Islam dan budaya lokal: studi tentang upacara Manganan di Desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban.

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
(Studi Tentang Upacara Manganan di Desa Jati Kecamaatn Soko Kabupaten Tuban)
SKRIPSI:
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata
Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:
DIAN OVI ARISTA
NIM: E92213057
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017

ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yag berjudul “Islam dan
Budaya Lokal (Studi Tentang Upacara Manganan di Desa Jati Kecamatan Soko
Kabupaten Tuban)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dua persoalan,
yaitu : Pertama Bagaimana pelaksanaan upacara manganan di desa Jati

Kecamatan Soko Kabupaten Tuban, yang Kedua Bagaimana makna upacara
manganan bagi masyarakat di desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu Penelitian ini menggunakan
pendekatan fenomenologi agama. Pengolahan datanya secara kualitatif yang
bersifat deskriptif. yaitu penelitian yang menggunakan metode observasi,
wawancara, dan juga dokumentasi. Kedua metode ini menjadi langkah awal bagi
penyusun untuk melihat, mengamati, dan menyelidiki fakta-fakta empiris yang
terjadi, setelah penyusun melakukan wawancara dengan Kepala Desa, masyarakat
sekitar dan juga tokoh agama yang melakukan uapacara manganan. Peneliti
berusaha mengungkapkan suatu fenomena atau objek yang terjadi secara terus
menerus tanpa memberikan suatu pembenahan pada objek yang bersangkutan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Melakukan upacara manganan di
lakukan tanpa adanya paksaan dari orang lain, karena makna dari upacara
manganan bagi masyarakat di desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban ini
merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rizki melalui tanaman yang ditanam oleh masyarakat dengan cara
mengimplementasikan melalui upacara manganan ini. Masyarakat Jati perlu
memelihara alam sekitarnya karena pada dasarnya masyarakat itu sendiri
mempunyai ketergantugan dengan alam sekitar. Upacara manganan ini dilakukan
karena mereka percaya bahwa melakukan upacara manganan setiap tahunnya agar

hasil panen yang lebih baik lagi dan juga memintakan selamat bagi sawah dan
ladang agar hasilnya melimpah.

Kata Kunci : Islam, Tradisi Lokal, Manganan

vi

DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM .......................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .................................................... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI...................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
BAB I: PENDAHULUAN
A.
B.
C.

D.
E.
F.
G.
H.
I.

LatarBelakangMasalah ................................................................ 1
RumusanMasalah ......................................................................... 7
TujuanPenelitian .......................................................................... 7
Manfaat Penelitian ....................................................................... 8
Penegasan Judul ........................................................................... 9
Tinjauan Pustaka .......................................................................... 8
Kajian Teoritik ............................................................................. 11
Metode Penelitian ........................................................................ 13
Sistematika Pembahasan .............................................................. 18

BAB II: ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
A. Pengertian Agama dan Budaya .................................................... 20
B. Hubungan Agama dan Budaya .................................................... 27

C. Teori Clifford Geertz ................................................................... 30
BAB III: PENYAJIAN DATA PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Keadaan Geografis ................................................................. 34
2. Keadaan Demografis .............................................................. 36
3. Keadaan Sosial Ekonomi ....................................................... 37
4. Keadaan Sosila Keagamaan ................................................... 39
5. Keadaan Sosial Budaya.......................................................... 41
B. Tradisi Uapacara Manganan
1. Sejarah Upacara Manganan ................................................... 42
2. Prosesi Upacara Manganan .................................................... 46
3. Maksud dan Tujuan Upacara Manganan ............................... 51
BAB IV: ANALISIS DESKRIPSI UPACARA MANGANAN
A. Prosesi Upacara Manganan .......................................................... 53
B. Makna Upacara Manganan ......................................................... 55

x

BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 63

B. Penutup ........................................................................................ 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penyebaran Islam di Jawa

Timur khusunya di Pulau Jawa umumnya

dilakukan dengan pendekatan sosio-theologis yakni memperhatikan kondisi
masyarakat dan kondisi kepercayaan yang hdidup dalam masyarakat. Agama
Islam diajarkan secara mudah, seringakali menempuh cara-cara menyesuaikan diri
dengan alam pikiran serta dapat kebiasaan yang telah berlaku di masyarakat.
penyebaran Islam dilakukan secara bijaksana tanpa ada paksaan sama sekali.
Islam tersebar denagn damai dan lancar. 1

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat
dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual keagamaan yang
di laksanakan dan di lestarikan oleh masing-masing pendukungnya. Ritual
keagamaan tersebut mempunyai bentuk atau cara melestarikan serta maksud dan
tujuan yang berbeda-beda antara kelompok masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lainnya. Hal ini di sebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan
tempat tinggal, adat serta tradisi yang di wariskan secara turun temurun. Upacara
keagamaan dalam kebudayaan suku bangsa biasanya merupakan unsur
kebudayaan yang paling tampak lahir.

1

Sjam Sudduha, Corak dan Gerak Hinduisme dan Islam d Jawa Timur (Surabaya : CV
Sunan Indah, 1990), 31-32
1

2

Budaya merupakan kebudayaan masa lampau yang diwariskan dalam
bentuk sikap, perilaku sosial, kepercayaan, prinsip-prinsip, dan kesepakatan

perilaku. Hal ini berasal dari pengalaman di masa lampau yang membentuk
perilaku masa kini. Di indonesia, terdapat berbagai macam tradisi yang masih
dijaga baik oleh pengikutnya. Bisa dalam bentuk adat istiadat, ritual, dan juga
upacara keagamaan. Dalam pelaksanaannya terpengaruh oleh lingkungan
setempat dan adanya kepercayaan masyarakat primitif terhadap dinamisme dan
animisme kadangkala masih dimiliki oleh masyarakat tertentu, dengan
dilakukannya pemujaan terhadap ruh leluhur yang diyakini menguasai daerah
masyarakat tersebut. sehingga kepercayaan tersebut masih melekat dan tidak
lenyap oleh waktu. 2
Namun dalam agama-agama lokal atau primitif ajaran-ajaran agama
tersebut tidak di lakukan dalam bentuk tertulis tetapi dalam bentuk lisan
sebagaimana terwujud dalam tradisi-tradisi atau upacara-upacara. Sistem ritus dan
upacara dalam suatu religi berwujud aktifitas dan tindakan manusia dalam
melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, dewa-dewa roh nenek moyang,atau
mahluk halus lain, dan dalam usahannya untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan
mahluk gaib lainnya.Ritus atau upacara religi itu biasanya berlangsung secara
berulang-ulang, baik setiap hari, setiap musim atau kadang-kadang saja.

2


Zakiyah Drajat, Perbandingan Agama ,(Jakarta : Bumi Aksara, 1996), 177

3

Salah satunya adalah budaya manganan atau bisa disebut dengan bersih
desa.3 Berbagai tradisi itu secara turun temurun dilestarikan oleh para
pendukungnya dengan berbagai motivasi dan tujuan yang tidak lepas dari
pandangan hidup masyarakat jawa pada umumnya. Karena masyarakat jawa
menurut Niel Mulder sangat menekankan pada ketentraman batin, keselarasan dan
keseimbangan. Serta sikap menerima terhadap segala peristiwa yang terjadi.4
Manusia juga mempunyai peluang untuk berikhtiar dengan kemampuan
yang dimiliki, setidak-tidaknya dengan berdoa, mohon pertolongan kepadanya.
Namun terdapat pula upaya yang lebih diwarnai oleh nilai-nilai yang bersumber
dari kepercayaan primitif. Kepercayaan masyarakat jawa tentang roh dan
kekuatan gaib telah dimulai sejak zaman prasejarah.5
al-Qur’an menjelaskan bahwasanya manusia diajak untuk memperhatikan
alam sekitarnya langit, bumi, gunung, hewan dan tumbuh-tumbuhan, bulan,
matahari, bintang bahkan manusia dan kejadiannya sendiri itu semua adalah alam
atau yang telah diberikan oleh sang Khaliq kepada manusia untuk bertindak
secara moral dan dengan tindakan moral itu berarti ikut menentukan proses sebab

akibat.6
Upacara tradisional pada hakikatnya dilakukan untuk menghormati,
memuja, mensyukuri dan minta keselamatan pada leluhurnya dan tuhannya.
Pemujaan dan penghormatan kepada leluhur bermula dari perasaan takut, segan
3

Slamet DS, Upacara Tradisional Dalam Kaitan Peristiwa Kepercayaan,(Depdikbud,
1984), 168.
4
Niels Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, ( Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1981), 65.
5
H. Abdul Jamil, dkk, Islam Dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gema Media, 2002),
125.
6
Ismail R.Faruki, Islam dan Kebudayaan, (Bandung: Mizan, 1984), 50.

4

dan hormat terhadap leluhurnya. Perasaan ini timbul karena masyarakat

mempercayai adanya sesuau yang luar biasa yang berada diluar kekuasaan dan
kemampuan manusia yang tidak nampak oleh mata. Penyelenggaraan upacara
adat beserta aktivitas yang menyertainya ini mempunyai arti bagi warga
masyarakat yang bersangkutan, hal ini dianggap sebagai penghormatan terhadap
roh leluhur dan rasa syukur terhadap Tuhan.
Syukur disini maksudnya menghargai nikmat, menghargai pemberi nikmat
dan mempergunakan nikmat itu menurut kehendak dan tujuan pemberi nikmat.
Nikmat itu akan tetap tumbuh dan berkembang, apabila disyukuri. Sebaliknya
apabila nikmat itu tidak disyukuri, nikmat tadi akan bertukar dengan siksaan.
Siapa yang mensyukuri nikmat, dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri.
Setiap orang hendaklah pandai mensyukuri nikmat, menghargai jasa dan
menghargai orang yang berjasa.
Masyarakat khususnya orang Jawa mempunyai kepercayaan bahwa suatu
peristiwa alam berkaitan dengan alam semesta, lingkungan sosial dan spiritual
manusia.

7

Orang Jawa, hidup ini penuh dengan Upacara, itu semula dilakukan


dalam rangka untuk menangkal pengaruh buruk dari daya kekuatan gaib yang
dikehendaki yang akan membahayakan bagi kelangsungan kehidupan manusia,
tentu dengan upacara diharapkan pelaku upacara agar hidup senantiasa dalam
keadaan selamat. Salah satunya adalah berupa8 upacara manganan. Manganan di
desa Jati khususnya di lakukan masyarakat untuk bersyukur kepada Allah dan

7

Sidi Ghazalba, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu (Jakarta : Pustaka Antara, 1986),
144
8
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 375.

5

juga untuk melanjutkan tradisi yang sudah ada sejak jaman nenk moyang kita.
masyarakata tersebut menganggap bahwa tradisi tersebut membawa berkah bagi
kehidupannya tersebut, karena mereka meyakini bahwa saat melakukan tradisi
manganan hidup mereka akan makmur dan sejahtera.
Biasanya sesuatu yang sakral adakalnya tidak berbentuk pada benda-benda
yang kongkret seperti dewa-dewa, malaikat, roh-roh dan lain-lain, yang sakral
pada umumnya dijadikan sebagai objek atau sarana penyembahan dari upacaraupacara keagamaan dan diabadikan dalm ajaran kepercayaan. Dalam ajaran
kepercayaan inilah kemudian muncul adanya ritual-ritual yang diatur oleh aturan
tertentu sesuai kepercayaan dan keyakinan agama manusia, atau adat tertentu
suatu masyarakat. Aturan-aturan inilah yang kemudian mengikat mereka,
sehingga sesuai keyakinan suatu masyarakat jika ingin selamat dari bencana dan
malapetaka, maka harus melakukan aturan-aturan tersebut. Dengan demikian,
mitos ini kemudian berubah menjadi ritus dan ritus menjadi simbol dan simbol
menjadi norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. Kalau sudah menjadi
norma, maka harus ditepati, jika tidak sanksinya adalah malapetaka dan dijauhi
oleh masyarakat setempat di mana ia tinggal.9
Sebagian besar masyarakat Jawa telah memiliki suatu agama secara
formal, namun dalam kehidupannya masih nampak adanya suatu sistem
kepercayaan yang masih kuat dalam kehidupan religinya, seperti kepercayaan
terhadap adanya dewa, makhluk halus, atau leluhur. Semenjak manusia sadar akan
keberadaannya di dunia, sejak saat itu pula ia mula memikirkan akan tujuan
9

Y.Sumandiyo Hadi, Seni dalam Ritual Agama,31.

6

hidupnya, kebenaran, kebaikan, dan Tuhannya. Tradisi dan budaya itulah yang
barangkali bisa dikatakan sebagai sarana pengikat orang Jawa yang memiliki
status sosial yang berbeda dan begitu juga memiliki agama dan keyakinan yang
berbeda. Kebersamaan di antara mereka tampak ketika pada momen-momen
tertentu mereka mengadakan upacara-upacara (perayaan) baik yang bersifat ritual
maupun seremonial yang syarat dengan nuansa keagamaan.
Dalam hal ini penulis ingin mengangakat tentang upacara manganan yang
terjadi di desa Jati, .Perwujudan rasa syukur masyarakat yang telah bertahan
selama bertahun-tahun dari warisan nenek moyang

masih tetap dijaga dan

disakralkan dari tahun ke tahun tanpa ada perubahan sedikitpun. Bentuk
sinkretisme kebudayaan dengan agama Islam yang berjalan dengan baik sampai
kemajuan kebudayaan modern. Penjagaan tempat yang dinamakan punden masih
diskralkan untuk

pelaksanaan upacara ritual sedekah bumi dan tetap dijaga

tempatnya sampai sekarang. Penulis mencoba mengkaji ritual upacara manganan
yang merupakan tradisi yang mengalami kemodernan yang biasa dilaksanakan
oleh masyarakat di desa Jati dalam setiap tahunnya.
Karena mereka meyakini bahwa saat melakukan tradisi manganan hidup
mereka akan makmur dan sejahtera. Upacara manganan ini di lakukan tanpa
adanya paksaan dari orang lain, karena ini merupakan wujud syukur masingmasing orang atas nikamt yang dia miliki, bahkaan di lakukan dengan dengan
membaca sholawat, tahlilan dan sebagainya
Latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik ingin meneliti
tentang budaya dan tradisi yang masih ada dan dilaksanakan sampai sekarang di

7

Desa Jati dengan mengambil judul Islam dan Budaya Lokal (Studi Tentang
Upacara Manganan di Desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas dapat ditarik beberapa
permasalahan yang tekait dengan inti pembahasan, diantaranya:
1.

Bagaimana pelaksanaan upacara manganan di desa Jati Soko Tuban ?

2.

Bagaimana makna upacara manganan bagi masyarakat di desa Jati Soko
Tuban ?

C. Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan dari
penulis di dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Ingin mengetatahui proses pelaksanaan upacara manganan di desa Jati Soko
Tuban ?
2. Untuk mengetahui makna upacara manganan bagi masyarakat di desa Jati Soko
Tuban ?

D. Kegunaan Penelitian
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
Sebagai pengembangan ilmu SAA khususnya MK Islam Budaya lokal,
dari segi antropologi dan juga fenomenologi, menambah wacana ilmu dan

8

menghasilkan konsep-konsep baru dalam upaya meningkatkan pemahaman
mengenai upacara manganan dan juga mnedapat penjelasan dari masyarakat Jati
tentang upacara manganan, dan bagaimana masyarakat Jati melaksanakan upacara
tersebut.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah suatu ilmu pengetahuan baru
bagi pembaca atau para audien tentang upacara manganan, disamping itu dpat
memberi masukan bagi peneliti

E. Penegasan Judul
dengan peneltian yang berjudul “Islam dan Budaya Lokal (Studi Tentang
Upacara Manganan Bagi Masyarakat Islam di Desa Jati Soko Tuban )akan
diuraikan lebih jelas lagi sebagai berikut.
Studi

:Pelajaran, menggunakan waktu dan fikiran untuk memperoleh
ilmu pengetahuan.10

Upacara

:Tanda-tanda kebesaran.

Manganan :Tradisi manganan yang dilakukan setiap tahun sekali setelah
panen tiba
Masyarakat :Sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh
suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.11
Desa Jati

10
11

: Salah satu desa yang terdapat diwilayah Tuban.

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), 965.
Masyarakat, http://kbbi.web.id/. diakses pada 28/03/2017

9

Jadi maksud judul tersebut adalah mengamati dan mendisripsikan tentang
tradisi upacara manganan bagi masyarakat desa Jati kecamatan Soko kabupaten
Tuban.

F. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari pengulanagan si penulis ingin menjelaskan
beberapa pnelitian yang sebelumnya sudah di lakukan oleh orang lain. si penulis
sadar bahwa tradisi manganan bukanlah yang pertama kali di lakukan oleh
peneliti yang lain, beberapa penelitian tersebut.
Yang pertama Sri Balai Antasari dalam skripsinya yang berjudul “
Persepsi Masyarakat Muslim Terhadap Upacara Mitoni di Desa Karangmalang
Kec. Ketanggungan Kab. Brebes”. Ini menjelaskan bahwasanya upacara mitoni,
ini menjelaskan tentang bagaimana acara tersebut di laksanakan dan juga
bagaimana tata cara melaksanakan upacara mitoni tersebut, karena pada
dasarnya upacara mitoni ini merupakan hasil budaya sekaligus warisan nenk
moyang yang kaitannya dengan persepsi masyarakat mengenai upacara adat
dikatakan bahwa kebudayaan ini masih diperlukan. 12
Yang kedua dilakukan M. Alif Nur Hidayat “Penyimpangan Aqidah
Dalam Sedekah Laut di Kelurahan Bandengan Kecamatan Kota Kendal
Kabupaten Kendal”. Ini menjelaskan bahwasanya sedekah laut itu pada
hakikatnya merupakan adat-istiadat namun dalam melaksanakannya seolah-olah
Sri Balai Antasari, “Persepsi Masyarakat Muslim Terhadap Upacara Mitoni di Desa
Karangmalang Kec. Ketanggungan Kab. Brebes”. (Skripsi, STAIN Pekalongan, 2009)

12

10

bagian dari ibadah keagamaan. dan cara pelaksanannya masih banyak
bertentangan dengan agama, sehingga dapat menjadikan sedekah laut itu tidak
bertentangan dengan aqidah islam.13
Yang ketiga dilakukan oleh I’in Muajazriyah “ Persepsi Masyarakat
Pesisir Pantai Celong Tentang Tradisi Nyadran dan Implikasinya dalam
Pendidikan Keagamaan”. ini menjelaskan bahwasanya tradisi nyadran mereka
lebih giat melaut untuk mencari ikan dan meninggalkan pendidikan keagamaan
mereka. 14
Yang keempat dilakukan oleh Rizalatul Umami “Nilai-Nilai Penddikan
Islam dalam Tradisi Sedekah Bumi pada Masyarakat Nyatnyono”, bahwasanya
skripsi ini menjelaskan tentang nilai-nilai ttentang ajaran islam yang terkandung
dalam tradisi tersebut, tentang kerukunan dan juga gotong royong masyarakatnya.
15

Dari beberapa hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang diuraikan di
atas, penelitian ini lebih menjelaskan tentang upacara ritual bagi masyarakat
Islam. Dan budaya upacara mitoni, penyimpangan sedekah laut dan juga persepsi
masyarakat pantai tentang tradisi tersebut yang lebih memilih melaut dan
meniggalkan keagamaan. Sedangkan dalam penelitian ini yaitu terkait dengan
tradisi upacara ritual manganan belum ada yang menulis sebelumnya. Denga
M. Alif Nur Hidayat, “Penyimpangan Aqidah Dalam Sedekah Laut di Kelurahan
Bandengan Kecamatan Kota Kendal Kabupaten Kendal”, (Skripsi, IAIN Walisongo
Semarang, 2013).
14
I’in Mujaziyah, “Persepsi Masyarakat Pesisir Pantai Celong Tentang Tradisi Nyadran
dan Implikasinya dalam Pendidikan Keagamaan”, (Skripsi, STAIN Pekalongan, 2010)
15
Rizalatul Umami, Nilai-Nilai Penddikan Islam dalam Tradisi Sedekah Bumi pada
Masyarakat Nyatnyono”,( Skripsi, STAIN Salatiga, 2012)
13

11

demikian dalam penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana cara Upacara
Manganan itu di laksanakan oleh masyarakat setempat dan juga makna dari
Upacara Manganan tersebut.

G. Kajian Teoritik
Konsep kebudayaan yang di kemukakan oleh Geertz memang sebuah
konsep yang dianggap baru pada masanya, seperti dalam bukunya Interpretation
of Culture, ia mencoba mendefinisikan kebudayaan yang beranjak dari konsep
yang diajukan oleh Kluckholn sebelumnya, yang menurutnya agak terbatas dan
tidak mempunyai standar yang baku dalam penentuannya.
Berbeda dengan Kluckholn, Geetz menawarkan konsep kebudayaan yang
sifatnya interpretatif, yaitu : sebuah konsep semiotik, dimana Geetz melihat
kebudyaan sebagai suatu teks yang perlu diinterpretasikan maknanya daripada
sebagai suatu pola perilaku yang sifatnya kongkrit.16
Geertz secara jelas mendefinisikan “ kebudayaan adalah suatu sistem
makna dan simbol yang disusun”. Dalam pengertian dimana individu-individu
mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaanya dan memberikan penilaianpenilaiannya, suatu pola makna yang ditransmisikan secara historis diwujudkan di
dalam

bentuk-bentuk

simbolik

melalui

sarana

dimana

orang-orang

mengkomunikasikan, mengabdikannya, dan mengembangkan pengetahuan dan
sikap-sikapnya ke arah kehidupan, suatu kumpual peralatan simbolik untuk
mengatur perilaku, sumber informasi yang ekstrasomatik.” Karena kebudayaan

16

Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, (Yogyakarta : Kanisius Press, 1922), 5.

12

merupakan suatu simbolik, maka proses budaya harusla dibaca, diterjemahkan,
dan diinterprestasiakan.17
Konsep kebudayaan simbolik yang dikemukakan oleh Geertz di atas
adalah suatu pendekatan yang sifatnya hermeneutik, yaitu: suatu pendekatan yang
lazim dalam dunia semiotik. Pendekatan hermeunetik inilah yang kemudian
menginspirasikan Geertz untuk melihat kebudayaan sebagai teks-teks yang harus
dibaca, ditransliterasikan, dan diinterpretasikan.
Pengaruh hermeunetik dapat dilihat dari beberapa tokoh sastra dan filsafat
yang mempengaruhinya, seperti Kenneth Burke, Susanne Langer, Paul Ricouer
dan lain-lainnya. Seperti Langer dan Burke yang mendefinisikan keistimewaan
manusia sebagai kapasitas mereka untuk berperilaku simbolik. Dari Paul Ricouer.
Geertz mengambil gagasan bahwa bangunan pengetahuan manusia yang ada,
bukan merupakan kumpulan laporan rasa yang luas tetapi sebagai suatu struktur
fakta yang merupakan simbol dan hukum yang mereka beri makna. Dengan
deSmikian tindakan manusia dapat menyampaikan makna yang dapat dibaca,
yakni suatu perlakuan yang sama seperti kita memperlakukan teks tulisan.18
Geertz memfokuskan konsep kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang
menjadi pedoman masyarakat untuk bertindak dalam mengahadapi berbagai
permasalahan hidupnya, sehingga pada akhirnya konsep budaya lebih merupakan
sebagai pedoman penilaian terhadap gejala-gejala yang dipahami oleh si pelaku
kebudayaan tersebut. Makna berisi penilaian-penilaian pelaku yang ada dalam
kebudayaan tersebut. Dalam kebudayaan, makna tidak bersifat individual tetapi
17
18

Adam Kuper, Culture (Cambridge: Harvard University Press, 1999), hlm 98.
Ibid,. 98

13

publik, ketika sistem makna kemudian menjadi milik kolektif dari suatu
kelompok. kebudayaan menjadi suatu pola makna yang diteruskan secara historis
terwujud dalam simbol-simbol. Kebudayaan juga menjadi suatu sistem konsep
yang diwariskan yang terungkap dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengannya
manusia berkomunikasi, melestarikan, dan memperkembangkan pengetahuan
mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap kehidupan.19

H. Metode Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian, untuk mencapai suatu kebenaran yang
ilmiah maka harus menggunakan metode penelitian, hal ini bertujuan untuk
memperoleh data yang valid dan juga mempermudah penulis dalam penelitian ini.
adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dengan cara :
1.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.menurut Sutrisno Hadi
penelitian kualitatif adalah penelitian yang datanya hanya dapat diukur secara
tidak langsung.20 Penelitian kualitatif ini adalah proses dimana penelitian dan
pemahaman yang didasarkan pada aspek metodologi yang menyelidiki suatu
fenomena yang saat ini ada pada permukaan masyarakat. Alasan penulis
memilih metode jenis ini adalah subjek yang diteliti ini terjadi pada fenomena
lingkungan sekitar dan disini dan juga disini penelitian yang merupakan hasil

19

Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan (Yogyakarta : Kanisius Press, 1992) ,3.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid 1,( Yogyakarta: Penerbitan Fakutas
Psikologi UGM, 1981), hlm.74.

20

14

dari keyakinan masyarakat tentang upacara manganan pada masyarakat islam
tersebut.
2.

Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a.

Sumber Primer
Data ini merupakan hasil dari hasil penulis saat sedang terjun di

lapanagan, yang berupa keteranggan dari pihak yang yang bersangkutan
dengan masalah ini. maka disini dijelaskan bahwa penulis perlu membatasi
permasalahan yang akan dibahas saja dan fokus pada permasalahan tersebut.
mengingat segala informasi yang di peroleh dari lapangan pada saat
wawancara. Diantaranya adalah subjek yang diteliti adala makna upacara
manganan tersebut seperti apa, dan masalanya di batasi dikarenakan agar
tidak melebar dari pembahasan, serta dapat mendiskripsikan fenomena yang
terjadi sekarang dan bagaimana seseorang mengikuti upacara manganan yang
dilaksanakan masyarakat tersebut , apa saja yang di lakukan mereka pada saat
upacara dan sebagainya.
b. Sumber Sekunder
Data yang diperoleh bersumber dari data yang sifatnya sebagai
pendukung data primer. Bentuk data skunder ini juga bisa seperti dokumen
penelitian yang sebelumnya. Pengumpulan data ini merupakan pengumpulan
dokumen

(bahan-bahan

tertulis)

sebagai

mengumpulkan data yang lebih valid lagi.

dasar

penelitian

untuk

15

3. Metode Pengumpulan Data
Metode ini sesuai dengan jenis penelitian dan sumber data yang
digunakan, maka teknik pengumpulan data digunakan penulis sebagi berikut :
a.

Observasi
Observasi ini merupakan suatu teknik pengumpulan data yang mana

penulis melakukan pengamatan yang dilakuakn secara mencatat, merekam
dan juga mengamati semua yang terjadi pada saat menyelidiki fenomena
tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik observasi untuk
mengadakkan penelitian secara langsung tentang kehidupan subjek tentang
tradisi manganan di desa Jati, Penulis terjun langsung ke lapangan untuk
mencari data selengkap-lengkapnya. Metode ini di gunakan untuk menggali
data tentang prosesi upacara manganan di desa Jati.
b.

Wawancara
Metode ini digunakan untuk mnegumpulkan data yang diperoleh dari

hasil wawancara dan tanya jawa secara langsung.21 Metode ini digunakan
penulis dengan cara dialog tanya jawab kepada subjeknya lgsungatau tokoh
masyarakat sekitar.
Metode ini digunakan untuk menggali informasi dari orang tersebut
dan mendapatkan bukti kebenarannya, akan tetapi, tidak kemungkinan
metode-metode penelitian lain yang sekiranya dapat menunjang dalam
perolehan data penelitian secara valid turut pula diterapkan. Dalam hal ini si
21

Sutrisno Hadi, Metode Research II, (Yogyakarta: Adi Offset, 1989), hlm 192.

16

penulis lebih membawa pedoman yang merupakan garis besar tentang
masalah yang diteliti yaitu upacara manganan bagi masyarakat. Metode ini di
gunakan untuk menggali data tentang sejarah upacara manganan di desa Jati.
Adapun sumber yang akan diwawancarai adalah anggota masyarakat
setempat yang diketahui jumlahnya apabila informasi dari hasil wawancara
dirasa penulis cukup. Anggota masyarakat yang menjadi narasumber juga
diperoleh dari masyarakat desa.
c.

Dokumentasi
Selain menggunakan metode wawancara dan observasi, akan tetapi

penulis juga kan mengunakan metode dokumentasi. Dokumentasi merupakan
suatu kejadian yang datanag hanya sekali saja, bisa dicetak, ditulis, bahkana
bisa dibaut buku harian dan lainnya. adapun dokumentasi ini bisa
menggunakn kamera, video, dan suara dalam memperoleh suatu hasil dari
wawancara tersebut. Bentuk dari dokumentasi ini berkaitan dengan akibat
perceraian orang tua terhadap keagamaan seseorang. Data ini diambil pada
saat melakukan wawancara kepada orang yang terkait.
4.

Metode Analisis Data
Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan
pemahaman peneliti tentang permasalahan yang diteliti.22 Dalam metode
analisa data, peneliti menggunakan analisa data deskriptif-kualitatif.

22

Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 104.

17

Dalam metode analisa data, peneliti menggunakan analisa data kualitatif
dengan menggunakan model Miles dan Huberman. Langkah-langkah analisa
data diantaranya sebagai berikut : pengumpulan data, reduksi data, penyajian
data dan kesimpulan serta verifikasi.
a. Pengumpulan data, yaitu sesuai dengan cara memperoleh data dengan
wawancara dan observasi.
b. Reduksi data, pada proses ini, data dicatat kembali dengan memilah dan
memilih data yang pling penting kemudian memfokuskan pada data
pokok.
c. Penyajian data, setelah data reduksi kemudian data disajikan. Dengan
tujuan agar mudah dipahami biasanya penyajian data dalam penelitian
kualitatif bersifat naratif.
d. Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
ditemukn

bukti-bukti

yang

kuat

ayng

mendukung

pada

proses

pengumpulan data berikutnya, begitupun sebaliknya jika ditemukan buktibukti yang valid maka kesimpulan yang disampaikan merupakan
kesimpulan yang reliable dan krediabel.23
Penelitain kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang objektif.
Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat
penting. melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian
kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan
keabsahan data dilakukan dengan Trianggulasi. Adapun trianggulasi

23

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, 251-252

18

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu.24
Dalam

memenuhi

keabsahan

data

penelitian

itu

dilakukan

Trianggulasi dengan sumber. Menurut Patton, trianggulasi dengan sumber
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
penelitian kualitatif, trianggulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada
penelitain ini yaitu membandingakn hasil wawancara dengan isi dokumen
yang berkaitan.

I. Sistematika Pembahasan
Untuk

memudahkan

pembahasan

dan

pemahaman

serta

dalam

menganalisis permasalahan yang akan dikaji, maka disusun sistematika
penulisan skripsi sebagai berikut:
BAB I (satu) yaitu pendahuluan yang mana pada bab ini mengawali
seluruh pembahasan yang terdiri dari sub-sub bab, meliputi: latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
judul, telaahkepustakaan, kajian teoritik, metodologi penelitian, dan sitematika
pembahasan.

24

Lexy J. Molcong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Refisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), 330.

19

BAB II (dua) menjelaskan tentang teori yang menjadi landasan teoritik
penelitian tentang: pengertian agama dan budaya, hubungan agama dan budaya,
teori agam adan budaya.
BAB III (tiga) deskripsi data penelitian meliputi sub bahasan lokasi,
menguraikan mengenai gambaran umum lokasi di mana dilakukannya penelitian,
yang dalam penelitian ini mengambil lokasi di desa Jati.
BAB IV (empat) merupakan analisa dari hasil peneliti dalam skripsi ini, berisi
analisa dan pembahasan mengenai upacara manganan di desa Jati
BAB V (lima) yaitu penutup, yang mana bab ini menjadi bagian akhir dan
seluruh rangkaian penyusunan skripsi ini yang mana di dalamnya berisikan
kesimpulan mengenai hasil respon lapangan yang didapat dari penelitian dan
saran-saran.

BAB II
ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

A. Seputar Agama dan Budaya
1. Agama dalam Definisi
Banyak sekali menyebutkan bahwa agama berasal dari bahasa sansakerta,
yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Maka agama berarti
tidak kacau (teratur). Dengan demikian agama itu adalah peraturan, yaitu
peraturan yang mengatur keadan manusia, maupun mengenai sesuatu yang gaib,
mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup bersama. 1
Ada beberapa istilah lain dari agama, antara lain religi, religion (inggris),
religie (belanda) religio/relegae (latin) dan dien (arab). Kat religion (bahasa arab)
dan religie (bahasa belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa
tersebut, yaitu bahasa laatin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti
mengikat.2
Agama Islam yang asli adalah yang bersumber pada al-Qur’an dan alHaditsh, serta pengalamam yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Pemahaman
agama yang utuh meliputi tiga aspek, yaitu iman, Islam, dan Ihsan.3
Yang pertama, iman adalah membenarkan dengan hati, menyatakan dengan
lisan, dan mewujudkannya dengan amal perbuatan. Kedua Islam, dalam bahas
Arab disebut al-din yang berarti agama, memiliki makna dasar mematuhi,

1

Faisal Ismail. Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi Historis,
(Jogyakarta : Titian Ilahi Pres, 1997), 28.
2
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2002). 13.
3
Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa, (Bandung: Mizan Media Utama, 2003), 9.
20

21

menyerahkan, dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Al-din tidak lain adalah
norma suci yang dengannya kehidupan mesti dibentuk. Dalam konteks sosial,
Islam adalah yang memeberitahukan kepada manusia apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dihindari. Sedangkan dalam tataran yang lebih dalam, Islam
adalah cara memahami dunia dan diri sendiri. Ketiga, ihsan menyangkut dimensi
yang lebih luas melampaui iman dan Islam. Ihsan, menyangkut wilayah hati yang
berkaitan dengan kebajikan (hasan) dalam relung kedalaman jiwa.4
Pokok-pokok ajaran Islam adalah akidah, syari’at, dan akhlak. Akidah adalah
keyakinan atau keimanan, yang mengisyaratkan hati seseorang kepada sesuatu
yang diyakini atau diimaninya, dan ikatan tersebut tidak boleh dilepaskan selama
hidupnya. Syariah, adalah kumpulan norma-norma hukum yang menata
kehidupan manusia baik dalam hubungan dengan Tuhan, maupun dengan umat
manusia lainnya. Dan akhlak, merupakan tingkah laku, peringai, budi pekerti atau
tabiat.5 Islam telah mengatur sedemikian rupa kehidupan berketuhanan dan
kehidupan sosial dalam pokok ajarannya
Menurut Zakiyah Darajat agama adalah proses hubungan manusia yang
dirasakan terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa sesuatu lebih tinggi dari pada
manusia.6 Sedangkan Cliffort Geertz mengistilahkan agama sebagai (1) sebuah
sistem simbol-simbol yang berlaku untuk (2) menetapakn suasana hati dan
motivasi yang kuat, yang meresapi dan yang tahan lama dalam diri manusia
dengan (3) merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatana umum eksitensi

4

Ahmad Kholil, Islam Jawa: sufisme dalam etika & Tradisi Jawa, 8.
Asy’ari dkk, Pengantar studi Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2004), 75.
6
Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bitang, 2005),10.
5

22

dan (4) membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualitas,
sehingga (5) susana hati dan motivasi-motivasi itu tampak realistis.7
Definisi diatas cukup menjelaskan secara runtut keseluruhan keterlibatan
antara agama dan budaya. Pertama, sistem simbol adalah segala sesuatu yang
membawa dan menyampaikan ide kepada seseorang. Ide dan simbol tersebut
bersifat publik, dalam arti bahwa meskipun masuk dalam pikiran pribadi individu,
namun dapat dipegang terlepas dari otak individu yang memikirkan simbol
tersebut. Kedua, agama dengan adanya simbol tadi bisa menyebabkan seseorang
marasakan, melakukan atau termotivasi untuk tujuan tertentu. Orang yang
termotivasi tersebut akan dibimbing oleh seperangkat nilai yang penting, baik dan
buruk maupun benar dan salah bagi dirinya. Ketiga, agama bisa membentuk
konsep-konsep tentang tatanan seluruh eksistensi. Dalam hal ini agama terpusat
pada makna final suatu tujuan pasti bagi dunia. Keempat, konsepsi–konsepsi dan
motivasi tersebut membentuk pancaran faktual yang oleh Geertz diringkas
menjadi dua, yaitu agama sebagai “etos”dan agama sebagai “pandangan hidup”.
Kelima, pancaran faktual tersebut akan memunculkan ritual unik yang memiliki
posisi istimewa dalam tatanan tersebut, yang oleh manusia dianggap lebih penting
dari apapun.8
Menurut Thouless memandang agama sebagai hubungan praktis yang
dirasakan dengan apa yang dipercayai makhluk atau sebagai wujud yang lebih
tinggi dari manusia. 9

7

Cliffort Geertz, Kebudayaan dan Agama, (Jogyakarta : Kanisius, 1992), 5.
Daniels L. Pals, Seven Theories, Tujuh Teori Agama, 343-346
9
Sururin, Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), 4.

8

23

Sebagai apa yang dipercayai, agama memiliki peranan penting dalam hidup
dan kehidupan manusia baik secara pribadi maupun secara kelompok. Secara
umum agama berfungsi sebagai jalan penuntun penganutnya untuk mencapai
ketenangan hidup dan kebahgiaan di dunia maupun di kehidupan kelak.
Menurut Hendro Puspito, fungsi agama bagi manusia meliputi
a.

Fungsi Edukatif
Manusia mempercayakan fungsi edukatif pada agama yang mencakup
tugas mengajar dna membimbing. keberhasilan pendidikan terletak pada
nilai-nilai rohani yang merupakan pokok-pokok kepercayaan agama. Nilai
yang diresapkan antara lain: makna dan tujuan hidup, hati nurani, rasa
tanggung jawab dan Tuhan.

b.

Fungsi penyelamatan
Agama dengan segala ajarannya memberikan jaminan kepada manusia
keselamatan di dunia dan akhirat.

c.

Fungsi Transformatif
Agama mampu melakukan perubahan terhadap bentuk kehidupan
masyarakat lama ke dalam bentuk kehiduapn baru. Hal ini dapat berarti pula
menggantikan nilai-nilai lama dengan menanamkan niali-nilai baru.
Transformasi ini dilakukan pada nilai-nilai adat yang kurang manusiawi.
sebagai contoh kaum Qurais pada zaman Nabi Muhammad yang memiliki
kebiasaan jahiliyah karena kedatangan Islam sebagai agama yang

24

menanamkan nilai-nilai baru sebagai nilai-nilai lama yang tidak menusiawi
dihilangkan. 10
Karena inti pokok dari semua agama adalah kepercayaan tentang adanya
Tuhan, sedangkan persepsi manusia tentang Tuhan dengan segala konsekuensinya
beranekaragam,

maka agama-agama yang dianut manusia di dunia ini pun

bermacam-macam pula. Barangkali, karena kondisi seperti inilah Mukti Ali
mengatakan :
Barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi
selain dari kata agama. Paling sedikit ada tiga alasan untuk hal ini. Pertama,
karena pengalaman agama itu adalah soal batini dan subyektif, juga sangat
individualistik. Alasan kedua, bahwa barangkali tidak ada orang yang
berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih daripada membicarakan
agama maka dalam membahas tentang arti agama selalu ada emosi yang kuat
sekali hingga sulit memberikan arti kalimat agama itu. Alasan ketiga,bahwa
konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang
memberikan pengertian agama itu.11
2. Budaya dalam Definisi
Apabila kita berbicara tentang kebudayaan maka kita akan langsung
berhadapan dengan makna dan arti tentang budaya itu sendiri, seiring dengan
berjalannya waktu banyak para ilmuwan yang sudah menfokuskan kajiannya
untuk mempelajari fenomena kebudayaan yang ada di masyarakat, mulai dari
sarjana barat sebut saja Geertz. 12

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bmentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai

10

Sururin, Ilmu Jiwa Agama ,12.
Mukti Ali, Agama Universitas dan Pembangunan, (Bandung : Penerbit IKIP, 1971), 4.
12
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyai dalam Masyarakat Jawa,(Jakarta : Dunia
Pustaka Jaya, 1981).
11

25

hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai daya dan
aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. 13
Berikut pengertian budaya atau kebudaan menurut beberapa ahli : Geertz
dalam bukunya “Mojokuto Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa”, mengatakan
bahwa budaya adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun dalam
pengertian dimana individu- individu mendefinisikan dunianya, menyatakan
perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya, suatu pola makna yang
ditransmisikan secara historis, diwujudkan dalam bentuk- bentuk simbolik melalui
sarana

dimana

orang-

orang

mengkomunikasikan,

mengabdikan,

dan

mengembangkan pengetahuan, karena kebudayaan merupakan suatu sistem
simbolik maka haruslah dibaca, diterjemahkan dan diinterpretasikan. 14
Seorang antropolog Inggris Edward B. Taylor (1832-1917).15 mengatakan
bahwa

13

kultur

adalah

keseluruhan

yang

kompleks

termasukdidalamnya

Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyai dalam Masyarakat Jawa.
Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2011) 154
15
Edward B. Tylor adalah orang Inggris yang mula-mula mendapatkan pendidikan dalam
kesusastraan dan peradaban Yunani dan Rum klasik yang kemudian tertarik pada dunia
etnografi dan mulai melakukan beberapa kajian terkait fenomena keagamaan, salah satu
bukunya yang terkenal adalah Primitive Culture; Research into the Development of
Mythology, Philosophy,Religion, Language, Art and Custom (1874), dalam
Koenjtaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I (Jakarta : UI Press, 1987) 48.
14

26

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat dan segala kemampuan
dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai seorang anggota masyarakat.16
Ralph Linton yang memberikan definisi kebudayaan yang berbeda dengan
pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari- hari kebudayaan adalah seluruh
cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara
hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan.17
Salah seorang guru

besar antropologi

Indonesia Kuntjaraningrat

berpendapat bahwa “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah bentuk
jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal, sehingga menurutnya kebudayaan
dapat diartikan sebagai hal- hal yang bersangkutan dengan budi dan akal, ada juga
yang berpendapat sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi- daya yang
artinya daya dari budi atau kekuatan dari akal. 18
Sementara Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi merumuskan
kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan
jasmaniah yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar
kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat.19

16

William A. Haviland, Antropologi, Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 1985), Hal 332.
Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 151.
18
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1993), 9.
19
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar (Bogor : GHalia
Indonesia, 2006), 21.
17

27

B. Hubungan Agama dan Budaya
Fenomena kehidupan masyarakat dilihat dari aspek dan budaya yang
bagaimana menempatkan posisi agama dan posisi budaya dalam suatu kehiduapn
masyarakat. Dalam kehidupan manusia, agama dan budaya jelas tidak berdiri
sendiri, keduanya memliki hubungan yang sangat erat, agama sebagai pedoman
hidup manusia yang diciptakan oleh Tuhan, dalam menjalani kehidupannya.
Sedangkan budaya adalah sebagai kebiasaan tata cara hidup manusia yang
diciptakan oleh manusia itu sendiri dari hasil daya cipta, rasa dan karsanya yang
diberikan oleh Tuhan. agama dan kebudayaan saling mempengaruhi kebudayaan,
kelompok masyarakat, dan suku bangsa. 20
Agama yang digerakkan budaya timbul dari proses interaksi manusia
dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi
dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan
beberapa kondisi yang objektif. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan
berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif
dari kehidupan penganutnya.Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling
merusak, kuduanya justru saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma
yang mengatakan bahwa ” Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia
yang berbudaya belum tentu beragama”.21
Sebagai sebuah kenyataan sejarah, agama, dan kebudayaan dapat saling
memengaruhi karena keduanya memiliki nilai dan simbol. Agama adalah simbol
20

Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, 1.
Baihaqi An Nizar, Hubungan Agama dan Kebudayaan, http://baihaqiannizar.blogspot.co.id/2015/03/hubungan-agama-dan-kebudayaan.html (jumat 14 juni
2017, 03.40)

21

28

yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan juga mengandung
nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya. Agama memerlukan
sistem simbol. Dengan kata lain, agama memerlukan kebudayaan. Namun
keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi, dan
tidak mengenal perubahan. 22
Penggunaan simbol dalam wujud budayanya, ternyata dilaksanakan
dengan penuh kesadaran, pemahaman dan juga penghayatan yang tinggi, dan
dianut secara tradisional dari satu generasi ke generasi berikutnya.

23

Hingga saat

ini, agama dan budaya merupakan suatu hal yang tetap menarik untuk dibahas,
kehidupan manusia pun tidak dapat lepas dari budaya dan agama, Keduanya
saling berkaitan dan menyusun pola hidup manusia. Agama dan budaya
merupakan dua hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, keduanya skaing
bahu-membahu dalam menyusun seubuah karakter bagi manusia, yaitu sesuatu
yang hidup dalam diri manusia yang tampak dalam kehidupan kesehariannya. 24
Manusia adalah mahkluk budaya. pernyataan ini mengandung pengertian
bahwa kebudayaan merupakan ukuran bagi tingkah laku serta kehidupan manusia.
kebudayaan pun menyimpan niali-nilai bagaimana tanggapan manusia terhadap
dunia, lingkungan serta masyaraktnya. seperangkat niali-nilai yang menjadi
landasan pokok bagi penentuan sikap terhadap dunia luar, bahkan menjadi dasar
setiap langkah yang dilakukan.25
Andik Wahyu Muqoyyidin, “ Dialektika Islam dan Budaya Jawa”, Jurnal Kebudayaan
Islam, Vol. 11, No. 1 ( Juni, 2013),7.
23
Budiono Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta : Hanindita Graha
Widia, 2001), 1
24
Clifford Geertz, Agama dan Kebudayaan, ( Yogyakarta : Kanisius, 1995), 8-9
25
Ibid,.
22

29

Agama yang ada di masyarakat itu ada kalanya tampil dengan ekspresi
yang sangat unik dan varian. keunikan itu terlihat terutama mereka ketika
menganggap dan meyakini bahwa alam itu sebagai subjek, yaitu meliliki
kekuatan, pengaruh dan sakral. keyakinan ini pada gilirannya memanifestasikan
menjadi praktik mitos yang sangat subur di kalangan mereka. sementara itu agama
senantiasa mengembalikan secara autentik keyakinan mereka kepada hal yang
lebih abstrak, yaitu doktrin Allah berupa wahyu.26
Agama erat kaitaanya dengan simbol sebagai media penghubung antara
yang esa dengan manusia. pada kenyataannya seperti sholat dalam agama islam
merupakan gerakan simbolik untuk memuja Allah, dalam agama-agama yang lain
juga terdapat simbol dalam berbagai rangkaian ritual pemujaan terhadap
Tuhannya. 27
Dalam prosesnya dari ajaran-ajaran kepercayan muncul adanya ritualritual yang diatur oleh aturan-aturan tertentu sesuai denagn kepercayaan dan
keyakinan atau adat tertentu sesuai dengan kepercayaan dna keyakinan atau adat
tertentu suatu masyarakat. Aturan seperti ini yang mengikat masyarakat atau
kelompok masyarakat untuk terus melakukannya dengan harapan jauh dari
malapetaka. 28
Agama Islam sendiri banyak memberikan norma-norma atau aturan
tentang kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain. Jika dilihat dari
26

H.Roibin, Agama Dan Budaya Masyarakat Kontemporer, (Malang : UIN Malang Press,
2009), 72
27
Toyyib dan Sugianto, Islam dan Pranata Sosial Kemasyarakatan (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2002), 94.
28
Sumandiyo Hadi, Seni dalam Ritual Agama Jawa, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006
)31

30

kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal

yang perlu

diperjelas.Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat
Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat.29 Hubungan
agama, kebudayaan dan masyarakat serta agama berfungsi sebagai alat pengatur
pengontrol dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang
ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan,
struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Pengaruh timbal balik antara
agama dan budaya, dalam arti agama mempengaruhi kebudayaan, kelompok
masyarakat, suku bangsa.
Walaupun agama dan budaya saling berhubungan erat sebab keduanya
mengatur kehidupan sosial dan saling memiliki keterkaitan, akan tetapi agama dan
budaya harus dapat dibedakan. Perbedaan yang paling signifikan yaitu agama
merupakan suatu ajaran yang mengatur kehidupan yang berhubungan dengan
Tuhan dan sesama yang berasal dari Tuhan yang dibawa oleh manusia pilihan.
Sedangkan budaya adalah suatu tatanan masyarakat yang diatur atau yang
dibentuk oleh manusia itu sendiri demi kelangsungan bersama.30

C. Teori Clifford Geertz
Menurut Clifford Geertz Agama merupakan Pattern For Behavior atau
pola tindakan. Agama disini dianggap sebagai bagian dari sistem kebudayaan
Laode Monto Bauto,