KUALITAS PELAYANAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR MELALUI LAYANAN SAMSAT CORNER DI AMBARUKMO PLAZA KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

(1)

ARIYANTI SAPUTRI NIM. 10417141012

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan gambaran secara mendalam mengenai kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor serta faktor pendukung dan faktor penghambat pada layanan SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza.

Desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subyek penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam penyelenggaraan layanan SAMSAT Corner, sehingga dianggap mengetahui masalah secara mendalam dan dapat dipercaya, antara lain petugas dari DPPKA, Polri, PT. Jasa Raharja, dan Bank BPD DIY serta wajib pajak pengguna layanan SAMSAT Corner. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif. Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan pajak tersebut dilihat dari segi reliability, tangible, responsiveness, assurance, dan emphaty masih belum berjalan optimal. Pelayanan masih ada beberapa kekurangan yaitu keterbatasan ruang pelayanan, pengadaan sarana prasarana kurang maksimal, pelayanan terbatas pelayanan pajak tahunan, jaringan sering offline, belum adanya SOP. Faktor pendukung pelaksanaan layanan yaitu adanya kejelasan peraturan penyelenggaraan pelayanan prima, kerjasama dan komunikasi yang baik antar instansi, penggunaan teknologi pelayanan semakin canggih, komitmen petugas tinggi, dukungan pemerintah tinggi, lokasi pelayanan strategis, keadaan sosial, ekonomi dan politik mendukung, jumlah pemilik kendaraan bermotor banyak, adanya uang insentif petugas.


(2)

1 A. Latar Belakang

Pelayanan publik kepada masyarakat merupakan salah satu tugas atau fungsi penting Pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahannya. Pemerintah harus mampu mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya untuk memberikan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena kualitas pelayanan kepada masyarakat menjadi salah satu indikator dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah. Apalagi melihat kondisi bangsa saat ini, permintaan pelayanan publik akan selalu meningkat baik dari segi kualitasnya ataupun dari segi kuantitasnya sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya tingkat kesejahteraan dan semakin berkembangnya pembangunan daerah.

Salah satu instansi pemerintah yang mempunyai tugas dalam pelayanan publik ialah instansi pemerintah dalam pelayanan pajak kendaraan bermotor. Dalam hal mengurusi surat-surat kelengkapan dan kepemilikan mengenai kendaraan bermotor pemerintah telah membentuk kantor SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap). Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) atau dalam bahasa Inggris one roof system adalah suatu sistem administrasi yang dibentuk untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan


(3)

kepentingan masyarakat yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu gedung. SAMSAT merupakan suatu sistem kerjasama secara terpadu antara Polri, Dinas Pendapatan Provinsi, dan PT Jasa Raharja (Persero).

Di (DIY) juga telah dibentuk Kantor Bersama SAMSAT pada masing-masing kabupaten dan kota. Sebagai wilayah dengan jumlah perguruan tinggi yang banyak dan sebagai daerah wisata, mobilitas kendaraan bermotor di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terbilang cukup besar. Apalagi dengan adanya kebijakan pencairan kredit kendaraan bermotor oleh lembaga leasing dengan prosedur yang sederhana mendorong minat masyarakat untuk melakukan kredit sehingga secara otomatis telah meningkatkan jumlah pemilik pengguna kendaraan di wilayah DIY. Berikut disajikan jumlah kendaraan bermotor di seluruh DIY:

Tabel 1. Jumlah kendaraan bermotor di DIY tahun 2011 No Kabupaten/Kota Jumlah

1 Sleman 473.131

2. Bantul 273.946 3. Kota Yogyakarta 243.576 4. Gunung Kidul 113.795 5. Kulon Progo 105.910

Total 1.210.358

Sumber: Rekapitulasi Jumlah Kendaraan Bermotor seluruh SAMSAT DIY 2011


(4)

Pada Laporan Realisasi Pendapatan Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Provinsi DIY tahun anggaran 2009, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) masih menjadi andalan utama sumber pendapatan. PKB memberikan kontribusi yang sangat besar (peringkat pertama) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DIY selain penerimaan dari sektor pajak lainnya, seperti terlihat di bawah ini: Tabel 2. Laporan Realisasi Pendapatan KPPD Provinsi DIY Tahun

Anggaran 2009

No PendapatanAsli Daerah Realisasi(Rp) %

1. Pajak Kendaraan

Bermotor

68.889.389.345,00 61,28

2. Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor

41.869.897.450,00 37,25 3. Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan Air Bawah Tanah

787.029.200,00 0,57

4. Retribusi Daerah 19.702.000,00 0,10 5. Lain-Lain Pendapatan

Daerah yang Sah

846.894.500,00 0,80

Jumlah Pendapatan Asli Daerah

112.412.912.495,00 100 Sumber : Laporan Realisasi Pendapatan KPPD Provinsi DIY

Dari data pada tabel 2 di atas, diketahui bahwa PKB mampu memberikan kontribusi lebih dari separuh (61,28%) terhadap PAD. Sedangkan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) menempati peringkat kedua, yaitu sebesar 37,25% dari PAD.

Sedangkan pada laporan 2013, Pajak Kendaraan Bermotor dengan capaian target 107,65 % dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dengan capaian target 120,34 % disebabkan adanya kebijakan pembebasan sanksi administrasi berupa denda dan bunga Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor diberikan kepada wajib pajak yang


(5)

melaksanakan pembayaran mulai tanggal 1 Mei 2008 sampai dengan 31 Desember 2008 (berdasarkan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 92/KEP/2008) dan kemudahan untuk mendapatkan kredit Kendaraan Bermotor. Retribusi Ijin Cetak STNK yang hilang dengan capaian target 158,92 % disebabkan karena banyaknya permintaan duplikat STNK dari Wajib Pajak.

(http://dppka.jogjaprov.go.id/cmskppd/index.php/home/infopnd,di akses tanggal 4 Desember 2013).

Hal ini menunjukkan bahwa PKB dan BBNKB menjadi sektor utama pendapatan daerah dalam menunjang kelancaran pembangunan wilayah DIY. Sangat wajar jika penerimaan pajak yang tinggi diikuti oleh kualitas pelayanan yang semakin baik. Kualitas pelayanan yang baik akan menghasilkan kepuasan wajib pajak dalam membayar pajak dan kepuasan tersebut nantinya akan mendorong wajib pajak untuk mematuhi segala kewajibannya.

Namun seiring dengan bertambah banyaknya jumlah pemilik kendaraan bermotor setiap tahunnya membuat Kantor Bersama SAMSAT kesulitan dalam melayani masyarakat yang berjubel. Misalnya di Kantor Bersama SAMSAT Sleman yang ditandai dengan keterangan petugas Tata Usaha KPPD Sleman, Bapak Riyadi yaitu menyatakan bahwa setidaknya dalam sehari Kantor Bersama Sleman melayani wajib pajak minimal 1500 orang. Sementara dalam pedoman kualifikasi dan sumber daya manusia di Kantor Bersama SAMSAT menguraikan bahwa jumlah pelayanan antara 751-1000 orang masuk tipe A atau lebih petugas SAMSAT Dipenda minimal 40 orang tidak termasuk personil yang menjalankan fungsi pengelolaan keuangan dan


(6)

barang daerah. Sementara jumlah pegawai SAMSAT KPPD Sleman hanya berjumlah 34 orang. Maka dengan demikian jumlah antara aparatur (pelayan publik) dengan masyarakat (penerima layanan) tidak seimbang. Hal tersebut menyebabkan terhambatnya waktu selama proses pelayanan publik berlangsung.

Proses pelayanan kendaraan bermotor di beberapa Kantor Bersama SAMSAT di DIY juga masih terlihat pemandangan yang kurang tertib yaitu terkait dengan pengurusan pajak oleh wajib pajak yang memakai jasa calo. Hal tersebut salah satunya dikarenakan karena antrian yang sangat panjang sehingga sangat besar peluang calo untuk berinteraksi dengan para wajib pajak. Seperti yang telah dijumpai oleh peneliti pada saat mengunjungi Kantor Bersama SAMSAT Sleman dan Kantor Bersama SAMSAT Kota Yogyakarta yang dihadapkan oleh para calo yang berkedok sebagai para tukang parkir dan kemudian menawarkan jasanya.

Berdasarkan penelitian oleh Yusnia Risvitasari Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2012 menyatakan bahwa calo di SAMSAT Sleman susah diatur walaupun sudah diberikan pembinaan namun masih saja meresahkan masyarakat. Ketika ada keluhan dari masyarakat mengenai proses pelayanan terkait dengan biaya pelayanan yang tidak wajar maka SAMSAT yang akan terkena imbasnya yaitu menimbulkan persepsi negatif masyarakat tentang kepengurusan pajak, karena masyarakat lebih sering memilih diam dan membayar lebih kepada


(7)

calo daripada melaporkan ketidakwajarannya mengenai pelayanan kepada SAMSAT. Maka dari itu pihak SAMSAT mengalami kesulitan untuk menindaklanjuti penyimpangan tersebut.

Berdasarkan informasi dari pengunjung SAMSAT Kota Yogyakarta yaitu Bapak Why bahwa calo-calo yang ada di lingkungan SAMSAT tersebut telah membentuk suatu paguyuban. Pihak SAMSAT sendiri juga telah berupaya untuk mengatasi permasalahan itu. Sudah ada beberapa calo yang sudah tertangkap dan dilarang melakukan transaksi ilegal tersebut, namun karena telah membentuk paguyuban, maka masih banyak calo-calo lain yang beroperasi disana. Hadirnya praktik percaloan dalam kepengurusan pajak kendaraan bermotor merupakan suatu bentuk dari lemahnya kontrol pengawasan negara.

Permasalahan lain yaitu terkait dengan sarana prasarana di SAMSAT. Mengenai keluhan masyarakat tentang sarana dan prasarana di Kantor Bersama SAMSAT Sleman juga belum diberikan dengan maksimal dalam mendukung proses pelayanan. Misalnya AC di dalam ruangan kantor SAMSAT tersebut seperti tidak berfungsi apalagi mobilitas orang yang berjubel di dalam ruangan sehingga hawa panas menjadi sangat terasa. Tersedia juga ruang merokok di sisi selatan ruang utama SAMSAT yang berbentuk seperti Pendopo tertutup tembok besi dan tidak tertutup rapat karena Kabupaten Sleman telah menerbitkan Perbup No. 42 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa


(8)

Rokok. Dalam Perbup tersebut mengatur penyediaan Tempat Khusus Merokok dan inilah realisasi dari Perbup tersebut. Akan tetapi sepertinya ruang tersebut tidak berfungsi secara maksimal karena masih terlihat banyak orang yang merokok bebas sekitar area SAMSAT Sleman dan yang paling parah adalah ruang tersebut butuh perbaikan mengingat pintunya yang hampir lepas atau rusak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arifin Mochtar dan Hasrul Halili pada tahun 2009 di Kantor-kantor SAMSAT yang berada di wilayah DIY, menemukan bahwa masih ada keluhan masyarakat dalam pemberian pelayanan disalah satu SAMSAT di DIY. Salah seorang wajib pajak di SAMSAT tersebut mengeluh ketika wajib pajak tersebut telah memasukkan berkas terlebih dahulu ke loket pelayanan dan ternyata berkas wajib pajak yang antri di belakang dan memasukkan berkasnya setelahnya malah diselesaikan terlebih dahulu. Hal itu disebabkan tidak adanya nomor urut antrian pelayanan di SAMSAT. Selanjutnya Zainal Afirfin Mochtar dan Halili juga menemukan kasus terkait penyelenggaraan pelayanan di SAMSAT yang belum berjalan secara maksimal karena penerapan SOP (Standart Operating Procedure) seperti ketepatan waktu, proses pelayanan, kesesuaian biaya, daya tanggap petugas dan keadilan yang diterapkan kurang optimal.

Melihat prosedur pelayanan yang dipasang di dinding-dinding SAMSAT yang kelihatan rumit juga membuat masyarakat merasa


(9)

enggan untuk mengurus pembayaran pajaknya sendiri. Wibawa (2005:194) menyebutkan bahwa ada juga masyarakat yang ingin serba cepat dan instan lalu menggunakan jasa calo karena tidak ingin berurusan dengan prosedur yang dianggapnya rumit. Hal itu juga diperkuat dengan pernyataan salah satu petugas Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Gunung Kidul yaitu Bapak Widiana Angin:

“Wah disemuanya itu (calo) ada mbak, kalo di Kota bisa sampai 25an calo. Kalo di Gunung Kidul ya ada 5-6 orang calo. Tergantung banyaknya wajib pajak juga kan, wajib pajaknya aja kalo di Kota atau Sleman itu sangat banyak, 1000-1200an per hari kalo di Gunung Kidul wajib pajaknya cuma 400-450an wajib pajak per hari…” (wawancara tanggal 12 Maret 2014).

Agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan memecahkan permasalahan yang sering terjadi di organisasi publik, maka dibutuhkan suatu inovasi pelayanan supaya pelayanan menjadi lebih baik. Suatu pelayanan publik dikatakan berkualitas apabila pelayanan tersebut mampu memberikan kepuasan kepada masyarakat yang menerima layanan. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pelayanan kendaraan bermotor yang ada di Kantor Bersama SAMSAT DIY menunjukkan masih rendahnya kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor sehingga harapan masyarakat dalam pemenuhan hak sebagai wajib pajak belum terpenuhi secara optimal. Hal tersebut mendorong pemerintah DIY untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan konsep pelayanan prima sehingga citra pelayanan juga semakin meningkat. Pelayanan yang humanis, cepat, tepat, akurat, transparan, profesional dan akuntabel serta seragam dan standard di seluruh


(10)

Indonesia seiring dengan digulirkannya reformasi birokrasi pelayanan publik.

SAMSAT diseluruh DIY secara operasional dibiayai melalui APBD sehingga program peningkatan pelayanan yang dilaksanakan bersama tertuang pada Peraturan Bersama Gubernur DIY, Kapolda DIY serta Direktur Operasi PT. Jasa Raharja Nomor : 35 Tahun 2008, Nomor: B/4820/XI/2008 serta Nomor : SKEB/12/2008 mengenai program peningkatan pelayanan prima SAMSAT. Program peningkatan pelayanan SAMSAT yang telah dilaksanakan pemerintah antara lain SAMSAT online system, SAMSAT Drive Thru, SMS info (PKB, BBNKB, dan SWDKLLJ), Operasi bersama pemeriksaan administrasi kendaraan bermotor, Sistem informasi manajemen kendaraan bermotor berbasis teknologi telematika, Layanan partisipatif, SAMSAT Pembantu, SAMSAT BPD, SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza dan SAMSAT Keliling yang digunakan untuk mengurangi kepadatan wajib pajak di Kantor Bersama SAMSAT. Jangkauan pelayanan pajak kendaraan di wilayah Sleman Timur yaitu dibantu dengan adanya SAMSAT Pembantu dan SAMSAT Corner. SAMSAT Corner merupakan inovasi layanan pajak yang menarik karena layanan pajak kendaraan bermotor ini berada di mall yang melayani wajib pajak pada pagi hari sampai malam hari. “Layanan di mall ini bagian dari komitmen pemerintah ingin memberikan layanan yang terbaik bagi masyarakat. (Humas JR


(11)

Yogya/Triadi Csb)”. (http://www.jasaraharja.co.id/gerai-SAMSAT-corner-ambarukmo-plaza-diresmikan,84706.html, diakses tanggal 4 Desember 2013).

SAMSAT Corner diatur Provinsi dengan penjadwalan yang dimulai dari Kota, Bantul, Kulonprogo, Gunung Kidul dan Sleman sedangkan untuk jam pelayanan dimulai dari jam 10.00 sampai dengan 20.30 WIB. Hal tersebut juga akan membantu mengatasi masalah yang ada di SAMSAT induk karena jam pelayanan di Kantor Bersama SAMSAT yaitu hari Senin – Sabtu pukul 08.00 – 12.00 WIB. Permasalahannya adalah waktu pelayanan kerja SAMSAT yang bersamaan dengan jam kerja masyarakat. Kerapkali masyarakat harus meninggalkan aktivitasnya atau meminta izin tidak masuk kerja agar dapat melakukan pembayaran pajak tersebut. Parahnya masyarakat tersebut malah tidak sedikit yang akan lebih memilih jasa calo untuk mengurus pajaknya. Kedua pihak saling percaya, klien menitipkan berkas-berkasnya kepada calo kemudian diambil pada waktu sesuai perjanjian dan memberikan upah setelah transaksi selesai.

Adanya SAMSAT Corner diharapkan akan mampu membantu memangkas antrean panjang wajib pajak di Kantor SAMSAT pada masing-masing kabupaten dan kota di DIY terutama di Kabupaten Sleman yang sangat padat kendaraan dalam memberikan pelayanan pajak kendaraan bermotor kepada masyarakat. Selain itu tujuan diadakannya SAMSAT Corner juga karena pemerintah meinginginkan


(12)

pelayanan yang lebih dekat dengan masyarakat. Sehingga persepsi masyarakat yang dulunya beranggapan mengurus pajak itu merepotkan maka lama kelamaan akan menjadi hal yang lebih menyenangkan seiring dengan inovasi-inovasi yang diberikan oleh pemerintah dalam kepengurusan pajak tersebut. Mall sebagai tempat keramaian yang menyenangkan merupakan tempat strategis untuk membuka layanan tersebut sehingga akan menarik masyarakat dalam mengurus pajaknya di SAMSAT Corner ini.

Selain itu alasan dari memilih lokasi mall sebagai lokasi pelayanan SAMSAT Corner ialah karena waktu operasionalnya sampai pada malam hari sehingga masyarakat yang sibuk pada siang hari dan tidak sempat untuk mengurus pajak kendaraan bermotornya dapat datang ke mall kemudian melakukan pembayaran melalui SAMSAT Corner. Prosedur dan standart waktu pelayanan yang cepat menjadi komitmen SAMSAT Corner dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu layanan SAMSAT ini juga akan terhindar dari calo karena masyarakat bisa mengurus pajaknya secara mandiri dengan kemudahan layanan SAMSAT tersebut.

Samsat Corner ini juga merupakan salah satu terobosan dalam program quick respons Polri dalam rangka merespons secara cepat masyarakat. Tidak hanya itu, dengan sistem tersebut akan mengurangi pungli (pungutan liar) yang sering dilakukan oknum Polri. Peningkatan pelayanan ini secara otomatis akan berimbas pada peningkatan pajak


(13)

asli daerah (PAD), karena setiap pemilik kendaraan yang akan melakukan pembayaran lewat Samsat Corner harus atas namanya sendiri.

SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza Kabupaten Sleman DIY beroperasi mulai tahun 2011 sehingga dalam jangka waktu tersebut dapat dilihat apakah layanan tersebut sudah dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat atau belum. Kualitas suatu pelayanan publik dapat dilihat dari berbagai faktor yang melatarbelakangi seperti bagaimana peraturannya, aparaturnya, pelaksana atau fasilitasnya serta bagaimana masyarakat menyikapi dan memanfaatkan pelayanan SAMSAT Corner.

Dalam pelaksanaannya pelayanan SAMSAT Corner ini masih menjumpai beberapa kendala, seperti sarana prasarana yang belum memberikan kepuasan. Keadaan ruang pelayanan yang sempit dan keterbatasan jumlah kursi tunggu untuk wajib pajak yang masih sering dikeluhkan oleh para wajib. Dari masalah tersebut pemerintah harus mampu mensiasati keterbatasan tersebut agar tetap dapat memberikan pelayanan yang prima. Maka berdasarkan masalah-masalah tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor pada layanan SAMSAT Corner tersebut. Input ini sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor. Oleh karena itu konsep efektivitas kurang tepat dipakai sebagai alat ukur dalam pelayanan publik dan dengan


(14)

demikian yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah segi masukan atau rekomendasi.

B. Identifikasi Masalah

1. Pertambahan jumlah pemilik kendaraan yang tinggi seperti di kabupaten Sleman yang rata-rata sebesar 1500 unit setiap tahunnya menyebabkan aparatur pelayan publik kesulitan dalam melayani masyarakat yang berjubel.

2. Biaya pelayanan di Kantor SAMSAT masih mengalami ketidakpastian karena masyarakat yang tidak mengurus proses pelayanan sendiri.

3. Masyarakat yang sangat sibuk bekerja dan tidak mempunyai waktu untuk datang langsung dan mengurus pembayarannya pajak sendiri ke SAMSAT lebih memilih jasa calo untuk mengurus pajaknya. 4. Masyarakat lebih sering memilih diam dan membayar lebih

daripada melaporkan ketidakwajarannya mengenai pelayanan kepada SAMSAT sehingga SAMSAT mengalami kesulitan untuk menindaklanjuti penyimpangan tersebut.

5. Calo yang telah membentuk paguyuban menyebabkan calo semakin sulit diberantas.

6. Lemahnya kontrol pengawasan pemerintah menyebabkan masih adanya calo yang berkeliaran di Kantor Bersama SAMSAT Yogyakarta.


(15)

7. Tidak adanya nomor urut antrian di Kantor Bersama SAMSAT menyebabkan ketidakadilan dalam pelayanan.

8. Penerapan SOP di Kantor Bersama SAMSAT belum optimal seperti ketepatan, keramahan dan daya tanggap petugas.

9. Sarana prasarana di Kantor Bersama SAMSAT yang belum dimanfaatkan secara maksimal.

10. Sarana prasarana SAMSAT Corner yang belum memberikan kepuasan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan banyaknya identifikasi masalah di atas, maka tidak semua permasalahan akan diteliti. Agar pembahasan tidak meluas dan penelitian lebih fokus dan mendalam, penelitian ini hanya membatasi masalah pada kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor melalui layanan SAMSAT Corner di Ambarukmo Plaza Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dikaji oleh penulis dalam penelitian ini adalah meliputi:

1. Bagaimana kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor melalui layanan SAMSAT Corner di Ambarukmo Plaza Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelayanan pajak kendaraan bermotor melalui layanan SAMSAT Corner di


(16)

Ambarukmo Plaza Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor melalui layanan SAMSAT Corner di Ambarukmo Plaza Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelayanan pajak kendaraan bermotor melalui layanan SAMSAT Corner di Ambarukmo Plaza Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Peneliti sangat berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu administrasi negara terutama mengenai studi pelayanan publik serta dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian lanjutan terkait topik dalam penelitian ini.


(17)

2. Manfaat secara Praktis

a. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk memenuhi syarat tugas akhir skripsi serta sebagai aktualisasi diri untuk mengaplikasikan teori yang telah dipelajari tentang pelayanan publik untuk dicocokkan dengan keadaan yang ada pada kenyataannya di lapangan khususnya mengenai kualitas pelayanan di SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Bagi Pemerintah DIY, penelitian diharapkan dapat memberikan informasi, masukan, serta rekomendasi untuk evaluasi bagi pihak pengelola SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor di bidang pengurusan surat kendaraan bermotor.

c. Bagi masyarakat khususnya pengguna jasa SAMSAT, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada masyarakat tentang kualitas pelayanan yang semestinya mereka dapatkan.


(18)

17

A. Deskripsi Teoritik

1. Tinjauan Umum Pelayanan Publik a) Pengertian Pelayanan Publik

Menurut Rasyid pelayanan publik merupakan pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. (Hardiansyah 2011: 14)

Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pengertian pelayanan publik ialah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan


(19)

peraturan perundang-undangan. Kemudian menurut MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan bahwa Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. (Ratminto & Winarsih 2010: 18)

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pasal 1 ayat (1), pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan pendudukan atas barang, jasa atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Menurut Moenir dalam bukunya Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia (2006: 26), mengemukakan pengertian dari pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Dan menurut Sadu Wasistiono dalam Hardiansyah (2011: 11) pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh


(20)

pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas, maka pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan keperluan orang atau masyarakat yang memiliki kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Kemudian, penyelenggara pelayanan publik merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Paradigma kebijakan publik di era otonomi daerah yang berorientasi pada kepuasan pelanggan memberikan arah untuk dilakukannya perubahan pola pikir aparatur pemerintah daerah, di dalam menyikapi perubahan dan/atau pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berorientasi pada pelayanan. Kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang semula didasarkan pada paradigma rule government yaitu yang mengedepankan prosedur, bergeser menjadi paradigm good governance yang mengedepankan


(21)

kebersamaan, transparansi, akuntabilitas, keadilan, kesetaraan dan kepastian hukum.

Menurut Saefullah dalam Hardiansyah (2011: 14), untuk memberikan pelayanan publik yang baik perlu adanya upaya untuk memahami sikap dan perubahan kepentingan publik sendiri. Pada prinsipnya pelayanan publik harus selalu ditingkatkan kualitasnya sesuai dengan keinginan masyarakat sebagai pengguna jasa. Akan tetapi pada kenyatannya perbaikan kualitas pelayanan tidak mudah dilakukan melihat banyaknya jenis pelayanan publik di negara ini. Macam-macam persoalan dan penyebabnya yang sangat bervariasi sehingga perlu dicari suatu metode yang mampu menjawab persoalan itu.

Di sektor pelayanan publik terus digalakkan upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Seperti langkah yang ditempuh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu dengan melakukan survey integritas sektor publik. Pada survey tersebut menunjukkan adanya penurunan indeks integritas pada sektor pelayanan publik. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya kualitas pelayanan publik di beberapa unit pelayanan. http://berita.liputan6.com/hukrim/201011/304338/KPK.K ualitas.Pelayanan.Publik.


(22)

Berkaitan dengan hal itu maka perlu adanya upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Peningkatan kualitas pelayanan publik tersebut tidak hanya sebatas wacana, diskusi atau seminar, namun diprogamkan setelah melalui kajian ilmiah. Kajian ilmiah tersebut akan dapat diperoleh berbagai persoalan pelayanan publik, dimensi-dimensi, indikator-indikator dan studi kasus tentang pelayanan publik dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik.

b) Reformasi Pelayanan Publik

Salah satu faktor dan aktor utama yang turut berperan dalam perwujudan pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance) adalah birokrasi. Dalam posisi dan perannya yang demikian penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efesiensi dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Salah satunya dengan cara reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi menurut Michael Dugget (LAN:2005) adalah proses yang dilakukan secara kontinyu untuk mendesain ulang birokrasi, yang berada di


(23)

lingkungan pemerintahan dan partai politik sehingga dapat berdayaguna dan berhasil guna baik ditinjau dari segi hukum maupun politik. Dengan kata lain reformasi birokrasi merupakan upaya untuk mengubah atau memperbaiki kondisi/keadaan suatu tatanan pemerintahan sehingga pelaksanaan urusan pemerintahan menjadi lebih baik.

Reformasi pelayanan publik adalah perbaikan integral pelayanan publik yang antara lain meliputi perbaikan kebijakan, sumber daya manusia (SDM), struktur, dan prosesnya. Reformasi pelayanan publik di Indonesia secara masif sejatinya telah dilaksanakan sejak tahun 1998, yaitu sejalan dengan tuntutan reformasi penyelenggaraan pemerintahan negara secara menyeluruh di segala bidang kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini, reformasi terhadap kebijakan pelayanan publik secara mendasar sudah dimulai, yaitu sejak Kantor Menpan memperbaharui pedoman penyelenggaraan pelayanan publik yang semula diatur dalam Keputusan Menpan No. 81/1993 selanjutnya diatur dalam Keputusan Menpan No. 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang antara lain


(24)

mengatur: (1) hakekat pelayanan publik; (2) asas dan prinsip pelayanan publik; (3) kelompok pelayanan publik; dan (4) penyelenggaraan pelayanan publik.

Menurut Alisjahbana (2008) pada dasarnya reformasi kelembagaan pelayanan publik sangat terkait dengan permasalahan kelembagaan birokrasi. Masalahnya sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang pelembagaan fungsi pemerintah serta kriterianya. Akibatnya terjadi kekaburan tugas dan tanggung jawab instansi pemerintah. Inefisiensi, kelambatan, ketidakmerataan pelayanan dan fasilitas sosial, overhead cost yang tinggi, serta ketidakpastian biaya yang harus dikeluarkan masyarakat menjadi fenomena umum. Dalam kondisi demikian, perampingan kelembagaan pemerintah menjadi keniscayaan, meskipun reformasi kelembagaan itu bukan pekerjaan mudah. Sebagai langkah awal, pemerintah perlu melakukan evaluasi kelembagaan berdasarkan tugas-tugas yang diemban oleh instansi-instansi terkait.

Evaluasi ini diarahkan untuk melihat permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan tugas kelembagaan tersebut. Beberapa permasalahan itu di antaranya: Pertama, adanya beberapa penugasan yang tumpang tindih, baik antar organisasi, maupun antara satuan tugas


(25)

organisasi; Kedua, terdapat ketimpangan antara volume kerja dengan besaran struktur organisasi; Ketiga, terdapat beberapa satuan organisasi yang kurang didukung oleh sumber daya (aparat, anggaran dan sarana) yang sesuai kebutuhan; dan Keempat, koordinasi pelaksanaan tugas kurang optimal karena belum adanya mekanisme kerja yang baku.

Upaya nyata dalam reformasi birokrasi pelayanan publik disamping perbaikan kebijakan, penyempurnaan kelembagaan dan proses pelayanan publik, adalah juga reformasi terhadap SDM pelayanan publik itu sendiri. Beberapa hal yang perlu didorong agar terjadi perubahan dalam SDM pelayanan publik antara lain menyangkut: (1) adanya perubahan mind shet; (2) adanya perubahan sikap mental; dan (3) adanya perubahan etika pada SDM pelayanan publik.

Perubahan mindset harus dimulai dari penyadaran secara mendalam terhadap SDM pelayanan publik, bahwa pelayanan adalah merupakan tanggung jawab negara, maka artinya pelayanan publik yang baik merupakan hak masyarakat untuk medapatkannya. Sebaliknya merupakan kewajiban negara untuk memenuhi pelayanan publik yang baik, terlepas dari siapapun yang duduk dalam


(26)

pemerintahan, mengingat pelayanan publik yang baik merupakan perwujudan dari adanya kesejahteraan umum, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Upaya perbaikan dari aspek proses pelayanan publik telah dilakukan oleh pemerintah yaitu antara lain melalui penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM), penyusunan Standar Pelayanan (SP), penyusunan Standart Operating Procedure (SOP), penyusunan instrument Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), dan penetapan Janji Pelayanan (Maklumat Pelayanan).

Disamping itu upaya perbaikan kualitas pelayanan publik tersebut juga telah menjadi agenda program pemerintah, sebagaimana tertuang dalam RPJM 2004-2009, khususnya tertuang dalam Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Untuk meningkatkan pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, transparan, akuntabel, dan tidak diskriminatif telah dilakukan berbagai kegiatan, antara lain: (1) menyusun RUU Pelayanan Publik yang merupakan dasar hukum dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; (2) mendorong penerapan ISO-9001:2000 pada unit-unit pelayanan publik; (3) sosialisasi indeks kepuasan masyarakat (IKM) dan sosialisasi pedoman penyusunan standar pelayanan publik


(27)

di berbagai daerah; (4) penerapan pelayanan satu pintu di berbagai daerah dalam bidang perizinan; (5) peningkatan penggunaan e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagai bagian dari peningkatan pelayanan publik dan akuntabilias dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah; serta (7) telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai acuan bagi kementerian, lembaga pemerintah non departemen dalam menyusun pedoman pelayanan di bidangnya dan dalam penerapannya oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

c) Kualitas Pelayanan Publik

Tujuan pelayanan publik adalah untuk menyediakan pelayanan yang terbaik bagi publik atau masyarakat. Pelayanan yang terbaik adalah pelayanan yang dapat memenuhi apa yang telah dijanjikan atau apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh masyarakat pengguna layanan tersebut. Pelayanan yang baik akan membawa implikasi terhadap kepuasan publik (konsumen) atas pelayanan yang diterimanya.

Kualitas pelayanan telah menjadi salah satu isu penting dalam penyediaan layanan publik di Indonesia.


(28)

Kesan buruknya pelayanan publik selama ini selalu menjadi citra yang melekat pada institusi penyedia layanan di Indonesia. Selama ini pelayanan publik selalu identik dengan kelambanan, ketidakadilan, dan biaya tinggi. Belum lagi dalam hal etika pelayanan dimana perilaku aparat penyedia layanan yang tidak ekspresif dan mencerminkan jiwa pelayanan yang baik.

Kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Oleh karenanya pelayanan dikatakan berkualitas atau memuaskan apabila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.

Lembaga Administrasi Negara (LAN) (1998) dan Kepmenpan No. 81 Tahun 1995 membuat beberapa kriteria pelayanan publik yang baik dapat dilihat dari indikator-indikatornya, antara lain meliputi: prosedur, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efisinesi, ekonomis, keadilan yang merata, ketepatan waktu, dan kriteria kuantitatif. (Hardiansyah 2011: 48)

Ciri-ciri atau atribut kualitas pelayanan menurut Tciptono antara lain:

1. ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses


(29)

2. akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan

3. kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan

4. kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer

5. kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain 6. atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan dan lain-lain. (Hardiansyah 2011: 40)

Menurut De Vreye dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, ada tujuh dimensi dan indikator yang harus diperhatikan:

1. self-esteem (harga diri), dengan indikator: pengembangan prinsip pelayanan, menempatkan seseorang sesuai dengan keahliannya, menetapkan tugas pelayanan yang futuris, dan berpedoman pada kesuksesan.

2. exceed expectation (memenuhi harapan), dengan indikator: penyesuaian standar pelayanan, pemahaman terhadap keinginan pelanggan, dan pelayanan sesuai harapan petugas.

3. recovery (pembenahan), dengan indikator: menganggap keluhan merupakan peluang bukan masalah, mengatasi keluhan pelanggan, mengumpulkan informasi tentang keinginan pelanggan, uji coba standar pelayanan dan mendengar keluhan pelanggan.

4. vision (pandangan ke depan), dengan indikator: perencanaan ideal di masa depan, memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin, dan memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

5. impove (perbaikan), dengan indikator: perbaikan secara terus menerus, menyesuaikan dengan perubahan, mengikutsertakan bawahan dalam penyusunan rencana, investasi yang bersifat non material, penciptaan lingkungan yang kondusif dan penciptaan standar yang respinsif.


(30)

6. care (perhatian), dengan indikator: menyusun sistem pelayanan yang memuaskan pelanggan, menjaga kualitas, menerapkan standar pelayanan yang tepat, dan uji coba standar pelayanan.

7. empower (pemberdayaan), dengan indikator: memberdayakan karyawan/bawahan, belajar dari pengalaman, dan memberikan rangsangan, pengakuan dan harga diri. (Hardiansyah 2011: 50) Pendapat lain dikemukakan oleh Gespersz, menyebutkan adanya beberapa dimensi atau atribut yang harus diperhatikan dalam peningkatan kualitas pelayanan, yaitu:

1. ketepatan waktu pelayanan,

2. akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas,

3. kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan

4. tanggungjawab yang berkaitan dengan penerimaan pesanan, maupun penanganan keluhan,

5. kelengkapan, menyangkut ketersediaan sarana pendukung,

6. kemudahan dalam mendapatka pelayanan,

7. variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi,

8. pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas/penanganan permintaan khusus,

9. kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang, kemudahan, dan informasi,

10. atribut yaitu pendukung pelayanan lainnya seperti kebersihan lingkungan, AC, fasilitas ruang tunggu, fasilitas musik atau TV, dan sebagainya. (Hardiansyah 2011: 51)

Berdasarkan penelitian dalam bidang jasa pelayanan maka Parasuraman, Zeithmal dan Berry dalam Yamit (2001:12) mengidentifikasi lima kelompok dimensi yang


(31)

digunakan untuk mengevaluasi kepuasan pelanggan dalam bidang jasa yaitu :

1. Bukti langsung / dapat diraba / sarana fisik (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi

2. Keandalan pelayanan (reliability). Kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, akurat dan terpercaya

3. Ketanggapan pelayanan (responsiveness) yaitu kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa pelayanan dengan tanggap dan cepat.

4. Jaminan / keyakinan (assurance), mencakup pengetahuan dan kesopanan dari petugas serta kemampuan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.

5. Empati (emphaty), meliputi perbuatan atau sikap untuk memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan, komunikatif serta memahami kebutuhan pelanggan.

Untuk dimensi Tangibel (Berwujud), terdiri atas indikator: penampilan petugas/aparatur dalam melayani pelanggan, kenyamanan tempat melakukan pelayanan, kemudahan dalam proses pelayanan, kedisiplinan petugas/aparatur dalam melakukan pelayanan, kemudahan akses pelanggan dalam permohonan pelayanan, dan penggunaan alat bantu dalam pelayanan.

Untuk dimensi Reliability (Kehandalan), terdiri atas indikator: kecermatan petugas dalam melayani pelanggan, memiliki standar pelayanan yang jelas, kemampuan petugas/aparatur dalam menggunkanan alat bantu dalam


(32)

proses pelayanan, dan keahlian petugas dalam menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan.

Untuk dimensi Responsiviness (Respon /ketanggapan), terdiri atas indikator: merespon setiap pelanggan/pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan, petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cepat, petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan tepat, petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cermat, petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan waktu yang tepat, dan semua keluhan pelanggan direspon oleh petugas.

Untuk dimensi Assurance (Jaminan), terdiri atas indikator: petugas memberikan jaminan tepat waktu dalam pelayanan, petugas memberikan jaminan biaya dalam pelayanan, petugas memberikan jaminan legalitas dalam pelayanan, dan petugas memberikan jaminan kepastian biaya dalam pelayanan.

Untuk dimensi Empathy (Empati), terdiri atas indikator: mendahulukan kepentingan pemohon /pelanggan, petugas melayani dengan sikap ramah, petugas melayani dengan sikap sopan santun, petugas melayani dengan tidak diskriminatif (membeda-bedakan), dan petugas melayani dan menghargai setiap pelanggan.


(33)

Peneliti akan mengukur kualitas pelayanan publik di SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza sesuai dengan teori menurut Zeitmathl. Karena dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan seringkali menggunakan indikator dari Zeitmathl sehingga indikator tersebut masih dianggap relevan untuk penelitian selanjutnya. Selain itu indikator yang disajikan dalam Zeitmathl juga sederhana namun sangat sesuai dengan pengukuran kualitas pelayanan publik.

d) Sasaran Pelayanan Publik

Sasaran manajemen pelayanan publik sederhana, yaitu kepuasan masyarakat. Meskipun sasaran sederhana akan tetapi untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan kesungguhan dan syarat-syarat yang seringkali tidak mudah dilakukan. Menurut Moenir (2008: 196) mengemukakan bahwa sasaran utama pelayanan publik terdiri dari dua komponen besar, yaitu:

1. Layanan

Agar dapat memuaskan orang atau sekelompok orang yang dilayani, maka petugas harus dapat memenuhi empat syarat pokok, yakni tingkah laku yang sopan, cara menyampaikan sesuatu berkaitan dengan apa yang seharusnya diterima oleh orang yang bersangkutan, waktu penyampaian yang tepat dan keramhtamahan.

2. Produk

Yang dimaksud produk dalam hubungannya dengan sasaran pelayanan publik yaitu kepuasan yang dapat berbentuk:


(34)

1)barang, yaitu sesuatu yang dapat diperoleh melalui layanan pihak lain,

2)jasa, yaitu suatu hasil yang tidak harus dalam bentuk fisik tetapi dapat dinikmati oleh panca indera dan atau perasaan (gerak, suara, keindahan, rupa) disamping memang ada bentuk fisiknya yang dituju, 3)surat-surat berharga, yaitu kepuasan menyangkut

keabsahan atas surat-surat yang diterima oleh orang-orang yang bersangkutan.

Menurut Jenu Widjaja Tandjung (2004: 82) sasaran dari pelayanan publik yaitu:

1. Layanan

layanan pelanggan semakin penting karena persaingan harga semakin kompetitif,

2. Lokasi

pemilihan lokasi harus strategis, artinya mampu dijangkau oleh konsumen potensial,

3. Kepribadian penjual,

artinya penjual berusaha memahami kebutuhan konsumen dan bersikap ramah,

4. Komunikasi dilakukan secara dua arah

penjual berusaha memberikan informasi yang jujur kepada konsumen serta mau menerima saran-saran dari konsumen,

5. Kualitas

penjual harus menjual produk-produk yang berkualitas sesuai harapan konsumen agar konsumen merasa puas.

e) Barang Layanan

Barang layanan dapat dibagi menjadi empat kelompok (Savas dalam Sutopo dan Suryanto, 1987:10-12) :

1. Barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan individu yang bersifat pribadi. Barang privat (private goods) ini tidak ada konsep tentang penyediaannya, hukum permintaan dan penawaran sangat tergantung pada pasar, produsen akan memproduksi sesuai


(35)

kebutuhan masyarakat dan bersifat terbuka. Penyediaan barang layanan yang bersifat barang privat ini dapat mengikuti hukum pasar, namun jika pasar mengalami kegagalan dan demi kesejahteraan publik, maka pemerintah dapat melakukan intervensi.

2. Barang yang digunakan bersama-sama dengan membayar biaya penggunaan (toll goods). Penyediaan toll goods dapat mengikuti hukum pasar di mana produsen akan menyediakan permintaan terhadap barang tersebut. Barang seperti ini hampir sama seperti barang privat. Penyediaan barang ini di beberapa negara dilakukan oleh negara sehingga merupakan barang privat yang dikonsumsi secara bersama-sama.

3. Barang yang digunakan secara bersama-sama (collective goods). Penyediaannya tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pasar. Barang ini digunakan secara terus-menerus, bersama-sama dan sulit diukur tingkat pemakaiannya bagi tiap individu sehingga penyediaannya dilakukan secara kolektif yaitu dengan membayar pajak. 4. Barang yang digunakan dan dimiliki umum

(common pool goods). Penyediaan dan pengaturan barang ini dilakukan oleh pemerintah karena pengguna tidak bersedia membayar untuk penggunaannya.

Keempat jenis barang di atas dalam kenyataannya sulit dibedakan karena setiap barang tidak murni tergolong ke dalam karakteristik suatu jenis barang secara tegas.

Barang yang bersifat publik murni (pure public goods) biasanya memiliki tiga karakteristik (Olson dan Rachbini dalam Sutopo dan Suryanto, 2003:12):


(36)

1. Penggunaannya tidak dimediasi oleh transaksi bersaing (non-rivalry) sebagaimana barang ekonomi biasa;

2. Tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (non-excludability);

3. Individu yang menikmati barang tersebut tidak dapat dibagi yang artinya digunakan secara individu (indisible).

f) Proses Pelayanan

Pelayanan merupakan suatu proses. Proses tersebut menghasilkan suatu produk yang berupa pelayanan kemudian diberikan kepada pelanggan. Pelayanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok (Gonroos dalam Sutopo dan Suryanto, 2003:13):

1. Core service

Core service adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sebagai produk utamanya. Misalnya untuk hotel berupa penyediaan kamar. Perusahaan dapat memiliki beberapa core service, misalnya perusahaan penerbangan menawarkan penerbangan dalam negeri dan luar negeri.

2. Facilitating service

Facilitating service adalah fasilitas pelayanan tambahan kepada pelanggan. Misalnya pelayanan “check in” dalam penerbangan. Facilitating service merupakan pelayanan tambahan yang wajib.

3. Supporting service

Supporting service adalah pelayanan tambahan untuk meningkatkan nilai pelayanan atau membedakan dengan pelayanan pesaing. Misalnya restoran di suatu hotel.

Janji pelayanan (service offering) merupakan suatu proses yaitu interaksi antara pembeli (pelanggan) dan penjual (penyedia layanan). Pelayanan meliputi


(37)

berbagai bentuk. Pelayanan perlu ditawarkan agar dikenal dan menarik perhatian pelanggan. Pelayanan yang ditawarkan merupakan “janji” dari pemberi layanan kepada pelanggan yang wajib diketahui agar pelanggan puas.

g) Pelayanan Prima

Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah ”excellent service” yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan. Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Agenda perilaku pelayanan sektor publik (SESPANAS LAN dalam Nurhasyim, 2004:16) menyatakan bahwa pelayanan prima adalah:

1. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa.

2. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan. 3. Pelayanan prima bila melebihi standar atau

sama dengan standar. Sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal.

4. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat eksternal dan internal.


(38)

Pelayanan umum dapat diartikan memproses pelayanan kepada masyarakat / customer, baik berupa barang atau jasa melalui tahapan, prosedur, persyaratan-persyaratan, waktu dan pembiayaan yang dilakukan secara transparan untuk mencapai kepuasan sebagaimana visi yang telah ditetapkan dalam organisasi. Pelayanan Prima sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan/masyarakat memerlukan persyaratan bahwa setiap pemberi layanan yang memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.

Tujuan pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuaskan pelanggan atau masyarakat serta memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan. Pelayanan prima dalam sektor publik didasarkan pada aksioma bahwa “pelayanan adalah pemberdayaan”. Pelayanan pada sektor bisnis berorientasi profit, sedangkan pelayanan prima pada sektor publik bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat secara sangat baik atau terbaik.


(39)

Perbaikan pelayanan sektor publik merupakan kebutuhan yang mendesak sebagai kunci keberhasilan reformasi administrasi negara. Pelayanan prima bertujuan memberdayakan masyarakat, bukan memperdayakan atau membebani, sehingga akan meningkatkan kepercayaan (trust) terhadap pemerintah. Kepercayaan adalah modal bagi kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan.

Pelayanan prima akan bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai acuan pengembangan penyusunan standar pelayanan. Penyedia layanan, pelanggan atau stakeholder dalam kegiatan pelayanan akan memiliki acuan tentang bentuk, alasan, waktu, tempat dan proses pelayanan yang seharusnya.

h) Konsep Prosedur Pelayanan

Standar Operasional Prosedur merupakan pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang


(40)

bersangkutan. (Atmoko, www.unpad.co.id). Tujuan SOP adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance. Standar operasionl prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena SOP selain digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik yang berkaitan dengan ketepatan program dan waktu, juga digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik di mata masyarakat berupa responsivitas, responbilitas, dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

Paradigma governance membawa pergeseran dalam pola hubungan antara pemerintah dengan masyarakat sebagai konsekuensi dari penerapan prinsip-prinsip corporate governance. Penerapan prinsip corporate governance juga berimplikasi pada perubahan manajemen pemerintahan menjadi lebih terstandarisasi, artinya ada sejumlah kriteria standar yang harus dipatuhi instansi pemerintah dalam melaksanakan aktivitas-aktivitasnya. Standar kinerja ini sekaligus dapat untuk menilai kinerja instansi pemerintah secara internal maupun eksternal. Standar internal yang bersifat prosedural inilah yang disebut dengan Standart


(41)

Operating Procedure (SOP). Perumusan SOP menjadi relevan karena sebagai tolok ukur dalam menilai efektivitas dan efisiensi kinerja instansi pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya. Secara konseptual prosedur diartikan sebagai langkah-langkah sejumlah instruksi logis untuk menuju pada suatu proses yang dikehendaki. Proses yang dikehendaki tersebut berupa pengguna-pengguna sistem proses kerja dalam bentuk aktivitas, aliran data, dan aliran kerja. Standar operasional prosedur adalah langkah-langkah sejumlah instruksi logis yang harus dilakukan berupa aktivitas, aliran data dan aliran kerja.

2. Tinjauan Umum tentang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Dalam buku Drs. Azhari A. Samudra, M.Si yang berjudul Perpajakan di Indonesia (1989: 145-146) menjelaskan bahwa dasar pengenaan pajak terhadap kendaraan bermotor dapat ditentukan sebagai berikut:

1. Gross Weight/Net Weight (berat kotor atau berat bersih kendaraan bermotor)

2. Horse Power (kekuatan mesin) 3. Ownership (pemilikan)

4. Seat Capacity (kapasitas tempat duduk) 5. Type (jenis kendaraan)

Dasar pengenaan terhadap groos weight/net weight disebabkan karena semakin berat suatu kendaraan maka semakin besar pula kerusakan yang ditimbulkannya di jalan


(42)

raya. Sedangkan horse power disebabkan semakin besar cylinder capacity suatu kendaraan, maka semakin besar pajaknya. Ownership berhubungan dengan pemilikan kendaraan yaitu apakah milik pribadi atau badan dan yang sebanding dengan itu. Mengenai kriteria ownership, menurut pajak pembelian kendaraan dibedakan atas dua jenis, yaitu untuk kendaraan umum dan kendaraan motor pribadi. Untuk kendaraan umum, pajaknya lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Seat capacity berkaitan dengan sedikit atau banyaknya tempat duduk kendaraan tersebut, besarnya pajak ikut diperhitungkan. Type dapat pula disebut jenis, yang diperhatikan adalah tentang jenis kendaraan tersebut, apakah jenis sedn, truk, bis atau kendaraan roda dua dan tiga dan seterusnya.

a) Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

(1) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pajak yang dipungut atas kepemilikan dan atau penguasaan Kendaraan Bermotor (PKB).

(2) Bea Balik Nama kendaraan Bermotor (BBN-KB) adalah pajak yang dipungut atas setiap penyerahan KBM dalam hak milik

b) Dasar hukum PKB

(1) Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo. Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000;

(2) Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah 33;

(3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 tahun 2006 tentang Perhitungan Dasar Pengenanan Pajak


(43)

Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2006.

(4) Peraturan Pemerintah Provinsi DIY Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pajak Daerah dan Jo. Perda 2 tahun 2007.

(5) Surat Keputusan Bersama KAPOLRI, Dirjen Pemerintahan Umum dan Otda dan Dirut PT Jasa Raharja (Persero) Nomor SKEP/ 02/ 1999 yang mengatur tentang pedoman dan tata Laksana Sistem Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap (SAMSAT).

(6) Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2007 tentang Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (BBN-KB) tahun 2007 di Provinsi DIY.

c) Objek PKB

(1) Kepemilikan dan/ atau penguasaan kendaraan bermotor yang terdaftar di daerah

(2) Kepemilikan dan/ atau penguasaan kendaraan bermotor yang berada di daerah lebih dari 90 hari berturut-turut


(44)

d) Pengecualian sebagai objek PKB

(1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota dan Pemerintah desa. (2) Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing

danlembaga internasional dengan asas timbal balik e) Subjek PKB

Subjek PKB adalah orang pribadi / badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor. Sehingga subjek PKB ini mempunyai kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan kendaraan yang dimilikinya. Jika tidak maka akan dikenakan denda sesuai dengan peraturan yang berlaku.

f) Asas PKB

PKB dipungut berdasarkan asas domisili atau tempat tinggal. Pemungutan PKB menjadi wewenang dan dilakukan oleh propinsi dimana subjek / yang menguasai kendaraan bermotor berdomisili.

g) Tarif PKB

(1) 1,5% untuk KBM bukan umum. (2) 1% untuk KBM umum

(3) 0,5% untuk KBM alat-alat berat dan alat-alat besar. Penetapan Besarnya PKB


(45)

= Tarif x Dasar Pengenaan PKB x 100%

(2) Kendaraan Bermotor untuk umum / Plat Kuning diberikan keringanan sebesar 40%

= Tarif x Dasar Pengenaan PKB x 60% 3. Tinjauan Umum tentang SWDKLLJ

Sumbangan Wajib Dana Pertanggungan Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, yang selanjutnya disebut SWDKLLJ, adalah sumbangan wajib sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang juncto Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

SWDKLLJ merupakan premi asuransi yang dibayarkan oleh para pengusaha/pemilik alat angkutan lalu lintas jalan kepada perusahaan yang menyelenggarakan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

4. Tinjauan Umum tentang SAMSAT

a) Pengertian SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal di bawah Satu Atap)

Adalah suatu sistem kerjasama secara terpadu antara Polri, Dinas Pendapatan Provinsi, dan PT jasa Raharja


(46)

(Persero) dalam pelayanan untuk menerbitkan STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang dikaitkan dengan pemasukan uang ke kas Negara baik melalui Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), dan dilaksanakan pada satu kantor yang dinamakan Kantor Bersama SAMSAT.

b) Pengertian SAMSAT Corner

SAMSAT Corner adalah layanan pengesahan STNK, pembayaran PKB dan SWDKLLJ pada SAMSAT yang terletak di pusat perbelanjaan (mall, supermarket, hypermarket) dengan menggunakan sistem jaringan interkoneksi dan memungkinkan Wajib Pajak melakukan transaksi tanpa terikat domisili atau wilayah. Layanan SAMSAT Corner menggunakan database kantor bersama SAMSAT dan melakukan rekonsialisasi terhadap semua data selambat-lambatnya 1 (satu) hari berikutnya. Wilayah-wilayah pada SAMSAT Corner Yogyakarta ini ialah Bantul, Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul, serta Kota Yogyakarta.Tujuan SAMSAT Corner ialah untuk mendekatkan jarak pelayanan pajak kendaraan bermotor kepada masyarakat.Selain itu juga agar mengintesifkan pengelolaan pajak kendaraan bermotor.


(47)

B. Penelitian Relevan

a. Penelitian yang dilakukan Ahmad Affandi (2008) dengan judul Efektivitas Pelayanan Publik oleh Kantor Bersama SAMSAT Mojokerto melalui SAMSAT Link, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Brawijaya. Relevansi dengan penelitian yang akan diteliti ialah tentang bagaimana suatu layanan pemerintah dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui inovasi pelayanan. Di skripsi tersebut dijelaskan bahwa dalam penerapan layanan SAMSAT link sangat bergantung dari pemakaian teknologi yang ada serta bagaimana pelaksanaan layanan ini di lapangan.

b. Penelitian yang dilakukan Yusnia Risvitasari (2012) dengan judul Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Kendaraan Bermotor di Kantor Bersama SAMSAT Sleman, mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Negeri Yogyakarta. Relevansi dalam penelitian ini ialah membahas tentang adanya permasalahan yang ada di Kantor Bersama SAMSAT Sleman yaitu adanya percaloan sehingga pemerintah melakukan rancangan strategi-strategi berupa inovasi layanan pajak kendaraan bermotor dengan adanya SAMSAT Corner, SAMSAT Pembantu dan SAMSAT Keliling.


(48)

C. Kerangka Pikir

Pajak kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang cukup besar. Sebagai sumber pendapatan yang besar dan akan mempengaruhi pembangunan daerah, maka pemerintah selalu berupaya agar wajib pajak dapat membayar pajaknya tepat waktu. Namun pada Kantor Bersama SAMSAT di DIY masih terdapat kendala dalam upaya mewujudkan reformasi birokrasi dengan ditandainya masih banyaknya calo-calo yang berkeliaran. Hal tersebut dipengaruhi karena faktor jumlah Sumber Daya Manusia yang ada di Kantor SAMSAT yang tidak seimbang dengan jumlah masyarakat yang banyak sehingga menimbulkan antrian yang panjang dan memberikan peluang besar kepada para calo untuk beriteraksi kepada wajib pajak. Selain itu waktu pelayanan kantor SAMSAT yang hanya sampai dengan pukul 12.00 membuat masyarakat yang tergolong sibuk tidak sempat mengurus pajaknya sendiri.

Dari masalah tersebut maka berdasarkan Peraturan Bersama Gubernur DIY, Kapolda DIY serta Direktur Operasi PT. Jasa Raharja Nomor : 35 Tahun 2008, Nomor: B/4820/XI/2008 serta Nomor : SKEB/12/2008 mengenai program peningkatan pelayanan prima SAMSAT dilakukan inovasi layanan pajak kendaraan bermotor yang salah satunya ialah SAMSAT Corner. SAMSAT ini terletak di mall Ambarukmo Plaza Kabupaten Sleman Yogyakarta.


(49)

Dengan layanan baru tersebut diharapkan akan membantu Kantor SAMSAT DIY dalam proses pelayanannya kepada masyarakat. Letak SAMSAT Corner yang berada di sebelah timur maka akan memudahkan masyarakat Sleman Timur untuk mengurus pajaknya. Sehingga upaya dalam pelaksanaan peningkatan kualitas pelayanan publik sesuai visi SAMSAT dapat tercapai secara optimal.

Peneliti akan mencocokkan dengan proses pelaksanaan pelayanannya di lapangan, yaitu dengan melihat bagaimana kinerja pelaksana program dan melihat bagaimana respon dari masyarakat terkait dengan pelayanan yang diberikan. Untuk mengukur kualitas pelayanan yang ada di SAMSAT Corner peneliti menggunakan dimensi kualitas pelayanan menurut Zethaml dkk (1990), yaitu Tangibel (Berwujud), Realiability (Kehandalan), Responsiveness (Ketanggapan), Assurance (Jaminan), Empathy (Empati). Karena dimensi kualitas pelayanan tersebut masih sering digunakan oleh peneliti-peneliti lain dalam menilai kualitas pelayanan publik sehingga menurut peneliti dimensi ini sangat relevan untuk diterapkan.

Adanya indikator tersebut yang mampu diterapkan dalam organisasi maka akan menciptakan kualitas pelayanan publik yang sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Uraian di atas dapat dilihat pada skema kerangka pikir di bawah ini:


(50)

Gambar 1. Kerangka Pikir Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini akan dapat menjawab pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Penelitian ini juga digunakan sebagai referensi terhadap pelaksanaan layanan SAMSAT Corner di daerah lainnya.

4. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana proses pelayanan pajak kendaraan bermotor pada layanan SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza?

b. Bagaimana kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor melalui layanan SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza?

Faktor Penghambat Pelayanan Peraturan Bersama Gubernur DIY, Kapolda DIY serta

Direktur Operasi PT. Jasa Raharja Nomor : 35 Tahun 2008, Nomor: B/4820/XI/2008 serta Nomor : SKEB/12/2008 mengenai program peningkatan pelayanan prima SAMSATsalah satunya melalui

SAMSAT Corner

Faktor Pendukung Pelayanan

Dimensi Kualitas Pelayanan Publik

- Tangible

- Reability

- Responsiveness

- Assurance

- Empathy

Pelaksanaan Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor oleh Kantor

SAMSAT Corner

Tercapainya pelayanan pajak kendaraan bermotor yang berkualitas


(51)

c. Apa faktor-faktor pendukung kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor melalui layanan SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza?

d. Apa faktor-faktor penghambat kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor melalui layanan SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza?

e. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan pelayanan pajak kendaraan bermotor melalui layanan SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza?


(52)

51 A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono (2011:8) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi alamiah yang hasilnya lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Penggunaan desain penelitian deskriptif kualitatif karena dalam penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan suatu fakta atau peristiwa sebagaimana adanya dan memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan atau permasalahan yang mungkin dihadapi yaitu tentang kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor melalui SAMSAT Corner di Ambarukmo Plaza Kabupaten Sleman DIY.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu dari tanggal 16 Februari 2014 hingga 5 April 2014. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kas Aset (DPPKA) Daerah Istimewa Yogyakarta karena merupakan lembaga pemerintahan yang mengelola dan mengurusi pajak daerah sekaligus koordinator dari layanan SAMSAT Corner, selain itu penelitian ini juga dilakukan di Kantor SAMSAT Corner


(53)

Ambarukmo Plaza karena instansi tersebut yang secara langsung melayani masyarakat dalam pembayaran pajak kendaraan bermotor.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sanapiah Faisal (1990: 67), yang dimaksud teknik purposive adalah teknik penelitian yang menetapkan subjek penelitian dengan sengaja oleh peneliti didasarkan pada kriteria atau pertimbangan tertentu, misalnya menetapkan orang-orang yang dijadikan subjek penelitian berdasarkan kedudukan dalam masyarakat atau menetapkan unit-unit utamanya.

Peneliti memilih informan dari pihak-pihak yang terkait dalam penyelenggaraan layanan SAMSAT Corner, sehingga dianggap mengetahui masalah secara mendalam dan dapat dipercaya. Adapun pihak-pihak tersebut antara lain :

1. Bapak EDS selaku Staf seksi pajak DIY DPPKA

2. Bapak Ryd selaku Petugas SAMSAT Corner dari KPPD Sleman

3. Bapak Yd selaku Petugas SAMSAT Corner dari KPPD Kota Yogyakarta 4. Bapak WA selaku Petugas SAMSAT Corner dari KPPD Gunungkidul 5. Ibu Pj selaku Petugas SAMSAT Corner dari KPPD Gunungkidul 6. Bapak GK Petugas SAMSAT Corner dari KPPD Bantul


(54)

8. Bapak Ykh selaku Petugas SAMSAT Corner dari Polri 9. Mas JS selaku Petugas SAMSAT Corner dari Bank BPD DIY

10.Beberapa masyarakat Yogyakarta yang melakukan pembayaran pajak di SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza.

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Lexy J. Moleong (2010:168) menjelaskan bahwa peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpul data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya sebagai pelopor hasil penelitian.

Peneliti terjun langsung ke lapangan untuk melihat dan mengamati kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor di SAMSAT Corner. Sedangkan instrument pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu seperti pedoman wawancara, alat untuk merekam saat wawancara, kamera dan dokumen-dokumen yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian dan berfungsi sebagai instrument pendukung.

E. Sumber dan Jenis Data

Menurut Moleong (2010:157), sumber data pokok dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, sedangkan selebihnya berupa


(55)

dokumen, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis data yaitu:

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Dalam penelitian ini, data diambil secara langsung di DPPKA DIY, SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza, serta masyarakat yang membayar pajak di SAMSAT Corner tersebut. Hasil data yang diambil dengan cara wawancara kepada informan (pihak-pihak yang menguasai permasalahan yang diteliti) dan observasi di SAMSAT Corner mengenai kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor di tempat tersebut.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data yang diperoleh berbagai macam sumber yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan, berupa dasar hukum pelaksanaan layanan SAMSAT Corner, laporan rekapitulasi pendapatan pajak kendaraan bermotor, dokumen kegiatan pelayanan di SAMSAT Corner, jadwal piket petugas, dan lain sebagainya.


(56)

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.

1. Wawancara

Menurut Lexy J Moleong (2005:186) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini, bentuk wawancara yang akan digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur merupakan proses wawancara yang menggunakan panduan wawancara yang berasal dari pengembangan topik. Sistem yang digunakan dalam mengajukan pertanyaan dan penggunaan terminologi lebih fleksibel daripada wawancara terstruktur.

Informasi yang diperoleh dengan menggunakan wawancara antara lain: proses dan kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor, faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelayanan pajak kendaraan bermotor di SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza. Pada saat wawancara, peneliti sering menemukan fakta-fakta baru, maka pertanyaan yang diajukan dikembangkan.


(57)

2. Observasi

Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dalam penelitian ini, dari segi proses pelaksanaan data akan digunakan observasi nonpartisipan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi langsung untuk mengamati kegiatan yang dilakukan oleh petugas-petugas SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza saat melakukan pelayanan kepada masyarakat. Tujuan menggunakan teknik ini ialah untuk mencatat hal-hal, perilaku petugas, perkembangan, dan sebagainya tentang kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor di SAMSAT Corner tersebut.

3. Dokumentasi

Menurut Lexy J. Moleong (2005:163), dokumentasi merupakan cara pengumpulan data dengan mempelajari arsip atau dokumen-dokumen yaitu setiap bahan tertulis bak internal maupun eksternal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dari dokumen tersebut dilakukan kajian isi sehingga diperoleh pemahaman melalui usaha karakteristik pesan. Dokumen yang akan digunakan dalam penelitian ini


(58)

meliputi dokumen pribadi dan dokumen resmi. Beberapa dokumen yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu laporan realisasi pendapatan pajak kendaraan bermotor SAMSAT, peraturan perundang-undangan tentang SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza, pernyataan dan foto-foto kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan publik di SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja (Moleong, 2010:280). Adapun model analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif Milles dan Hubberman. Menurut Milles dan Hubberman dalam Sugiyono (2011:246), aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Berikut ini teknik analisis data yang digunakan:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Setelah pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah mereduksi data. Menurut Milles dan Hubberman (2009:16), reduksi data yaitu proses seleksi, pemusatan perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data-data


(59)

yang didapat dari catatan lapangan. Dalam reduksi data, peneliti melakukan seleksi, membuat ringkasan atau uraian singkat, menggolong-golongkan data untuk dibentuk transkrip penelitian. Dalam langkah ini juga dilakukan pembuangan data yang tidak relevan dengan penelitian penulis sehingga diperoleh data yang akan diteliti.

2. Penyajian Data

Setelah proses reduksi data, selanjutnya akan dilakukan proses penyajian data. Menurut Milles dan Hubberman (2009:17), penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun sehingga memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data ini akan dilakukan sesuai dengan apa yang diteliti sehingga diperoleh kemudahan dalam menafsirkan data mengenai kebijakan yang akan diteliti.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Kegiatan selanjutnya adalah penarikan kesimpulan. Menurut Herdiansyah (2010:179), kesimpulan dalam penelitian kualitatif menjurus kepada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya dan mengungkap “what” dan “how” dari temuan penelitian tersebut. Jawaban-jawaban dari temuan dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan penjelasan simpulan dari pertanyaan penelitian yang diajukan.


(60)

H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan dan kredibilitas data menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lan di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Peneliti menggunakan teknik ini karena triangulasi adalah cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber. Hal ini dimaksudkan untuk mengecek kebenaran dan mengklarifikasi data dan informasi yang diperoleh dari subjek penelitian yang menjadi sumber data primer, sehingga peneliti dapat memperoleh data dan informasi yang valid untuk membantu dalam menganalisis dan mengambil kesimpulan terkait dengan kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor di SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza.


(61)

60 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Umum Penelitian a) Sejarah SAMSAT

Lahirnya Sistem Manunggal Satu Atap (SAMSAT) diawali oleh sebuah gagasan brilyan yang disampaikan pada forum penataran para pimpinan Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Se-Indonesia pada bulan April 1976 di Jakarta. Hasil penataran menghasilkan suatu rekomendasi berupa usulan kepada pemerintah, khususnya pimpinan Departemen Dalam Negeri agar SAMSAT dijadikan sistem pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) / Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk seluruh Indonesia. Terbentuknya SAMSAT ditandai dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, yaitu Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri NO.POL KEP/13/XXI/76 Nomor: KEP-1693/MK/IV/12/1976; 311 Tahun 1976 tentang peningkatan kerjasama antara Pemerintah Daerah Tingkat I, Komandi Daerah Kepolisian dan Aparat Departemen Keuangan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pendapatan daerah khususnya


(62)

mengenai pajak-pajak kendaraan bermotor. Dasar hukum pembentukkan SAMSAT di seluruh Indonesia adalah Instruksi Bersama Menteri Pertahanan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 tentang Pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Di Bawah Satu Atap dalam penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor dan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor serta Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

SAMSAT merupakan suatu sistem kerjasama terpadu antara Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Dinas Pendapatan DIY, dan PT. Jasa Raharja (Persero).Tujuan dibentuknya SAMSAT adalah untuk memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat untuk pengurusan regristasi kendaraan bermotor, pembayaran pajak, dan SWDKLLJ, maka dibentuklah Kantor Bersama SAMSAT. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya SAMSAT mengacu pada Surat Keputusan Bersama Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Direktur Utama PT. Jasa Raharja (Persero) Nomor SKEP/06/X/1999, Nomor 973-1228, Nomor SKEP/02/X/1999 tentang Pedoman Tata Laksana Sistem Administrasi Manunggal Di Bawah Satu Atap dalampenerbitan Surat Tanda Nomor


(63)

Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor dan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor serta Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

Sistem SAMSAT yang dikelola oleh tiga instansi berbeda maka untuk memudahkan dalam koordinasi dalam penyelenggaraan pelayanan dibentuk Tim Pembina SAMSAT Pusat yang berkedudukan di Jakarta dan Provinsi yang berkedudukan di Ibukota Provinsi. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing ketiga instansi yang ada di SAMSAT mmiliki tugas dan wewenang berbeda. Berikut adalah pembagian tugas dan wewenang instansi tersebut:

1) Unit Pelayanan : Petugas Dispenda dan POLRI

2) Unit Administrasi : Petugas Dispenda, POLRI dan Jasa Raharja

3) Unit Pembayaran :Petugas Dispenda (Bendarawan SAMSAT Penerima)

4) Unit Pencetakkan : Petugas Dispenda dan POLRI 5) Unit Penyerahan : Petugas POLRI

6) Unit Arsip : Petugas Dispenda dan POLRI 7) Unit Informasi : Petugas Dispenda dan POLRI


(1)

standar pelayanan yang ada seperti yang ada di SAMSAT induk. Melihat peran penting dari fungsi SOP itu sendiri, maka peneliti berpendapat bahwa sebaiknya SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza membuat SOP nya. Seperti SAMSAT Corner yang ada di luar kota seperti di Jakarta sudah ada SOP nya. Dari adanya SOP tersebut maka akan sangat jelas standar pelayanan yang dijalankan oleh SAMSAT Corner tersebut.

f. Kurangnya informasi masyarakat terkait SAMSAT Corner

Masih banyak masyarakat di DIY yang belum mengetahui keberadaan SAMSAT Corner maupun masyarakat yang sudah tahu namun kurang mengetahui prosedur yang ada di SAMSAT Corner. Masih banyak wajib pajak yang mesti bolak balik ke SAMSAT Corner karena kurang tahunya syarat-syarat dalam pembayaran pajak. Selain itu juga berdasarkan penelitian peneliti terhadap beberapa masyarakat di DIY, masih banyak masayarakat yang sedikit tahu bahkan baru mendengar tentang adanya SAMSAT Corner di Ambarukmo Plaza. Hal tersebut dapat dikarenakan sosialisasi dari pemerintah yang masih kurang, karena selama ini yang sering dilakukan hanya lewat media radio. Padahal saat ini jumlah pendengar radio juga semakin menurun dengan berkembangnya teknologi yang ada, sehingga banyak masyarakat yang tidak tahu dengan sosialisasi tersebut.

Dalam mencapai suatu pelayanan yang berkualitas maka dalam sebuah institusi harus ada upaya dalam perbaikan terhadap masalah yang menjadikan hambatan dalam pelayanan tersebut. Di SAMSAT Corner dapat dilihat beberapa hambatan yang ada, maka upaya pemerintah yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi hal itu diantaranya:

a. Memperluas ruang pelayanan

Meskipun kurangnya dukungan anggaran dan keterbatasan ruang pada SAMSAT Corner, namun personel SAMSAT disini dapat melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Pemda DIY dan Jasa Raharja (Persero) untuk mendapatkan dukungan anggaran dan sarana prasarana yang dibutuhkan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Oleh


(2)

karena itu dalam mengatasi masalah ruang yang kurang memadai, pemerintah sudah melakukan upaya perbaikan. Penulis mendapatkan informasi dari salah satu staf dari DPPKA bahwasannya SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza akan dipindahkan lokasi pelayanan di Galeria mall. Pemerintah mempunyai alasan dengan adanya kebijakan tersebut, selain karena lokasi yang lebih strategis, namun juga pemerintah sudah mempunyai langkah untuk melakukan negosiasi dengan pihak Galeria mall agar mendapatkan tempat yang lebih luas.

Selain itu, peneliti juga mendapatkan informasi bahwa pemerintah akan berpindah lokasi di Galeria mall juga dikarenakan harga sewa kontrak yang lebih murah dari sebelumnya. Upaya tersebut dilakukan bertujuan untuk mewujudkan pelayanan prima sehingga masyarakat dapat menikmati pelayanan yang diberikan oleh SAMSAT Corner menjadi lebih nyaman.

b. Memaksimalkan pengadaan sarana dan prasarana

Meskipun sarana prasarana pada SAMSAT Corner masih ada kekurangan, namun masih dapat digunakan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga hal tersebut dapat meminimalisir komplain yang datang dari masyarakat. Keterbatasan jumlah kursi tunggu untuk wajib pajak disiasati oleh para petugas dengan memberikan pelayanan yang cepat sehingga masyarakat tidak terlalu jenuh saat menunggu antrian. Akan tetapi pemerintah juga harus tetap melakukan upaya perbaikan, seperti menambah jumlah kursi tunggu dan memperbaiki mesin nomor urut antrian yang rusak dan penambahan jumlah kursi untuk para wajib pajak serta memberikan kotak saran sehingga pemerintah akan mengetahui kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki untuk sebuah pelayanan SAMSAT yang berkualitas.

c. Menambah Jenis Layanan

Seiring dengan kemudahan dan kecepatan pelayanan pajak kendaraan bermotor khususnya pengesahan ulang satu tahun, maka akan lebih efektif dan efisien dalam memberikan kepuasan masyarakat jika jenis layanan


(3)

yang diberikan ditambahkan lagi. Misalnya ditambah dengan pelayanan pengesahan PKB lima tahunan, karena prosedurnya pun hampir sama persis dengan pengesahan satu tahun. Apabila hal tersebut dapat direalisasikan, maka SAMSAT Corner tidak hanya dapat mengurangi beban 100-200 wajib pajak di Kantor Bersama SAMSAT, namun lebih dari jumlah tersebut. Di SAMSAT Corner juga telah menerapkan sistem kerja shift sehingga nantinya juga tidak akan terlalu membebani petugas dalam melayani wajib pajak. Usulan tentang penambahan jenis layanan masih menjadi bahan pertimbangan oleh pihak Kepolisian DIY.

d. Membuat SOP dan diadakan pelatihan khusus

Mekanisme pelayanan di SAMSAT telah lama ada seiring keberadaan SAMSAT di tengah-tengah masyarakat, sesuai dengan Instruksi Bersama Menteri Pertahanan keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor : INS/03/M/X/1999, Nomor : 29 Tahun 1999, Nomor : 6/IMK.014/1999 tentang Pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal di Bawah Satu Atap (SAMSAT). Hanya saja pelaksanaan teknis di lapangan belum diatur secara eksplisit (jelas) sehingga memerlukan Standar Operasional Prosedur (SOP), dan SAMSAT Corner belum memiliki SOP secara tertulis. Sehingga hal tersebut ditindaklanjuti dengan diadakannya SOP di SAMSAT Corner Ambarukmo Plaza.

e. Evaluasi terus menerus

Implementasi SAMSAT Corner merupakan program yang relatif baru, disamping itu progam ini merupakan andalan dalam rangka pencitraan dan optimalisasi pelayanan prima. Sehingga diperlukan pembinaan personel secara terus menerus, baik dalam hal teknis maupun non teknis seperti sikap, motivasi, serta moral. Keramahan dalam menjalankan tugas misalnya, tidak bisa dipandang sederhana, karena walau hanya merupakan perilaku dan sikap keseharian tetapi bisa berdampak besar dalam persepsi masyarakat tehadap kinerja.


(4)

V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian

Dalam upaya penyelenggaraan layanan terdapat beberapa aspek perlu diperhatikan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan aspek-aspek kualitas pelayanan publik sesuai dengan teori dari Zeithaml, Berry dan Parasuraman sebagai berikut: Tangibles (bukti langsung), yaitu penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, penampilan pegawai dan sarana komunikasi. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, akurat dan terpercaya. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemauan petugas untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa pelayaan dengan tanggap dan cepat. Assurance (jaminan), yaitu mencakup pengetahuan petugas dan kesopanan dari petugas serta kemampuan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. Emphaty (empati), yaitu perbuatan atau sikap petugas untuk memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan, komunikatif serta memahami kebutuhan pelanggan.

Dalam pelayanan pajak kendaraan bermotor (PKB) di SAMSAT Corner yang merupakan objek penelitian ini, dapat dilihat bahwa pelayanan PKB masih belum berjalan secara optimal dikarenakan beberapa faktor yang menjadi kendala dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, adapun hal tersebut dapat dijelaskan sesuai dengan temuan-temuan yang didapati di lapangan. Pelayanan PKB di SAMSAT Corner masih terasa sedikit kekurangan yaitu ketidaknyamanan akibat ruangan yang sempit, jumlah kursi tunggu wajib pajak yang terbatas, nomor urut antrian yang rusak, jaringan yang tiba-tiba offline dan belum adanya SOP. Namun beberapa faktor penghambat yang ada di SAMSAT Corner seperti sarana dan prasarana tidak mengurangi semangat dan kehandalan petugas SAMSAT Corner yang dapat menjadi pendukung dalam melaksanakan pelayanan PKB kepada masyarakat.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan sebagai berikut, perlu adanya ruangan baru yang cukup luas sehingga mampu untuk melakukan pelayanan yang efektif dan efisien di SAMSAT Corner, perlu adanya


(5)

penggantian/perbaikan nomor urut antrian dan penambahan jumlah kursi tunggu demi menunjang pelayanan PKB di SAMSAT Corner, dana untuk SAMSAT Corner disesuaikan dengan kebutuhan SAMSAT Corner, inovasi yang lebih baru lagi guna mencapai keefisienan waktu seperti diberlakukannya sistem barcode sehingga petugas hanya tinggal menyecan barcode yang ada di STNK maka database akan secara otomatis keluar, SAMSAT Corner sebagai layanan pajak kendaraan bermotor yang menerapkan sistem pelayanan prima membuat Standart Operating Procedure (SOP), pemerintah lebih bekerja keras untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang syarat-syarat atau prosedur.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Dwiyanto. 2003. Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.

______________. 2008. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.

Alisjahbana, Reformasi Kelembagaan Menuju Efisiensi Pelayanan Pemerintah, Jakarta, 2008.

Anonim. http://dppka.jogjaprov.go.id/cmskppd/index.php/home/infopnd. diakses tanggal 4 Desember 2013.

Anonim. (http://www.jasaraharja.co.id/gerai-samsat-corner-ambarukmo-plaza-diresmikan,84706.html, diakses tanggal 4 Desember 2013.

Anonim. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/drs-amat-jaedun-mpd/Kepuasan%20Layanan%20Pendidikan.pdf. diakses tanggal 4 Desember 2013.

Azhari A, Samudra. 1995. Perpajakan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Hardiansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarta : Gava Media. Lembaga Administrasi Negara, Kajian Reformasi Birokrasi, Jakarta, 2005. Margaretha, 2003. Kualitas Pelayanan: Teori dan Aplikasi. Penerbit Mandar


(6)

Moenir. 2008. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Moleong J, Lexy. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Parasuraman, A. Valerie, 2001. (Diterjemahkan oleh Sutanto) Delivering Quality Service. The Free Press, New York.

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

Ratminto & Atik Septi Winarsih. 2010. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ruslan Rosady. 2010. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Samodra Wibawa. 2005. Reformasi Administrasi : Bunga Rampai Pemikiran Administrasi Negara/Publik. Yogyakarta : Gava Media.

Sanapiah Faisal. 1990. Penelitian Kualitatif Dasar. Malang:Yayasan Asih Asah asuh Malang.