Manajemen brand equity lembaga dakwah: studi pada manajemen brand equity Lembaga Griya Al Qur’an.

(1)

MANAJEMEN BRAND EQUITY LEMBAGA DAKWAH

(

Studi Pada Manajemen Brand Equity Lembaga Griya Al Qur’an

)

TESIS

Di ajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh Novita Rosanti NIM. F12915302

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

x

ABSTRAK

Manajemen Brand Equity masih sangat jarang dilakukan dalam konteks lembaga dakwah. Namun fenomena lembaga dakwah Griya Al Qur’an berbeda, lembaga ini telah menerapkan Manajemen Brand Equity. Indikator output dari Manajemen Brand Equity salah satunya adalah semakin banyak pasar sasaran yang terekrut dan loyal terhadap lembaga, dimana ini didapati dalam Griya Al

Qur’an. Penelitian ini pada akhirnya bertujuan menganalisa Manajemen Brand Equity Griya Al Qur’an. Mulai dari analisa terhadap manajemen memilih element brand hingga manajemen pemasaran holistik yang dilakukan Griya Al Qur’an. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dimana sumber data berasal dari informan dan dokumentasi serta teknik analisa deskriptif mulai dari reduksi, klasifikasi hingga analisa.

Manajemen Brand Equity yang terdiri atas dua konsep yaitu manajemen memilih element brand dan manajemen pemasaran holistik dilakukan Griya Al

Qur’an semaksimal mungkin. Manajemen memilih element brand Griya Al

Qur’an memilih strategi rebranding yang mampu menampilkan substansi filosofi Griya Al Qur’an yang sinergis dengan kaidah desain element brand. Sedangkan manajemen pemasaran holistik Griya Al Qur’an mampu melakukan personalisasi pemasaran kepada pasar dewasa masyarakat perkotaan dengan luas, mampu melakukan integrasi pemasaran dengan menanamkan makna Griya Al Qur’an Memorizing Quran is Fun! Di setiap saluran komunikasi pemasaran yang dipilih, serta mampu menciptakan internal branding lewat sistem rekrutmen, sistem motivasi, sistem pembinaan, sistem peningkatan kualitas, sistem budaya, sistem evaluasi pada SDM Griya Al Qur’an.


(7)

xi ABSTRACT

Brand Equity management is still very rarely done in the context of da'wah institutions. But the phenomenon of Da'wah Griya Al Qur'an different institution, this institution has implemented Brand Equity Management. Output indicator from Brand Equity Management is one of the more targeted and loyal target market of institutions, which is found in Griya Al Qur’an. This research ultimately aims to analyze Brand Equity Management Griya Al Qur’an. Starting from the analysis of the management of choosing brand element to holistic marketing management conducted Griya Al Qur’an. This research is a type of qualitative research where the source data comes from informants and documentation and descriptive analysis techniques ranging from reduction, classification to analysis.

Brand Equity Management which consists of two concepts namely management choosing brand element and holistic marketing management conducted Griya Al Qur’an as much as possible. Management chooses the brand element Griya Al Qur’an chooses a rebranding strategy that is capable of displaying the substance of Griya Al Qur’an philosophy that is synergistic with the rules of design of brand element. While holistic marketing management Griya

Al Qur’an able to personalize marketing to adult market of urban society with wide, able to do marketing integration by inculcating meaning Griya Al Qur’an Memorizing Quran is Fun! In every marketing communication channel selected, and able to create internal branding through recruitment system, motivation system, coaching system, quality improvement system, cultural system, evaluation system on HR Griya Al Qur’an.


(8)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan dan Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Kerangka Teoretik ... 9

G. Penelitian Terdahulu ... 12

H. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II : MANAJEMEN BRAND EQUITY ... 18

A. Manajemen ... 18

1. Planning ... 18

2. Organizing ... 20

3. Actuating ... 23

4. Controling ... 26

B. Membangun Brand Equity ... 28

1. Memilih Element Brand ... 28


(9)

xiii

b. Memilih Logo ... 30

c. Memilih Slogan ... 31

d. Mengangkat Asosiasi Sekunder Brand ... 31

2. Merancang Kegiatan Pemasaran Holistik ... 32

a. Pemasaran Personalisasi... 32

b. Pemasaran Integrasi ... 32

c. Pemasaran Branding... 32

BAB III : METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Pendekatan Penelitian ... 39

C. Kriteria Subjek Penelitian ... 40

D. Sumber Data ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 41

F. Teknik Analisa Data ... 43

G. Keabsahan Data ... 44

BAB IV : DATA MANAJEMEN BRAND EQUITY GRIYA AL-QUR’AN ... 46

A. Deskripsi Subjek Penelitian ... 46

1. Profil Lembaga ... 46

2. Profil Informan ... 47

a. Informan Satu ... 47

b. Informan Dua ... 47

c. Informan Tiga... 48

B. Penyajian Data Penelitian ... 48

1. Manajemen Memilih Element Brand ... 48

a. Memilih Nama Brand ... 48

b. Memilih Logo Brand ... 50

c. Memilih Slogan Brand ... 52

d. Mengangkat Asosiasi Sekunder ... 53

2. Manajemen Kegiatan Pemasaran Holistik ... 54

a. Manajemen Pemasaran Personalisasi ... 54


(10)

xiv

1) Iklan... 59

a) Brosur Griya Al Qur’an ... 59

b) Poster Griya Al Qur’an ... 62

c) Liputan Griya Al Qur’an di TV ... 63

d) Facebook Griya Al Qur’an ... 64

e) Web Griya Al Qur’an ... 65

2) Promosi Penjualan ... 66

3) Acara Khusus dan Pengalaman ... 66

4) Humas dan Pemberitaan ... 66

5) Penjualan Pribadi ... 67

6) Penjualan Langsung ... 68

c. Manajemen Internal Branding... 68

BAB V : MANAJEMEN BRAND EQUITY LEMBAGA GRIYA AL- QUR’AN ... 72

A. Manajemen Memilih Element Brand Griya Al Qur’an... 72

1. Planning Memilih Element Brand Griya Al Qur`an ... 72

2. Organizing Memilih Element Brand Griya Al Qur`an ... 74

3. Actuating Memilih Element Brand Griya Al Qur`an ... 75

4. Controling Memilih Element Brand Griya Al Qur`an ... 76

B. Manajemen Kegiatan Pemasaran Holistik Griya Al Qur’an ... 76

1. Manajemen Pemasaran Personalisasi Griya Al Qur’an ... 76

a. Planning Pemasaran Personalisasi Griya Al Qur’an ... 76

b. Organizing Pemasaran Personalisasi Griya Al Qur’an ... 78

c. Actuating Pemasaran Personalisasi Griya Al Qur’an ... 78

d. Controling Pemasaran Personalisasi Griya Al Qur’an ... 72

2. Manajemen Pemasaran Integrasi Griya Al Qur’an ... 79

a. Planning Pemasaran Integrasi Griya Al Qur’an ... 79

b. Organizing Pemasaran Integrasi Griya Al Qur’an ... 79

c. Actuating Pemasaran Integrasi Griya Al Qur’an ... 80

d. Controling Pemasaran Integrasi Griya Al Qur’an ... 82


(11)

xv

a. Planning Manaj Internal Branding Griya Al Qur’an... 82

b. Organizing Manaj Internal Branding Griya Al Qur’an ... 82

c. Actuating Manaj Internal Branding Griya Al Qur’an ... 83

d. Controling Manaj Internal Branding Griya Al Qur’an ... 84

C. Temuan Manajemen Memilih Element Brand Griya Al Qur’an ... 84

D. Temuan Manajemen Kegiatan Pemasaran Holistik Griya Al Qur’an ... 86

E. Manajemen Kegiatan Pemasaran Holistik Griya Al Qur’an ... 76

BAB VI : PENUTUP ... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Implikasi Teoritik ... 90

C. Keterbatasan Studi ... 91

D. Rekomendasi ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Brand atau brand adalah nama, tanda, symbol, desain atau kombinasinya, yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasikan (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang atau layanan penjual lainnya.1 Sebuah brand tidak hanya berbicara tentang atribut, namun juga berbicara tentang manfaat, nilai, budaya, kepribadian dan pemakai.2

Brand yang kuat dikenal dengan istilah brand equity, yaitu pengaruh diferensial positif bahwa jika pelanggan mengenal nama brand, pelanggan akan merespon produk atau jasa. Satu ukuran ekuitas brand adalah sejauh mana pelanggan bersedia membayar lebih untuk brand tersebut.3 Istilah “membayar lebih” dalam konteks dakwah, tidak selalu bicara tentang materi atau uang namun juga tentang pengorbanan aspek imateri (pikiran, tenaga dan waktu).

Membangun brand equity menurut Kotler dan Keller memiliki beberapa langkah atau dimensi, mulai dari (1) Memilih element brand

1

Bilson Simamora, Memenangkan Pasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), 149-150

2

Freddy Rangkuti, The Power of Brands, (Jakarta : PT Gramedia, 2009), 3-5

3 Philip K dan Gary A,

Prinsip-Prinsip Manajemen Pemasaran, (Jakarta : Penerbit Arilangga, 2006), 282


(13)

2

yang terdiri dari nama brand, URL, logo, lambang, karakter, juru bicara, slogan, lagu, kemasan dan papan iklan, (2) Merancang kegiatan pemasaran holistic yang di dalamnya terdapat pemasaran personalisasi, pemasaran integrasi serta internal branding, dan (3) Mengangkat asosiasi sekunder, dimana brand di hubungkan dengan tempat, orang, barang ataupun brand lain agar semakin kuat.4

Bagi lembaga memiliki brand equity akan memberi beberapa keuntungan, diantaranya pelanggan akan menjadi loyal terhadap brand, peningkatan hasil perdagangan dan keuntungan kompetitif lainnya.5 Dengan keuntungan tersebut maka setiap lembaga yang bergerak disector apapun akan senantiasa berusaha membangun brand equity nya dari waktu ke waktu. Termasuk lembaga yang bergerak dalam bidang dakwah juga akan melakukan pembangunan brand equity nya.

Salah satu dari lembaga dakwah yang berupaya membangun brand equity adalah Griya Al Qur’an. Griya Al Qur’an berdiri sejak tahun 1428 H (10 tahun lalu), berawal dari jamaah masjid Al Fatah yang berjumlah sekitar 9 orang di daerah Deltasari Sidoarjo yang memiliki kepedulian terhadap Al Qur’an dan keinginan mengaji secara intensif. Dari kepedulian itu lahirlah Griya Al Qur’an yang hingga tahun 2016 memiliki 11 cabang, 85 SDM dan 1800 siswa/santri aktif.6

4

P. Kottler dan Keller, Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 13, (Jakarta : Erlangga, 2008), 268-269

5 Freddy Rangkuti,

The Power of Brands, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), 39

6


(14)

Kepedulian jamaah masjid Al Fatah Deltasari Sidoarjo untuk berdakwah mendalami Al Qur’an tersebut dibangun dari paradigma, Al Qur’an adalah pedoman umat manusia dan adanya keinginan mengamalkan hadits “sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Qur’an dan yang mengajarkannya”, hampir tidak ada ikhtilaf dalam hukum mempelajari Al Qur’an (terutama dari sisi membaca dan menghafalnya) serta Al Qur’an bebas dari ikhtilaf dan perbedaan madzhab serta berlaku sebagai pedoman universal khususnya bagi umat islam.7

Paradigma ini harus direalisasikan dengan sungguh-sungguh, karena setiap usaha dakwah harus ditangani secara profesional, dalam hal ini menyangkut brand dan komunikasi. Griya Al Qur’an adalah rumah besar bagi brand yang mau mepelajari Al Qur’an dan harus berkembang serta memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada umat. Lembaga ini harus kokoh branding nya supaya bisa terus eksis dari generasi ke generasi.8

Griya Al Qur’an sebelumnya bernama Rumah Al Qur’an. Perubahan-perubahan tersebut dalam rangka memperkuat brand equity Griya Al Qur’an yang pasar sasaran utamanya adalah komunitas muslim dewasa dengan strata social yang elegan. Pasar utama Griya Al Qur’an adalah masyarakat dewasa kelas menangah atas masyarakat perkotaan,

7

Wawancarade ga CEO Griya Al Qur’a Bpk Ir ito o, Ta ggal No e ber 6

8


(15)

4

karena brand memiliki kekuatan perubahan yang besar, bisa mengubah keluarga, lingkungan atau bahkan karyawan brand,9

Penuturan CEO Griya Al Qur’an di atas tentang upaya mengokohkan branding Griya Al Qur’an agar bisa bertahan dari generasi ke generasi serta perubahan nama brand dan slogan untuk lebih menyesuaikan dengan pasar, menunjukkan komitmen membangun brand equity dan keinginan ini juga bisa dilihat dari hasilnya yaitu berkembangnya Griya Al Qur’an menjadi 11 cabang dan 1800 santri/siswa aktif hingga tahun 2016. Santri/siswa yang aktif tidak sedikit yang loyal dan mempersepsi positif Griya Al Qur’an. Loyalitas para siswa/santri terhadap Griya Al Qur’an juga teruji dengan tetap setia belajar di Griya Al Qur’an. Ini bisa terlihat dari testimoni yang tertulis di dalam majalah yang di terbitkan Griya Al Qur’an.

Salah satu testimoni tersebut berasal dari Ibu Tutik Purwanti yang menjadi siswa/santri Griya Al Qur’an sejak 2009. Dia memiliki Bapak seorang muslim, Ibu seorang kristiani dan suami yang beda agama. Dia menuturkan bahwah banyak cibiran yang ditujukan kepadanya namun dia tetap konsisten belajar. Salah satu cibiran berasal dari saudara suaminya yang mengatakan "Menjadi Muslim itu sulit, harus baca Al-Qur'an yang hurufnya melingkar dan susah dipahami. Pilih agama yang mudah dijalani saja, ada Kristen, Budha, Hindu."10

9

Wawancara de ga CEO Griya Al Qur’a Bpk Ir ito o, Ta ggal No e ber 6

10


(16)

Testimoni lain disampaikan oleh siswa/santri Griya Al Qur’an yang bernama Machrus Zakaria S.H. M.Hum bekerja sebagai Humas Polres Sidoarjo. Sejak tahun 2015 mengikuti Griya Al Qur’an walaupun tingkat kesibukannya tinggi. Walaupun Machrus bekerja dan usianya tidak lagi muda, dia tetap semangat belajar di Griya Al Qur’an "Bagi saya, tak ada istilah malu untuk belajar. Terlebih di Griya Al Qur'an. Saya satu kelas dengan siswa-siswa dewasa, bahkan lansia,"11

Pemahaman positif tentang Griya Al Qur’an juga disampaikan oleh seorang siswa/santri bernama Brahma Satrya, SE yang merupakan karyawan PT Perkebunan Nusantara XII yang telah mengikuti Griya Al Qur’an sejak tahun 2012. Dia menuturkan “Selain menguasai metodologi pengajaran baca tulis Al- Qur'an, guru-guru di Griya Al-Qur'an juga bisa menjelaskan riwayat turunnya ayat, ilmu fikih dan lain-lain. Pendek kata, wawasan mereka luas, sehingga saya merasa dapat tambahan ilmu agama. Mereka tidak hanya memburu target, tapi juga mau memahami kondisi siswa, kelemahan dan kekurangan mereka sehingga siswa merasa terbantu dan yang penting tidak cepat putus asa".12

Kekuatan loyalitas santri/siswa juga teruji dengan mereka mengeluarkan biaya saat belajar di Griya Al Qur’an, biayanya juga tergolong tidak murah. Menurut penuturan Ibrahim, salah satu pegawai Griya Al Qur’an, biaya untuk mendaftar awal Rp 250.000, perlengkapan

11 Rus,

Buat Apa Malu Jika Untuk Ilmu, Majalah Griya Al Qur’a Edisi Mei 6,

12


(17)

6

mengaji Rp 150.000, infaq bulanan minimal Rp 150.000, sehingga untuk awal pertama kali masuk minimal santri membayar Rp 550.000.13

Dengan brand Griya Al Qur’an di tahun 2016 semakin memenuhi 3 indikator sukses yaitu jumlah pendaftaran siswa/santri yang meningkat, jumlah drop out yang rendah dan jumlah wisudawan yang meningkat.14 Griya Al Qur’an juga menjadi brand yang akan di kenalkan dengan skala internasional. Seperti yang di sampaikan CEO Griya Al Qur’an Bapak Irwitono.

“Di tahun 2018 Griya Al Qur’an akan menjadi lembaga pembelajaran Al Qur’an skala internasional, indikatornya akan di buka minimal 3 cabang Griya Al Qur’an di luar negeri. Penggunaan kata “Griya” di maksudkan mempertegas positioning sebagai lembaga yang lahir di Indonesia sekaligus menunjukkan universalitas Al Qur’an sebagai milik umat muslim di seluruh dunia, tidak hanya identic dengan bangsa Arab saja.”15

Hal berbeda dialami Taman Pengajian Al Qur’an (TPA) X yang terletak di Kelurahan Wawombalata, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, dibubarkan oleh pendirinya sendiri. Pendiri merasa TPA nya sudah tidak dibutuhkan lagi padahal sudah 24 tahun berdiri. Walaupun sudah 24 tahun berdiri yakni sejak 2002-2016 namun hanya memiliki total

13

Wawancarade ga pega ai Griya Al Qur’a , Ibrahi , “urabaya, Oktober 6

14

Wawancara denga CEO Griya Al Qur’a Bpk Ir ito o, Ta ggal No e ber 6

15


(18)

santri sebanyak 31 orang dan ibu majelis taklim yang masih aktif berjumlah 13 orang.16

Yang dialami TPA X tersebut merupakan indikasi tidak terbangunnya brand equity kelembagaan. Sehingga penelitian ini pada akhirnya hendak memahami bagaimana langkah pengurus Griya Al Qur’an dalam memperkuat brand equity nya, mulai dari proses pemilihan element brand, pemasaran brand serta asosiasi brand yang diangkat agar brand Griya Al Qur’an semakin kuat dalam bingkai manajemen brand equity. Hal ini menarik peneliti karena menjadi fenomena yang langkah sebuah lembaga dakwah yang peduli terhadap brand equity nya. Serta penelitian tentang upaya membangun brand equity lembaga dakwah belum pernah di lakukan.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas ada beberapa rumusan masalah yang bisa dimunculkan dalam penelitian, antara lain :

1. Bagaimana manajemen lembaga dakwah Griya Al Qur’an?

2. Bagaimana manajemen pemasaran lembaga dakwah Griya Al Qur’an?

3. Bagaimana manajemen brand equity lembaga dakwah Griya Al Qur’an?

16Berita Kota Ke dari O li e, Merasa Tidak di Butuhka TPA X Bubarka Diri , dala

http://bkk.fajar.co.id/2016/12/23/merasa-tak-dibutuhkan-tpa-babussalam-bubarkan-diri/ , 23 Desember 2016


(19)

8

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Batasan penelitian ini adalah langkah-langkah manajemen brand equity yang di lakukan lembaga Griya Al Qur’an mulai dari planning, organizing, actuating dan controling. Griya Al Qur’an yang di kaji adalah Griya Al Qur’an Surabaya, dimana Surabaya merupaka pusat dari Griya Al Qur’an. Dari pembatasan di atas maka rumusan masalah yang di angkat peneliti adalah :

“Bagaimana manajemen brand equity Griya Al Qur’an?”

Dari rumusan masalah tersebut pendetailannya terdiri atas beberapa pokok permasalahan yang akan di jawab, yaitu :

1. Bagaimana manajemen pemilihan brand Griya Al Qur’an? 2. Bagaimana manajemen pemasaran holistik Griya Al Qur’an?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah memahami langkah-langkah manajemen brand equity Griya Al Qur’an.

1. Mendapatkan gambaran proses manajemen pemilihan brand Griya Al Qur’an.

2. Mendapatkan gambaran proses manajemen pemasaran holistik Griya Al Qur’an.

E. Manfaat Penelitian


(20)

1. Menjadi media penerapan teori manajemen brand equity diranah dakwah yang selama ini masih jarang di lakukan.

2. Karena pendekatan penelitian secara kualitatif maka dimungkinkan ada tambahan sub teori manajemen brand equity setelah dikonstrukkan hasil penelitian.

Manfaat Praktis

1. Menjadi referensi bagi lembaga dakwah lain untuk melakukan manajemen brand equity lembaganya dengan cara belajar dari kelebihan dan kekurangan pembangunan brand equity Griya Al Qur’an.

2. Menjadi bekal bagi lembaga Griya Al Qur’an untuk semakin meningkatkan manajemen brand equity yang akan terus dibangun.

F. Kerangka Teoritik

Kerangka teoritik berasal dari teori manajemen Stephen P Robbin, Manajemen T Hani Handoko dan teori Brand Equity Philip Kotler yang akan digunakan sebagai pisau analisa membedah manajemen brand equity Griya Al Qur’an. Griya Al Qur’an dengan slogan Memorizing Quran is Fun! Sebelumnya bernama Rumah Al Qur’an dengan slogan Meraih Kemuliaan dengan Al Qur’an. Griya Al Qur’an melakukan langkah-langkah manajemen dalam perubahan brand agar tercipta ekuitas brand.

Langkah-langkah manajemen itu ditujukan untuk memilih element brand dan melakukan kegiatan pemasaran holistik. Langkah-langkah


(21)

10

manajemen tersebut meliputi Planning (pemetaan kondisi, penetapan tujuan, penetapan strategi), Organizing (perincian pekerjaan, departementalisasi, membuat alur kordinasi, staffing), Actuating (motivasi, komunikasi, kepemimpinan, budaya), Controling (standart, metode pengukuran, evaluasi, perbaikan).


(22)

Rumah Al-Quran

Griya Al-Quran

BrandEquity

Memilih elementbrand

Melakukan kegiatan pemasaran holistik Manajemen

Planning Organizing Actuating Controling

- Menetapkan tujuan - Merumuskan keadaan - Mengidentifikasi kemudahan

dan hambatan

- Mengembangkan rencana untuk mencapai tujuan

- Spesialisasi kerja - Departementalisasi - Rantai komando - Rentang kendali

- Sentralisasi/ Desentralisasi - Formalisasi

- Motivasi - Komunikasi - Budaya

- Standart

- Metode pengukuran - Evaluasi

- Perbaikan

Memilih nama, logo, slogan dan asosiasi sekunder

Pemasaran personalisasi, pemasaran integrasi, internal branding


(23)

12

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian brand equity banyak dilakukan pada level jurnal maupun tesis, namun brand equity yang diteliti sifatnya bisnis atau barang komersil. Penelitian brand equity tentang dunia dakwah ditemukan namun hanya satu dan itu sifatnya bukan membangun brand equity tetapi mengukur brand equity.

Tesis yang mengangkat penelitian brand equity untuk konteks dakwah antara lain : Brand Equity program dakwah televisi “Islam Itu Indah”, oleh Halimatus Sa`diyah, Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, Prodi Komunikasi Penyiaran Islam 2016.

Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa “Islam Itu Indah” adalah program yang paling dikenal (top of mind) dengan prosentasae 20,20%. Asosiasi kuat pada da’i karena kelucuan dan aksi panggungnya. Responden menilai sempurna dalam aspek pemahaman dan komunikasi da’i, tagline, metode renungan, tanya jawab dan sejarah, serta kejelasan saluran Trans TV namun responden merasa kurang sempurna dalam aspek jam tayang, efek langsung materi dakwah, serta figur da’i dalam kehidupan sehari-hari. Responden loyal tersebar dalam berbagai tingkatan, tingkatan tertinggi pada switcher dan liking the brand dengan prosentase 22,09%.17

17Hali atus “a’diyah, B a d E uity P og a Dak ah Tele isi Isla Itu I dah , (TESIS UIN


(24)

Dari realitas ini pada akhirnya penelitian Membangun Brand Equity tentang dakwah menjadi hal yang masih jarang dilakukan. Sedangkan penelitian tentang lembaga Griya Al Qur’an yang pernah di lakukan level tesis berjudul : Metode Pembelajaran Tahfiz Al Qur’an di Griya Al Qur’an Jalan Cisadane 36 Surabaya, oleh Nur Hikmiyah, Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, Prodi Pendidikan Islam 2015.

Penelitian ini berupaya mengungkap problem apa yang terjadi dalam pembelajaran tahfidz Al Qur’an sehingga target kurikulum yang ingin dicapai belum sepenuhnya dapat terlaksana, sekaligus kiat apa yang ditempuh oleh Griya Al Qur’an dalam mengatasi problem tersebut.18

Sehingga bisa disimpulkan penelitian brand equity konteks dakwah pernah sekali dilakukan pada level tesis dan itu arahnya mengukur hasil brand equity, sedangkan penelitian tentang lembaga Griya Al Qur’an dilevel tesis pernah di lakukan pada aspek metode pembelajaran tahfidz.

Kesemuanya itu berbeda dengan yang diangkat dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti, dalam penelitian ini yang diangkat adalah membangun brand equity (bukan mengukur brand equity), sedangkan yang dikaji adalah brand equity Griya Al Qur’an (bukan metode pembelajaran tahfidz Griya Al Qur’an).

Pada level skripsi penelitian tentang Griya Al Qur`an beberapa kali telah dilakukan. Antara lain skripsi yang berjudul Manajemen Perubahan

18 Nur Hik iyah, Metode Pe belajara Tahfidz Al Qur’a di Griya Al Qur’a Jl Cisada e 6 ,


(25)

14

di Lembaga Dakwah : Studi Kasus Pengembangan Organisasi di Lembaga Griya Al’Quran Surabaya. Perbedaanannya pada tesis ini fokus pada manajemen brand, sedangkan skripsi fokus pada manajemen kelembagaan.

Dari hasil penelitian skripsi Manajemen Perubahan di Lembaga Dakwah : Studi Kasus Pengembangan Organisasi di Lembaga Griya Al’Quran Surabaya ditemukan bahwa: pertama, Pengembangan Organisasi di lembaga Griya Al Qur’an adalah mengikuti acuan kebutuhan masyarakat. Kedua, startegi yang digunakan Lembaga Griya Al Qur’an dalam pengembangan organisasi adalah (a) pengembangan tim. (b) pelatihan kepekaan. (c) pemberian hadiah bagi yang berprestasi. (d) Umpan balik survey (yaitu melatih semua dalam menyelasaikan masalah dengan berdiskusi dan bermusyawarah. ketiga, proses Pengembangan organisasi di Lembaga Griya Al-Qur’an melalui beberapa tahap yaitu: (a) dengan menjadikan struktur organisasi sebagai acuan untuk mensesuaikan keadaan. (b) merekrut SDM yang berkualitas. (c) Memberikan pembinaan kepada calon guru dan staf baru serta yang sudah ada di Lembaga Griya Al-Qur’an. (d) memberikan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas SDM.19

Penelitian lain tentang Griya Al Qur’an pada level skripsi juga ditemukan dalam skripsi Muhammad Usman yang berjudul “Penerapan Departementalisasi di Griya Al Qur’an Surabaya”. Skripsi ini merupakan

19 Arif Efendi, Ma aje e Pe ubaha di Le baga Dak ah : “tudi Kasus Pe ge ba ga


(26)

organizing kelembagaan, ini berbeda dengan tesis yang peneliti tulis, karena walaupun ada organizing tapi sifatnya yang mengurusi brand equity saja dan itupun level Surabaya, bukan hanya cabang Dinoyo seperti yang ditulis dalam skripsi Muhammad Usman.

Dalam penelitian skripsi tersebut disimpulkan bahwa pembagian kerja dan departementalisasi jabatan Griya Al Qur’an Dinoyo Surabaya telah ditentukan dengan baik. Hal ini tercermin dalam mekanisme departementasi jabatan Griya Al Qur’an Dinoyo Surabaya, meskipun ada sebagian pimpinan yang mendapat wewenang dan bertanggung jawab yang lebih besar dari pada pimpinan yang lain. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi departementalisasi Griya Al Qur’an Dinoyo Surabaya adalah latar belakang pendidikan, skill atau keahlian, dan besarnya pengetahuan tentang Al Qur’an. Untuk itu penulis menyarankan dalam departementalisasi Griya Al Qur’an Dinoyo Surabaya mengelompokkan kegiatan sangat penting dalam setiap unit sehingga tujuan umum dari organisasi dapat tercapai.20

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah :

1. Bab I : Pendahuluan

20 Muhamamd Usman, Pe e apa Depa te e talisasi di G iya Al Qu ’a “u abaya , (Skripsi


(27)

16

Pada bab pendahuluan akan dijelaskan latar belakang peneliti mengangkat rumusan masalah manajemen brand equity Griya Al Qur’an, dilatar belakang akan digambarkan asumsi pemahaman langkah manajemen membangun brand equity dan indikator-indikator yang nampak dari Griya Al Qur’an bahwa di dalamnya ada upaya membangun brand equity. Selain latar belakang, dijelaskan juga batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan, manfaat serta sistematika pembahasan.

2. Bab II : Manajemen Brand Equity

Pada bab kerangka teoritik akan diuraikan teori manajemen brand equity. Teori ini memiliki 3 dimensi utama yaitu 1) menentukan element brand 2) pemasaran holistik brand yang di dalamnya ada pemasaran personalisasi, pemasarn integrasi (IMC) dan internal branding 3) asosisasi sekunder brand. Dan juga membahas teori manajemen yang terdiri atas komponen planning, organizing, actuating dan controling.

3. Bab III : Metode Penelitian

Pada bab metode penelitian dijelaskan bahwa jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dikarenakan jenis data yang dicari adalah data kualitatif. Selain itu pada bab ini akan dijelaskan juga pendekatan penelitian berpijak dari pendekatan bidang ilmu, kriteria sumber data dan sumber data yang dipilih, metode penggalian


(28)

data, metode analisa data hingga metode validasi data yang dilakukan dalam penelitian.

4. Bab IV : Data Manajemen Brand Equity Lembaga Griya Al Qur’an Pada bab data, peneliti akan mereduksi data hingga yang nampak adalah data yang dibutuhkan saja dan data yang dibutuhkan tersebut terkelompokkan sesuai dimensi, variabel dan indikator teori manajemen brand equity.

5. BAB V : Manajemen Brand Equity Lembaga Griya Al Qur’an

Selanjutnya masing-masing pengelompokkan itu akan dianalisa maksudnya hingga jelas terjawab bagaimana manajemen brand equity Griya Al Qur’an.

6. Bab VI : Kesimpulan

Bab kesimpulan berisi pointer jawaban yang ditemukan pada analisa data dan disusun berdasarkan logika bekerjanya teori manajemen brand equity.


(29)

18

BAB II

MANAJEMEN BRAND EQUITY A. Manajemen

1. Planning

Perencanaan adalah proses dasar di mana manajemen memutuskan tujuan dan cara mencapainya. Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan bagaimana dan oleh siapa. Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi diwaktu yang akan datang dalam mana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan dan dilaksanakan, serta periode sekarang pada saat rencana dibuat.21

Perencanaan adalah proses yang mencakup mendefinisikan sasaran organisasi, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun serangkaian rencana yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan pekerjaan organisasi.22 Empat tahap dasar perencanaan antara lain23 :

a) Tahap 1 : menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan. Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan yang jelas, organisasi akan menggunakan sumber daya secara tidak efektif.

21

Hani Handoko, Manajemen edisi 2, (Yogyakarta : Befe-Yogyakarta, 2011), 77-78

22 Stephen P Robbins/Mary Coulter,

Manajemen edisi 8 jilid 1, (Indonesia : Indeks, 2009), 193

23


(30)

b) Tahap 2 : merumuskan keadaan saat ini.

Hanya setelah keadaan perusahaan saat ini dianalisa, rencana dapat dirumuskan untuk menggambarkan kegiatan lebih lanjut. Tahap kedua ini memerlukan informasi terutama keuangan dan data statistik yang didapatkan melalalui komunikasi di dalam organisasi.

c) Tahap 3 : mengidentifikasikan segala kemudahan dan hambatan.

Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasikan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya, atau yang mungkin menimbulkan masalah. d) Tahap 4 : mengembangkan rencana atau serangkaian

kegiatan untuk pencapaian tujuan.

Tahap akhir dari proses perencanaan meliputi pengembangan berbagai alternatif kegiatan untuk pencapaian tujuan, penilaian alternatif-alternatif tersebut dan pemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) di antara berbagai alternatif yang ada.


(31)

20

2. Organizing

Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya - sumber daya yang dimiliki, dan lingkungan yang melingkupi. Dua aspek utama proses penyusunan struktur organisasi adalah departementalisasi dan pembagian kerja.24

Struktur organisasi adalah kerangka kerja formal organisasi yang dengan kerangka kerja itu tugas-tugas pekerjaan dibagi-bagi , dikelompokkan dan dikoordinasikan. Untuk membuat struktur organisasi maka manajer akan melakukan desain organisasi yang terdiri atas unsur spesialisasi kerja, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi, formalisasi.25

Spesialis kerja adalah tingkat di mana tugas dalam sebuah organisasi dibagi menjadi pekerjaan yang berbeda, yang juga dikenal sebagai divisi pekerja. Inti dari pekerjaan spesialis adalah bahwah keseluruhan pekerjaan tidak dikerjakan oleh satu orang tapi dipecah menjadi beberapa langkah diselesaikan oleh orang yang berbeda.26

Departementalisasi adalah pengelompokkan perkerjaan setelah melakukan spesialisasi kerja.27 Efisiensi aliran pekerjaan tergantung pada keberhasilan integrasi satuan-satuan yang bermacam-macam dalam organisasi. Pembagian kerja dan kombinasi tugas seharusnya

24

Ibid, 167

25

Stephen P Robbins/Mary Coulter, Manajemen edisi 8 jilid 1, (Indonesia : Indeks, 2009), 284

26

Ibid, 285

27


(32)

mengarah ke tercapainya struktur-struktur departemen dan satuan-satuan kerja.28

Departementalisasi ada beberapa jenis yaitu fungsional, produk, geografis, proses dan pelanggan. Departementalisasi fungsional mengelompokkan fungsi-fungsi yang sama atau kegiatan-kegiatan sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi.29

Rantai komando adalah garis wewenang yang tidak terputus yang membentang dari tingkatan atas organisasi hingga tingkatan paling bawah dan menjelaskan siapa yang melapor pada siapa. Membahas rantai komando akan menjelaskan tiga hal yaitu wewenang, tanggung jawab dan kesatuan komando.30

Rentang kendali adalah jumlah karyawan yang dapat dikelola oleh seseorang manajer secara efisien dan efektif. Rentang yang lebih luas akan lebih efisien dari segi biaya, tapi rentang yang luas akan mengurangi efektivitas yaitu ketika rentangnya menjadi terlalu besar, kinerja karyawan menurun karena manajer tidak lagi mempunyai waktu untuk memberikan kepemimpinan dan dukungan yang diperlukan.31

Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan luas sempitnya rentang kendali adalah32:

28 Hani Handoko,

Manajemen edisi 2, (Yogyakarta : Befe-Yogyakarta, 2011), 176

29

Ibid, 177

30

Stephen P Robbins/Mary Coulter, Manajemen edisi 8 jilid 1, (Indonesia : Indeks, 2009), 288

31

Ibid, 288-289

32


(33)

22

a) Kesamaan fungsi-fungsi, semakin sejenis fungsi-fungsi yang dilaksanakan oleh kelompok kerja, rentang semakin melebar.

b) Kedekatan geografis, semakin dekat kelompok kerja ditempatkan, secara phisik rentangan semakin melebar. c) Tingkat pengawasan langsung yang dibutuhkan : semakin

sedikit pengawasan langsung yang dibutuhkan, rentangan semakin melebar.

d) Tingkat kordinasi pengawasan yang dibutuhkan, semakin berkurang kordinasi yang dibutuhkan maka rentangan semakin melebar.

e) Perencanaan yang dibutuhkan manajer, semakin sedikit perencanaan yang dibutuhkan, rentangan semakin melebar. f) Bantuan organisasional yang tersedia bagi pengawas, lebih

banyak bantuan yang diterima pengawas dalam fungsi-fungsi seperti penarikan, latihan dan pengawasan mutu, rentangan semakin melebar.

Sentralisasi dan desentralisasi berbicara tentang pengambilan keputusan. Sentralisasi tingkat di mana pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik dalam organisasi. Desentralisasi adalah tingkat di mana karyawan tingkat bawah memberi masukan atau benar-benar mengambil keputusan.33

33


(34)

Formalisasi adalah tingkat di mana pekerjaan dalam organisasi itu terstandarisasi dan sejauh mana perilaku karyawan dibimbing oleh peraturan dan prosedur.34

3. Actuating

George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa, Actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.

Banyak cara ditempuh agar anggota tergerak mencapai sasaran, bisa dengan cara motivasi, komunikasi, kepemimpinan dan budaya. Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia.35 Motivasi juga diartikan sebagai proses kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran organisasi, yang di kondisikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah individu.36

Salah satu teori motivasi adalah teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, dia berpendapat tiap orang memiliki hierarki kebutuhan dalam hidupnya, yaitu :37

34

Ibid, 291

35

Hani Handoko, Manajemen edisi 2, (Yogyakarta : Befe-Yogyakarta, 2011), 251

36 Stephen P Robbins/Mary Coulter,

Manajemen edisi 8 jilid 2, (Indonesia : Indeks, 2007), 129

37


(35)

24

a. Kebutuhan fisik, adalah kebutuhan seseorang akan makanan, minuman, tempat tinggal, kepuasan seksual dan kebutuhan fisik lain.

b. Kebutuhan keamanan, adalah kebutuhan seseorang akan keamanan dan perlindungan dari gangguan fisik dan emosi. c. Kebutuhan sosial, adalah kebutuhan seseorang akan kasih

sayang, menjadi bagian dari kelompoknya, diterima teman-teman dan persahabatan.

d. Kebutuhan harga diri, adalah kebutuhan seseorang akan faktor internal seperti penghormatan diri, otonomi dan pencapaian prestasi dan faktor harga diri eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian.

e. Kebutuhan aktualisasi diri, adalah kebutuhan seseorang untuk menjadi apa yang mampu ia capai.

Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain.38 Ada dua alasan komunikasi efektif penting dalam organisasi/perusahaan, pertama komunikasi adalah proses melalui mana fungsi-fungsi manajemen perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dapat dicapai. Kedua, komunikasi adalah kegiatan untuk para manajer mencurahkan sebagian besar waktu mereka.39

38 Hani Handoko,

Manajemen edisi 2, (Yogyakarta : Befe-Yogyakarta, 2011), 272

39


(36)

Di dalam organisasi ada tiga jenis saluran komunikasi yaitu komunikasi vertikal, komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal. Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah, mulai dari manajer puncak hingga ke karyawan bawah. Tujuan komunikasi vertikal adalah memberi arahan, informasi, instruksi, nasehat/saran dan penilaian kepada bawahan. Atau sebaliknya komunikasi vertikal bisa dari bawah ke atas dengan tujuan memberikan informasi kepada manajer puncak tentang yang terjadi di bawah.40

Komunikasi horizontal adalah komunikasi di antara para anggota dalam kelompok kerja yang sama, bisa juga komunikasi yang terjadi antara departemen-departemen pada tingkatan organisasi yang sama. Bentuk komunikasi ini sifatnya koordinatif penaganan masalah. Komunikasi diagonal adalah komunikasi yang memotong secara menyilang antara departemen dengan lini staff.41

Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan menguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang dipersepsikan, berpikir dan dirasakan dengan benar dalam hubungan dengan masalah tersebut. (Edgar Schein, 1997 : 12)

40

Ibid, 280

41


(37)

26

Budaya organisasi adalah filosofi yang mendasari kebijakan organisasi, aturan main untuk bergaul, dan perasaan atau iklim yang dibawa oleh persiapan fisik organisasi. (Robert P Vecchio, 1995 : 618). Stephen P Robbins memerhatikan bahwah proses pembentukan budaya organisasi dilakukan melalui tiga cara, yaitu :42

a. Pendiri hanya merekrut dan menjaga pekerja yang berpikir dan merasa dengan cara yang sama untuk melakukannya.

b. Mengindoktrinasi dan mensosialisasi pekerja dalam cara berpikir dan merasakan sesuatu.

c. Perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong pekerja mengidentifikasi dengan mereka dan kemudia menginternalisasi keyakinan, nilai dan asumsi. Ketika organisasi berhasil, visi pendiri menjadi terlihat determinan utama keberhasilan.

4. Controling

Controling atau pengawasan dapat didefiniskan sebagai proses untuk menjamin bahwah tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang direncanakan. Pengawasan membantu penilaian apakah perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia dan pengarahan terlaksana dengan efektif.43

42 Stephen P Robbins/Mary Coulter,

Manajemen edisi 8 jilid 2, (Indonesia : Indeks, 2007),231

43


(38)

Tahap pertama dalam pengawasan adalah penetapan standart pelaksanaan. Standart mengandung arti sebagai seuatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian hasil-hasil. Tujuan, sasaran, kuota dan target pelaksanaan dapat digunakan sebagai standart.44 Tiga bentuk standart pada umumnya antara lain45 :

a. Standart-standart fisik, meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan dan kualitas produk.

b. Standart-standart moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup biaya-biaya.

c. Standart-standart waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan harus selesai.

Tahap kedua adalah penentuan pengukuran pelaksanaan, disini akan terjelakan pengawasan dilakukan berapa kali (jam/ harian/ mingguan/ bulanan) , dalam bentuk apa (laporan tertulis/ inspeksi visual/ telephon) dan siapa saja yang terlibat (manajer/ staff departemen). Pengukuran ini sebaiknya mudah dilaksanakan dan tidak mahal, serta dapat diterangkan kepada karyawan.46

Tahap ketiga adalah pengukuran pelaksanaan kegiatan, ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan, yaitu 1) pengamatan (observasi), 2) laporan-laporan baik lisan atau tulisan, 3)

44

Ibid, 363

45

Ibid, 363-364

46


(39)

28

metode-metode otomatis dan 4) inspeksi, pengujian (test) atau dengan pengambilan sempel.47

Tahap keempat adalah evaluasi dan perbaikan, adalah tahap membandingkan atara pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan. Harus ada analisa penyebab jika terjadi penyimpangan didalamnya agar bisa dilakukan perbaikan ke depan.

B. Membangun BrandEquity

1. Memilih ElementBrand

Penetapan brand biasa juga disebut dengan branding, yaitu memberikan kekuatan brand pada produk atau jasa. Branding akan menjelaskan “siapa” produk kepada konsumen hingga menciptakan perbedaan antar produk. Penetapan brand akan membantu konsumen mengatur pengetahuan brand tentang produk dan jasa. Agar strategi penetapan brand berhasil dan nilai brand dapat tercipta, konsumen harus di yakinkan bahwa ada perbedaan berarti di antara brand dalam kategori produk atau jasa.48

Branding akan membutuhkan aktifitas pemilihan element brand (brand element) yaitu alat pemberi nama dagang yang mengidentifikasi dan mendiferensiasikan brand. Pemasar harus memilih element brand untuk membangun ekuitas brand sebanyak

47 Hani Handoko,

Manajemen edisi 2, (Yogyakarta : Befe-Yogyakarta, 2011), 364-365

48


(40)

mungkin. Uji kemampuan pembangunan brand dari element ini adalah apa yang di pikirkan atau di rasakan konsumen terhadap brand jika hanya element brand yang brand ketahui.49

Komponen element brand terdiri atas nama brand, URL, logo, lambang, karakter, juru bicara, slogan, lagu, kemasan dan papan iklan.50 Ada enam kriteria utama memilih element brand, enam kriteria ini bertujuan agar brand bisa terbangun dan bertahan. Agar brand terbangun maka dalam memilih element brand harus memenuhi kriteria dapat diingat, berarti dan disukai. Agar brand bisa bertahan maka dalam memilih element brand harus memenuhi kriteria dapat ditransfer, dapat disukai, dapat dilindungi.51

a. Brand terbangun, ada tiga kriteria yaitu dapat diingat, berarti dan dapat disukai. Dapat diingat maknanya element brand mudah diingat. Berarti maknanya element brand kredibel dan mengindikasikan kategori yang berhubungan dengannya. Dapat disukai maknanya kemenarikan estetika element brand secara visual, verbal.

b. Brand bertahan, ada tiga kriteria yaitu dapat ditransfer, disesuaikan dan dilindungi. Dapat ditransfer maknanya Element brand dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru dalam kategori yang sama atau berbeda. Dapat disesuaikan maknanya kemudahan element brand dapat

49

Ibid, 269

50

Ibid, 268

51


(41)

30

disesuaikan dan diperbarui. Dapat dilindungi maknanya element brand dapat dilindungi secara hukum.

a. Memilih Nama Brand

Nama brand adalah yang pertama dan mungkin ekspresi terbesar atau “wajah” dari suatu produk. Nama brand akan mencerminkan citra yang diasosiasikan baik secara kultural, linguistic atau pribadi. Brand yang ingin menembus batas geografis dan kultural harus di pilih dengan benar.52

b. Memilih Logo

Logo adalah “tampilan grafis” dari nama brand atau perusahaan. Logo tidak boleh gagal dalam mengkomunikasikan dan mengekspresikan apa yang di wakilkan perusahaan. Logo yang baim mampu memenuhi perintah grafis dan fungsional. Dengan menampilkan citra perusahaan yang kuat maka tidak hanya sekedar nama yang terpampang tapi juga citra abadi yang menghubungkan antara costumer dan brand.53

Kekuatan symbol tidak boleh dianggap remeh karena manusia cenderung lebih mudah menerima symbol dari pada yang lain. Pepatah kuno mengatakan satu gambar bernilai ribuan kata.

52 Philip Kotler dan Waldemar Pfoertsch

, B2B Brand Management, (Jakarta : PT BIP, 2006), 106

53


(42)

Logo yang kuat dapat memberi kohesi dan membangun identitas brand, memudahkan pengenalan dan ingatan kembali.54

c. Memilih Slogan

Slogan brand adalah kalimat yang mudah dikenal dan diingat yang sering kali menyertai nama brand dalam program komunikasi pemasaran. Tujuan utama suatu slogan adalah mendukung citra brand yang diproyeksikan oleh nama dan logo brand. Ketiga element brand ini bersama-sama memberi intisari brand.55 Slogan yang baik mencakup intisari brand, kepribadian dan penempatan perusahaan. Slogan yang baik juga membantu mendiferensiasikan diri dari pesaing.56

d. Mengangkat Asosiasi Sekunder Brand

Cara terakhir dalam membangun ekuitas brand adalah mengangkat asosiasi sekunder brand yaitu menghubungkan brand ke informasi lain dalam ingatan yang memperlihatkan arti bagi konsumen. Informasi lain tersebut terdiri atas :57

a. Brand lain : aliansi, bahan, perusahaan, perluasan b. Orang : karyawan, sponsor

c. Tempat : negara asal, saluran

d. Barang : acara, gerakan amal, pensponsoran pihak ke tiga

54

Ibid, 111

55

Ibid, 113

56

Ibid, 114

57


(43)

32

2. Merancang Kegiatan Pemasaran Holistik

Kegiatan pemasaran holistic menekankan tiga tema dalam merancang program pemasaran pembangunan brand yaitu personalisasi, integrasi dan internalisasi.58

a. Pemasaran Personalisasi

Pemasaran personalisasi adalah tentang memastikan brand dan pemasarannya serelevan mungkin dengan sebanyak mungkin pelanggan, ini sebuah tantagan mengingat tidak ada dua pelanggan yang identic.59 Pemasaran personalisasi pada akhirnya membutuhkan aktifitas mensegmentasi pasar agar pemasaran yang di lakukan relevan dengan pasar.

Segmentasi pasar adalah proses pengelompokan pasar ke dalam segmen yang berbeda-beda. Segmen pasar adalah sekelompok pembeli yang memiliki karakteristik sama dan memberikan respons yang sama terhadap aktivitas pemasar tertentu.60 Terdapat 4 variabel utama dalam melakukan segmentasi pasar yaitu aspek geografis, demografis, psikografis dan perilaku.61 Dengan asumsi pembatasan rumusan masalah maka pemasaran personalisasi yang akan dibahas pada upaya pembangunan brand equity Griya Al Qur’an adalah segmentasi

58 P. Kottler dan Keller,

Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 13, (Jakarta : Erlangga, 2008), 270

59

Ibid, 271

60

Bilson Simamora, Memenangkan Pasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), 127

61 Philip Kotler dan Gery Armstrong,

Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi 12 Jilid 1, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2006), 226


(44)

geografis perkotaan, demografis muslim usia dewasa, psikografis kelas social menengah atas. Di mana segmentasi tersebut adalah pasar utama Griya Al Qur’an.

b. Pemasaran Integrasi

Pemasaran Integrasi adalah tentang membaurkan dan meyesuaikan kegiatan pemasaran untuk memaksimalkan efek individual dan kolektif brand. Untuk mencapainya, pemasar perlu beragam kegiatan pemasaran yang berbeda yang memperkuat janji brand.

Kegiatan pemasaran terintegrasi harus efektif dan efisien dalam mempengaruhi kesadaran brand, menciptakan/ mempertahankan/ memperkuat citra brand.62 Istilah terintegrasi menunjukkan keselarasan atau keterpduan dalam hal tujuan, focus, dan arah strategic antar element bauran promosi.63

Proses pengembangan komunikasi pemasaran terintegrasi memiliki delapan tahapan pokok, yakni : mengidentifikasi pasar sasaran, menentukan tujuan komunikasi, merancang pesan, memilih saluran komunikasi, menyusun anggaran komunikasi total, menentukan bauran komunikasi pemasaran terintegrasi, dan mengumpulkan umpan balik.64

62

P. Kottler dan Keller, Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 13, (Jakarta : Erlangga, 2008), 271-272

63 Fandy Tjiptono,

etc. Pemasaran Strategik, (Yogyakarta : Penerbit Andi, 2008), 507

64


(45)

34

Bagan memadukan komunikasi pemasaran terintegrasi untuk membangun ekuitas brand.65 Bagan ini menjelaskan komunikasi pemasaran terpadu akan mempengaruhi brand equity.

Bauran komunikasi pemasaran terpadu terdiri atas enam cara komunikasi utama, yaitu :

1) Iklan, merupakan alat promosi yang bersifat masal.66 Iklan merupakan setiap bentuk presentasi yang bukan dilakukan orang dan berupa promosi gagasan, barang atau jasa oleh sponsor yang telah ditentukan. Contohnya iklan cetak dan siaran, film, brosur, poster, reklame, dll.67

2) Promosi penjualan, adalah metode promosi yang ditujukan untuk memperoleh respon pembelian konsumen sesegera mungkin

65

P. Kotler dan Keller, Manajemen Pemasaran Jilid 2 Edisi 12, (Indonesia : PT Indeks, 2007), 206

66 Bilson Simamora,

Memenangkan Pasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), 295

67

P. Kotler dan Keller, Manajemen Pemasaran Jilid 2 Edisi 12, (Indonesia : PT Indeks, 2007), 204 Program komunikasi

pemasaran

Ekuitas brand (Brand equity)

1. Iklan

2. Promosi penjualan

3. Acara khusus dan penglaman 4. Humas dan pemberitaan 5. Penjualan pribadi 6. Pemasaran langsung

1. Kesadaran brand

2. Citra brand

3. Tanggapan brand


(46)

dengan memberikan rangsangan melalui kupon, kontes, hadiah, potongan harga, bonus dan benefit lainnya.68

3) Acara khusus dan pengalaman, perusahaan mensponsori kegiatan dan program-program yang dirancang untuk menciptakan interaksi setiap hari atau interaksi yang berkaitan dengan brand. Contoh : olahraga, hiburan, festival, seni. Kegiatan amal, wisata perusahaan, kegiatan jalanan, dll.69

4) Hubungan masyarakat, berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya. Seperti ceramah, seminar, majalah perusahaan, dll.70

5) Penjualan pribadi, adalah interaksi tatap muka dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan maksud untuk melakukan presentasi, menjawab pertanyaan dan memperoleh pemesanan.71 Metode promosi ini efektif pada tahap-tahap terakhir proses pembelian, terutama dalam membentuk preferensi, keyakinan dan aksi. Contoh presentasi seles, pameran dagang, dll72

6) Penjualan langsung, adalah kombinasi dari berbagai metode promosi yang ditujukan langsung pada pasar sasaran dan

68 Bilson Simamora,

Memenangkan Pasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), 296

69

P. Kotler dan Keller, Manajemen Pemasaran Jilid 2 Edisi 12, (Indonesia : PT Indeks, 2007), 205

70

Ibid, 205

71

Ibid, 205

72


(47)

36

berusaha untuk memperoleh respon langsung.73 Contohnya surat, telepon, internet, email, dll.

Memilih bauran promosi mana yang digunakan dipengaruhi beberapa factor, antara lain tipe pasar, tahap kesiapan konsumen, daur hidup produk dan peringkat pasar perusahaan. Factor-faktor tersebut mempengaruhi keputusan bauran promosi yang dipilih, untuk lebih detail memahami formulasinya dalam penjelasan berikut ini : 74

1) Tahap perkenalan adalah tahap konsumen tidak mengetahui fitur-fitur produk dan tidak mengetahui manfaatnya. Strategi promosi dalam tahap ini memberitahukan dan mendidik pasar bahwah produk telah ada, bagaimana menggunakan dan manfaat apa yang dimilikinya. Dalam tahap ini yang perlu distimulasi adalah permintaan primer, bukan permintaan selektif. Dalam tahap ini perlu : iklan, penjualan personal, promosi penjualan (berupa sampel), hubungan masyarakat.

2) Tahap pertumbuhan adalah tahap konsumen telah memahami manfaat produk. Penjualan berkembang baik dan perantara bersedia menerimanya. Strategi promosi pada tahap ini adalah menstimulasi permintaan selektif dengan

73

Ibid, 297

74


(48)

meningkatnya persaingan. Iklan berperan besar dalam mempromosikan keunikan produk agar terjadi permintaan selektif. Pada saat ini pun, peran perantara untuk mempromosikan produk secara khusus sangat diperlukan. 3) Tahap dewasa adalah tahap persaingan intensif dan

pertumbuhan pasar melambat. Strategi tahap ini iklan tetap diperlukan. Namun orientasinya bukan lagi menginformasikan, melainkan membujuk. Persaingan yang ketat memaksa porsi iklan yang besar sehingga keuntungan menurun. Promosi penjualan dapat dikombinasikan dengan iklan yang merangsang tindakan membeli.

4) Tahap penurunan adalah tahap penjualan dan keuntungan menurun. Produk baru yang lebih baik masuk ke pasar. Strategi pada tahap ini semua bentuk promosi di kurangi. Kalaupun ada, sifatnya hanya mengingatkan pembeli yang masih setia. Ini sering terjadi pada tahap penurunan suatu produk, tetapi penurunannya berjalan lambat. Kalau prosesnya berjalan cepat, promosi penjualan dapat digunakan untuk menghabiskan persediaan. Iklan sering di pakai untuk memberitahukan adanya penjulan promosi.

c. Internal Branding

Internalisasi atau internal branding adalah kegiatan dan proses yang membantu memberi informasi dan inspirasi karyawan.


(49)

38

Janji brand akan bisa terealisasi jika seluruh element memiliki pemahaman mendalam dan terkini tentang brand dan janjinya.75

Ketika karyawan peduli dan percaya terhadap brand, mereka termotivasi untuk bekerja lebih keras dan memiliki loyalitas lebih besar kepada perusahaan. Beberapa prinsip penting untuk menetapkan internal branding adalah :76

1) Memilih saat yang tepat, adalah peluang ideal untuk menangkap perhatian dan imajinasi karyawan.

2) Menghubungkan pemasaran internal dan eksternal, di mana keduanya harus sesuai agar semakin kuat.

3) Menghidupkan brand bagi karyawan, komunikasi internal brand harus informative dan memberi semangat.

75 P. Kottler dan Keller,

Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 13, (Jakarta : Erlangga, 2008), 273

76


(50)

39

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik. 77

Peneliti akan menjawab rumusan masalah strategi membangun brand equity Griya Al Qur’an berpijak dari penjelasan lisan maupun dokumen tertulis yang pengurus Griya Al Qur’an sampaikan dan berikan. Sehingga uraian yang di hasilkan masuk dalam kategori jenis penelitian kualitatif.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian salah satunya dapat dilihat dari spesialisasi/interest bidang ilmu yang di gunakan dalam penelitian yang di lakukan.78 Penelitian ini menggunakan bidang perspektif manajemen

77

Bogdan, Robert dan Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Terjemahan oleh Arief Rurchan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1992), 21-22

78 Suharsimin Arikunto,

Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2010), 16


(51)

40

pemasaran pada bagian manajemen brand equity. Sehingga penelitian akan menjawab rumusan masalah berpijak pada langkah-langkah membangun brand equity.

Berpijak dari teori membangun brand equity maka hasil penelitian akan mengurai jawaban proses manajemen membangun brand equity Griya Al Qur’an, Mengingat jenis penelitian kualitatif maka di mungkinkan muncul tambahan variabel yang bersumber dari hasil penelitian namun belum tercantum di teorinya.

C. Kriteria Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah informan, yang artinya orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.79 Dalam penelitian ini kriteria informan yang diteliti adalah :

1. Para pengurus yang terlibat dalam penentuan merek hingga proses pengkomunikasian merek Griya Al Qur’an.

2. SDM atau karyawan yang terlibat dalam kegiatan pemasaran holistik brand equity

Dengan kriteria informan di atas maka bisa dipastikan tidak semua pengurus bisa menjadi informan. Pengurus yang menjadi informan cenderungnya adalah pengurus yang mencetuskan pembentukan Griya Al Qur’an serta pengurus yang menempati posisi strategis sehingga dia menjadi penentu keputusan komunikasi pemasaran brand yang diambil.

79


(52)

Namun untuk SDM atau karyawan maka banyak yang punya kriteria tersebut karena tiap SDM di libatkan dalam pembentukan brand equity Griya Al Qur’an.

D. Sumber Data

Dengan asumsi kriteria informan di atas maka sumber data sebagai informan dalam penelitian ini adalah :

1. Sumber data utama adalah CEO (Direktur Utama) Griya Al Qur’an , Bpk Irwitono Suwito, ST, MM

2. Bagian SDM Griya Al Qur’an, Bpk Khoirul Huda S.Pd.I 3. Digital Management, Bpk Agus Harianto.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian kualitatif pengumpulan data dilakukan pada natural setting dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan dokumentasi.80 Dalam penelitian ini peneliti akan menggunaka ketiga teknik pengumpulan data tersebut, detail teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Teknik Wawancara

80


(53)

42

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.81

Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semistruktur, dimana tujuan wawancara dari jenis ini adalah menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan idenya.82

Sumber data yang akan diwawancarai dalam penelitian ini yaitu CEO (Direktur Utama) Griya Al Qur’an Bpk Irwitono Suwito, ST, MM, Bagian SDM Bpk Khoirul Huda S.Pd.I, Digital Managemen, Bpk Agus Harianto. selain itu juga akan mewawancarai SDM atau karyawan yang terlibat di dalamnya. 2. Teknik Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari sesorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.83

Dokumentasi yang akan digali adalah dokumen penjelasan nama, logo dan makna dari Griya Al Qur’an. Dokumen brosur pemasaran Griya Al Qur’an, Dokumen rekaman acara Griya Al

81

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2014), 317

82

Ibid, 320

83


(54)

Qur’an di radio Suara Muslim Surabaya, Dokumen majalah Griya Al Qur’an, dll.

F. Teknik Analisa Data

Bodgan menjelaskan tentang analisis data yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan ke orang lain. analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.84

Langkah-langkah analisis data dalam penelitian kualitatif adalah85 :

1. Reduksi data : merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.

2. Penyajian data : penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data berbentuk teks yang bersifat naratif.

3. Kesimpulan dan verifikasi : kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang belum ada sebelumnya.

84

Ibid, 334

85


(55)

44

Temua dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih tidak jelas menjadi jelas.

Teknik analisa data pada penelitian ini diawali peneliti mendeskripsikan lengkap hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi. Melakukan reduksi data berarti peneliti mengesampingkan data-data yang tidak berhubungan dengan rumusan masalah penelitian brand equity. Reduksi data sudah terklasifikasi dalam dimensi, variabel dan indikator teori.

Pada saat penyajian data, peneliti sudah mentriangulasi data yang kontradiksi dan menetapkan data yang digunakan. Penyajian data dilanjutkan analisa dari masing-masing dimensi, variabel dan indikator brand equity. Tahap akhir adalah menarik kesimpulan dari analisa yang di dapatkan saat tahap penyajian data.

G. Keabsahan Data

Keabsahan data atau pengujian kredibilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.86 Dalam penelitian ini maka triangulasi yang diterapkan adalah triangulasi sumber dan triangulasi waktu.

Triangulasi sumber dalam penelitian ini melibatkan tiga pengurus utama Griya Al Qur’an yaitu CEO, Manajer SDM dan Digital

86


(56)

Management. Sedangkan triangulasi waktu CEO sebagai sumber data utama akan diwawancarai 2 kali.


(57)

46

BAB IV

PENYAJIAN DATA MANAJEMEN BRAND EQUITY LEMBAGA GRIYA AL-QUR’AN

A. Deskripsi Subjek Penelitian

1. Profil Lembaga

Griya Al Qur’an berdiri awal Sya`ban 1428 H di Deltasari Sidoarjo, awalnya bernama Rumah Al Qur’an. Hingga kini Griya Al Qur’an berkembang hingga Surabaya, Sidoarjo, Kediri, Madiun, Jakarta, Bekasi, Bandung seta di luar negeri yaitu Bangkok dan Dili. Griya Al Qur’an adalah salah satu ikhtiar dakwah untuk mengenalkan dan memasyarakatkan Al Qur’an, khususnya di kalangan usia dewasa.87

Visi Griya Al Qur’an adalah Menjadi pusat kegiatan dakwah Islam di Indonesia dan Asia Tenggara dengan fokus pada pembelajaran materi materi Al Qur’an dan ke-Islaman yang berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah , profesional dan berorientasi pada kemajuan.88 Legalitas Griya Al Qur’an terdaftar Akte Notaris Flora Agustine Aritonang, SH nomor 5 tanggal 7 Januari 2011 dan Sertifikat Departemen Agama nomor : Kd.13.36/03/BA.03.1/0928/2008, nomor Education Management Information System (EMIS) 0581 tanggal 11 Juni 2008.89

87Doku e Griya Al Qur’a , Brosur Griya Al Qur’a ,

88Griya Al Qur’a , Visi da Misi, dala http://griyaquran.org/visi-misi (25 Maret 2017) 89Doku e Griya Al Qur’a , Brosur Griya Al Qur’a ,


(58)

Program Griya Al Qur’an antara lain 1) Program dasar, belajar membaca Al Qur’an mulai nol, 2) Tartil, mahir membaca Al Qur’an beserta kaidah-kaidahnya, 3) Tahfidz, menghafal Al Qur’an dengan metode yang mudah dan menyenangkan, 4) Inhouse Studies Al Qur’an, mendatangkan guru ke komunitas tertentu di perkantoran, masjid ataupun majelis taklim.90

2. Profil Informan a. Informan Satu

Informan satu sekaligus informan kunci adalah Bapak Irwitino Suwito, jabatannya adalah CEO Griya Al Qur’an sejak berdiri hingga sekarang. Dia yang terlibat dalam proses pemilihan element brand serta memberikan arahan sekaligus fungsi kontrol dalam menjalankan manajemen pemasaran holistik.

b. Informan Dua

Informan dua adalah Bapak Khoirul Huda, jabatannya di Griya Al Qur’an sangat strategis menyentuh tataran lapangan. Periode sebelumnya dia menjabat sebagai bagian pengembangan cabang, namun diperiode ini dia menjabat sebagai Manajer SDM. Dia juga sudah bergabung sejak awal Griya Al Qur’an berdiri. Dengan pengalaman jabatan-jabatan tersebut dia sangat memahami bagian pemasaran holistik mulai dari pemasaran personalisasi, pemasaran integrasi dan internal branding dari Griya Al Qur’an.

90


(59)

48

c. Informan Tiga

Informan tiga adalah Bapak Agus Harianto, jabatannya di Griya Al Qur’an adalah Manager Departemen Digital. Departemen tersebut berhubungan dengan proses pemasaran Griya Al Qur’an lewat media online/internet. Sebagai manager tentu dia sangat paham mulai tataran desain konsep hingga realisasi. Ini berguna terutama sebagai informasi untuk kegiatan pemasaran terintegrasi terutama yang berhubungan dengan pemasaran online.

B. Penyajian Data Penelitian

1. Manajemen Memilih ElementBrand

a. Memilih Nama Brand

Ada beberapa alasan Griya Al Qur’an memilih dakwah dengan Al Qur’an sebagai penekanan dakwah, Pertama karena Al Qur’an adalah pedoman manusia. Kedua karena termotivasi mengamalkan hadits “sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Qur’an dan yang mengajarkannya”. Ketiga karena hampir tidak ada ikhtilaf dalam hukum mempelajari Al Qur’an terutama dari sisi membaca dan menghafalkannya. Keempat Al Qur’an bebas dari ikhtilaf dan perbedaan madzhab serta berlaku sebagai pedoman universal khususnya bagi umat muslim.91

Mem-branding dakwah Al Qur’an lewat Griya Al Qur’an memilki alasan, menurut CEO Griya Al Qur’an Bapak Irwitono Suwito alasan

91


(60)

tersebut karena setiap usaha dakwah harus ditangani secara profesional, dalam hal ini yang menyangkut brand dan communication. Griya Al Qur’an adalah rumah besar bagi mereka yang mau belajar Al Qur’an dan harus berkembang serta memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada umat. Lembaga ini harus kokoh branding nya supaya terus eksis dari generasi ke generasi.92

Pemilihan elementbrand Griya Al Qur’an yang terdiri atas nama, logo dan slogan melibatkan desainer namun tetap sesuai arahan CEO Griya Al Qur’an Bapak Irwitono Suwito. Desainer tersebut merupakan siswa Griya Al Qur’an dahulunya dan dia mengerti tentang seni.

Menurut penuturan CEO Griya Al Qur’an Bapak Irwitono Suwito dalam wawancara dijelaskan sebagai berikut,

“Jadi kalau bicara branding Rumah Al Qur’an, sebetulnya branding Rumah Al Qur’an bukan murni kita ganti, saya pertahankan sebagai bagian dari sejarah, tapi yang punya nama Rumah Al Qur’an hanya cabang Deltasari karena disana pertama kali Griya Al Qur’an dirintis bersama teman-teman. Sampai sekarang, atas permintaan pribadi saya, saya minta tidak di ubah. Cabang lain boleh pakai nama Griya Al Qur’an, tapi untuk yang satu itu tetap menggunakan nama Rumah Al Qur’an. Kenapa menggunakan nama Griya Al Qur’an karena secara filosofi kesannya Griya lebih besar, lebih elegan, lebih.. apa kalau orang jawa bilang.. ngiyup-ngiyupi, menaungi dan sejuk serta menjadi ciri khas, karena kata Griya berasal dari bahasa jawa yang sudah diserap ke bahasa Indonesia sehingga lebih Indonesia.”93

Melengkapi penjelasan CEO Griya Al Qur’an Bapak Irwitono Suwito tentang memilih nama brand, dijelaskan pula oleh Manajer SDM Griya Al Qur’an Bapak Khoirul Huda bahwa sekitar tahun 2006

92 Irwitono Suwito,

Wawancara, Surabaya, 23 September 2016.

93


(61)

50

perintisan awal brand bernama Rumah Al Qur’an karena saat itu tempat mengajinya di rumah daerah Deltasari, bukan di pesantren.

Rumah yang digunakan saat itu mengontrak dan digunakan untuk mengaji jamaah masjid sekitar Deltasari. Kemudian berubah nama menjadi Griya Al Qur’an sekitar tahun 2007. Berikut kutipan wawancara tentang perubahan nama menjadi Griya Al Qur’an dengan Manajer SDM Griya Al Qur’an Bapak Khoirul Huda,

“Kemudian kenapa harus berpindah ke Griya Al Qur’an namanya? Rumah dan Griya itu lebih besar Griya, rumah kecenderungan kecil dan Griya kecenderungannya besar itu yang pertama. Yang kedua nama Rumah Al Qur’an di tahun itu sudah beberapa aja yang muncul, istilah-istilah Rumah Tahfidz bahkan awal 2007 itu saya ke Jakarta untuk studi banding itu sudah ada namanya Rumah Al Qur’an juga, sehingga tahun 2007 akhir kita sepakat bahwa kita berubah menjadi Griya Al Qur’andan baru kita patenkan.”94

b. Memilih Logo Brand

Sumber dokumentasi dari Griya Al Qur’an menjelaskan bahwa logo Griya Al Qur’an berbentuk buku mushaf Al Qur’an dengan jenis huruf Garamond, warna hijau muda dan biru tua serta terjelaskan juga makna utuh Griya Al Qur’an sebagai lembaga nirlaba.95

Logo Griya Al Qur’an berbentuk buku mushaf Al Qur’an yang bermakna membaca, mempelajari, memaknai. Garis-garis pembentuk buku, yang sebagian tebal, sebagian lagi tipis, mempunyai makna luwes, fleksibel, dan bisa menyesuaikan dengan keadaan.

Dijelaskan oleh CEO Griya Al Qur’an Bapak Irwitono Suwito dalam wawancara tentang makna luwes, fleksibel dan bisa

94 Khoirul Huda,

Wawancara, Surabaya, 28 Febuari 2017.


(62)

menyesuaikan dengan keadaan maksudnya dalam proses dakwah harus mengikuti perkembangan, tidak kaku atau tidak jumud tapi harus fleksibel serta tidak kaku terhadap perubahan, luwes dan mengikuti perkembangan dalam batas koridor syariat terpenuhi.96

Logo buku mushaf Al Qur’an berwarna hijau muda bermakna religius, kemerdekaan, sifat pengasih dan penyayang, berhasil dengan baik, cerdas dan beruntung, perasaan pada keadilan, sehat dan rukun, kemasyhuran.

Logo selain berisi bentuk buku mushaf Al Qur’an juga berisi tulisan Griya Al Qur’an yang di tulis dengan huruf Garamond yang termasuk kategori jenis huruf sherif, bersepatu atau mempunyai sirip dengan ketebalan dan ketipisan yang kontras. Kesan yang dimunculkan adalah klasik, anggun, roman, elegan, prestisius, megah,dan mewah.

Pemilihan jenis huruf Gedrich atau Kapital bermakna tegas, tidak kenal kompromi. Makna tegas dan tidak kenal kompromi adalah komitmen dalam menegakkan prinsip-prinsip Islam, yaitu komitmen tegas mengajak sebanyak mungkin orang memahami dan membumikan Al Qur’an.97

Tulisan Griya Al Qur’an berwarna biru tua yang bermakna warna yang kuat terkait dengan sisi kanan otak. Mempunyai integritas dan ketulusan dalam dan merangsang kreativitas dan intuisi, bertanggung

96 Irwitono Suwito,

Wawancara, Surabaya, 26 September 2016.

97


(63)

52

jawab yang besar dan cita-cita yang tinggi, memperluas pikiran dan bebas dari ketakutan dan hambatan.

Dari asumsi di atas maka makna utuh dari logo, Griya Al Qur’an adalah lembaga nirlaba yang prestisius yang terdiri dari komunitas Muslim dewasa, dengan strata sosial yang elegan dan berkeinginan kuat belajar membaca, mempelajari, dan menghafalkan Al Qur’an. Lembaga ini siap mencetak orang-orang yang rabbani dan religius, dengan sentuhan kasih sayang melalui keagungan nilai-nilai Al Qur’an.

Lembaga ini menjadi wadah bagi orang-orang yang berintegritas tinggi, mempunyai standar baku, serta ketegasan dalam belajar maupun mengajarkan Al Qur’an. Lembaga ini juga memberikan keluwesan dan fleksibilitas penuh bagi mereka yang ingin mempelajari Al Qur’an tanpa harus mengabaikan urusan-urusan lain yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga tidak ada alasan bagi siapa pun untuk mengatakan “saya tidak ada waktu untuk belajar Al Qur’an”.

c. Memilih Slogan Brand

Slogan dari Griya Al Qur’ansecara umum adalah “Raih Kemuliaan dengan Al Qur’an”, namun karena ada kelas tahfidz atau kelas menghafal ada slogan juga yang berbunyi “Memorizing Quran is Fun!”. Manajer SDM Griya Al Qur’an Bapak Khoirul Huda dalam wawancaranya menjelaskan,

“Raih Kemuliaan Dengan Al Qur’an itu moto utama, yang menghafal itu kelas tahfidz. Jadi perlu di ketahui jadi awal kali


(1)

87

2. Pemasaran integrasi Griya Al Qur’an yang bermakna mampu menjaga keselarasan antara bauran saluran pemasaran dan integrasi makna didalamnya. Griya Al Qur’anMemorizing Quran is Fun! Berusaha di jadikan pijakan integrasi makna walaupun secara kebakuan belum maksimal tertata. Bauran saluran pemasaranyang dipilih ada yang online dan offline serta sesuai tahap perkembangannya. Tahap perkenalan lebih menekankan saluran pemasaran iklan yang sifatnya masa dan dikombinasikan dengan presentasi langsung ke pasar sasaran yang sifatnya lebih privat atau kelompok. Tahap pertumbuhan saluran pemasaran melalui siswa Griya Al Qur’an yang menceritakan pada calon siswa lainnya serta juga memakai iklan atau event.

3. Internal branding Griya Al Qur’an yang secara substansi memberi informasi dan inspirasi pada SDM agar semakin mencintai brand Griya Al Qur’an sehingga bisa menularkan ke pasar sasaran dilakukan mulai hulu hingga hilir. Mulai dari rekrutmen, sistem penggajian, sistem peningkatan kualitas, sistem pembinaan hingga sistem evaluasi semua diarahkan untuk semakin mencintai dakwah Al Qur’an.


(2)

88 BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berpijak dari teori manajemen Stephen P Robbin, Manajemen T Hani Handoko dan teori Brand Equity Philip Kotler maka kesimpulan Manajemen brand equity Griya Al Qur’an adalah upaya rebranding

element brand dan kegiatan pemasaran holistik telah mampu

meningkatkan brand equity Griya Al Qur’an. Di tahun 2016 Griya Al Qur’an telah melewati tiga indikator sukses yaitu siswa yang meningkat, angka dropout yang rendah serta jumlah wisudawan yang bertambah. Pendetailannya sebagai berikut :

1. Pemilihan elementbrand terdiri atas pemilihan nama brand, logo dan slogan, hingga mencapai brand equity langkah-langkah manajemen yang dilakukan antara lain :

a. Planning dalam memilih element brand, Griya Al Qur’an telah melakukan analisa peluang dan hambatan serta menentukan sasaran yang realistis. Saat Griya Al Qur’an memetakan bahwa hambatan eksternal adanya nama brand yang sama kemudian peluang internal Griya Al Qur’an memiliki desaigner dari siswanya sendiri. Hingga ada perlindungan terhadap brandnya dengan mendaftarkan ke notaris dan Departemen Agama.


(3)

89

b. Organizing dalam memilih element brand Griya Al Qur’an sederhana cukup melibatkan CEO Griya Al Qur’an untuk menjelaskan tataran substansi dan desaigner untuk mengkontekskan tataran substansi ke ranah design sesuai kaidahnya.

c. Actuating dalam memilih element brand Griya Al Qur’an adalah terjadinya komunikasi transfer maksud dari CEO Griya Al Qur’an ke desaigner.

d. Controling sebatas CEO Griya Al Qur’an telah mengecek ketersesuaian antara hasil desaigner dengan maksud substansi yang diinginkan dan ternyata hasilnya sesuai.

2. Pemasaran personalisasi Griya Al Qur’an dilakukan Griya Al Qur’an dengan memahami karakter pasarnya dan mendesain brand nya agar bisa sesuai dengan sebanyak-banyaknya pasar. Pasar Griya Al Qur’an adalah masyarakat perkotaan usia dewasa kelas menengah dengan strategi people orientid (Nama Griya bisa membuat pasar merasa satu ikatan, slogan Memorizing Quran is Fun! Membuat pasar tidak malu dan belajar Al Qur’an menjadi menyenangkan) Griya Al Qur’an bisa menjadikan brandnya tergambarkan dengan baik.

3. Pemasaran integrasi Griya Al Qur’an yang bermakna mampu menjaga keselarasan antara bauran saluran pemasaran dan integrasi makna didalamnya. Griya Al Qur’an Memorizing Quran


(4)

is Fun! Berusaha di jadikan pijakan integrasi makna walaupun secara kebakuan belum maksimal tertata. Bauran saluran pemasaranyang dipilih ada yang online dan offline serta sesuai tahap perkembangannya. Tahap perkenalan lebih menekankan saluran pemasaran iklan yang sifatnya masa dan dikombinasikan dengan presentasi langsung ke pasar sasaran yang sifatnya lebih privat atau kelompok. Tahap pertumbuhan saluran pemasaran melalui siswa Griya Al Qur’an yang menceritakan pada calon siswa lainnya serta juga memakai iklan atau event.

4. Internal branding Griya Al Qur’an yang secara substansi memberi informasi dan inspirasi pada SDM agar semakin mencintai brand Griya Al Qur’an sehingga bisa menularkan ke pasar sasaran dilakukan mulai hulu hingga hilir. Mulai dari rekrutmen, sistem penggajian, sistem peningkatan kualitas, sistem pembinaan hingga sistem evaluasi semua diarahkan untuk semakin mencintai dakwah Al Qur’an.

B. Implikasi Teoritik

Penelitian Manajemen Brand Equity pada lembaga dakwah Griya Al Qur’an ternyata sejalan dengan teori yang dikembangkan, yaitu saat lembaga dakwah menerapkannya akan berdampak pada out put pasar dakwah yang meningkat secara kuantitas dan kualitas atau loyalitasnya. Lembaga dakwah akan lebih profesional dan SDM yang dimiliki bisa lebih memiliki loyalitas dalam melakukan pekerjaannya.


(5)

91

Sehingga sangat disarankan bagi lembaga dakwah selainnya yang belum menerapkan Manajemen Brand Equity untuk mengikuti jejak lembaga Griya Al Qur’an. Tentunya harus dimodifikasi secara konteksktual sesuai kondisi atau tahap perkembangan lembaga dakwah masing-masing.

C. Keterbatasan Studi

Variabel membangun brand equity dan variabel manajemen sangat luas. Penerapan teori untuk menganalisa sebuah lembaga dakwah yang berdiri 10 tahun tentu akan ada data yang tereduksi karena ada detail yang terlupakan. Namun semua itu bisa di cover dengan cara peneliti memilih informan atau narasumber kunci yaitu CEO Griya Al Qur’an sehingga data umumnya terbuka lebih dahulu dan detailnya bisa ditanyakan pada informan lain sesuai spesifikasinya.

D. Rekomendasi

Penelitian ini menjadi rekomendasi prospektus kemajuan dakwah bagi lembaga dakwah selainnya yang belum berpikir tentang profesionalisme dakwah dengan melakukan Manajemen Brand Equity. Penelitian ini bisa menjadi gambaran dinamika bagaimana membangun Brand Equity dari yang sudah dilakukan Griya Al Qur’an. Penelitian ini juga bisa menjadi bahan evaluasi Griya Al Qur’an untuk semakin meningkatkan upayanya dalam membangun Manajemen Brand Equity lembaga.


(6)

Daftar Pustaka

Bogdan, Robert dan Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Terjemahan oleh Arief Rurchan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1992).

Kottler Philip, Gary A, Prinsip-Prinsip Manajemen Pemasaran, (Jakarta : Penerbit Arilangga, 2006).

Kottler Phillip, Keller, Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 13, (Jakarta : Erlangga, 2008).

LJ, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda karya, 2010).

Rangkuti Freddy, The Power of Brands, (Jakarta : PT Gramedia, 2009). Simamora Bilson , Memenangkan Pasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama, 2001).

Suharsimin Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2010).

Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2010). Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2014).