Analisis Yuridis terhadap pertimbangan hakim dalam perkara cerai gugat karena istri tidak mau tinggal bersama suami di rumah orang tua suami: analisis Putusan Nomor 1001/Pdt.G/2015/PA.Pmk.

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
PERKARA CERAI GUGAT KARENA ISTRI TIDAK MAU TINGGAL
BERSAMA SUAMI DI RUMAH ORANG TUA SUAMI
(Analisis Putusan Nomor 1001/Pdt.G/2015/PA.Pmk)

SKRIPSI
Oleh
Wardatul Baidho’
NIM. C01213092

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga
Surabaya
2017

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyaan
bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara perceraian dengan alasan
istri tidak mau tinggal bersama suami di rumah orang tua suami dan bagaimana Analisis

Yuridis terhadap putusan hakim Pengadilan Agama Pamekasan Nomor: 1001/Pdt.G/2015/
PA Pmk. Data penelitian ini diperoleh dari Pengadilan Agama Pamekasan yang menjadi
obyek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan
wawancara yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis dengan
menggunakan pola deduktif, yaitu menggambarkan hasil penelitian secara sistematis dengan
melihat masalah khusus yang berupa teks putusan Nomor 1001/Pdt.G/2015/PA.Pmk Tentang
Cerai Gugat karena Istri Tidak Mau Tinggal Bersama di Rumah Orang Tua Suami, melalui
teori atau dalil yang bersifat umum tentang perkawinan, selanjutnya ditarik kesimpulan. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara
perceraian dengan alasan istri tidak mau tinggal bersama suami di rumah orang tua suami
dengan Nomor perkara 1001/Pdt.G/2015/PA.Pmk, pertama, dalil gugatan yang disampaikan
Penggugat (Istri) dalam suarat gugatan: kedua, mempertimbangakan bukti surat (P) serta
keterangan saksi di persidangan: ketiga, Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan dalam analisis yuridis
perceraian dengan alasan pertengkaran dapat dibenarkan secara hukum baik menggunakan
Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 ataupun Pasal 76 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 diubah menjadi Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.
Akan tetapi dalam pelaksanaan laporan gugatan, jika didasarkan pada Pasal 76 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 diubah menjadi Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama,
terdapat pertentangan dengan pasal tersebut. Sedangkan pertimbangan Yuridis yang
digunakan Hakim dalam putusan tersebut, mengindikasikan bahwa Hakim terkesan
menyalahi asas mempersukar proses hukum perceraian yang terkandung dalam Pasal 39 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka ada
beberapa saran yang perlu dicantumkan anatar lain: pertama Dalam setiap kasus perceraian
seharusnya lebih menitik beratkan pada asas mempersukar perceraian agar pertengakaran
atau perselisihan kecil dalam rumah tangga tidak serta merta menjadi alasan untuk
perceraian. Kedua untuk mencapai tujuan pernikahan maka dibutuhkan dukungan dari
seluruh pihak terutama keluarga untuk selalu membimbing keduanya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .........................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................


ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................

iii

PENGESAHAN ..............................................................................................

iv

MOTTO .........................................................................................................

v

PERSEMBAHAN ...........................................................................................

vi

ABSTRAK ......................................................................................................


vii

KATA PENGANTAR ...................................................................................

viii

DAFTAR ISI .................................................................................................

ix

DAFTAR TRANSLITERASI .......................................................................

xi

BAB I

PENDAHULUAN ..........................................................................

1


A. Latar Belakang Masalah .........................................................

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ............................................

4

C. Rumusan Masalah ....................................................................

5

D. Kajian Pustaka .........................................................................

5

E. Tujuan Penelitian .....................................................................

8


F. Kegunaan Hasil Penelitian .......................................................

9

G. Definisi Operasional ................................................................

9

H. Metode Penelitian ....................................................................

10

I.

15

BAB II

Sistematika Pembahasan .........................................................


PERKAWINAN DAN PERCERAIAN DALAM HUKUM
POSITIF
A. Perkawinan .............................................................................

17

1. Pengertian Perkawinan ........................................................

17

2. Tujuan Perkawinan ..............................................................

20

B. Perceraian ................................................................................

22

1. Pengertian Perceraian ..........................................................


22

2. Asas-asas Hukum Perceraian ..............................................

24

3. Sebab-sebab Putusnya Perkawinan .....................................

29

4. Jenis-jenis Putusan Hakim dalam Hukum Acara Perdata ...

32

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5. Alasan Perceraian ................................................................

36


BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG KASUS PERKARA CERAI
GUGAT KARENA ISTRI TIDAK MAU TINGGAL BERSAMA
SUAMI DI RUMAH ORANG TUA SUAMI (Putusan Nomor
1001/Pdt.G/2015/PA.Pmk)
A. Deskripsi Pengadilan Agama Pamekasan .............................

39

B. Kronologi Perkara Cerai Gugat Karena Istri Tidak Mau
Ikut Tinggal Bersama Suami di Rumah Orang Tua Suami ..

41

C. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Agama
Pamekasan Nomor 1001/ Pdt.G/2015/PA.Pmk Tentang
Cerai Gugat Karena Istri Tidak Mau Ikut Tinggal Bersama
Suami di Rumah Orang Tua Suami .......................................

46


BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM CERAI
GUGAT KARENA ISTRI TIDAK MAU TINGGAL BERSAMA
SUAMI DI RUMAH ORANG TUA SUAMI (Putusan Nomor
1001/Pdt.G/2015/PA.Pmk)

BAB V

A. Perselisihan dan Pertengkaran Sebagai Alasan Perceraian .....

52

B. Analisis Pertimbangan Yuridis Hakim dalam Putusan
Nomor 1001/pdt.G/2015/PA.Pmk ...........................................

56

PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................


63

B. Saran .......................................................................................

64

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

65

LAMPIRAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1
dijelaskan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan
dengan Firman Allah SWT dalam surat Ar-Ru>m Ayat 21:
              
     
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”1
Hidup bersama suami istri dalam sebuah perkawinan tidak semata-mata
untuk kebutuhan seks saja, akan tetapi bermaksud agar mereka dapat membentuk
rumah tangga yang bahagia. Rumah tangga yang rukun antara suami istri, hidup
aman dan harmonis serta saling mengerti dan menjalankan tugas sesuai perannya
masing-masing.2
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 mempunyai berbagai asas pokok yang
berhubungan dengan perkawinan, termasuk yang ada kaitannya dengan tujuan

1
2

Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemah,( Semarang: CV. Penerbit JART), 406.
Gatot Supramono, Segi-segi Hukum Hubungan Luar Nikah, (Jakarta: Djambatan, 1998), 7.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2
yang akan dicapai, yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan tersebut bisa terwujud jika tidak
ada faktor-faktor pemicu yang mempengaruhi tidak terwujudnya suatu tujuan
perkawinan itu sendiri. Misalnya dikarenakan adanya kecemburuan yang
berlebihan, tidak adanya keseimbangan dalam mengurus kehidupan rumah
tangga, bertolak belakang dalam berfikir dan bertindak sebagai suami istri karena
tidak setaraf dan bahkan mungkin perselisihan tersebut dikarenakan ada
kaitannya dengan adat kekerabatan, seperti kedudukan martabat, harta pusaka,
harta perkawinan atau berkenaan dengan kehormatan pribadi.3 Sehingga dari
permasalah-permasalahan tersebut akan menimbulkan sebab-sebab putusnya
sebuah perkawinan.
Pada dasarnya di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 telah
dijelaskan dalam Pasal 38 mengenai suatu perkawinan itu dapat putus
dikarenakan “kematian” atau “perceraian”, namun tidak semua perselisihan di
dalam sebuah perkawinan itu akan menimbulkan putusnya suatu hubungan
perkawinan. Hal ini tergantung bagaimana masalah dan cara penyelesaian yang
suami istri tersebut lakukan. Terkadang seringkali permasalahan tersebut tidak
datang dari pihak suami maupun istri, namun sedikit banyak masalah tersebut
terkadang timbul karena adanya campur tangan orang tua yang berlebihan,
hingga pada akhirnya mengarah kepada perceraian. Padahal seyogianya di dalam
sebuah perkawinan di antara suami dan istri diharapkan timbul hubungan kasih
sayang yang baik, sehingga tujuan perkawinan itu benar-benar dapat terwujud.

3

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3
Putusnya perkawinan dikarenakan perceraian baik menurut adat maupun
menurut hukum agama adalah perbuatan tercela, meskipun halal namun
merupakan perbuatan yang sangat dibenci, sebagaimana Rasulullah S.A.W,
bersabda:

.‫اَْ ََ ِل إِ ََ اللَ ِه تَ َع َاَ الطَََ ُق‬
ْ ‫ض‬
َ َ‫صلَى اهُ َعلَْي ِه َو َسلَ َم ق‬
ِ ِ‫ َع ِن الن‬،‫َع ِن ابْ ِن ُع َمَر‬
ُ َ‫ أَبْغ‬:‫ال‬
َ َِ

“Dari Ibnu Umar, dari Nabi, beliau sabda: Sebenci-bencinya perkara
halal di sisi Allah ialah t}alaq”.4

yang

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 39 dikatakan:
“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak dan untuk melakukan perceraian harus ada cukup
alasan, bahwa antara suami-istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai
suami istri”.5
Sehingga dalam hal ini suami atau istri tidak dengan mudah melakukan
atau mengambil suatu keputusan dalam sebuah perceraian. Namun pada
kenyataan di masyarakat, banyak yang melakukan perceraian dengan alasan
sepele. Misalnya seperti cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama
Pamekasan yang termuat dalam putusan Nomor 1001/Pdt. 6/2015/PA. Pmk.
bahwa telah terjadi perceraian dengan alasan karena istri tidak mau tinggal
bersama suami di rumah orang tua suami. Alasan semacam ini merupakan alasan
yang bisa dikatakan sepele, bahkan di dalam Undang-Undang pun tidak termuat
secara jelas tentang alasan istri tidak mau tinggal bersama suami di rumah orang
tua suami.
Dengan demikian, masalah tempat tinggal seharusnya tidak dapat
dijadikan dasar alasan sebuah perceraian, akan tetapi realitanya yang terjadi di
Pengadilan Agama Pamekasan masalah tempat tinggal dijadikan dasar alasan
akibat adanya perselisihan dan pertengkaran. Oleh karena itu, hakim terkesan
seolah-olah menggampangkan suatu perceraian, yang pada hakikatnya hal ini
4

Muh}ammad bin Yazi>d al-Qazwiniy, Sunan Ibn Ma>jah, Jilid I, (Kairo: Da>r al-Ih}ya>’ al-Kutub al-Arabiyah,
tt), 650. Lihat juga Sulaima>n bin al-Ash’ath, Sunan Abi> Da>wud, Jilid III, (Beirut: Da>r al-Risa>lah alAlamiah, 2009), 505.
5
Ibid, 171.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4
bertolak belakang dengan asas hukum perkawinan itu sendiri yaitu “untuk
mempersukar suatu perceraian” dan apabila asas ini tidak terpenuhi maka tujuan
dari perkawinan itupun juga tidak dapat terwujud. Oleh sebab itu penulis merasa
perlu mengangkat permasalahan ini menjadi sebuah penelitian tentang
pertimbangan hakim terhadap perkara cerai gugat dengan alasan istri tidak mau
ikut tinggal bersama suami di rumah orang tua suami (putusan No.
1001/Pdt.G/PA. Pmk).
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan kemungkinan cakupan
masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan melakukan identifikasi
sebanyak mungkin untuk mencari masalah-masalah yang diduga akan muncul
dalam penelitian ini.
Dari deskripsi latar belakang penelitian di atas, dapat ditemukan arah
pembahasan dan batasan permasalahan yang hendak diangkat di antaranya:
1. Intervensi keluarga yang melatarbelakangi adanya suatu perceraian
2. Proses terjadinya Putusan Pengadilan Agama Pamekasan Nomor 1001/
Pdt.G/2015/PA. Pmk
3. Faktor-faktor yang melatar belakangi permasalahan cerai gugat dalam
Putusan Pengadilan Pamekasan Nomor 1001/Pdt.G/2015/PA.Pmk
4. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara perceraian dari keteranganketerangan saksi
5. Pertimbangan yuridis terhadap perkara cerai gugat karena alasan tempat
tinggal.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5
6. Prosedur penjatuhan gugatan cerai dalam Putusan Pengadilan Pamekasan
Nomor 1001/Pdt.G/2015/PA.Pmk Tentang Cerai Gugat karena Istri tidak
Mau Tinggal Bersama Suami di Rumah Orang Tua Suami.
Agar permasalahan dari skripsi ini lebih fokus, maka penulis membatasi
permasalahan untuk dibahas sebagai berikut:
1. Dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara perceraian dengan
alasan istri tidak mau tinggal bersama suami di rumah oarang tua suami
2. Pertimbangan yuridis terhadap putusan hakim Pengadilan Agama Pamekasan
Nomor: 1001/ Pdt.G/2015/ PA. Pmk.
C. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka pokok permasalahan
dalam penelitian ini dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara
perceraian dengan alasan istri tidak mau tinggal bersama suami di rumah
orang tua suami?
2. Bagaimana Analisis Yuridis terhadap putusan hakim Pengadilan Agama
Pamekasan Nomor: 1001/Pdt.G/2015/ PA Pmk?
D. Kajian Pustaka
Perselisihan masalah tempat tinggal sebelumnya sudah pernah dibahas
dibeberapa literatur di antaranya yaitu:
ST. Fatihah dengan judul “KetidakHarmonisan Akibat Perselisihan

Tempat Tinggal Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Perceraian di Pengadilan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Agama Sampang”. Skripsi ini menjelaskan tentang ketidakharmonisan rumah
tangga dikarenakan antara suami istri sudah tidak ada kecocokan lagi dan keduaduanya sama-sama tidak mau tinggal di rumah mertuanya (tidak ada faktor
eksternal). Selain itu skripsi ini dalam pembahasannya lebih fokus terhadap
peran Pengadilan Agama Sampang dalam menekan angka perceraian dikarenakan
perselisihan tempat tinggal, dan skripsi ini bukanlah analisis putusan.6
M. Saifuddin Zuhri dengan judul “Perselisihan Tempat Tinggal Sebagai

Alasan Perceraian (Studi Terhadap Putusan di Pengadilan Agama Yogyakarta
Tahun 2009)”. Skripsi ini lebih fokus menjelaskan tentang faktor yang menjadi
penyebab terjadinya perselisihan karena tempat tinggal, di mana dalam hal ini
timbul dari pihak suami maupun pihak istri yang tidak berkenan diajak tinggal
bersama dan tidak ada campur tangan dari pihak ketiga. Selain itu skripsi ini juga
membahas tentang dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara
perselisihan tempat tinggal dari segi tinjauan hukum Islam.7
Afifatus Sakdiyah dengan judul skripsi “Perselisihan Suami Istri Akibat

Perbedaan Tempat Tinggal dan Cara Penyelesaian di Pengadilan Agama
Lamongan”. Skripsi ini lebih fokus terhadap aspek penyelesaian perkara suami
istri karena perselisihan tempat tinggal di Pengadilan Agama Lamongan, di mana

6

ST Fatihah, “Ketidakharmonisan Akibat Perselisihan Tempat Tinggal Sebagai Faktor Dominan
Terjadinya Perceraian di Pengadilan Agama Sumenep” (Skripsi—IAIN, Surabaya, 2006).
7
M. Saifuddin Zuhri, “Perselisihan Tempat Tinggal Sebagai Alasan Perceraian (Studi Terhadap Putusan di
Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2009)” (Skripsi--Yogyakarta, 2011).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7
perselisihan itu murni timbul dari kedua belah pihak (suami istri), dimana dalam
penelitian ini menggunakan putusan lebih dari satu.8
M. Sulaiman dengan judul skripsi “Penentuan Tempat Tinggal Bersama

Oleh Orang Tua Sebagai Penyebab Terjadinya Perceraian di Pengadilan Agama
Sumenep No. 1208/ Pdt.G/2008/ PA.Smp”. Skripsi ini menjelaskan tentang
alasan-alasan penentuan Tempat Tinggal bersama oleh Orang Tua sebagai
penyebab terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Sumenep, dan selanjutnya
penelitian ini menganalisis permasalahan tersebut dengan menggunakan tinjauan
hukum islam.9
Humaidatul Faiqoh dengan judul skripsi “Ketidakharmonisan Dalam

Rumah Tangga Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Cerai Gugat di Pengadilan
Agama Kabupaten Madiun”. Skripsi ini lebih menikberatkan pada faktor
perceraian yang lebih dominan di Pengadilan Agama Madiun, selain itu dalam
skripsi ini yang menjadi dasar analisis yaitu menggunakan Hukum Islam
terhadap perkara-perkara yang berhubungan dengan perkara ketidakharmonisan
dalam rumah tangga.10
Sedangkan dalam penelitian ini penulis membahas tentang “Analisis

Yuridis terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Perkara Cerai Gugat Karena Istri
Tidak Mau Tinggal Bersama Suami Di rumah Orang Tua Suami (Putusan No.
1001/ Pdt.G/2015/ PA. Pmk)”. Meskipun ada keterkaitan dari skripsi-skripsi di
8

Afifatus Sakdiyah, “Perselisihan Suami Istri Akibat Perbedaan Tempat Tinggal dan Cara Penyelesaian di
Pengadilan Agama Lamongan” (Skripsi—IAIN, Surabaya, 2006).
9
Moh. Sulaiman, “Penentuan Tempat Tinggal Bersama Oleh Orang Tua Sebagai Penyebab Terjadinya
Perceraian di Pengadilan Agama Sumenep No. 1208/Pdt.G/2008/PA.Smp” (Skripsi—IAIN, Surabaya,
2009).
10
Humaidatul Faiqoh, “Ketidakharmonisan Dalam Rumah Tangga Sebagai faktor Dominan Terjadinya
Cerai Gugat di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun” (Skripsi—IAIN, Surabaya, 2006).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8
atas, namun penelitian ini mempunyai perbedaan dari masing-masing skripsi di
atas. Penentuan tempat tinggal

dalam penelitian ini juga menjadi alasan

terjadinya perceraian, akan tetapi penentuan tempat tinggal dalam penelitian ini
terdapat unsur intervensi yang disebabkan oleh keluarga masing-masing. Selain
itu penelitian ini difokuskan pada analisis yang ditinjau dari segi yuridis tentang
bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara gugat cerai
dengan No. 1001/ Pdt.G/ 2015/ PA. Pmk dengan menggunakan Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 serta menggunakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 diubah kembali menjadi Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Sehingga dalam hal ini menjadi
suatu perbedaan yang mendasar dari penelitian-penelitian di atas. Dengan
demikian maka penelitian ini, belum pernah diteliti dalam skripsi sebelumnya.
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian yang peneliti lakukan, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara
perceraian dengan alasan istri tidak mau tinggal bersama suami di rumah
orang tua suami.
2. Untuk mengetahui perspektif yuridis terhadap putusan hakim Pengadilan
Agama Pamekasan Nomor: 1001/Pdt.G/2015/ PA Pmk.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih keilmuan dalam
bidang perkawinan, sehingga benar-benar bisa berguna dalam pengembangan
ilmu pengetahuan. Adapun kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dari segi Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
khususnya dalam penelitian hukum perkawinan yang terkait dengan analisis
yuridis terhadap pertimbangan hakim dalam perkara cerai gugat karena istri
tidak mau tinggal bersama suami di rumah orang tua suami putusan Nomor
1001/ Pdt.G/2005/ PA. Pmk dan penelitian ini juga diharapkan dapat
dijadikan sebagai literatur dan referensi, baik oleh penelitian selanjutnya
maupun pemerhati hukum positif dalam memahami praktek cerai gugat.
2. Dari segi Praktis,
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberi kontribusi bagi para
penegak hukum sehingga dapat memberi solusi terhadap masyarakat umum
yang ingin melakukan perceraian terutama perkara cerat gugat karena istri
tidak mau ikut tinggal bersama suami dirumah orang tua suami.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional disini memuat beberapa penjelasan tentang
pengertian yang bersifat operasional dari konsep atau variabel penelitian
sehingga bisa dijadikan acuan dalam menelusuri, menguji, atau mengukur

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10
variabel tersebut melalui penelitian.11 Beberapa istilah tersebut yaitu sebagai
berikut:
1.

Yuridis
Menurut Kamus Hukum yurudis berasal dari kata yuridisch yang berarti
menurut hukum atau dari segi hukum.12 Sehingga yuridis dapat diartikan
sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan
yang sebenarnya menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974.

2. Cerai Gugat
Suatu perceraian yang diajukan oleh pihak istri kepada suami di
Pengadilan Agama Pamekasan dalam Putusan Nomor 1001/ Pdt.G/ 2005/PA.
Pmk.
H. Metode Penelitian
1. Data-data yang dikumpulkan
Merupakan data yang perlu dihimpun untuk menjawab pertanyaan dalam
rumusan masalah. Adapun data yang peneliti kumpulkan sebagai berikut:
a. Data tentang pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara cerai
gugat karena istri tidak mau tinggal bersama suami di rumah orang tua
suami, sumber datanya yaitu arsip putusan nomor 1001/Pdt.G/2005/PA.
Pmk serta hakim dan panitera Pengadilan Agama Pamekasan.
11

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknik Penulisan Skripsi
Edisi Revisi, (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2016), 9.
12
M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum (Surabaya: Reality Publisher, 2009), 651.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11
b. Data tentang pertimbangan yuridis, yang bersumber pada UndangUndang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah
No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1975, Kompilasi
Hukum Islam (KHI).
2.

Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Sumber data primer
Merupakan data yang bersifat utama dan penting yang dapat
diperoleh dari sumber pertama melalui prosedur dan teknik pengambilan
data yang dapat berupa interview, observasi maupun penggunaan
intrumen khusus yang memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah
informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan penelitian,13 yaitu
dokumen putusan perkara No. 1001/ Pdt.G/2015/PA.Pmk.
b. Sumber data sekunder
Merupakan data yang bersifat membantu atau menunjang dalam
melengkapi serta menjelaskan sumber data primer, antara lain:
1) UU No. 1 Tahun 1974
2) Undang-Undang Perdata
3) Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam
4) PP No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974
5) Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia, Taufiqurrohman Syahuri

13

Saifuddin Azwar, Metode Penenitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 36.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12
6) Hukum Perkawinan Adat, Hilman Hadikusuma
7) Hukum Orang dan Keluarga, Soetojo
8) Segi-segi Hukum, Gatot Supramono
9) Pokok-pokok Hukum Perdata, R. Subekti
10) Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Amir Syarifuddin
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Dokumentasi, adapun teknik data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dokumentasi yaitu cara mengumpulkan data melalui peninggalan
tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk buku-buku tentang pendapat,
teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang ada kaitannya dengan
masalah penelitian.14
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian adalah tentang
pertimbangan hukum hakim yang bersumber pada arsip Putusan
Pengadilan Agama Kabupaten Pamekasan dengan No. Perkara 1001/
Pdt.G/2015/ PA.Pmk
b. Wawancara
Wawancara atau kuesioner lisan adalah teknik pengumpulan data
yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan
melalui percakapan dan berhadapan muka dengan orang yang dapat
memberikan keterangan.15
Dalam penelitian ini adalah tentang perkara cerai gugat karena
istri tidak mau tinggal bersama suami dirumah orang tua suami, sumber
14
15

Moh Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 181.
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 64.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13
datanya yaitu wawancara dan tanya jawab dengan istri (penggugat),
bapak penggugat (saksi I), suami (tergugat), paman tergugat yang telah
terlibat langsung dalam sidang perkara cerai gugat Putusan Nomor
1001/Pdt.G/2015/PA.Pmk, serta hakim dan panitera Pengadilan Agama
Pamekasan.
4. Teknik Pengolahan Data
Tahapan dalam pengelohan data pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Organizing yaitu suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.16Dalam hal ini
berupa teks keputusan, dan keterangan-keterangan hasil wawancara
terhadap istri yang menjadi penggugat, bapak penggugat sebagai saksi I,
suami (tergugat) dalam Putusan Nomor 1001/ Pdt.G/2015/PA.Pmk dan
paman tergugat serta hakim dan panitera Pengadilan Agama Pamekasan.
b. Editing yaitu kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketepatan data
tersebut,17serta memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh
dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang
meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian,
kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.18 Teknik ini digunakan
untuk memeriksa kelengkapan data yang sudah diperoleh yang berupa
teks putusan, dan wawancara dengan istri yang menjadi penggugat, bapak

16

Sony Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia,(Yogyakarta:Graha Ilmu, 2004), 89
Ibid., 97
18
Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,1997), 153
17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14
penggugat sebagai saksi I, suami (tergugat) dalam perkara cerai gugat
Putusan Nomor 1001/ Pdt.G/2015/PA.Pmk, dan paman tergugat serta
Hakim dan panitera Pengadilan Agama Pamekasan.
c. Analizing yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil

editing dan Organizing data yang diperoleh dari sumber-sumber
penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya, sehingga
diperoleh kesimpulan.19
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengoraganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sentesa, menyusun pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.20
Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan selanjutnya akan dibahas
dan kemudian akan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari pihak-pihak yang
dapat diamati menggunakan metode ini.
Untuk mempermudah penulis dalam membahas skripsi ini, penulis
menggunakan metode deskriptif analitis dengan menggunakan pola deduktif,
yaitu menggambarkan hasil penelitian secara sistematis dengan melihat
masalah khusus yang berupa teks putusan Nomor 1001/ Pdt.G/2015/PA.Pmk
19
20

Ibid., 95.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: ALFABETA, 2010), 243.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15
tentang cerai gugat karena istri tidak mau tinggal bersama suami dirumah
orang tua suami, melalui teori atau dalil yang bersifat umum tentang
perkawinan.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan ini, penulis
membagi menjadi lima bab, dimana antara bab satu dengan bab lainnya saling
berkaitan, sehingga penulisan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Adapun sistematikanya sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua, merupakan kerangka teoritis tentang perceraian yang berisi
pengertian perkawinan, tujuan perkawinan, sebab-sebab putusnya perkawinan,
pengertian perceraian, asas-asas hukum perceraian, alasan perceraian, akibat
putusnya perceraian dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU
No. 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan literatur yang terkait.
Bab ketiga, merupakan data penelitian yang berisi deskripsi Pengadilan
Agama Kabupaten Pamekasan, serta berisi tentang gambaran umum kasus cerai
gugat karena istri tidak mau ikut tinggal bersama suami di rumah orang tua
suami yang meliputi kronologi terjadinya tentang perkara cerai gugat dengan
alasan istri tidak mau ikut tinggal bersama suami di rumah orang tua suami serta

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16
dasar pertimbangan hakim dalam putusan perkara cerai gugat dengan alasan istri
tidak mau ikut tinggal bersama suami di rumah orang tua suami .
Bab keempat, merupakan analisis data tentang faktor pemicu yang
menjadi alasan istri tidak mau ikut tinggal bersama suami di rumah orang tua
suami, analisis terhadap dasar hukum yang digunakan hakim sebagai
pertimbangan dalam memutus perkara serta analisis yuridis terhadap putusan
hakim nomer 1001/Pdt.G/2015/ PA. Pmk.
Bab kelima, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN DALAM HUKUM POSITIF
A. Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Sebelum Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan
berlaku secara efektif, hukum perkawinan di Indonesia diatur dalam berbagai
aturan hukum yang berlaku untuk berbagai golongan warga negara dan
daerah di antaranya yaitu hukum adat yang berlaku bagi orang Indonesia
asli, hukum Islam yang berlaku bagi orang Indonesia asli yang beragama
Islam, Kitab Undang-Undang Perdata (Borgerlijk Wetboek atau BW) yang
berlaku bagi orang keturunan Eropa dan Cina dengan beberapa pengecualian,
dan Ordonasi Perkawinan Indonesia Kristen (Ordonnantie Christen

Indonesia atau HOCI) yang berlaku bagi orang Indonesia asli yang beragama
Kristen.1
a. Perkawinan Menurut Hukum Adat
Menurut hukum adat, perkawinan adalah ikatan yang tidak hanya
dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersangkutan (sebagai suami
istri), melainkan juga adanya ikatan antara keluarga besar dan
masyarakat dari kedua belah pihak yang bersangkutan. Sehingga dalam

1

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet.8, (Bandung: Sumur, 1984), 14-15.

17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

hal ini yang dilibatkan dalam perkawinan tidak hanya suami dan istri
namun segenap keluarga dan masyarakat juga mempunyai kepentingan.2
b. Perkawinan Menurut Hukum Islam
Perkawinan menurut ilmu fikih, disebut dengan istilah nikah, yang
mengandung dua arti yaitu menurut bahasa dan menurut istilah. Menurut
bahasa nikah berarti “berkumpul” atau “bersetubuh”, sedangkan menurut
istilah, nikah adalah akad atau perjanjian (suci) dengan lafal tertentu
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup bersama
sebagai suami istri.3
Adapun Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah
akad

yang

sangat

kuat

untuk

menaati

perintah

Allah

dan

melaksanakannya merupakan ibadah.4
c. Perkawinan Menurut Kitab Undang-Undang Perdata (Borgerlijk Wetboek
atau BW)
Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan
seorang perempuan untuk waktu yang lama, di mana dalam hal ini
Undang-Undang

hanya

memandang

perkawinan

dari

hubungan

keperdataan saja (Pasal 26 BW). Dalam hal ini, BW melarang melakukan

2

Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Mat, Cet. 12, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1989), 55
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), 104
4
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama Islam, 2001), 14.
3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

upacara

perkawinan

menurut

hukum

agama,

sebelum

diadakan

perkawinan menurut Undang-Undang.5
d. Perkawinan Menurut Para Ahli
Menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma, S.H.6 dalam bukunya Hukum

Perkawinan Indonesia menurut Perundangan-Hukum Adat-Hukum
Agama, mengemukakan:

Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia perkawinan itu
bukan saja berarti sebagai “perikatan perdata” tetapi juga merupakan
“perikatan adat” dan sekaligus merupakan “perikatan kekerabatan dan
ketetanggaan.” Sedangkan menurut hukum agama perkawinan adalah
perbuatan yang suci yaitu suatu perikatan antara dua pihak dalam
memenuhi perintah dan anjuran Tuhan Yang Maha Esa, agar
kehidupan berkeluarga berjalan dengan baik sesuai dengan anjaran
agama masing-masing.
Menurut Sayuti Tahalib, S.H.7 dalam bukunya Hukum Kekeluargaan

Indonesia memberikan pengertian pendek mengenai perkawinan yaitu:
“Perkawinan ialah perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan.”
e. Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga

5

Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan Indonesia:Pro-kontra Pembentukannya
Hingga Putusan Mahkamah Konstitusi Edisi Pertama, (Jakarta: Kenacan, 2013), 72.
6
Hilman hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan-Hukum Adat-Hukum
Agama, Cet. 1, (Bandung: Mandar Maju, 1990), 8 dan 10
7
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia,Cet. V, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1985), 47

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Rumusan perkawinan di atas merupakan rumusan dari UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 yang dituangkan dalam Pasal 1, dalam
penjelasannya disebutkan:

Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang
pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/ kerohanian,
sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/ jasmani,
tetapi unsur batin/ rohani juga mempunyai peranan yang penting...
Rumusan perkawinan di atas pada dasarnya mengandung inti dan
tujuan yang mempunyai kesamaan dengan rumusan perkawinan yang
dikemukakan oleh para ahli/ para sarjana.8
2. Tujuan Perkawinan
Perkawinan mempunyai beberapa tujuan yang harus dicapai diantaranya
yaitu:
a. Tujuan perkawinan menurut hukum adat pada umumnya adalah untuk
mempertahankan dan meneruskan kelangsungan hidup dan kehidupan
masyarakat adatnya.9
b. Tujuan perkawinan menurut hukum Islam adalah untuk memenuhi
tuntutan naluriah hidup manusia, berhubungan antara laki-laki dan

8
9

H. Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 2006), 61
Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum..., 64.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai
ajaran Allah dan rasul-Nya yang disimpulkan dalam al-Qur’an sebagi
berikut:
       
“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah” (QS. 51:49)
            
        
“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. 30:21).
Selain yang disebutkan di atas, tujuan perkawinan dalam Islam
menurut Soemijati, S.H adalah sebagai berikut:
1) Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat
tabiat kemanusiaan;
2) Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih;
3) Memperoleh keturunan yang sah.
c. Tujuan Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Adapun tujuan perkawinan yang dirumuskan dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 adalah untuk membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal. Berarti dalam ketentuan ini

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

perkawinan dilangsungkan bukan hanya sementara atau dalam jangka
waktu tertentu yang telah direncanakan, akan tetapi berlangsung
seumur hidup atau selama-lamanya dan tidak boleh diputus dengan
begitu mudahnya.10 Oleh karena itu, pemutusan perkawinan dengan
perceraian hanya diperbolehkan dalam keadaan sangat terpaksa.
B. Perceraian
1. Pengertian Perceraian
a. Istilah dan Pengertian Perceraian Menurut Undang-Undang
Kata “cerai” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: v
(kata kerja) 1. Pisah; 2. Putus hubungan sebagai suami istri; talak.
Kemudian kata “perceraian” mengandung arti: n (kata benda), 1.
Perpisahan; 2. Perihal bercerai (antara suami istri); perpecahan.
Adapun kata “berceraian” berarti: v (kata kerja), 1. Tidak bercampur
(berhubungan, bersatu) lagi; 2. Berhenti berlaki-bini (suami istri).11
Jadi,

istilah

“perceraian” secara yurudis

berarti

putusnya

perkawinan yang mengakibatkan putusnya hubungan sebagai suami
istri atau berhenti berlaki-bini (suami istri) sebagaimana diartikan
dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diatas.

10

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Cet. IV, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976), 14-15
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 185.

11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Perceraian menurut Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
adalah “Putusnya Perkawinan”. Jadi, perceraian adalah putusnya
ikatan lahir batin antara suami istri yang mengakibatkan berakhirnya
hubungan keluarga (rumah tangga).
Pengertian perceraian dapat dijelaskan dari beberapa perspektif
hukum sebagai berikut.
1) Perceraian menurut hukum Islam yang dimuat dalam Pasal 38 dan
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang telah
dijabarkan dalam PP No. 9 Tahun 1975, mencakup antara lain:
a) Perceraian dalam pengertian cerai talak, yaitu perceraian yang
diajukan permohonannya oleh dan atas inisiatif suami kepada
Pengadilan Agama.
b) Perceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang
diajukan gugatannya oleh dan atas inisiatif istri kepada
Pengadilan Agama.
2) Perceraian

menurut

hukum

agama

selain

hukum

Islam,

dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan
dijabarkan dalam PP No. 9 Tahun 1975, yaitu perceraian yang
diajukan oleh dan atas inisiatif suami atau istri kepada Pengadilan
Negeri.12

12

Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 18-19.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

b. Istilah dan Pengertian Perceraian Menurut Doktrin Hukum
Arti dari istilah perceraian adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menegaskan terjadinya suatu peristiwa hukum berupa putusnya
perkawinan antara suami dan istri, dengan alasan-lasan hukum,
proses hukum tertentu dan akibat-akibat hukum tertentu.13
Perceraian menurut Subekti adalah penghapusan perkawinan, baik
dengan putusan hakim atau tuntutan suami atau istri.14
2. Asas-asas Hukum Perceraian
Dalam pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 secara jelas diperuntukkan
bagi warga negara Indonesia untuk menjadi keluarga tentram dan
bahagia, dengan tujuan mengubah tatanan yang telah ada dengan suatu
aturan baru yang akan menjamin cita-cita dari perkawinan melalui
asas/prinsip yang dominan, yaitu sebagai berikut:
a. Asas sukarela. Tujuan pekawinan adalah untuk membentuk keluarga
bahagia dan kekal. Maka dari itu, perlu adanya saling membantu dan
melengkapi sehingga dapat membantu dan mencapai kesejahteraan
spiritual dan material.
b. Asas partisipasi keluarga dan dicatat. Perkawinan merupakan suatu
peristiwa penting, maka partisipasi dari kedua orang tua diperlukan

13
14

Ibid., 18.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Itnternusa, 1985), 42.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

terutama dalam hal pemberian izin . sebagaimana dijelaskan dalam
Undang-Undang bahwa perkawinan sah menurut hukum agama dan
kepercayaan masing-masing dan juga harus dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Asas monogami. Kecuali dikehendaki oleh yang bersangkutan ketika
hukum dan agama mengizinkan seorang suami dapat beristri lebih
dari seorang. Dengan kata lain, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
mengandung asas mempersulit poligami. Khusus bagi Pegawai Negeri
Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983.
d. Asas perceraian dipersulit. Karena tujuan perkawinan adalah untuk
membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka
mempersulit

terjadinya

perceraian

dikedepannya.

Perceraian

merupakan perbuatan halal yang dibenci Allah. Karena adanya imbas
negatif yang begitu banyak selain pada anak juga secara umum
berdampak pada masyarakat.
e. Asas kematangan calon mempelai. Calon suami istri harus sudah
masak jiwa raganya agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara
baik tanpa berpikir pada perceraian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

f. Asas memperbaiki derajat kaum wanita. Hak dan kedudukan istri
adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami, baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.15
Memperhatikan asas-asas hukum perkawinan dalam UU No. 1 tahun
1974 tersebut, dapat ditemukan dan dikembangkan beberapa asas hukum
perceraian, sebagi berikut.
a. Asas mempersulit proses hukum perceraian
Menurut Abdul Kadir Muhammad, Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 pada dasarnya mempersukar terjadinya perceraian,
dengan alasan karena:
1) Perkawinan itu tujuannya suci dan mulia, sedangkan perceraian
adalah perbuatan yang dibenci oleh Tuhan.
2) Untuk membatasi kesewenangan-wenangan suami terhadap istri.
3) Untuk mengangkat derajat dan martabat istri, sehingga setaraf
dengan derajat dan martabat suami.16
Asas mempersukar proses hukum perceraian terkandung dalam
Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang
mengharuskan hakim di depan sidang pengadilan untuk mendamaikan
suami dan istri. Asas mempersukar perceraian juga terkandung dalam
Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang memuat
15
16

Muhammad Syaifuddin, Hukum..., 35-36.
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), 109.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

ketentuan imperatif bahwa untuk melakukan perceraian harus ada
cukup alasan, bahwa antara suami istri tidak akan hidup rukun
sebagai suami istri.
Sifat mempersukar proses hukum perceraian dalam alasan-alasan
hukum perceraian juga diperkuat dengan keharusan hakim di depan
sidang pengadilan untuk memeriksa kebenaran dari alasan-alasan
hukum perceraian tersebut, sehingga tidak cukup hanya bersandar
pada adanya pengakuan belaka dari pihak yang dituduh melakukan
kesalahan.17
b. Asas kepastian pranata dan kelembagaan hukum perceraian
Asas kepastian pranata dan kelembagaan hukum perceraian
mengandung arti asas hukum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 yang meletakkan peraturan perungang-undangan sebagai
pranata hukum dan pengadilan sebagai lembaga hukum yang
dilibatkan dalam proses hukum perceraian.
Tujuan paling hakiki dari keberadaan peraturan perundangundangan, yang menurut Titon Slamet Kurnia adalah untuk
menciptakan peraturan perundangan-undangan, yang menurut Titon
Slamet Kurnia adalah untuk menciptakan kepastian hukum. Namun
bukan berarti hukum tidak pasti tanpa adanya peraturan perundang-

17

Muhammad Syaifuddin, Hukum..., 38-39.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

undangan. Peraturan perundang-undangan penting untuk menciptakan
kepastian hukum, karena peraturan perundang-undangan dapat
dibaca, dapat dimengerti dengan cara lebih mudah, sehingga
sekurang-kurangnya, dapat menghindarkan spekulasi di antara subjek
hukum tentang apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan,
tentang apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan tentang
apa yang merupakan hak dan kewajiban.18
c. Asas perlindungan hukum yang seimbang selama dan setelah proses
hukum perceraian.
Asas perlindungan hukum yang seimbangan selama dan setelah
proses hukum perceraian diciptakan sehubungan dengan tujuan
hukum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 untuk melindungi