SEJARAH ORGANISASI IKRAM DI SARAWAK MALAYSIA : STUDI HISTORIS TENTANG PARTISIPASINYA DALAM GERAKAN REVIVALISME ISLAM TAHUN 2009-2015 M.

(1)

SEJARAH ORGANISASI IKRAM DI SARAWAK MALAYSIA (STUDI HISTORIS TENTANG PARTISIPASINYA DALAM GERAKAN REVIVALISME ISLAM) TAHUN

2009-2015 M

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh:

MOHAMAD IZZAT SYAFIQ BIN SABANA Nim: A4.22.11.084

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul, “Sejarah Organisasi IKRAM di Sarawak Malaysia (Studi Historis tentang Partisipasinya dalam Gerakan Revivalisme Islam). Dalam skripsi ini ada tiga perkara yang diangkat sebagai rumusan masalah: (1) Bagaimana kondisi gerakan Islam di Sarawak khususnya dan di Malaysia umumnya, (2) Apakah organisasi IKRAM itu, (3) Bagaimana langkah perjuangan IKRAM pasca pembentukannya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode dan pendekatan sejarah/historis untuk menjalankan penelitian. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori perubahan sosial, teori birokrasi dan teori peran. Peneliti menggunakan teori-teori tersebut untuk mengkaji proses dan dinamika gerakan revivalisme Islam yang berjalan dalam sejarah organisasi IKRAM.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Proses dakwah Islam di Sarawak khususnya dan di Malaysia umumnya memiliki dinamika perkembangan yang kompleks. Sejarah perjalanan Gerakan Tarbiyah sebagai embrio organisasi IKRAM menjadi pengalaman bagi para aktivisnya dalam menyebarkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya di tingkat nasional maupun internasional. (2) IKRAM merupakan sebuah NGO Islam yang berfokus kepada dakwah, tarbiyah dan kebajikan, serta mendukung gagasan revivalisme Islam. (3) Langkah perjuangan IKRAM adalah dengan melaksanakan kegiatan keagamaan dan pembinaan masyarakat di Sarawak melalui mekanisme gerakan yang dibentuk sehingga organisasi tersebut bisa terus meluaskan pengaruhnya di Sarawak.


(6)

ABSTRACT

This thesis is titled, "History of the IKRAM Organization in Sarawak Malaysia (Historical Study of its Participation in the Islamic Revivalism Movement). In this thesis, there are three cases that was appointed as the formulation of a problem: (1) How was the condition of the Islamic movement in Sarawak in particular and Malaysia in general. (2) What is IKRAM, (3) What are the actions of IKRAM after its formation. Therefore, this study sought to find out about the history of the Islamic movement in Malaysia, development of the Tarbiyah Movement which later became IKRAM, and the steps undertaken by IKRAM in its struggle.

In this study, the researcher used historical method and approach. The theories used are theory of social change, the theory of bereaucracy and the theory of role. The researcher used these to assess the process and dynamics of Islamic revival movement in the history of the IKRAM organization.

From these results it can be concluded that: (1) The propagation of Islam in Sarawak in particular and in Malaysia generally have complex dynamics of development. The history of the Tarbiyah Movement as an embryo of IKRAM organization had become a maturing experience for the activists in spreading the values of Islam to the community both in terms of social, political, economic, educational and so on, both in national and international levels. (2) IKRAM is an Islamic NGO, which is focused on da’wah, education and welfare, as well as supporting the idea of Islamic revivalism. (3) IKRAM's steps to achieve its target is to carry out religious activities and aid community development in Sarawak through the mechanisms formed in their movement so that the organization can continue to expand its influence in Sarawak.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

PENYATAAN KEASLIAN………. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING………... iii

PENGESAHAN PENGUJI………. iv

TRANSLITERASI……….... v

KATA PENGANTAR……….. vi

ABSTRAK……… x

DAFTAR ISI………. xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………..1

B. Rumusan Masalah………....4

C. Tujuan Penelitian……… 4

D. Kegunaan Penelitian……….. 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teori………. 5

F. Metode Penelitian………... 11

G. Penelitian Terdahulu………13

H. Sumber Pustaka……….. ………..14

I. Sistematika Pembahasan………. 15

BAB II KONDISI PERGERAKAN ISLAM DI SARAWAK, MALAYSIA PADA TAHUN 1970-AN HINGGA AWAL ABAD KE-20 A. Gerakan-gerakan Islam Lokal…………...17

B. Karakteristik Kultural………..22

C. Persentuhan dengan Gerakan Islam Transnasional...26


(8)

BAB III: ORGANISASI IKRAM SEBAGAI GERAKAN ISLAM REVIVALIS

A. Profil dan Identitas Organisasi………37

B. Kelembagaan IKRAM……….43

C. Perkembangan Organisasi IKRAM……….45

BAB IV: LANGKAH ORGANISASI IKRAM PASCA PEMBENTUKAN A. Partisipasi IKRAM dalam Masyarakat Sarawak…….48

1. Sosial...………...48

2. Pendidikan………...49

3. Kemanusiaan………...50

4. Politik………...50

B. Model Kegiatan Keagamaan………...51

1. Halaqah Tarbawi………...51

2. Daurah………...53

3. Rihlah………...56

4. Mabit………...57

5. Dakwah.………...59

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan………..62

B. Saran……….63

C. Penutup………64

DAFTAR PUSTAKA……….65


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada awal tahun 70-an, gerakan-gerakan keislaman yang menjadikan masjid-masjid sebagai basis operasional dan strukturalnya mulai bersemi. Gerakan dakwah ini merebak dari tahun ke tahun mewarnai suasana keislaman di sekolah-sekolah, kampus dan masyarakat umum. Gejolaknya muncul dalam bentuk pemikiran keislaman dalam berbagai bidang dan juga praktek-praktek pengamalan ajaran sehari-hari. Ukhuwah (persaudaraan) yang dibangun di antara mereka menjadi sebuah alternatif cara hidup di tengah-tengah masyarakat yang cenderung semakin individualistik. Gerakan dakwah ini semakin membesar dan mengental, maka di tengah-tengah masyarakat mereka berupaya membangun ruh keislaman melalui media ta’lim, seminar, aktifitas sosial, ekonomi dan juga pendidikan. Sementara itu, dalam aspek keumatan mereka mencoba menyadarkan masyarakat Muslim, khususnya kalangan pemuda dan mahasiswa akan tanggungjawabnya terhadap masa depan bangsa dan agama.

Maka hal ini menjadi sebuah komitmen langsung dari gerakan dakwah Islam yang berkembang untuk merealisasikan cita-cita dakwah yang masih panjang karena dalam berbagai bidang kehidupan Islam masih berada dalam jurang keterbelakangan. Ketika melihat kondisi umat Islam di Sarawak mulai pertengahan abad ke-20 hingga sekarang, keadaan mereka sangat memprihatinkan. Tingkat kefahaman mereka terhadap Islam sangat rendah, sehingga agama dipandang tidak ubahnya sekedar tradisi nenek moyang, bahkan mereka keliru ketika membedakan antara agama dan adat/tradisi. Pandangan dan cara hidup


(10)

mereka masih jauh dari tuntutan agama Islam. Struktur kelembagaan yang ada dalam masyarakat juga belum kondusif bagi upaya penumbuhan kepribadian Islam, sedangkan dalam bidang kesejahteraan umat islam dapat dikatakan sebagai penghuni terbesar dari mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Maka untuk itu, dibutuhkan suatu usaha dakwah yang berfokus pada ishlah (perbaikan) dan tajdid (pembaharuan) guna membangun kesadaran di kalangan umat Islam Sarawak untuk mengubah cara pandang yang jumud (beku) terhadap Islam menjadi pemahaman yang syumul (menyeluruh). Namun pada zaman modern ini, pendekatan dan kaidah dalam berdakwah menurut penulis tidak cocok menggunakan pendekatan tradisional, tetapi harus disesuaikan dengan kondisi zaman supaya mudah diterima oleh masyarakat pada masa kini. Salah satu gerakan dakwah di Malaysia yang mampu membawa konsep ini menurut penulis adalah Gerakan Tarbiyah, yang terinspirasi dari gerakan Ikhwanul Muslimin.

Jalan musyawarah dilakukan oleh para aktivis Gerakan Tarbiyah yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan bahwa Islam yang berkembang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi upaya peraihan cita-cita mewujudkan bangsa Nusantara yang diridhoi oleh Allah SWT. Pendirian organisasi yang berorientasi pada ajaran Islam perlu dilakukan guna mencapai tujuan dakwah Islam dengan cara demokratis yang bisa diterima orang banyak, maka merekapun sepakat mengokohkan secara formal sebagai sebuah organisasi resmi yang diberi nama IKRAM.

Gerakan Tarbiyah yang menjelma menjadi IKRAM ini adalah sebuah fakta sosial yang eksis di tengah masyarakat dan menunjukkan perkembangan yang dinamis dari waktu ke waktu. Organisasi IKRAM adalah salah satu organisasi yang mementingkan pelaksanaan gerakan Islam (Islamic movement), sebagai sebuah bentuk dakwah Islamiyah yang menjadi


(11)

kewajiban bagi semua Muslim, sesuai perintah Allah dalam Al-Qur’an, surat an-Nahl ayat ke-125, “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan contoh yang baik.” Namun hal yang menjadi ciri unik dakwah dari organisasi ini adalah adanya pendekatan yang kontemporer dan realistis serta inovatif menyampaikan ide atau gagasan keislaman yang sesuai dengan kondisi zaman. Selain itu, IKRAM juga menggalakkan para aktivisnya untuk menjadi kreatif dan kritis dalam berwacana ketika melaksanakan program-program yang menjadi tawaran kepada masyarakat, baik yang Muslim maupun non-Muslim.

Organisasi IKRAM juga didirikan bukan atas inisiatif seseorang atau beberapa orang aktivisnya, namun merupakan perwujudan dari kesepakatan yang diambil dari musyawarah yang aspiratif dan demokratis. Selain itu, IKRAM juga gencar mengajak kepada kebangkitan Islam (Sohwah al-Islamiyah/ Islamic Revival) sebagai respon ke atas keterpurukan umat Islam zaman sekarang baik dari aspek sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya.

Oleh sebab itu, penulis menjadi tertarik untuk meneliti tentang sejarah organisasi ini dengan harapan dapat menemukan pemahaman tentangusaha dakwah yang banyak disepelekan oleh umat Islam pada masa kini.

B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, rumusan masalah yang akan dibahas adalah seperti berikut:

1. Bagaimana kondisi gerakan Islam di Sarawak khususnya dan Malaysia umumnya? 2. Apakah organisasi IKRAM itu?


(12)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan riset ilmiah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui sejarah organisasi IKRAM di Sarawak.

2. Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora dalam jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.

D. Kegunaan Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat berguna sebagai:

1. Bahan kajian atau sumber rujukan bagi para periset pada masa depan yang ingin meneliti lebih lanjut tentang gerakan-gerakan Islam di Sarawak, Malaysia.

2. Tambahan referensi dan bahan koleksi di perpustakaan kampus UIN Sunan Ampel Surabaya khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

E. Pendekatan dan Kerangka Teori

Dalam proses menulis skripsi yang berjudul “Sejarah Organisasi IKRAM di Sarawak Malaysia (Studi Historis tentang Partisipasinya dalam Gerakan Revivalisme Islam)”, penulis menggunakan pendekatan dan kerangka teori tertentu dalam penelitian yang dilakukan. Dikarenakan penelitian ini termasuk dalam disiplin sejarah, sehingga pendekatan utama yang dipergunakan di dalam tema ini akan dikaji dengan pendekatan sejarah, pendekatan ini


(13)

diharapkan dapat menghasilkan sebuah penjelasan yang mampu mengungkap gejala-gejala yang berkaitan erat dengan waktu dan tempat berlangsungnya aktivitas yang dilakukan IKRAM. Kemudian dapat menjelaskan asal-usul, dan segi-segi dinamika sosial serta struktur sosial di dalam masyarakat yang bersangkutan.1 Dalam hal ini masyarakat tersebut adalah komunitas Muslim di Sarawak, Malaysia.

Kemudian perubahan sosial yang terjadi, dapat dilihat dari proses transformasi struktural, yaitu adanya proses integrasi dan disintegrasi, atau disorganisasi dan reorganisasi yang silih berganti. Dalam proses transformasi struktural yang terjadi telah mengubah secara fundamental dan kualitatif jenis solidaritas yang menjadi ikatan kolektif, dari ikatan komunal menjadi ikatan asosiasonal yang berupa organisasi komplek.2 Seperti itulah landasan teori yang digunakan dalam memahami dinamika gerakan IKRAM.

Teori lain yang digunakan adalah teori birokrasi yang dikembangkan oleh sosiolog yaitu Max Weber dan Mohtar Mas’oed. Makna birokrasi yang umum dalam literatur sosial adalah dipandang sebagai aktor yang sekadar menerapkan kebijaksanaan yang telah diputuskan di tempat lain.3 Selain itu birokrasi tidak hanya mendominasi kegiatan administrasi pemerintahan, tetapi juga kehidupan politik masyarakat secara keseluruhan. Penulis mengambil istilah atau konsep awal dari Mohtar Mas’oed yang menjelaskan tentang birokrasi dan Weber pula menciptakan konsep birokrasi yang katanya adalah tipe ideal birokrasi. Jadi penulis membuat pertemuan antara dua pendapat di atas tentang birokrasi tentang bagaimana dari konsep sampai pelaksanaan yang pakai untuk menjadi

1

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, terj. Yasogama (Jakarta: Rajawali, 1984), 23. 2

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam MetodologiSejarah (Jakarta: Gramedia, 1992), 161. 3

Mohtar Mas’oed, Politik, Birokrasi dan Pembangunan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 68.


(14)

pisau bedah dan kerangka teori dalam menjelaskan relevansi konsep birokrasi yang digunakan oleh organisasi IKRAM untuk menjalankan program dan aktivitas.

Menurut Weber lagi, atau konsepsi Weberian dalam studi mengenai birokrasi, ia menggambarkan perkembangan birokrasi yang seiring dengan perkembangan modernisasi masyarakat. Jadi, berdirinya IKRAM yang sebelumnya Gerakan Tarbiyah itu sendiri dari yang belum berupa institusi atau organisasi terus berkembang dan menjadi sebuah organisasi keagamaan seiring dengan perkembangan Islam di Sarawak. IKRAM juga membantu dalam pembangunan sosial, pendidikan dan keagamaan di Sarawak yang mana fungsi dan perannya membangun kesadaran Islami di kalangan masyarakat.

Selain itu, penulis juga mengungkapkan sejarah sosial yang mempunyai garapan yang sangat luas dan beraneka ragam. Kebanyakannya mempunyai hubungan erat dengan sejarah sosial, pendidikan dan keagamaan.4 Hal ini terkait dengan kegiatan IKRAM yang menyumbang kepada perubahan dari aspek sosial, pendidikan dan keagamaan di Sarawak. Ini menyatakan bahwa dengan organisasi IKRAM sebagai wadah untuk melaksanakan dakwah di Sarawak, birokrasi yang wujud dalam masyarakat bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk menggerakkan program dan agenda organisasi tersebut. Untuk mencapai tujuan, maka diperlukan semacam sistem dan struktur untuk membagikan tugas dan kerja dalam pelaksanaan visi dan misi organisasi.

Penulis juga menggunakan satu lagi pendekatan yang tidak kurang pentingnya untuk meneliti organisasi IKRAM dalam sejarah gerakannya di Sarawak. Perannya dalam mendakwahi masyarakat Sarawak boleh dikaitkan dengan teori peran. Teori peran digunakan supaya dapat mengetahui peran IKRAM yang menurut penulis mempunyai

4

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta : PT Wacana Yogya, 1994), 33.


(15)

relevansi dengan teori Weber sebelumnya, yaitu melihat peran yang dimainkan sebuah organisasi untuk mengetahui tujuan dan hasil yang ingin dicapai olehnya. Definisi peran adalah berarti sebuah harapan-harapan normatif (normative expectations)5 dan juga merupakan pasangan subyektif yang mengimbangi norma. Bila individu menempati kedudukan-kedudukan tertentu, maka ia merasa bahwa setiap kedudukan yang ditempati itu menimbulkan harapan-harapan (expectations). Begitu juga dengan tokoh, atau figur dalam sesebuah organisasi yang mempunyai harapan untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini organisasi IKRAM dan misinya yaitu dakwah Islamiyah dan melakukan perbaikan dalam aspek sosial, pendidikan, ekonomi, politik dan keagamaan di Malaysia umumnya. Dulunya adalah sebuah gerakan atau yang mempunyai makna umum pada berdirinya beralih menjadi struktur-struktur sosial, yang mana nanti berperan dengan lebih besar karena fragmentasinya pendekatan itu banyak berkaitan dengan eksistensinya.6

Dengan kata lain, suatu struktur muncul karena adanya fungsi yang harus ditangani, yaitu fungsi teknis-administrasif untuk mengkoordinasikan berbagai unsur yang semakin lama makin kompleks dalam proses pemerintahan atau proses produksi. Dan, seperti sudah disebut di atas, kompleksitas teknis ini terjadi dari modernisasi sosial-ekonomi dalam masyarakat.

IKRAM memainkan peran dalam mencapai tujuan dakwah, yaitu menegakkan syariat Islam yang mengatur urusan umat dan terlaksananya tanggungjawab amar ma’aruf dan nahi mungkar. Dalam melakukan usaha dakwah dengan menggunakan jaringan kerjasama (cooperative network) baik dengan lembaga-lembaga pemerintah di Sarawak

5

David Berry, Pokok-pokok Sosiologi (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), 99. 6

Ian Craib, Modern Social Theory : Teori-teori Sosial Modern , Terjemahan Paus S. Baut, T. Efendi (Jakarta: C. V Rajawali, 1992),180.


(16)

maupun organisasi-organisasi independen lainnya, hal ini bisa membantu dalam proses mencapai tujuan secara praktis. Model birokrasi seperti ini merupakan salah satu model yang ideal dan sesuai untuk menyusun teori-teori mengenai organisasi. Makna birokrasi disini adalah banyak menyerupai konsep kompetisi sempurna (perfect competition) dalam teori ekonomi, struktur pasar yang ada dalam ekonomi mengilhami Weber dalam merancang birokrasinya. Struktur adalah suatu model yang sederhana dan merupakan suatu patokan untuk mengukur suatu kenyataan. Ini merupakan kesamaan dengan idealisasi birokrasi yang dikemukakan Max Weber.

Secara teori, suatu organisasi mempunyai berbagai sifat yang dapat dibedakan dari ketentuan-ketentuan lain dari suatu organisasi. Beberapa sifat yang amat penting dapat dikemukakan sebagai berikut.7 Yang pertama adanya spesialisasi, atau pembagian kerja, yang kedua adanya hirarki yang berkembang. Dan yang ketiga adanya suatu sistem dari suatu prosedur dan aturan-aturan, dan yang keempat adanya promosi dan jabatan yang didasarkan atas kecakapan.

IKRAM menggunakan sifat-sifat dalam organisasi dan birokrasi untuk melancarkan dan memudahkan segala urusan. Aspek-aspek yang dicerminkan dari birokrasi Weber dapat dilihat dari penekanan Weber pada struktur yang timbul dari rasa tidak percaya kepada kesanggupan dan kemampuan manusia untuk menciptakan rasionalisme tertentu, mendapatkan informasi yang baik dan membuat keputusan yang obyektif.8 Dan juga posisi birokrasi ini didukung oleh unsur-unsur merupakan sumber-sumber kekuasaannya, yaitu kerahsiaan, monopoli informasi, keahlian teknis dan status sosial yang tinggi. Menurut

7

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya (Jakarta: Rajawali Pers, 1982), 11-12.

8 Ibid


(17)

Weber, unsur-unsur ini diperlukan demi efektivitas fungsi keordinasi itu. Menurut penulis dan para pengkritik lainnya, unsur-unsur itulah yang justru mendasari fungsi pengendalian atas masyarakat.

Suatu unsur yang mengendalikan suatu organisasi dan menyakinkan bahwa suatu prosedur dipatuhi adalah otoritas dan rasa tanggungjawab yang dipunyai oleh pejabatnya tersebut memperoleh otoritas sebagai berikut :

1. Otoritas yang rasional dan sah, hal ini diciptakan oleh tingkat dan posisi yang dipegang di dalam suatu hirarki.

2. Otoritas yang tradisional, ini diciptakan oleh kelas-kelas dalam masyarakat dan juga oleh adat-kebiasaan.

3. Otoritas yang kharismatik, ini ditimbulkan oleh potensi kepribadian dan pejabat.

Penulis menemukan relevansi pendapat Max Weber, dalam menjelaskan hubungan organisasi IKRAM dengan aktifitas dakwah Islamiyah di Sarawak yaitu teori Struktural Fungsional. Kinsley Davis mengatakan analisis fungsional, sebagai berikut:9

1. Pengujian atas peranan (atau fungsi) yang dijalankan oleh sebuah institusi atau perilaku tertentu dalam masyarakat serta cara-cara peranan tadi berkaitan dengan gejala-gejala sosial lainnya; dan

2. Penjelasan mengenai gejala-gejala sosial

F. Metode Penelitian

Dalam menulis penelitian ini, penulis menggunakan metode sejarah/historis dalam pengertian umum adalah proses untuk menguji dan menganalisis secara kritis fakta tentang 9

Aam Abdillah, Model Penelitian Agama dan Dinamika Rencana Penelitian – Himpunan Rencana

Penelitian (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 112-113.


(18)

masa lalu guna menemukan data yang otentik dan melakukan sintesis terhadap data, agar menjadi cerita sejarah yang dapat dipercaya10. Dengan menggunakan metode historis atau mempunyai perspektif historis11 dan pendekatan sosiologis penelitian ini diharapkan menghasilkan diskripsi yang bersifat analitis.12

Tahapan-tahapan metode sejarah/historis akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Pada tahap ini penulis melakukan penelitian literatur dengan mengumpulkan sumber data melalui buku-buku, artikel, makalah dan wawancara tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian yang akan ditulis.

2. Verifikasi (Kritik Sumber)

Setelah mengumpulkan sumber-sumber yang akan digunakan, selanjutnya penulis perlu melakukan pengujian untuk mengetahui keotentikan dan kredibelitas sumber, dengan menggunakan kritik intern dan ekstern. Kritik intern dilakukan untuk meneliti kebenaran isi yang membahas tentang aktivisme dalam suatu organisasi, apakah sesuai dengan permasalahan atau tidak sama sekali, apabila kritik intern sudah dilakukan maka dilanjutkan dengan kritik ekstern yaitu untuk mengetahui tingkat keaslian sumber data guna memperoleh keyakinan bahwa penelitian telah diselenggarakan dengan mempergunakan sumber data yang tepat.13

3. Interpretasi (Penafsiran)

Pada tahap ini penulis melakukan analisis sejarah, yang bertujuan untuk melakukan sintesa atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan 10

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI-Press, 1985), 32. 11

Mohamad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia-Anggota Ikapi, 1999), 55. 12

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), 120.

13

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 59.


(19)

bersama dengan teori-teori disusunlah fakta itu kedalam suatu interpretasi yang menyeluruh.14 Maka untuk itu digunakan metode analisis deduktif untuk memperoleh gambaran tentang sejarahorganisasi IKRAM di Sarawak yang menjadi objek penelitian. 4. Historiografi (Penulisan Sejarah)

Tahap terakhir ini merupakan penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai riset sejarah yang disusun secara sistematis agar mudah difahami oleh pembaca.

G. Penelitian Terdahulu

Penulis menemukan dua tulisan yang meneliti tentang gerakan dakwah Islam di Sarawak, Malaysia yaitu:

1. Dr. Juanda Jaya dalam tesis berjudul, “Dakwah Islamiyah di Sarawak: Tinjauan

terhadap Pengurusan Dakwah ”.15 Dalam tesis ini dijelaskan tentang gerakan dakwah

Islam selama perkembangannya di Sarawak pada abad ke-20, baik yang berlangsung melalui lembaga-lembaga pemerintah maupun non-governmental organization (NGO). Selain itu, juga dijelaskan tentang dampak dakwah Islam dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi.

2. “Latihan Dakwah di Sarawak: Sorotan dan Masa Depan”, tahun 2003, karya Dr. Azhar Ahmad.16 Riset ini menawarkan sebuah tinjauan singkat yang istimewa tentang sepak terjang dakwah Islam di daerah yang dikenal dengan julukan Bumi Kenyalang tersebut.

14

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1995), 102. 15

Juanda Jaya,Dakwah Islamiyah di Sarawak: Tinjauan terhadap Pengurusan Dakwah (Tesis Program Pasca Sarjana Universiti Kebangsaan Malaysia, 2003).

16

Azhar Ahmad, Latihan Dakwah di Sarawak: Sorotan dan Masa Depan (JAKIM, 2006).


(20)

Buku ini memberikan suatu pemahaman dasar tentang ciri-ciri utama dakwah dan strategi yang dipakai oleh para da’i.

Dari dua tulisan tersebut, keduanya hanya menceritakan tentang perihal dakwah Islam di Sarawak secara umum sahaja. Maka hal yang membedakan skripsi ini dari penelitian-penelitian sebelumnya adalah fokus pembahasannya yang tertumpu pada sebuah organisasi sahaja yaitu IKRAM dan gerakan revivalisme yang dilaksanakan olehnya.

H. Sumber Pustaka

Dalam penulisan karya ilmiah, karya tulis dan juga penulisan skripsi, tentunya sangat dibutuhkan sebuah data yang dapat dihailkan dalam penulisan karya ilmiah tersebut dapat diterima dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Begitu juga dalam penulisan skripsi yang berjudul ‘Sejarah Organisasi IKRAM di Sarawak Malaysia (Studi Historis tentang Partisipasinya dalam Gerakan Revivalisme Islam)’. Penulisan skripsi ini menggunakan beberapa sumber yang berhubungan langsung dengan judul yang penulis angkat.

Sumber-sumber data yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah antara lain: 1. Sumber Primer

Sumber yang diperoleh melalui dokumen yang berupa Anggaran Dasar (AD), Surat Pendirian IKRAM Sarawak, dan bahan yang bersumber dari wawancara, misalnya Bapak Husbi Mahdi selaku Wakil Ketua Cabang IKRAM Sarawak, serta Bapak Mohamad Fadillah bin Sabali selaku Bendahara IKRAM Sarawak tahun 2014.


(21)

Sumber yang didapat dari buku-buku laporan program IKRAM, broser, dan buletin terbitan IKRAM.

I. Sistematika Pembahasan

Penulis membagikan pembahasan dalam skripsi ini kepada beberapa bab, yang digambarkan sebagai berikut:

Bab pertama mengantarkan secara sekilas segala sesuatu yang berkaitan dengan penulisan terdiri yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, sumber pustaka dan sistematika pembahasan.

Bab kedua menjelaskan tentang kondisi pergerakan Islam di Sarawak khususnya dan Malaysia umumnya, juga macam-macam kelompok Islam yang ada dan bentuk ajarannya sekitar tahun 1970-an hingga awal abad ke-21. Dengan pembahasan ini dimaksudkan agar dapat mengetahui sejarah asal-usul berkembangnya kegiatan dakwah di Malaysia, terutama dari Gerakan Tarbiyah yang merupakan embrio organisasi IKRAM sebelum penubuhannya. Bab ketiga mendeskripsikan profil dan identitas organisasi IKRAM serta program-program yang menjadi tawaran utamanya. Melalui pembahasan ini diharap dapat menjelaskan IKRAM sebagai organisasi Islam revivalis yang melengkapi perjuangan Gerakan Tarbiyah sebelumnya.

Bab keempat membahas tentang langkah organisasi IKRAM pasca penubuhannya pada tahun 2009 dan perkembangannya hingga tahun 2015, di Sarawak khususnya dan Malaysia umumnya, Selain itu dijelaskan model pembinaan kader dakwah dalam IKRAM dan bentuk-bentuk lembaga serta aktivitas yang dimunculkan.


(22)

Bab kelima berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan yang ada pada bab-bab sebelumnya dan dimuatkan juga beberapa saran.


(23)

BAB II

PERGERAKAN ISLAM DI SARAWAK MALAYSIA PADA TAHUN 1970-AN HINGGA AWAL ABAD KE-21

A. Gerakan-gerakan Islam Lokal

Pada tahun 1970-an, muncul banyak gerakan Islam di Malaysia sebagai ekspresi dari kekecewaan terhadap kondisi umat Islam Malaysia yang dilihat masih mengalami ketimpangan sosial-ekonomi-politik yang parah meskipun telah merdeka dari jajahan asing sejak tahun 1957. Pengaruh Inggris dirasakan masih mewarnai kehidupan bangsa sehingga masyarakat jauh dari nilai-nilai Islam. Ketimpangan yang timbul, sedikit sebanyak dirasakan oleh anak-anak muda yang juga merupakan produk dari transformasi sosial-ekonomi-politik tersebut. Tidak sedikit di antara mereka yang berasal dari kelas menengah ke bawah di pedesaan-pedesaan, yang merasakan ketimpangan tersebut sedemikian hebat setelah mereka mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, di kota-kota besar. Maka tumbuhlah semangat anak-anak muda ini untuk memperbaiki masyarakat melalui gerakan-gerakan Islam.

Antara gerakan Islam yang terbesar di tingkat nasional pada saat itu adalah Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) dan Partai Islam Se-Malaysia (PAS). ABIM merupakan sebuah organisasi pemuda yang didirikan pada 6 Agustus 1971 oleh Ustadz Abdul Wahab Zakaria, dan banyak melakukan kegiatan amal serta program pendidikan dalam usaha dakwah mereka. ABIM menggalakkan para pelajar Muslim untuk menjalankan dakwah, dan menjadi organisasi yang krusial pada periode awal perkembangan gerakan dakwah di Malaysia.


(24)

PAS pula adalah sebuah partai politik Islam yang sudah eksis sejak tahun 1951 yaitu sebelum kemerdekaan dan didirikan oleh sekumpulan ulama’. PAS menjalankan hubungan yang baik dengan ABIM dan berusaha memainkan peranan masing-masing dalam memperjuangkan Islam di Malaysia. PAS berperan di bidang politik manakala ABIM pula berperan di bidang sosial dan pendidikan sebagai organisasi non-partisan.

Gerakan dakwah Islam yang ada di Sarawak antara lain adalah Angkatan Nahdatul Islam Bersatu, atau singkatannya berdasarkan tulisan yang dibaca dari kanan ke kiri yaitu BINA. Organisasi BINA didirikan pada tahun 1969 dan aktif menjalankan dakwah Islam di Sarawak yang merupakan tempat minoritas Muslim. BINA juga bekerjasama dengan lembaga-lembaga keislaman pemerintah Sarawak seperti Majlis Islam Sarawak (MIS) dan Persatuan Kebajikan Islam Sarawak (PERKIS) untuk memaksimalkan usaha dakwahnya.1

Di tingkat internasional pula, terdapat Islamic Representative Council (IRC) yaitu sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1975 sebagai wadah dakwah di kalangan para mahasiswa Malaysia yang melanjutkan studi di Inggris dan Irlandia.2 IRC didirikan oleh kader-kader dakwah yang dibina oleh seorang dosen tamu dari Indonesia yaitu Ir. Imaduddin Abdul Rahim sewaktu mengajar di Institut Teknologi Kebangsaan (ITK), yang sekarang telah berubah menjadi Universitas Teknologi Malaysia (UTM).3

Imaduddin yang juga merupakan aktivis dakwah sejak waktu perkuliahannya di Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui organisasi HMI, telah mempengaruhi dinamika aktivitas-aktivitas dakwah dalam banyak organisasi Islam di Malaysia, termasuk ABIM, selama 2 tahun beliau menjadi dosen tamu di negara tersebut pada awal 70-an. Dalam hal ini, beliau menjadi salah satu mentor yang cukup terkenal di kalangan para mahasiswa 1

Ali Fathullah, Wawancara, Bandar Bintulu, 10 November 2014. 2

Zainah Anwar, Kebangkitan Islam di Malaysia (Kuala Lumpur: Pelanduk Publications, 1990), 34. 3

Hasan Firdaus, Gerakan Islam: Satu Sejarah dan Pengalaman (Bangi: Madrasah Muttaqin, 1989), 47.


(25)

Malaysia karena karismanya yang tinggi. Kelebihan ini dicapai hasil kepribadiannya yang dibentuk selama terlibat dalam gerakan Islam. Imaduddin mengajak kepada para mahasiswa yang dikadernya untuk mewujudkan Islam itu secara nyata dalam kehidupan nyata. Ajakan ini ternyata disambut luas dan bergema cukup kencang di kalangan mahasiswa Islam.

Seperti yang digambarkan sebelumnya, gerakan-gerakan Islam ini muncul di Malaysia sebagai respon ke atas keterpurukan umat Islam pada waktu itu. Antara isu yang menjadi objek skeptisisme para aktivis Islam adalah isu Westernisasi dan sekularisme.

Westernisasi dan sekularisme dipandang sebagai sebuah paham Barat yang memisahkan antara agama dan negara, dan hal ini akan menyebabkan umat Islam memandang agama sebagai sesuatu yang sempit serta kaku, lalu semakin menjauhkan mereka dari nilai-nilai keislaman karena lebih memandang tinggi gaya hidup Barat. Imaduddin dan teman-temannya yang terpengaruh oleh gagasan revivalisme berpendapat bahwa Islam tidak mengenal pemisahan seperti itu. Islam, menurut pemikiran Imaduddin, adalah sebuah sistem ajaran yang kaffah (menyeluruh) dan lengkap. Dan inilah yang disebarluaskannya dalam berbagai aktivitas dakwah yang dijalankan.

Ihwal pemahamannya tentang Islam yang kaffah tersebut, Imaduddin mengalami banyak persentuhan dengan pikiran-pikiran aktivis gerakan Islam internasional. Dalam kapasitasnya sebagai ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI) pada akhir tahun 1960-an, beliau juga terpilih sebagai Sekretaris Jenderal International Islamic Federation of Student Organization (IIFSO), yang mengantarkannya berkenalan dengan banyak harakah (gerakan) yang demikian kuat pengaruhnya di berbagai penjuru dunia seperti Ikhwanul Muslimin dan Jamaat Islami.


(26)

Pertautannya dengan pemikiran-pemikiran gerakan Islam internasional inilah yang dalam beberapa segi mengentalkan pemikirannya untuk membangun sebuah model gerakan keagamaan yang lebih serius. Ditambah dengan interaksinya yang cukup intens dengan tokoh Masyumi, seperti Mohammad Natsir, memberikannya visi keagamaan yang lebih jelas,4 yang kemudian banyak disosialisasikan kepada kader-kadernya.

Imaduddin juga mengembangkan semacam bentuk kajian keagamaan yang lebih sistematis dalam kelompok-kelompok kecil, yang kemudian dikenal sebagai Usrah. Hal ini diidentifikasi sebagai sistem kaderisasi Ikhwanul Muslimin, dan menjadi konsep yang populer di Malaysia serta Indonesia ketika dalam hampir setiap gerakan keagamaan terutama pada kurun 70-80-an mempergunakan istilah Usrah ini dalam sistem kaderisasi atau pembinaan mereka.

Usrah juga dijalankan oleh ABIM dalam organisasinya, dan menjadi penyumbang kepada meningkatnya popularitas organisasi ini melalui kegiatan Usrah tersebut. Selain itu, ABIM memandang Islam sebagai sebuah identitas dan jalan hidup yang utuh, membumi dan asli, yang menggabungkan kepatuhan pada ritus agama dan semangat reformasi sosial ekonomi. ABIM juga membidik kaum muda yang terpelajar di kampus-kampus umum sebagai sasaran dakwahnya, dan melalui kegiatan dakwah kampus inilah kader-kader ABIM bertemu dengan Imaduddin.

Buku-buku tokoh gerakan Islam internasional seperti Fathi Yakan, Sayyid Qutb, dan lain-lain, banyak diterjemahkan oleh ABIM ke dalam Bahasa Melayu. Dan melalui Imaduddin, buku-buku tersebut dibawa dan dipopulerkan di Indonesia. Termasuk ada sebuah buku yang diterbitkan di Malaysia, yang berjudul ‘Panduan Usrah’ yang ketika itu

4

Imaduddin Abdul Rahim, Kuliah Tauhid (Bandung: Pustaka Salman, 1993), 12.


(27)

banyak digunakan sebagai rujukan bagi aktivitas-aktivitas sejenis yang diselenggarakan oleh berbagai kelompok dakwah kampus.5

Bisa disimpulkan bahwa gerakan dakwah kampus seperti yang dilakukan Imaduddin, ABIM dan kelompok Islam lainnya mempunyai tiga corak sekaligus. Pertama, reformatif, yaitu pemurnian pemahaman Islam dari pengaruh unsur-unsur di luar Islam. Kedua, corak kesadaran diri untuk keluar dari isolasi kekuatan di luar Islam; dan ketiga, corak pertumbuhan kepercayaan diri untuk tampil sebagai salah satu kekuatan alternatif yang membawakan penyelesaian atas problem-problem yang dihadapi umat manusia.

B. Karakteristik Kultural

Ada sejumlah ciri-ciri kultural yang secara mudah dapat dikenali dari para aktivis gerakan dakwah ini. Pertama, yang paling menonjol adalah pada aspek penampilan. Secara sangat mencolok, para aktivis perempuan dari gerakan ini menggunakan “tudung labuh”, yakni sejenis jilbab panjang yang dipakai bersama baju kurung Melayu, menutupi seluruh tubuh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan, sesuai tuntutan syariat Islam untuk menutup aurat dengan sempurna. Penggunaan busana panjang ini sampai hari ini masih dengan sangat mudah kita temui dari para aktivis gerakan dakwah.

Yang menarik, ciri-ciri kultural yang sangat spesifik seperti penggunaan tudung labuh ini pun dengan mudah dapat dijadikan identifikasi bagi para aktivis gerakan dakwah. Karena jilbab panjang yang dikenakan oleh para aktivis wanita tersebut, berbeda dengan jilbab yang kini banyak digunakan oleh wanita Muslimah yang lain. Apalagi pada waktu 70-an d70-an 80-70-an itu s70-angat sulit menemuk70-an w70-anita Muslimah y70-ang memakai jilbab, jika ada

5

Husbi Mahdi, Wawancara, Bandar Sibu, 7 November 2014.


(28)

pun sekedar memakai kain penutup kepala yang panjangnya cuma sebatas leher, itupun hanya pada waktu acara-acara keagamaan.6

Kedua, ciri kultural yang sangat tampak dari para aktivis gerakan ini adalah pada pola interaksi yang terbangun di antara sesamanya. Hubungan tersebut terbangun dalam suasana kekeluargaan, persaudaraan yang diwujudkan dengan tolong menolong, saling menghargai yang ditunjukkan dengan saling menyapa dan memberi salam bila bertemu. Suasana ini memang refleksi dari sistem Usrah yang berarti “keluarga” itu. Sehingga tidak jarang mereka disebut dengan panggilan “Geng Usrah” oleh orang-orang di luar kelompok mereka.

C. Persentuhan dengan Gerakan Islam Transnasional

Pada pertengahan 1970-an, gerakan Islam lokal mula mengadopsii pemikiran dari gerakan Islam lain di berbagai belahan dunia seperti Salafiyyah (Arabia), Ikhwanul Muslimin (Mesir), Jamaat Islami (Pakistan), dan Millî Görüş (Turki). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa gerakan dakwah ini tidak bisa dilepaskan dari aktivitas pembinaaan keislaman melalui Usrah-usrah, yang mengambil contoh dari Ikhwanul Muslimin (IM),, namun persentuhan itu rupanya sebatas ide dan inspirasi saja. Pemikiran yang berkembang dalam Usrah juga tidak sepenuhnya diambil dari manhaj IM, tetapi dicampur dengan ide dari gerakan-gerakan lain yang telah disebut.

Padahal, sejatinya, Usrah adalah sistem kaderisasi resmi jamaah IM. Dalam sistem tersebut, pembinaan para kader dijalankan dalam kelompok-kelompok kecil, yang jumlah anggotanya 5-6 orang, dan ada hubungan interpersonal yang dibangun di dalam kelompok itu, di bawah bimbingan satu naqib (ketua kelompok). Usrah dalam dalam konteks IM 6

Nur Azman Bin Ahmad Hanafiah, Wawancara, Bandar Sibu, 9 November 2014.


(29)

adalah, sesuai namanya, “perisai perlindungan yang kokoh bagi setiap anggotanya”. Ia juga dapat dipahami sebagai “keluarga dan kerabat”. Secara riilnya, Usrah bisa berarti “kumpulan orang-orang yang terikat oleh kepentingan yang sama, yakni: bekerja, mendidik dan mempersiapkan kekuatan untuk Islam”.7 Karenanya, Usrah menjadikan setiap anggota menjadi lebih kuat karena bersama-sama dengan anggota yang lain.

Tentang Usrah, Hasan Al-Banna, pendiri dan Mursyid Aam (Ketua Umum) pertama IM, menuturkan “Islam sangat menganjurkan agar para penganutnya membentuk kumpulan-kumpulan kekeluargaan dengan tujuan mengarahkan mereka untuk mencapai tingkat keteladanan, mengukuhkan persatuan, dan mengangkat konsep persaudaraan di antara mereka dari tataran kata-kata dan teori menuju kerja dan operasional yang konkret. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah engkau wahai saudaraku untuk menjadi batu bata yang baik dalam bangunan Islam itu”.8

Beberapa prinsip Usrah yang dipahami oleh IM adalah 9;

1. Sistem Usrah adalah sistem Islam yang mengarahkan para anggotanya ke arah nilai-nilai teladan tertinggi

2. Mengokohkan ikatan persatuan antar personal, terutama apabila kita ingat bahwa rukun-rukun sistem Usrah ini adalah saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum) dan saling menanggung beban (takaful).

3. Mengangkat jalinan persaudaraan antar personel dari tataran teori ke tingkat operasional.

7

Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011), 126.

8

Al-Banna, Majmu’atu Rasa’il Jilid 2l, 337. 9

Mahmud, Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, 128.


(30)

4. Ia merupakan sarana untuk memudahkan interaksi dengan para kader yang merelakan diri terjun ke medan dakwah dalam satu ikatan amal.

5. Ia adalah sarana untuk menghimpun dana bagi IM yang mencerminkan kekuatan ekonomi yang sedang tumbuh.

6. Keterikatan dengan sistem ini merupakan kewajiban bagi semua anggota jamaah.

7. Sistem ini merupakan tulang punggung jamaah, baik secara individu, sosial maupun finansial.

Sedangkan tujuan-tujuan umum Usrah IM, membidik sasaran-sasaran10:

1. Membentuk kepribadian Muslim seutuhnya yang sanggup merespon semua tuntutan agama dalam kehidupan; mencakup aqidah yang selamat, ibadah yang benar, akhlaq yang terpuji, ilmu yang bermanfaat, pengamalan dan penerapan ajaran-ajaran agama, perhatian terhadap kesehatan fisik, pemupukan keahlian dan keterampilan.

2. Mengokohkan ikatan antar sesama anggota jamaah, baik secara sosial maupun keorganisasian.

3. Meningkatkan kesadaran akan derasnya arus nilai yang mendukung maupun yang memusuhi gerakan Islam.

4. Memberi kontribusi dalam memunculkan potensi kebaikan dan kebenaran yang tersembunyi pada diri seorang Muslim dan mendayagunakannya untuk berkhidmat kepada agama dan tujuan-tujuannnya.

5. Menanggulangi unsur-unsur destruktif dan negatif pada diri anggota.

6. Mewujudkan hakikat kebanggaan (izzah) terhadap Islam dengan membangun komitmen kepada etika dan akhlaq dalam semua aktivitas kehidupannya, baik di kala senang maupun kala susah.

10

Ibid. 138-144


(31)

7. Mewujudkan hakikat loyalitas kepada jamaah dan komitmen untuk meraih tujuan-tujuannya, dalam menggunakan perangkat-perangkatnya, membangun geraknya, dan menaati aturan serta etikanya. Semua itu membutuhkan pengorbanan, baik waktu, tenaga, maupun harta benda.

8. Mengkaji problem dan kendala yang dihadapi anggota demi tegaknya agama Islam, dengan kajian yang cermat disertai gambaran langkah solusinya yang jelas.

9. Memperdalam pemahaman dakwah dalam diri seorang Muslim. Mengingatkan setiap Muslim untuk menjadi da’i dan aktivis di jalan agama Islam sesuai dengan kapasitas dan wawasan keagamaan yang telah dianugerahkan kepadanya.

10. Mengembangkan keterampilan manajerial dan keorganisasian dalam medan aktivitas Islam.

Sementara Usrah yang dipahami oleh para aktivis gerakan dakwah Malaysia di awal-awal adalah 11:

1. Peneguhan kelompok. Dengan kehadiran dalam kelompok-kelompok secara rutin dan melakukan kontak secara fisik (dan juga intelektual) akan mewujudkan kesadaran kelompok secara nyata.

2. Penggalangan solidaritas di mana masing-masing peserta menjadi bagian dari kelompok dan peserta yang lain.

3. Dissiminasi informasi yang terwujud dalam bentuk ceramah dan tanya jawab, sehingga peserta akan dapat memenuhi harapan mereka tentang kemungkinan diperolehnya tambahan pengetahuan agama, perluasan cakrawala pemikiran dan kebebasan mengemukakan pendapat.

11

Idris Ahmad, Panduan Usrah (Kuala Lumpur: Sarjana Media, 1979), 36.


(32)

4. Pembentukan norma kelompok; atau lebih luas terjadi proses institusionalisasi, yang merupakan resultan dari interaksi dinamis antara peserta dengan elemen-elemen kelompok yang lain.

Sepintas memang ada kemiripan antara fungsi Usrah yang dikembangkan gerakan dakwah di Malaysia pada akhir 70-an hingga 80-an, dengan Usrah IM, terutama pada fungsi internalisasi, sosialisasi, dan soliditas kelompok. Alasan untuk menjelaskan kemiripan tersebut tentu sangat sederhana. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, para aktivis dakwah terawal di Malaysia dalam fase tertentu mengalami persentuhan yang intens dengan pemikiran-pemikiran IM baik melalui buku-buku ataupun forum tingkat internasional.

Akan tetapi, ketika diselidiki lebih jauh, rupanya persentuhan tersebut hanya sebatas permukaan saja, yaitu pada level ide dan gagasan-gagasan besar. Kalaupun ada hal-hal yang teknis, tidak terlampau detail. Sementara gagasan-gagasan IM sendiri, terutama tentang Usrah, relatif lebih kompleks dan sistematis. Di sinilah letak perbedaan Usrah yang diselenggarakan pada awal-awal kemunculannya di kampus-kampus Malaysia, dengan konsep Usrah IM, yang sesungguhnya hanyalah salah satu dari banyak wasilah (sarana) untuk membina anggota-anggotanya.

Menurut salah seorang informan, perbedaan itu ada pada tingkatan software (perangkat lunak)-nya. Usrah sebagai sebuah kegiatan Islam, sudah dikenal luas dan digunakan oleh banyak kelompok gerakan keagamaan di seluruh dunia, termasuk di Malaysia. Tetapi Usrah yang dipahami sebagai salah satu software kaderisasi dari sebuah

hardware gerakan besar yang menjadi sistem organisasi, hanya terdapat pada IM.12

Dalam kaitan itu, pengorganisasian Usrah itu pun pada akhirnya beragam, termasuk materi-materi yang dikembangkannya. Pada Usrah yang dikembangkan oleh IM terdapat 12

Husbi Mahdi, Wawancara , Bandar Sibu, 7 November 2014.


(33)

sistematika gagasan, yang tersusun dengan jelas dan detail. Sementara Usrah yang dikembangkan oleh para aktivis dakwah Malaysia di awal-awal, sebatas menangkap tema-tema besarnya saja, lalu kemudian pengembangannya mereka tambah dan perkaya sendiri. Meski pada awalnya sama, tidak jarang, dalam lanjutan-lanjutan materinya, Usrah-usrah itu berlainan pokok bahasan dan orientasinya, tergantung siapa yang menyampaikannya.

Pada titik di mana Usrah ini mulai mengalami banyak polarisasi internal di sana-sini, ditambah dengan permasalahan eksternal yang datang dari luar, seperti respon tidak bersahabat oleh pemerintah yang mula skeptis terhadap gerakan-gerakan Islam, pada saat itulah manhaj (metode) gerakan IM pun secara deras mempengaruhi dan diadopsi gerakan revivalis ini berikutnya. Hal ini terjadi ketika sarjana-sarjana yang terlibat dalam gerakan dakwah di luar negeri (Barat dan Timur Tengah) pulang ke Malaysia setelah mereka selesai kuliah.

Para alumni Timur Tengah (pelajar bidang agama) seperti dari Mesir, Jordan dan Saudi Arabia mempelajari manhaj gerakan IM dari kader-kadernya yang menjadi tokoh Islam di tempat tersebut, manakala para alumni Barat (pelajar bidang umum, biasanya yang aktif di organisasi IRC) seperti dari Inggris, Amerika dan Irlandia berjumpa dengan kader-kader IM yang sering menghadiri forum internasional di situ atau menjadi tenaga professional yang bekerja di negeri tersebut.13

Kembalinya para sarjana dari luar negeri tersebut menjadi momentum yang penting bagi perkembangan gerakan dakwah di Malaysia pada pertengahan 70-an hingga awal 90-an. Mereka kembali ke Malaysia dan bekerja sebagai dosen di perguruan-perguruan tinggi lokal seperti Universitas Malaya (UM), Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), Universitas Malaysia Sarawak (UNIMAS), Universitas Putra Malaysia (UPM), Universitas 13

Fuad Bin Abbas, Wawancara, Bandar Sibu, 11 November 2014.


(34)

Teknologi Malaysia (UTM), dan lain-lain. Walaupun mereka ini adalah kader-kader dakwah yang telah memahami manhaj gerakan IM secara utuh sewaktu perkuliahan mereka di luar negeri, namun saat kembali ke Malaysia mereka tidak menubuhkan organisasi resmi seperti ‘sayap IM Malaysia’ atau semisalnya, sebaliknya bergabung dengan jamaah-jamaah yang sedia ada seperti PAS dan ABIM, tetapi sebagian besarnya memilih untuk bergerak secara independen.14

Peran alumni luar negeri yang telah mengalami persentuhan dengan pemikiran dan gerakan IM antaranya adalah memperkenalkan manhaj dakwah IM. Mereka banyak diundang pada acara-acara pengajian dan latihan keislaman di kampus-kampus. Di forum-forum tersebut, sedikit demi sedikit manhaj tersebut diperkenalkan, dan mendapat banyak sambutan dari para mahasiswa.

Sambutan yang baik dari para mahasiswa itu setidaknya disebabkan beberapa hal. Pertama, sifat mahasiswa itu sendiri yang dinamis, yang relatif lebih bisa menerima dan menyesuaikan diri dengan pemikiran-pemikiran baru. Dengan kelebihan intelektualitas dan dinamika masa muda yang dimilikinya, para mahasiswa itu diharap dapat memberi dampak yang signifikan terhadap perluasan gagasan-gagasan dakwah yang dimaksud, dan menjadi agen sosialisasinya sekaligus di masyarakat yang lebih luas.

Kedua, penerimaan terhadap manhaj gerakan IM ini karena sistematikanya yang tertata baik. Kehausan akan sebuah metode yang lebih tertata rapi dan bisa dihubungkan dengan dinamika dakwah pada masa Nabi Muhammad, ternyata bisa dijawab oleh para alumni luar negeri tadi. Apa yang dahulu dikenal lewat buku-buku yang ditulis oleh orang lain tentang IM, yang banyak terjadi polarisasi pada saat penerapannya, kini mereka kenal

14

Nur Azman Bin Ahmad Hanafiah, Wawancara, Bandar Sibu, 9 November 2014.


(35)

langsung dari orang-orang yang telah bersentuhan dengan IM, baik di negeri asalnya Timur Tengah maupun gerakannya yang aktif di dunia Barat.15

Penerimaan terhadap manhaj IM ini diikuti dengan mengganti kecenderungan pola gerakan, terutama pada bentuk gerakan yang sebelumnya banyak berpusat pada kegiatan Usrah semata menjadi gerakan yang mengangkat konsep utama dalam jamaah IM yaitu konsep Tarbiyah Islamiyah (Pendidikan/pembinaan Islam) yang menjadi pondasi kepada gagasan revivalisme yang didukungnya. Penekanan utama dalam konsep Tarbiyah diletakkan pada pembangunan pribadi dan disiplin sebagai langkah awal untuk membawa perubahan yang lebih besar, dan Usrah hanyalah salah satu wasilah (sarana) dalam pelaksanaan Tarbiyah. Akan tetapi, disebabkan golongan aktivis yang mengadopsi manhaj dakwah IM ini tidak memiliki identitas kolektif yang jelas, maka penulis hanya akan merujuk pada golongan ini sebagai Gerakan Tarbiyah. Tokoh-tokoh utama dari Gerakan Tarbiyah ini antara lain adalah Zaid Kamaruddin, Prof. Abang Abdullah, Ustaz Alias Osman, Mustafa Abdul Kadir, Ustaz Zawawi Ali, Dr. Abdul Rahim Gouse, Dr. Hatta Shaharom, Haji Saari Sungib dan sebagainya. Gerakan Tarbiyah inilah embrio kepada organisasi IKRAM.

Sejak kemunculannya, Gerakan Tarbiyah memiliki ciri yang unik dari gerakan-gerakan Islam yang sedia ada di Malaysia lainnya yaitu kentalnya pengaruh Ikhwanul Muslimin (IM) terhadap gerakan dakwah ini yang meliputi keseluruhan aspek, dari nilai-nilai dan doktrin yang dikembangkannya, sampai kepada pola pengorganisasiannya. Materi-materi yang dikembangkan dalam Usrah mereka misalnya, telah mengadaptasi Materi-materi-Materi-materi yang dikembangkan oleh jamaah IM sejak kelahirannya di Mesir pada tahun 1928, lalu berkembang ke seluruh dunia. Hal ini berbeda misalnya dengan model pendekatan Usrah di 15

Syahrul Aman, Wawancara, Kuala Lumpur, 15 November 2015.


(36)

Malaysia pada awal 70-an yang lebih banyak bernuansa lokal. Meski substansi nilai yang disampaikan oleh kedua bentuk gerakan tersebut tidak jauh berbeda; misalnya tentang aqidah Islam, ibadah dan akhlaq, akan tetapi medium penyampaiannya memiliki banyak perbedaan.

Dalam Usrah-usrah yang dikembangkan pasca persentuhannya dengan IM itu, istilah-istilah yang dipergunakan banyak menggunakan bahasa Arab, bahasa resmi Al-Quran. Demikian pula istilah-istilah yang banyak dikembangkan dalam sistem belajar-mengajar mereka, banyak menggunakan istilah-istilah bahasa Arab yang dirumuskan oleh para pemikir IM.16

Sistematika materi-materi yang disampaikan itu tersusun sedemikian rupa, sehingga tidak sekedar memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang Islam dalam waktu singkat, tetapi juga secara otomatik memberikan dorongan untuk bergerak bagi para anggotanya. Di sinilah letak kunci dari pertumbuhan dan perkembangan gerakan ini yang terjadi secara massif, yaitu pada penerimaan terhadap nilai yang diajarkan. Berbeda dengan organisasi-organisasi keislaman secara umum yang lebih menekankan pada penerimaan terhadap struktur, doktrin yang diberikan pada Usrah-usrah ini lebih mementingkan penerimaan terhadap substansi nilai Islam itu sendiri.

D. Rancangan untuk Mendirikan Organisasi Resmi

Pada tahun 2009, timbul perbincangan di kalangan aktivis Tarbiyah untuk mendirikan sebuah organisasi yang akan menjadi ‘wajah resmi’ bagi gerakan mereka. Melihat wadah-wadah yang telah banyak didirikan sejak tahun 1970-an hingga memasuki abad ke-21, para kader Tarbiyah ini melihat sebuah keperluan untuk menyatukan seluruh 16

Husbi Mahdi, Wawancara, Bandar Sibu, 7 November 2014.


(37)

wadah tersebut di bawah sebuah organisasi besar yang akan menaungi semuanya, supaya mereka bisa tampil ke hadapan publik dengan identitas yang sama, karena memang sesungguhnya setiap wadah yang diwujudkan sebelum ini lahir dari satu gerakan.

Dengan penjelasan di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa wadah-wadah yang bermunculan sebelum ini seperti JIM, MUSLEH, KIMB, Hidayah Centre, KARISMA, MIG, KONSIS dan lain-lain, merupakan rangkaian proses untuk mewujudkan suatu jaringan kerja dakwah yang sistematis. Maka didirikanlah organisasi IKRAM yang terdaftar di bawah Akta Pertubuhan 1966 negara Malaysia dengan dikeluarkannya Sijil Pendaftaran (Surat Keterangan Terdaftar) pada tanggal 22 Oktober 2009. Banyak wadah seperti yang disebutkan di atas mula bernaung di bawah organisasi IKRAM, namun tidak semua wadah Tarbiyah ikut bergabung. Sebagiannya memilih untuk berdiri sendiri dan bergerak secara independen, umpamanya HALUAN (Himpunan Alumni Institusi Pendidikan) dan ISMA (Ikatan Muslimin Malaysia).

Organisasi IKRAM diresmikan dalam sebuah acara yang dihadiri oleh sekitar 5,300 orang anggotanya di Malaysia International Exhibition and Convention Centre (MIECC), The Mines Resort, Seri Kembangan, Selangor, pada 20 Juni 2010. Dalam bab selanjutnya akan dijelaskan dengan lebih jelas tentang organisasi IKRAM.


(38)

BAB III

ORGANISASI IKRAM SEBAGAI GERAKAN ISLAM REVIVALIS

Revivalisme Islam (A - aḥwah al-ʾIslāmiyyah) adalah sebuah gagasan yang

mengajak kepada membangkitkan semula cara hidup Islam secara kāffah

(menyeluruh) dalam seluruh aspek kehidupan. Yusuf Syuwairi menyatakan bahwa munculnya revivalisme Islam dilatarbelakangi oleh kemerosotan moral, sosial dan politik umat Islam.1 Menurutnya, revivalisme Islam hendak menjawab kemerosotan Islam dengan kembali kepada ajaran Islam yang murni. Contoh dari gerakan Islam revivalis adalah Pan-Islamisme yang memperoleh inspirasi dari Jamaluddin Al-Afghani (1838-1897) di Turki Utsmani, Abul A’la Al-Maududi (1903-1979) di India-Pakistan, Hasan Al-Banna (1906-1949) di Mesir, Gerakan Padri (1803-1837) di Sumatra, dan Sanusiyyah di Libya yang dinisbatkan kepada Muhammad Ali al-Sanusi (1787-1859). Syuwairi melihat adanya kemiripan agenda yang menjadi karakteristik gerakan-gerakan revivalis Islam tersebut, yaitu: (a) kembali kepada Islam yang asli, memurnikan Islam dari tradisi lokal dan pengaruh budaya asing; (b) mendorong penalaran bebas, ijtihad, dan menolak taqlid; (c) perlunya hijrah dari wilayah yang didominasi oleh orang kafir (dar al-kufr); (d) keyakinan kepada adanya pemimpin yang adil dan para pembaru (mujaddid).

Sebagai sebuah organisasi resmi untuk para aktivis revivalisme Islam ini, IKRAM didirikan dalam kerangka mengembangkan komitmen dan meraih cita-cita dakwah itu dalam tahap lanjut. Di satu sisi, disadari ada momentum yang harus dimanfaatkan sebagai salah satu karunia Allah Swt. Dan di sisi lain ada kesempatan untuk mengonsolidasi segala

1

Yusuf Syuwairi, Sejarah Gerakan-gerakan Islamis (Kuala Lumpur: Pustaka Melor, 2005), 17.


(39)

sumber kekuatan yang ada, dan menatanya dalam sebuah barisan atau jamaah yang lebih teratur dan sistematis, untuk melakukan akselerasi dalam proses dakwah itu sendiri.2

Atas dasar pemahaman itulah mereka lebih memilih mengondolisasi kekuatan riil mereka sendiri dan menghimpunnya dalam satu wadah, ketimbang mereka berhimpun dengan banyak kelompok lain dalam satu organisasi, seperti yang telah berlaku dalam ABIM dan PAS, dimana boleh jadi tarik menarik kepentingan masing-masing kelompok terlalu kuat, membuat misi dan akselerasi dakwah yang mereka inginkan justru terlambat.

Dalam pada itu, bagi para aktivis Islam ini, aktivitas dakwah yang telah dilakukan jauh sebelum organisasi IKRAM ini didirikan dipandang sebagai sebuah perwujudan kehidupan berjamaah dalam arti yang paling asasi. Jamaah yang sesungguhnya adalah jamaah yang memiliki cita-cita memperjuangkan kalimat Allah Swt di muka bumi ini. Jamaah didirikan dalam rangka membangun kesadaran umat terhadap eksistensi dirinya dan menghimpunnya dalam sebuah barisan yang solid, kuat dan terorganisir.

Dengan berdirinya IKRAM, para elite Tarbiyah harus segera membentuk sejumlah diktum kelembagaan termasuk identitas gerakannya agar menjadi lebih jelas. Itulah pentingnya ada identitas jamaah sebagai penegas jati diri organisasi yang akan membedakan dengan organisasi lainnya.

A. Profil dan Identitas Organisasi

IKRAM dalam Anggaran Dasarnya menyebutkan identitas organisasi, dan pasal 1 menyebutkan,

2

Fadillah Bin Sabali, Wawancara, Bandaraya Kuching, 11 November 2014.


(40)

“Organisasi ini dikenal dengan nama IKRAM, merupakan sebuah organisasi dakwah, kebajikan serta tarbiyah yang mengambil peduli tentang urusan-urusan kehidupan masyarakat umum sesuai dengan cara hidup dan ajaran-ajaran Islam. Ia tidak bertujuan membuat keuntungan dan berusaha untuk penegakan hukum Islam di Malaysia.”3

Secara sangat jelas disebutkan bahwa IKRAM adalah sebuah NGO (non-governmental organization) yang bersasaran pokok untuk mendukung sistem hidup Islam (nizomul hayatul Islami) melalui usaha-usaha dakwah, kebajikan serta pembinaan masyarakat, yang akhirnya terwujud secara konstitusional dengan tertegaknya Syariat Islam di negara Malaysia, sesuai dengan visinya yaitu “Malaysia menjadi sebuah Negara yang mendaulatkan syariat Islam pada tahun 2020”.

Sedangkan misi IKRAM di antaranya:

1. Melaksanakan dakwah dalam upaya meyakinkan masyarakat bahwa Islam adalah satu-satunya sistem hidup yang mampu menyelesaikan semua permasalahan.

2. Berjuang mengembangkan sebuah masyarakat maju berbasis manhaj dakwah yang tepat, cara pandang Islam yang syumul dan pembinaan yang mantap dengan memanfaatkan teknologi dan praktek terbaik manajemen.

3. Membangun kekuatan umat dengan membudayakan pendekatan kemitraan dan permufakatan.

3

Anggaran Dasar IKRAM (2012), 1.


(41)

Adapun hal yang menjadi dasar bagi rumusan Dasar (Asas dan Landasan) organisasi, dalam pasal 3 AD dinyatakan, “Dasar IKRAM ialah Islam, dan asas pegangannya ialah Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan Ijtihad”.

Sementara dalam pasal 4 dinyatakan beberapa Matlamat (maksud dan tujuan) didirikannya organisasi IKRAM,4 yaitu:

1. Menyebarkan risalah Islam melalui dakwah, serta mempertahankannya dari kebatilan dan syubhat;

2. Mengumpulkan hati dan jiwa individu Muslim di atas dasar Islam dan membangun akhlak yang mulia;

3. Meninggikan taraf sosial ekonomi umat Islam;

4. Memupuk keadilan masyarakat dan kesejahteraan sosial serta memberantas kebodohan, kemiskinan, keruntuhan moral dan mendorong kerja kebajikan, terlepas dari ras dan agama;

5. Memperjuangkan hak umat Islam dan berusaha meningkatkan kesatuan dan persatuan di kalangan mereka;

6. Menegakkan syariat Islam secara praktis;

7. Mengadakan hubungan dan kerjasama dengan mana-mana pihak dalam memajukan kepentingan umat Islam;

4

Ibid.


(42)

8. Bekerjasama dengan mana-mana organisasi yang memiliki tujuan yang sejalan untuk memajukan kepentingan agama Islam dan kaum muslimin.

Lalu bagaimana tujuan serta asas dan landasan gerak organisasi dapat dioperasionalkan? Kegiatan apa saja yang dapat dilakukan oleh IKRAM? Barangkali untuk menjawab pertanyaan ini kita dapat melihat diktum usaha organisasi yang dimasukkan dalam pasal 9 AD IKRAM.5 Dalam pasal tersebut, disebutkan beberapa usaha yang dilakukan oleh IKRAM untuk mencapai tujuannya, yang dibenarkan oleh syariat Islam dan Undang-undang Negara Malaysia:

1. Dakwah

IKRAM berusaha menyampaikan dan menyebarkan agama Islam kepada segenap lapisan masyarakat menggunakan berbagai cara dan sarana.

2. Tarbiyah

a. Tarbiyah IKRAM dilaksanakan untuk membangun anggota IKRAM dan menghidupkan fakta berkomitmen kepada agama Islam secara teori dan praktik, pada tingkat diri, keluarga dan masyarakat.

b. IKRAM menekankan pendidikan anggota keluarga dengan tarbiyah yang komprehensif berdasarkan Qur'an dan Sunnah.

5

Ibid., 5.


(43)

c. Tarbiyah IKRAM berperan membangun ukhuwah yang benar dan sikap bekerjasama di antara satu dengan yang lain, sehingga dengannya diharap akan terterap fikrah kesatuan Islam.

d. IKRAM berusaha untuk membentuk generasi yang memahami Islam dengan pemahaman yang jelas, mempraktekkan syari'atnya dan mengarahkan kemajuan sesuai dasarnya.

e. IKRAM berusaha memberi nasihat dan mempromosikan pandangan Islam sebagai kebijakan dalam semua urusan kemasyarakatan termasuk pendidikan, legislatif, yudikatif, media massa, administrasi, ketentaraan, politik, ekonomi, kesehatan dan pemerintahan.

f. Membangun lembaga pendidikan, kemasyarakatan, ekonomi, sains dan teknologi, rumah sakit, rumah perlindungan dan rumah kebajikan.

g. Melakukan kerja-kerja amal.

h. Melaksanakan perbaikan individu dan keluarga, dan berusaha memberantas penyakit sosial seperti zina, penyalahgunaan narkoba, minuman keras, judi dan praktek khurafat.

i. Menciptakan platform untuk membimbing para remaja dan pemuda dengan hal yang bermanfaat.

j. Menerima sumbangan dan kontribusi uang dari anggota IKRAM, organisasi dan masyarakat untuk mencapai tujuan IKRAM.


(44)

k. Melakukan setiap usaha yang sah dari segi hukum untuk meningkatkan sumber keuangan IKRAM, termasuk melakukan usaha bisnis. Keuntungan dari bisnis akan diinvestasikan kembali atau digunakan untuk kegiatan dan kepentingan IKRAM.

Selanjutnya kita perlu mengetahui makna simbolik dari IKRAM agar lebih lengkap pengetahuan mengenai organisasi ini. Dalam Lampiran A AD mengenai Lambang dan Motto dinyatakan sekilas tentang hal tersebut.6

Pertama, “Huruf Arab ‘alif’ dan huruf Latin ‘i’ adalah awal dari kata Islam, Iman, Ihsan dan Ikram itu sendiri serta beberapa kata yang membawa arti yang positif dalam bahasa Melayu dan bahasa Inggris seperti Inovasi (innovation) dan Integritas (integrity)”. Secara umum hal ini melambangkan perjuangan untuk menegakkan nilai-nilai Islam, Iman dan Ihsan dalam masyarakat dengan jalan dakwah, tarbiyah Islamiyah (pembinaan Islam) dan mencetak kader-kader da’i yang inovatif dalam berwacana ketika menyebarkan nilai-nilai Islam, serta memiliki integritas yang tinggi dalam bersikap dan beramal.

Kedua, "Dua warna yang digunakan adalah warna batu firus hijau kebiru-biruan atau turquoise (Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002. Kamus Dwibahasa Inggris - Bahasa Melayu Edisi Kedua) bagi "alif" dan warna hijau muda untuk "bola dunia". Warna batu firus adalah warna segar kontemporer dan warna hijau muda adalah warna kesegaran universal.” Kenyataan ini dapat dibaca sebagai sebuah upaya untuk membangun identifikasi diri yang berbeda dari ‘masa lalu’, yaitu sebuah organisasi yang memberi nafas dan semangat baru kepada gerakan sebelumnya.

6

Ibid., 28.


(45)

Lambang ini memiliki makna simbolik yang tegas dan kuat. Ia menjadi sebuah icon yang merangkum entitas yang kompleks di belakangnya. Entitas tersebut selama ini berserak dan tersebar dalam banyak simbol dan institusi. Pada masa lalu, agak sulit mengidentifikasi para aktivis dakwah yang memiliki sejumlah ciri-ciri simbolik; seperti berjilbab panjang untuk para aktivis perempuannya, memelihara jenggot untuk para laki-lakinya, serta sejumlah ciri-ciri simbolik lainnya. Ada banyak nama untuk mengidentifikasi aktor-aktor tersebut berikut model kegiatan mereka yang khas, seperti pemisahan yang ketat antara laki-laki dan perempuan, dan lain sebagainya. Nama-nama yang digunakan untuk mengidentifikasi yang selama ini banyak digunakan misalnya; Gerakan Tarbiyah, Geng Usrah, Aktivis Dakwah Kampus, dan lain-lain.

Akan tetapi sejak berdirinya IKRAM, hampir semua entitas-entitas tersebut kemudian lebur menjadi satu di balik lambang huruf alif berwarna biru batu firus (turquoise) dengan bola dunia (globe) hijau muda di atasnya itu. Secara sederhana, orang dapat mengidentifikasi sebagian besar simbol, entitas dan ciri-ciri kultural personal maupun komunal yang selama ini mereka lihat khas itu, sebagai ciri dari sebuah lambang yang dimiliki oleh IKRAM.

B. Kelembagaan IKRAM

Berdirinya organisasi IKRAM membawa konsekuensi bagi pembentukan komposisi kelembagaan, artinya sebuah organisasi harus memenuhi sejumlah ketentuan yang dipersyaratkan sebagai organisasi, untuk mewujudkan pembagian kerja yang lebih baik dengan profilerasi tugas-tugas kelembagaan kepada unit-unit kerja yang jauh lebih kecil


(46)

dengan spesifikasi kerja yang terfokus. Maka ruang gerak dan wilayah kerja sosialnya menjadi lebih kompleks.

Oleh sebab itu, para elite IKRAM membentuk kelembagaan yang teratur agar responsif atas sejumlah persoalan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Menurut seorang informan, kelembagaan IKRAM dewasa ini sudah jauh lebih baik dan memiliki posisi yang setara dengan lembaga-lembaga sosial keagamaan yang telah lebih dahulu berkembang.7 Proses pembentukan kelembagaan IKRAM ini kabarnya tidak berlangsung dalam atmosfir kelembagaan yang umumnya ditemukan dalam organisasi-organisasi Islam lainnya, namun melalui tahapan-tahapan yang dipersyaratkan oleh agama. Konflik dan ketegangan dalam rangka memperoleh kedudukan dalam struktur organisasi hampir tidak dapat ditemukan dalam lembaga. Struktur kelembagaan IKRAM yang nampak tersusun ini menunjukkan adanya akomodasi atas makna doktrin Islam dan akomodasi atas kehendak sosial yang berkembang dalam masyarakat. Tuntutan idealisme keyakinan dengan desakan sosial yang muncul dari masyarakat dapat berkompromi secara sehat dalam lembaga IKRAM. Struktur akomodatif itu dapat ditemukan dalam susunan berikut dengan otoritas yang didelegasikan oleh Dewan Perwakilan Nasional sebagai badan kuasa tertinggi yang memiliki otoritas penuh untuk melakukan serangkaian perubahan dalam kelembagaan organisasi.

Dewan Perwakilan Nasional (DPN) berfungsi untuk memberikan pemikiran-pemikiran kepada pimpinan IKRAM dengan spirit pelaksanaan syuro yang ditekankan dalam sebuah jamaah Islam. Dalam pasal 10 AD tentang DPN disebut bahwa DPN adalah lembaga yang berperan menentukan dasar dan perencanaan utama organisasi IKRAM, serta memilih Presiden dan Jawatankuasa Pusat (Pimpinan Pusat). Sementara anggota dan jumlah 7

Fadillah Bin Sabali, Wawancara, Bandaraya Kuching, 11 November 2014.


(47)

keanggotaannya disebut dalam pasal 19. Anggota-anggota dan Yang Dipertua (Ketua) DPN adalah kader organisasi yang terdiri dari unsur-unsur senior, para pakar dan tokoh.

C. Perkembangan Organisasi IKRAM

Menurut penilaian penulis, kinerja yang dibangun oleh para aktivis dakwah yang memiliki pengalaman hampir 30 tahun ini, sangat potensial membangun suatu jaringan kelembagaan organisasi yang baik dan luas di masa depan. Dukungan personel dan kader dalam pengembangan organisasi memang dirasa perlu, tapi dukungan itu sendiri harus disertai dengan komitmen kelembagaan yang kuat. Selain itu, komitmen kader dan simpatisan dalam mengembangkan IKRAM adalah faktor kunci pengembangan organisasi. Komitmen kader harus disertai pula dengan penyebaran kader ke berbagai tempat, wilayah dan pelosok untuk membangun jaringan. Hanya dengan cara itulah IKRAM dapat berkembang di masa depan.

Kader-kader yang pernah mengikuti pengaderan atau tarbiyah (pembinaan) di IKRAM, khususnya dari kalangan mahasiswa Sarawak, setelah masa studi selesai akan cenderung memilih kembali ke daerah asalnya. Mereka ini, berpotensi dibekali dengan nilai-nilai perjuangan, komitmen dan doktrin yang siap menisbahkan dirinya pada kegiatan dakwah. Mereka dapat dijadikan jembatan untuk mendirikan IKRAM di daerah-daerah meski suatu cabang tidak bersifat serampangan, tidak asal ada cabang dan sebagainya, tapi mereka sekali lagi potensial untuk menjadi mediasi atau fasilitator bagi berdirinya cabang IKRAM.8

8

Husbi Mahdi, Wawancara, Bandar Sibu, 7 November 2014.


(48)

Pendirian cabang IKRAM bersifat selektif dan ketat. Sebuah cabang misalnya baru dapat direkomendasikan menjadi cabang apabila telah memiliki anggota yang banyak dan kegiatan sosial keagamaan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat lokal, atau mungkin dapat ditingkatkan. Tapi kegiatan-kegiatan itu hanya mungkin dapat berlangsung dengan dukungan kader-kader IKRAM, yaitu mereka yang telah memahami manhaj dakwah IKRAM.

Untuk sekadar diketahui bahwa pada tahun 2015, IKRAM telah memiliki 5 cabang di kawasan Sarawak, yaitu: Kuching, Samarahan, Sibu, Bintulu dan Miri. Sementara daerah binaan IKRAM lebih banyak dari jumlah cabang resmi, artinya daerah itu berpotensi untuk dikembangkan menjadi cabang. Jumlah daerah binaan di Sarawak diidentifikasi sebanyak 16, di antaranya: Sarikei, Mukah, Betong, Sri Aman, Limbang, Saratok, Kapit, Kanowit, Song, Asajaya, Serian, Lawas, Matu, Daro, Tatau, dan Dalat. Adapun di seluruh Malaysia, IKRAM telah memiliki sebanyak 73 cabang.


(49)

BAB IV

LANGKAH ORGANISASI IKRAM PASCA PEMBENTUKAN

A. Partisipasi IKRAM dalam Masyarakat Sarawak

IKRAM merupakan organisasi yang menjalankan dakwah, tarbiyah dan kebajikan yang prihatin terhadap urusan kehidupan masyarakat sesuai dengan ajaran dan cara hidup Islam. Di Sarawak khususnya dan Malaysia umumnya, IKRAM berusaha untuk menjalankan program-program yang bermanfaat untuk memastikan nilai-nilai ajaran Islam dapat disampaikan secara efektif. IKRAM melaksanakan usaha dakwahnya dalam berbagai aspek kemasyarakatan, antara lain:

1. Sosial

IKRAM menyediakan layanan masyarakat melalui i-Bantu sebagai platform untuk menjalankan kegiatan bakti sosial, misalnya memberi bantuan berupa sembako kepada yatim piatu dan fakir miskin di sekitar Sarawak dengan cara mengantarkan langsung ke rumah-rumah mereka yang berhak, maupun merespon sebarang bencana yang terjadi seperti kebakaran, banjir, kabut asap dan semisalnya.

Selain itu, pemanfaatan media sosial merupakan salah satu cara yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan keislaman kepada masyarakat dengan lebih meluas. Oleh sebab itu, IKRAM menggunakan medium-medium seperti situs resmi, akun Facebook, Twitter, Instagram, kanal Youtube, dan semisalnya untuk menyiarkan laporan kegiatannya, artikel-artikel, berita dan isu-isu terbaru, serta sebarang pernyataan resmi dari organisasi tersebut. Selain media di dunia maya, IKRAM juga memanfaatkan media


(50)

cetak, antara lain majalah bulanan ‘JOM!’, buletin ‘Tarbiatuna’ untuk para anggotanya, serta buku-buku ilmiah yang dihasilkan oleh Risalah Harmoni, yaitu sebuah perusahaan penerbitan milik IKRAM.

Dari aspek kepemudaaan pula, IKRAM memiliki sayap pemuda yaitu IKRAM Youth, yang aktif di sekolah-sekolah, perguruan tinggi maupun pemukiman kota atau desa. IKRAM Youth berhasrat melahirkan para pemuda Muslim yang berkualitas dari aspek amal ibadah, berkepemimpinan, berakhlaq mulia, bermanfaat kepada umat dan masyarakat, serta berwawasan tinggi, kreatif dan inovatif.1 Para kader IKRAM Youth terdapat di beberapa perguruan tinggi Sarawak seperti Universitas Malaysia Sarawak (UNIMAS), Institut Pendidikan Guru Kampus Sarawak (IPGKS), Curtin University Sarawak, University College of Technology Sarawak (UCTS) dan lain-lain.

2. Pendidikan

Seperti yang telah disinggung dalam bab sebelumnya, MUSLEH Education Centre merupakan lembaga pendidikan yang dibangun oleh para aktivis dakwah dari gerakan ini. Setelah bernaung di bawah organisasi IKRAM, namanya diubah menjadi IKRAM-MUSLEH, namun tetap memainkan peran yang sama, yaitu menyediakan sistem pendidikan modern yang Islami.

IKRAM-MUSLEH membangun sekolah-sekolah Islam swasta yang sudah mulai populer di kalangan masyarakat. Antaranya adalah SRI Amin Kuching, SMI Itqan,Tadika (TK) Didik Ria Sibu, Maahad Tahfidz Qur’an Hira’, Akademi Al-Hidayah, dan lain-lain.

1

Syahrul Aman, Wawancara, Kuala Lumpur, 15 November 2015.


(51)

3. Kemanusiaan

IKRAM memiliki sebuah lembaga kemanusiaan yang diberi nama MyCARE. Jaringan bantuan kemanusiaan MyCARE mencakup kepulauan Asia Tenggara termasuk Filipina, Kamboja, Thailand Selatan dan Vietnam; negara yang dilanda perang di Timur Tengah seperti Palestina, Suriah, Lebanon dan Irak; pengungsi Rohingya, serta wilayah-wilayah yang tertimpa bencana, tanpa mengira ras dan agama.

4. Politik

Meskipun bukan sebuah partai politik, IKRAM memainkan peran politik non-partisan yang berusaha untuk mengawasi kinerja pemerintah, memberdayakan masyarakat, mendorong kebijakan nyata pro-rakyat, atau bahkan menyalurkan aspirasi akar rumput. Misalnya, IKRAM terlibat dalam ‘Gabungan Bersih’,2 yaitu sebuah koalisi NGO yang memperjuangkan pemilu yang bersih, bebas dan adil, serta mendukung Gerakan Harapan Baru yang mengkampanyekan politik Islam yang inklusif, progresif, peduli rakyat dan berpegang pada prinsip Maqashid al-Syar’iah (tujuan hukum Islam).3 Hal ini diharap dapat menjadi salah satu elemen yang dapat membantu menyehatkan demokrasi Malaysia.

B. Model Kegiatan Keagamaan

Dalam organisasi IKRAM, kegiatan-kegiatan yang dijalankan adalah sebagai wasilah (sarana) untuk membina para kadernya dan menyampaikan dakwah kepada masyarakat. Berikut beberapa bentuk kegiatan keagamaan oleh para aktivis gerakan ini.

2

Laporan Tahunan IKRAM (2011)

3

Laporan Tahunan IKRAM (2015)


(52)

1. Halaqah Tarbawi

Istilah ini sesungguhnya merujuk kepada Usrah seperti yang disinggung sebelumnya. Halaqah secara harfiah berakar dari kata liqo’ yang berarti pertemuan atau perjumpaan, yaitu suatu program pertemuan rutin untuk sebuah kelompok Usrah, biasanya satu pekan sekali, dimana kegiatan pengkajian nilai-nilai Islam dilakukan dengan sistematis dan kontinyu. Di dalam Halaqah ini biasanya terdiri dari 5-6 orang anggota kelompok (mutarabbi, peserta yang dididik atau orang yang dibina) yang dipimpin oleh seorang naqib atau murabbi (guru atau semacam fasilitator di dalam kelompok tersebut, yang secara harfiah berarti Ketua atau pendidik/pembina). Apabila diselenggarakan di kampus biasanya yang memimpin kelompok ini adalah salah seorang mahasiswa senior.

Sebagaimana telah disinggung dalam bab sebelumnya, dalam sistem pembinaan dan kaderisasi Ikhwanul Muslimin, Usrah menempati prioritas penting dan merupakan kewajiban bagi setiap anggota. Demikian juga Halaqah dalam istilah yang dikenal oleh anggota IKRAM. Bisa dipastikan setiap kelompok Usrah akan menjalankan Halaqah mingguan masing-masing. Baik dia sebagai anggota dari suatu Usrah, maupun dia memimpin (menjadi Naqib/Murabbi) dalam Usrah lainnya. Halaqah biasanya diselenggarakan di rumah salah seorang anggota Usrah, atau di masjid-masjid.

Dengan sistematika yang dikembangkan secara rapi dalam Usrah, setiap anggota yang telah cukup lama mengikuti siri-siri Halaqah dan dirasa memiliki kemampuan untuk mentransfer ilmunya, diharuskan untuk membuka kelompok Usrah baru. Sehingga


(53)

dengan sistem seperti itu, tingkat perkembangan gerakan ini terjadi secara cepat, seperti sebuah pohon factor yang berakar cepat ke bawah.

Sebagai ilustrasi, dalam sebuah kelompok misalnya terdapat 6 orang anggota kelompok dengan satu orang Naqib. Dalam kurun waktu tertentu, setiap anggota kelompok tersebut diharuskan untuk membina anggota-anggota baru di bawah mereka, yang biasanya adik-adik kelas mereka. Jadi, dari 6 orang tadi, kalau masing-masing menangani kelompok baru yang jumlah anggota masing-masing misalnya 5 orang, maka jumlah mereka kini sudah bertambah sebanyak 30 orang. Belum lagi, masing-masing orang tersebut bisa saja menangani lebih dari satu kelompok. Dengan logika pertumbuhan seperti itu, pertambahan anggota kelompok ini pun berkembang dengan sangat pesat.4

Biasanya metode belajar yang digunakan dalam Halaqah itu adalah informatif dimana sang Naqib menyampaikan ceramah, berupa nasihat-nasihat keagamaan, kisah-kisah nabi dan para sahabatnya, uraian tafsir Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi Muhammad. Diselingi dengan tanya jawab dan diskusi antara mereka, kemudian kegiatan tersebut biasanya ditutup dengan pembacaan doa. Sebelum dimulai acara juga, dibacakan ayat-ayat Al-Quran secara bergiliran atau oleh salah seorang diantara mereka.

2. Daurah

Daurah adalah bentuk aktivitas yang menekankan pada pengayaan wawasan atau pengetahuan para anggota. Kegiatan ini berupa mengumpulkan anggota atau calon anggota dalam jumlah yang relatif banyak dalam suatu tempat untuk mendengarkan ceramah, kajian, seminar, dan forum tentang suatu masalah, dengan mengangkat tema tentu yang dirasa penting bagi menumbuhkan kesadaran Islam.

4

Sufri Bin Yakup, Wawancara, Bandar Miri, 1 Desember 2014.


(54)

Daurah juga sering diletakkan dalam kerangka rekrutmen anggota baru, yang diselenggarakan dengan berbagai nama. Dalam kasus organisasi IKRAM di kampus Universitas Malaysia Sarawak (UNIMAS) misalnya, dalam kerangka rekrutmen anggota baru, di awal tahun ajaran baru menyelenggarakan berbagai kegiatan keislaman berupa pelatihan dan kajian-kajian. Nama-nama yang dimunculkan dalam acara itu misalnya Diskusi Mahasiswa Islam (DMI), Kajian Sejarah Islam (KERIS), Forum Isu Umat (FIST), Seminar Tarbiyah (STAR), dan masih banyak yang lain.5

Pembicara-pembicara yang diundang untuk mengisi Daurah adalah para pakar di bidang masing-masing.Tidak hanya para ustadz yang memang memiliki kapasitas keilmuan yang memadai, biasanya juga dihadirkan para alumni atau dosen yang mempunyai kapasitas yang dibutuhkan. Ditambah dengan berbagai bentuk acara yang menarik, serta pembicara yang kompeten; membuat acara ini biasanya menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiswa baru.

Dalam konteks Ikhwanul Muslimin, Daurah memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut6:

a. Menyiapkan individu muslim yang berkomitmen, baik secara keilmuan maupun operasional.

b. Menyiapkan penanggungjawab (mas’ul) aktivitas dakwah sesuai dengan sifat-sifat yang harus dipenuhi.

c. Menyiapkan kajian dan riset ilmiah dalam berbagai bidang aktivitas Islam dengan menghadirkan berbagai perangkatnya, sekaligus mengenalkan metodologi dan tujuannya.

5

Fadillah Bin Sabali, Wawancara, Bandaraya Kuching, 11 November 2014. 6

Mahmud, Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, 325-326.


(55)

d. Membangun kesadaran dan wawasan pengetahuan bagi personil dan pemimpin.

e. Membangun kesadaran dan kemampuan untuk menganalisis berbagai bidang persoalan. Yang terpenting antara lain: bidang politik, sosial dan ekonomi.

f. Membangun kesadaran dan wawasan jurnalistik bagi personil maupun pemimpin. g. Membangun kesadaran dan wawasan Tarbiyah bagi personil maupun pemimpin.

h. Membangun kesadaran dan pemahaman yang mendalam tentang berbagai arus nilai yang mendukung Islam agar dapat saling memahami dan bekerjasama.

i. Membangun kesadaran dan pemahaman yang mendalam tentang berbagai arus nilai yang memusuhi Islam, seperti: Zionisme, Zending, Atheisme, Sekularisme, dekadensi moral dan Kejumudan.

j. Membangun cara pandang yang benar dan cermat terhadap dunia Islam kontemporer. Dengan kata lain, Daurah juga diselenggarakan untuk kepentingan penguasaan aspek-aspek seperti: manajemen, ilmu politik, manhaj gerakan, fiqih dakwah, kedisiplinan, komitmen, dan lain-lain. Daurah biasanya dijalankan secara bulanan, seperti yang bisa didapati dalam laporan-laporan bulanan IKRAM.7

3. Rihlah

Rihlah artinya perjalanan, adalah salah satu perangkat pembinaan yang menjadi kegiatan organisasi IKRAM, yang memberi penekanan kepada pembinaan fisik (jasmani). Rihlah biasanya mengambil bentuk perjalanan sepanjang hari tanpa henti menyusuri suatu rute tertentu. Di dalamnya para peserta diberikan kebebasan untuk bergerak, berolah raga, berlatih, bersabar, dan bekerja secara sungguh-sungguh.

7

Laporan Bulanan Daerah IKRAM (2010-2015)


(56)

Biasanya acara Rihlah itu dipusatkan di luar kota, di tempat-tempat yang sejuk, sepi dan mempunyai pemandangan alam yang menarik, seperti di pegunungan atau pantai. Menurut konsep Tarbiyah, ada beberapa tujuan Rihlah yang hendak dicapai, yang terbagi dalam tujuan individual dan tujuan umum.8

Tujuan individual dari Rihlah ini antaranya; pertama, sebagai olah raga guna kebugaran tubuh, di samping aspek rekreatif karena diselenggarakan di luar kota yang sejuk atau indah. Kedua, melatih disiplin secara ketat. Ketiga, sebagai sarana refreshing guna memperbarui mental dan semangat. Keempat, berlatih menanggung beban fisik dengan mehahan lapar dan haus dan berlatih sabar. Kelima membiasakan diri untuk bergabung dan bekerjasama dengan orang lain dalam sebuah amal jama’i (team work) baik dalam proses persiapan sebelum pada saat pelaksanaan, maupun setelah pelaksanaan.

Sedang tujuan umumnya, dengan perjalanan sepanjang hari secara bersama-sama itu diharapkan; pertama, menjadi sarana sosialisasi dan interaksi dengan teman atau anggota lain. Kedua, memperkuat hubungan antara anggota dan membingkainya dengan nilai-nilai Islam yang dipraktikkan langsung. Ketiga, menjadi ajang untuk saling mengenal potensi sesama anggota, khususnya dalam bidang keterampilan dan keahlian anggota, khususnya dalam bidang keterampilan dan keahlian tertentu, yang potensi tersebut tidak termunculkan di forum-forum lainnya (Usrah, Daurah, dll). Keempat, menjadi sarana untuk internalisasi nilai untuk para anggota, berkaitan dengan doktrin-doktrin tertentu. Kelima, sebagai sarana latihan kepemimpinan di kalangan anggota, dan lain-lain.

8

Ibid. 280.


(57)

4. Mabit

Mabit artinya bermalam, yaitu sebentuk kegiatan yang diselenggarakan bersama oleh para kader IKRAM. Acara ini biasanya diselenggarakan sebulan sekali, pada malam-malam yang disepakati bersama, dan mengambil tempat di masjid atau musholla.

Para anggota biasanya berkumpul pada waktu magrib (melakukan shalat magrib berjamaah), atau bisa juga pada waktu shalat isya (dengan shalat isya berjamaah). Setelah itu acara dilanjutkan dengan membaca (tilawah) Al-Quran bersama-sama sampai makan malam. Setelah makan malam, biasanya acara dilanjutkan dengan mendengarkan nasihat-nasihat (tausiyah) dari salah seorang dari mereka yang ditunjuk sebagai pembicara. Tidak lebih dari pukul 22.00 aktivitas biasanya sudah dihentikan, dan para peserta berangkat tidur. Kurang lebih pukul 03.00, peserta dengan kesadaran sendiri bangun atau dibangunkan untuk bersama-sama menunaikan shalat malam (qiyaamullail atau shalat tahajjud). Shalat tahajjud itu dipimpin oleh salah seorang yang bacaan Qur’annya paling baik, dan diselesaikan sampai menjelang shalat subuh. Setelah shalat subuh, acara masih diisi dengan membaca Al-Qur’an atau berdzikir. Setelah itu barulah mereka berpisah dan kembali beraktivitas di tempat masing-masing.

Yang menarik dari acara Mabit ini adalah tingkat penghayatan peserta terhadap suasana spiritual yang dibangun di dalamnya sedemikian rupa sehingga banyak diantara mereka yang menjalani kegiatan sepanjang malam itu dengan air mata. Dalam pengamatan penulis terhadap acara-acara Mabit yang diselenggarakan oleh para kader IKRAM ini, acara mendengarkan tausiyah dan shalat malam adalah ajang dimana mereka melakukan refleksi dan introspeksi (muhasabah) mendalam atas berbagai perilaku mereka di masa lalu. Suasana khusyu’ dan penuh nuansa spiritual itu membuat para


(1)

1

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian ini secara garis besar ada beberapa hal yang bisa disimpulkan, yaitu:

1. Mulai tahun 1970-an, munculnya banyak gerakan Islam di Malaysia umumnya, dan Sarawak khususnya. Setiap gerakan menggunakan metode dan wacana masing-masing dalam menyampaikan dakwah Islam. Salah satu gerakan tersebut adalah Gerakan Tarbiyah, yang terinspirasi dari jamaah Ikhwanul Muslimin di Mesir, dan merupakan embrio organisasi IKRAM. Pemobilisasian para kadernya berjalan dari awal 70-an sehingga awal abad ke-21.

2. IKRAM merupakan sebuah NGO Islam yang berfokus pada dakwah dan pembinaan masyarakat, dan sejak didirikan pada tahun 2009 telah memberi kontribusi yang signifikan dalam mengembangkan revivalisme Islam di Sarawak.

3. Pasca pembentukannya, langkah IKRAM untuk melaksanakan misinya adalah dengan menjalankan program-program yang bisa meluaskan pengaruhnya di wilayah tersebut dalam rangka membumikan nilai-nilai


(2)

2

B. Saran

Setelah menjalankan penelitian, menganalisis data-data dan pada akhirnya memberikan kesimpulan tentang hasil temuan penelitian, maka penulis mempunyai beberapa saran-saran yang perlu dijadikan catatan penting bagi Perguruan Tinggi yang merupakan pusat pendidikan dan riset ilmiah, sebagai berikut:

1. IKRAM merupakan sebuah organisasi yang berpotensi besar dalam membangun kefahaman Islam di kalangan masyarakat Sarawak yang minoritas Muslim, maka lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang ada di Sarawak sebaiknya bekerjasama dengan IKRAM dan gerakan Islam lainnya baik dari aspek sosial, ekonomi, politik, pendidikan, keagamaan dan sebagainya. Keberadaan lembaga, yayasan dan organisasi yang bersatu dalam kinerja yang baik boleh meningkatkan kemajuan umat Islam di Sarawak khususnya dan di Malaysia umumnya. 2. Diharapkan ada upaya untuk penelitian yang lebih lanjut dan

komprehensif tentang gerakan dakwah Islam di Sarawak dan peranan lembaga lain serta tokoh-tokoh yang menyumbang dalam usaha tersebut menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial.

Mudah-mudahan penelitian ini ditindak lanjuti, dan bisa memberikan manfaat buat penulis, pembaca dan perkembangan Islam di kemudian hari.


(3)

3

C. Penutup

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang penulis bersyukur kepadaNya, karena berkat rahmat, taufiq serta hidayahNya kepada penulis mampu menyelesaikan skripsi ini, dengan kerendahan hati semoga skripsi ini bermanfaat kepada penulis sendiri, pembaca, agama, bangsa dan Negara. Allahumma amin


(4)


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Aam. Model Penelitian Agama dan Dinamika Rencana Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Abdul Rahim, Imaduddin. Kuliah Tauhid. Bandung: Pustaka Salman, 1993.

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Ahmad, Idris. Panduan Usrah. Kuala Lumpur: Sarjana Media, 1979.

Al-Banna, Hasan. Majmu’atu Rasa’il Jilid 2. Surakarta: Era Adicitra Intermedia, 2013. Anggaran Dasar (AD) Organisasi IKRAM.

Anwar, Zainah. Kebangkitan Islam di Malaysia. Kuala Lumpur: Pelanduk Publications, 1990. Berry, David. Pokok-pokok Sosiologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995.

Broser IKRAM Sarawak.

Firdaus, Hasan. Gerakan Islam: Satu Sejarah dan Pengalaman. Bangi: Madrasah Muttaqin, 1989.

Ian, Craib. Modern Social Theory: From Parsons to Harbernas/ Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons Sampai Habernas, Terrjemahan Paus. Baut, T. Efendi. Jakarta: C.V Rajawali, 1992.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia, 1992.

Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : PT Wacana Yogya, 1994. Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya, 1995.

Louis, Gottschalk. Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI-Press, 1985.

Mahmud, Ali Abdul Halim. Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin. Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011.


(6)

Wawancara

Ali Bin Fathullah, Bandar Bintulu, 55 Tahun, Tokoh Pendakwah Sarawak.

Fadillah Bin Sabali, Bandaraya Kuching, 33 Tahun, Bendahara IKRAM Sarawak. Fuad Bin Abbas, Bandar Sibu, 60 Tahun, Mantan Aktivis JIM.

Husbi Mahdi, Bandar Sibu, 47 Tahun, Wakil Ketua Cabang IKRAM Sarawak.

Nur Azman Bin Ahmad Hanafiah, Bandar Sibu, 45 Tahun, Anggota IKRAM Sarawak. Sufri Bin Yakup, Bandar Miri, 27 Tahun, Anggota IKRAM Sarawak.