Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Tas Sophie Martin Terhadap Kesediaan Membayar Harga Premium (Studi Kasus Pada BC Rosida Medan).
MEDAN
PENGARUH EKUITAS MEREK (BRAND EQUITY) TAS
SOPHIE MARTIN TERHADAP KESEDIAAN
MEMBAYAR HARGA PREMIUM
( Studi Kasus Pada BC Rosida Medan)
DRAFT SKRIPSI DIAJUKAN OLEH
EKA SURYANDARI SARAGIH 040502098
DEPARTEMEN MANAJEMEN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Sumatera Utara Medan
(2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur setinggi-tingginya hanya untuk Allah Azza Wa Jalla, terucap sedalam-dalamnya dari lubuk hati penulis yang menghamba. Sungguh, tiada daya upaya kecuali pertolongan-Nya hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Tas Sophie Martin Terhadap Kesediaan Membayar Harga Premium (Studi Kasus Pada BC Rosida Medan)”. Selanjutnya, hatur salam dan shalawat kepada Rasulullah SAW sebagai qudwah hasanah dan rasul pembimbing umat.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Ekonomi Sumatera Utara dan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan yang berguna demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis dapat menjalankan segala aktivitas perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi ini karena do’a, motivasi, bimbingan, dan bantuan baik secara moril maupun materil dari banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
(3)
4. Ibu Frida Ramadini, SE, MM selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan masukan yang bermanfaat kepada penulis.
5. Ibu Dra. Friska Sipayung, M.Si selaku dosen penguji I yang memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Dr. Elisabet Siahaan, M.Ec selaku dosen penguji II yang memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu dosen, seluruh staf serta pegawai Fakultas Ekonomi yang telah banyak membantu penulis selama masa kuliah.
8. Ibu Rosida, Bapak Agus Hartono, SE, dan karyawan-karyawan BC Rosida Medan yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. 9. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Kasruddin Saragih dan Ibunda
Suryaningsih. Tetes keringat beliau berdua bekerja adalah untaian mutiara dan do’a yang mengalir tiada henti dalam mengiringi setiap langkah ananda dengan perjuangan tanpa kenal lelah. Hanya Allah SWT yang dapat membalasnya.
10.Kedua saudaraku, Chandra Nata Saragih dan Anggie Fahira Saragih yang paling kusayang, terima kasih selama ini telah menjadi motivator dan kompetitor buatku dalam menyelesaikan kuliah.
11.Keluargaku, Nenek, Bude Wati, Pakcik Madin, Kak Adek, Bang Afin, Eni, Fika. Terima kasih atas bantuannya baik moril maupun materil.
(4)
13.Seluruh rekan-rekan stambuk 2004 Departemen Manajemen, terima kasih atas kerja sama dan kebersamaannya.
14.Rekan-rekan angkatan 2004 SMUN 4 Pematangsiantar: Yeyen, Kiki, Wahyu, Cici, Feni, Dini, Rahmat, Nova Pane, Olive, Edi. Subhanallah, ada banyak nama yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih untuk motivasi yang telah kalian berikan.
Akhirnya, semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dibalas oleh Allah SWT dengan sebaik-baik balasan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Medan, Agustus 2008
Penulis
(5)
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. PERUMUSAN MASALAH ... 6
C. KERANGKA KONSEPTUAL ... 6
D. HIPOTESIS ... 9
E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 9
1. Tujuan Penelitian ... 9
2. Manfaat Penelitian ... 10
F. METODOLOGI PENELITIAN ... 10
1. Batasan Operasional ... 10
2. Definisi Operasional Variabel ... 11
3. Skala Pengukuran Variabel ... 14
4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14
5. Populasi dan Sampel ... 14
6. Jenis Data ... 16
7. Teknik Pengumpulan Data ... 16
8. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 17
9. Teknik Analisis Data ... 18
BAB II URAIAN TEORITIS ... 21
A. PENELITIAN TERDAHULU ... 21
B. MEREK ... 22
C. EKUITAS MEREK (BRAND EQUITY) ... 29
(6)
D. KESEDIAAN MEMBAYAR HARGA PREMIUM ... 34
1. Perilaku Pembelian... 34
2. Pengertian Harga ... 36
3. Persepsi Harga ... 37
4. Persepsi Harga Terhadap Kualitas ... 37
5. Persepsi Harga Terhadap Nilai... 38
6. Harga Premium ... 41
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 43
A. SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN ... 43
B. VISI DAN MISI SOPHIE MARTIN ... 46
1. Visi Sophie Martin ... 46
2. Misi Sophie Martin ... 46
C. SISTEM MULTI LEVEL MARKETING (MLM) PADA PT SOPHIE MARTIN INDONESIA... 46
D. PRODUK TAS SOPHIE MARTIN ... 51
E. PROFIL SINGKAT BUSINESS CENTRE (BC) ROSIDA MEDAN ... 54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
A. UJI VALIDITAS DAN UJI RELIABILITAS ... 56
1. Uji Validitas ... 56
2. Uji Reliabilitas ... 58
B. ANALISIS DESKRIPTIF ... 60
1. Identitas Responden ... 60
2. Deskriptif Variabel ... 64
C. ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA ... 73
1. Determinan (R2) ... 74
2. Uji F ... 75
(7)
B. SARAN ... 79 DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR KUESIONER LAMPIRAN
(8)
Halaman
Tabel 1.1 : Perusahaan Multi Level Marketing (MLM) Di Indonesia .. 3
Tabel 1.2 : Laporan Penjualan PT Sophie Martin Indonesia ... 4
Tabel 1.3 : Operasionalisasi Variabel ... 12
Tabel 1.4 : Instrumen Skala Likert ... 14
Tabel 2.1 : Empat Jenis Perilaku Pembelian ... 34
Tabel 3.1 : Produk Tas Sophie Martin ... 52
Tabel 4.1 : Item-Total Statistics ... 57
Tabel 4.2 : Validitas Instrumen ... 58
Tabel 4.3 : Reliabilitas Instrumen ... 59
Tabel 4.4 : Reliability Statistics ... 60
Tabel 4.5 : Usia Responden ... 61
Tabel 4.6 : Pekerjaan Responden ... 62
Tabel 4.7 : Frekuensi Pembelian Tas Sophie Martin ... 63
Tabel 4.8 : Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Brand Awareness (X1) ... 64
Tabel 4.9 : Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Perceived Quality (X2) ... 66
Tabel 4.10 : Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Brand Association (X3) ... 67
Tabel 4.11 : Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Brand Loyalty (X4) ... 68
Tabel 4.12 : Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Kesediaan Membayar Harga Premium (Y) ... 70
Tabel 4.13 : Metode Enter ... 73
Tabel 4.14 : Determinan (R2) ... 74
Tabel 4.15 : Uji F ... 75
(9)
Halaman Gambar 1.1 : Kerangka Konseptual ... 8 Gambar 3.1 : Ilustrasi Tingkatan Bisnis Sophie Martin ... 48 Gambar 3.2 : Struktur Jaringan Sophie Martin ... 49
(10)
Eka Suryandari Saragih (2008), “Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Tas Sophie Martin Terhadap Kesediaan Membayar Harga Premium (Studi Kasus Pada BC Rosida Medan)”. Pembimbing Ibu Frida Ramadini, SE, MM. Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si. Penguji Ibu Dra Friska Sipayung, M.Si dan Ibu Dr. Elisabet Siahaan, SE, M.Ec.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ekuitas merek (brand equity) tas Sophie Martin terhadap kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC). Ekuitas merek (brand equity) terdiri dari kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty).
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara ekuitas merek (brand equity) tas Sophie Martin terhadap kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC) Rosida Medan dan variabel yang paling dominan mempengaruhi kesediaan untuk membayar harga premium adalah variabel asosiasi merek (brand association).
Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti ekuitas merek (brand
equity) tas Sophie Martin terhadap kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC) Rosida Medan adalah analisis deskriptif dan metode
analisis regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara variabel kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived
quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty)
sebesar 60,7 %, dengan adjusted R square sebesar 34,2 % dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil uji F menyatakan variabel kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty) secara serentak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC) Rosida Medan.
Uji t menunjukkan variabel asosiasi merek (brand association) merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC) Rosida Medan.
Kata Kunci: Kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association), loyalitas merek (brand loyalty), dan kesediaan membayar harga premium.
(11)
Eka Suryandari Saragih (2008), “Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Tas Sophie Martin Terhadap Kesediaan Membayar Harga Premium (Studi Kasus Pada BC Rosida Medan)”. Pembimbing Ibu Frida Ramadini, SE, MM. Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si. Penguji Ibu Dra Friska Sipayung, M.Si dan Ibu Dr. Elisabet Siahaan, SE, M.Ec.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ekuitas merek (brand equity) tas Sophie Martin terhadap kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC). Ekuitas merek (brand equity) terdiri dari kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty).
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara ekuitas merek (brand equity) tas Sophie Martin terhadap kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC) Rosida Medan dan variabel yang paling dominan mempengaruhi kesediaan untuk membayar harga premium adalah variabel asosiasi merek (brand association).
Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti ekuitas merek (brand
equity) tas Sophie Martin terhadap kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC) Rosida Medan adalah analisis deskriptif dan metode
analisis regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara variabel kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived
quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty)
sebesar 60,7 %, dengan adjusted R square sebesar 34,2 % dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil uji F menyatakan variabel kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty) secara serentak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC) Rosida Medan.
Uji t menunjukkan variabel asosiasi merek (brand association) merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC) Rosida Medan.
Kata Kunci: Kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association), loyalitas merek (brand loyalty), dan kesediaan membayar harga premium.
(12)
A. Latar Belakang
Pemasaran dengan sistem dan aktivitasnya mampu mendekatkan konsumen dengan produk dan nama-nama merek perusahaan yang ditawarkan. Kecenderungan perkembangan perang pemasaran di masa mendatang akan menjadi perang antar merek, yaitu persaingan untuk memperoleh dominasi merek. Merek akan menjadi aset perusahaan yang paling bernilai karena merek lebih bermakna daripada sekadar produk. Produk hanya menjelaskan atribut fisik berikut dimensinya, sehingga tidak lebih dari komoditi yang dapat dipertukarkan, sedangkan merek dapat menjelaskan emosi serta hubungan secara spesifik dengan pelanggannya. Hal ini dapat terjadi karena merek mengandung nilai-nilai yang jauh lebih bermakna daripada hanya atribut fisik. Merek mengandung nilai-nilai yang bersifat tidak berwujud (intangible), emosional, keyakinan, harapan, serta
sarat dengan persepsi pelanggan.
Di era globalisasi ini, merek akan menjadi sangat penting karena atribut-atribut lain dari kompetisi, seperti atribut-atribut produk, relatif mudah untuk ditiru. Merek memberikan “nilai” sehingga nilai total produk yang “bermerek” baik menjadi lebih tinggi dibandingkan produk yang dinilai semata-mata secara objektif. Karena itu, perusahaan harus mengelola secara terus menerus intangible
asset-nya, seperti ekuitas merek (brand equity). Ekuitas merek (brand equity)
(13)
membutuhkan waktu ratusan tahun. Penciptaan, pemeliharaan, dan perlindungan harus ditangani secara profesional.
Merek yang prestisius memiliki ekuitas merek (brand equity) yang kuat.
Ekuitas merek (brand equity) yang kuat memunculkan banyak keuntungan bagi
perusahaan, antara lain tujuan perusahaan untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar akan lebih mudah dicapai, meningkatkan loyalitas merek (brand loyalty), membuat harga menjadi tidak elastis (perubahan pada harga tidak
menyebabkan konsumen serta merta berpindah ke produk lain), serta meningkatkan keunggulan bersaing. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin kuat daya tariknya untuk menggiring konsumen mengkonsumsi produk tersebut, yang selanjutnya akan mengantar perusahaan memanen keuntungan dari waktu ke waktu (Durianto, et.al, 2004:2). Dengan keuntungan yang tinggi, stabil bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu, perusahaan dapat membuktikan eksistensinya dalam persaingan bisnis.
Munculnya industri pemasaran jaringan ( Multi Level marketing) di
Indonesia merupakan fenomena yang cukup menarik. Indikasi yang paling kuat
ditunjukkan oleh pertumbuhan industri pemasaran jaringan (Multi Level
Marketing) yang semakin pesat. Saat ini ada lebih dari seratus perusahaan yang
berkecimpung di industri ini (www.wartaekonomi.com), beberapa diantaranya yang dikategorikan memiliki prospek cukup baik adalah:
(14)
Tabel 1.1
Perusahaan Multi level Marketing (MLM) Di Indonesia Nama Perusahaan Nama Produk Jenis Produk
PT Citra Nusa Insan Cemerlang
CNI Food Suplement
Beauty Care Home Care Child Care Educational Toys Food and Drink
PT Sophie Martin Indonesia Sophie Martin Fashion
Accessories Cosmetics
PT Solaraja Persada Jaya Prime & First New Skin Care
Cosmetics Food Suplement PT Capriasi Multi nasional
Sejahtera
Capriasi Fashion
Perfumes Watches
PT Kompak Indopola Kompak Health Food
Cosmetics House Holds
PT Nugra Aloeverindo Forever Living
Product
Health Food Skin Care Cosmetics
PT Matolindo Primantara Matol Food Suplement
PT Tara Prima Megah Tara Food Suplement
PT Harmoni Dinamik Indonesia
High-Desert Food Suplement
PT Tangguh Sakti Pondasi Megah
Bracini Fashion
PT Sehat Sugih Sejahtera Triple-S Food and Drink
Cosmetics Traditional-Herbal Medicine Sumber: www.apli.or.id (2007)
Istilah Pemasaran jaringan (Multi Level Marketing) menunjuk pada metode atau
sistem pemasaran dengan menggunakan jaringan kerja. Pemasaran jaringan adalah organisasi yang terdiri dari sekelompok orang distributor dimana setiap orangnya melakukan sedikit penjualan eceran kepada diri mereka sendiri maupun kepada orang lain (customer) (Rozi, 2003:11).
(15)
PT Sophie Martin Indonesia adalah perintis di industri pemasaran jaringan (Multi Level Marketing (MLM)) fashion di Indonesia. Visi dan misinya adalah
menjadi terkenal di seluruh Asia dan tetap menjadi leader di bidang MLM dengan
membangun member yang berkelanjutan. Mengingat pentingnya pengelolaan
sebuah merek, Sophie Martin terfokus pada merek Sophie Martin sebagai major
bisnisnya. Agar tetap unggul dalam persaingan dan dapat mempertahankan loyalitas pelanggannya, Sophie Martin senantiasa mengembangkan dan memperbarui 30 % produk sebelumnya, selalu mengedepankan inovasi dan kreativitas, melakukan quality control serta terus menjaga image produk.
Sophie Martin bersaing dengan Capriasi dalam angka perolehan member
dan beriklan, namun Sophie Martin tidak terusik. Kinerjanya tetap bagus, Sophie Martin kini telah memiliki jaringan pemasaran dengan lebih dari 900.000 anggota (member) dan 400 lebih BC (Business Centre) yang tersebar dari Aceh hingga
Papua. Perkembangan perusahaan ini juga dapat ditinjau dari sisi keuangannya, seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1.2
Laporan Penjualan PT Sophie Martin Indonesia
Tahun Total Penjualan
2006 Rp. 400.000.000.000,00
2007 Rp. 500.000.000.000,00 (naik 25 %)
Sumber: www.economyokezone.com (2007) (diolah)
Tabel 1.2 di atas memperlihatkan bahwa total penjualan Sophie Martin pada tahun 2007 mencapai Rp. 500.000.000.000,00, naik 25 % dari omset tahun 2006 yang Rp. 400.000.000.000,00. Produk Sophie Martin berupa tas memberikan kontribusi terbesar, yakni sekitar 60 % terhadap penghasilan perusahaan (www.economyokezone.com).
(16)
Indikator dasar loyalitas adalah jumlah konsumen yang bersedia membayar untuk sebuah merek dibandingkan untuk merek lain yang menawarkan manfaat yang sama atau sedikit lebih rendah. Hasil penelitian Davis (dalam Soehadi, 2005: 26) menyimpulkan:
1. Sebanyak 72 % konsumen bersedia membayar 20 % lebih mahal untuk
merek yang dipilihnya relatif terhadap merek pesaing terdekat.
2. Sebanyak 25 % konsumen menyatakan bahwa harga tidak menjadi
masalah ketika membeli merek yang disukai.
3. Lebih dari 70 % konsumen menggunakan merek sebagai petunjuk
pembelian produk.
Harga optimum/premium (premium price) dapat menjadi satu-satunya
pengukuran ekuitas merek (brand equity) yang tersedia, karena pengukuran ini
langsung menangkap konsumen yang loyal dengan cara yang relevan (Durianto, et.al, 2004:19). Dari sekian banyaknya merek tas yang tersedia di pasar, Sophie Martin terbukti mendapatkan tempat khusus di hati masyarakat Indonesia. Karena itu, penulis ingin meneliti mengenai ekuitas merek (brand equity) yang dimiliki
tas Sophie Martin dan bagaimana pengaruhnya terhadap kesediaan membayar harga premium.
Penelitian dilakukan di Business Centre (BC) Rosida Medan karena
berdasarkan prasurvei dalam bentuk wawancara dengan Bapak Agus Hartono (HRD BC Rosida) diketahui bahwa produk Sophie Martin yang paling diminati
oleh pelanggan adalah tas. Tas merupakan produk yang fast moving. Pada
umumnya, seseorang akan menyesuaikan warna busana yang ia pakai dengan warna tas agar tampil serasi dan fashionable. Alasan lainnya adalah 82 %
(17)
pelanggan di BC Rosida (41 orang dari 50 orang) mengambil keputusan pembelian sendiri untuk setiap produk yang dibeli sesuai dengan selera dan kebutuhannya. Dengan ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Tas Sophie Martin
Terhadap Kesediaan Membayar Harga Premium (Studi Kasus Pada BC Rosida Medan)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah ekuitas merek (brand equity) yang terdiri dari variabel brand
awareness, perceived quality, brand association, dan brand loyalty yang
dimiliki tas Sophie Martin berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesediaan membayar harga premium?
2. Variabel ekuitas merek (brand equity) manakah yang paling dominan dalam
mempengaruhi kesediaan membayar harga premium?
C. Kerangka Konseptual
Konsep ekuitas merek (brand equity) oleh David A. Aaker
dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa merek yang bereputasi baik merupakan aset yang juga dapat diperjualbelikan sebagaimana aset-aset perusahaan lainnya. Semakin kuat ekuitas merek (brand equity) suatu produk, semakin kuat daya
(18)
tariknya untuk menggiring konsumen mengkonsumsi produk tersebut (Durianto, et.al, 2004:1).
Aaker (dalam Simamora, 2003:53) menggagas bahwa ekuitas merek (brand equity) bersumber pada lima komponen, yaitu kesadaran merek (brand
awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived
quality), loyalitas merek (brand loyalty), dan aset-aset merek lainnya, seperti hak
paten, rahasia teknologi, rahasia bisnis, akses khusus terhadap pemasok ataupun pasar, dan lain-lain. Aaker mengembangkan kelima sumber diatas yang berhubungan dengan konsumen menjadi 10 variabel yang diusulkan sebagai
indikator ekuitas merek (brand equity). Adapun ke-10 variabel yang
dikembangkan berdasarkan gagasan lima aset utama ekuitas merek (brand equity)
itu adalah:
Ukuran loyalitas:
1. Premi harga
2. Kepuasan/ loyalitas
Ukuran kepemimpinan/ persepsi kualitas:
3. Persepsi kualitas
4. Kepemimpinan/ popularitas
Ukuran asosiasi/ diferensiasi:
5. Persepsi nilai (perceived value)
6. Kepribadian merek 7. Asosiasi organisasional
Ukuran kesadaran:
(19)
Ukuran perilaku pasar:
9. Pangsa pasar
10.Harga pasar dan cakupan distribusi
Harga optimum/premium (premium price) dapat menjadi salah satu
pengukuran ekuitas merek (brand equity) yang terbaik yang tersedia, karena
pengukuran ini langsung menangkap konsumen yang loyal dengan cara yang relevan (Durianto, et.al, 2004:19).
Kesediaan membayar dengan harga yang lebih tinggi untuk suatu merek menunjukkan penghargaan mereka yang “lebih” kepada merek tersebut dibandingkan kepada para pesaingnya (Durianto, et.al, 2004:68).
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual
Sumber: Simamora (2003:53) (diolah)
Gambar 1.1 menunjukkan bahwa empat variabel ekuitas merek (brand
equity), yaitu brand awareness (X1), perceived quality (X2), brand association
(X3), dan brand loyalty (X4) mewakili persepsi konsumen tentang suatu merek
yang dapat mempengaruhi kesediaan membayar harga premium pada konsumen. Ukuran perilaku pasar yang terdiri dari variabel pangsa pasar, harga pasar dan
Ekuitas Merek (Brand Equity)
Variabel:
1. Brand awareness (X1)
2. Perceived quality (X2)
3. Brand association (X3)
4. Brand loyalty (X4)
Kesediaan membayar harga premium (Y)
(20)
cakupan distribusi tidak termasuk dalam kerangka konseptual penelitian ini, karena variabel-variabel tersebut mewakili informasi yang diperoleh berdasarkan pasar, dan bukan langsung dari konsumen.
D. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun/mengarahkan penyelidikan selanjutnya (Umar, 2007:104). Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis yang dikemukakan penulis adalah:
1. Ekuitas merek (brand equity) tas Sophie Martin berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesediaan membayar harga premium.
2. Variabel brand association yaitu segala hal yang berkaitan dengan ingatan
mengenai merek dan dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen. merupakan variabel yang paling
dominan mempengaruhi kesediaan membayar harga premium.
E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Mengetahui apa pengaruh ekuitas merek (brand equity) tas Sophie Martin
terhadap kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC)
Rosida Medan.
b. Mengetahui dan menganalisis variabel ekuitas merek (brand equity) yang
paling dominan mempengaruhi kesediaan membayar harga premium pada Business Centre (BC) Rosida Medan..
(21)
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Bagi Penulis
Penelitian ini menjadi sarana aplikasi untuk menerapkan teori pemasaran khususnya mengenai merek dan kesediaan membayar harga premium oleh pelanggan, serta lebih memahami dan dapat mempraktekkan metode penelitian yang sistematis.
b. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan dalam mengelola dan mempertahankan merek agar tetap menjadi pilihan pelanggan mengingat persaingan antar merek yang semakin meningkat.
c. Bagi Pihak Lain
Sebagai bahan masukan, referensi, dan perbandingan dalam penelitian tentang
merek terutama mengenai ekuitas merek (brand equity) dan kesediaan
membayar harga premium.
F. Metodologi Penelitian 1. Batasan Operasional
Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan, maka ditetapkan batasan operasional. Batasan operasional dalam penelitian mengenai ekuitas merek (brand equity) di Business Centre (BC) Rosida
(22)
a. Variabel Bebas/Independent Variable(X)
Variabel bebas (X) terdiri dari variabel brand awareness (X1), perceived
quality (X2), brand association (X3), dan brand loyalty (X4).
b. Variabel Terikat/Dependent Variable (Y)
Variabel Terikat (Y) dalam penelitian ini adalah kesediaan membayar harga premium.
2. Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional dari variabel-variabel yang akan diteliti adalah: a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Penerimaan konsumen terhadap sebuah merek dalam benak mereka dimana ditunjukkan dari kemampuan mereka mengingat dan mengenali kembali sebuah merek ke dalam kategori tertentu.
b. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap totalitas fitur dan karakteristik yang membuat produk mampu memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan.
c. Asosiasi Merek (Brand Association)
Segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek dan dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image di dalam
benak konsumen.
d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
(23)
e. Kesediaan Membayar Harga Premium
Perilaku konsumen yang menunjukkan kesediaan untuk mengorbankan sesuatu kepuasan (utility) demi memperoleh kepuasan lain atau kesediaan
untuk membayar suatu objek yang sudah dinilai dengan harga yang lebih tinggi relatif terhadap merek pesaing terdekat.
Tabel 1.3
Operasionalisasi Variabel
Variabel Definisi Variabel Indikator Skala Pengukuran Kesadaran Merek (Brand Awareness) Penerimaan konsumen terhadap sebuah merek dalam benak mereka dimana ditunjukkan dari kemampuan mereka mengingat dan mengenali kembali sebuah merek ke dalam kategori tertentu. a. Ingatan merek b. Pengenalan merek Likert Kesan Kualitas (Perceived Quality) Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap totalitas fitur dan karakteristik yang membuat produk mampu memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan.
a. Fitur dan
karakteristik produk b. Kualitas produk Likert Asosiasi Merek (Brand Association)
Segala hal yang berkaitan dengan ingatan merek dan dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image di
dalam benak konsumen.
a. Atribut produk
b. Harga
c. Brandimage
(24)
Variabel Definisi Variabel Indikator Skala Pengukuran
Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Ukuran dari kesetiaan konsumen
terhadap suatu merek
a. Kesetiaan konsumen b. Kepuasan Konsumen c. Komitmen Likert Kesediaan Membayar Harga Premium Perilaku konsumen yang menunjukkan kesediaan untuk mengorbankan sesuatu kepuasan
(utility) demi
memperoleh
kepuasan lain atau kesediaan untuk membayar suatu objek yang sudah dinilai dengan harga yang lebih tinggi relatif terhadap merek pesaing terdekat a. Kesediaan membayar dibanding merek-merek lain b. Kesediaan membayar bila harga naik c. Kesediaan membayar karena keawetan produk d. Kesediaan membayar karena aspek assurance e. Kesediaan membayar karena produk memiliki aspek estetika f. Kesediaan membayar karena produk mencermin-kan self-expressive value
Likert
(25)
3. Skala Pengukuran Variabel
Pengukuran masing-masing variabel dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan (Sugiyono, 2004: 86).
Tabel 1.4
Instrumen Skala Likert
No. Pertanyaan Skor
1. Sangat Setuju (SS) 5
2. Setuju (S) 4
3. Kurang Setuju (KS) 3
4. Tidak Setuju (TS) 2
5. Sangat Tidak Setuju (STS) 1
4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Business Centre (BC) Rosida Jl. Halat No. 107 C
Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2008 sampai dengan Juli 2008.
5. Populasi dan Sampel a. Populasi
Menurut Sugiyono (2004:72) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
(26)
Populasi dalam penelitian ini adalah semua member yang terdaftar di BC
Rosida Medan sejak awal berdiri ( September 2002) hingga Februari 2008 yang berjumlah 13.698 orang.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2004:73).
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan
tertentu, yaitu dengan kriteria bahwa member yang dijadikan sampel penelitian
adalah member yang telah melakukan pembelian berulang terhadap tas Sophie
Martin minimal dua kali dan berusia 20-50 tahun. Tujuan dari penetapan kriteria ini adalah dengan mempertimbangkan pengalaman member yang cukup dan usia
yang dianggap mampu untuk menilai ekuitas merek (brand equity). Peneliti
kemudian memberikan kuesioner sebagai salah satu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data kepada member yang dipandang sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan di Business Centre (BC) Rosida tersebut.
Karena masalah waktu dan biaya, ukuran sampel ditentukan dengan rumus Slovin (Umar, 2007:78):
N 13.698
n = = = 99,27
1 + N e2 1 + 13.698 (0,1)2
Dimana: n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
(27)
Dengan standard error 0,1 dan asumsi populasi sebesar 13.698 orang, jumlah sampel yang diharapkan adalah 100 orang.
6. Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Definisi masing-masing data tersebut menurut Umar (2007:42), yaitu:
a. Data primer
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pengumpul data primer atau pihak lain, misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Peneliti memperoleh data dari buku-buku, majalah penelitian dan informasi dari internet.
7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan, antara lain:
a. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara dengan pimpinan BC Rosida dan pelanggan Sophie Martin di BC tersebut.
b. Kuesioner
Kuesioner adalah pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan melalui daftar pertanyaan pada responden terpilih.
(28)
c. Studi pustaka
Mengumpulkan dan mempelajari informasi dan data-data yang diperoleh melalui buku, jurnal, situs internet yang menjadi referensi pendukung.
8. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk menguji apakah kuesioner layak digunakan sebagai instrumen penelitian atau tidak. Valid artinya data yang diperoleh melalui kuesioner dapat menjawab tujuan penelitian. Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan bantuan software SPSS 12.0 for windows. Adapun
syarat sebuah instrumen dapat dinyatakan valid menurut Sugiyono (2004:115), yaitu
1. Korelasi tiap faktor positif
2. Nilai korelasi tiap faktor melebihi 0,3
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Situmorang, et.al, 2008:37). Pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan bantuan software SPSS 12.0 for windows. Kuncoro (dalam Situmorang, et.al, 2008:40)
menyatakan instrumen dapat dikatakan reliabel (andal) bila memiliki nilai Cronbach Alpha > 0,80.
(29)
8. Teknik Analisis Data a. Metode Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif merupakan salah satu metode analisis data dimana peneliti mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis, dan menginterpretasikan data sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti.
b. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan softwareSPSS 12.0 for windows.
Formulasi yang digunakan adalah
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e Keterangan:
Y = Kesediaan membayar harga premium
a = Konstanta
b1-4 = Koefisien regresi berganda
X1 = Kesadaran merek (Brand awareness)
X2 = Persepsi kualitas (Perceived quality)
X3 = Asosiasi merek (Brand association)
X4 = Loyalitas merek (Brand loyalty)
(30)
Pengujian hipotesis sebagai berikut: 1) Uji t (uji secara parsial)
Uji t dilakukan untuk menguji setiap variabel bebas (X1, X2, X3, X4) apakah
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y) secara parsial. Kriteria pengujiannya sebagai berikut :
H0 : b1, b2, b3, b4 = 0
Artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
H1 : b1, b2, b3, b4≠ 0
Artinya secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
Kriteria Pengambilan Keputusan (KPK):
Ho diterima apabila t-hitung< t-tabel pada α = 5 % H1 diterima apabila t-hitung > t-tabel pada α = 5 %
2) Uji F (uji secara serentak)
Uji F dilakukan untuk menguji apakah setiap variabel bebas (X1, X2, X3, X4)
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y) secara serentak. Kriteria pengujiannya sebagai berikut:
H0 : b1, b2, b3, b4 = 0
Artinya tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan secara bersama-sama dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
H1 : b1, b2, b3, b4≠ 0
Artinya terdapat pengaruh yang positif dan signifikan secara bersama-sama dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
(31)
Kriteria Pengambilan Keputusan (KPK):
Ho diterima apabila F-hitung < F-tabel pada α = 5 % H1 diterima apabila F-hitung > F-tabel pada α = 5 %
3.) Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan besarnya kontribusi variabel bebas
terhadap variabel terikat. Semakin besar koefisien determinasi, maka semakin baik kemampuan variabel bebas mempengaruhi variabel terikat, dimana 0<R2<1. Jika determinasi (R2) semakin besar (mendekati satu), maka dapat
dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas adalah besar terhadap variabel terikat. Hal ini berarti, model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan pengaruh variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika determinasi (R2) semakin kecil (mendekati nol), maka dapat
dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat semakin kecil. Hal ini berarti, model yang digunakan tidak kuat untuk menerangkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
(32)
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan ekuitas merek (brand equity) dilakukan oleh Sari (2007) dengan judul “ Pengaruh Brand Equity Pasta Gigi Pepsodent Terhadap Loyalitas Pelanggan (Studi Kasus Pada Asrama Putri USU Medan)”. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa variabel bebas (X1, X2, X4)
yaitu brand awareness (kesadaran merek), perceived quality (persepsi kualitas), dan brand loyalty (loyalitas merek) berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan pasta gigi pepsodent di asrama putri USU Medan, sementara X3 yaitu brand association (asosiasi merek) berpengaruh negatif. Berdasarkan koefisien
determinasi (R2) maka variabel brand awareness (kesadaran merek), perceived
quality (persepsi kualitas), brand association (asosiasi merek ), dan brand koyalty
(loyalitas merek) mempengaruhi loyalitas pelanggan pasta gigi pepdodent di asrama putri sebesar 63,6 % dan sisanya 36,4 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian tersebut.
Manurung (2007) juga melakukan penelitian yang berhubungan dengan ekuitas merek (brand equity) dengan judul “ Pengaruh Brand Equity Teh Botol Sosro Terhadap Keputusan Pembelian Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan”. Kesimpulan dari penelitiannya adalah variabel bebas brand equity, yaitu brand awareness (X1) dan brand association (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat
(33)
quality (X3) dan brand loyalty (X4) secara parsial berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel terikat (keputusan pembelian mahasiswa F-KG USU Medan). Pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel bebas X3 dan X4 adalah pengaruh yang
positif. Sementara untuk variabel yang lebih dominan mempengaruhi keputusan pembelian mahasiswa F-KG USU Medan adalah variabel brand loyalty (X4).
Berdasarkan uji F hitung, variabel brand awareness (X1), brand association (X2), perceived quality (X3), brand loyalty (X4) secara bersama-sama berpengaruh
positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian mahasiswa F-KG USU Medan.
Purba (2007) juga meneliti tentang ekuitas merek (brand equity) dengan judul “ Analisis Brand Equity Terhadap Pembelian Pulpen Pilot Pada Siswa SMP Negeri 1 Medan”. Kesimpulan yang diperoleh adalah variabel-variabel
brand equity yang terdiri dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas,
dan loyalitas merek secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pembelian pulpen pilot. Variabel brand equity yang paling dominan mempengaruhi pembelian pulpen pilot pada siswa SMP Negeri 1 medan adalah variabel loyalitas merek.
B. Merek
Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Versi American
(34)
Marketing Association, merek adalah nama, istilah, simbol, rancangan, atau
kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Giribaldi (dalam Soehadi, 2005:2) menyatakan merek didefinisikan sebagai kombinasi dari atribut-atribut, dikomunikasikan melalui nama atau simbol, yang dapat mempengaruhi proses pemilihan suatu produk layanan di benak konsumen. Aaker (dalam Simamora, 2003:14) mengatakan adanya tiga nilai yang dijanjikan sebuah merek, yaitu:
1. Nilai Fungsional
Nilai yang diperoleh dari atribut produk yang memberikan kegunaan (utility) fungsional kepada konsumen.
2. Nilai Emosional
Nilai emosional berhubungan dengan perasaan, yaitu perasaan positif apa yang akan dialami konsumen pada saat membeli produk.
3. Nilai Ekspresi Diri
Nilai ekspresi diri merupakan bagian dari nilai emosi. Ekspresi diri berbicara tentang “bagaimana saya di mata orang lain maupun diri saya sendiri”.
Menurut Nicolino (dalam Simamora, 2003:6), sebuah nama, logo, singkatan, desain, atau apa saja, dikatakan sebagai merek, kalau memenuhi tiga hal. Pertama, dapat mengidentifikasi (identifiable). Kedua, memiliki entitas. Artinya, nama itu mewakili sesuatu yang ada. Ketiga, janji akan nilai tertentu (specific promises). Merek menjanjikan apa yang akan diberikan kepada pembeli atau pemakai. Jadi, merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek terbaik
(35)
akan memberikan jaminan kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian (Rangkuti, 2004:3), yaitu:
1. Atribut
Setiap merek memilki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek.
2. Manfaat
Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional.
3. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.
4. Budaya
Merek juga mewakili budaya terentu. Misalnya, Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, memiliki cara kerja yang efisien, dan selalu menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.
5. Kepribadian
Merek juga memiliki kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang ia gunakan.
(36)
6. Pemakai
Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk penggunaan mereknya.
Simamora (2003:70) menyatakan merek apa pun itu, selayaknya mengandung sifat-sifat berikut ini:
1) Mencerminkan manfaat dan kualitas 2) Singkat dan sederhana
3) Mudah diucapkan, didengar, dibaca, dan diingat
4) Memiliki kesan berbeda dari merek-merek yang sudah ada (distinctive) 5) Mudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing dan tidak mengandung
konotasi negatif dalam bahasa asing.
6) Dapat didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum sebagai hak paten. Merek yang kuat akan membuat konsumen menjadi lebih yakin, nyaman, dan aman ketika membeli produk tersebut. Menurut Ind (dalam Soehadi, 2005:117), merek dikatakan kuat jika pelanggan mendapatkan kumulatif pengalaman yang positif terhadap merek tersebut, jadi tidak sekadar apa yang “dijanjikan” oleh perusahaan sebagaimana tertera pada brosur mewah. Rhodes (dalam Soehadi, 2005:118) mengungkapkan perlu disampaikan adanya empat pendekatan umum yang dapat dilakukan dalam mengembangkan janji tersebut, yaitu:
(37)
1. Treshold Branding
Fokus pendekatan ini adalah pada promosi nama, dengan tujuan untuk meningkatkan brand awareness. Pendekatan ini belum mempertimbangkan tingkat preferensi konsumen terhadap merek.
2. Functional Branding
Fokus pendekatan ini pada apa yang menjadi keunggulan atau keunikan dari atribut atau manfaat produk atau layanan yang dimiliki oleh merek.
3. Image Branding
Pendekatan ini tidak hanya menekankan pada atribut produk/ layanan, tetapi juga mulai mempertimbangkan ego dan personalitas para pelanggannya. 4. Experiential Branding
Dalam pendekatan ini, perusahaan harus mampu “mengorkestrasikan” seluruh komponen yang ada agar pengalaman positif yang tercipta dalam setiap kontak dapat langsung terasa.
Memiliki merek yang kuat merupakan suatu keharusan bagi setiap produk, karena keunggulan yang bisa didapatkan beraneka ragam, mulai dari persepsi kualitas yang lebih bagus dan loyalitas merek yang lebih besar sampai peluang tambahan untuk perluasan merek. Menurut Rangkuti (2004:229), ada 10 pedoman yang dapat dilakukan untuk membangun merek yang kuat, yaitu:
1. Brand Identity
Identitas merek merupakan seperangkat asosiasi merek yang sering digunakan oleh ahli strategi merek dan secara tidak langsung merupakan janji kepada para konsumen.
(38)
2. Value Proposition
Nilai proposisi merek adalah sebuah pernyataan secara fungsional, emosional dari suatu merek yang disampaikan kepada pelanggan.
3. Brand Position
Posisi merek adalah bagian dari identitas merek dan nilai posisi yang selalu aktif dikomunikasikan kepada pasar sasaran, sehingga dapat memperoleh keuntungan melalui persaingan merek.
4. Execution
Pelaksanaan program komunikasi yang tidak hanya ditargetkan pada identitas dan positioning, tetapi juga sampai memperoleh kecemerlangan secara terus-menerus.
5. Consistency Overtime
Memiliki identitas yang konsisten merupakan kekuatan untuk tetap memiliki merek yang kuat.
6. Brand System
Mempertimbangkan merek sebagai suatu sistem yang saling mendukung satu sama lain. Brand system dapat digunakan sebagai panggung peluncuran bagi produk-produk baru atau merek baru.
7. Brand Leverage
Menciptakan dan mengembangkan aset-aset yang ada. 8. Tracking Brand Equity
Mengamati secara terus-menerus brand equity, termasuk brand awareness,
(39)
9. Brand Responsibility
Mempunyai seseorang yang bertanggung jawab atas merek, sehingga ia dapat selalu memelihara, menciptakan, dan menjaga identitas dan posisi merek serta mengkoordinasikan keputusan-keputusan yang akan dilakukan oleh masing-masing fungsi manajemen.
10.Invest in Brands
Tetap secara konsisten melanjutkan investasi dalam merek walaupun tujuan finansial perusahaan belum terpenuhi.
Selain pedoman-pedoman yang dapat dilakukan untuk membangun merek yang kuat, perusahaan juga hendaknya memperhatikan program pemasaran. Keller (dalam Soehadi, 2005:31) menyatakan program pemasaran yang harus dikelola perusahaan dengan baik untuk membangun merek yang kuat meliputi
choosing the value, providing the value, dan communicating the value. Langkah
pertama yang perlu dilakukan oleh perusahaan adalah menentukan value
proposition melalui aktivitas segmenting, targetting, dan positioning. Perusahaan
perlu menentukan pasar sasaran yang ingin dilayani, kemudian menentukan value apa yang sesuai atau apa yang disukai oleh pasar sasaran tersebut. Langkah berikutnya, menciptakan value melalui kegiatan pengelolan produk/layanan, kebijakan harga, dan distribusi. Langkah terakhir, mengkomunikasikan value kepada pasar sasaran baik melalui kegiatan above the line maupun below the line. Sebagai contoh, salah satu value proposition yang ditawarkan oleh Mustika Ratu adalah menjadi lebih cantik dengan menggunakan ramuan tradisional produksi mereka. Salah satu kegiatan mereka adalah mensponsori pemilihan Putri Indonesia.
(40)
C. Ekuitas Merek (Brand Equity)
Aaker (dalam Simamora, 2003: 47) mengatakan bahwa ekuitas merek adalah seperangkat aset, atau kewajiban, yang dimiliki nama merek atau simbol, yang dapat menambah atau mengurangi nilai produk atau layanan.
Peter dan Olson (dalam Simamora, 2003: 49) melihat bahwa ekuitas merek memberikan nilai kepada perusahaan dan konsumen. Dari perspektif perusahaan, ekuitas merek memberikan keuntungan, aliran kas dan pangsa pasar yang lebih tinggi. Sedangkan dari perspektif konsumen, ekuitas merek terkait dengan sikap merek positif dan kuat yang didasarkan pada arti dan keyakinan positif dan jelas tentang merek dalam memori. Sikap merupakan bagian penting ekuitas merek. Merek yang memiliki ekuitas berarti disikapi secara positif oleh konsumen.
Ekuitas merek juga mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian baik itu karena pengalaman masa lalu dalam menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan aneka karakteristiknya (Simamora, 2003:48).
1. Dimensi Ekuitas Merek (Brand Equity)
Aaker (dalam Rangkuti, 2004:39) mengategorikan ekuitas merek (brand
equity) menjadi empat aset utama, yakni:
a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran merek dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam ekuitas merek (brand equity). Kesadaran merek juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran
(41)
merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.
b. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Terdapat lima keuntungan persepsi kualitas, yaitu:
1. Alasan Untuk Membeli
Persepsi kualitas mempengaruhi merek-merek mana yang harus dipertimbangkan dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.
2. Diferensiasi
Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi kesan kualitas.
3. Harga Optimum (Premium Price)
Memberikan pilihan-pilihan di dalam menetapkan harga optimum (premium price).
4. Meningkatkan Minat Para Distributor Membantu dalam perluasan distribusi. 5. Perluasan Merek
Persepsi kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk ke dalam kategori produk baru.
(42)
c. Asosiasi Merek (Brand Association)
Segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga menbentuk citra tentang merek atau brand
image didalam benak konsumen.
d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek (brand equity) yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek.
2. Nilai Ekuitas Merek (Brand Equity)
Apabila merupakan suatu nilai, berarti ekuitas merek (brand equity) dapat diukur. Young dan Rubicam (Y & R) (dalam Simamora, 2003:51), sebuah agen iklan global ternama mengembangkan metode untuk mengukur ekuitas merek (brand equity) yang dinamakan Brand Asset Valuator. Mereka mengatakan bahwa untuk mengetahui nilai ekuitas merek (brand equity), ada empat hal utama yang diukur, yaitu:
a. Diferensiasi (Differentiation), yaitu ukuran seberapa berbeda (distinctive) suatu merek dibanding merek lainnya.
b. Relevansi (Relevance), yaitu relevansi merek dengan konsumen. Apakah merek memiliki arti?. Apakah merek cocok secara personal?.
(43)
c. Kebanggaan (Esteem), yaitu ukuran tentang apakah merek memperoleh penghargaan yang tinggi dan dianggap sebagai yang terbaik di kelasnya.
d. Pengetahuan (Knowledge), yaitu ukuran tentang pemahaman mengenai merek
Total Research, perusahaan layanan riset di Amerika, mengembangkan
metode mengukur ekuitas merek (brand equity) yang dinamakan EquiTrend. Mereka mengekspos komponen-komponen yang diukur (dalam Simamora, 2003:52), yaitu:
a. Salience, yaitu persentase responden yang memiliki opini tentang merek.
b. Perceived Quality. Ini merupakan inti EquiTrend. Di dalamnya sudah
tercermin kesukaan terhadap merek, kepercayaan, kebanggaan dan keinginan untuk merekomendasikan merek.
c. Kepuasan Pemakai Merek.
Ekuitas merek (brand equity) yang tinggi didukung oleh brand value yang bersifat khusus serta sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam diri pelanggan (Rangkuti, 2004:222). Brand value terkait dengan seberapa jauh konsumen mengerti dan mempunyai asosiasi positif terhadap merek. Asosiasi dapat dibentuk melalui pendekatan kinerja produk/ layanan (brand performance), pendekatan emosi atau personifikasi (brand imagery). Brand performance terkait dengan atribut intrinsik (atribut yang melekat pada produk/ layanan), sedangkan brand
imagery terkait dengan atribut ekstrinsik (atribut yang tidak terkait secara
langsung dengan produk/ layanan) (Soehadi, 2005: 15).
Rangkuti (2004:220) mengungkapkan cara menganalisis brand value, yaitu:
(44)
1) Memperhatikan dimensi nilai-nilai apa saja yang relevan dari sisi konsumen yang harus tedapat pada suatu merek. Contohnya, untuk produk makanan yang paling mendasar adalah nilai aman dan rasanya enak.
2) Menentukan Unique Selling Proposition (USP) yang berkaitan dengan merek tertentu secara spesifik. Nilai ini harus spesifik dan tidak boleh terdapat pada nilai yang melekat pada merek pesaing (distinctive value).
2) Membuat strategi untuk pengembangan merek tersebut. Caranya adalah secara konsisten dan terus-menerus berupaya mengelola ekuitas merek (brand equity) serta USP dalam satu kesatuan yang terintegrasi.
3) Mengusahakan untuk tidak membuat bingung pelanggan dengan memberikan banyak nilai pada suatu merek.
4) Merek yang berhasil memiliki nilai yang spesifik, unik, tidak mudah ditiru, sehingga dapat menciptakan superior customer value, distinctive customer
satisfaction, dan superior market position.
3. Manfaat Ekuitas Merek (Brand Equity)
Bagi perusahaan, ekuitas merek (brand equity) memiliki potensi untuk menambahkan nilai dengan lima cara (Simamora, 2003:48), yaitu:
a. Ekuitas merek (brand equity) dapat memperkuat program memikat konsumen baru, atau merangkul kembali konsumen lama.
b. Empat dimensi ekuitas merek (brand equity) yang terakhir dapat menguatkan loyalitas merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan nama yang terkenal dapat memberikan alasan untuk membeli dan dapat mempengaruhi kepuasan penggunaan.
(45)
c. Ekuitas merek (brand equity) memungkinkan margin yang lebih tinggi dengan menjual produk pada harga optimum (premium pricing) dan mengurangi ketergantungan pada promosi.
d. Ekuitas merek (brand equity) dapat memberikan landasan pertumbuhan dengan melakukan perluasan merek.
e. Ekuitas merek (brand equity) dapat memberi dorongan bagi saluran distribusi. D. Kesediaan Membayar Harga Premium
1. Perilaku Pembelian
Pengambilan keputusan konsumen berbeda-beda, tergantung pada jenis keputusan pembelian. Assael (dalam Sunarto, 2006:97) membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan merek-merek.
Tabel 2.1
Empat Jenis Perilaku Pembelian
Keterlibatan Tinggi Keterlibatan Rendah Perbedaan besar antar
merek
Perilaku pembelian yang rumit
Perilaku pembelian yang mencari variasi Perbedaan kecil antar
merek
Perilaku pembelian yang mengurangi
ketidaknyamanan
Perilaku pembelian yang rutin/ biasa
Sumber: Henry Assael (dalam Sunarto, 2006:97) 1. Perilaku pembelian yang rumit
Perilaku pembelian yang rumit terdiri dari proses tiga langkah. Pertama, pembeli mengembangkan keyakinan tentang produk tersebut. Kedua, ia membangun sikap tentang produk tersebut. Ketiga, ia membuat pilihan pembelian cermat. Konsumen terlibat dalam perilaku pembelian yang rumit bila mereka sangat terlibat dalam pembelian dan sadar akan adanya
(46)
perbedaan-perbedaan besar di antara merek. Perilaku pembelian yang rumit itu lazim terjadi bila produknya mahal, jarang dibeli, beresiko dan sangat mengekspresikan diri.
2. Perilaku pembelian yang mengurangi ketidaknyamanan
Kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam sebuah pembelian namun melihat sedikit perbedaan di antara berbagai merek. Keterlibatan yang tinggi didasari oleh fakta bahwa pembelian tersebut mahal, jarang dilakukan, dan beresiko. Dalam kasus itu, pembeli akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia namun akan membeli dengan cukup cepat, barangkali pembeli sangat peka terhadap harga yang baik atau terhadap kenyamanan berbelanja, Contohnya, pembelian karpet merupakan keputusan dengan keterlibatan yang tinggi karena karpet itu mahal dan mengekspresikan kepribadian, namun pembeli mungkin menganggap sebagian besar merek karpet pada tingkat harga tertentu mempunyai kualitas yang sama.
3. Perilaku pembelian karena kebiasaan
Banyak produk dibeli dengan kondisi rendahnya keterlibatan konsumen dan tidak adanya perbedan merek yang signifikan. Perilaku konsumen dalam kasus produk dengan keterlibatan rendah tidak melalui urutan umum keyakinan, sikap dan perilaku konsumen tidak secara luas mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik merek, dan memutuskan merek apa yang akan dibeli. Sebaliknya, konsumen menjadi penerima informasi pasif melalui menonton televisi atau melihat iklan di media cetak. Pengulangan iklan menciptakan keakraban merek daripada keyakinan merek. Setelah pembelian, konsumen bahkan mungkin tidak mengevaluasi pilihan tersebut karena merek
(47)
tidak banyak terlibat dengan produk tersebut. Jadi, bagi produk dengan keterlibatan rendah, proses pembelian dimulai dengan keyakinan merek yang dibentuk oleh pemahaman pasif, dilanjutkan oleh perilaku pembelian, dan kemudian mungkin diikuti oleh evaluasi.
4. Perilaku pembelian yang mencari variasi
Beberapa situasi pembelian ditandai oleh keterlibatan konsumen yang rendah, namun perbedaan merek yang signifikan. Dalam situasi itu, konsumen sering melakukan peralihan merek. Misalnya, kue kering. Konsumen memiliki beberapa keyakinan tentang kue kering, memilih merek kue kering tanpa melakukan banyak evaluasi, dan mengevaluasi produk selama konsumsi. Namun pada kesempatan berikutnya, konsumen mungkin mengambil merek lain karena bosan atau ingin mencari rasa yang berbeda.
2. Pengertian Harga
Pepadri (dalam Usahawan No. 10 Th XXXI Oktober 2002) menyimpulkan bahwa harga adalah sejumlah uang yang ditentukan perusahaan sebagai imbalan barang atau jasa yang diperdagangkan dan sesuatu yang lain yang diadakan perusahaan untuk memuaskan keinginan konsumen dan merupakan salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan pembelian.
Dalam arti yang paling sempit, harga (price) adalah jumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa. Lebih luas lagi, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut (Kotler dan Armstrong, 2001:439).
(48)
3. Persepsi Harga
Pada saat konsumen melakukan evaluasi dan penilaian terhadap harga dari suatu produk sangat dipengaruhi oleh perilaku dari konsumen itu sendiri. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh empat aspek utama (Setiadi, 2003:11), yaitu: faktor-faktor kebudayaan (kebudayaan dan kelas sosial), faktor-faktor-faktor-faktor sosial (kelompok referensi, keluarga, peran dan status), faktor pribadi (umur dan tahapan dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup dan kepribadian serta konsep diri), dan faktor-faktor psikologis (motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap). Sedangkan pengertian persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti (Sunarto, 2006:94). Dengan demikian penilaian terhadap harga suatu produk dikatakan mahal, murah atau biasa saja dari setiap individu tidaklah harus sama, karena tergantung dari persepsi individu yang dilatarbelakangi oleh lingkungan kehidupan dan kondisi individu.
4. Persepsi Harga Terhadap Kualitas
Harga mempunyai kontribusi terhadap kualitas sehingga kita sering mendengar ungkapan you got what you’ve paid for (Soehadi, 2005:78). Dengan kata lain, harga dan persepsi kualitas mempunyai hubungan yang positif, yaitu semakin mahal harga suatu produk tersebut maka akan mencerminkan kualitas produk atau istilah umumnya “uang/ harga ada matanya”. Konsumen menggunakan harga sebagai indikator kualitas (Nagle dan Holden, dalam Usahawan No. 10 Th XXXI Oktober 2002), sebagai berikut:
(49)
1) Konsumen percaya ada perbedaan kualitas di antara berbagai merek dalam suatu produk kategori.
2) Konsumen percaya kualitas yang rendah dapat membawa resiko yang lebih besar.
3) Konsumen tidak memiliki informasi lain kecuali merek terkenal sebagai referensi dalam mengevaluasi kualitas sebelum melakukan pembelian.
5. Persepsi Harga Terhadap Nilai
Persepsi nilai adalah evaluasi menyeluruh dari kegunaan suatu produk yang didasari oleh persepsi konsumen terhadap sejumlah manfaat yang akan diterima dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan atau secara umum di pikiran konsumen value dikenal dengan istilah “value for money”, “best value”, dan “you get what you pay for” (Morris dalam Usahawan No. 10 Th XXXI Oktober 2002). Menurut Zeithaml dan Bitner (dalam Usahawan No. 10 Th XXXI Oktober 2002), pengertian harga terhadap nilai dari sisi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a. Value is low price
Kelompok konsumen yang menganggap bahwa harga murah merupakan value yang paling penting buat mereka sedangkan kualitas sebagai value dengan tingkat kepentingan yang lebih rendah. Strategi harga yang harus dilakukan adalah:
1) Odd Pricing
Menggunakan harga yang tidak biasa digunakan umum, misal diskon 81 %.
(50)
2) Synchro Pricing
Memberikan harga dengan faktor-faktor pembeda yang menyebabkan sensitivitas harga meningkat, misal: place, timing, quantity.
3) Penetration Pricing
Menetapkan harga rendah terutama pada saat introduction untuk menstimulasi konsumen melakukan trial.
4) Discounting
Memberikan potongan harga untuk menciptakan sensitivitas terhadap harga sehingga tercipta pembelian.
b. Value is whatever I want in a product or services
Bagi konsumen dalam kelompok ini, value diartikan sebagai manfaat, kualitas yang diterima bukan semata harga saja atau value adalah sesuatu yang dapat memuaskan keinginan. Strategi harga yang dapat dilakukan:
1) Prestige Pricing
Penetapan harga premium untuk menjaga image sebagai produk dengan kualitas yang sangat baik dan memberikan image yang berbeda bagi yang memiliki atau menggunakan merek.
2) Skimming Pricing
Menetapkan harga yang lebih tinggi dari rata-rata kesediaan untuk membayar, umumnya pada saat produk tersebut dalam tahap perkenalan. Produk tersebut mempunyai nilai lebih dibandingkan produk sebelumnya serta didukung dengan biaya promosi yang tinggi.
(51)
c. Value is the quality I get for the price I pay
Konsumen pada kelompok ini mempertimbangkan value adalah sesuatu manfaat/ kualitas yang diterima sesuai dengan besaran harga yang dibayarkan. Adapun pendekatan harga yang dapat dilakukan adalah:
1) Value Pricing
Menciptakan value lebih dari aspek manfaat atau besaran yang dapat dibandingkan dengan harga itu sendiri, biasanya dengan strategi bundling.
2) Market Segmentation Pricing
Memberikan harga berbeda-beda sesuai dengan segmen yang didasari
value yang diterima.
d. Value is what I get what I give
Konsumen menilai value berdasarkan besarnya manfaat yang diterima
dibandingkan dengan pengorbanan yang dikeluarkan baik dalam bentuk besarnya uang yang dikeluarkan, waktu dan usahanya. Pendekatan harga yang dapat dilakukan:
1) Price Framing
Memberikan tarif yang berbeda-beda sesuai dengan pembagian kelompok berdasarkan besarnya manfaat yang diterima.
2) Price Bundling
Memberikan harga untuk dua jasa/ produk yang saling komplemen.
Kotler (dalam Usahawan No. 10 Th XXXI Oktober 2002) menyimpulkan bahwa konsumen dalam menerima suatu value atau nilai dari suatu harga sangat dipengaruhi oleh:
(52)
a. Konteks
Kesediaan konsumen untuk berkorban dengan membayar harga yang lebih mahal, dibandingkan kehilangan nilai lain yang lebih penting pada saat itu, sehingga dapat dikatakan value produk tersebut sangat tinggi.
b. Ketersediaan Informasi
Memiliki informasi yang banyak dan lengkap maka konsumen akan mendapatkan value atas produk tersebut.
c. Asosiasi
Dalam upaya peningkatan value dari suatu produk dengan cara menaikkan harga, produsen harus memperhatikan asosiasi konsumen terhadap pengalaman yang dimiliki selama ini.
6. Harga Premium
Srinivasan dan Chan Su Park (dalam Simamora, 2003:55) menilai harga premium sebagai perbedaan harga maksimal antara merek yang paling disukai dengan merek yang paling tidak disukai, yang dapat diterima konsumen. Sebagai gambaran, konsumen rela membeli air mineral merek Aqua dengan harga lebih tinggi dibandingkan harga air mineral bermerek Ades, Dua Tang, Vit, dan lain-lain, padahal bila merek produk tersebut ditanggalkan dan berbagai merek air mineral tersebut disajikan dalam gelas yang seragam, konsumen sulit membedakan produk-produk tersebut. Kesediaan konsumen untuk membayar dengan harga lebih tinggi untuk merek Aqua menunjukkan penghargaan mereka yang “lebih” kepada merek Aqua tersebut dibandingkan kepada para pesaingnya.
Harga premium bisa meningkatkan laba dan memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Berbagai sumber daya ini bisa digunakan
(53)
dalam berbagai upaya membangun merek seperti menguatkan kesadaran/ asosiasi atau segala akitivitas penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan mutu suatu produk. Harga premium tidak hanya memberikan sumber daya, melainkan juga bisa menguatkan kesan kualitas. Pendapat “anda mendapatkan apa yang anda bayar” bisa sangat berguna terutama dalam kasus dimana informasi obyektif mengenai barang dan jasa tertentu tidak tersedia sewaktu-waktu (www.dahlanforum.wordpress.com).
Harga premium dapat menjadi satu-satunya pengukuran ekuitas merek yang tersedia, karena pengukuran ini langsung menangkap konsumen yang loyal dengan cara yang relevan. Jika konsumen loyal, secara logis mereka akan bersedia untuk membayar lebih tinggi (harga premium). Jika mereka tidak bersedia membayar lebih tinggi, tingkat loyalitas mereka rendah (Durianto, et.al, 2004:19).
(54)
A. Sejarah Singkat Perusahaan
PT Sophie Martin Indonesia merupakan perusahaan Multi Level Marketing (MLM) yang beroperasi di Indonesia sejak tahun 1994. Sudah lebih dari 13 tahun lamanya Sophie Martin berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Perusahaan ini tumbuh menjadi perusahaan penyedia produk fashion yang mempunyai peranan penting di Indonesia. Sophie Martin didirikan pada 21 Juli 1994, terdaftar dalam APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia) dengan nama PT Sophie Martin Indonesia dan member ID 0025/09/98. Klasifikasinya adalah produk fashion dan kosmetik. Pada awal pendirian memiliki modal dasar sebesar Rp.100.000.000,00. Kantor pusatnya berada di Gedung HERO I lantai 3 Jl. Gatot Subroto Kav. 64 No. 177 A Jakarta Selatan.
Sophie Martin tidak memiliki pabrik. Perusahaan ini menggunakan sistem subkontrak dengan menjalin kerja sama dengan beberapa perajin tas dari berbagai wilayah di Jabotabek untuk pengerjaan produksinya. Kualitas produk senantiasa dijaga oleh Sophie Martin dengan melakukan quality control yang cukup ketat secara periodik, mulai dari kontrol hard copy (seperti bahan baku dan pola) sampai kontrol ke pabrikan. Saat ini PT Sophie Martin Indonesia memiliki jaringan pemasaran dengan lebih dari 900.000 anggota (member), 400 unit pusat bisnis (Business Centre) yang tersebar di seluruh Indonesia, serta empat cabang/perwakilan di luar negeri, yaitu:
(55)
1. Filipina
Sophie Paris Filipina Inc. (SPFI) didirikan pada tahun 2003 melalui kesepakatan kerja sama antara Sophie Martin Indonesia dan sebuah perusahaan lokal di Filipina. SPFI terletak di Shaw Boulevard Mandaluyong Manila. SPFI mempunyai 39 karyawan yang dikelola oleh Bapak Guillaume Ricard yang bekerja keras untuk dapat melayani 50
Business Centre (BC) beserta 80.000 membernya.
2. Australia
Sophie Martin hadir di Perth, Australia sejak tahun 2004. 3. Singapura
Sophie Martin hadir di Singapura sejak Januari 2007. Ada tiga Business
Centre (BC) yang memberikan pelayanan kepada para member di
Singapura dan Malaysia 4. Brunei Darussalam
Sophie Martin Brunei telah dibuka sejak Juli 2007. Ada dua Business
Centre (BC) yang membeli produk Sophie Martin dari Indonesia dan
menjualnya di Brunei.
Perusahaan Sophie Martin memiliki tiga nilai (value), yaitu: 1. Tim kerja yang profesional
Tim kerja yang profesional yang bekerja dengan komitmen sesuai potensi dan keahliannya untuk menciptakan produk berkualitas dan memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan.
(56)
2. Semangat untuk maju
Sophie Martin didukung oleh sumber daya manusia yang profesional, dan semangat tinggi untuk maju menjadi perusahaan Multi Level Marketing (MLM) fashion nomor satu di Indonesia dan Asia.
3. Inovasi terdepan
Sebagai leader dalam bisnis MLM fashion, Sophie selalu melakukan inovasi
baru untuk menciptakan peluang bisnis dan produk berkualitas untuk kepuasan pelanggan.
Perusahaan Sophie Martin sukses membangun industri fashion melalui
Multi Level marketing (MLM) di Indonesia karena selalu fokus mengelola
bisnisnya dan konsisten melakukan beberapa strategi marketing, diantaranya: 1. Menerbitkan katalog setiap dua bulan sekali
2. Menampilkan produk yang terbaik pada setiap katalognya 3. Design yang trendi
4. Harga yang kompetitif dan terjangkau 5. Mengadakan promosi pada setiap penerbitan
6. Fashion show oleh Business Center (BC) setiap enam bulan sekali
7. Acara mall to mall 8. Memberikan sponsorship
Produk Sophie Martin yang merupakan produk fashion meliputi tas, pakaian, aksesoris dan kosmetik serta produk perawatan kulit. Produk-produk tersebut telah memikat dan melekat kuat di hati masyarakat Indonesia mulai dari ibu-ibu, profesional muda, remaja hingga anak-anak. Produk tas menyumbang sebesar 60 % dari total penjualan dalam satu tahun terakhir ini, sementara pakaian
(57)
menyumbang sebesar 20 %, aksesoris 10 % dan kosmetik 10 %. Secara historis, produk tas memang selalu menjadi penyumbang terbesar pendapatan Sophie Martin.
B. Visi dan Misi Sophie Martin 1. Visi Sophie Martin
Visi Sophie Martin adalah menjadi perusahaan Multi Level Marketing (MLM)
fashion nomor satu di Asia yang didukung oleh Sumber daya Manusia (SDM)
profesional.
2. Misi Sophie Martin
Misi Sophie Martin adalah menjadi terkenal di seluruh Asia dan tetap menjadi
leader di bidang Multi Level Marketing dengan membangun
member/karyawan secara berkesinambungan.
C. Tas Sophie Martin
Tas merupakan produk fashion pertama yang diproduksi oleh PT Sophie Martin Indonesia. Produk ini dirancang dan dikembangkan oleh Sophie Martin, seorang wanita berkebangsaan Perancis, yang namanya digunakan sebagai brand PT Sophie Martin Indonesia.
Tas-tas Sophie Martin disukai masyarakat Indonesia karena memiliki desain praktis dan fashionable, serta kualitas yang terjaga rapi, sehingga produk ini sejak awal terlihat berbeda dari tas lokal umumnya. Harga tas Sophie Martin cukup terjangkau, disesuaikan dengan target pasar PT Sophie Martin Indonesia, yakni menengah ke bawah. Kehadiran tas Sophie Martin menjadi alternatif utama
(58)
kaum menengah ke bawah bagi kebutuhan dan keinginan mereka akan produk bagus dan berkualitas dengan harga terjangkau.
Sophie Martin tidak lagi bekerja sendiri dalam mendesain tas. Saat ini PT Sophie Martin Indonesia memiliki 17 desainer sehingga terdapat kurang lebih 350 item di setiap katalog baru dan 75 % diantaranya merupakan hasil rancangan terbaru. Proses produksi tas dilakukan dengan kontrol kualitas yang ketat. Dalam hal ini, PT Sophie Martin Indonesia memiliki tim inspeksi untuk mengontrol kualitas produk. Perusahaan ini juga menjaga kualitas bahan baku yang hingga saat ini masih diimpor dari Korea, Cina, Jepang dan Perancis. Beberapa contoh tas Sophie Martin dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:
(59)
Tabel 3.1
Produk Tas Sophie Martin Produk Tas sophie Martin
Tahiti Rivette Pepette
Josette Sycamore Crimp
(60)
Produk Tas sophie Martin
Alameda Orville Millicent
Sunshine Anoush Hortense
Sorley Wallygator Amphore
(61)
D. Profil Singkat Business Centre (BC) Rosida
Business Centre (BC) Rosida merupakan salah satu dari dua belas
Business Centre (BC) Sophie Martin yang terdapat di Kota Medan. Perwakilan
(Business Centre (BC)) Rosida dipimpin oleh Rosida. Berawal dari tekad dan semangat yang kuat serta kerja keras, Rosida memulai kegiatan bisnis Sophie Martin pada tahun 1997. Pada awalnya, Rosida adalah anggota (member) biasa dengan peringkat awal president dan menjadi downline Binsar Siahaan yang berada di kota Binjai.
Sophie Martin merupakan bisnis yang mengandalkan para anggota (member) atau jaringan untuk mendukung kenaikan peringkat (level). Oleh karena itu, Rosida senantiasa berusaha memperluas jaringan dengan merekrut downline.
Pada bulan September 2002, Business Centre (BC) Rosida resmi sebagai perwakilan Sophie Martin karena telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PT Sophie Martin Indonesia, yaitu:
1. Memiliki tempat yang representative di lokasi yang strategis 2. Memiliki kecukupan permodalan
3. Memiliki kemampuan melakukan acara dan pengembangan jaringan 4. Melengkapi data aplikasi calon BC
5. Minimal peringakat Gold Franchise
6. Minimal memiliki Total Penjualan Grup (TPG) Rp. 50.000.000,00 HK (Harga Katalog)
7. Minimal memiliki 100 downline langsung
8. Minimal memperoleh bonus jaringan Rp. 2.000.000 9. Minimal memperoleh Bonus Master Winner (BMW) 30 %
(62)
Saat ini, Business Centre (BC) Rosida memiliki 13.698 anggota (member) dan hasil penjualan lebih dari Rp. 200.000.000,00 per bulan dan mengelola enam karyawan untuk dapat melayani membernya.
(1)
Reliability
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0 Excluded
(a) 0 .0
Total 30 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
Alpha N of Items .868 20
Item Statistics
Mean Std. Deviation N VAR00001 4.6667 .47946 30 VAR00002 4.4000 .49827 30 VAR00003 4.7000 .46609 30 VAR00004 4.8667 .34575 30 VAR00005 4.8000 .40684 30 VAR00006 3.9667 .55605 30 VAR00007 4.5333 .50742 30 VAR00008 4.6333 .49013 30 VAR00009 4.6333 .49013 30 VAR00010 4.5000 .50855 30 VAR00011 4.3667 .61495 30 VAR00012 4.6333 .49013 30 VAR00013 4.8333 .37905 30 VAR00014 4.7333 .52083 30 VAR00015 3.4667 .73030 30 VAR00016 4.0333 .55605 30 VAR00017 3.9333 .63968 30 VAR00018 3.9333 .63968 30 VAR00019 3.5000 .77682 30 VAR00020 3.6667 .71116 30
(2)
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted VAR00001 82.1333 32.464 .358 .865 VAR00002 82.4000 32.593 .318 .866 VAR00003 82.1000 32.645 .335 .866 VAR00004 81.9333 32.823 .431 .864 VAR00005 82.0000 32.828 .355 .865 VAR00006 82.8333 31.454 .463 .862 VAR00007 82.2667 30.961 .607 .857 VAR00008 82.1667 31.385 .550 .859 VAR00009 82.1667 31.661 .498 .861 VAR00010 82.3000 31.597 .489 .861 VAR00011 82.4333 31.357 .423 .863 VAR00012 82.1667 31.868 .459 .862 VAR00013 81.9667 31.964 .593 .859 VAR00014 82.0667 31.306 .527 .859 VAR00015 83.3333 29.885 .530 .859 VAR00016 82.7667 30.875 .561 .858 VAR00017 82.8667 31.361 .402 .864 VAR00018 82.8667 30.189 .576 .857 VAR00019 83.3000 31.114 .338 .869 VAR00020 83.1333 29.430 .611 .855
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items 86.8000 34.648 5.88628 20
Regression
Variables Entered/Removed(b)
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method 1
BrandLoyalt y, BrandAware
ness, PerceivedQ
uality, BrandAssoc
iation(a)
. Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: HargaPremium
(3)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate 1 .607(a) .369 .342 2.33000
a Predictors: (Constant), BrandLoyalty, BrandAwareness, PerceivedQuality, BrandAssociation
ANOVA(b)
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. 1 Regressio
n 301.216 4 75.304 13.871 .000(a) Residual 515.744 95 5.429
Total 816.960 99
a Predictors: (Constant), BrandLoyalty, BrandAwareness, PerceivedQuality, BrandAssociation b Dependent Variable: HargaPremium
Coefficients(a) Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig. Collinearity Statistics
B
Std.
Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 10.27
4 2.121 4.845 .000 BrandAwarene
ss -.152 .215 -.081 -.706 .482 .502 1.993 PerceivedQuali
ty .054 .344 .022 .158 .875 .351 2.849 BrandAssociati
on .572 .196 .448 2.915 .004 .282 3.551 BrandLoyalty .208 .137 .222 1.525 .131 .313 3.198 a Dependent Variable: HargaPremium
Residuals Statistics(a)
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 19.0724 25.4348 22.5200 1.74430 100 Std. Predicted Value -1.977 1.671 .000 1.000 100 Standard Error of
Predicted Value .286 .928 .505 .131 100 Adjusted Predicted Value 19.1877 25.5644 22.5212 1.75705 100 Residual -5.76792 5.45777 .00000 2.28244 100 Std. Residual -2.476 2.342 .000 .980 100 Stud. Residual -2.517 2.466 .000 1.006 100 Deleted Residual -5.96290 6.04961 -.00117 2.41002 100 Stud. Deleted Residual -2.592 2.536 -.002 1.018 100 Mahal. Distance .499 14.699 3.960 2.687 100 Cook's Distance .000 .132 .011 .021 100 Centered Leverage Value .005 .148 .040 .027 100 a Dependent Variable: HargaPremium
(4)
LEMBAR KUESIONER
A.
Umum
Responden yang terhormat,
Pertanyaan dalam kuesioner ini sebagai data untuk penyusunan skripsi
dengan judul “ Pengaruh Brand Equity Tas Sophie Martin Terhadap
Kesediaan Membayar Harga Premium ( Studi Kasus Pada BC Rosida
Medan)”, pada program Sarjana Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU).
Kami mengharapkan kesediaan saudara untuk menjawabnya dengan baik. Terima
kasih atas kerja samanya.
B.
Identitas Responden
Nama :
Usia :
Pekerjaan
:
Sudah berapa kali Anda membeli tas Sophie Martin?
a.
2 kali
b.
Lebih dari 2 kali
C. Keterangan:
STS
: Sangat Tidak Setuju
TS
:
Tidak
Setuju
KS
:
Kurang
Setuju
S
:
Setuju
(5)
Isilah kuesioner ini dengan tanda (X) pada kolom yang tersedia
A. Variabel Brand Awareness STS
TS
KS
S
SS
1.
Anda mengenal Sohie Martin
sebagai merek sebuah tas
2.
Anda akan memasukkan merek
Sophie Martin ke dalam alternatif
pilihan ketika akan membeli sebuah
tas
3.
Ketika ditanya merek tas apa yang
Anda ingat, Anda akan menyebut
Sophie Martin
B. Variabel Perceived Quality STS
TS
KS
S
SS
1.
Desain tas Sophie Martin bagus dan
menarik
2.
Tas Sophie Martin adalah tas yang
berkualitas tinggi
C. Variabel Brand Association STS
TS
KS
S
SS
1.
Tas Sophie Martin unik dan lebih
baik dibanding merek lain
2.
Harga tas Sophie Martin sesuai
dengan kualitas produknya
3.
Mode tas Sophie Martin selalu up to
date
4.
Tas Sophie Martin memiliki citra
trendi dan fashionable
D. Variabel Brand Loyalty
STS
TS
KS
S
SS
1.
Anda tertarik untuk membeli
kembali tas Sophie Martin bila ada
kesempatan
2.
Tas Sophie Martin adalah pilihan
terbaik
3.
Anda menyarankan/
mempromosikan kepada orang lain
untuk membeli tas Sophie Martin
4.
Anda puas selama menggunakan tas
Sophie Martin
5.
Tas Sophie Martin membuat Anda
tampil lebih percaya diri
(6)