TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN PERSENAN TANAH PERSILAN OLEH POLISI HUTAN DI DESA TENGGIRING KECAMATAN SAMBENG KABUPATEN LAMONGAN.

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Penarikan Persenan Tanah Persilan Oleh Polisi Hutan Di Desa
Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan”. Penelitian ini bertujuan
untuk menjawab persoalan tentang “Bagaimana praktik penarikan persenan tanah
persilan oleh polisi hutan di Desa Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten
Lamongan dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penarikan persenan
tanah persilan oleh polisi hutan di Desa Tenggiring Kecamatan Sambeng
Kabupaten Lamongan”.
Untuk menjawab permasalahan di atas, maka metode yang digunakan
adalah metode deskriptif kualitatif dengan pola pikir induktif yaitu pola pikir
yang berpijak pada fakta-fakta yang bersifat khusus, yakni fakta-fakta yang
berkaitan dengan penarikan persenan tanah persilan oleh polisi hutan di Desa
Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan kemudian diteliti dan
dikaitkan dengan teori muza>ra’ah dalam hukum Islam dan akhirnya dikemukakan
pemecahan persoalan yang bersifat umum.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2004 Pasal 36 dijelaskan mengenai
wewenang dari polisi hutan bukan untuk memiliki atau menguasai tanah
perhutani melainkan hanya melakukan pengawasan/ patroli serta pencatatan hasil
hutan, akan tetapi polisi hutan memiliki kewenangan khusus yang diberikan oleh

pihak perhutani untuk mengadakan aktivitas berladang di kawasan tertentu yang
telah ditentukan pihak perhutani. Oleh karena itu, dari segi syarat pihak yang
melakukan muza>ra’ah polisi hutan memenuhi syarat tersebut. Adapun mengenai
ketentuan bagian hasil panen yang diberikan penggarap tanah persilan kepada
polisi hutan yang baru akan ditentukan pada waktu penggarap panen ini boleh
hukumnya karena pada dasarnya ketentuan ini berdasarkan asas musyawarah
atau negosiasi diantara kedua belah pihak serta tidak ada paksaan yang mengikat
mengenai berapa jumlah yang harus diberikan pihak penggarap tanah persilan
kepada pihak polisi hutan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa akad muza>ra’ah antara
petani dan polisi hutan atas tanah persilan yang ada di Desa Tenggiring Sambeng
Lamongan adalah sah hukumnya, dan jika akad muza>ra’ah terbilang sah maka
penarikan persenan panen tanah persilan oleh polisi hutan di Desa Tenggirng
Sambeng Lamongan juga terbilang boleh hukumnya.
Bagi masyarakat Desa Tenggiring Sambeng Lamongan, hendaknya lebih
memperhatikan nilai-nilai dan aturan dalam hukum Islam khususnya dalam akad
muza>ra’ah mengingat sebagian besar mata pencaharian masyarakat tersebut
adalah dari hasil pertanian. Dan untuk polisi hutan sendiri, hendaknya
menggunakan kewenangan dan tugasnya sebaik mungkin seperti yang yang telah
ditetapkan pemerintah.


v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM ......................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. iii
PENGESAHAN .............................................................................................. iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
MOTTO .......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ......................................................................... xiii
BAB

I


PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah .................................... 6
C. Rumusan Masalah ............................................................ 7
D. Kajian Pustaka .................................................................. 7
E. Tujuan Penelitian ............................................................. 9
F. Kegunaan Hasil Penelitian ............................................... 9
G. Definisi Operasional ......................................................... 10
H. Metode Penelitian ............................................................ 11
I. Sistematika Pembahasan .................................................. 17

BAB

II

MUZA>RA’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN
PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN ............. 19
A. Muza>ra’ah dalam Hukum Islam .......................................
1. Pengertian Muza>ra’ah ................................................ 19

2. Landasan Hukum Muza>ra’ah .................................... 21
3. Rukun dan Syarat Muza>ra’ah ..................................... 23
4. Muza>ra’ah Menurut Ulama ........................................ 29
ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5. Bentuk-bentuk Muza>ra’ah ......................................... 31
6. Sifat Akad Muza>ra’ah dan berakhirnya Muza>ra’ah ... 33
B. Pedoman Pinjam Kawasan Hutan .................................... 35
1. Pengertian Hutan, Kawasan Hutan, dan Penggunaan
Kawasan Hutan ......................................................... 35
2. Tata Cara dan Persyaratan Permohonan Penggunaan
Kawasan Hutan ........................................................ 36
BAB

III

PELAKSANAAAN PENARIKAN PERSENAN TANAH
PERSILAN OLEH POLISI HUTAN DI DESA

TENGGIRING KECAMATAN SAMBENG KABUPATEN
LAMONGAN .......................................................................... 39
A. Gambaran Lokasi Penelitian ............................................ 39
1. Batas wilayah Desa Tenggiring .................................. 39
2. Keadaan sosial agama ................................................. 41
3. Keadaan sosial pendidikan .......................................... 41
4. Keadaan sosial ekonomi .............................................. 42
B. Pelaksanaan Penarikan Persenan Tanah Persilan oleh
Polisi Hutan di Desa Tenggiring ...................................... 44
1. Tanah persilan dan polisi hutan .................................. 45
2. Latar belakang penarikan persenan ............................. 46
3. Peralatan dan bibit tanaman ......................................... 49
4. Mekanisme penarikan persenan .................................. 49
5. Jenis tanaman dan besar penarikan persenan tanah

persilan ......................................................................... 50
6. Alokasi uang penarikan persenan tanah persilan ........ 51
7. Batas akhir waktu bagi hasil tanah persilan ............... 52
8. Dampak yang ditimbulkan .......................................... 53
BAB


IV

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN
PERSENAN TANAH PERSILAN OLEH POLISI HUTAN
DI DESA TENGGIRING KECAMATAN SAMBENG
KABUPATEN LAMONGAN ................................................ 54
A. Analisis tentang Pelaksanaan Penarikan Persenan
Persenan oleh Polisi Hutan di Desa Tenggiring .............. 54
x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Analisis tentang Pedoman Pakai Tanah Persilan ............ 57
C. Tinjauan Hukum Islam terhadap Penarikan Persenan
Persenan oleh Polisi Hutan di Desa Tenggiring .............. 59
BAB

V


PENUTUP ............................................................................... 66
A. Kesimpulan ....................................................................... 66
B. Saran ................................................................................. 67

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68
LAMPIRAN .................................................................................................... 70

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menempati peranannya sebagai makhluk sosial, manusia merupakan
makhluk yang selalu membutuhkan makhluk lain dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik menyangkut kebutuhan yang bersifat primer
maupun kebutuhan yang bersifat sekunder. Oleh karena itu, banyak
interaksi yang muncul antara satu sama lainnya dikarenakan manusia ingin

memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Misalnya saja interaksi yang
muncul dalam bidang perdagangan, pertanian, peternakan, dan kegiatan
muamalah lainnya.
Allah Swt telah memberikan petunjuk dan tuntunan lewat perantara
Nabi Muhammad Saw agar umat Islam dapat berperilaku sesuai dengan
syariat agama Islam. Dalam hidup bersosial, Nabi Muhammad Saw telah
mengajarkan kepada kita semua tentang etika bermuamalah agar tetap
terjalin keharmonisan dalam berhubungan antara manusia dengan manusia
yang sama-sama mempunyai kepentingan untuk mendapatkan keperluan
jasmaninya dengan cara yang paling baik dan tidak adanya praktik
kecurangan yang menimbulkan adanya salah satu pihak yang dirugikan.1

1

Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 2.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


2

Muzara>’ah merupakan salah satu contoh kegiatan muamalah yang
sering dilakukan oleh manusia atau para petani pada umumnya, yaitu
sebuah akad pengolahan dan penanaman dengan upah sebagai hasilnya.2
Secara etimologis, muza>ra’ah berarti kerja sama dalam penggarapan
tanah dengan imbalan sebagian dari apa yang dihasilkan. Dan maknanya
disini adalah pemberian tanah kepada orang yang akan menanaminya
dengan catatan bahwa dia akan mendapatkan porsi tertentu dari apa yang
dihasilkannya, seperti setengah, sepertiga, lebih banyak ataupun lebih
sedikit sesuai dengan kesepakatan kedua pihak.3

Muza>ra’ah dipraktikkan oleh Rasulullah Saw dan juga para sahabat,
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw mempekerjakan
penduduk Khaibar dengan imbalan separuh dari apa yang dihasilkan bumi,
baik biji-bijian maupun buah-buahan. Rasulullah Saw bersabda:

ْْ‫حدث نْاْأْدْبنْحنب ٍلْوز ي رْبنْحر ٍبْ(واللفظْلُ ٍْ)ْقال ْحدث ناََْْ(و وْالقطان)ْعن‬
ْْ‫ْأن ْرسول ْه ْصلىْه ْعليه ْوسلم ْعاَل ْا ل ْخيْب ر‬,‫عب يد ْه ْأخب رن ْناف ٌع ْعن ْابن ْعمر‬
4

.‫بشرطَْايرجَْن هاَْنَْ ٍرْأوْزرٍع‬

Artinya: telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Hambal dan Zuhair
bin Harbi, mereka berdua berkata: telah menceritakan kepadaku
Yahya dari Ubaidillah, telah bercerita kepadaku Nafi’ ibnu
umar, sesungguhnya Rasulullah Saw telah mempekerjakan
penduduk khaibar agar mereka pelihara dengan perjanjian
mereka akan diberi sebagaian dari pengahasilan, baik dari buahbuahan, maupun dari hasil tanaman. (HR. Muslim).

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, jilid 6, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 562.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 5, (Jakarta: PT. Tinta Abadi Gemilang, 2013), 134.
4
Imam Muslim, Sah}i>h Muslim, (Lebanon: Da>r Al-kotob Al-Ilmiyah, 2008), 403.
2

3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3


Diterapkannya muza>ra’ah sendiri memiliki dampak yang begitu
besar pada pertumbuhan sosial ekonomi dalam masyarakat dan khususnya
pada pertanian masyarakat, serperti saling tolong-menolong dapat
meningkatkan penghasilan kedua belah pihak yang berkerjasama, dan dapat
meningkatkan

produksi

dalam

negeri

sehingga

dapat

mendorong

pengembangan sektor riil yang menopong pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan. Selain itu, muza>ra’ah sendiri muncul untuk membantu satu
orang dengan yang lainnya dalam bekerja sama, kadang pekerja memilik
kepandaian dalam bidang pertanian tetapi tidak memiliki tanah, kadang
juga pemilik tanah tidak bisa bertani. Oleh karena itu, Islam
mensyari’atkan muza>ra’ah sebagai bentuk kasih sayang bagi keduanya
serta memberikan solusi terbaik untuk kedua pihak yakni si pemilik lahan
yang tidak memumpuni dalam bidang penggarapan sawah dan si penggarap
yang tidak memiliki lahan agar bisa bersinergi dan bekerjasama sehingga
keuntungannyapun bisa dirasakan oleh kedua pihak.
Seperti transaksi bagi hasil mu’a>malah pada umumnya, dalam
praktik muza>ra’ah juga diatur ketentuan yang mengatur tentang batasan
tanah yang akan digarap, bagian keuntungan yang akan didapatkan oleh
kedua pihak, serta batasan waktu lama muza>ra’ah akan belangsung.5
Tidak terkecuali masyarakat Desa Tenggiring Kecamatan Sambeng
Kabupaten Lamongan yang sebagian besar mata pencahariannya adalah
bergerak dalam sektor pertanian ini juga sering melakukan transaksi
5

Ibid., 163.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

mua’a>malah seperti di atas, yaitu transaksi muza>ra’ah. Sebagian dari
mereka ada yang mengolah dan menanami persawahan mereka sendiri dan
ada pula sebagian yang sekedar menggarap persawahan orang lain dan
mendapatkan keuntungan dari bagi hasil di antara keduanya.

Muza>ra’ah yang ada di tanah persilan Desa Tenggiring ini adalah
muza>ra’ah atas tanah perhutani dimana petani sebagai penggarap dan
polisi hutan sebagai pemilik lahan garapan. Jadi, yang dimaksud dengan
tanah persilan dalam penelitian ini adalah tanah perhutani yang dijadikan
ladang pertanian oleh penduduk setempat. Sedangkan penarikan persenan
panen yang dimaksud adalah bagi hasil panen yang diminta oleh mandor
(polisi hutan) setiap pengguna sawah persilan panen.
Sesuai dengan jabatannya, polisi hutan adalah nama sebuah jabatan
fungsional Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan pegawai instansi
kehutanan pusat maupun daerah yang bertugas untuk menyiapkan,
melaksanakan, mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi serta
melaporkan

kegiatan

perlindungan

dan

pengamanan

hutan

serta

pengawasan peredaran hasil hutan.6 Jadi, kewenangan polisi hutan adalah
bukan untuk memiliki lahan perhutani tersebut akan tetapi lebih kepada
perawatan dan pengawasannya.
Selain itu, tidak ada ketentuan pasti yang mengatur waktu
berlangsungnya muza>ra’ah serta besar keuntungan yang akan diperoleh
kedua belah pihak dalam penarikan persenan panen atau bagi hasil ini, baik
6

http:// Polisi Kehutanan Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm
diakses tanggal 12 Mei 2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

keuntungan yang akan diperoleh petani selaku penggarap tanah persilan
serta keuntungan polisi hutan selaku pemberi lahan garapan.
Hal ini jelas bertentangan dengan ketentuan muza>ra’ah yang ada
dalam hukum Islam, karena tidak ada ketentuan yang pasti mengenai
berapa bagian yang akan diperoleh kedua pihak, yakni bagian yang akan
diperoleh petani selaku penggarap dan bagian yang diperoleh mandor
(polisi hutan) selaku pemberi lahan garapan. Selain itu, lahan yang
dijadikan tempat untuk bertanam adalah bukan milik polisi hutan
melainkan milik perhutani, selain itu jangka waktu penggarap boleh
menggunakan lahan persilan tidak pernah diketahui serta tidak ada batasan
luas untuk penggarap boleh mengunakan lahan persilan selama lahan
tersebut belum ada yang mengelolahnya.
Dari gambaran di atas, perlu kiranya untuk dikaji mengenai hukum
dan kemashlahatan satu sama lainnya antara warga Desa Tenggiring dalam
melakukan muza>ra’ah atas tanah persilan dan penarikan persenan panen
yang dilakukan oleh mandor (polisi hutan) tersebut sehingga penulis
tertarik untuk menelitinya dan mengangkat judul “Tinjauan Hukum Islam
terhadap Penarikan Persenan Tanah Persilan oleh Polisi Hutan di Desa
Tenggiring

Kecamatan

Sambeng

Kabupaten

Lamongan”

dalam

penelitiannya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas terdapat beberapa masalah dalam
penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
1. Latar belakang terjadinya penarikan persenan tanah persilan.
2. Akad yang digunakan dalam penarikan persenan tanah persilan.
3. Pembagian keuntungan yang akan diperoleh kedua pihak.
4. Batas waktu dalam penggunaan tanah persilan.
5. Hak kepemilikan atas tanah persilan.
6. Hak penggunaan atas tanah persilan.
7. Tinjauan hukum Islam terhadap penarikan persenan tanah persilan.
Agar pembahasan masalah tidak melebar dan lebih terfokus, maka
diperlukan batasan masalah dalam penelitian. Penelitian ini terbatas pada:
1. Praktik penarikan persenan tanah persilan.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik penarikan persenan tanah

persilan.

C. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan pusat perhatian dalam sebuah
penelitian. Oleh karena itu, sesuai dengan latar belakang masalah
sebagaimana dijabarkan di atas, maka masalah penelitian ini berusaha
menjawab persoalan tentang:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

1. Bagaimana praktik penarikan persenan tanah persilan oleh polisi hutan
di Desa Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penarikan persenan tanah

persilan oleh polisi hutan di Desa Tenggiring Kecamatan Sambeng
Kabupaten Lamongan?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/ penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian/ penelitian yang telaha ada.7 Pada
dasarnya, kajian pustaka pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan
gambaran hubungan topik yang akan diteliti yakni penarikan persenan

tanah

persilan

di

Desa

Tenggiring

dengan

penelitian-penelitian

sebelumnya. Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat beberapa penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya antara lain:
Pertama, skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual
beli Tanah Perhutani”. Dalam penelitian tersebut dijelaskan tentang status
kepemilikan tanah perhutani dan kebolehan penggunaan tanah perhutani

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya : UIN
Sunan Ampel, 2014), 8.
7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

dengan syarat perjanjian tertulis atau lisan serta penggunaannya hanya
sebatas pemanfaatan tanah bukan untuk dimiliki ataupun dijual.8
Kedua, skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap
Implementasi Bagi Hasil atas Tanah (Percanton/ canton) di Desa Lombang
Lao’ Kecamatan Blega Kabupaten Bankalan Madura. Dalam penelitian ini
dijelaskan mengenai mekanisme bagi hasil atas tanah (Percanton/ canton)
yang mana hasilnya dianggap batal karena merugikan salah satu pihak,
yakni penggarap dirugikan karena dalam mekanis pembagiannya ia juga
menanggung modal, ongkos buruh tani, dan penjualan hasil pertaniannya.9
Dari pemaparan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa skripsi
yang pertama adalah membahas tentang kepemilikan tanah perhutani serta
penggunaannya yang hanya sebatas pemanfaatan bukan untuk dimiliki atau
dijual belikan. Sedangkan skripsi yang kedua adalah membahas tentang
mekanisme pembagian keuntungan dalam bagi hasil atas tanah (Percanton/
canton) yang dinilai merugikan salah satu pihak.
Adapun penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yang berjudul
“Tinjauan Hukum Islam terhadap Penarikan Persenan Tanah Persilan oleh
Polisi Hutan di Desa Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten
Lamongan” ini memfokuskan pembahasan pada penarikan persenan atas

Mudhofar, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Tanah Perhutani” (Skripsi--IAIN Sunan
Ampel, Surabaya, 2012), 63.
9
Moch. Fahri, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Implementasi Bagi Hasil atas Tanah (Percanton/
caontonan) di Desa Lambang Lao’ Kecamatan Blega Kabupaten Bangkalan Madura” (Skripsi-IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012), 83.

8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

tanah persilan yang dilakukan oleh polisi hutan atau yang lebih sering
dikenal dengan istilah mandor oleh penduduk setempat.

E. Tujuan Penelitian
Setelah mengetahui rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana penarikan persenan tanah persilan oleh
polisi hutan di Desa Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten
Lamongan.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap penarikan persenan

tanah persilan oleh polisi hutan di Desa Tenggiring Kecamatan
Sambeng Kabupaten Lamongan.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Penulis berharap agar hasil penelitian ini bisa memberikan manfaat
serta kegunaan baik yang bersifat teoritis maupun praktis, diantaranya ialah:
a. Kegunaan secara teoritis
Dari segi keilmuan (teori) hasil penelitian ini diharapkan bisa
menambah khazanah keilmuan Islam, serta untuk menambah wawasan
dan pengetahuan tentang praktik bagi hasil yang diperbolehkan dalam
Islam pada umumnya, dan menambah wawasan tentang Muza>ra’ah pada
khususnya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

b. Kegunaan secara praktis
1. Untuk memberikan informasi kepada peneliti berikutnya dalam
membuat karya ilmiah yang lebih baik.
2. Sebagai bahan pertimbangan atau pedoman dalam bermuamalah
pada umumnya dan dalam jual beli pada khususnya.

G. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan arah dari
judul penelitian ini, maka perlu kiranya penulis menjelaskan beberapa unsur
istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini, diantaranya:
Hukum Islam

: Peraturan perundang-perundangan Islam
yang mencakup hukum shari’ah dan hukum
fikih.10 Dalam penelitian ini hukum Islam
yang dimaksud adalah seperangkat aturan

muzara>’ah

yang

berlandaskan

al-Qur’an,

hadith, dan pendapat ulama (ijma’) yang
digunakan

sebagai

acuan

hukum

dalam

penarikan persenan atau bagi hasil petani dari

tanah persilan.
Persenan Tanah Persilan

: Bagian yang harus
pengguna

10

dibayarkan oleh

tanah persilan (tanah milik

Bambang Subandi, et al., Studi Hukum Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 45.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

perhutani yang dikelola penduduk setempat)
kepada polisi hutan setiap kali panen.
Polisi Hutan

: Sebuah jabatan fungsional pegawai sipil
dalam lingkungan pegawai instansi kehutanan
pusat maupun daerah.11 Dan dalam penelitian
ini polisi hutan lebih dikenal dengan sebutan
mandor bagi penduduk setempat.

H. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yakni
penelitian yang dilakukan dalam kehidupan sebenarnya12 terhadap
penarikan persenan tanah persilan oleh polisi hutan di Desa Tenggiring
Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan.
1. Data yang dikumpulkan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka data yang akan dikumpulkan adalah data yang berkaitan dengan
mekanisme penarikan persenan tanah persilan oleh polisi hutan di Desa
Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan.
2. Sumber data
Sumber data ialah sumber dari mana data akan digali, sumber
tersebut bisa berupa orang, dokumen, pustaka, barang, keadaan, atau

11
12

http://Id.wikipwdia.org/wiki/Polisi_Kehutanan_Indonesia, diakses pada tanggal 15 April 2015.
Mardalis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 28.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

lainnya.13 Dilihat dari segi sumber pengambilannya, penelitian ini
menggunakan dua macam bentuk sumber data, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh
secara langsung dari objek penelitian.14 Dan dalam penelitian ini
peneliti sumber data primer yang dimaksud ialah Bapak Supirin,
Bapak Katimin, Ibu Suyatin selaku para petani pengguna tanah

persilan, Bapak Marji selaku polisi hutan atau mandor setempat,
serta Bapak Mustaqim selaku pihak yang bertugas menarik
persenan dari pengguna tanah persilan di Desa Tenggiring
Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder ialah sumber data yang diperoleh
peneliti dari sumber-sumber yang telah ada baik dari perpustakaan
atau dari laporan-laporan peneliti terdahulu.15
Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini ialah
sebagai berikut:
1. Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah juz 5
2. Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu
3. Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah
4. Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah
13
Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya : UIN
Sunan Ampel, 2014), 9.
14
Saifudin Azwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 91.
15
Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 94.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

5. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah
6. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.16/ Menhut-II/ 2014 Tentang Pedoman Pinjam Kawasan
Hutan.
7. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 45
Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengmpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data
yang ditetapkan.16
Dalam memperoleh data yang diperlukan dalam menyelesaikan
peneletian ini penulis, menggunakan metode pengumpulan data antara
lain:
a. Metode Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui
dokumen.17 Jadi dalam penelitian ini penulis akan menulusuri
buku-buku yang relevan dengan permasalahan terhadap penarikan

Sugiono, Metodologi Peneltian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013),
224.
17
M. Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 87.
16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

persenan tanah persilan oleh polisi hutan yang ada di Desa
Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan.
b. Metode Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data esensial
dalam penelitan terlebih dalam penelitian kualitatif. Istilah
observasi sendiri diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara
akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan
hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut.18 Jadi observasi
ialah penngamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena yang diteliti.
Dalam hal ini penulis akan mengobservasi penarikan
persenan tanah persilan serta pelaksanaannya di Desa Tenggiring
Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan.
c. Metode Wawancara (interview)
Metode wawancara dalam pengumpulan data ialah suatu
kegiatan tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara
pewawancara

(interviewer)

dengan

yang

diwawancarai

(interviewee) tentang masalah yang diteliti, dimana pewawancara
bermaksud meperoleh persepsi, sikap dan pola pikir dari yang
diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti.19
Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara
dengan sebagian petani di Desa Tenggiring Kecamatan Sambeng
18
19

Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 212
Ibid., 237

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

Kabupaten Lamongan untuk mengetahui bagaimana praktik atau
mekanisme penarikan persenan tanah persilan oleh polisi hutan
serta alasan-alasan mereka melakukannya.
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah seluruh data terkumpul maka perlu adanya
pengolahan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing
Yakni pengolahan data dengan cara memeriksa kembali semua
data-data yang diperoleh dengan memilih dan menyeleksi data
tersebut dari berbagai segi yang meliputi kesesuaian dan
keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan serta
relevansinya dengan permasalahan.20 Disini penulis akan
memeriksa kembali data tentang penarikan persenan tanah

persilan oleh polisi hutan di desa Tenggiring kecamatan
Sambeng kabupaten Lamongan.
b. Pengorganisasian (organizing)
Yakni pengolahan data dengan cara menyusun data sumber
dokumentasi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh
gambaran

yang

sesuai

dengan

rumusan

masalah,

serta

mengelompokan data yang diperoleh. Disini penulis akan
mensistematika data tentang penarikan persenan tanah persilan

20

Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 153.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

oleh polisi hutan di desa Tenggiring kecamatan Sambeng
kabupaten Lamongan.
c. Analisis (analyzing)
Yakni pengolahan data dengan cara memberikan analisis lanjutan
terhadap hasil editing dan organizing data yang telah diperoleh
dari sumber-sumber penelitian, dengan menggunakan teori dan
dalil-dalil lainnya, sehingga diperoleh kesimpulan.21 Disini
penulis akan menganalisa perumusan tentang penarikan persenan

tanah persilan oleh polisi hutan di desa Tenggiring kecamatan
Sambeng kabupaten Lamongan.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data ialah mengorganisasikan data yang terkumpul
yang meliputi catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto,
dokumen (laporan, biografi, artikel). Karena itu, analisis itu
mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan
mengorganisir data.22
Setelah pengumpulan data selesai, selanjutnya akan dibahas
dan dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

21
22

Ibid., 195.
Masruhan, Metologi Penelitian Hukum..., 290.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dengan metode yang
telah ditentukan.23
a. Analisis Deskriptif
Yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan
bukan

angka-angka,

serta

semua

yang

dikumpulkan

berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah
diteliti.24
b. Pola Pikir Induktif
Yakni proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indra
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian.25 Jadi, pola pikir induktif disini adalah penalaran
yang digunakan untuk mengemukakan kenyataan dari hasil
penelitian tentang penarikan persenan tanah persilan oleh polisi
hutan yang terjadi di Desa Tenggiring Kecamatan Sambeng
Kabupaten Lamongan.

I. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini disusun dengan sistematika perbab yang masingmasing bab memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya, serta
merupakan satu kesatuan yang utuh. Bab-bab tersebut merupakan
kebulatan penjelasan dari penelitian ini yang sistematikanya terbagi
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif,
(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 143.
24
Lexy J. Moleong, Metologo Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 11.
25
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran, diakses tanggal 12 Mei 2015.
23

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

menjadi lima bab pembahasan untuk memudahkan pembahasan dan
pemahaman itu sendiri, yakni meliputi:
Bab pertama berisi tentang pendahuluan, yang menguraikan latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua berisi tentang kajian teori muza>ra’ah, yang menguraikan
tentang pengertian muza>ra’ah, landasan hukum muza>ra’ah, rukun dan
syarat

muza>ra’ah,

hukum

muza>ra’ah,

bentuk-bentuk

muza>ra’ah,

berakhirnya akad muza>ra’ah, serta pedoman pinjam kawasan hutan.
Bab ketiga merupakan hasil penelitian tentang tinjauan hukum
Islam terhadap penarikan persenan tanah persilan oleh perhutani di Desa
Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan. Serta gambaran
umum desa, yang meliputi : Letak Geografis, Keadaan Sosial Ekonomi,
Keadaan Sosial Pendidikan, Keadaan Sosial Keagamaan. Dan pelaksanaan
penarikan persenan tanah persilan yang memuat : Latar belakang terjadinya
penarikan persenan tanah persilan, pengertian tanah persilan dan polisi
hutan, peralatan yang digunakan, mekanisme penarikannya, batas akhir
waktu bagi hasil tanah persilan, dan dampak yang ditimbulkan.
Bab keempat berisi analisis tentang tinjauan hukum Islam terhadap
penarikan persenan tanah persilan oleh polisi hutan di desa Tenggiring
kecamatan Sambeng kabupaten Lamongan.
Bab kelima adalah penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II

MUZA>RA’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN PEDOMAN
PINJAM KAWASAN TANAH PERHUTANI

A. Muza>ra’ah dalam Hukum Islam
1. Pengertian Muza>ra’ah
Kata al-muza>ra’ah secara etimologi adalah bentuk mas}dar dari
asal

kata

al-zur’u

yang

artinya

adalah

al-inba>t

(menanam,

menumbuhkan). Sedangkan secara terminologi al-muza>ra’ah adalah
sebuah akad pengolahan dan penanaman dengan upah sebagai hasilnya.26
Ulama Malikiyah mendefinisikan al-muza>ra’ah sebagai berikut:

ْ‫الشْركْ ْةْفْْالُْرع‬
ِ
“Perserikatan dalam pertanian”.
Ulama Hanabilah mendefinisikan al-muza>ra’ah sebagai berikut:

ْ ْ‫دْفْ ْع‬
‫عْبْيْنْهْمْا‬
ْ ‫اْوالُْر‬
ْ ْ‫لَْْنْْيُْْْرعْ ْهاْأْوْْيْعْ ْملْْ ْعلْيْه‬
ْ ْ‫الْرضْْا‬
“Penyerahan tanah pertanian kepada seorang petani untuk digarap dan
hasilnya dibagi dua”.
Kedua definisi ini dalam kebiasaan Indnesia disebut dengan
paruhan sawah. Penduduk Irak menyebutnya dengan istilah al-

mukha>barah, tetapi dalam hal ini bibit disediakan oleh penggarap.
Seperti yang didefinisikan oleh Imam Syafi’i:
26

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu..., 562.

19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

ْ‫اْوالْْبذْرَْْْنْْالْ ْع ْمل‬
ْ ْ‫جْ َْنْه‬
ْ ‫اْيْر‬
ْ َْْْ‫عْ ْملْْالْْرضْْبْبْ ْعض‬
“Pengelolahan tanah oleh petani dengan imbalan hasil pertanian,
sedangkan bibit pertanian disediakan penggarap tanah”.27
Sedangkan Abd al-Rahman al-Jaziri mengemukakan definisi

muza>ra’ah menurut Ulama Hanafiyah yaitu:

ْ ْ‫عقدْعليْالُرعْبب عضْاخاْرجَْنْالرض‬
“Akad untuk bercocok tanam dngan sebagian yang keluar dari bumi”.28
Selain itu, menurut Ulama Hanafiyah akad muza>ra’ah pada
mulanya adalah berbentuk akad ija>rah, akan tetapi pada akhirya akad

muza>ra’ah berupa sha>rikah (kerjasama, patungan, joinan). Apabila
benihnya dari pihak penggarap maka yang menjadi objek muza>ra’ah
adalah manfaat lahan, dan jika benihnya dari pemilik lahan maka yang
menjadi objek akad muza>ra’ah adalah kemanfaatan (pekerjaan) si
penggarap.29
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan al-muza>ra’ah adalah akad pemanfaatan dan
penggarapan lahan pertanian antara pemilik lahan dengan pihak yang
menggarap dengan hasil dibagi dua sesuai prosentase yang mereka

Abdur Rahman Ghazali et al, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010),114.
Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002), 153.
29
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu..., 565.

27
28

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

sepakati, sedangkan yang dimaksud al-mukha>barah ialah al-muza>ra’ah
yang benihnya berasal dari penggarap.30
2. Landasan Hukum Muza>ra’ah.

Muza>ra’ah atau zira>’ah merupakan salah satu bentuk kerja sama
antara pekerja (buruh) dan pemilik tanah. Dalam banyah kasus, pihak
buruh memiliki keahlian mengelola tanah namun tidak memiliki tanah,
dan ada pemilik tanah namun tidak mempunyai keahlian dalam
mengelola tanah tersebut. Oleh karena itu, Islam mensyari’atkan zira>’ah
sebagai upaya mempertemukan kepentingan dua belah pihak.31
Adapun dasar-dasar hukum Muza>ra’ah antara lain:
1. Al-Qur’an Surat al-Muzammil : 20.
           ...
             
             

.         

Artinya:

30
31

... dan orang-orang yang berjalan di muka bumi
mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang
yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah
apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang
baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk
dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi
Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan

Ibid., 563.
Sayyid Syabiq, Fiqih Sunnah jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2004), 194.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.32
2. Al-Qur’an Surat az-Zuhruf : 32.
ْْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ 
ْْْْ ْْْْْْْْ

ْ .ْْْ
Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan
mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (az-Zuhruf :
32).33
3. Hadith yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu Umar.

ٍ ‫حدث نا ْأْد ْبن ْحنب ٍل ْوز ي ر ْبن ْحر‬
ْ‫ب ْ(واللفظ ْلُ ٍْ)ْقالْ ْحدث نا ََْ ْ(و و‬
ْ‫ْأن ْرسول ْه ْصلىْه ْعليه‬,‫القطان)ْعن ْعب يد ْه ْأخب رن ْناف ٌع ْعن ْابن ْعمر‬
34
.‫وسلمْعاَلْا لْخيب رْبشرطَْايرجَْن هاَْنَْ ٍرْأوْزرٍع‬

Artinya: telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Hambal dan
Zuhair bin Harbi, mereka berdua berkata: telah
menceritakan kepadaku Yahya dari Ubaidillah, telah
bercerita kepadaku Nafi’ ibnu umar, sesungguhnya
Rasulullah Saw telah mempekerjakan penduduk khaibar
agar mereka pelihara dengan perjanjian mereka akan
diberi sebagaian dari pengahasilan, baik dari buahbuahan, maupun dari hasil tanaman. (HR. Muslim).
4. Ijma’ ulama.
Ijma’ merupakan produk kesepakatan ulama yang sudah menjadi
dalil dalam pelaksanaan hukum Islam.35 Abu Yusuf dan Muhammad
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Rilis Grafika, 2009), 575
Ibid., 491.
34
Imam Muslim, Sah}i>h Muslim, (Lebanon: Da>r Al-kotob Al-Ilmiyah, 2008), 403.
32

33

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

(sahabat Imam Abu Hanifah), Imam Malik, Ahmad, dan Abu
Dawud azh-Zhahiri berpendapat bahwa muza>ra’ah adalah boleh
hukumnya.36
5. Kaidah fiqih:

ْ ‫الصلْ فْ المعاَلْتْ الباحةْ إلْ أنْ يدْلْ دلي ٌْل على َرْها‬
Artinya: Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkan.37
3. Rukun dan Syarat Muza>ra’ah
Jumhur

ulama

yang

membolehkan

akad

muza>ra’ah

mengemukakan rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sehingga
akad dianggap sah. Berikut rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam
akad muza>ra’ah:
a. Rukun muza>ra’ah
Rukun muza>ra’ah menurut Ulama Hanafiyah adalah ija>b dan

qabu>l, yaitu pemilik lahan berkata kepada penggarap “aku serahkan
lahan ini kepadamu sebagai al-muza>ra’ah dengan upah sekian” lalu
penggarap berkata “aku terima” atau “aku setuju”, atau dengan
perkataan lain yang menunjukkan ia menerima dan menyutujui

muza>ra’ah tersebut.38

Beni Ahmad Saebani, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 222.
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2011), 207.
37
MUI, DSN, BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Edisi Kedua, (t.tp.: t.p., t.t. ), 90.
38
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu..., 565.
35

36

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Menurut Ulama Hanafiyah akad muza>ra’ah pada awalnya
adalah bentuk akad ija>rah, sedangkan pada akhirnya berbentuk

shirkah. Apabila benih dari pihak penggarap maka objek akadnya
berarti kemanfaatan lahan, apabila benihnya dari pemilik lahan
maka objek akadnya adalah kemanfaatan si penggarap.
Sementara itu, Ulama Hanabilah mengatakan bahwa akad

muza>ra’ah tidak perlu kepada qabu>l secara lisan, akan tetapi qabu>l
cukup dengan si penggarap memulai mengerjakan dan mengolah
lahan atau merawat dan menyirami tanaman.
Adapun elemen akad muza>ra’ah ada tiga, yaitu pemilik lahan,

penggarap, dan objek akad yang memiliki dua kemunkinan sebagai
kemanfaatan lahan atau kemanfaatan si penggarap.
Dari pemaparan di atas Jumhur Ulama membolehkan akad

muza>ra’ah dengan rukun yang harus dipenuhi antara lain:
1) Pemilik tanah.
2) Petani penggarap.
3) Objek muza>ra’ah, yaitu antara manfaat tanah dan hasil kerja
petani.
4) Ija>b dan qabu>l.39

39

Abdur Rahman Ghazali et al, Fiqih Muamalat..., 116.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

b. Syarat-syarat muza>ra’ah
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam muza>ra’ah
meliputi syarat-syarat yang berkaitan dengan pihak yang berakad,
syarat-syarat yang berkaitan dengan objek muza>ra’ah, dan syaratsyarat yang berkaitan dengan ija>b dan qabu>l, antara lain seagai
berikut:
1) Syarat yang berkaitan dengan pihak pelaku akad
Syarat-syarat pihak yang melakukan akad adalah
sudah baligh dan berakal.40 Oleh karena itu, tidak sah akad

muza>ra’ah yang dilakukan oleh orang gila atau anak yang
belum ba>ligh.
Adapun ba>ligh menurut Ulama Hanafiyah bukan
termasuk syarat sah muza>ra’ah , maka anak belum ba>ligh
yang diberi ijin boleh melakukan akad muza>ra’ah

sama

halnya dengan akad ija>rah, karena muza>ra’ah adalah sama
dengan mempekerjakan atau mengupah seseorang dengan
upah sebagian dari hasil panen. Sementara itu, Ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah menetapkan ba>ligh sebagai syarat
sahnya muza>ra’ah sama seperti akad-akad yang lain.41

40
41

Ibid., 116.
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu..., 566.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

2) Syarat yang berkaitan dengan objek muza>ra’ah
Untuk objek akad Jumhur Ulama yang membolehkan

muza>ra’ah harus jelas baik berupa jasa petani atau berupa
kemanfaatan tanah.42
a) Syarat penanaman
Syarat penanaman dalam muza>ra’ah

harus diketahui

secara pasti, dalam artian harus jelas apa benih yang akan
ditanam, karena kondisi sesuatu yang ditanam berbedabeda sesuai dengan penanaman yang dilakukan. Namun
hal yang sesuai dengan al-istih}san adalah bahwa
menjelaskan apa yang akan ditanam tidak menjadi syarat
di sini, jika yang disebutkan adalah akad muza>ra’ah maka
masalah apa yang akan ditanam dipasrahkan kepada pihak
penggarap.
b) Syarat lahan yang akan ditanami
Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan tanah
pertanian atau lahan yang akan ditamani meliputi syaratsyarat sebagai berikut:
-

Menurut adat di kalangan petani tanah itu boleh
digarap dan menghasilkan, jika tanah itu tanah kering
dan tandus sehingga tidak memungkinkan dijadikan

42

Abdur Rahman Ghazali et al, Fiqih Muamalat..., 117.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

lahan pertanian maka muza>ra’ah tersebut menjadi
tidak sah.
-

Batas-batas tanah itu jelas.

-

Tanah itu sepenuhnya diserahkan kepada petani
untuk digarap. Apabila disyaratkan bahwa pemilik
tanah iku mengolah tanah tersebut maka muza>ra’ah
menjadi tidak sah.43

c) Syarat yang berkaitan dengan ija>b dan qabu>l
-

Syarat-syarat hasil tanaman
Syarat-syarat

yang

menyangkut

hasil

tanaman

(panen) sebagai berikut:
1. Pembagian hasil panen bagi masing-masing
pihak harus jelas.
2. Hasil itu benar-benar milik bersama orang yang
berakad tanpa boleh ada pengkhususan.
3. Pembagian hasil panen itu ditentukan, yakni
setengah, sepertiga, atau seperempat sejak dari
awal akad sehingga tidak timbul perselisihan
dikemudian hari, serta penentuannya tidak boleh
berdasarkan jumlah tertentu secara mutlak
seperti satu kwintal untuk pekerja, atau satu
karung, karena jumlah keseluruhan hasil panen
43

Abdur Rahman Ghazali et al, Fiqih Muamalat..., 116.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

berkemungkinan di atas jumlah tersebut atau di
bawahnya.44
-

Syarat jangka waktu berlangsungnya muza>ra’ah.
Syarat yang menyangkut jangka waktu juga harus
dijelaskan dalam akad sejak semula, karena akad

muza>ra’ah mengandung makna al-ija>rah (sewamenyewa) dengan imbalan hasil panen. Oleh karena
itu, jangka waktu dalam muza>ra’ah harus jelas, serta
penentuan jangka waktu ini biasanya disesuaikan
dengan adat setempat.
Secara garis besar akad muza>ra’ah sah menurut Muhammad dan
Abu Yusuf dengan delapan syarat, yaitu:
1. Kedua belah pihak memenuhi syarat-syarat kelayakan dan
kepatutan melakukan akad.
2. Masanya harus ditentukan jelas.
3. Tanahnya cocok dan layak untuk dijadikan lahan pertanian.
4. Lahannya dipasrahkan penuh kepada pihak penggarap.
5.

Hasil panen statusnya harus mushtarak dan musha’ yang artinya
tidak boleh ada bagian tertentu dari hasil panen yang diperuntukkan
bagi salah satu pihak dan pembagiannya harus berbentuk sepertiga,
atau seperempat dan tidak boleh dengan akaran satu kwintal atau
lainnya.

44

Ibid., 117.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

6. Menjelaskan dari siapa benihnya serta memberitahukan objek akad
berupa kemanfaatan lahan atau kemanfaatan pekerja yang dilakukan
oleh pihak penggarap.
7. Menjelaskan bagian masing-masing dari kedua belah pihak.
8. Menjelaskan jenis benih yang akan ditanam s

Dokumen yang terkait

Penegakan Hukum Terhadap Perlindungan Hutan Oleh Polisi Hutan KPH Purwodadi Kabupaten Grobogan

3 27 98

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM GADAI TANAH DI KECAMATAN TAWANGMANGU Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Gadai Tanah di Kecamatan Tawangmangu.

0 3 10

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM GADAI TANAH DI KECAMATAN TAWANGMANGU Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Gadai Tanah di Kecamatan Tawangmangu.

0 2 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BAGI HASIL PENGGARAPAN TANAH SAWAH DI DESA PALUR KECAMATAN MOJOLABAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah Sawah Di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 13 30

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BAGI HASIL PENGGARAPAN TANAH SAWAH DI DESA PALUR KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah Sawah Di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 2 18

Tinjauan hukum Islam terhadap praktk kurban nanggung utang di desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.

0 0 87

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENARIKAN BARANG SESERAHAN OLEH SUAMI KARENA PERCERAIAN DI DESA SIDORAHARJO KECAMATAN KEDAMEAN KABUPATEN GRESIK.

0 1 103

TIJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI SISTEM CAWUKAN DI DESA GEMPOLMANIS KECAMATAN SAMBENG KABUPATEN LAMONGAN.

1 7 103

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN.

2 3 83

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK MAPPASANRA TANAH SAWAH DI DESA TANAH HARAPAN KECAMATAN RILAU ALE KABUPATEN BULUKUMBA

0 1 87