10.BAB 3 - RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Bab ini memuat penjelasan tentang kondisi ekonomi Provinsi DKI Jakarta tahun
2015 dan prospek perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2016 dan 2017, yang antara lain
mencakup indikator pertumbuhan ekonomi daerah, sumber-sumber pendapatan dan
kebijakan pemerintah daerah yang diperlukan dalam pembangunan perekonomian
daerah meliputi pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah.
Setiap kenaikan atau penurunan laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah
akan berpengaruh terhadap besaran pendapatan daerah, dan selanjutnya akan
mempengaruhi besaran belanja daerah serta besaran pembiayaan daerah. Oleh sebab itu,

III.1

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

penyusunan rancangan kerangka ekonomi daerah yang cermat dan akurat menjadi syarat
bagi perumusan kebijakan keuangan daerah yang tepat.

Perumusan arah kebijakan ekonomi daerah ditujukan untuk mengimplementasikan
program dan mewujudkan visi dan misi Kepala Daerah, serta isu strategis daerah, sebagai
payung untuk perumusan program dan kegiatan prioritas pembangunan yang akan

dilaksanakan pada tahun 2017.
Arah kebijakan ekonomi Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 diselaraskan dengan
sasaran dan arah yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Tahun 2017 yang memiliki tema memacu pembangunan infrastruktur
dan ekonomi untuk meningkatkan kesempatan kerja serta mengurangi kemiskinan dan
kesenjangan antar wilayah.
Selain itu, kebijakan perekonomian DKI Jakarta juga diarahkan untuk membangun
manusia unggul Jakarta melalui peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks
Kebahagiaan yang didorong dengan upaya pembangunan infrastruktur dasar, penurunan
jumlah penduduk miskin, peningkatan kualitas pendidikan, peningkatan kesehatan
masyarakat, peningkatan kualitas gizi masyarakat dan perluasan kesempatan kerja.
Kebijakan perekonomian DKI Jakarta bersifat terbuka dan sangat dipengaruhi oleh
dinamika perkembangan ekonomi nasional dan global. Oleh sebab itu, penyusunan
asumsi perekonomian DKI Jakarta tahun 2017 memperhitungkan hasil analisis terhadap
kinerja perekonomian global, regional dan nasional tahun sebelumnya.

Berdasarkan data World Economic Outlook IMF pada April 2016, pertumbuhan
ekonomi global 2015 diestimasi sebesar 3,1 persen. Pemulihan perekonomian global
diperkirakan masih terbatas, seiring masih terbatasnya pemulihan ekonomi negara maju
dan melambatnya pertumbuhan ekonomi emerging markets. Pemulihan ekonomi negara

maju diperkirakan masih berjalan lambat. Perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) masih
tertahan, sejalan dengan masih Iemahnya konsumsi domestik dan masih terkontraksinya
sektor manufaktur. Ekonomi Jepang diperkirakan masih lemah, seiring dengan konsumsi
yang melemah.

III.2

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Pertumbuhan ekonomi emerging market masih belum menunjukkan perbaikan,
seiring dengan melambatnya ekonomi Tiongkok. Sejak pertengahan tahun 2014, Tiongkok
mengalami serangan turbulensi keuangan dan mengalami penurunan pada indeks pasar
modal. Perekonomian Tiongkok terus mengalami perlambatan pada triwulan IV 2015 yaitu
tumbuh sebesar 6,3 persen yoy, di tengah berbagai upaya stimulus, baik melalui kebijakan
moneter maupun fiskal, serta reformasi di sisi penawaran.
Pemulihan ekonomi global yang masih terbatas berdampak pada harga komoditas
internasional yang masih terus menurun. Tren perkembangan harga komoditas yang terus
turun antara lain dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi Tiongkok sebagai konsumen
terbesar. Sementara itu, harga minyak juga masih terus turun karena masih lemahnya
permintaan global dan pasokan yang melimpah. Kondisi ini diperkirakan akan mengurangi

pasokan minyak dari negara-negara non-OPEC pada tahun mendatang.
Nilai tukar rupiah menguat pada akhir tahun, seiring membaiknya kondisi pasar
keuangan global. Rupiah mengalami penguatan pada bulan Desember 2015, seiring
dengan menurunnya ketidakpastiaan di pasar keuangan global setelah kenaikan Fed Fund

Rate (FFR) pada 17 Desember 2015. Meskipun secara rata-rata mencatat pelemahan.
Secara point to point (ptp), rupiah mengalami penguatan sebesar 0,36 % (mtm) ke level
Rp.13.785 per dolar AS. Menurunnya ketidakpastian di pasar keuangan global mendorong
kembalinya aliran modal asing ke pasar surat berharga Negara (Bank Indonesia, 2016)
Berdasarkan data WEO IMF pada April 2016, pertumbuhan ekonomi dunia tahun
2016 dan 2017 diperkirakan akan masih lebih baik dari perekonomian pada tahun 2015.
Perekonomian dunia diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,2 persen pada tahun 2016 dan
sebesar 3,5 persen pada tahun 2017 sebagaimana terlihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Tahun 2016 dan 2017
Kawasan/ Negara

Estimasi
2015

Dunia

Negara Maju
Amerika Serikat
Kawasan Eropa
Jepang
Negara Berkembang
Negara Berkembang Asia
Tiongkok
India
ASEAN-5

3,1
1,9
2,4
1,6
0,5
4,0
6,6
6,9
7,3
4,7


Sumber: IMF, World Economic Outlook, April 2016

Proyeksi
2016
3,2
1,9
2,4
1,5
0,5
4,1
6,4
6,5
7,5
4,8

2017
3,5
2,0
2,5

1,6
-0,1
4,6
6,3
6,2
7,5
5,1

III.3

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Dari sisi domestik, ekonomi nasional tumbuh melambat, seiring masih lemahnya
ekonomi global. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2015 perekonomian Indonesia tumbuh
sebesar 4,79 persen melambat bila dibandingkan tahun 2014 sebesar 5,02 persen.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh melemahnya konsumsi
rumah tangga, seiring masih lemahnya daya beli masyarakat. Selain itu, belum stabilnya
kondisi perekonomian mendorong masyarakat untuk menahan konsumsi. Sementara itu,
investasi, terutama investasi bangunan, meningkat sejalan dengan meningkatnya realisasi
proyek infrastruktur pemerintah. Di sisi eksternal, menurunnya harga komoditas, disertai

masih lemahnya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang, menyebabkan ekspor
terkontraksi. Sejalan dengan masih lemahnya konsumsi dan ekspor yang terkontraksi,
impor mengalami penurunan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV 2015 menunjukkan perbaikan
didorong oleh stimulus fiskal dan relaksasi kebijakan makroprudensial. Perekonomian
nasional pada triwulan IV 2015 tumbuh sebesar 5,04 persen (yoy), meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,74 persen (yoy). Meningkatnya
kinerja perekonomian nasional didorong oleh meningkatnya peran pemerintah, baik
dalam bentuk konsumsi pemerintah maupun investasi infrastruktur. Sementara itu,
konsumsi swasta masih tetap kuat, ditopang oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi
Lembaga Non-Profit Rumah Tangga (LNPRT) terkait aktivitas Pilkada pada triwulan IV
2015. Dari sisi eksternal, pemulihan ekonomi global yang berjalan lambat serta penurunan
harga komoditas berdampak pada masih lemahnya ekspor.
Di tengah pelemahan ekonomi global dan melemahnya perekonomian nasional,
fundamental perekonomian Indonesia dipandang tetap baik terlihat dari segi investasi.
Moody’s Investors Service kembali mengafirmasi peringkat Indonesia dalam level layak
investasi (investment grade) pada akhir Januari tahun 2016. Beberapa faktor kunci yang
mendukung penilaian sovereign credit rating Indonesia adalah Pengelolaan keuangan
pemerintah yang kuat di tengah peningkatan defisit fiskal dan respons kebijakan otoritas
yang efektif dalam mengelola risiko penurunan harga komoditas dan pelemahan

pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia, 2016).
Dari lapangan usaha (LU), pertumbuhan ekonomi nasional terutama ditopang oleh
sektor non-tradable. Semakin tingginya aktivitas proyek infrastruktur pemerintah akan
mendorong meningkatnya pertumbuhan Lapangan Usaha (LU) konstruksi. Sementara itu,
membaiknya konsumsi swasta mendorong perbaikan kinerja LU transportasi, khususnya

III.4

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

angkutan udara dan komunikasi. Selain itu, sektor informasi dan komunikasi diperkirakan
meningkat sejalan dengan semakin tingginya konsumsi data terkait bertambahnya
transaksi dan aplikasi online. LU penyediaan akomodasi dan makan minum juga
diperkirakan membaik didorong oleh terus meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan
terkait kebijakan pembebasan visa untuk beberapa Negara. Di sisi lain, masih lambatnya
pemulihan ekonomi global berdampak pada masih terbatasnya pertumbuhan LU tradable.
Kinerja LU pertambangan masih terus terkontraksi karena rendahnya permintaan dunia
terhadap batu bara, yang diiringi dengan penurunan harga. Kinerja LU tradable lainnya
yaitu manufaktur tumbuh melambat, seiring dengan masih lemahnya permintaan ekspor.
Selanjutnya, perekonomian Indonesia triwulan I 2016 dibandingkan triwulan I 2015

(yoy) tumbuh sebesar 4,92 persen. Pertumbuhan didukung oleh hampir semua lapangan
usaha, kecuali pertambangan dan penggalian yang mengalami kontraksi sebesar 0,66
persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 9,10
persen, diikuti Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 8,52 persen, dan Informasi dan
Komunikasi sebesar 8,28 persen. Struktur PDB Indonesia menurut lapangan usaha atas
dasar harga berlaku pada triwulan I-2016 masih didominasi oleh Industri Pengolahan;
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; dan Perdagangan Besar-Eceran. Dari sisi
pengeluaran, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 terjadi pada Komponen Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga, Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani
Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto. Pertumbuhan tertinggi dicapai
Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga non Profit yang melayani Rumah Tangga
sebesar 6,38 persen, diikuti Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 5,57 persen, dan
Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar 4,94 persen.
Secara spasial, perekonomian daerah berbasis sumber daya alam (SDA) masih
mengalami tekanan seiring terbatasnya perbaikan ekonomi dunia dan terus menurunnya
harga komoditas. Perekonomian di Kawasan Timur Indonesia (KTI) terus tumbuh
melambat seiring menurunnya permintaan ekspor komoditas berbasis SDA dan terus
menurunnya harga komoditas tersebut. Harga komoditas, yang belum kunjung membaik
juga berdampak pada terbatasnya pertumbuhan ekonomi Sumatera. Sementara itu,
kinerja investasi mengalami perbaikan di seluruh wilayah, sejalan dengan mulai

meningkatnya realisasi pengeluaran pemerintah untuk pembangunan proyek-proyek
infrastruktur. Meskipun demikian, investasi swasta masih terbatas, sebagaimana
terindikasi dari melambatnya impor barang modal. Konsumsi pemerintah mulai
meningkat, terutama didorong oleh realisasi belanja infrastruktur. Konsumsi rumah
tangga juga mulai membaik, ditopang oleh dorongan konsumsi terkait periode libur akhir
tahun, penurunan harga listrik, dan Pilkada serentak (Bank Indonesia 2016).

III.5

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Jawa terus meningkat yang didorong oleh
investasi dan konsumsi Pemerintah. Perekonomian Jawa pada triwulan IV 2015 tumbuh
5,87 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya didorong oleh
konsumsi rumah tangga dan konsumsi Pemerintah. Membaiknya investasi bersumber dari
investasi bangunan sejalan dengan meningkatnya realisasi proyek-proyek infrastruktur.

Gambar 3.1 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2015
Sumber : Dokumen Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta, Bank Indonesia 2016


Struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada triwulan I-2016 masih
didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap
Produk Domestik Bruto sebesar 58,91 persen, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera
sebesar 22,15 persen, Pulau Kalimantan 7,67 persen, dan Pulau Sulawesi 5,89 persen, serta
sisanya 5,38 persen di pulau-pulau lainnya (Gambar 3.2).

III.6

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Gambar 3.2 Peranan Pulau Dalam Pembentukan PDB Nasional Triwulan I-2016 (persen)
Sumber : Badan Pusat Statistik 2016

Dari sisi harga, tekanan inflasi pada triwulan IV 2015 lebih rendah dari triwulan
sebelumnya. Inflasi tercatat sebesar 3,35 persen (yoy), lebih rendah dari inflasi tahun
sebelumnya dan berada dalam sasaran inflasi tahun 2015 yaitu sebesar 4±1 persen (yoy).
Inflasi inti tergolong rendah dan tercatat sebesar 3,95 persen (yoy). Inflasi volatile food
tercatat sebesar 4,84 persen (yoy), cukup rendah di tengah terjadinya gejala El Nino. Hal
ini seiring dengan semakin kuatnya koordinasi Pemerintah dan Bank Indonesia dalam
mendorong peningkatan produksi dan memperbaiki distribusi serta meminimalkan
berbagai distorsi harga bahan pangan. Kelompok administered prices juga mencatat
inflasi yang rendah, yakni 0,39 persen (yoy), yang didukung oleh reformasi subsidi berupa
penyesuaian harga BBM dan LPG 12 kg, serta penyesuaian tarif listrik, di tengah
menurunnya harga minyak dan gas global.
Perkembangan harga berbagai komoditas pada April 2016 secara umum
menunjukkan adanya penurunan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 82 kota pada April
2016 terjadi deflasi sebesar 0,45 persen, atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen
(IHK) dari 123,75 pada Maret 2016 menjadi 123,19 pada April 2016. Dari 82 kota, 77 kota
mengalami deflasi dan 5 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Sibolga 1,79
persen dengan IHK 124,29 dan terendah terjadi di Singaraja 0,06 persen dengan IHK
131,14. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Tarakan 0,45 persen dengan IHK 132,98 dan
terendah terjadi di Banjarmasin 0,04 persen dengan IHK 122,84.

III.7

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Deflasi pada April 2016 terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan
oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan
0,94 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,13 persen; dan
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 1,60 persen. Sedangkan kelompok
pengeluaran yang mengalami inflasi, yaitu: kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan
tembakau 0,35 persen; kelompok sandang 0.22 persen; kelompok kesehatan 0,31 persen;
dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,03 persen. Tingkat inflasi tahun
kalender (Januari–April) 2016 sebesar 0,16 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (April
2016 terhadap April 2015) sebesar 3,60 persen.
Selanjutnya, berdasarkan asumsi ekonomi Makro APBN dari Kementerian
Keuangan, pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2016 diperkirakan akan mencapai 5,3
persen, yang diharapkan akan lebih bertumpu pada faktor-faktor domestik seperti aktivitas
investasi, khususnya infrastruktur, yang lebih tersebar ke berbagai kawasan dan terfokus
pada pengembangan potensi daerah. Peningkatan belanja modal pemerintah dan transfer
ke daerah akan menjadi langkah awal bagi strategi pembangunan saat ini. Laju inflasi
diperkirakan berada pada kisaran 4,7 persen yang terutama didukung oleh semakin
membaiknya koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil. Nilai tukar rupiah
diperkirakan akan bergerak pada kisaran Rp.13.900 per dolar AS.
Tabel 3.2. Asumsi Dasar Ekonomi Makro Nasional

INDIKATOR

2016*

2017**

2018**

Pertumbuhan Ekonomi (% , yoy)

5,3

6,0 – 7,2

6,2 – 7,8

Inflasi (% , yoy)

4,7

3,0 – 5,0

2,5 – 4,5

Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan
(%)

5,5

4,0 – 6,0

3,5 – 4,5

13.900

13.300 – 13.700

13.400 – 13.800

50

60 – 90

60 – 90

830

750 - 780

700 - 730

1.155

1.100 – 1.200

1.100 – 1.300

Nilai tukar (Rp/US$)
Harga Minyak Mentah Indonesia
(US$/barel)
Lifting Minyak Mentah (ribu barel
per hari)
Lifting Gas (ribu barel setara
minyak per hari)

Sumber :
*) Asumsi dasar ekonomi makro APBN 2016, Kementerian Keuangan
**) Dokumen Nota Keuangan beserta APBN Tahun Anggaran 2016, Kementerian Keuangan

III.8

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Salah satu indikator utama dalam mengukur perekonomian daerah adalah
penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tujuan pembangunan daerah
harus mampu memicu peningkatan PDRB dari tahun ke tahun agar bisa membuka
lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Analisis ekonomi daerah harus
mampu menggambarkan dengan jelas kinerja PDRB tersebut dari berbagai aspek,
termasuk perhitungannya ke sektor-sektor usaha. Indikator-indikator lain yang tak kalah
penting antara lain inflasi, kemiskinan, investasi, nilai tukar, dan lain-lain. Analisis ekonomi
daerah dilakukan untuk mengumpulkan fakta dan permasalahan yang dihadapi daerah
saat ini untuk digunakan sebagai data dalam analisis keuangan daerah dan perumusan
kerangka ekonomi daerah. Penjabaran lebih lanjut mengenai indikator-indikator ekonomi
daerah yaitu sebagai berikut:

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai keseluruhan barang dan
jasa yang diproduksi pada suatu wilayah dalam suatu jangka waktu tertentu. PDRB dapat
dihitung melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu dari sisi produksi, pengeluaran dan pendapatan.
Nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta atas dasar harga berlaku pada tahun 2015 yaitu sebesar
Rp.1.983,42 Triliun dengan PDRB perkapita mencapai Rp.194,87 juta. Sedangkan nilai
PDRB Provinsi DKI Jakarta Triwulan I pada tahun 2016 atas dasar harga berlaku yaitu
sebesar Rp.518,96 Triliun (BPS, 2016).
Bila dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, perekonomian DKI Jakarta pada tahun
2015 mengalami pertumbuhan sebesar 5,88 persen, melambat dibanding tahun 2014
sebesar 5,91 persen. Sedangkan perekonomian DKI Jakarta pada Triwulan I tahun 2016
mengalami pertumbuhan sebesar 5,62 persen bila dibandingkan dengan triwulan I-2015
(yoy).
Sebutan Jakarta sebagai Kota Jasa (Service City) tercermin dari struktur
perekonomian Jakarta yang diukur dengan PDRB menurut sektoral (lapangan usaha).
Berdasarkan data Badan Pusat Statisitk (BPS) Triwulan I Tahun 2016, struktur
perekonomian Jakarta Triwulan I Tahun 2016 didominasi oleh 3 (tiga) lapangan usaha
dengan kontribusi utama yaitu perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda
motor sebesar 16,71 persen, industri pengolahan sebesar 13,84 persen, konstruksi 12,83
persen.

III.9

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Tabel 3.3 PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Distribusi
Persentase

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Lapangan usaha
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur
ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Transportasi dan
Pergudangan
Penyedian Akomodasi dan
Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan
Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan
Kegiatan sosial
Jasa lainnya
Total

2015
(Milyar
Rupiah)

Distribusi
Persentase

Triw I-2016
(Milyar
Rupiah)
487,47

Distribusi
Persentase

1.867,18

0,09

5.023,72

0,25

274.492,25

13,84

71.848,17

13,84

6.027,20

0,30

1.552,38

0,30

747,85

0,04

261.073,84

13,16

1.263,65

0,09
0,24

192,66
0,04
66.561,77

12,83

86.710,27
330.319,57

16,65

65.120,22

3,28

105.882,37

5,34

141.788,69

7,15

205.312,75

10,35

122.622,35

6,18

31.972,72

6,16

7,15

37.894,16

7,30

141.772,60

16,71
17.316,02
27.361,28
37.425,76
54.952,41

3,34
5,27
7,21
10,59

26.756,15
107.011,44

5,40

109.694,48

5,53

32.931,42
71.723,52
1.983.420,52

1,66
3,62
100,00

5,16
28.749,87
8.657,80
19.255,39
518.957,94

5,54
1,67
3,71
100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016
Menggunakan tahun dasar 2010=10

Bila dilihat dari segi pertumbuhannya, perekonomian DKI Jakarta mengalami
pertumbuhan pada seluruh sektor lapangan usaha. Jasa Keuangan dan Asuransi
merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 11,59 persen, diikuti
oleh sektor Informasi dan Komunikasi sebesar 9,95 persen dan Transportasi Pergudangan
sebesar 9,71 persen (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2016).
Selanjutnya, perkembangan nilai PDRB menurut pengeluaran pada tahun 2015
dan triwulan I 2016 ditunjukkan pada tabel 3.4 dibawah ini. Komponen terbesar yaitu
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dengan nilai PDRB berdasarkan harga berlaku pada

III.10

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

tahun 2015 yaitu sebesar Rp.1.157.939.531 Milyar sedangkan pada triwulan I Tahun 2016
yaitu sebesar Rp.303.739,76 Milyar.
Tabel 3.4 PDRB Menurut Pengeluaran Tahun 2015 dan Triwulan I-2016
2015
No

Komponen

Berlaku
(Milyar Rp)

Konstan*
(Milyar Rp)

Triwulan I- 2016
Berlaku
Konstan*
(Milyar Rp) (Milyar Rp)

1

Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga

1.157.939.531

849.061.695

303.739,76

217.521,86

2

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

35.718.999

26.910.692

9.390,13

6.890,06

3

Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah

240.119.619

179.518.648

37.291,78

27.565,79

4

Pembentukan Modal Tetap Bruto

808.551.792

211.336,40

165.394,60

5

Perubahan Inventori

6

657.105.156

5.556.040

2.902.368

2.924,33

1.714,62

Ekspor Barang dan Jasa

329.760.731

230.271.305

76.713,87

53.065,05

7

Dikurangi Impor Barang dan Jasa

951.755.600

714.439.158

227.130,48

174.722,67

8

Net Ekspor Antar Daerah

357.529.415

222.771.401

104.692,15

74.281,30

1.983.420.526

1.454.102.107

518.957,94

371.810,61

PDRB
Sumber : Badan Pusat Statistika 2016
*Menggunakan Tahun Dasar 2010

Struktur ekonomi DKI Jakarta Triwulan I tahun 2016 menurut pengeluaran
didominasi oleh kontribusi komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 58,53
persen dan diikuti pembentukan modal tetap bruto sebesar 40,72 persen. Bila dilihat dari
penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Jakarta Triwulan I tahun 2016, komponen
pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar
3,09 persen, diikuti PMTB sebesar 1,29 persen, dan komponen konsumsi pemerintah
sebesar 0,25 persen
Tabel 3.5 Distribusi Persentase dan Sumber Pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta
Menurut Pengeluaran Triwulan I- 2016 (Persen)
No

Komponen

Distribusi Persentase Triw
I-2016 (%)

Sumber Pertumbuhan Triw
I-2016 (%)

1

Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga

58,53

3,09

2

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

1,81

0,10

3

Pengeluaran Konsumsi

7,19

0,25

III.11

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

No

Komponen

Distribusi Persentase Triw
I-2016 (%)

Sumber Pertumbuhan Triw
I-2016 (%)

Pemerintah
4

Pembentukan Modal Tetap Bruto

40,72

1,29

5

Perubahan Inventori

0,56

0,26

6

Ekspor Barang dan Jasa

14,78

(0,84)

7

Dikurangi Impor Barang dan Jasa

43,77

(2,51)

8

Net Ekspor Antar Daerah

20,17

(1,03)

100,00

5,62

PDRB
Sumber : Badan Pusat Statistika 2016

Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam perencanaan pembangunan
daerah. Fluktuasi inflasi pada suatu daerah dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan
masyarakatnya. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan yang dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Inflasi yang tidak stabil dapat menciptakan ketidakpastian bagi pelaku
ekonomi dalam mengambil keputusan. Inflasi yang tidak stabil juga akan menyulitkan
keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada
akhirnya akan menyebabkan perlambatan ekonomi. Mengingat pentingnya peran inflasi
terhadap kondisi sosial-ekonomi daerah, menjadikan indikator ini digunakan sebagai salah
satu dasar dalam penyusunan perencanaan keuangan Provinsi DKI Jakarta.
Tingkat inflasi diukur dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai
indikator. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)
atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa.
Pada Bulan Desember 2015 harga-harga di DKI Jakarta mengalami inflasi sebesar
0,72 persen. Inflasi yang terjadi pada bulan Desember disebabkan naiknya harga-harga
pada kelompok bahan makanan. Enam kelompok pengeluaran mengalami kenaikan
indeks/inflasi yaitu kelompok bahan makanan 2,77 persen; kelompok perumahan, air,
listrik, gas & bahan bakar 0,49 persen; kelompok sandang 0,38 persen; kelompok transpor,
komunikasi dan jasa keuangan 0,34 persen; kelompok kesehatan 0,31 persen; dan
kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 0,26 persen. Sedangkan satu
kelompok lainnya tidak mengalami perubahan indeks yaitu kelompok pendidikan, rekreasi
dan olah raga. Secara Laju keseluruhan laju inflasi DKI Jakarta pada tahun 2015 (y-o-y)
mencapai 3,30 persen (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2016).

III.12

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Sedangkan pada Bulan April 2016, harga-harga di DKI Jakarta mengalami deflasi
0,27 persen. Laju inflasi Tahun 2016 mencapai 0,05 persen dan laju inflasi tahun ke tahun
DKI Jakarta 3,06 persen. Deflasi yang terjadi pada bulan April disebabkan turunnya hargaharga pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Tiga kelompok
pengeluaran mengalami penurunan indeks/deflasi yaitu kelompok transpor, komunikasi
dan jasa keuangan 1,44 persen; kelompok bahan makanan 0,21 persen; dan kelompok
perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar 0,11 persen. Sedangkan empat kelompok
lainnya mengalami kenaikan indeks/inflasi yaitu kelompok kesehatan 0,88 persen;
kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 0,33 persen; kelompok sandang
0,27 persen; dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,01 persen.
Tabel 3.6 Indeks Harga Konsumen Provinsi DKI Jakarta
Keterangan

2012

2013

2014

2015

April 2016

Bahan Makanan
Indeks

166,34

185,58

131,40

137,79

2,22

0,33

3,41

2,77

7,43

11,57

12,77

4,86

150,06

164,68

124,68

133,42

0,09

1,76

5,01

0,26

6,03

9,74

11,92

7,01

127,19

134,44

117,44

121,57

-0,01

0,78

1,58

0,49

3,66

5,7

8,54

3,52

145,29

146,81

107,67

112,97

0,72

-0,17

0,57

0,38

6,74

1,05

2,92

4.92

120,13

124,52

109,68

114,89

Perubahan Bulanan (%)

0,08

-0,02

0,14

0,31

Perubahan tahun ke

1,83

3,65

4,78

4,75

Perubahan Bulanan (%)
Perubahan tahun ke
tahun (%)
Makanan Jadi, Minuman,
Rokok dan Tembakau
Indeks
Perubahan Bulanan (%)
Perubahan tahun ke
tahun (%)
Perumahan
Indeks
Perubahan Bulanan (%)
Perubahan tahun ke
tahun (%)
Sandang
Indeks
Perubahan Bulanan (%)
Perubahan tahun ke
tahun (%)
Kesehatan
Indeks

140,27

134.99

120.95

116.01

116.90

III.13

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Keterangan
tahun (%)
Pendidikan, Rekreasi dan
Olahraga
Indeks

2012

2013

2014

2015

April 2016

117,45

119,08

104,97

109,18

Perubahan Bulanan (%)

0

0,08

0,55

0

Perubahan tahun ke
tahun (%)
Transpor, Komunikasi, dan
Jasa Keuangan
Indeks

0,89

1,39

3,08

4,01

111,42

127,98

123,74

122,13

Perubahan Bulanan (%)

0,45

1,33

4,25

0,34

2,58

14,86

10,53

-1,3

133,58

144,27

119,41

123,35

Perubahan Bulanan (%)

0,56

0,78

2,74

0,72

Perubahan tahun ke
tahun (%)

4,52

8,00

8,95

3,30

Perubahan tahun ke
tahun (%)
Total
Indeks

109.30

118.80

123.41

Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2016
Catatan :
1) Perubahan bulanan merupakan perbandingan antara indeks bulan yang bersangkutan dengan indeks bulan
sebelumnya
2) Perubahan tahun ke tahun merupakan perbandingan antara indeks bulan yang bersangkutan dengan
indeks bulan yang sama tahun sebelumnya
3) Data indeks dan perubahan bulanan (%) untuk periode tahunan adalah angka bulan Desember tahun yang
bersangkutan

Selain pertumbuhan ekonomi dan inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar juga
merupakan indikator penting bagi perekonomian DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan DKI
Jakarta merupakan bagian dari kota-kota besar dunia yang tidak bisa terlepas dari
dinamika perekonomian global. Tren penguatan dolar terhadap hampir seluruh mata
uang dunia dipicu tren perekonomian AS yang tumbuh solid dengan perkiraan adanya
kenaikan suku bunga bank sentral Amerika The Fed yang turut membuat pelaku pasar
terus berspekulasi terhadap imbas hasil dolar. Dari awal tahun 2015 hingga pertengahan
bulan Mei tahun 2016, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika berada pada kisaran
Rp.12.444 – Rp.14.728 per Dollar Amerika. Selanjutnya Gambar 3.3 menjelaskan tentang
fluktuasi nilai tukar tersebut.

III.14

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

15000
14500
14000
13500
13000
12500
12000
11500
11000

Kurs Tengah

16 Mei 2016
15-Apr-16
18-Mar-16
19-Feb-16
22-Jan-16
23 Des 2015
25 Nop 2015
29 Okt 2015
1 Okt 2015
3-Sep-15
6 Agust 2015
6-Jul-15
9-Jun-15
11 Mei 2015
13-Apr-15
16-Mar-15
16-Feb-15
20-Jan-15

Rp/US$

Pergerakan Nilai Tukar Rp/US$

Gambar 3.3 Perkembangan nilai tukar
Sumber : Bank Indonesia

Stabilitas nilai tukar mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas
moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil juga diperlukan
untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha. Bersama
dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi, nilai tukar digunakan sebagai asumsi dalam
penyusunan perencanaan keuangan Provinsi DKI Jakarta. Dalam hal indikator nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengikuti kebijakan ekonomi
Pemerintah Pusat. Nilai tukar IDR/USD pada tahun 2016 sebagaimana diproyeksikan
dalam Asumsi dasar ekonomi makro APBN Kementerian Keuangan 2016 dan dokumen
Kebijakan Umum APBD DKI Jakarta 2016 akan berada pada kisaran Rp.13.900,-

Realisasi Jumlah Investor Penanaman Modal Asing (PMA) Provinsi DKI Jakarta
mengalami penurunan dari 3.779 investor pada tahun 2014 menjadi sebesar 1.468
investor pada tahun 2015. Meskipun demikian, realisasi jumlah investor PMA Provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2015 sebesar 1.468 investor sudah melampaui proyeksi yang
ditetapkan dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 yaitu sebesar 1.350 investor.
Selanjutnya proyeksi jumlah investor PMA Provinsi DKI Jakarta berdasarkan dokumen
RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 yaitu sebesar 1.425 investor pada tahun 2016 dan
sebesar 1.500 investor pada tahun 2017. Meskipun demikian, diharapkan proyeksi pada
tahun 2016 dan 2017 tersebut dapat terealisasi lebih baik dibandingkan realisasi pada
tahun sebelumnya.

III.15

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Realisasi Jumlah Investor Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mengalami
penurunan dari 167 investor pada tahun 2014 menjadi 90 investor pada tahun 2015.
Realisasi jumlah investor PMDN DKI Jakarta pada tahun 2015 yaitu sejumlah 90 investor
masih berada dibawah proyeksi yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta tahun
2015 yaitu sebesar 96 investor. Selanjutnya proyeksi jumlah investor PMDN Provinsi DKI
Jakarta berdasarkan dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 yaitu sebesar 98
investor pada tahun 2016 dan sebesar 100 investor pada tahun 2017.
Realisasi Jumlah Persetujuan PMA mengalami penurunan dari 48,44 triliun pada
tahun 2014 menjadi 45,24 triliun pada tahun 2015. Realisasi Jumlah Persetujuan PMA
pada tahun 2015 sebesar 45,24 Triliun masih berada dibawah proyeksi yang ditetapkan
dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 55,62 Triliun. Selanjutnya proyeksi jumlah
persetujuan PMA Provinsi DKI Jakarta berdasarkan dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta
2013-2017 yaitu sebesar 59,57 triliun pada tahun 2016 dan sebesar 63,94 Triliun pada
tahun 2017.
Realisasi Jumlah Persetujuan PMDN mengalami penurunan dari 17,81 triliun pada
tahun 2014 menjadi 15,51 triliun pada tahun 2015. Realisasi Jumlah Persetujuan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada tahun 2015 yaitu sejumlah 15,51 Triliun
sudah melampaui proyeksi yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta yaitu
sebesar 12,15 Triliun. Selanjutnya proyeksi jumlah persetujuan PMDN Provinsi DKI Jakarta
berdasarkan dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 yaitu sebesar 13,02 triliun
pada tahun 2016 dan sebesar 13,97 Triliun pada tahun 2017. Meskipun demikian,
diharapkan proyeksi pada tahun 2016 dan 2017 tersebut dapat terealisasi lebih baik
dibandingkan realisasi pada tahun sebelumnya.
Tabel 3.7 Realisasi dan Proyeksi Investasi Provinsi DKI Jakarta

DATA DAN INFORMASI

SATUAN

REALISASI

PROYEKSI *

2014

2015

2016*

2017*

INVESTASI
Jumlah Investor (Provinsi)
- Jumlah Investor PMA

Investor

3.779

1.468

1.425

1.500

- Jumlah Investor PMDN

Investor

167

90

98

100

Investasi

48,44
Triliun

45,24
Triliun

59,57
Triliun

63,94
Triliun

Jumlah Persetujuan Proyek Investasi
(Provinsi)
- Jumlah Persetujuan PMA

III.16

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

DATA DAN INFORMASI
- Jumlah Persetujuan PMDN

REALISASI

SATUAN
Investasi

III.17

PROYEKSI *

2014

2015

2016*

2017*

17,81
Triliun

15,51
Triliun

13,02
Triliun

13,97
Triliun

Sumber : BKPM RI & BPBUMDPM Prov. DKI Jakarta
* ) Sumber: Dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017

Tingkat kesejahteraan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015 menunjukkan
perbaikan dengan kembali turunnya rasio jumlah penduduk miskin. Berdasarkan data
kemiskinan yang dikeluarkan BPS DKI Jakarta pada September 2014, jumlah penduduk
miskin di Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 412,79 ribu orang atau 4,09 persen.
Selanjutnya pada bulan September 2015 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan
sebesar 44,12 ribu orang (turun sebesar 10,67 persen) sehingga jumlah penduduk miskin
di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015 tercatat sebesar 368,67 ribu orang atau 3,61
persen. Penurunan rasio penduduk miskin ini dapat dicapai berkat adanya berbagai upaya
program sosial yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Persentase penduduk
miskin diproyeksi akan mencapai pada kisaran 3,46-3,51 persen pada tahun 2016 dan
berada pada kisaran 3,40 – 3,50 persen pada tahun 2017.
Tabel 3.8 Realisasi dan Proyeksi Persentase Penduduk Miskin Provinsi DKI Jakarta

INDIKATOR

REALISASI

SATUAN

2014
Persentase Penduduk Miskin

Persen

4,09

2015
3,61

PROYEKSI *
2016*
3,46 – 3,51

2017*
3,40 – 3,50

Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi DKI Jakarta 2016

* ) Sumber: Dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017
Perbaikan kondisi kemiskinan di Jakarta juga diikuti oleh penurunan indeks
kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan penduduk Jakarta
menurun cukup signifikan, yaitu dari 0,60 pada September 2014 menjadi 0,27 pada
September 2015. Artinya kesenjangan (gap) antara rata-rata pengeluaran masyarakat
miskin dengan garis kemiskinan semakin menyempit. Sejalan dengan itu, indeks
keparahan kemiskinan juga membaik menjadi sebesar 0,04 , lebih rendah dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 0,13. Angka ini menunjukkan penurunan

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin, atau kesenjangan kemampuan
daya beli diantara individu di kelompok masyarakat miskin semakin berkurang.
Walaupun garis kemiskinan Jakarta tahun 2015 mengalami peningkatan cukup
tinggi, namun tidak menimbulkan pertambahan jumlah penduduk miskin. Hal ini
disebabkan oleh nilai pengeluaran penduduk yang sebelumnya dalam kategori miskin
meningkat lebih tinggi dari peningkatan garis kemiskinan tersebut. Adapun garis
kemiskinan merupakan tingkat kebutuhan dasar yang berupa pengeluaran masyarakat
untuk mampu memenuhi kebutuhan dasar tertentu, baik makanan maupun bukan
makanan. Pada September 2015 garis kemiskinan DKI Jakarta berada di level Rp.503.038
per kapita per bulan, meningkat 9,5 persen dibandingkan dengan kondisi September 2014
yang tercatat sebesar Rp.459.560 per kapita per bulan. Faktor utama yang mendorong
meningkatnya garis kemiskinan pada periode September 2014 sampai dengan September
2015 adalah kenaikan harga BBM yang menyebabkan naiknya harga-harga komoditas
kebutuhan dasar , dimana harga BBM tersebut merupakan komponen pembentuknya
(Bank Indonesia, 2016).
Selain dari pertumbuhan ekonomi DKI yang masih relatif stabil, peningkatan
pengeluaran penduduk miskin ditopang oleh adanya program kesejahteraan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Berbagai program tersebut meliputi
bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan bagi penduduk miskin DKI Jakarta yang
dijalankan melalui Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP), dan program Rumah
Susun Sewa (Rusunawa). Dengan adanya berbagai program tersebut sebagian kebutuhan
dasar masyarakat Jakarta telah dipenuhi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan KJP untuk membantu kebutuhan
pendidikan masyarakat miskin agar mampu mengenyam pendidikan hingga level Sekolah
Menengah Atas (SMA) ataupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). KJP menawarkan
bantuan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan sekolah,uang saku, Sumbangan
Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) bagi yang bersekolah di swasta, dan gratis
menggunakan transportasi Transjakarta, di samping juga dapat memanfaatkan bus
sekolah khusus dari Pemprov DKI Jakarta. Untuk KJS, Pemprov DKI Jakarta memberikan
jaminan pemeliharaan kesehatan bagi penduduk DKI Jakarta, terutama bagi keluarga
miskin dengan fasilitas rawat jalan, rawat inap dan Unit Gawat Darurat (UGD). Sementara
itu Pemprov DKI Jakarta giat membangun Rusunawa yang diperuntukan bagi masyarakat
menengah ke bawah. Dengan berbagai program tersebut, Pemprov DKI Jakarta dapat
menurunkan jumlah penduduk miskinnya ditengah perlambatan perekonomian Jakarta
(Gambar 3.5).

III.18

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

7

6.53

6.07
6

5.91

5.88

5
4
3

3.7

3.7

2012

2013

4.1

3.6

2
1
0
2014

Pertumbuhan PDRB Jakarta

2015

Persentase Orang Miskin

Gambar 3.4 Porsi orang miskin dan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta
Sumber : BPS 2016

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia
berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dibangun melalui pendekatan tiga
dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan
kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena
terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan
hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan
gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk
mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat
terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per
kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk
hidup layak.
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun, nilai IPM pada tahun 2013 yaitu sebesar 78,59 dan menurun menjadi
78,39 pada tahun 2014. Proyeksi Indeks Pembangunan Manusia yang ditetapkan dalam
RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 yaitu sebesar 78,80 pada tahun 2015,
sebesar 79,10 pada tahun 2016 dan diproyesikan kembali meningkat di akhir periode
RPJMD menjadi sebesar 79,60 pada tahun 2017.

III.19

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Tabel 3.9 Realisasi dan Proyeksi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi DKI Jakarta
INDIKATOR
Indeks Pembangunan Manusia

REALISASI

PROYEKSI *

2013

2014

2015*

2016*

2017*

78,59

78,39

78,80

79,10

79,60

Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi DKI Jakarta 2016

* ) Sumber: Dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017

Kemampuan penyerapan angkatan kerja (penduduk usia kerja yang aktif dalam
kegiatan ekonomi) di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan kondisi yang cukup baik. Jumlah
angkatan kerja pada Agustus 2015 tercatat sejumlah 5,09 juta orang, bertambah sekitar
28,74 ribu orang dibandingkan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 sebesar 5,06
juta orang (meningkat 0,57 persen). Untuk jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi DKI
Jakarta pada Agustus 2015 sebesar 4,72 juta orang, bertambah sekitar 89,66 ribu orang
jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2014 sebesar 4,63 juta orang (meningkat 1,93
persen).
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi DKI Jakarta pada Agustus 2015
sebesar 7,23 persen, mengalami penurunan 1,24 poin dibandingkan keadaan Agustus
2014 (8,47 persen). Secara absolut jumlah pencari kerja atau pengangguran mengalami
penurunan sebesar 60,92 ribu orang, dari 429,11 ribu orang pada Agustus 2014 menjadi
368,19 ribu orang pada Agustus 2015 (menurun 14,20 persen).
Realisasi Tingkat penggangguran Terbuka (TPT) tahun 2014 sebesar 8,47 persen
telah melampaui proyeksi TPT yang tercantum dalam RPJMD tahun 2014 yaitu sebesar
10,2 persen. Untuk realisasi TPT tahun 2015 sebesar 7,23 persen telah melampaui proyeksi
TPT yang tercantum dalam RPJMD tahun 2015 yaitu sebesar 9,9 persen.
Dapat dilihat bahwa meskipun proyeksi TPT tahun 2016 dan 2017 berkisar pada
pada angka 9 persen, namun diharapkan proyeksi pada tahun-tahun tersebut dapat lebih
baik dibandingkan realisasi pada tahun 2014 dan 2015.

III.20

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

III.21

Tabel 3.10 Realisasi dan Proyeksi Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi DKI Jakarta
INDIKATOR
Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT)

REALISASI

SATUAN

2014
8,47

Persen

2015
7,23

PROYEKSI *
2016*
9,7

2017*
9,3

Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi DKI Jakarta 2016

* ) Sumber: Dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017

Nilai ekspor Non Migas Provinsi DKI Jakarta berdasarkan angka free on board (f.o.b)
pada tahun 2015 yaitu 11.454.794 ribu USD dengan volume sebesar 3.133.439 ton. Nilai
ekspor non migas menurut Negara pembeli terbesar di Provinsi DKI Jakarta yaitu
Singapura sebesar 4.541.171 ribu USD, RRC (termasuk Hongkong) sebesar 983.637 ribu
USD, dan Amerika Serikat sebesar 961.461 ribu USD.
Tabel 3.11 Nilai Ekspor Non Migas Menurut Negara Pembeli di Provinsi DKI Jakarta
(Ribu USD)
Negara Pembeli
I. Afrika

2012

2013

2014

2015

308.995

406.624

270.633

245.783

1.275.995

1.743.676

1.213.886

1.146.663

1.089.374

1.496.652

1.047.519

961.461

101.300

146.942

89.992

101.032

3. Kanada

45.673

53.504

38.546

41.889

4. Lainnya

39.648

46.578

37.830

42.281

8.178.895

12.693.513

9.131.606

9.168.035

5.144.203

7.669.329

5.789.875

6.187.490

16.590

24.902

14.027

13.732

b. Malaysia

495.727

839.818

678.476

559.658

c. Filipina

259.986

390.522

311.156

295.166

3.488.357

5.348.289

4.117.676

4.541.171

e. Thailand

571.529

617.702

344.038

437.471

f. Myanmar

29.366

35.820

37.299

33.957

g. Vietnam

275.203

396.561

275.351

297.161

h. Kamboja

7.055

14.641

11.560

8.671

391

1.075

292

503

2. India

82.263

132.016

167.304

514.723

3. Irak

7.701

7.689

18.458

12.640

II. Amerika
1. Amerika Serikat
2. Amerika Latin

III. Asia
1. ASEAN
a. Brunei Darusssalam

d. Singapura

i. Laos

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Negara Pembeli

2012

2013

2014

III.22

2015

4. Jepang

883.603

1.321.052

805.158

628.899

5. Korea Selatan

161.451

243.048

189.679

150.453

34.163

53.505

41.198

39.775

1.211.567

2.290.830

1.353.499

983.637

75.928

104.940

82.688

61.861

9. Taiwan

102.207

170.236

129.590

114.727

10. Lainnya

475.809

700.868

554.157

473.831

1.003.086

528.093

288.703

285.189

810.997

1.113.048

623.560

609.123

11.577.967

16.484.954

11.528.388

11.454.792

6. Pakistan
7. RRC

1)

8. Saudi Arabia

IV. Australia dan Oceania
V. Eropa
Jumlah

Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesa, 2016

Selanjutnya Nilai impor Non Migas Provinsi DKI Jakarta berdasarkan angka cost,

insurance, and freight (c.i.f) pada tahun 2015 yaitu 46.349.692 ribu USD dengan volume
sebesar 26.288.694 ton. Nilai impor non migas menurut Negara penjual terbesar di
Provinsi DKI Jakarta yaitu RRC sebesar 9.962.434, Singapura sebesar 8.817.323 ribu USD,
dan Jepang sebesar 7.116.989 ribu USD
Tabel 3.12 Nilai Impor Non Migas Menurut Negara Penjual di Provinsi DKI Jakarta
(Ribu USD)
Negara Penjual
I. Afrika

2012

2013

2014

2015

169.089

150.211

179.219

149.428

2.869.471

3.343.492

3.327.174

2.763.737

2.389.048

2.675.815

2.618.521

2.192.107

2. Amerika Latin

275.180

291.458

462.859

309.754

3. Kanada

146.169

266.300

210.136

234.960

4. Lainnya

59.074

109.919

35.658

26.917

53.135.042

48.666.850

44.765.043

37.088.876

21.469.762

19.536.983

17.940.701

15.255.419

44.959

46.237

42.875

16.597

2.493.827

2.421.697

2.273.309

1.969.283

262.979

291.337

289.995

286.758

13.454.880

11.615.402

10.308.737

8.817.323

4.397.781

4.439.877

4.223.054

3.405.027

28.833

32.596

45.641

40.931

II. Amerika
1. Amerika Serikat

III. Asia
1.

ASEAN
a. Brunei
Darusssalam
b. Malaysia
c. Filipina
d. Singapura
e. Thailand
f. Myanmar

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Negara Penjual

2012

2013

2014

2015

g. Vietnam

784.309

686.180

752.339

731.952

h. Kamboja

2.026

3.609

4.750

3.488

170

49

0

2.011

1.006.376

1.311.865

1.116.216

852.830

-

49

0

-

14.231.151

11.260.824

9.969.470

7.116.989

3.440.350

3.331.854

2.941.482

2.328.211

79.074

35.894

60.179

52.640

10.834.285

11.239.509

10.844.034

9.962.434

30.273

50.777

52.015

33.825

9. Taiwan

1.616.735

1.530.874

1.445.156

1.154.964

10. Lainnya

427.035

368.220

395.789

331.564

IV. Australia dan Oceania

2.075.491

2.312.902

2.487.392

1.802.932

V. Eropa

5.628.130

5.980.152

5.281.549

4.544.719

63.877.223

60.453.607

56.040.376

46.349.692

i. Laos
2. India
3. Irak
4. Jepang
5. Korea Selatan
6. Pakistan
7. RRC

1)

8. Saudi Arabia

Jumlah

Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesa, 2016

Berdasarkan pantauan terhadap berbagai faktor baik kondisi ekonomi global
maupun nasional serta berbagai kebijakan yang akan ditempuh pemerintah, Bank
Indonesia memproyeksikan perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2016 diperkirakan
tumbuh meningkat mencapai kisaran 6,3 - 6,7 persen (yoy). Angka perkiraan tersebut
berada di atas perkiraan sebelumnya (5,9 – 6,3 persen) terkait realisasi pertumbuhan
ekonomi tahun 2015 yang diatas perkiraan dan revisi angka PDRB (sejak tahun 2013) yang
semakin meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta. Sedangkan pada tahun
2017 pertumbuhan ekonomi diproyeksi berada pada kisaran 6,4 – 6,8 persen.
Pada tahun 2016, dorongan pertumbuhan diperkirakan berasal dari peningkatan
permintaan domestik. Perbaikan kinerja belanja Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat
melalui Kementerian/lembaga yang ada di Jakarta akan mendorong pertumbuhan
permintaan. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh lebih tinggi, seiring
meningkatnya optimisme konsumen dan membaiknya daya beli masyarakat, yang akan
terdorong pula oleh pelaksanaan Pilkada. Peningkatan investasi akan terdorong oleh

III.23

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

realisasi belanja modal pemerintah dan perbaikan iklim investasi melalui stimulus dan
kemudahan usaha dari berbagai paket kebijakan pemerintah. Membaiknya perekonomian
nasional juga

akan

berpengaruh

terhadap meningkatnya

kinerja perdagangan

antardaerah DKI Jakarta. Sementara itu, masih lemahnya pemulihan perekonomian global
belum dapat meningkatkan andil kinerja ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta.

Tabel 3.13 Prospek Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Tahun 2016 dan 2017
Indikator

2016

2017

Pertumbuhan Ekonomi

6,3 - 6,7%

6,4 – 6,8%

Sumber: Bank Indonesia 2016

Lebih tingginya proyeksi angka pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia didorong oleh beberapa faktor positif diantaranya percepatan realisasi belanja
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, yang ditandai dengan lelang berbagai proyek
strategis pada awal tahun 2016. Selain itu, kenaikan UMP, disertai meningkatnya
optimisme konsumen, menjadi pendorong membaiknya konsumsi rumah tangga.
Perbaikan kinerja juga terjadi pada investasi, ditopang reaisasi belanja modal pemerintah.
Namun, kinerja ekspor masih terbatas di tengah masih lemahnya pemulihan ekonomi
global dan menurunnya harga komoditas. Merespons ekspor yang masih terbatas, impor
masih tumbuh negatif.
Membaiknya permintaan domestik berdampak pada membaiknya kinerja
lapangan usaha terutama jasa. Kinerja lapangan usaha utama yaitu perdagangan besar
dan eceran, informasi dan komunikasi, konstruksi serta lapangan usaha jasa keuangan dan
asuransi diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan I 2016, ditopang oleh
membaiknya permintaan domestik. Kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran akan tumbuh lebih tinggi, didorong oleh membaiknya daya beli masyarakat.
Lapangan usaha informasi dan komunikasi diprakirakan masih tumbuh tinggi sejalan
dengan masih tingginya permintaan komunikasi data. Kinerja sektor jasa lainnya yaitu jasa
transportasi dan pergudangan terutama transportasi udara terindikasi terus meningkat
seiring bertambahnya maskapai penerbangan yang beroperasi dari Bandara Halim
Perdana Kusuma. Sementara itu, sektor jasa keuangan diperkirakan tumbuh membaik
didukung oleh semakin besarnya ekspansi kredit perbankan dan meningkatnya kinerja
pasar modal.

III.24

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Kinerja lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh membaik didorong oleh
meningkatnya progres pembangunan infrastruktur. Realisasi proyek infrastruktur
diperkirakan terus meningkat sehingga menjadi pendorong membaiknya kinerja lapangan
usaha konstruksi. Aktivitas konstruksi di proyek-proyek eksisting mengalami peningkatan
dan terdapat tambahan proyek baru pada tahun 2016, baik yang berasal dari Pemerintah
Daerah maupun Pemerintah Pusat. Selain itu, pembangunan proyek properti komersial
dan residensial diperkirakan akan kembali menggeliat sebagai dampak dari pelonggaran
kebijakan Loan-to-Value (LTV) kredit properti.
Meskipun diperkirakan tumbuh membaik, terdapat beberapa risiko yang dapat
memengaruhi pertumbuhan PDRB DKI Jakarta. Dari sisi global, ketidakpastian di pasar
keuangan kembali terjadi seiring rencana kenaikan Fed Fund Rate (FFR) secara gradual.
Harga komoditas masih berada dalam tren yang menurun, seiring masih terbatasnya
pemulihan perekonomian global. Selain itu, kinerja ekonomi Tiongkok, yang merupakan
salah satu negara mitra dagang utama terus