2017 RINGKASAN MONEV KBKT 2016 KPH MADIUN

(1)

Perum PerhutaKPH

Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep HCVF (High Conservation Value Forest) atau Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi KBKT muncul pada tahun 1999 sebagai Prinsip ke 9 dari standart pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang dikembangkan oleh Majelis Pengurus Hutan (Forest Stewardship Council/FSC). Konsep HCVF yang didesain dengan tujuan untuk membantu para pengelola hutan dalam usaha-usaha peningkatan keberlanjutan social dan lingkungan hidup dalam kegiatan produksi kayu. Berdarsarkan hasil Re-Identifikasi KBKT tahun 2015, untuk menilai efektifitas upaya pengelolaan di kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi di KPH Madiun pada tahun 2016 ini diperlukan adanya monitoring guna mengetahui keberhasilan upaya-upaya tersebut. Monitoring juga diperlukan sebagai bahan masukan untuk kegiatan pengelolaan di masa yang akan datang.

Kegiatan monitoring mengacu pada Panduan Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi yang disusun oleh Panel Teknis Jaringan Nilai Konservasi Tinggi Indonesia kolaborasi atara tim HCVF-IN, IFACS-USAID dan dari Jaringan NKT Indonesia tahun 2013.

B. Maksud dan Tujuan

1. Memberi informasi kondisi KBKT saat ini.

2. Memberikan informasi mengenai realisasi pengelolaan KBKT.

3. Mengevaluasi keberhasilan pengelolaan KBKT dan memberikan informasi untuk perbaikan pengelolaan selanjutnya.


(2)

Perum PerhutaKPH

Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 2

HASIL IDENTIFIKASI KBKT

Nilai Definisi Distribusi di KPH

Madiun Luas (Ha)

NKT1 Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang Penting

NKT 1.1 Unit Management Memiliki Kawasan yang Mempunyai atau Memberikan Fungsi Pendukung Keanekaragaman Hayati Bagi

Kawasan Lindung dan/atau

Konservasi? Ya

NKT 1.2. Unit Managemen Berada Berisi (mungkin) Species Hampir Punah ? Ya

NKT 1.3. Unit Management Hutan

Berisi Kawasan yang Merupakan

Habitat Bagi Populasi Spesies yang Terancam, Penyebaran Terbatas atau Dilindungi yang Mampu Bertahan Hidup (Viable Population) ? Ya

Ada

1.1 Hutan Lindung 1.1Hutan Alam Sekunder

(HAS)

1.2 Species Hampir Punah

- Trenggiling

1.3 Spesies Endemik dan RTE

- Kijang

- Trenggiling

- Monyet Ekor Panjang

- Merak

- Elang Ular Bido

- Elang Hitam

1.126,6 ha 300,1 ha 245,0 ha 2.170,7 ha 192,2 ha 1.455,3 ha 1.295,3 ha 39,1 ha 430,85 ha


(3)

Perum PerhutaKPH

Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 3

NKT 1.4 Unit Management Memiliki Kawasan yang Merupakan Habitat bagi Spesies atau Sekumpulan

Spesies yang Digunakan Secara

Temporer ? Tidak

Tidak -

NKT2 Unit Manajemen Hutan memiliki Kawasan yang Mempunyai Ekosistem yang Langka atau Terancam ? Ya

Ada

2.1. Landscape

2.2. Dua/lebih ekosistem

2.3. Species Interest

- Elang Ular Bido (Spillornis cheela)

- Elang Hitam (Ictinaetus malayensis)

- -

Habitat Pada HL (39,1 ha)

Habitat berada di HL (430,85 Ha)

NKT3 Unit Manajemen Hutan memiliki Kawasan yang Mempunyai Ekosistem yang Langka atau Terancam ? Tidak

Tidak -

NKT4 Kawasan yang Menyediakan Jasa-Jasa Lingkungan Alami

NKT 4.1. Apakah Unit Manajemen Hutan terdapat Kawasan atau Ekosistem yang Penting sebagi Penyedia Air dan Pendalian Banjir bagi Masyarakat Hilir? Ya

Ada dan tersebar di wilayah KPH Madiun

4.1 Hutan Lindung

Mata Air

Tangkapan Air

1.126,6 Ha


(4)

Perum PerhutaKPH

Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 4

NKT 4.2. Unit Manajemen Hutan memiliki Kawasan yang Penting bagi Pengendalian Erosi dan Sedimentasi ?

Tidak

NKT 4.3 Wilayah Unit Manajemen Hutan yang berfungsi sebagai Sekat Alam untuk Mencegah Meluasnya Kebakaran Hutan atau Lahan? Tidak

(DAS Solo)

Tidak

Tidak

2.301,1 Ha

-

-

NKT5 Kawasan Alam yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal

Ada (Mata air) -

NKT6 Kawasan Hutan yang mempunyai Fungsi Penting untuk Identitas Budaya Tradisional Komunitas Lokal

Ada


(5)

Perum PerhutaKPH

Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 5

MATRIK RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN KBKT

Matrik Rencana Pengelolaan KBKT KPH Madiun Tahun 2016-2020


(6)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 6

Matrik Rencana Pemantauan Kbkt Kph Madiun Tahun 2016-2020


(7)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 7

1. HASIL PELAKSANAAN PENGELOLAAN KBKT

a) Kawasan NKT 1.1 (Kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman

hayati yang penting) Hutan Lindung (HL) dan Hutan Alam Sekunder

(HAS).

Kegiatan Pengelolaan kawasan lindung dan Hutan Alam Sekunder dilakukan melalui 3 ( tiga ) pendekatan yaitu teknologi, sosial ekonomi, dan institusi. Tujuan spesifik pengelolaan lingkungan tahun 2016 telah sesuai dengan rencana pengelolaan yang telah disusun yang diauataranya adalah :

- Pemeliharaan batas dengan menentuan tanda batas tetap dilapangan, antara hutan prtoduksi dan kawasan lindung maupun perlindungan dengan jarak 25 - 50 meter berupa ring warna hitam.

- Penyuluhan/sosialisasi berupa pemasangan plang nama di tempat stategis Melaksanakan kegiatan patroli keamanan untuk perlindungan kawasan lindung dari kegiatan ilegal loging maupun kebakaran hutan oleh Polhut dan Polter.

- Pengkayaan dengan jenis-jenis tanaman rimba campur dengan jarak 5 x 5 meter pada petak-petak yang masuk dalam rencana pengkayaan.

b) NKT 1.2, 1.3 (Kawasan atau habitat yang berisi spesies hampir punah, spesies endemik, RTE) dan 2.3 (Spesies interest Satwa spesies interest dan RTE).

Tujuan spesifik pengelolaan lingkungan adalah melesatarikan ekosistim hutan primer yang mantap, keanakekaragaman jenis baik memiliki fauna maupun flora yang dilindungi. Hasil pelaksanaan pengelolaan lingkungan sebagai berikut :

- Penyuluhan/sosisalisasi berupa pemasangan plang himbauan/larangan dan papan informasi

- Pengendalian kebakaran hutan melalui pemantauan papan (FDI)

- Melaksanakan kegiatan patroli areal perlindungan satwa liar

- Pemeliharaan jalur transek dan penentuan tanda batas tetap dilapangan (berupa rintisan selebar 50 meter serta pemasangan pal dari bahan kayu/ bambo/tanda dipohon pada setiap jarak 100 meter sepanjang 500 meter)


(8)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 8

c) NKT 4.1 (Kawasan yang Menyediakan Jasa-Jasa Lingkungan Alami) dan NKT 5 (Kawasan Alam yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal)

Tujuam pengelolaan sempadan sungai adalah menjaga, memelihara, dan meningkatkan kualitas kawasan sesuai dengan fungsi dan keberadaannya sebagai daerah penyangga penghambat erosi dan sedimentasi, mencegah longsoran yang dapat terjadi pada tebing dan menjaga kawasan resapan air dan kualitas air sungai sebagai sumber air bersih dan air minum. Hasil Pelaksanaan pengelolaan lingkungan sebagai berikut :

- Pemeliharaan tanda batas antara Kawasan Sempadan Sungai (KPS) dan kawasan produksi dengan jarak antar marker 25 – 50 meter) berupa ring warna hitam

- Penyuluhan/sosisalisasi berupa pemasangan plang himbauan/larangan dan papan informasi

- Pengamanan dan perlindungan dari kegiatan illegal loging dan kebakaran hutan (antara lain : pemasangan papan larangan berburu, kebakaran, merambah hutan dan FDI)

d) NKT 6 (Kawasan Hutan yang mempunyai Fungsi Penting untuk Identitas Budaya Tradisional Komunitas Lokal)

Tujuan pengelolaan melindungi wilayah yang ada di dalam unit pengelolaan yang penting bagi identitas dan budaya masyarakat sekitar hutan. Hasil pengelolaan lingkungan sebagai berikut :

- Pemeliharaan tanda batas antara Kawasan situs budaya dan kawasan produksi pada sudut-sudut lokasi berupa ring warna hitam.

- Penyuluhan/sosisalisasi berupa pemasangan plang himbauan/larangan dan papan informasi


(9)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 9

2. HASIL PELAKSANAAN PEMANTAUAN KBKT

a) NKT 1.1 (Kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang

penting) dan NKT 4.1 (Kawasan yang Menyediakan Jasa-Jasa Lingkungan

Alami)

Hasil pemantauan di lapangan baik secara visual juga dengan metode jalur/transek tidak dijumpai tanda-tanda penebangan liar, pencurian kayu, perambahan hutan, perladangan, pengrusakan tanda batas, dan papan peringatan serta tanda-tanda kegiatan yang dapat menyebabkan kebakaran hutan. Disamping itu juga berdasarkan hasil evaluasi potensi SDH kondisi penutupan vegetasi masih cukup baik.

- Kawasan Hutan Lindung (HL)

Hasil pemantauan di lapangan baik secara visual dan hasil evaluasi potensi SDH maupun dengan jalur transek dijumpai jenis – jenis satwa yang dilindungi dan terdapat tumbuhan berkayu dengan covernya serta terdapat pohon pakan satwa.

- Hutan Alam Sekunder (HAS)

Hasil pemantauan secara langsung/visual di lapangan dengan metode transek terdapat flora dan fauna yang dapat mewaikili areal. Berdasarkan hasil pemantaunan keterwakilan kondisi hutan primer berupa : keanekaragaman jenis, jumlah tegakan pada tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon

- Kawasan Sempadan Sungai (KPS)

Hasil Pengamatan : tidak dijumpai tanda-tanda penebangan liar, pencurian kayu, perambahan hutan, perladangan, perburuan satwa liar, pengrusakan tanda batas, dan papan peringatan serta tanda-tanda kegiatan yang dapat menyebabkan kebakaran hutan. Tidak terganggunya vegetasi penutup di kiri kanan sungai.

- Komponen Fisik-kimia Tanah dan Air Erosi Tanah

Pemantauan erosi tanah yang dilakukan selama tahun 2016 menunjukkan bahwa Indeks Erosi (IE) di KPH Madiun berkisar pada kategori baik(< 1). Lokasi dengan nilai IE terendah terdapat pada keterwakilan kondisi kelas hutan KU V Up sebesar 0,067 (metode Bak) dan sebesar 0,002 (metode Stik), sedangkan nilai IE tertinggi adalah keterwakilan kondisi tumpangsari


(10)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 10

pada tanaman kayu putih sebesar 0,581 (metode Bak) dan sebesar 0,021 (metode Stik). Indeks Erosi tersebut berdasarkan kriteria tingkat bahaya erosi dengan solum tanah adalah 90 cm termasuk baik (dibawah ambang batas baku mutu) berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial Nomor : P.04/V-Set/2009 Tanggal : 05 Maret 2009. Pemantauan ini menyimpulkan bahwa penanaman kayu putih yang dicampur tanaman jagung dengan jarak tanam 3 x 1 meter dimana guludan untuk tanaman palawija berjarak 90 cm dari larikan tanaman kayu putih. Merupakan praktik pengaturan pola tanaman pada lahan kayu putih terbaik dibandingkan dengan sebelumnya.

Trend kecenderungan Indeks Erosi (IE) rata-rata pertahun mulai tahun 2012 s/d 2016 menggunakan Grafik garis diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 10 Gambar 11

Kecenderungan IE SPLE (Bak) Kecenderungan IE SPLE (Stick)

Dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya dari 2012 - 2016 indeks erosi dengan metode bak maupun stik cenderung mengalami penurunan, adapun menurunya nilai erosi tersebut dikarenakan penutup tanah dengan vegetasi yang baik seperti rumput yang tebal, atau pertubuhan hutan yang normal sehingga dapat menghilangkan pengaruh hujan dan topografi. Disamping itu sistem pola tanam dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kegiatan pengelolaan tanah yang tidak berlebihan pada lokasi lokasi tumpangsari.


(11)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 11

Debit sungai

Aspek hidrologi yang dapat dievaluasi kecenderungannya adalah parameter debit pada 14 titik pengamatan yang merupakan keterwakilan sungai dan kegiatan pengelolaan hutan dari areal kerja KPH Madiun. Rata-rata Aliran Sungai tersebut memiliki pola pasang surut ganda yang cukup nyata sehingga fluktuasi debitnya sangat dipengaruhi oleh tinggi/rendahnya pasang, apalagi pengukuran pada saat pemantauan sifatnya sesaat.

Trend kecenderungan debit rata-rata pertahun mulai tahun 2013 s/d 2016 menggunakan Grafik garis diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 12 Gambar 13

Kecenderungan Debit Sungai Kecenderungan Debit Sungai (In-let) (Out-let)

Fluktuasi atau kecenderungan debit sungai pada titik In-let dan Out-Let selama tahun 2013 sampai dengan 2016 yang diperlihatkan pada gambar di atas, secara statistik memiliki nilai rata-rata 0,535 m3 dtk pada dan In-let 1,018 m3 dtk pada Out-let. Fluktuasi debit Out-let dan In-let tersebut juga dapat mengindikasikan pengaruh yang cukup kecil dari aktifitas kegiatan pengelolaan hutan yang dikelola KPH Madiun terhadap perubahan debit sungai.

Grafik garis pada gambar di atas memperlihatkan kemungkinan terjadi peningkatan debit sungai pada periode pemantauan berikutnya baik pada In-let maupun Out-let dimasing-masing sungai.


(12)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 12

Kualitas Air Sungai

Parameter kualitas air sungai yang dianalisis kecenderungannya adalah pH, BOD dan COD dan DO, karena parameter tersebut yang mengalami perubahan lebih nyata. Gambar-gambar berikut menunjukkan kecenderungan beberapa parameter penting kualitas air pada Out-let sungai.

Trend kecenderungan nilai COD, BOD dan DO pertahun mulai tahun 2012 s/d 2016 menggunakan Grafik garis diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 14 Gambar 15

Kecenderungan BOD Sungai Kecenderungan COD Sungai (Out-let) (Out-let)

Gambar 16

Kecenderungan DO Sungai (In-let)

Kecendrungan konsentrasi COD sejak tahun 2012 sampai dengan 2016 menunjukkan adanya fluktuasi yang kurang significant yaitu dengan nilai


(13)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 13

rata-rata 8,4 mg/lt. Sedangkan pada BOD fluktuasinya cukup tinggi yaitu dengan rata-rata 2,8 mg/lt. Berdasarkan grafik garis pada gambar di atas, diperkirakan terjadi peningkatan konsentrasi BOD dan penurunan COD pada periode pemantauan berikutnya.

pH air memiliki kecenderungan yang cukup fluktuatif, namun masih berada dalam kelas yang sama yaitu rata-rata 7,1 Berdasarkan grafik garis diperkirakan terjadi penurunan pH pada tahun pemantauan berikutnya.

Trend kecenderungan nilai pH pertahun mulai tahun 2012 s/d 2016 menggunakan Grafik garis diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 17

Kecenderungan pH Sungai (Out-let)

Sedimentasi

TSS terdiri dari lumpur, pasir halus dan jasad-jasad renik yang sebagian besar disebabkan oleh adanya pengikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Pengamatan terhadap sebaran TSS sering dilakukan untuk mengetahui kualitas air di suatu perairan, karena nilai TSS yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat pencemaran dan menghambat penetrasi cahaya kedalam air sehingga mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis dari biota air Dinamika TSS yang ada di perairan tidak terlepas dari dinamika tutupan lahan yang terjadi di atasnya.


(14)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 14

Lingkungan Sungai (SPLS) dengan memantau perubahan nilai padatan terlarut dan debit sedimen. Hasil pemantauan rata-rata padatan tersuspensi total (TSS) s/d Bulan Desember tahun 2016 adalah 38,83 mg/ltr pada Out-let dan47,33mg/ltr pada In-let, dengan nilai tertinggi pada sungai Brangkal RPH Mruwak BKPH Brumbun SPLS 05 dan SPLS 06.

DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS.

Grafik kecenderungan rata –rata padatan tersuspensi total (TSS) pertahun tahun 2013 s/d 2016 menggunakan Grafik Garis diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar II. 18 Gambar II. 19

Kecendrungan TSS Sungai Kecendrungan TSS Sungai (In-let) (Out-let)

Hasil analisis menunjukkan pola dinamika fluktuasi besarnya TSS sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis wilayah setempat. Aliran sungai terpanjang dengan kondisi ketinggian yang bervariasi, penggunaan lahan yang juga mempunyai pengaruh cukup besar. Nilai TSS tertinggi dari tahun 2013 s/d 2016 ditemukan pada titik Out-let/In-let pada tahun 2013 menunjukkan hasil akumulasi yang berasal dari lahan atas dan pengaruh pasang surut dalam proses pengenceran tidak lebih besar dari proses pengendapan yang terjadi.


(15)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 15

Kualitas air (sifat fisik dan kimia air )

Hasil pemantauan kualitas air ( sifat fisik dan kimia ) sungai kayong dan sungai kemekar menurut Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Air, dengan Klasifikasi Mutu Air Kelas III secara keseluruhan masih dibawah ambang yang diperbolehkan.

a. NKT 1.2, 1.3 (Kawasan atau habitat yang berisi spesies hampir punah, spesies endemik, RTE) dan 2.3 (Spesies interest Satwa spesies interest dan RTE)

- Kelimpahan dan keragaman flora

Kelimpahan flora berdasarkan hasil pemantauan vegetasi di KPH Madiun pada tahun 2016 pada tingkat vegetasi Tumbuhan bawah sebanyak 89 jenis, semai sebanyak 52 jenis, pancang 42 jenis, tiang 37 jenis, dan pohon 32 jenis dan emphifit/liana masing-masing 1 jenis .

Sedangkan tingkat keragaman jenis flora di wilayah KPH Madiun yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa selama kurun waktu tahun 2012 sampai dengan 2016 rata-rata sedang dengan nilai rata-rata 3,425 untuk jenis tumbuhan bawah, 2,641 untuk semai, 2,570 untuk pancang, tiang 2,251 dan 1,650 untuk pohon,

- Kelimpahan dan Keragaman Fauna

Kelimpahan fauan berdasarkan hasil pemantauan satwa liar di KPH Madiun pada tahun 2016 pada tingkat spesies Aves 50 jenis , Mamalia 11 jenis, amphibi dan reptile serta herpetofaunan sebanyak 18 jenis.

Sedangkan tingkat keragaman jenis fuana di seluruh lokasi di wilayah KPH Madiun yang telah dilakukan bahwa selama kurun waktu tahun 2012 sampai dengan 2016 pada jenis Aves, Mamalia dan Reptil cenderung masuk dalam kategori sedang. Dengan nilai rata-rata 3,121 untuk jenis Aves, 1,902 untuk Mamalia dan 1,944 untuk Reptil.

- Intesitas gangguan

- Sampai dengan Bulan Desember Tahun 2016 tidak diketemukan kegiatan perburuan satwa di Perum Perhutani KPH Madiun.


(16)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 16

b. NKT 5 (Kawasan Alam yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal)

Pengujian air bersih di kawasan hutan KPH Madiun di lakukan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya. Lokasi yang di ambil sampel air adalah 1 titik di mata air Sedang lawe BKPH Dagangan, RPH Sareng, petak 120 dan 3 titik di lokasi Air Bersih BKPH Sukun, RPH Sukun, petak 40 (Magersari), Belik Batok BKPH Sampung petak 67, Embes Klampok BKPH Pulung petak 113. Hasil pengujian diketahui bahwa dari keseluruhan parameter (fsik, Kimia organik dan an-organik) memenuhi batas syarat air bersih.

c. NKT 6 (Kawasan Hutan yang mempunyai Fungsi Penting untuk Identitas Budaya Tradisional Komunitas Lokal)

Lokasi situs yang berada dalam kawasan hutan KPH Madiun rata-rata mempunyai keluasan di bawah 1 Ha, dengan total luas 7,78 Ha dengan 10 lokasi berupa makam, 1 lokasi berupa Goa, 1 lokasi berupa Batu (Huruf palawi), 1 lokasi berupa pohon

keramat. Kegiatan pemantauan pada NKT 6 meliputi : kondisi bangunan Kondisi

papan nama situs Kondisi Papan larangan Jarak dari kantor BKPH Koordinat Jumlah pengunjung /bln Asal pengunjung situs Juru Kunci/ Nara Sumber Keterangan lain Dokumentasi.

Berdasarkan hasil pemantuan dapat diketahui bahwa terdapat 1 lokasi yang kondisinya perlu dilakukan perbaikan yaitu situs budaya Grambayangsari yang bertempat di petak 25 f, BKPH Brumbun RPH Kresek Dukuh Ngramen, Ds Mbolo, Kecamatan Kare Kabupaten Madiun

3. KESIMPULAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN KBKT

Berdasarkan hasil pengelolaan dan pemantauan KBKT di Perum Perhutani KPH Madiun bahwa secara keseluruhan masih sesuai kriteria atau ambang yang diperbolehkan (stabil) sehingga tidak memerlukan perubahan rencana kerja.


(17)

Perum PerhutaKPH Madiun [RINGKASAN HASIL MONITORING & EVALUASI KBKT 2016]

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 17

REKOMENDASI

Setelah dilakukan kegiatan pengelolaan dan pemnatauan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) di wilayah KPH Madiun tahun 2016, beberapa rekomendasi yang perlu ditindak lanjuti, antara lain :

1. Meningkatkan kegiatan penyuluhan/sosialisasi pentingnya kawasan perlindungan terhadap fungsi konservasi kepada masyarakat khususnya pada masyarakat desa hutan, LMDH yang berdekatan langsung dengan kawasan lindung mupun perlindungan bekerjasama dengan stakeholder/instasi terkait.

2. Melakukan prioritas pengkayaan/ rehabilitasi pada kawasan lindung maupun perlindungan yang tegakannya dianggap berkerapatan kurang dan memasukkannya pada Rencana Teknik Tahunan (RTT) yang dilakukan secara periodik sesuai dengan perioritas penanganan dengan memperhatikan kepentingan biodiversity (pakan satwa, tempat sarang dll).

3. Melaksanakan kegiatan patroli keamanan untuk perlindungan kawasan lindung dari kegiatan ilegal loging maupun kebakaran hutan oleh Polhut dan Polter dan menjalin koordinasi dengan pihak intansi terkait.

4. Pemasangan plang informasi/nama, plang larangan dan himbauan di tempat-tempat yang stategis.

5. Melakukan pengawalan yang lebih intensif terhadap keberhasilan pengkayaan tanaman diwilayah sempadan sungai dengan melakukan pemeliharaan lanjutan. 6. Melakukan pengawalan yang lebih intensif terhadap kemungkinan terjadinya

penggarapan lahan diwilayah sempadan sungai dengan melakukan patroli rutin di Kawasan Perlindungan Setempat.

7. Perlu di laksanakan monev situs secara lebih baik sebagai wujud pelestarian budaya dan ekologi.

8. Meningkatkan kolaborasi pengelolaan kawasan HCVF dengan stakeholder terkait yang ada disekitar kawasan hutan.

9. Sosialisasi Spesies-spesies interest maupun RTE dan habitatnya.

10. Penguatan dan pengembangan kapasitas personil dalam Pengelolaan NKT sesuai dengan tanggung jawab dibidangnya.

11. Pemeliharaan sistem pemanenan ramah lingkungan

12. Mempertahakan/tidak menebang Pohon-pohon lokal yang menjadi sumber pakan atau sarang spesies NKT.


(1)

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 12

Kualitas Air Sungai

Parameter kualitas air sungai yang dianalisis kecenderungannya adalah pH, BOD dan COD dan DO, karena parameter tersebut yang mengalami perubahan lebih nyata. Gambar-gambar berikut menunjukkan kecenderungan beberapa parameter penting kualitas air pada Out-let

sungai.

Trend kecenderungan nilai COD, BOD dan DO pertahun mulai tahun 2012 s/d 2016 menggunakan Grafik garis diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 14 Gambar 15

Kecenderungan BOD Sungai Kecenderungan COD Sungai (Out-let) (Out-let)

Gambar 16

Kecenderungan DO Sungai (In-let)

Kecendrungan konsentrasi COD sejak tahun 2012 sampai dengan 2016 menunjukkan adanya fluktuasi yang kurang significant yaitu dengan nilai


(2)

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 13

rata-rata 8,4 mg/lt. Sedangkan pada BOD fluktuasinya cukup tinggi yaitu dengan rata-rata 2,8 mg/lt. Berdasarkan grafik garis pada gambar di atas, diperkirakan terjadi peningkatan konsentrasi BOD dan penurunan COD pada periode pemantauan berikutnya.

pH air memiliki kecenderungan yang cukup fluktuatif, namun masih berada dalam kelas yang sama yaitu rata-rata 7,1 Berdasarkan grafik garis

diperkirakan terjadi penurunan pH pada tahun pemantauan berikutnya.

Trend kecenderungan nilai pH pertahun mulai tahun 2012 s/d 2016 menggunakan

Grafik garis diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 17

Kecenderungan pH Sungai (Out-let)

Sedimentasi

TSS terdiri dari lumpur, pasir halus dan jasad-jasad renik yang sebagian besar disebabkan oleh adanya pengikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Pengamatan terhadap sebaran TSS sering dilakukan untuk mengetahui kualitas air di suatu perairan, karena nilai TSS yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat pencemaran dan menghambat penetrasi cahaya kedalam air sehingga mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis dari biota air Dinamika TSS yang ada di perairan tidak terlepas dari dinamika tutupan lahan yang terjadi di atasnya.


(3)

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 14

Lingkungan Sungai (SPLS) dengan memantau perubahan nilai padatan terlarut dan debit sedimen. Hasil pemantauan rata-rata padatan tersuspensi total (TSS) s/d Bulan Desember tahun 2016 adalah 38,83 mg/ltr pada Out-let dan47,33mg/ltr pada In-let, dengan nilai tertinggi pada sungai Brangkal RPH Mruwak BKPH Brumbun SPLS 05 dan SPLS 06.

DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS.

Grafik kecenderungan rata –rata padatan tersuspensi total (TSS) pertahun tahun 2013 s/d 2016 menggunakan Grafik Garis diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar II. 18 Gambar II. 19

Kecendrungan TSS Sungai Kecendrungan TSS Sungai

(In-let) (Out-let)

Hasil analisis menunjukkan pola dinamika fluktuasi besarnya TSS sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis wilayah setempat. Aliran sungai terpanjang dengan kondisi ketinggian yang bervariasi, penggunaan lahan yang juga mempunyai pengaruh cukup besar. Nilai TSS tertinggi dari tahun 2013 s/d 2016 ditemukan pada titik Out-let/In-let pada tahun 2013 menunjukkan hasil akumulasi yang berasal dari lahan atas dan pengaruh pasang surut dalam proses pengenceran tidak lebih besar dari proses pengendapan yang terjadi.


(4)

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 15

Kualitas air (sifat fisik dan kimia air )

Hasil pemantauan kualitas air ( sifat fisik dan kimia ) sungai kayong dan sungai kemekar menurut Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Air, dengan Klasifikasi Mutu Air Kelas III secara keseluruhan masih dibawah ambang yang diperbolehkan.

a. NKT 1.2, 1.3 (Kawasan atau habitat yang berisi spesies hampir punah,

spesies endemik, RTE) dan 2.3 (Spesies interest Satwa spesies interest dan RTE)

- Kelimpahan dan keragaman flora

Kelimpahan flora berdasarkan hasil pemantauan vegetasi di KPH Madiun pada tahun 2016 pada tingkat vegetasi Tumbuhan bawah sebanyak 89 jenis, semai sebanyak 52 jenis, pancang 42 jenis, tiang 37 jenis, dan pohon 32 jenis dan emphifit/liana masing-masing 1 jenis .

Sedangkan tingkat keragaman jenis flora di wilayah KPH Madiun yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa selama kurun waktu tahun 2012 sampai dengan 2016 rata-rata sedang dengan nilai rata-rata 3,425 untuk jenis tumbuhan bawah, 2,641 untuk semai, 2,570 untuk pancang, tiang 2,251 dan 1,650 untuk pohon,

- Kelimpahan dan Keragaman Fauna

Kelimpahan fauan berdasarkan hasil pemantauan satwa liar di KPH Madiun pada tahun 2016 pada tingkat spesies Aves 50 jenis , Mamalia 11 jenis, amphibi dan reptile serta herpetofaunan sebanyak 18 jenis.

Sedangkan tingkat keragaman jenis fuana di seluruh lokasi di wilayah KPH Madiun yang telah dilakukan bahwa selama kurun waktu tahun 2012 sampai dengan 2016 pada jenis Aves, Mamalia dan Reptil cenderung masuk dalam kategori sedang. Dengan nilai rata-rata 3,121 untuk jenis Aves, 1,902 untuk Mamalia dan 1,944 untuk Reptil.

- Intesitas gangguan

- Sampai dengan Bulan Desember Tahun 2016 tidak diketemukan kegiatan perburuan satwa di Perum Perhutani KPH Madiun.


(5)

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 16

b. NKT 5 (Kawasan Alam yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan

Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal)

Pengujian air bersih di kawasan hutan KPH Madiun di lakukan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya. Lokasi yang di ambil sampel air adalah 1 titik di mata air Sedang lawe BKPH Dagangan, RPH Sareng, petak 120 dan 3 titik di lokasi Air Bersih BKPH Sukun, RPH Sukun, petak 40 (Magersari), Belik Batok BKPH Sampung petak 67, Embes Klampok BKPH Pulung petak 113. Hasil pengujian diketahui bahwa dari keseluruhan parameter (fsik, Kimia organik dan an-organik) memenuhi batas syarat air bersih.

c. NKT 6 (Kawasan Hutan yang mempunyai Fungsi Penting untuk Identitas

Budaya Tradisional Komunitas Lokal)

Lokasi situs yang berada dalam kawasan hutan KPH Madiun rata-rata mempunyai keluasan di bawah 1 Ha, dengan total luas 7,78 Ha dengan 10 lokasi berupa makam, 1 lokasi berupa Goa, 1 lokasi berupa Batu (Huruf palawi), 1 lokasi berupa pohon

keramat. Kegiatan pemantauan pada NKT 6 meliputi : kondisi bangunan Kondisi

papan nama situs Kondisi Papan larangan Jarak dari kantor BKPH Koordinat Jumlah pengunjung /bln Asal pengunjung situs Juru Kunci/ Nara Sumber Keterangan lain Dokumentasi.

Berdasarkan hasil pemantuan dapat diketahui bahwa terdapat 1 lokasi yang kondisinya perlu dilakukan perbaikan yaitu situs budaya Grambayangsari yang bertempat di petak 25 f, BKPH Brumbun RPH Kresek Dukuh Ngramen, Ds Mbolo, Kecamatan Kare Kabupaten Madiun

3. KESIMPULAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN KBKT

Berdasarkan hasil pengelolaan dan pemantauan KBKT di Perum Perhutani KPH Madiun bahwa secara keseluruhan masih sesuai kriteria atau ambang yang diperbolehkan (stabil) sehingga tidak memerlukan perubahan rencana kerja.


(6)

Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) 17

REKOMENDASI

Setelah dilakukan kegiatan pengelolaan dan pemnatauan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) di wilayah KPH Madiun tahun 2016, beberapa rekomendasi yang perlu ditindak lanjuti, antara lain :

1. Meningkatkan kegiatan penyuluhan/sosialisasi pentingnya kawasan perlindungan terhadap fungsi konservasi kepada masyarakat khususnya pada masyarakat desa hutan, LMDH yang berdekatan langsung dengan kawasan lindung mupun perlindungan bekerjasama dengan stakeholder/instasi terkait.

2. Melakukan prioritas pengkayaan/ rehabilitasi pada kawasan lindung maupun perlindungan yang tegakannya dianggap berkerapatan kurang dan memasukkannya pada Rencana Teknik Tahunan (RTT) yang dilakukan secara periodik sesuai dengan perioritas penanganan dengan memperhatikan kepentingan biodiversity (pakan satwa, tempat sarang dll).

3. Melaksanakan kegiatan patroli keamanan untuk perlindungan kawasan lindung dari kegiatan ilegal loging maupun kebakaran hutan oleh Polhut dan Polter dan menjalin koordinasi dengan pihak intansi terkait.

4. Pemasangan plang informasi/nama, plang larangan dan himbauan di tempat-tempat yang stategis.

5. Melakukan pengawalan yang lebih intensif terhadap keberhasilan pengkayaan tanaman diwilayah sempadan sungai dengan melakukan pemeliharaan lanjutan. 6. Melakukan pengawalan yang lebih intensif terhadap kemungkinan terjadinya

penggarapan lahan diwilayah sempadan sungai dengan melakukan patroli rutin di Kawasan Perlindungan Setempat.

7. Perlu di laksanakan monev situs secara lebih baik sebagai wujud pelestarian budaya dan ekologi.

8. Meningkatkan kolaborasi pengelolaan kawasan HCVF dengan stakeholder terkait yang ada disekitar kawasan hutan.

9. Sosialisasi Spesies-spesies interest maupun RTE dan habitatnya.

10. Penguatan dan pengembangan kapasitas personil dalam Pengelolaan NKT sesuai dengan tanggung jawab dibidangnya.

11. Pemeliharaan sistem pemanenan ramah lingkungan

12. Mempertahakan/tidak menebang Pohon-pohon lokal yang menjadi sumber pakan atau sarang spesies NKT.