditetapkan dengan kriteria:

a. kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan yang jumlah hasil perkalian bobotnya sama dengan 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih;

b. kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit 40% (empat puluh persen); atau

c. kawasan hutan yang mempunyai ketinggian 1000-2000 meter di atas permukaan laut.

2. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi :

a. Kawasan bergambut dengan kriteria ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang terdapat di hulu sungai atau rawa.

b. Kawasan resapan air dengan kriteria kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan.

3. Kawasan perlindungan setempat, meliputi : (1)Sempadan pantai dengan kriteria:

a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.

(2)Sempadan sungai dengan kriteria:

a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit

5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;

b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan

c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.

(3)Kawasan sekitar danau atau waduk dengan kriteria:

a. daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi; atau b. daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya

proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk. (4)Ruang terbuka hijau kota dengan kriteria:

a. lahan dengan luas paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) meter persegi;

b. berbentuk satu hamparan, berbentuk jalur, atau kombinasi dari bentuk satu hamparan dan jalur; dan

c. didominasi komunitas tumbuhan.

4. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, meliputi : (1)Kawasan suaka alam dengan kriteria:

a. kawasan yang memiliki keanekaragaman biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang khas baik di darat maupun di perairan; dan/atau

b. mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang terdapat di dalamnya.

(2)Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya dengan kriteria:

a. memiliki ekosistem khas, baik di lautan maupun di perairan lainnya; dan


(3)

Laporan Akhir

V - 3

b. merupakan habitat alami yang memberikan tempat atau perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa.

(3)Suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut dengan kriteria:

a. merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya;

b. memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi;

c. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrant tertentu; atau

d. memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

(4)Cagar alam dan cagar alam laut dengan kriteria:

a. memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan tipe ekosistemnya;

b. memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya;

c. memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli atau belum diganggu manusia;

d. memiliki luas dan bentuk tertentu; atau

e. memiliki ciri khas yang merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi.

(5)Kawasan pantai berhutan bakau dengan criteria koridor di sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit 130 (seratus tiga puluh) kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.

(6)Taman nasional dan taman nasional laut dengan criteria :

a. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam;

b. memiliki luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologi secara alami;

c. memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam

yang masih utuh;

d. memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di dalamnya yang secara materi atau fisik tidak boleh diubah baik oleh eksploitasi maupun pendudukan manusia; dan

e. memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam.

(7)Taman hutan raya dengan criteria :

a. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan/atau satwa yang beragam;

b. memiliki arsitektur bentang alam yang baik;

c. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;

d. merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh maupun kawasan yang sudah berubah;

e. memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam; dan memiliki luas yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa jenis asli dan/atau bukan asli.

(8)Taman wisata alam dan taman wisata alam laut dengan criteria :

a. memiliki daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang masih asli serta formasi geologi yang indah, unik, dan langka; b. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;

c. memiliki luas yang cukup untuk menjamin pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk dimanfaatkan bagi kegiatan wisata alam; dan

d. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan kegiatan wisata alam.

(9)Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dengan kriteria sebagai hasil budaya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.


(4)

Laporan Akhir

V - 4

5. Kawasan rawan bencana alam, meliputi :

(1)Kawasan rawan tanah longsor dengan kriteria kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran.

(2)Kawasan rawan gelombang pasang dengan criteria kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap gelombang pasang dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer per jam yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari.

(3)Kawasan rawan banjir dengan kriteria kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir.

6. Kawasan lindung geologi, meliputi : Kawasan cagar alam geologi, terdiri atas :

(1)Kawasan keunikan batuan dan fosil dengan criteria :

a. memiliki keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai laboratorium alam;

b. memiliki batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa lampau (fosil);

c. memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi; d. memiliki tipe geologi unik; atau

e. memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi masa lalu.

(2)Kawasan keunikan bentang alam dengan criteria : a. memiliki bentang alam gumuk pasir pantai;

b. memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher vulkanik, dan gumuk vulkanik;

c. memiliki bentang alam goa;

d. memiliki bentang alam ngarai/lembah; e. memiliki bentang alam kubah; atau f. memiliki bentang alam karst.

(3)Kawasan keunikan proses geologi dengan criteria :

a. kawasan poton atau lumpur vulkanik;

b. kawasan dengan kemunculan sumber api alami; atau

c. kawasan dengan kemunculan solfatara, fumaroia, dan/atau geyser.

Kawasan rawan bencana alam geologi, terdiri atas :

(1)Kawasan rawan letusan gunung berapi ditetapkan dengan kriteria: a. wilayah di sekitar kawah atau kaldera; dan/atau

b. wilayah yang sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar lontaran atau guguran batu pijar dan/atau aliran gas beracun.

(2)Kawasan rawan gempa bumi dengan kriteria kawasan yang berpotensi dan/atau pernah mengalami gempa bumi dengan skala VII sampai dengan XII Modified Mercally Intensity (MMI).

(3)Kawasan rawan gerakan tanah dengan kriteria memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi.

(4)Kawasan yang terletak di zona patahan aktif dengan kriteria sempadan dengan lebar paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) meter dari tepi jalur patahan aktif.

(5)Kawasan rawan tsunami dengan kriteria pantai dengan elevasi rendah dan/atau berpotensi atau pernah mengalami tsunami.

(6)Kawasan rawan abrasi dengan kriteria pantai yang berpotensi dan/atau pernah mengalami abrasi.

(7)Kawasan rawan bahaya gas beracun dengan criteria wilayah yang berpotensi dan/atau pernah mengalami bahaya gas beracun.

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah (1)Kawasan imbuhan air tanah dengan criteria :

a. memiliki jenis fisik batuan dengan kemampuan meluluskan air dengan jumlah yang berarti;

b. memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau;

c. memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan daerah lepasan; dan/atau


(5)

Laporan Akhir

V - 5

d. memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi daripada muka air tanah yang tertekan.

(2)Kawasan sempadan mata air dengan criteria :

a. daratan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan fungsi mata air; dan

b. wilayah dengan jarak paling sedikit 200 (dua ratus) meter dari mata air.

7. Kawasan lindung lainnya, meliputi : (1)Cagar biosfer dengan criteria :

a. memiliki keterwakilan ekosistem yang masih alami, kawasan yang sudah mengalami degradasi, mengalami modifikasi, atau kawasan binaan;

b. memiliki komunitas alam yang unik, langka, dan indah;

c. merupakan bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan interaksi antara komunitas alam dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis; atau

d. berupa tempat bagi pemantauan perubahan ekologi melalui penelitian dan pendidikan.

(2)Ramsar dengan criteria :

a. berupa lahan basah baik yang bersifat alami atau mendekati alami yang mewakili langka atau unit yang sesuai dengan biogeografisnya; b. mendukung spesies rentan, langka, hampir langka, atau ekologi

komunitas yang terancam;

c. mendukung keanekaragaman populasi satwa dan/atau flora di wilayah biogeografisnya; atau

d. merupakan tempat perlindungan bagi satwa dan/atau flora saat melewati masa kritis dalam hidupnya.

(3)Taman buru dengan criteria :

a. memiliki luas yang cukup dan tidak membahayakan untuk kegiatan

berburu; dan

b. terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan yang memungkinkan perburuan secara teratur dan berkesinambungan dengan mengutamakan segi aspek rekreasi, olahraga, dan kelestarian satwa. (4)Kawasan perlindungan plasma nutfah dengan criteria :

a. memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses pertumbuhannya; dan

b. memiliki luas tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses pertumbuhan jenis plasma nutfah.

(5)Kawasan pengungsian satwa dengan criteria :

a. merupakan tempat kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut;

b. merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa; dan memiliki luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa.

(6)Terumbu karang dengan criteria :

a. berupa kawasan yang terbentuk dari koloni masif dari hewan kecil yang secara bertahap membentuk terumbu karang;

b. terdapat di sepanjang pantai dengan kedalaman paling dalam 40 (empat puluh) meter; dan

c. dipisahkan oleh laguna dengan kedalaman antara 40 (empat puluh) sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) meter.

(7)Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi dengan criteria :

a. berupa kawasan memiliki ekosistem unik, biota endemik, atau proses-proses penunjang kehidupan; dan


(6)

Laporan Akhir

V - 6

Berdasarkan kriteria tersebut diatas, bisa ditentukan pembagian kawasan lindung dan budidaya di Kabupaten Ngawi. Adapun penetapan dan pengembangan kawasan lindung di Kabupaten Ngawi dapat dibagi menjadi : kawasan hutan lindung, kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam dan kawasan lindung lainnya.

5.1.1. Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun kawasan bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Kriteria penetapan kawasan lindung adalah : 1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah

hujan yang melebihi nilai skor 175; atau

2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih; dan atau 3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut

1000-2000 meter/dpl.

Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. Kawasan hutan lindung di Kabupaten Ngawi meliputi kawasan hutan di kaki Gunung Lawu di Kecamatan Jogorogo, Ngrambe dan Sine. Luas hutan lindung di Kabupaten Ngawi secara keseluruhan kurang lebih 3.086 ha. Penggantian luas hutan di Kabupaten Ngawi yang masih kurang, terbentur dengan kurang tersedianya lahan serta kegiatan pembangunan wilayah. Oleh sebab itu, di tempuh upaya lain dengan pemanfaatan kawasan resapan air yang sebagian besar merupakan kawasan hutan juga pemanfaatan kawasan perkebunan dengan fungsi hutan.

Tujuan perlindungan kawasan ini adalah untuk mencegah terjadinya bencana erosi, banjir, sedimentasi, dan menurunnya fungsi hidrolik tanah untuk menjamin ketersediaan, unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. Temasuk didalamnya adalah upaya pelestarian DAS.

Gambar 5.1.

Kawasan Hutan Lindung di Sekitar Waduk Pondok dan DAS Bengawan Solo

Sebagian kawasan ini telah mengalami alih fungsi untuk kawasan budidaya terutama permukiman perdesaan, pengembangan hortikultura, pertanian tanaman pangan semusim, dan perkebunan. Adapun pengelolaan kawasan ini diarahkan pada :

1. Peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi melalui pengembangan vegetasi tegangan tinggi yang mampu memberikan perlindungan terhadap permukaan tanah dan mampu meresapkan air; 2. Perluasan hutan lindung di wilayah Ngawi Utara dan Selatan , terutama

pada area yang mengalami alih fungsi sehingga pola ini memiliki kemampuan perlindungan seperti hutan terutama di area kaki Gunung Lawu;

3. Meningkatkan kegiatan pariwisata alam (misalnya mendaki gunung, out bond, camping) terutama di kaki Gunung Lawu dan Waduk Pondok, sekaligus menanamkan gerakan cinta alam.


(7)

Laporan Akhir

V - 7

4. Pengembalian berbagai rona awal sehingga kehidupan satwa langka dan dilindungi dapat lestari;

5. Percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan;

6. Peningkatan fungsi lahan melalui pengembangan hutan rakyat yang memberikan nilai ekonomi melalui pengambilan hasil buah bukan kayu,

Pengembangan kawasan hutan lindung ini juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan fungsi pelestarian DAS Bengawan Solo. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar kawasan Hutan Lindung merupakan area yang termasuk dalam aliran sungai yang ada di Kabupaten Ngawi. Pelestarian ini memiliki arti yang sangat penting dalam menjaga kualitas air sungai, ketersediaan air sungai, serta pelestarian berbagai flora dan fauna sepanjang DAS termasuk peningkatan produktivitas lahan. Adapun penetapan hutan pelestarian dari DAS Bengawan Solo adalah sebesar 30% dari luas DAS yaitu sebesar 49.633,002 Ha, dimana kawasan yang telah ditetapkan sebagai daerah lindung tidak dapat dibudidayakan atau dialihfungsikan.


(8)

Laporan Akhir

V - 8

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030


(9)

Laporan Akhir

V - 9

5.1.2. Kawasan yang Memberi Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya

Kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air.

A. Kawasan Bergambut

Kawasan bergambut tidak terdapat di Kabupaten Ngawi karena kawasan bergambut adalah kawasan yang memiliki ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang terdapat di hulu sungai atau Rawa, padahal hulu sungai Kabupaten Ngawi tidak terdapat gambut dan Kabupaten Ngawi tidak memiliki rawa.

B. Kawasan Resapan Air

Kawasan resapan air adalah daerah yang memiliki kemampuan tinggi meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuiver)

yang berguna sebagai penyedia sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediann kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.

Kawasan Resapan Air terletak di Kecamatan Jogorogo, Ngrame dan Sine. Adapun luas kawasan resapan air di Kabupaten Ngawi kurang lebih 17.627,89 ha. Penetapan dan pemantapan kawasan resapan air juga merupakan salah satu upaya dalam pelestarian DAS yang ada di Kabupaten Ngawi. Peningkatan manfaat lindung pada kawasan ini dilakukan dengan cara :

1. Pembuatan sumur-sumur resapan;

2. Pengendalian hutan dan tegakan tinggi pada wilayah-wilayah hulu; serta 3. Pengolahan sistem terasering dan vegetasi yang mampu menahan dan

meresapkan air.

Sebagian besar kawasan yang berfungsi sebagai kawasan resapan air ini merupakan kawasan hutan lindung, sehingga pelestarian hutan lindung pada dasarnya juga meningkatkan kemampuan akan resapan air. Adapun pengelolaan kawasan ini adalah :

1. Peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi melalui pengembangan vegetasi tegakan tinggi yang mampu memberikan perlindungan terhadap permukaan tanah dan mampu meresapkan air ke dalam tanah;

2. Perluasan hutan lindung di wilayah Kecamatan Jogorogo terutama pada area yang mengalami alih fungsi;

3. Percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan;

4. Peningkatan fungsi lahan melalui pengembangan hutan rakyat yang memberikan nilai ekonomi melalui pengambilan hasil buah bukan kayu, dan vegetasi yang menjadi tempat kehidupan berbagai satwa;

5. Meningkatkan kegiatan pariwisata alam (misalnya mendaki gunung, out bond, camping) terutama di Kecamatan Bringin, Kecamatan Sine, Kecamatan Jogorogo dan Kecamatan Kendal sekaligus menanamkan gerakan cinta alam; serta

6. Pengolahan tanah secara teknis (misalnya membuat embung, cekungan tanah, bendung) sehingga kawasan ini memberikan kemampuan peresapan air yang lebih tinggi.

5.1.3. Kawasan Perlindungan Setempat

Kawasan perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, dan kawasan lindung spiritual dan kearifan local lainnya.

A. Kawasan Sempadan Pantai

Kawasan Sempadan pantai tidak terdapat di Kabupaten Ngawi, karena Kabupaten Ngawi tidak memiliki pantai.

B. Kawasan Sempadan Sungai

Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk melestarikan fungsi sungai. Keppres Nomor 32 Tahun 1990 menetapkan perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk


(10)

Laporan Akhir

V - 10

melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat menganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Kriteria sempadan sungai adalah :

a. Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman.

b. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter.

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai, menjelaskan bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk melestarikan fungsi sungai.

Penetapan kawasan sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai termasuk danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Adapun penetapan kawasan sempadan sungai di Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut:

 Garis sempadan sungai bertanggul di tetapkan sebagai berikut :

1. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;

2. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul

 Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan diperkotaan didasarkan pada kriteria berikut :

1. Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus) Km2 atau lebih dengan garis sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) m, termasuk sungai besar di Kabupaten Ngawi ini antara lain adalah : Sungai Bengawan Solo dan Kali Madiun.

2. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang dari 500 (lima ratus) Km2 dengan garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan, termasuk pada wilayah ini adalah seluruh anak Sungai Bengawan Solo.

 Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria :

1. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;

2. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh)meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan

3. Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

Penetapan kawasan sempadan sungai ini juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan fungsi pelestarian DAS Bengawan Solo. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar kawasan Hutan Lindung merupakan area yang termasuk dalam aliran Sungai Bengawan Solo dan Kali madiun serta sungai lainnya. Pelestarian ini memiliki arti yang sangat penting dalam menjaga kualitas air sungai, ketersediaan air sungai, serta pelestarian berbagai flora dan fauna sepanjang DAS termasuk peningkatan produktivitas lahan. Luas sempadan sungai di Kabupaten Ngawi meliputi luas keseluruhan sempadan


(1)

Laporan Akhir

V - 5

d. memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi

daripada muka air tanah yang tertekan. (2)Kawasan sempadan mata air dengan criteria :

a. daratan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan fungsi mata air; dan

b. wilayah dengan jarak paling sedikit 200 (dua ratus) meter dari mata air.

7. Kawasan lindung lainnya, meliputi : (1)Cagar biosfer dengan criteria :

a. memiliki keterwakilan ekosistem yang masih alami, kawasan yang sudah mengalami degradasi, mengalami modifikasi, atau kawasan binaan;

b. memiliki komunitas alam yang unik, langka, dan indah;

c. merupakan bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan interaksi antara komunitas alam dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis; atau

d. berupa tempat bagi pemantauan perubahan ekologi melalui penelitian dan pendidikan.

(2)Ramsar dengan criteria :

a. berupa lahan basah baik yang bersifat alami atau mendekati alami yang mewakili langka atau unit yang sesuai dengan biogeografisnya; b. mendukung spesies rentan, langka, hampir langka, atau ekologi

komunitas yang terancam;

c. mendukung keanekaragaman populasi satwa dan/atau flora di wilayah biogeografisnya; atau

d. merupakan tempat perlindungan bagi satwa dan/atau flora saat melewati masa kritis dalam hidupnya.

(3)Taman buru dengan criteria :

a. memiliki luas yang cukup dan tidak membahayakan untuk kegiatan

berburu; dan

b. terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan yang memungkinkan perburuan secara teratur dan berkesinambungan dengan mengutamakan segi aspek rekreasi, olahraga, dan kelestarian satwa. (4)Kawasan perlindungan plasma nutfah dengan criteria :

a. memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses pertumbuhannya; dan

b. memiliki luas tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses pertumbuhan jenis plasma nutfah.

(5)Kawasan pengungsian satwa dengan criteria :

a. merupakan tempat kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut;

b. merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa; dan memiliki luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa.

(6)Terumbu karang dengan criteria :

a. berupa kawasan yang terbentuk dari koloni masif dari hewan kecil yang secara bertahap membentuk terumbu karang;

b. terdapat di sepanjang pantai dengan kedalaman paling dalam 40 (empat puluh) meter; dan

c. dipisahkan oleh laguna dengan kedalaman antara 40 (empat puluh) sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) meter.

(7)Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi dengan criteria :

a. berupa kawasan memiliki ekosistem unik, biota endemik, atau proses-proses penunjang kehidupan; dan


(2)

Laporan Akhir

V - 6

Berdasarkan kriteria tersebut diatas, bisa ditentukan pembagian kawasan

lindung dan budidaya di Kabupaten Ngawi. Adapun penetapan dan pengembangan kawasan lindung di Kabupaten Ngawi dapat dibagi menjadi : kawasan hutan lindung, kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam dan kawasan lindung lainnya.

5.1.1. Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun kawasan bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Kriteria penetapan kawasan lindung adalah : 1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah

hujan yang melebihi nilai skor 175; atau

2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih; dan atau 3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut

1000-2000 meter/dpl.

Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. Kawasan hutan lindung di Kabupaten Ngawi meliputi kawasan hutan di kaki Gunung Lawu di Kecamatan Jogorogo, Ngrambe dan Sine. Luas hutan lindung di Kabupaten Ngawi secara keseluruhan kurang lebih 3.086 ha. Penggantian luas hutan di Kabupaten Ngawi yang masih kurang, terbentur dengan kurang tersedianya lahan serta kegiatan pembangunan wilayah. Oleh sebab itu, di tempuh upaya lain dengan pemanfaatan kawasan resapan air yang sebagian besar merupakan kawasan hutan juga pemanfaatan kawasan perkebunan dengan fungsi hutan.

Tujuan perlindungan kawasan ini adalah untuk mencegah terjadinya bencana erosi, banjir, sedimentasi, dan menurunnya fungsi hidrolik tanah untuk menjamin ketersediaan, unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. Temasuk didalamnya adalah upaya pelestarian DAS.

Gambar 5.1.

Kawasan Hutan Lindung di Sekitar Waduk Pondok dan DAS Bengawan Solo Sebagian kawasan ini telah mengalami alih fungsi untuk kawasan budidaya terutama permukiman perdesaan, pengembangan hortikultura, pertanian tanaman pangan semusim, dan perkebunan. Adapun pengelolaan kawasan ini diarahkan pada :

1. Peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi melalui pengembangan vegetasi tegangan tinggi yang mampu memberikan perlindungan terhadap permukaan tanah dan mampu meresapkan air; 2. Perluasan hutan lindung di wilayah Ngawi Utara dan Selatan , terutama

pada area yang mengalami alih fungsi sehingga pola ini memiliki kemampuan perlindungan seperti hutan terutama di area kaki Gunung Lawu;

3. Meningkatkan kegiatan pariwisata alam (misalnya mendaki gunung, out bond, camping) terutama di kaki Gunung Lawu dan Waduk Pondok, sekaligus menanamkan gerakan cinta alam.


(3)

Laporan Akhir

V - 7

4. Pengembalian berbagai rona awal sehingga kehidupan satwa langka dan

dilindungi dapat lestari;

5. Percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan;

6. Peningkatan fungsi lahan melalui pengembangan hutan rakyat yang memberikan nilai ekonomi melalui pengambilan hasil buah bukan kayu,

Pengembangan kawasan hutan lindung ini juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan fungsi pelestarian DAS Bengawan Solo. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar kawasan Hutan Lindung merupakan area yang termasuk dalam aliran sungai yang ada di Kabupaten Ngawi. Pelestarian ini memiliki arti yang sangat penting dalam menjaga kualitas air sungai, ketersediaan air sungai, serta pelestarian berbagai flora dan fauna sepanjang DAS termasuk peningkatan produktivitas lahan. Adapun penetapan hutan pelestarian dari DAS Bengawan Solo adalah sebesar 30% dari luas DAS yaitu sebesar 49.633,002 Ha, dimana kawasan yang telah ditetapkan sebagai daerah lindung tidak dapat dibudidayakan atau dialihfungsikan.


(4)

Laporan Akhir

V - 8

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030


(5)

Laporan Akhir

V - 9

5.1.2. Kawasan yang Memberi Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya

Kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air.

A. Kawasan Bergambut

Kawasan bergambut tidak terdapat di Kabupaten Ngawi karena kawasan bergambut adalah kawasan yang memiliki ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang terdapat di hulu sungai atau Rawa, padahal hulu sungai Kabupaten Ngawi tidak terdapat gambut dan Kabupaten Ngawi tidak memiliki rawa.

B. Kawasan Resapan Air

Kawasan resapan air adalah daerah yang memiliki kemampuan tinggi meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuiver) yang berguna sebagai penyedia sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediann kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.

Kawasan Resapan Air terletak di Kecamatan Jogorogo, Ngrame dan Sine. Adapun luas kawasan resapan air di Kabupaten Ngawi kurang lebih 17.627,89 ha. Penetapan dan pemantapan kawasan resapan air juga merupakan salah satu upaya dalam pelestarian DAS yang ada di Kabupaten Ngawi. Peningkatan manfaat lindung pada kawasan ini dilakukan dengan cara :

1. Pembuatan sumur-sumur resapan;

2. Pengendalian hutan dan tegakan tinggi pada wilayah-wilayah hulu; serta 3. Pengolahan sistem terasering dan vegetasi yang mampu menahan dan

meresapkan air.

Sebagian besar kawasan yang berfungsi sebagai kawasan resapan air ini merupakan kawasan hutan lindung, sehingga pelestarian hutan lindung pada dasarnya juga meningkatkan kemampuan akan resapan air. Adapun pengelolaan kawasan ini adalah :

1. Peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi melalui pengembangan vegetasi tegakan tinggi yang mampu memberikan perlindungan terhadap permukaan tanah dan mampu meresapkan air ke dalam tanah;

2. Perluasan hutan lindung di wilayah Kecamatan Jogorogo terutama pada area yang mengalami alih fungsi;

3. Percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan;

4. Peningkatan fungsi lahan melalui pengembangan hutan rakyat yang memberikan nilai ekonomi melalui pengambilan hasil buah bukan kayu, dan vegetasi yang menjadi tempat kehidupan berbagai satwa;

5. Meningkatkan kegiatan pariwisata alam (misalnya mendaki gunung, out bond, camping) terutama di Kecamatan Bringin, Kecamatan Sine, Kecamatan Jogorogo dan Kecamatan Kendal sekaligus menanamkan gerakan cinta alam; serta

6. Pengolahan tanah secara teknis (misalnya membuat embung, cekungan tanah, bendung) sehingga kawasan ini memberikan kemampuan peresapan air yang lebih tinggi.

5.1.3. Kawasan Perlindungan Setempat

Kawasan perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, dan kawasan lindung spiritual dan kearifan local lainnya.

A. Kawasan Sempadan Pantai

Kawasan Sempadan pantai tidak terdapat di Kabupaten Ngawi, karena Kabupaten Ngawi tidak memiliki pantai.

B. Kawasan Sempadan Sungai

Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk melestarikan fungsi sungai. Keppres Nomor 32 Tahun 1990 menetapkan perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk


(6)

Laporan Akhir

V - 10

melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat menganggu dan merusak

kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Kriteria sempadan sungai adalah :

a. Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman.

b. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter.

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai, menjelaskan bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk melestarikan fungsi sungai.

Penetapan kawasan sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai termasuk danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Adapun penetapan kawasan sempadan sungai di Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut:

 Garis sempadan sungai bertanggul di tetapkan sebagai berikut :

1. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;

2. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul

 Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan diperkotaan didasarkan pada kriteria berikut :

1. Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus) Km2 atau lebih dengan garis sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) m, termasuk sungai besar di Kabupaten Ngawi ini antara lain adalah : Sungai Bengawan Solo dan Kali Madiun.

2. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang dari 500 (lima ratus) Km2 dengan garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan, termasuk pada wilayah ini adalah seluruh anak Sungai Bengawan Solo.

 Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria :

1. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;

2. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh)meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan

3. Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

Penetapan kawasan sempadan sungai ini juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan fungsi pelestarian DAS Bengawan Solo. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar kawasan Hutan Lindung merupakan area yang termasuk dalam aliran Sungai Bengawan Solo dan Kali madiun serta sungai lainnya. Pelestarian ini memiliki arti yang sangat penting dalam menjaga kualitas air sungai, ketersediaan air sungai, serta pelestarian berbagai flora dan fauna sepanjang DAS termasuk peningkatan produktivitas lahan. Luas sempadan sungai di Kabupaten Ngawi meliputi luas keseluruhan sempadan