ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN KEMATIAN IBU MELAHIRKAN.

(1)

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN

NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA

MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN

KEMATIAN IBU MELAHIRKAN

SKRIPSI

Oleh

RULI TRI ASTUTI

NIM. C03211024

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas S

yari’ah

Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam

Program Studi Hukum Pidana Islam

SURABAYA

2015


(2)

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA MALPRAKTIK

DOKTER YANG MENYEBABKAN KEMATIAN IBU MELAHIRKAN

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Syariah dan Hukum

Oleh

RULI TRI ASTUTI NIM. C03211024

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Program Studi Hukum Pidana Islam

SURABAYA


(3)

(4)

(5)

(6)

iv

ABSTRAK

Skripsi dengan judul Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang Tindak Pidana Malpraktik dokter yang menyebabkan Kematian Ibu Melahirkan ditulis untuk menjawab pertanyaan bagaimana pertimbangan hukum dalam Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan dan bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.

Data penelitian dihimpun melalui pembacaan dan kajian teks (text reading) dan selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif – analisis.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO berdasarkan keterangan saksi dan saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan menyatakan bahwa para terdakwa melakukan operasi sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai dalam pasal angka 10 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 512/MenKes/PER/IV/2007, memperhatikan alat bukti berupa berkas catatan medis dengan menguraikan setiap unsur dalam surat dakwaan yang membuktikan bahwa tidak ada kesalahan Hakim dalam memutus perkara tersebut. Menurut hukum pidana Islam pembunuhan karena kesalahan tetap mendapatkan sanksi yaitu sanksi diyat dan kifarat, apabila tidak mampu melakukannya maka diperingan dengan memerdekakan seorang hamba sahaya, namun apabila tidak memperolehnya diwajibkan puasa 2 bulan berturut-turut.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka kepada penegak hukum disarankan untuk menganalisa suatu perkara dengan cermat agar tidak terjadi kesalahan dimasa yang akan datang sehingga keadilan bisa tercipta. Sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana malpraktik tetap diberikan agar menimbulkan efek jera sehingga selanjutnya akan bersikap hati-hati agar tidak ada korban lagi karena kelalaian tersebut.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... PERNYATAAN KEASLIAN ... PERSETUJUAN PEMBIMBING ... MOTTO ... PERSEMBAHAN ... PENGESAHAN ... ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TRANSLITERASI. ... BAB I PENDAHULUAN ... A.Latar Belakang ... B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... C.Rumusan Masalah ... D.Kajian Pustaka ... E.Tujuan Penelitian ... F.Kegunaan Hasil Penelitian ... G.Definisi Operasional... H.Metode Penelitian ... I. Sistematika Pembahasan ...

BAB II KEALPAAN DAN KESENGAJAAN MELAKUKAN

TINDAK PIDANA MALPRAKTIK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM ... A. Kealpaan ... 1. Pengertian Kealpaan ... 2. Unsur-Unsur Kealpaan ...


(8)

xi

3. Sanksi Pembunuhan Karena Kealpaan ... B.kesengajaan ... 1. Pengertian Kesengajaan ... 2. Unsur-Unsur Kesengajaan ... 3. Sanksi Pembunuhan Sengaja ... BAB III PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PUTUSAN NO.

90/Pid.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA

MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN

KEMATIAN IBU MELAHIRKAN ... A. Sekilas tentang Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO ... B. Pertimbangan Hukum Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO ...

C.Putusan Pengadilan Negeri Manado No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO ...

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO.

90/Pid.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA

MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN

KEMATIAN IBU MELAHIRKAN ... A. Analisis Pertimbangan Hukum terhadap Putusan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO ... B.Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Pertimbangan hukum

dalam Putusan No. 90/Pid.B/PN.MDO ... BAB V PENUTUP ... A.Kesimpulan ... B.Saran ... DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem hukum di Indonesia salah satu komponennya adalah hukum subtantif, di antaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administratif. Hukum merupakan kumpulan peraturan-peraturan atau tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai susunan sosial, keseluruhan pelaku, tingkah laku dalam masyarakat yang dapat dipaksakan pelaksanaannya denngan memberikan sanksi bila melanggar. Tujuan pokok dari hukum adalah menciptakan suatu tatanan hidup dalam masyarakat yang tertib dan sejahtera di dalam keseimbangan-keseimbangan. Dengan terciptanya ketertiban di masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi.1 Oleh karena itu, setiap kesalahan seseorang harusnya mendapatkan sanksi yang setimpal atau sepadan dengan perbuatannya.

Begitu juga dengan pasien, dengan maraknya pemberitaan media massa terkait adanya peningkatan dugaan kasus malpraktik dan kelalaian medik di Indonesia, terutama berkenaan dengan kesalahan diagnosis dokter yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak memberitakan tentang kasus gugatann atau tuntutan hukum (perdata dan/atau pidana dokter dan tenaga medis lainnya.2

1

Soeprapto, Pitoko dkk, Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan, (Surabaya: Airlangga University, 2008), 129.

2

Etik Profesi Hukum Kesehatan tentang Malpraktek Kebidanann (Online). Dalam http://yunnyervianty09.blogspot.com/2012, diakses pada tanggal 15 Mei 2015


(10)

2

Istilah malpraktik tidak dijumpai di dalam KUHP, karena memang bukan istilah yuridis, istilah malpraktik hanya digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suati profesi baik dibidang kedokteran maupun dibidang hukum. Tindakan yang salah secara yuridis diartikan setelah melalui putusan pengadilan. Tindakan yang salah dimaksudkan sebagai tindakan yang dapat menumbuhkan kerugian baik nyawa maupun harta benda.3

Di sinilah hukum diperlukan untuk mengatur agar tenaga medis menjadi peraturan yang telah ditentukan oleh profesinya. Tanpa sanksi yang jelas terhaddap pelanggaran yang dilakukannya. Sebagai manusia biasa tentunya tenaga medispun dapat bersikap ceroboh. Oleh karena itu bila memang seorang tenaga medis terbukti melakukan malpraktik yang berakibat fatal terhadap pasien, tentunya perlu dikaji pula apakah ada pidana yang dapat diberlakukan kepada profesi ini.4

Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan yang dapat dipidana. Wirjono Projodikoro memberikan

definisi tindak pidana sebagai ―suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana‖.5

Malpraktik terdiri dari dua suku kata, kata mal dan praktik. Mal berasal

dari kata Yunani yang berarti buruk. Sedangkan praktik menurut kamus

3 Eko Soponyono, ―Malpraktek dalam Kajian Hukum Pidana‖ (Makalah—

Universitas Diponegoro, Semarang, 1997), 1.

4

Isfandyyarie, Anny. Malpraktek dan Resiko Medik dalam Kajian Hukum Pidana, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005), 46-47.

5


(11)

3

Bahasa Indonesia berarti menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan atau profesi.6

Kamus besar bahasa indonesia edisi ketiga menyebutkan istilah malpraktek dengan malapraktik yang diartikan dengan ―praktek kedokteran yang salah, tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode etik. Kamus Inggris-Indonesia John M. Echols dan hasan shadili cetakan ke 12 mengartikan malpractic atau malpraktik adalah ; (1) salah mengobati, cara

mengobati pasien yang salah; (2) tindakan yang salah.7

Malpraktik atau malpraktik medis adalah istilah yang sering digunakan orang untuk tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang berprofesi di dunia kesehatan atau bisa dibebut dengan tenaga medis. Menurut Jusuf Hanafiah, malpraktik medis adalah kelalaian seseorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim digunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.8

Menurut Munif fuady malpraktik adalah setiap tindakan medis yang dilakukan dokter atau orang-orang di bawah pengawasannya, atau menyediakan jasa kesehatan yang dilakukan terhadap pasiennya, baik dalam hal diagnosis, terapeutik dan managemen penyakit yang dilakukan secara melanggar hukumm, kepatuhan, kesusilaan, dan prinsip-prinsip profesional baik dilakukan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati yang

6

Cecep Tribowo dan Yulia Fauziah, Malpraktik dan Etika Perawat, (Yogyakarta : Numed, 2012), 97.

7

Ari Yunanto dan Helmi, Hukum Pidana Malpraktik, (Yogyakarta : Andi, 2010), 27.

8

Hanafiah, M Yusuf dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Kedokteran EGC, 1999), 87.


(12)

4

menyebabkan salah tindakan, rasa sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh, kematian dan kerugian lainnya yang menyebabkan dokter atau perawat harus bertanggung jawab secara administratif, perdata maupun pidana.9

Menurut Black’ law dictionary malpraktik adalah tindakan yang jahat atau amoral pada suatu profesi antara lain dokter, advocad atau akuntan ( it is

any professional or judicary duties, evil paradice, or illegal or immoral).10

Malpraktik menurut Safitri Hariyanti adalah seorang dokter melakukan kesalahan profesi jika ia tidak melakukan pemeriksaan, tidak mendiagnosis, tidak melakukan sesuatu atau tidak membiarkan sesuatu yang oleh dokter tidak membiarkan sesuatu yang oleh dokter yang baik yang pada umumnya dan dengan situasi kondisi yang sama, akan melakukan pemeriksaan dan diagnosis serta melakukan atau membiarkan sesuatu tersebut.11

Tidak diragukan lagi bahwa pembahasan bagaimana hukumnya seorang dokter yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain meninggal tidak pernah dibahas oleh nash-nash tertentu baik dalam Alquran maupun sunah. Ulama zaman dahulu belum pernah membahasnya. Karena itu masalah ini adalah kandungan dari perkembangan dari perkembangan ilmiah dari bidang kedokteran.12

Profesi kedokteran adalah profesi yang paling rentan dengan resiko ketika melakukan pengobatan kepada pasien. Sering kali akibat kesalahan

9

Alexandria, Indrayanti dewi, Etika dan Hukum Kesehatan, (Yogyakarta : Pustaka Book Publiser, 2008), 265-266.

10

Soetrisno, Malpraktek Medik dan Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa,

(Tangerang : Telaga Ilmu Indonesia, 2010), 4.

11

Ari Yunanto dan Helmi, Hukum Pidana Malpraktek Medik, (Semarang : Andi Offset, 200), 28.

12Nur’aini Yasin.


(13)

5

diagnosa atau kelalaian dokter pasien mengalami luka berat, cacat tubuh bahkan ada pula yang berujung kepada kematian. Hal ini bisa timbul karena kelalaian dokter atau memang penyakit pasien yang sudah berat sehingga kecil sekali kemungkinan untuk sembuh.

Dalam masalah ini penulis menggunakan metode yang memperhatikan aspek-aspek kebaikan dan maslahatnya serta akibat dari tindakan malpraktik tersebut serta mennganalisa berdasarkan tuntutan syariat guna mencari kemaslahatan bagi umat untuk mecegah kerugian dari mereka.

Masih jelas dalam ingatan tentang kasus malpraktik yang terjadi di Manado yaitu dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI dkk yang digugat oleh keluarga korban dugaan malpraktik yaitu SISKA MAKETEY yang meninggal dunia sesaat setelah dilakukan operasi caecar. Dalam gugatan tersebut

keluarga korban menuntut ketiga dokter tersebut atas meninggalnya korban yang diduga meninggal akibat kelalaian dokter dalam menangani operasi.

Pada putusan nomor 90/PID.B/2011/PN.MDO Pengadilan Negeri Manado hakim memutuskan bahwa para terdakwa ―tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, serta membebaskan para

terdakwa dengan memulihkan hak para terdakwa.‖

Berdasarkan uraian tersebut terlihat ada suatau masalah dalam penegakan hukum terutama pada pertimbangan yang dilakukan hakim dalam mengambil putusan ini. Oleh karena itu sehubungan dengan kondisi diatas penulis merasa perlu meneliti putusan 90/Pid.B/2012/PN.MDO tentang malpraktik dokter kandungan yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.


(14)

6

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Pengertian malpraktik.

2. Dampak malpraktik bagi keluarga korban dan masyarakat.

3. Pertimbangan hukum hakim dalam peninjauan kembali tentang tindak pidana malpraktik dokter kandungan yang menyebabkan kematian ibu melahirkan dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO.

4. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap peninjauan kembali tentang tindak pidana Malpraktik Dokter kandungan yang menyebabkan kematian ibu melahirkan dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO.

Dari identifikasi masalah diatas maka penulis membatasi masalah sebagai berikut :

1. Pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang

tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.

2. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana Malpraktik Dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.


(15)

7

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan?

2. Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana Malpraktik Dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka pada dasarnya adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.13

Skripsi yang ditulis oleh Rachmad Nur Alfian Budiarjo, tahun 2011, jurusan Siyasah Jinayah fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya

berjudul ―Studi Komparasi Pembuktian Secara Yuridis Terhadap Tindakan Malpraktek Tenaga Medis Perspektif Hukum Positif dan Fiqih Murafaat‖ membahas tentang pembuktian secara yuridis terhadap tindak pidana malpraktik oleh tenaga medis dan membandingkan antara hukum positif dan menganalisis hukum acara pidana Islam (fiqih murafaat).14

13

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknik Penulisan Skripsi, 8.

14

Rachmad Nur Alfian Budiarjo, ―Studi Komparasi Pembuktian Secara Yuridis Terhadap

Tindakan Malpraktek Tenaga Medis Perspektif Hukum Positif dan Fiqih Murafaat‖ (Skripsi --IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011.


(16)

8

Adapun penelitian dalam skripsi ini, akan terfokus kepada Analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik oleh Dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan yang menjadi pokok pembahasan adalah tentang pertimbangan hukum yang digunakan dalam memutus perkara pidana malpraktik tenaga medis yang menyebabkan kematian ibu melahirkan dan analisis hukum pidana Islam.

E. Tujuan Penelitian

1. Agar mengetahui pertimbangan hukum dalam putusan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.

2. Agar mengetahui analisis Hukum Pidana Islam terhadap putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana Malpraktik Dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.

F. Kegunaan hasil penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, penulis berharap dapat bermanfaat sekurang-kurangnya dua aspek yaitu:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta memperkaya khazanah intelektual dan pengetahuan tentang Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam. Khususnya tentang pertimbangan hukum dalam tindak pidana Malpraktik dokter yang menyebabkan kematian.


(17)

9

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat digunaakan sebagai bahan acuan bagi para dokter agar meningkatkan sikap kehati-hatian dalam melakukan tindakan penyelamatan bagi pasien.

G. Definisi Operasional

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan tidak terjadi kesalah fahaman di dalam memahami maksud ataupun arti judul skripsi ini, maka perlu dijelaskan tentang pengertian yang bersifat operasional dari konsep penelitian yakni sebagai berikut;

1. Hukum Pidana Islam adalah peraturan yang mencakup segala peraturan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban),

sebagai hasil pemahaman atas dalil-dalil hukum dari Alquran dan hadis.15 Yaitu menganalisis pertimbangan hukum yang digunakan hakim dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.

2. Malpraktik adalah kelalaian seseorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim digunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.16 Dalam skripsi ini malpraktik yang dimaksud adalah malpraktik dokter kandungan yang menyebabkan kematian ibu melahirkan di Rumah Sakit Umum Prof. R. D. Kandou Manado.

15

Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), 1.

16

Hanafiah, M Yusuf dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Kedokteran EGC, 1999), 87.


(18)

10

H. Metode penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian sendiri berarti sarana yang

dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta

mengembangkan ilmu pengetahuan.17 Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan.18 Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa metode penelitian merupakan usaha untuk menemukan sesuatu serta bagaimana cara untuk menemukan sesuatu tersebut dengan menggunakan metode atau teori ilmiah.

1. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka jenis penelitian ini di kategorikan sebagai penelitian kepustakaan (Library Research).

Penelitian kepustakaan adalah salah satu bentuk metodologi penelitian yang menekankan pada pustaka sebagai suatu objek studi. Pustaka hakekatnya merupakan hasil olah budi karya manusia dalam bentuk karya tertulis (Literacy) guna menuangkan gagasan/ide dan pandangan hidupnya

dari seseorang atau sekelompok orang.Penelitian kepustakaan bukan berarti melakukan penelitian terhadap bukunya, tetapi lebih ditekankan kepada esensi dari yang terkandung pada buku tersebut mengingat berbagai pandangan seseorang maupun sekelompok orang selalu ada variasinya.19

17

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2007), 40.

18

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), 225.

19


(19)

11

Dengan demikian penelitian kepustakaan dilakukan dengan penelaahan gagasan para pakar (pakar lain), konsepsi yang telah ada, aturan yang mengikat objek ilmu. Studi ini dilakukan untuk meneliti suatu masalah yang menjadi topic karya penelitian ataupun yang menjadi konsepsi tersebut. Dengan memperhatikan pengertian tersebut, studi kepustakaan harus menggunakan sistematika dan proses penelitian yang jelas serta menggunakan alat-alat analisis yang jelas pula.

2. Data Yang akan Dikumpulkan

Data – data yang dikumpulkan dalam penelitian ini: a. Data yang berkaitan dengan putusan hakim.

b. Data yang berkaitan dengan pembunuhan tidak sengaja menurut hukum pidana Islam.

3. Sumber Data

a. Sumber primer adalah Sumber yang langsung memberikan informasi data kepada pengumpulan data.20 Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan data primer adalah Putusan Pengadilan Negeri No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO.

b. Sumber Sekunder adalah sumber yang secara tidak langsung memberikan informasi data kepada pengumpul data. Misalnya, melalui buku – buku dan tulisan – tulisan tentang malpraktik.21 Dalam Penelitian ini, data sekunder tersebut adalah:

1) Eko Soponyono, Malpraktik dalam Kajian Hukum Pidana.

20

Ibid.,2.

21


(20)

12

2) Isfandy, Malpraktik dan Resiko Medik dalam Kajian Hukum

Pidana.

3) Soeprapto, Etik dan Hukum dibidang Kesehatan.

4) Soetrisno, Malpraktik Medik dan Mediasi sebagai Alternatif

Penyelesaian Sengkera.

5) Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dalam proses penelitian, sebab untuk memperoleh hasil penelitian yang baik sangat ditentukan oleh kualitas data yang diperoleh dalam suatu penelitian. Kualitas data, sangatlah dipengaruhi oleh siapa narasumber, bagaimana dan dengan cara apa data-data itu dikumpulkan.22

Dalam hal ini, teknik penggalian data yang akan peneliti lakukan yaitu studi Dokumentasi karena penulis tidak mungkin mengharapkan datanya dari penelitian lapangan. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan studi dokumentasi untuk menjawab persoalan yang akan peneliti lakukan.

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah data berhasil dikumpulkan, kemudian dilakukan

pengolahan data dengan menggunakan metode sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data secara cermat tentang

kelengkapan, relevansi serta hal yang perlu dikoreksi dari data yang

22


(21)

13

telah dihimpun yang berkaitan dengan Malpraktik berdasarkan Hukum Pidana Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

b. Organizing, menyusun dan mensistematika data-data tersebut

sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk dijadikan struktur deskripsi.

c. Analizing, yaitu melakukan analisis deskriptif pertimbangan hukum

hakim dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana Malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode desktiptif analisis dengan pola pikir induktif dimana penulis akan mendeskripsikan fakta-fakta secara nyatadan apa adanya sesuai dengan obyek kajian dalam penelitian untuk memperoleh data yang sedetail mungkin dengan memaparkan data yang diperoleh secara umum untuk ditarik kesimpulan secara khusus dengan melakukan pembacaan, penafsiran dan analisis terhadap sumber-sumber data yang diperoleh.


(22)

14

I. Sistematika pembahasan

Agar skripsi ini mudah dipahami serta mudah dijangkau isinya maka penulis mencantumkan sistematika pembahasan yang menggambarkan alur logis dari pembahasan skripsi ini meliputi;

Bab pertama : pendahuluan. Bab ini merupakan gambaran tentang skripsi, yang berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua : pada bab ini akan membahas landasan teori tentang kealpaan dan kesengajaan melakukan tindak pidana menurut Hukum Pidana Islam berisi tentang pengertian kealpaan, kesengajaan dan macam-macam tindak pidana dalam Hukum Pidana Islam.

Bab Ketiga : pada bab ini memmuat tentang putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang Malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan yang menjabarkan sekilas tentang putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO dan pertimbangan hakim dalam putusan tersebut.

Bab keempat : Bab ini memuat analisis terhadap putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana Malpraktik oleh dokter kandungan yang menyebabkan kematian ibu melahirkan yang akan menjawab tentang pertimbangan hakim dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO dan analisisnya dalam Hukum Pidana Islam.


(23)

15

Bab kelima : Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.


(24)

16

BAB II

KEALPAAN DAN KESENGAJAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

A. Kesengajaan

1. Pengertian Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam

Kealpaan atau kelalaian yang dimaksud dalam hukum pidana Islam adalah dengan istilah qat}lu khat}a’atau pembunuhan tidak sengaja karena kesalahan, yaitu kesalahan dalam berbuat sesuatu yang mengakibatkan matinya seseorang.

Jarimah ini adalah kebalikan dari pembunuhan disengaja. Menurut

Sayyid Sabiq pembunuhan tidak sengaja adalah ketidaksengajaan dalam kedua unsur, yaitu perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Apabila dalam pembunuhan sengaja terdapat kesengajaan dalam berbuat dan kesengajaan akibat yang diakibatkan, dalam pebunuhan tidak sengaja perbuatan tersebut tidak diniati dan akibat yang terjadipun sama sekali tidak dikehendahi.1

Menurut Zainuddin Ali pembunuhan tidak sengaja adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia.2

1

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), 121.

2


(25)

17

Menurut Wahab Zuhaili pembunuhan kesalahan adalah

pembunuhan yang terjadi tanpa maksud melawan hukum, baik dalam perbuatannya maupun objeknya.3

Menurut Abdul Qadir Audah pembunuhan karena kekeliruan semata-mata adalah suatu pembunuhan di mana pelaku sengaja melakukan suatu perbuatan, tetapi tidak ada maksud untuk mengenai orang, melainkan terjadi kekeliruan baik dalam perbuatannya maupun dugaannya. Pembunuhan yang dikategorikan kepada kekeliruan adalah suatu pembunuhan dimana pelaku tidak mempunyai maksud untuk melakukan perbuatan dan tidak menghendaki akibatnya.

Dari definisi yang dikemukakan diatas, dapat diambil intisari bahwa dalam pembunuhan karena kesalahan, sama sekali tidak ada unsur kesengajaan untuk melakukan perbuatan yang dilarang, dan tindak pidana pembunuhan terjadi karena kurang hati-hati atau karena kelalaian dari pelaku. Perbuatan sengaja dilakukan sebenarnya adalah perbuatan mubah, tetapi karena kelalaian pelaku, dari perbuatan mubah tersebut timbul suatu akibat yang dikategorikan sebagai tindak pidana. Dalam hal ini pelaku tetap dipersalahkan karena ia lalai atau kurang hati-hati sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.

Para fuqaha menetapkan dua kaidah untuk menentukan apakah

pelaku tindak pidana karena kesalaha dibebani pertanggungjawaban atau tidak. Dua kaidah tersebut adalah sebagai berikut.

3


(26)

18

a. Setiap perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain dikenakan pertanggung jawaban atas pelakunya apabila kerugian tersebut dapat dihindari dengan jalan hati-hati dan tidak lalai. Apabila kerugian tersebut tidak mungkin dihindari secara mutlak, pelaku perbuatan itu tidak dibebani pertanggung jawaban. Sebagai contoh dapat dikemukakan, seorang yang mengendarai mobil dijalan umum, kemudian ia menabrak orang sehingga mati maka ia dikenakan pertanggungjawaban, karena ia bisa hati-hati, dan kemungkinan mmenghindari akibat tersebut masih bisa, tetapi ia melakukanya. Akan tetapi jika seseorang mengendarai mobil dan debunya yang terbang karena angin yang terbang karena angin yang ditimbulkan karena lajunya kendaraan tersebut mengenai mata orang yang lewat, sampai mengakibatkan buta maka pengendara tersebut tidak dibebani pertanggungjawaban, karena menghindari debu dari kendaraan yang berjalan sulit dilakukan oleh pengendara.

b. Apabila suatu perbuatan tidak dibenarkan oleh syara’ dan dilakukan tanpa darurat yang mendesak, hal itu merupakan perbuatan yang melampaui batas tanpa darurat (alasan), dan akibat yang ditimbulkan daripadanya dikenakan pertanggung jawaban bagi pelakunya, baik akibat tersebut bisa dihindari atau tidak. Sebagai contoh yang dapat dikemukakan, apabila seseorang memarkir kendaraan dipinggir jalan yang disana terdapat larangan parkir, dan akibatnya jalan tersebut menjadi sempit, dan terjadilah tabrakan antara kendaraan yang lewat


(27)

19

diantara penumpang ada yang mati maka pemilik kendaraan yang diparkir ditempat terlarang tersebut dapat dikenakan pertanggung jawaban, karena perbuatannya memarkir kendaraan ditempat tersebut tidak dibenarkan oleh peraturan yang berlaku.

Jadi, jika seseorang melakukan perbuatan yang tidak dilarang namun mengakibatkan sesuatu yang dilarang, maka pertanggung jawaban dibebankan karena kelalaiannya atau karena kekurang hati-hatiannya dalam mengendalikan perbuatan itu, adapun bila perbuatan itu perbuatan yang dilarang, maka dasar pembebanan tanggung jawab itu karena ia melakukan perbuatan yang terlarang itu.

2. Unsur-unsur kealpaan.4

Unsur-unsur pembunuhan karena kesalahan, sebagaimana

dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah ada tiga, yaitu : a. Adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya korban.

Untuk terwujudnya tindak pidana karena kesalahan, disyaratkan adanya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban, baik ia menghendaki perbuatan tersebut atau tidak. Perbuatan tersebut tidak disyaratkan harus tertentu, seperti pelukaan, melainkan perbuatan apasaja yang mengakibatkan kematian, seperti membuang air panas, melempar batu, menggali sumur atau parit dan sebagainya. Perbuatan tersebut bisa langsung maupun tidak langsung. Perbuatan tersebut bisa positif dan negatif.

4


(28)

20

Perbuatan tersebut disyaratkan mengakibatkan kematian, baik pada saat itu maupun sesudahnya. Apabila korban tidak mati, tindak pidana tersebut masuk tindak pidana selain jiwa karena kesalahan, bukan pembunuhan. Disamping itu disyaratkan korban harus orang yang dijamin keselamatan jiwanya (mas’sum ad-dam), baik karena ia seorang muslim maupun kafir dzimmo atau musta’man.

b. Perbuatan tersebut terjadi karena kesalahan.

Pada prinsipnya, kesalahan itu merupakan perbedaan yang prinsipal antara pembunuhan kesalahan dengan pembunuhan yang lainnya. Tidak ada saksi terhadap yang melakukan kesalahan. Sanksi hanya dijatuhkan, jika memang menimbulkan kemadharatan bagi orang lain. Ukuran kesalahan dalam syariat islam adalah adanya kelalaian atau kurang hati-hati atau merasa tidak akan terjadi apa-apa. Dengan demikian, kesalahan tersebut dapat terjadi karena kelalaian mengakibatkan kemadharatan atau kematian orang lain.

c. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dan kematian korban.

Untuk adanya pertanggung jawaban bagi pelaku dalam pembunuhan karena kekeliruan, disyaratkan bahwa kematian merupakan akibat dari kekeliruan tersebut. Artinya kekeliruan (

al-khata’) merupakan penyebab (illat) bagi kematian tersebut. Apabila

hubungan tersebut putus maka tidak ada hubungan sebab akibat dan tidak ada pertanggungjawaban bagi pelaku. Hubungan sebab akibat


(29)

21

dianggap ada apabila pelaku menjadi penyebab dari perbuatan yang mengakibatkan kemaian tersebut, baik kematian itu sebagai akibat langsung perbuatan pelaku, maupun akibat langsung perbuatan pelaku, maupun akibat langsung perbuatan pihak lain.

3. Sanksi pembunuhan karena kealpaan.5

Bagi pembunuhan ada beberapa sanksi yaitu hukuman pokok, hukuman pengganti dan hukuman tambahan. Pembunuhan karena kesalahan, sebagaimana telah dijelaskan adalah suatu pembunuhan dimana pelaku sama sekali tidak berniat melakukan pemukulan apalagi pembunuhan, tetapi pembunuhan tersebut terjadi karena kelalaian atau kurang hati-hatinya pelaku. Hukuman untuk pembunuhan sengaja ini sama dengan pembunuhan menyerupai sengaja yaitu hukuman pokoknya diyat

dan kafarat, sedangkan hukuman tambahannya adalah penghapusan hak

waris dan wasiat. a. Hukuman diyat.

Dasar hukum wajibnya diyat adalah firman Allah dalam surat

An-Nisaa’ ayat 92 yaitu :

                                                                                      5


(30)

22                    

Artinya : 92. Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba

sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak

memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.6

Dasar hukum diat dalam hadis :

رْما ْتبرض ل ق ْعش نْب رْيغمْلا ْنع

ط طْسف د ْ معب ترض

ل ق ْ ف ْ

إ

ه ل ْ سر لعجف ل ق ين يْحل م ا ْ

ف مل رغ ت لا صع ع ل ْ ْ مْلا يد م س هْي ع ه ص

رش َ لكا َ ْنم يد مرْغنا ت ْلا صع ْنم لجر ل ف نْطب

م س هْي ع ه ّ ص ه ل ْ سر ل ف لطي كل لْثمف ل ْسا َ

ا ع ْجسك ع ْجسا

ْ

يِ لا م ْي ع لعج ل ق ارْع

Diriwayatkan dari Al-Mughirah bin Syu’ban ra. Katanya : seorang wanita telah memukul madunya yang berada dalam keadaan hamil dengan menggunakan tongkat, sehingga dia meninggal dunia. Salah seorang daripadanya berasal dari kaum Lihyan. Maka Rasulullah saw. Menjatuhkan hukuman diyat kepada wanita yang melakukan pembunuhan itu kepada ahli waris yang terbunuh; sedangkan janin yang ada didalam perut harus ditebus dengan seorang hamba laki-laki atau perempuan. Kemudian salah seorang ahli waris laki-laki yang

6

Yayasan Penyelenggara Penerjemah, Dep. Agama. Al-Quran dan Terjemahannya. (Jakarta : Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Quran, 1985), 43.


(31)

23

membunuh itu berkata: apakah aku harus membayar diyat anak yang belumdapat mkan dan menjerit? Itu jelas merupakam kecelakaan yang tidak boleh ditanggung. Mendengar itu Rasulullah saw bersabda : apakah seperti itu saja orang-orang Arab? Baginda bersabda Lagi :diwajibkan keatas mereka itu membayar diyat. 7

Hukuman diyat untuk pembunuhan karena kesalahan adalah

diyat mukhaffafah, yaitu diyat yang diperingan. Keringanan tersebut

dapat dilihat dari tiga aspek yaitu :8

1) Pembayaran pembebanan dibayarkan oleh ‘aqilah (keluarga). 2) Pembayaran diangsur selama tiga tahun.

3) Komposisi diyat dibagi menjadi lima kelompok.

a) 20 ekor unta bintu makhadh (unta betina 1-2 Tahun).

b) 20 ekor unta bintu makhadh (unta jantan umur 1-2 tahun)

menurut Hanafiyah dan Hanabillah; atau 20 ekor unta bintu

labun (unta jantan umur 2-3 tahun) manurut malikiyah dan

syafiiyah.

c) 20 ekor unta bintu labun (unta betina umur 3-4 tahun).

d) 20 ekor unta hiqqah (umur 3-4 tahun).

e) 20 ekor unta jazza’ah (umur 4-5 tahun).

Waktu pembayaran menurut imam Malik, imam Syafi’i dan

Imam Ahmad harus dengan segera dan tidak boleh diakhirkan walaupun waliy al-dam memperbolehkannya, karena diyat pada

pembunuhan sengaja itu pengganti Qishash dan qishahs tidak boleh

7

CD Holy Quran dan Alhadis : Kumpulan Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, 2002, Hadis No. 986.

8


(32)

24

diakhirkan. Disamping itu diakhirkannya qishash atau diyat itu suatu

keringanan bagi si pembunuh sengaja atau tidak berhak mendapatkan keringanan.9

b. Kifarat

Hukuman kifarat karena kesalahan merupakan hukuman pokok.

Para fuqaha sepakat tentang kewajiban kifarat untuk pembunuhan

karena kesalahan ini apabila korban bukan kafir dzimmi dan hamba

sahaya. Apabila korban kafir dzimmi, menurut jumhur ulama, kifarat

wajib dilaksanakan. Sedangkan menurut Malikiyah, hukuman kifarat

ini tidak wajib dilakukan karena kekafirannya itu sebagai sebab dibolehkannya pembunuhan secara umum terhadap setiap orang kafir.10

c. Hukuman pengganti

Hukuman pengganti dalam pembunuhan karena kesalahan, yaitu puasa dua bulan berturut-turut, sebagai pengganti memerdekakan hamba apabila hamba tidak diperoleh. Sedangkan hukuman ta’zir sebagai pengganti diat apabila dimaafkan karena pembunuhan karena kesalahan ini tidak ada, dan ini disepakati oleh para fuqaha.11

d. Hukuman tambahan karena tindak pidana kesalahan ini, adalah penghapusan hak waris dan wasiat. Namun dalam masalah ini, seperti telah dikemukakan dalam hukuman pembunuhan sengaja, tidak ada kesepakatan dikalangan fuqaha. Menurut jumhur ulama, pembunuhan

9

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam...,177.

10

Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus : Dar Al-Fikr, 1989),329-330.

11


(33)

25

karena kesalahan tetap dikenakan hukuman tambahan karena pembunuhan ini termasuk kepada pembunuhan yang melawan hukum. Dengan demikian walaupun pembunuhan terjadi karena kesalahan, penghapusan hak waris dan wasiat tetap diterapkan sebagai hukuman tambahan bagi pelaku. Akan tetapi imam malik berpendapat, pembunuhan karena kesalahan tidah menyebabkkan hilangnya hak waris dan wasiat, karena pelaku sama sekali tidak berniat melakukan perbuatan yang dilarang, yaitu pembunuhan.12

B. Kesengajaan

1. Pengertian Kesengajaan.

Kesengajaan yang dimaksud dalam hukum pidana Islam adalah pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, yaitu suatu perbuatan yang dengan maksud menganiaya dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang yang dianiaya, baik penganiayaan itu bermaksud untuk membunuh atau tidak.13

Menurut Zainuddin Ali pemmbunuhan sengaja (‘amd) adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang dipandang layak untuk membunuh.14

12

Wahab Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus : Dar Al-Fikr,1989), 314.

13

A. Djazuli, Hukum Pidana Islam..., 121.

14


(34)

26

Menurut Abdul Qadir Audah pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan dimana perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa itu disertai dengan niat untuk membunuh korban.15

Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan di mana pelaku perbuatan tersebut sengaja melakukan suatu perbuatan dan dia menghendaki akibat dari perbuatannya, yaitu matinya orang yang menjadi korban. Sebagai indikator kesengajaan untuk membunuh tersebut dapat dilihat alat yang digunakannya. Dalam hal ini alat yang digunakan untuk membunuh adalah alat yang lumrahnya dapat mematikan korban seperti senjata api, senjata tajam dan sebagainya.

2. Unsur-Unsur Kesengajaan

Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa unsur-unsur pembunuhan secara sengaja ada tiga macam, yaitu:

a. Korban adalah manusia hidup

Salah satu unsur pembunuhan sengaja adalah korban harus berupa manusia yang hidup. Dengan demikian apabila korban bukan manusia atau manusia tetapi ia sudah meninggal lebih dahulu maka pelaku bisa dibebaskan dari hukuman qishash atau dari

hukuman-hukuman lainnya. Namun, apabila korban dibunuh dalam keadaan sekarat maka pelaku dapat dikenakan hukuman, karena orang yang sedang sekarat termasuk masih hidup.

15


(35)

27

b. Matinya korban adalah karena perbuatan pelaku.

Perbuatan ini dilakukan oleh pelaku dan bahwa perbuatannya itu dapat menimbulkan kematian . tidak ada ketentuan tentang bentuk dan frekuensinya, dapat berupa pemukulan, pembakaran, pengracunan,dan sebagainya. Hanya yang menjadi perhatian kebanyakan ulama adalah alat yang digunakan untuk melakukan pembunuhan. Menurut Imam Malik alat apa saja yang mengakibatkan kematian, dianggap sebagai pembunuhan sengaja apabila perbuatannya dilakukan dengan sengaja.16

c. Ada niat bagi si pelaku untuk menghilangkan nyawa korban.

Pembunuhan dianggap sebagai pembunuhan sengaja apabila dalam diri pelaku terdapat niat untuk membunuh korban, bukan hanya kesengajaan dalam perbuatannya saja. Niat untuk membunuh inilah yang membedakan antara pembunuhan sengaja dengan pembunuhan menyerupai sengaja.17

3. Sanksi Pembunuhan Sengaja.

Pembunuhan sengaja dalam Islam diancam dengan beberapa macam hukuman, sebagian merupakan hukuman pokok dan pengganti, dan sebagian lagi merupakan hukuman tambahan. Hukuman pokok untuk pembunuhan sengaja adalah qishash dan kifarat. Sedangkan penggantinya

16

Abdul Qadir Audah..., 27

17


(36)

28

adalah diyat dan ta’zir. Adapun hukuman tambahan adalah penghapusan hak waris dan wasiat.18

a. Qishash.

Arti Qishash secara terminologi yang dikemukakan oleh

Al-Jurjaini, yaitu mengenakan sebuah tindakan (sanksi hukum) kepada pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh tindakan tersebut (kepada korban). Sementara itu dalam Al-Muj’am Al-Wasith, qishash diartikan dengan menjatuhkan hukuman sanksi hukum kepada pelaku tindak pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan, nyawa dengan nyawa dan anggota tubuh dibalas dengan anggota tubuh. 19

Dasar hukum pelaksanaan Qishash seperti firman Allah dalam

surat Al-Baqarah ayat 178 :

                                                          

Artinya :178. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari

18

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam...,148

19


(37)

29

Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.20

Ayat lain yang menjelaskan adalah surat Al-Maidah Ayat 45 :                                                 

Artinya : 45. Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

Qishash dapat dilaksanakan apabila memenuhi beberapa syarat

yaitu sebagaimana berikut:21

4) Orang yang berhak di qishash adalah berakal sehat dan sudah

balig. Seandaninya orang yang berhak di qishash adalah anak

kecil atau orang gila, maka seorangpun yang boleh mengganti keduanya, untuk menjatuhi hukuman, baik dia adalah ayahnya, orang yang diwasiatkan atas hakim sendiri. Akan terapi pelaksanaannya adalah si pelaku ditahan sampai mencapai umur

balig, dan orang gila sampai sadar. Mu’awiyah menahan Hudbah

Ibnu Kasyram karena kasus pembunuhan, untuk membunuh

20

Yayasan Penyelenggara Penerjemah, Dep. Agama. Al-Quran dan Terjemahann..., 21.

21

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah. Terjemahan Nur Hasanuddin “Fiqih Sunah”, ( Jakarta : Cempaka Putih,2004). 62


(38)

30

sampai si terbunuh balih. Peristiwa ini terjadi pada masa sahabat, tetapi tidak ada seorangpun yang memprotesnya.

5) Para wali si korban bersepakat untuk melakukan qishash, dan tidak boleh sebagian diantara mereka saja yang menginginkannya. Bila salah seorang diantara mereka tidak ada, atau masih kecil, atau giila, maka yang sedang tidak ada ditempat ditunggu kedatangannya, anak kecil ditunggu sampai balig, dan orang gila ditunggu sampai sadar kembali, sebelum semuanya disuruh memilih. Mereka yang mempunyai hak memilih dalam kasus ini tidak boleh, karena jika absen gugurlah hak pilihnya.

Qishash terhadap pelaku kejahatan tidak diperrbolehkan

merembet sampai kepada orang lain. Bilamana hukuman qishash

divoniskan kepada perempuan yang sedang hamil, maka

pelaksanaannya menunggu sampai sang bayi lahir dan sampai masa penyusuannya habis. Sebab hukuman qishash akan merembet kepada

sang bayi yang masih ada dalam janinnya. Begitu pula qishash

terhadapnya sebelum ia menyusukan asinya mempunyai dampak negatif pada sang bayi, kecuali bila mana ia sudah menyusukan kemudian ada orang lain yang menggantikan fungsinya, maka anak tersebut diberikan kepadanya, dan ia harus menjalani hukuman

qishash. Tetapi bilamana tidak ada orang lain menggantikan tugasnya,


(39)

31

Hukuman qishash dapat hapus karena hal-hal berikut :22

1) Hilangnya tempat untuk di qishash.

Yang dimaksud dengan hilangnya tempat untuk di qishash

adalah hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang mau di

qishash sebelum dilaksanakan hukuman qishash.

2) Pemaafan.

Yang dimaksud pemaafan menurut Imam Syafi’i dan Imam

Ahmad adalah memaafkan Qishash atau Diyat tanpa imbalan

apa-apa. Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifa pemaafan terhadap diyat itu bisa dilaksanakan bila ada kerelaan

pelaku/terhukum. Jadi, menurut kedua ulama terakhir ini pemaafan adalah pemaafan qishash tanpa imballan apa-apa.

3) Perdamaian.

Orang yang berhak mengadakan perdamaian adalah orang yang berhak atas qishash dan pemaafan.

4) Diwariskan hak qishash.

Sanksi hukuman qishash hanya berlaku pada pembunuhan secara sengaja saja, yaitu jika pelaku dengan sengaja membunuh jiwa dengan benda tajam, seperti besi atau dengan sesuatu yang dapat melukai daging, seperti besi, atau dengan benda keras yang biasanya dapat dipakai membunuh orang, seperti batu dan kayu, maka pembunuhan itu dapat disebut dengan pembunuhan sengaja.

22


(40)

32

b. Kifarat

Menurut Jumhur ulama yang terdiri dari Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah hukuman kifarat dilaksanakan dalam pembunuhan disengaja. Hal ini, karena kifarat merupakan hukuman yang telah

ditetapkan oleh syara’ untuk pembunuhan karena kesalahan sehingga

tidak dapt disamakan dengan pembunuhan sengaja. Di samping itu pembunuhan sengaja balasannya nanti di akhirat adalah neraka jahannam, karena ia merupakan dosa besar. Namun, di dalam Alquran tidak disebut adanya hukuman kifarat untuk pembunuhan sengaja. Hal ini menunjukkan bahwa memang tidak ada hukuman untuk pembunuhan sengaja.23

Menurut Imam Syafii hukuman Kifarat wajib dilaksanakan dalam pembunuhan sengaja, dalam halnya seperti pembunuhan menyerupai sengaja dan pembunuhan karena kesalahan, baik pelakunya sudah dewasa dan berakal maupun masih dibawah umur dan gila, baik ia pelaku langsung maupun tidak langsung.ketentuan ini berlaku apabila korban yang dibunuh ia seorang muslim atau kafir dzimmi. Alasan tentang wajibnya kifarat itu adalah menghapus dosa, sedangkan dosa dalam pembunuhan sengaja lebih besar dibandingkan dengan pembunuhan karena kesalahan. Dengan demikian kifarat untuk pembunuhan sengaja lebih utama.24

23

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam...,164-165.

24


(41)

33

Dasar hukum untuk kifarat ini tercantum dalam surat An-Nisaa’ ayat 92 :

                                                                                     

Artinya : ”92. Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh

seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[336]. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta

memerdekakan hamba sahaya yang beriman.

Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka

hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.25

c. Diyat.

Hukuman qishash untuk pembunuhan sengaja merupakan

hukuman pokok. Apabila kedua hukuman tersebut tidak bisa dilaksanakan, karena sebab-sebab yang dibenarkan oleh syara’ maka hukuman penggantinya adalah hukuman diyat untuk qishash dan puasa

untuk kifarat.26Qishash bisa diganti dengan diyat apabila wali korban

25

Yayasan Penyelenggara Penerjemah, Dep. Agama. Al-Quran dan Terjemahannya..., 74.

26


(42)

34

memaafkanpelaku, akan tetapi diyat tersebut diperberat untuk

pembunuhan sengaja karena perbuatan itu ada niat untuk membuuh dan mengharap hilangnya nyawa korban. Islam dalam menetapkan hukuman akhirat sebagaimana yang dihukum oleh hakim yang pelaksanaannya di dunia.

d. Hukuman Ta’zir.

Hukuman pengganti yang kedua adalah ta’zir. Hanya saja apakanh hukuman ta’zir in wajib dilaksanakan atau tidak masih diperselisihkan oleh para fuqaha. Menurut Malikiyah, apabila pelaku

tidak di qishash, ia wajib dikenakan hukuman ta’zir, yaitu didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Alasannya adalah atsar

dan dhoif dari Umar. Sedangkan menurut jumhur ulama, hukuan ta’zir

tidak wajib dilaksanakan, melainkan diserahkan kepada hakim yang memutuskannya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih mana yang lebih maslahat, setelah mempertimbangkan berbagai aspek yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku.

e. Hukuman tambahan.disamping hukuman pengganti ada pula hukuman

tambahan untuk pembunuhan sengaja, yaitu penghapusan hak waris dan wasiat. Pembunuhan yang menghalangi hak waris, menurutt jumhur ulama adalah pembunuhan yang melawan hukum, tanpa hak, yang dilakukan oleh orang balig dan berakal. Baik sengaja maupun kekeliruan. Sedangkan menurut malikiyah pembunuhan yang menjadi penghalang warisan adalah pembunuhan sengaja yang dikenal oleh


(43)

35

jumhur. Dengan demikian pembunuhan karena kesalahan tidak menghapuskan hak waris.27

27


(44)

36

BAB III

PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA

MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN KEMATIAN IBU MELAHIRKAN

A. Sekilas Tentang Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO

Pengadilan Negeri yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana tingkat pertama, telah menjatuhkan keputusan dengan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO yang mana kasus ini digunakan penulis sebagi obyek penelitian.

Sebelum membahas terlalu dalam tentang tindak pidana malpraktik kedokteran, maka penulis ingin mengemukakan disposisi putusan pada putusan tersebut.

Pada tanggal 22 September 2011 Pengadilan Negeri Manado memeriksa dan mengadili perkara pidana biasa tingkat pertama, dengan susunan Majelis Hakim Johny M. Telew, SH selaku ketua Majelis, Novrry T. Oroh, SH dan Parlindungan Sinaga, SH, masing-masing sebagai hakim anggota, Marthen Mendila, SH, sebagai Panitera pengganti dan Theodorus Rumampuk, SH, sebagai Penuntut Umum.

1. dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI

Umur 35 Tahun, tinggal di Jalan Parigi VII No. 10, Kecamatan Malalayang Kota Manado, Pekerjaan : Dokter (dalam perkara ini sebagai terdakwa I).


(45)

37

2. dr. HENDRY SIMANJUNTAK

Umur 35 Tahun, tinggal di Kelurahan Malalayang Satu Barat, Lingkungan Kecamatan Malalayang Kota Manado, pekerjaan ; Dokter (dalam perkara ini sebagai terdakwa II).

3. dr. HENDY SIAGIAN

Umur 28 Tahun, tinggal di Kelurahan Bahu, Lingkungan I kecamatan Malalayang, Kota Manado, pekerjaan : Dokter (dalam perkara ini sebagai terdakwa III).

dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani bertindak sendiri atau bersama-sama dengan dr. Hendy Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian pada hari Sabtu tanggal 10 April 2010, sekitar pukul 22.00 WITA di Ruangan Operasi Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D Kandouw Malalayang kota Manado telah melakukan, turut serta melakukan perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain yaitu SISKA MAKETEY.

dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (terdakwa I), dr. Herdry Simanjuntak (terdakwa II), dan Hendy Siagiani (terdakwa III) sebagai dokter pada Rumah Sakit Prof. DR. R. D Kandouw Malalayang telah melakukan operasi CITO

SECSIO SESARIA terhadap korban yang sudah tidur terlentang di atas meja

operasi kemudian dilakukan tindakan asepsi anti septis pada dinding perut dan sekitarnya, kemudian korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada lapangan operasi, pada saat itu korban sudah dilakukan pembiusan total. Terdakwa I kemudian mengiris dinding perut korban lapis demi lapis sampai pada rahim milik korban. Kemudian bayi yang ada di dalam rahim korban


(46)

38

diangkat. Setelah bayi diangkat kemudian rahim korban dijahit sampai tidak terdapat pendarahan lagi dan dibersihkan dari bekuan darah kemudian dinding perut milik korban dijahit. Saat operasi dilakukan terdakwa II sebagai asisten operator satu dan terdakwa III bertindak sebagai asisten operator dua membantu untuk memperjelas lapangan operasi yang dilakukan terdakwa I sebagai pelaksana operasi/operator yang memotong, menggunting dan menjahit agat lapangan operasi bisa terlihat agar mempermudah terdakwa I dalam melakukan operasi.

Sebelum melakukan operasi Cito Secsio Sesaria para terdakwa tidak

menyampaikan kemungkinan terburuk yang akan terjadi setelah operasi termasuk kematian korban. Para korban juga tidak melakukan pemeriksaan penunjang sebelum melaksanakan operasi seperti pemeriksaan jantung, foto rotgen, dan pemeriksaan penunjang lainnya. sedangkan pada saat sebelum dianestesi/pembiusan tekanan darah korban lebih tinggi yaitu 160/70. Pada pukul 20.10 WITA hal tersebut disampaikan kepada Hermanus J. Laleho, Sp. An sebagai petugas anestesi dan melalui bagian konsul kepada bagian kebidanan diberi jawaban bahwa operasi disetujui namun dengan anesti resiko tinggi, harap dilaporkan kepada keluarga korban. Akan tetapi pemeriksaaan jantung pada diri korban dilaksanakan setelah selesai operasi dan dilaporkan kepada saksi Najoan Nan Naraouw sebagai konsultan jaga bagian kebidanan dan penyakit kandungan bahwa nadi 180 x per menit, kemudian Najoan Nan Naraouw menanyakan kepada terdakwa I apakah sudah dilakukan pemeriksaan jantung, kemudian terdakwa satu menjawab tentang hasil


(47)

39

pemeriksaan adalah vertical tachy Kardi ( denyut jantung sangat cepat) dan

Najoan Nan Naraouw mengatakan bahwa 180 x per menit bukan Vertikal

Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) tapi Fibrilasi (kelainan irama

jantung).

Berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 yang telah dibacakan oleh saksi dr. Erwin Gudion Kristanto, SH. Sp. F bahwa pada saat korban masuk RSU Pof. R. D. Kandou Manado keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah berat.

Akibat perbuatan dari para terdakwa, Korban Siska Maketey meninggal dunia berdasarkan surat keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. R. D. Kandou Manado No. 61/ VER/IKF/FK/K/VI/2010 tanggal 26 April 2010 dan ditanda tangani oleh dr. Johannes F. Mallo, SH,SpF,DFM

Para terdakwa saat melaksanakan operasi hanya memiliki sertifikat kompetensi tetapi para terdakwa tidak mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) kedokteran dan tidak terdapat pelimpahan/ persetujuan untuk melakukan suatu tindakan kedokteran secara tertulis dari dokter spesialis yang memiliki Surat Izin Praktik (SIP) kedokteran/ yang berhak memberikan persetujuan sedangkan untuk melakukan tindakan pratik kedokteran termasuk operasi Cito

yang dilakukan oleh para terdakwa terhadap diri korban, para terdakwa harus memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) Kedokteran.

Berawal dari indikasi untuk dilakukan operasi Cito Secsio Sesaria

sekitar pukul 18.30 Wita, dr. Hendy Siagian (terdakwa III) menyerahkan surat tindakan khusus dan persetujuan pembedahan dan anestesi kepada korban


(48)

40

untuk ditanda tangani oleh korban yang disaksikan oleh terdakwa I dari jarak sekitar 7 meter, terdakwa II dan dr. Helmi kemudian berdasarkan surat perrsetujuan tersebut para terdakwa melakukan tindakan operasi. Tetapi ternyata tanda tangan korban yang berada di dalam surat persetujuan pembedahan dan anestesi yang diserahkan oleh terdakwa III berbeda dengan tanda tangan korban yang berada di dalam Kartu tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Askes. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh laboratorium Forensik cabang Makassar dan berdasarkan pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 9 Juni 2010 No. LAB. : 509/DTF/2011 yang dilakukan oleh Drs. Samir SSt, Mk, lelaki Ardani Adhis Amd dan Marendra Yudi L, SE menyatakan bahwa tanda tangan atas nama Siska Maketey alia Julia Fransiska

Maketey pada dokumen bukti adalah tanda tangan

karangan/SpuriousSignature.

Dr.Dewa Ayu Sasiary Prawany, dr. Hendri Simanjuntak dan dr. Hendy Siagiani didakwa dengan dakwaan pertama primer pasal 359 KUHP Jis. Pasal 361 KUHP, Pasal 5 ayat (1) ke 1 KUHP, subsidair Pasal 359 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1; dakwaan kedua pasal 76 Undang-Undang RI No.29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1; dan dakwaan ketiga primer pasal 263 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Subsidair Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dihadiri 13 (tiga orang) saksi yang telah siap untuk diperiksa di persidangan mereka adalah :


(49)

41

2. Saksi Anselumus Maketey adalah ayah korban.

3. Saksi Guniarti adalah Pegawai Negeri Sipil (Bidan puskesmas Bahu Manado)

4. Saksi Demetrius Gomer Tindi adalah Pegawai Negeri Sipil yang bertugas di Unit Gawat Darurat RSU Prof. Kandou Manado.

5. Saksi dr. Helmi sebagai dokter residen peserta pendidikan dokter spesialis. 6. Saksi Kartini Runtalalo sebagai bidan RSU Prof. Kandou Manado.

7. Saksi Anita Lengkong sebagai petugas bagian anestesi RSU Prof. Kandou Manado.

8. Saksi dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp. An sebagai dosen fakultas Unsrat Manado dan sebagai staf bagian anestesi.

9. Saksi PROF. Dr. Najoan Nan Warouw dosen fakultas Unsrat Manado dan sebagai konsulttan jaga pada kebidanan RSU Prof. Kandou.

10.Saksi dr. Ivone M. Kaunang, MA sebagai Kepala Dinas Kesehatan kota Manado.

11.Saksi Prof. Dr. Dr. Sarah Warouw, Sp. Ak sebagai dokter konsultan spesialis anak dan dekan Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi Manado.

12.Saksi ahli dr. Erwin Gidion Kristanto, SH, SpF, sebagai saksi ahli. 13.Saksi ahli dr. Johanis F. Mallo, SH. SpT. DFM sebagai saksi ahli.

B. Pertimbangan dalam Hukum Putusan No. 90/Pid.B/PN.MDO

Pertimbangan Hukum putusan Pengadilan Negeri Manado No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO


(50)

42

1. Menghubungkan satu sama lain fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan.

2. Memperhatikan pasal 143 KUHAP yang memberi petunjuk mengenai perbuatannya dan isi surat dakwaan.

3. Menimbang keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat-surat keterangan terdakwa mengaitkan sejauh mana terdakwa memenuhi unsur-unsur sebagaimana yang terdapat dalam dakwaan, yaitu sebagai berikut :

a. Dakwaan kesatu primair pasal 359 KUHP Jis pasal 361 KUHP, Pasal 55 ayat (1) ke-1. Menimbang pasal 359 KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)

menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana kurungan paling lama 1

(satu) tahun.”

Menimbang pasal 361 KUHP yang berbunyi :

“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya

diumumkan.”

Menimbang pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang berbunyi :

“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana : mere yang

melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta

melakukan perbuatan.”

Menimbang bahwa pasal 359 KUHP Jis Pasal 361 Jo pasal 55 ayat (1) KUHP unsur-unsurnya sebagai berikut:

Barang siapa; karena kesalahannya menyebabkan matinya orang lain;


(51)

43

1) Dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian;

2) Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan.

Kata barang siapa adalah merupakan kata ganti orang adalah subyek pelaku delik yang dalam perkara ini terpenuhi yaitu : dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendri Simanjuntak, dan dr. Hendy Siagian.

Unsur karena kesalahannya menyebabkan matinya orang lain, sebagaimana yang telah dijelaskan yang dimaksud kelalaian dari terdakwa adalah kelalaian dalam menangani operasi terhadap korban Siska Maketey yang dapat dibaca dalam surat dakwaan yang berbunyi

“ Bahwa pada saat sebelum operasi Cito Secsio Sesaria terhadap korban dilakukan pera terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada

pihak keluarga tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian korban jika operasi Cito Secsio Sesaria tersebut dilakukaan

dan tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung,

foto rotgen dada dan pemeriksaan penunjang lainnya,....dst”

Dalam menjawab permasalahan di atas hakim

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) Berdasarkan kesaksian Julin Mahengkeng : awalnya korban dibawa ke puskesmas bahu pada hari jumat tanggal 9 April 2010 kemudian keesokan harinya dirujuk ke rumah sakit Malalayang kerena tidak dapat melahirkan dengan normal; saksi dimintakan 1 (satu) orang untuk donor darah dan donor darah tersebut sudah ada


(52)

44

paling lambat jam 1 siang; jam 7.30 malam saksi disuruh beli obat lagi seharga Rp.1.000.000,00 lebih tapi saat itu saksi mengatakan uang saksi Rp.250.000,00; saksi tidak mengetahui nama dokter yang menyuruh, tapi kepada dokter saksi mengatakan tolonglah saksi, uang itu gampang, operasi saja anak saksi, kemudian korban

berterian “operasi jo” (operasi saja); keinginan operasi awalnya dari korban dan saksi; sebelum terdakwa meninggal saksi pernah disodori kertas oleh terdakwa III untuk ditanda tangani dan setengah jam kemudian datang kabar bahwa korban sudah meninggal dunia; sebelum operasi tidak ada penjelasan dari dokter kepada saksi tentang resiko operasi; sebelum operasi saksi menandatangani surat persetujuan dan saksi meminta korban untuk dioperasi; saksi menandatangani surat persetujuan hari Sabtu sekitar jam 9.00 malam; saksi membenarkan surat persetujuan yang dimaksud; saksi menyatakan tanda tangan korban dalam surat persetujuan berbeda dengan yang ada di KTP, Askes dan slip setoran Bank.

2) Berdasarkan kesaksian Anselmus Maketey : saksi tidak diberi penjelasan mengenai pelaksanaan operasi tersebut; saksi disodorkan surat persetujuan untuk ditandatangani jam 19.00; tanda tangan korban tidak sesuai dengan yang ada di KTP, Askes dan slip setoran Bank.


(53)

45

3) Berdasarkan kesaksian dr. Helmy : pelaksanaan korban atas persetujuan korban dan keluarga korban; sebelum melaksanakan operasi korban ada membuat surat persetujuan; setelah resiko operasi dijelaskan kepada korban, korban meyatakan bersedia dioperasi karena kesakitan, korban memutuskan dan minta dioperasi pukul 16.30.

4) Kesaksian Anita Lengkong, korban dan keluarganya ada diberikan penjelasan tentang resiko operasi.

5) Kesaksian dr. Hermanus J. Laleho,Sp.An, sewaktu dikonsultasikan tekanan darah korban 160/70 termasuk tinggi berarti korban dalam keadaan kesakitan dan beresiko; saksi menyetujui korban dioperasi dan tentang resiko operasi supaya dijelaskan kepada keluarga korban.

6) Berdasarkan keterangan terdakwa I, surat persetujuan operasi diserahkan di Irina D sebelum operasi dilaksanakan oleh dr. Hendy Siagian; korban ada menandatangani surat persetujuan untuk operasi.

7) Berdasarkan keterangan terdakwa II, terdakwa II ada melihat korban melakukan tanda tangan surat persetujuan operasi di dalam kamar dalam keadaan berbaring.

8) Berdasarkan keterangan terdakwa III, terdakwa III dua kali bertemu dengan keluarga korban pertama pada jam 6.00 dan kedua pada jam 6.30 dan memberitahukan kepala bayi tinggi, tidak bisa


(54)

46

lahir normal, kemungkinan akan dioperasi, dan saat itu ibu korban menyatakan kasihan dan terdakwa III katakan siapkan darah dan menyodorkan kepada ibu korban surat persetujuan operasi; yang lebih dahulu menandatangani surat persetujuan operasi adalah korban kemudian ibu korban; korban pada saat menandatangani surat persetujuan dalam posisi miring dan bisa menulis; terdakwa III pada saat bertemu ibu korban ada menjelaskan tentang resiko operasi; terdakwa III bertemu orang tua korban di ruang Irina D.

Berdasarkan keterangan saksi-saksi diatas dan dihubungkan dengan keterangan terdakwa I, II, dan III menurut Majelis Hakim adalah bersesuaian satu dengan yang lainnya tentang hal bahwa terdakwa sebelum melakukan operasi terhadap korban adalah menyampaikan kepada keluarga korban tentang kemungkinan terburuk termasuk kematian korban.

Terdakwa dalam melaksanakan operasi Cito Secsio Sesaria

terhadap korban tidak menjelaskan tentang resiko operasi tidak cukup beralasan. Menurut Majelis Hakim adanya penjelasan sangat erat kaitannya dengan persetujuan untuk dilaksanakannya operasi. Hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4) Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran : 1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan

dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan;


(55)

47

2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap ;

3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kuranganya mencakup:

a) Diagnosis dan tata cara tindakan medis. b) Tujuan tindakan medis yang dilakukan. c) Alternatif tindakan lain dan risikonya.

d) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi. e) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan .

4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas menurut Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan kebenaran dalil dakwaannya tentang hal para Terdakwa

tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga tentang

kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian yang dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi Cito Secsio Sesaria dilakukan

terhadap diri korban (SISKA MAKATEY).

Menjawab persoalan tentang tuntutan hakim yang menyatakan bahwa para terdakwa tidak melakukan pemeriksaan penunjang majelis hakim menguraikan sebagaimana berikut :


(56)

48

Menurut saksi Prof. dr. Najoan Nan Warouw menyatakan bahwa operasi cito secsio caesar tidak perlu pemeriksaan pendukung,

tetapi pemeriksaan darah tetap dilakukan.

Menurut ahli yang diajukan oleh penuntut umum dr. Edwin Gidion Kristanto, SH., SpF. Menyatakan bahwa operasi ada dua jenis yaitu operasi terencana dan operasi segera, bedanya antara operasi terencana dan operasi segera (cito) adalah dari sisi kepentingan operasi

terencana itu apakah harus dilaksanakan, dan harus ada persetujuan pasien atau keluarga sedangkan operasi cito sifatnya segera untuk

menyelamatkan jiwa dan tidak harus ada persetujuan.

Menurut ahli dr. Johannis F. Mallo., SH.,Spt,DFM memberikan kesaksian pada operasi cito (darurat) tidak harus dilakukan pemeriksaan penunjang, operasi cito tidak perlu persetujuan pasien atau keluarga, kecuali operasi terencana wajib persetujuan pasien dan keluarga dan penjelasan resiko operasi.

Bersarkan saksi yang diajukan oleh terdakwa dan penasihat hukum dr. Nurhadi Saleh, Sp.OG memberikan keterangan yaitu, operasi cito adalah operasi yang darurat/ emergency sedangkan operasi

kolektif adalah operasi yang terencana, menurut praktek kedokteran operasi cito tidak mutlak ada penjelasan kepada pasien karena sifatnya

segera, operasi cito tidak perlu pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan kesaksian yang diajukan oleh terdakwa dan penasihat hukum dr. Reggy Lefrant, SpJP-K menerangkan bahwa


(57)

49

operasi ada dua yaitu operasi cito (darurat) dan elektif (terencana),

dalam operasi cito tidak mungkin dilakukan pemeriksaan penunjang karena sifatnya darurat/cepat/segera.

Berdasarkan kesaksian saksi yang diajukan terdakwa dan penasehat hukum Jerry G. Tambun, SH.,LLM menerangkan bahwa dalam keadaan gawat darurat seorang dokter segera melakukan tindakan (operasi) tidak perlu pemeriksaan penunjang, dalam operasi penunjang sejak awal diberitahukan dan penjelasan kepada pasien tentang resiko medis.

Maka berdasarkan keterangan saksi yang diajukan oleh jaksa penuntut Umum yaitu saksi Prof. dr. Najoan Nan Warouw, keterangan ahliyang diajukan jaksa penuntut umum dr. Erwin Gidion Kristanto, SH, SpF, dr. Johanis F. Mallo, SH, Spt,DFM dan dihubungkan oleh keterangan saksi yang diajukan terdakwa dan penasehat humum dr. Nurhadi Saleh, Sp.OG, Prof. dr. Reggy Lefrant dan Jerry G. Tambun, SH,MH sebagaimana keterangannya Majelis Hakim mengambil kesimpulan bahwa operasi Cito Secsio Sesaria (darurat) tidak

dilakukan pemeriksaan penunjang terhadap pasien sehingga dengan demikian menurut Majelis Hakim para terdakwa sebagai dokter yang dalam melaksanakan operasi Cito Secsio Sesaria yang tidak

melakukan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan jantung, foto

rotgent, dada dan pemeriksaan penunjang lainnya bukanlah merupakan


(58)

50

Menjawab persoalan tentang tuntutan jaksa Penuntut Umum tentang kelalaian terdakwa yaitu diuraikan sebagai berikut:

Menurut keterangan saksi yang diajukan terdakwa/penasehat hukumnya dr. Nurhadi Saleh, SP.OG menerangkan bahwa yang dimaksud dengan kelalaian apabila dalam menyalahi standar operasi prosedur.

Menurut ketertangan ahli yang diajukan terdakwa/penasehat hukum Jerry G. Tambun, SH,LLM menerangkan bahwa kelalaian lebih banyak diiartikan kepada akibat tindakan yang tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), tujuan adanya standar operasional prosedur adalah sebagai pengukur tindakan profesi, untuk profesi kedokteran adalah kode etik kedokteran, malpraktik dapat diartikan dokter melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan standar operasional prosedur.

Berdasarkan bunyi pasal 1 angka 10 Peraturan menteri Kesehaan Republik Indonesia No. 512/MenKes/PER/IV/2007 tentang izin praktek dalam melaksanakan praktek kedokteran berbunyi :

“Standar Operasional Prosedur adalah suatu perangkat

intruksi/langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu, dimana standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan danfungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana

pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.”

Pasal 1 angka 14 Undang-undang No.29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran, dan pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Kesehatan


(1)

69

pertimbangkan, karena manusia adalah tempat salah dan lupa. Adakalanya manusia berniat buruk dan adakalanya berniat baik. Niat akan tercermin dari proses dan hasil yang dilakukan.

Untuk masalah malpraktik yang menyebabkan orang lain meninggal dunia masuk ke dalam pembunuhan karena kesalahan (qatlu khata’). Hukuman pokok dalam pembunuhan tidak sengaja (karena kesalahan) adalah diyat dan kiffarat. Hukuman penggantinya adalah puasa dan ta’zir. Diyat ini pada dasarnya adalah sebagian dari qishash dan diyat adalah pilihan kedua yaitu perdamaian ketika korban memilih untuk berdamai, maka ia berhak mendapatkan diyat dalam arti si pelaku kejahatan berkewajiban membayar

diyat kepada korban. Diyat untuk pembunuhan karena kesalahan adalah diyat

mukhaffafah, yaitu diyat yang diperingan.3 Di dalam hukum pidana Islam,

diyat merupakan hukuman penggantii (uqubah badaliyah) dari hukuman mati yang merupakan hukuman asli (uqubah asliyah) dengan syarat adanya pemberian maaf dari keluarganya.4 Jika diaplikasikan pada masa sekarang diyat yang dibayarkan bukan dengan harga unta lagi melainkan dengan ganti rugi uang.

Telah dijelaskan bahwa pelaku pembunuhan tidak sengaja (karena keliru) menanggung kiffarat berupa pembebasan budak muslim. Apabila ia


(2)

70

bagi satu peristiwa, dan bila membunuhnya secara berulang-ulang maka kiffaratnya juga berulang. Oleh karenanya bila seseorang membunuh beberapa orang dengan tidak sengaja, maka ia harus membayar beberapa kiffarat sesuai dengan jumlah korban yang terbunuh.

Putusan yang dijatuhkan oleh Majelis hakim dalam putusan No. 90/Pid.B/2011 yang membebaskan semua terdakwa dari segala hukuman dilihat dari hukum pidana Islam dirasa tidak sesuai karena putusan tersebut tidak menjatuhkan hukuman penjara maupun ganti rugi, padahal apabila hukuman ganti rugi diterapkan pasti akan menimbulkan efek jera dan melakukan sikap hati-hati untuk tindakan selanjutnya. Karena ketika akan dilakukan kelalaian lagi ia akan berfikir dua kali dan memilih untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak di inginkan. Namun karena Indonesia telah memiliki hukum sendiri yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku maka pembebasan para terdakwa sudah sesuai karena memang di dalam Undang-undang bagi terdakwa yang diputus bebas tidak diwajibkan untuk memberikan ganti rugi kepada keluarga korban. Karena sebenarnya tujuan hukum pidana Islam itu sendiri adalah untuk pencegahan (ar-raddu wa

al-zajru) dan pengajaran serta pendidikan (al islah wa- tahdzib) agar tercipta


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian – uraian yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, mengenai tindak pidana malpraktik yang menyebabkan kematian ibu melahirkan, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO berdasarkan keterangan saksi dan saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan menyatakan bahwa para terdakwa melakukan operasi sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai dalam pasal angka 10 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 512/MenKes/PER/IV/2007, memperhatikan alat bukti berupa berkas catatan medis dengan menguraikan setiap unsur dalam surat dakwaan yang membuktikan bahwa tidak ada kesalahan Hakim dalam memutus perkara tersebut dan hakim memutus perkara secara tepat dengan menganalisa dan mempertimbangkan berdasarkan fakta – fakta.

2. Berdasarkan pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO menurut hukum pidana Islam perbuatan tersebut


(4)

72

Secsio Sesaria menyebabkan korban meninggal dunia. Namun demikian di

dalam hukum pidana Islam perbuatan tersebut tetap dibebankan hukuman yakni dengan membayar diyat dan kiffarat, namun apabila tidak mampu hendaknya berpuasa selama dua bulan berturut-turut.

B. Saran

1. Hendaknya ada sikap lebih hati hati dari dokter dalam menangani pasiennya agar tidak terjadi kesalahan yang merugikan pasien maupun keluarga pasien, dan adanya sikap percaya dari pasien agar tidak terjadi konflik akibat kelalaian tersebut.

2. Adanya sanksi yang tegas dalam hukum positif maupun hukum islam agar menimbulkan efek jera dan menimbulkan sikap kehati-hatian dikemudian hari agar tidak terjadi kesalahan yang sama.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adji, Oemar Seno. Hukum – Hakim. Jakarta : Erlangga, 1984.

Al Tsaqalani, Ibnu Hajar. Bulugh al-Maram. Terjemahan Mahrus Ali, Bulughul Maram. Surabaya : Mutiara Ilmu, 1998.

Alexandria. Dewi, indrayani. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Book Publiser, 2008.

Ali, Zainuddin. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika, 2006.

Anita, Wahyu. “Tinjauan Hukum Islam A Pidana Malpraktik Kedokteran (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pati No.8/1980/Pid.B/PN.PT)”. skripsi--IAIN Walisongo, Semarang, 2009.

Djazuli, A. Fiqh Jinayah. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000.

Ervianty, Yunny. “Etik Kesehatan Hukum tentang Malpraktek Kebidanan (online) dalam http://yunnyervianty09.blogspot.com/2012 , diakses pada 5 Mei 2015.

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam. Petunjuk Teknik Penulisan Skripsi, 2014 Guwandi, J. Dokter Pasien dan Hukum. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2003. Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam. Bandung : Pustaka Setia, 2000.

Hanafiah, dkk. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Kedokteran EGC, 1999.

Irfan, Nurul. Fiqh Jinayah. Jakarta : Amzah, 2013.

Isfandyyani, Anny. Malpraktik dan Resiko Medik dalam Kajian Hukum Pidana. Jakarta : Prestasi Pustaka, 2005.


(6)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 512/MenKes/PER/IV/2007 tentang Izin Praktek dan Pelaksanaan Praktek Kedokteran.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 512/MenKes/PER/IV/2007 Putusan Mahkamah Agung No. 79 PK/PID/2013

Sabiq, Sayyid. Fiqhus Sunnah, Terjemahan Nor Hasanuddin “Fiqih Sunah”, jilid 4. Jakarta : Cempaka Putih, 2004.

Soeprapto, pitoko dkk. Etik dan Hukum dibidang Kesehatan. Surabaya : Airlangga University, 2008.

Undang- Undang RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Yayasan Penyelenggara Penerjemah. Dep. Agama Alquran dan Terjemahannya. Jakarta : Proyek Pengadaan Alquran, 1985.

Yunanto, Ari. Hukum Pidana Malpraktek Medik. Semarang : Andi, 2000.


Dokumen yang terkait

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26