Mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut

(1)

MESIN PENDINGIN DENGAN PEMANASAN LANJUT

DAN PENDINGINAN LANJUT

TUGAS AKHIR

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1

Program Studi Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin

Diajukan oleh :

WEDHA ADJI LAKSANA NIM : 085214057

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2012


(2)

COOLING MACHINE WITH SUPER HEATING

AND SUB-COOLING

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement to obtain the SarjanaTeknik degree

Mechanical Engineering Study Program Mechanical Engineering Department

by

WEDHA ADJI LAKSANA Student Number:085214057

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTEMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2012


(3)

(4)

(5)

(6)

INTISARI

Pada jaman sekarang mesin pendingin sering digunakan dalam setiap kehidupan sehari-hari. Mesin Pendingin ada yang berfungsi untuk mendinginkan dan membekukan dan ada juga mesin pendingin yang digunakan untuk sistem pengkondisian udara. Contoh mesin pendingin yang digunakan untuk mendinginkan dan membekukan adalah kulkas, freezer, dispenser, coldstorage, dan lain-lain. Contoh mesin pendingin yang digunakan untuk sistem pengkondisisan udara AC, water chiller, dan lain-lain. Mengingat peran dan pentingya mesin pendingin secara umum, maka diperlukan pengetahuan tentang pembuatan dan pengembangan mesin pendingin. Tujuan pembuatan mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut adalah untuk melihat unjuk kerja mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut.

Mesin pendingin dengan siklus kompresi uap memiliki komponen utama yaitu kompresor, kondensor, pipa kapiler, evaporator, dan filter. Model pengembangan mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut adalah dengan melilitkan pipa kapiler keluar kondensor dengan bagian keluar evaporator. Dari hasil percobaan data yang diambil dalam pengujian mesin pendingin adalah tekanan kerja, suhu di tiap bagian masuk dan keluar komponen mesin pendingin dan suhu air. Data diambil tiap 60 menit sampai air di dalam wadah membeku.

Dari pengujian, mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut dapat membekukan air dengan volume 5 liter dengan waktu 8,5 jam. .Hasil perhitungan dari mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut berupa besar kerja kompresor terendah sebesar 37,216 kJ/kg dan tertinggi sebesar 51,7172 kJ/kg, kalor yang diserap evaporator terendah sebesar 183,754 kJ/kg dan tertinggi sebesar 211,666 kJ/kg, kalor yang dilepas kondensor terendah sebesar 220,97 kJ/kg dan tertinggi sebesar 260,512, dan COP (Coefficient of

Perfomance) dari mesin pendingin terendah sebesar 4, tertinggi sebesar 5,056, dan

rata-rata COP sebesar 4,53.

Kata Kunci : Mesin pendingin, siklus kompresi uap, COP , pemanasan lanjut,

pendinginan lanjut.


(7)

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat yang diberikan dalam penyusunan Tugas Akhir ini sehingga semuanya dapat berjalan dengan lancar dan baik.

Tugas Akhir ini merupakan sebagai salah satu syarat yang wajib untuk setiap mahasiswa Jurusan Teknik Mesin sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S-1 pada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini dengan segenap kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir. 4. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Dosen pembimbing akademik. 5. Kepala Laboratorium Konversi Energi, Doddy Purwadianto, S.T., untuk

dukungan dan saran yang penulis dapatkan.

6. Bapak Soesilo Boedy dan Ibu Sri Saptorini, S.E., M.M. selaku orang tua penulis dan keluarga penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendukung dan memberi semangat penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

7. Drs. Djoko Purwanto selaku wali dari penulis yang dengan kebaikan dan kerendahan hati memberikan nasihat dan dukungan moral pada penulis.

8. Rekan saya Herman Perdana, Deni Setiawan dan Prambudi Dangu yang telah membantu dalam proses pengambilan data.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………...………... i

TITLE PAGE ………...………...………..…. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………...…....………... iii

DAFTAR DEWAN PENGUJI ……….……...…... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... v

INTISARI ………..……….... vi

KATA PENGANTAR ………...………...……... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

DAFTAR ISI ………...…...………..…...………….. x

ISTILAH PENTING ………..………... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ……...………. 1

1.1 Latar Belakang .………..….. 1

1.2 Tujuan ...………... 3

1.3 Batasan Masalah ..……….... 4

1.4 Manfaat Pelaksanaan Tugas Akhir ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DASAR TEORI ...…….………….… 5

2.1 Definisi Mesin Pendingin ...………...…... 5

2.2 Bahan Pendingin (Refigeran) …...……...…………. 8

2.3 Siklus Kompresi Uap ... 13

2.3.1 Pendinginan Lanjut ………... 14

2.3.2 Pemanasan Lanjut …...………... 15

2.4 Tahapan Siklus Kompresi Uap degan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut ... 15

2.5 Perpindahan Kalor ...………... 19

2.5.1 Perpindahan Kalor Konduksi ………...……....…... 19

2.5.2 Perpindahan Kalor Konveksi ...…………...…... 21


(11)

2.6 Beban Pendinginan ………... ... 23

2.7 Proses Perubahan Fase ... 24

2.7.1 Proses Pengembunan (kondensasi) ... 24

2.7.2 Proses Penguapan (evaporasi)…... 25

2.8 Rumus-Rumus Perhitungan Karakteristik Untuk Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut ……….... 25

BAB III PEMBUATAN ALAT ...……….……...……. 29

3.1 Diagram Alir Pelaksanaan ...………... 29

3.2 Komponen-Komponen Mesin Pendingin ...…...………….. 30

3.3 Peralatan Pendukung Pembuatan Alat ………... 34

3.4 Cara Pengambilan Data ...………...………...…...…. 44

3.5 Cara Pengolahan Data ...……...………...…... 47

BAB IV HASIL PENGAMBILAN DATA DAN PERHITUNGAN..…... 48

4.1 Data Hasil Percobaan ………...………...……...…....…….. 48

4.2 Pengolahan Data Dan Perhitungan ………...…...……….… 50

4.3 Hasil Perhitungan ………... 55

4.4 Pembahasan ………...…...…. 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..………...……... 62

5.1 Kesimpulan ……...………...………… 62

5.2 Saran ……...……...………...……….… 63

DAFTAR PUSTAKA ……….………...………....……… 64

LAMPIRAN ………..………...………... 65


(12)

ISTILAH PENTING

Simbol Keterangan

W Kerja kompresor (kJ/kg)

Qk Besarnya kalor yang dilepas kondensor ( kJ/kg) Qe Besarnya kalor yang diserap evaporator (kJ/kg)

COP Koefisien prestasi

P Tekanan

h Entalpi t Waktu T Suhu


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Alir Siklus Kompresi Uap dengan Pemanasan Lanjut dan

Pendinginan Lanjut ………...…...….. 14

Gambar 2.2 Diagram P-h Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut ...…..…. 16

Gambar 2.3 Diagram T-s Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut ...…...….. 18

Gambar 2.4 Contoh Perpindahan Kalor Konduksi ... 20

Gambar 2.5 Contoh Perpindahan Kalor Konveksi ...….….. 21

Gambar 2.6 Grafik P-h Untuk refigeran 134a ...….. 28

Gambar 3.1 Diagram Alir Langkah-Langkah Pembuatan Alat dan Perhitungan Karakteristik Mesin Pendingin ...….. 29

Gambar 3.2 Kompresor ...…… 30

Gambar 3.3 Kondensor ...…… 31

Gambar 3.4 Pipa Kapiler …………...…...….. 31

Gambar 3.5a Pipa Kapiler Dililitkan ……...…... 32

Gambar 3.5b Pipa Kapiler Diisolasi ...….. 32

Gambar 3.6 Evaporator ………...….. 33

Gambar 3.7 Filter ...…… 34

Gambar 3.8 Pemotong Pipa (Tube Cutter) ...….. 35

Gambar 3.9 Pelebar Pipa ...….. 35

Gambar 3.10 Tang ...….. 36

Gambar 3.11 Pompa Vakum ...….. 37

Gambar 3.12 Manifold Tekanan Tinggi ...….. 38

Gambar 3.13 Manifold Tekanan Rendah ...….. 38

Gambar 3.14 Alat Las ...….. 39

Gambar 3.15 Perak Sebagai Bahan Tambah Las...….. 40

Gambar 3.16 Proses Pengelasan...….. 41


(14)

Gambar 3.17 Proses Pemvakuman...….. 42

Gambar 3.18 Proses Pengisian Refigeran...….. 43

Gambar 3.19 Pemasangan Kabel Termometer ...….. 45

Gambar 3.20 Pemasangan Termokopel ...….. 45

Gambar 3.21 Proses Pengambilan Data ...….. 47

Gambar 3.15 Diagram Alir Tahap Pembuatan Mesin Pendingin ...….. 41

Gambar 3.16 Proses Pengelasan ...….. 42

Gambar 3.17 Proses Pemvakuman ...….. 43

Gambar 3.18 Proses Pengisian Refigeran ...….. 44

Gambar 3.19 Skema Pengukuran ...….. 45

Gambar 3.20 Termometer Digital ...….. 46

Gambar 3.21 Proses Pengambilan Data ...….. 47

Gambar 4.1 Skema Pengukuran ………. 49

Gambar 4.2 Diagram P-h Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut Berdasarkan Data Percobaan……….. 52

Gambar 4.3 Siklus Kompresi Uap dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut pada Diagram P-h Mesin Pendingin………. 53

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Kerja Kompresor dan Waktu ……….... 57

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Kalor yang dilepas Kondensor dan Waktu .... 58

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Kalor yang diserap Evaporator dan Waktu ... 59

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Koefisien Prestasi dan Waktu …………... 60


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data Hasil Percobaan Untuk Tekanan Dan Suhu dari Waktu ke waktu………...….….. 48 Tabel 4.2. Besar Nilai Entalpi (Btu/lb) ………...….….. 50 Tabel 4.3. Besar Nilai Entalpi (kJ/kg) .………...….…... 51 Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Karakteristik Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut ……… 56


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 60 menit ………….………..68 Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada

saat t = 120 menit ……….69 Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada

saat t = 180 menit ……….70 Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada

saat t = 240 menit ………71 Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada

saat t = 300 menit ………72 Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada

saat t = 360 menit ………73 Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada

saat t = 420 menit ………74 Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada

saat t = 480 menit ………75 Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada

saat t = 510 menit ………76


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di negara Indonesia yang beriklim tropis, mesin pendingin sering digunakan dalam kebutuhan sehari-hari. Hampir di setiap tempat, banyak di temui mesin-mesin pendingin. Seperti yang sering kita jumpai di dalam rumah tangga, di tempat-tempat hiburan, di berbagai alat transportasi, dan lain sebagainya. Beberapa jenis mesin pendingin dapat dilihat dari fungsinya. Ada mesin pendingin yang berfungsi untuk mendinginkan dan membekukakan, dan ada juga mesin pendingin yang dipergunakan untuk sistem pengkondisian udara. Contoh mesin pendingin yang berfungsi untuk mendinginkan dan membekukan adalah : freezer, kulkas, ice maker,

showchase, dispenser, cold storage dan lain-lain. Dan contoh mesin

pendingin yang dugunakan untuk pengkondisian udara seperti AC, water

chiller, dan lain sebagainya. Semua contoh mesin pendingin tersebut

hampir sebagian besar menggunakan mesin pendingin siklus kompresi uap.

Kulkas sering digunakan orang untuk mendinginkan sayur mayur, daging, minuman, buah-buahan, telur, dan lain-lain. Pada kulkas jenis tertentu biasa digunakan untuk membekukan daging dan membuat es batu. Dengan demikian kulkas diharapkan dapat membuat bahan-bahan tersebut


(18)

2

menjadi tahan beberapa hari dari kebusukan. Dan dapat membantu ibu rumah tangga dengan tidak direpotkan untuk pergi ke pasar tiap hari. Selain itu dengan adanya kulkas, orang juga dapat menikmati minuman yang dingin dan lebih segar.

Mesin Pembeku ( freezer, ice maker, cold storage) digunakan untuk membekukan bahan-bahan yang ada di dalamnya. Dalam keadaan beku, bahan-bahan makanan ataupun buah-buahan akan lebih awet dalam waktu yang relatif lama, bahkan hingga hitungan bulan. Jarak yang jauh dan waktu tempuh yang lama bukan lagi menjadi halangan dalam pengiriman bahan-bahan makanan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Dengan demikian, mesin pembeku dapat sangat membantu dalam hal pengiriman suatu bahan makanan ataupun buah-buahan dari suatu tempat ke tempat lain. Selain itu, mesin pembeku juga dapat digunakan untuk membuat es dengan kapasitas produksi sesuai yang diinginkan. Apabila ingin memproduksi es dengan kapasitas kecil, dapat menggunakan ice

maker.

AC digunakan orang untuk mendinginkan udara di dalam suatu ruangan. Dengan demikian, diperoleh kondisi udara ruangan yang nyaman. Kondisi udara yang nyaman meliputi suhu, kelembaban, distribusi dan kecepatan udara. Dengan adanya AC di dalam suatu ruangan, diharapkan orang yang berada di dalamnya dapat merasa nyaman. Begitu juga apabila AC ditempatkan di dalam suatu alat transportasi (mobil, bus, pesawat,


(19)

3

kereta api) diharapkan orang yang berada di dalamnya dapat menikmati perjalanan dengan nyaman.

Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga dan industri, mesin pendingin juga dapat dimanfaatkan dalam kegiatan olahraga dan sarana hiburan. Seperti olahraga ice skating. Hasil pembekuan air oleh mesin pendingin digunakan menjadi lantai dalam olahraga ice skating. Dengan demikian, olahraga ice skating dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, Tidak harus berada di tempat yang beriklim dingin dan bermusim salju. Mesin pendingin pembuat es juga berguna dalam pembuatan sarana hiburan atau wisata bernuansa musim salju.

Mesin pendingin memiliki peran yang cukup penting dalam kehidupan rumah tangga, industri, sarana transportasi, sarana olahraga, dan hiburan. Mengingat pentingnya peranan mesin pendingin bagi masyarakat di saat sekarang ini, maka penulis berkeinginan untuk mempelajari, memahami, dan mengenal kerja mesin pendingin, Dengan cara membuat mesin pendingin dan mengetahui karakteristiknya diharapkan penulis dapat memahami sistem suatu mesin pendingin tersebut, meskipun dengan kapasitas ukuran skala rumah tangga.

1.2 Tujuan

a. Membuat mesin pendingin yang bekerja dengan siklus kompresi uap dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut yang digunakan untuk membuat lapisan es bidang datar.


(20)

4

b. Menghitung kerja kompresor, kalor yang diserap evaporator dan kalor yang dilepas kondensor dari mesin pendingin per satuan massa.

c. Mengetahui karakterisik (COP) dari mesin pendingin.

1.3 Batasan Masalah

a. Refigeran yang digunakan dalam mesin pendingin adalah R134a

b Komponen mesin pendingin terdiri dari komponen utama seperti : kompresor, kondensor, pipa kapiler, filter, evaporator, dan tempat untuk membekukan air.

c. Karakteristik mesin pendingin yang digunakan untuk menghitung COP didasarkan pada kondisi mesin dengan siklus kompresi uap dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut dari mesin pendingin yang dibuat.

1.4 Manfaat Pembuatan Alat Tugas Akhir bagi penulis adalah :

a. Mempunyai pengalaman dalam pembuatan mesin pendingin dengan siklus kompresi uap dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut untuk ukuran rumah tangga.

b. Mampu memahami karakteristik mesin pendingin siklus kompresi uap dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut.

c. Dapat dipergunakan sebagai referensi bagi orang lain yang ingin membuat mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut.


(21)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Definisi Mesin Pendingin

Mesin pendingin atau refrigerator adalah mesin yang di dalamnya terjadi siklus dari bahan pendingin sehingga terjadi perubahan panas dan tekanan. Mesin pendingin menggunakan bahan pendingin (refrigeran) yang bersirkulasi menyerap panas dan melepaskan panas, serta terjadi perubahan tekanan rendah menjadi tekanan tinggi. Sirkulasi tersebut berulang secara terus menerus. Dalam sistem mesin pendingin jumlah refrigeran yang digunakan adalah tetap, yang berubah adalah bentuknya.

Jenis-jenis mesin pendingin berdasarkan siklus kerjanya dapat dikelompokan menjadi :

1. Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

Mesin pendingin dengan siklus kompresi uap adalah mesin pendingin yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena memiliki nilai COP yang tinggi. Jenis mesin pendingin dengan siklus kompresi uap menggunakan kompresor sebagai komponen utama untuk menaikkan tekanan dan mensirkulasikan refigeran. Komponen lainya yang tidak kalah penting adalah pipa kapiler atau katub ekspansi yang berfungsi untuk menurunkan tekanan refigeran.


(22)

6

2. Mesin Pendingin Siklus Absorbsi

Siklus pendinginan absorbsi mirip dengan siklus pendinginan kompresi uap. Perbedaan utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara tekanan penguapan dan tekanan kondensasi serta cara perpindahan uap dari wilayah bertekanan rendah ke wilayah bertekanan tinggi. Pada sistem pendingin kompresi uap digunakan kompresor, sedangkan pada sistem pendingin absorbsi digunakan absorber dan generator. Uap bertekanan rendah diserap di absorber, tekanan ditingkatkan dengan pompa dan pemberian panas di generator sehingga absorber dan generator dapat menggantikan fungsi kompresor secara mutlak.

3. Mesin Pendingin Siklus Jet Uap.

Prinsip umum pendingin dengan siklus jet uap dengan cara uap dilewatkan melalui ejektor vakum efisiensi tinggi, yang merupakan bagian dari sirkuit pendingin secara tertutup dan terpisah. Kekosongan parsial dalam media penampung menyebabkan sebagian air menguap, sehingga panas sekitar diserap melalui pendinginan secara evaporative. Air dingin dipompa melalui sirkuit untuk pendingin udara, sedangkan air diuapkan kembali dari ejektor menuju kondensor dan kembali ke sirkuit pendingin.

4. Mesin Pendingin Siklus Udara.

Siklus udara mesin (ACM) adalah unit pendingin dari sistem kontrol lingkungan (ECS) yang digunakan dalam tekanan turbin gas bertenaga pesawat. Biasanya pesawat terbang memiliki dua atau tiga dari ACM. Setiap ACM dan komponennya sering disebut sebagai paket AC. Proses pendinginan siklus udara


(23)

7

menggunakan udara bukan fase perubahan material seperti freon dalam siklus gas, dalam proses siklus udara tidak terjadi proses kondensasi dan penguapan refigeran. Keluaran udara dingin dari proses ini dugunakan secara langsung untuk vertilasi kabin atau untuk pendinginan peralatan elektronik.

5. Mesin Pendingin Siklus Vorteks.

Mesin Pendingin dengan siklus vorteks adalah mesin pendingin yang memanfaatkan aliran cairan yang berputar secara turbulen dengan arah aliran tertutup dan bergerak cepat mengitari pusatnya. Pada mesin pendingin jenis siklus vorteks menggunakan tabung yang didalamnya terdapat aliran gas dingin yang digunakan untuk proses pendinginan.

Mesin Pendingin yang paling sering digunakan adalah mesin pendingin dengan siklus kompresi uap. Komponen utama mesin pendingin dengan siklus kompresi uap terdiri dari :

1. Kompresor

Kompresor adalah suatu alat dalam mesin pendingin yang cara kerjanya dinamis atau bergerak. Kompresor berfungsi untuk menaikkan tekanan freon (dari tekanan rendah ke tekanan tinggi. Kompresor bekerja menghisap sekaligus memompa refigeran sehingga terjadi sirkulasi (perputaran) refigeran yang mengalir kepipa‐pipa mesin pendingin. Kompresor yang sering dipakai pada mesin pendingin adalah jenis hermetik. Kontruksi dari kompresor jenis ini menempatkan motor listrik dengan komponen mekanik ada dalam satu rumah. Kompresor bekerja secara dinamis atau bergerak. Pergerakanya dengan


(24)

8

menghisap sekaligus memompa udara sehingga terjadilah sirkulasi (perputaran) udara yang mengalir dari pipa‐pipa mesin pendingin. Fase refrigeran ketika masuk dan keluar kompresor berupa gas. Kondisi gas keluar kompresor berupa uap panas lanjut. Suhu gas refrigeran keluar dari kompresor lebih tinggi dari suhu kerja kondensor, demikian pula dengan nilai tekananya.

2. Kondensor

Kondenser adalah alat yang befungsi sebagai tempat kondensasi atau pengembunan freon. Pada kondenser berlangsung dua proses utama yaitu proses penurunan suhu refrigeran dari gas panas lanjut ke gas jenuh dan proses dari gas jenuh ke cair jenuh. Proses pengembunan refrigeran dari kondisi gas jenuh ke cair jenuh berlangsung pada suhu yang tetap. Saat kedua proses berlangsung, kondenser mengeluarkan kalor dan pada tekanan yang tetap. Kalor yang dilepaskan kondenser dibuang keluar dan diambil oleh udara sekitar. Kondensor yang sering dipakai pada mesin pendingin kapasitas kecil adalah jenis pipa dengan jari-jari penguat, pipa dengan pelat besi dan pipa-pipa dengan sirip-sirip. Pada umumnya jenis kondensor yang sering dipakai pada mesin pendingin adalah jenis pipa dengan jari-jari penguat.

3. Evaporator

Evaporator adalah tempat terjadinya perubahan fase refrigeran dari cair menjadi gas (penguapan). Pada saat proses perubahan fase, diperlukan energi kalor. Enegri kalor diambil dari lingkungan evaporator (benda-benda padat ataupun cair yang ada di dalam evaporator mesin pendingin). Proses penguapan freon di evaporartor berlangsung pada tekanan dan suhu tetap. Jenis evaporator


(25)

9

yang banyak digunakan pada mesin pendingin adalah jenis permukaan datar,pipa- pipa dan pipa dengan sirip-sirip.

4. Pipa kapiler

Pipa kapiler adalah salah satu alat ekspansi. Alat ekspansi ini mempunyai dua kegunaan yaitu untuk menurunkan tekanan refrigeran cair dan untuk mengatur aliran refrigeran ke evaporator. Pipa kapiler merupakan suatu pipa pada mesin pendingin yang mempunyai diameter yang paling kecil jika dibandingkan dengan pipa‐pipa lainnya. Jika pada evaporator pipanya mempunyai diameter 5 mm, maka untuk pipa kapiler berdiameter 2,5 mm. Fungsi pipa kapiler yaitu menurunkan tekanan bahan pendingin cair yang mengalir di dalam pipa. Ketika freon mengalir di dalam pipa kapiler terjadi penurunan tekanan freon dikarenakan adanya gesekan dengan bagian dalam pipa kapiler. Proses penurunan tekanan dalam pipa kapiler diasumsikan berlangsung pada entalpi konstan (proses yang ideal ). Pada saat freon masuk ke dalam pipa kapiler, freon dalam fase cair penuh, tetapi ketika masuk evaporator fase freon berupa campuran fase cair dan gas. Kerusakan mesin pendingin paling banyak dijumpai pada pipa kapiler yaitu terjadi bocor dan tersumbat.

5. Filter

Filter adalah alat yang berfungsi untuk menyaring kotoran-kotoran yang melewati sebuah sistem pendingin. Dengan adanya filter maka kotoran tidak dapat melewatinya. Selain itu, filter juga berfungsi untuk menangkap uap air yang akan masuk ke dalam sistem. Apabila sebuah sistem terdapat kotoran yang masuk ke dalam pipa kapiler tanpa melalui penyaring atau filter, maka sistem menjadi buntu


(26)

10

dan tidak dapat bekerja. Demikian juga dengan uap air, adanya uap air dalam sebuah sistem membuat air dapat beku di dalam pipa kapiler dan berakibat tertutupnya sebuah sistem. Bentuk umum dari filter berupa tabung kecil dengan diameter antara 12 - 15 mm, sedangkan panjangnya kurang dari 14 - 15 cm.

2.2. Bahan Pendingin (Refrigeran)

Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang mudah diubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya. Bahan pendingin ini disebut refrigeran. Refrigeran yaitu fluida atau zat pendingin yang memegang peranan penting dalam sistem pendingin. Refrigeran digunakan untuk menyerap panas melalui perubahan fase dari cair ke gas (evaporasi) dan membuang panas melalui perubahan fase dari gas ke cair (kondensasi). Refrigeran dapat dikatakan sebagai pemindah panas dalam sistem pendingin. Refrigeran mengalami beberapa proses atau perubahan fase (cair dan uap), yaitu refrigeran yang mula-mula pada keadaan awal (cair) setelah melalui beberapa proses akan kembali ke keadaan awalnya.

Secara umum Refrigeran dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

1. Refrigeran primer

Refrigeran primer adalah refrigeran yang digunakan dalam sistem kompresi uap dan mengalami perubahan fase selama proses refrigerasinya. Refrigeran primer meliputi beberapa macam yaitu :


(27)

11

a. Udara

Penggunaan udara sebagai refrigerant umumnya dipergunakan di pesawat terbang, sistem pendingin menggunakan refigeran udara menghasilkan COP yang rendah tetapi aman.

b. Amoniak (NH3)

Amonia adalah satu-satunya refrigeran selain kelompok

fluorocarbon yang masih digunakan sampai saat ini. Walaupun

amoniak (NH3) beracun dan kadang-kadang mudah terbakar atau meledak pada kondisi tertentu, namun ammonia (NH3) biasa digunakan pada instalasi-instalasi suhu rendah pada industri besar.

c. Karbondioksida (CO )

2

Karbondioksida merupakan refrigeran pertama dipakai seperti halnya amonia. Refrigeran ini kadang-kadang digunakan untuk pembekuan dengan cara sentuhan langsung dengan bahan makanan. Tekanan pengembunannya yang tinggi membatasi penggunaannya hanya pada bagian suhu rendah, untuk suhu tinggi digunakan refrigeran lain. Pada mobil produksi baru, beberapa jenis mobil menggunakan CO

2 untuk refigeran mesin pendingin

udaranya.

d. Refrigeran-12

Refrigeran ini biasa dilambangkan R-12 dan mempunyai rumus kimia CCl F (Dichloro Difluoro Methane). Refrigeran jenis ini


(28)

12

dilarang digunakan pada saat ini karena tidak ramah lingkungan.

o o

R-12 mempunyai titik didih -21,6 F (-29,8 C). Untuk melayani refrigerasi rumah tangga dan didalam pengkondisian udara kendaraan otomotif.

e. Refrigeran-22

Refrigeran ini biasa dilambangkan R-22 dan mempunyai rumus

o o

kimia CHClF . R-22 mempunyai titik didih 41,4 F (5,22 C).

2

Refrigeran ini telah banyak digunakan untuk menggantikan R-12, tetapi pada saat ini penggunaan refigeran jenis ini dilarang untuk digunakan karena kurang ramah lingkungan.

f. HFC (Hydro Fluoro Carbon)

Refigeran jenis ini yang saat ini paling sering digunakan karena memiliki sifat yang ramah lingkungan sehingga tidak merusak lapizan ozon. .

2. Refrigeran sekunder

Refrigeran sekunder adalah fluida yang membawa kalor dari bahan yang sedang didinginkan ke evaporator pada sistem refrigerasi. Refrigeran sekunder mengalami perubahan suhu bila menyerap kalor dan membebaskannya pada evaporator, tetapi tidak mengalami perubahan fase. Secara teknis air dapat digunakan sebagai refrigeran sekunder, namun yang paling sering digunakan adalah larutan garam (brine) dan larutan anti


(29)

13

beku (antifreezes) yang merupakan larutan dengan suhu beku dibawah

o

0 C. larutan anti beku yang sering digunakan adalah larutan air dan glikol

etilen, glikol propilen, atau kalsium klorida. Glikol propilen mempunyai

keistimewaan tidak berbahaya bila terkena bahan makanan. Salah satu contoh refrigeran sekunder adalah R-11 (CCl F). R-11 adalah kelompok

3

fluorocarbon dari gas metana. Mempunyai titik didih pada tekanan

o o

atmosfir sebesar 74,7 F (23,7 C) dengan operasi tekanan standar 2,94 psia (0,2 bar) dan 18,19 psia (1,25 bar).

Jenis refrigeran yang digunakan pada saat ini terdiri dari tiga susunan yaitu:

a. Hydro fluoro carbon (HFC), merupakan refrigeran baru sebagai alternatif

untuk menggantikan posisi freon. Hal ini disebabkan karena refrigeran freon mengandung zat chlor (Cl) yang dapat merusak lapisan ozon. Sedangkan HFC terdiri dari atom-atom hidrogen, fluorine dan karbon tanpa adanya zat chlor (Cl).

b. Hydro cloro fluoro carbon (HCFC), yang terdiri dari hidrogen, klorin,

fluorin, dan karbon. Refrigeran ini mengandung jumlah minimal klorin, yang tidak merusak lingkungan karena berbeda dari refrigeran lain.

c. Cloro fluoro carbon (CFC), yang mengandung klorin, fluorin dan karbon.

Refrigerant ini membawa jumlah kaporit yang tinggi sehingga dikenal sebagai refrigeran yang paling berbahaya untuk merusak lapisan ozon.


(30)

14

Ditinjau dari berbagai segi pada saat ini pemakaian refrigeran yang umum diusulkan adalah hydro fluoro carbon (HFC) karena beberapa sifat positif yang dimilikinya.

Macam-macam HFC dan pemakaiannya meliputi sebagai berikut :

a. HFC 125 (CHF2CF3)

Sebagai pengganti freon–115 / R115 untuk pendingin air. b. HFC 134a (CH3CH2F)

Merupakan alternatif pengganti freon-12 / R-12. tidak mudah meledak dan tingkat kandungan racun rendah, digunakan untuk pengkondisian udara, lemari es dan pendingin air.

c. HFC 152a (CH3CHF2)

Sebagai pengganti freon-12 / R-12 digunakan untuk penyegaran udara, pendingin air.

Persyaratan refrigeran yang baik untuk unit refrigerasi adalah sebagai berikut:

a. Tidak beracun, berwarna dan berbau.

b. Bukan termasuk bahan yang mudah terbakar. c. Tidak menyebabkan korosi pada material.

d. Dapat bercampur dengan minyak pelumas kompresor. e. Memiliki stuktur kimia yang stabil.

f. Memiliki titik didih yang rendah.

g. Memiliki tekanan kondensasi yang rendah. h. Memiliki tingkat penguapan yang rendah.


(31)

15

i. Memiliki kalor laten yang rendah.

j. Memiliki harga yang relatif murah dan mudah diperoleh.

Dari beberapa jenis refigeran diatas, maka pada saat ini jenis refrigeran yang aman dipergunakan dalam sistem pendingin adalah refrigeran jenis HFC (hydro

fluoro carbon) atau R-134a. Freon 134a ataupun HFC-134a adalah refrigeran

haloalkana yang tidak menyebabkan penipisan ozon dan memiliki sifat-sifat yang mirip dengan R-12 (diklorodiflorometana). R134a mempunyai rumus molekul CH2FCF3 dan titik didih pada −26,3 °C (−15,34 °F). Secara khusus sifat dari

refrigeran 134a adalah sebagai berikut : 1. Tidak mudah terbakar.

2. Tidak merusak lapisan ozon.

3. Tidak beracun, berwarna dan berbau. 4. Relatif mudah diperoleh.

5. Memiliki kestabilan yang tinggi.

2.3. Siklus Kompresi Uap dengan Pemanasan Lnjut dan Pendinginan Lanjut

Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refigerasi, namun yang paling umum digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap. Komponen utama dari sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup ekspansi. Gambar 2.1 adalah skema alir siklus kompresi uap dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut.


(32)

16

Gambar 2.1 Skema Alir Siklus Kompresi Uap dengan Pemanasan Lnjut dan Pendinginan Lanjut.

Dari Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa pada bagian yang diberi tanda huruf A adalah pipa kapiler yang keluar dari kondensor kemudian dililitkan ke saluran masuk kompresor. Skema ini yang membedakan antara siklus kompresi uap dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut jika dibandingkan dengan siklus kompresi uap standar.

2.3.1. Pendinginan Lanjut

Pendinginan lanjut adalah proses untuk mengkondisikan agar freon (refrigeran) yang keluar dari kondenser benar-benar dalam kondisi cair. Proses Pengkondisian ini diperlukan agar ketika freon (refrigeran) masuk ke dalam pipa kapiler tidak bercampur dengan gas dan menimbulkan masalah pada sistem pendingin. Jika freon dalam kondisi cair, maka akan memudahkan freon mengalir


(33)

17

di dalam pipa kapiler. Secara teoritis, proses pendinginan akan memperbesar nilai COP suatu mesin pendingin.

2.3.2. Pemanasan Lanjut

Proses pemanasan lanjut adalah proses untuk mengkondisikan agar freon yang keluar dari evaporator dalam kondisi benar-benar berbentuk gas. Dengan adanya proses pemanasan lanjut, maka freon tidak akan dalam kondisi campuran antara gas dan cair sehingga secara teoritis dapat menaikan nilai COP. Jika terjadi pemanasan lanjut maka volume spesifik uap bertambah besar sehingga nilai Q (beban pendinginan) berkurang. Selain itu, dengan adanya pemanasan lanjut akan merubah nilai kerja kompresor atau Wk (bertambah).

2.4. Tahapan Siklus Kompresi Uap dengan Pemanasan Lanjut dan

Pendinginan lanjut.

Untuk mengetahui tahapan siklus suatu mesin pendingin, digunakan diagram P-h. Dengan adanya diagram P-h suatu siklus mesin pendingin dapat diketahui proses-proses yang terjadi dalam suatu siklus mesin pendingin. Siklus mesin pendingin kompresi uap dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut disajikan pada diagram P-h Gambar 2.2.


(34)

18

Gambar 2.2 Diagram P-h Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut.

Keterangan proses-proses pada diagram 2.2 adalah sebagai berikut : a) 1-2 (Proses kompresi)

Proses ini dilakukan oleh kompresor. Kondisi awal refrigeran pada saat masuk ke dalam kompresor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refrigeran akan menjadi uap bertekanan tinggi. Karena proses ini berlangsung secara isentropik, maka temperatur ke luar kompresor pun meningkat.

b) 2-3’ (Proses kondensasi)

Proses ini berlangsung di dalam kondensor. Refrigeran yang bertekanan tinggi dan bertemperatur tinggi yang berasal dari kompresor akan membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di dalam kondensor terjadi pertukaran kalor antara refrigeran dengan lingkungannya


(35)

19

(udara), sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran mengembun menjadi cair.

c) 3’- 3 (Proses Pendinginan Lanjut)

Pada proses pendinginan lanjut terjadi penurunan suhu. Proses pendinginan lanjut membuat refigeran yang keluar dari kondensor benar-benar dalam keadaan cair. Hal ini membuat refigeran lebih mudah mengalir melalui pipa kapiler dalam sebuah system pendingin.

d) 3-4 (Proses ekspansi)

Proses ekspansi ini berlangsung didalam katup ekspansi. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan entalpi tetapi terjadi penurunan tekanan dan temperatur. Proses penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler yang berfungsi untuk mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan tekanan.

e) 4-1’ (Proses evaporasi)

Proses ini berlangsung didalam evaporator. Panas dari dalam ruangan akan diserap oleh cairan refrigeran yang bertekanan rendah sehingga refrigeran berubah fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refrigeran saat masuk evaporator f) 1’-1 (Proses Pemanasan Lanjut)

Pada proses pemanasan lanjut terjadi kenaikan suhu. Dengan adanya pemanasan lanjut, refigeran yang akan masuk ke dalam kompresor benar-benar dalam kondisi gas. Hal ini membuat kompresor bekerja lebih ringan.


(36)

20

Gambar 2.3 Diagram T-s Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut.

Proses-proses yang terjadi pada diagram T-s siklus kompresi uap seperti pada Gambar 2.3. diatas adalah sebagai berikut :

a) 1 - 2 : kompresi adiabatik dan reversible dari uap jenuh menuju tekanan kondensor.

b) 2 - 3 : pelepasan kalor reversible pada tekanan konstan, menyebabkan penurunan panas lanjut (desuperheating), pengembunan dan sampai kondisi pendinginan lanjut.

c) 3 - 4 : ekspansi tidak reversible atau isentalpik pada entalpi konstan, dan cairan jenuh menuju tekanan evaporator.

d) 4 - 1 : evaporasi (penyerapan kalor) isothermis, penambahan kalor

reversible pada tekanan tetap yang menyebabkan penguapan menuju uap


(37)

21

2.5. Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor (heat transfer) terjadi karena adanya perbedaan temperatur antara kedua medium. Sebagai contoh perbedaan temperatur pada kedua medium plat padat, atau medium padat dengan fluida. Energi yang berpindah biasanya disebut dengan istilah kalor (heat). Kalor (heat) akan selalu bergerak dari temperatur tinggi ke temperatur rendah. Proses ini akan berlangsung secara terus menerus sampai tidak ada perubahan temperatur diantara kedua medium tersebut. Perpindahan kalor dapat terjadi dengan berbagai cara seperti perpindahan kalor konduksi, perpindahan kalor konveksi dan radiasi. Namun dalam mesin pendingin perpindahan panas terjadi hanya melalui perpindahan panas secara konduksi dan konveksi.

2.5.1 Perpindahan Kalor Konduksi

Perpindahan kalor konduksi adalah perpindahan kalor tanpa disertai bagian-bagian zat perantaranya. Perpindahan panas secara konduksi dapat berlangsung pada benda padat,cair dan gas. . Untuk zat cair dan gas, kondisi zat cair dan gas harus dalam keadaan diam atau tidak bergerak. Contoh perpindahan kalor secara konduksi dalam kehidupan sehari-hari misalkan sebatang besi yang ujungnya dipanasi dengan api, sehingga ujung satunya akan ikut menjadi panas.


(38)

22

Gambar 2.4 Perpindahan Kalor Konduksi

Gambar 2.4 memperlihatkan perpindahan kalor secara konduksi yang dapat dirumuskan sebagai pesamaan laju umum untuk perpindahan kalor konduksi atau sering dikenal dengan hukum fourier seperti pada persamaan 2.1.

∆ q = - k . A .

∆ ...(2.1)

Dimana : q = laju perpindahan panas (W)

k = konduktifitas thermal bahan (W/m.K)

=gradien suhu perpindahan kalor (-K/m) ∆

A = luas penampang benda (m²)

Pada persamaan 2.1 menunjukan bahwa laju perpindahan kalor bernilai minus (-) karena kalor akan selalu berpindah ketemperatur yang lebih rendah.


(39)

23

2.5.2 Perpindahan Kalor Konveksi

Perpindahan kalor konveksi adalah perpindahan kalor dengan disertai perpindahan molekul-molekul atau zat perantaranya. Dengan kata lain, perpindahan kalor konveksi membutuhkan media (fluida atau gas) untuk mengalirkan kalor. Contoh perpindahan kalor secara konveksi dalam kehidupan sehari-hari adalah saat proses merebus air.

Gambar 2.5 Perpindahan Kalor Konveksi

Gambar 2.5 memperlihatkan perpindahan kalor secara konveksi atau sering dikenal dengan hukum newton untuk pendinginan, yang dapat dirumuskan seperti pada persamaan 2.2.


(40)

24

Dimana : q = laju perpindahan panas (W)

h = koefisien perpindahan panas konveksi W/(m².K)

A = luas permukaan yang bersentuhan dengan fluida (m²)

Ts = temperatur permukaan (K)

T∞= temperatur fluida yang mengalir dekat permukaan (K)

Perpindahan kalor secara konveksi terjadi pada udara atau fluida yang mengalir (zat cair dan gas). Perpindahan kalor konveksi tidak dapat berlangsung pada benda padat. Perpindahan kalor secara konveksi ada dua macam yaitu konveksi paksa dan konveksi bebas. Berikut penjelasan dan contoh dari keduanya.

1. Konveksi bebas / konveksi alamiah (free convection / natural convection) Konveksi bebas adalah konveksi yang disebabkan oleh beda suhu dan perbedaan massa jenis dan tanpa peralatan bantu penggerak dari luar yang mendorongnya. Jadi aliran fluida atau udara pada konveksi bebas terjadi karena adanya perbedaan kerapatan.

Contoh: plat panas dibiarkan berada di udara sekitar tanpa ada sumber gerakan dari luar yang menggerakkan udara.

2. Konveksi paksa (forced convection)

Konveksi paksa berlawanan dengan konveksi bebas. Pada konveksi paksa perpindahan panas aliran gas atau fluida disebabkan adanya tenaga atau peralatan bantu dari luar. Contoh: plat panas diberi aliran air atau udara dengan blower.


(41)

25

2.6. Beban Pendinginan

Beban pendinginan adalah beban yang diterima suatu sistem untuk mendinginkan sesuatu. Pada evaporator, beban pendinginan adalah besarnya aliran kalor yang dihisap evaporator. Unit pendingin selalu menerima beban pendinginan karena harus menjaga temperatur dan kelembaban tertentu yang umumnya berada di bawah temperatur dan kelembaban lingkungan di luarnya. Beban pendinginan biasanya berupa aliran energi berbentuk panas. Beban pendingin dapat dibagi menjadi dua bagian khusus yaitu :

1. Beban laten

Beban laten adalah beban yang diterima atau dilepaskan suatu materi karena adanya perubahan wujud (fase). Sebagai contoh air yang sudah didinginkan sampai 0°C kemudian didinginkan lagi sampai menjadi es pada suhu 0°C. Pada proses ini tidak terjadi perubahan suhu melainkan perubahan wujud (fase). Beban pendinginan disini disebut beban laten dan panas yang diserap disebut dengan panas laten.

2. Beban sensible

Beban sensible adalah beban yang diterima atau dilepaskan suatu materi karena adanya perubahan suhu. Misalkan air dengan suhu 100°C didinginkan menjadi 0°C (masih dalam keadaan cair). Beban yang diterima dalam proses itu disebut beban sensible. Panas yang diterima untuk menurunkan suhu dari 100°C menjadi 0°C disebut panas sensible.


(42)

26

2.7. Proses Perubahan Fase

Secara umum proses perubahan fase dapat berlangsung karena adanya pengaruh temperatur. Perubahan fase banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya perubahan cair ke padat, gas ke cair, padat ke gas dan lain sebagainya. Namun dalam suatu sistem mesin pendingin hanya berlangsung dua perubahan fase yaitu pengembunan ( gas ke cair) dan penguapan (cair ke gas).

2.7.1 Proses Pengembunan (kondensasi).

Proses pengembunan atau kondensasi adalah adalah proses perubahan wujud dari zat gas (uap) menjadi zat cair. Proses pengembunan merupakan proses perubahan zat yang melepaskan kalor/panas (eksothermik). Kondensasi terjadi ketika uap didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap dikompresi (tekanan ditingkatkan) menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendinginan dan kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut kondensat. Sebuah alat yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi cairan disebut kondensor. Pada meisn pendingin, proses pengembunan atau kondensasi berlangsung di kondensor. Pada kondensor uap panas lanjut diubah kondisinya menjadi cair jenuh. Kalor yang dilepas dari refigeran dibuang keluar dari kondensor ke lingkungan sekitar. Pada umumnya lingkungan sekitar kondensor adalah udara. Karenanya udara di sekitar memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu kondensor.


(43)

27

2.7.2 Proses Penguapan (evaporasi)

Proses penguapan adalah proses perubahan bentuk zat dari cair menjadi uap / gas. Proses penguapan pada mesin pendingin terjadi di evaporator. Pada saat refigeran mengalir melalui pipa-pipa evaporator, refigeran berubah fase dari cair menjadi gas. Proses penguapan memerlukan kalor. Kalor diambil dari lingkungan sekitar dimana evaporator itu ditempatkan. Pada mesin pendingin air, kalor diambil dari lingkungan sekitar evaporator yang berupa air sehingga air dapat berubah suhunya menjadi rendah dan berubah wujud menjadi es.

2.8 Rumus-Rumus Perhitungan Karakteristik Untuk Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut

Dalam analisa unjuk kerja mesin pendingin diperlukan beberapa rumusan perhitungan, antara lain sebagai berikut :

1) Kerja Kompresor

Besar kerja kompresi per satuan massa refrigeran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Wk = h2– h1 ...………..(2.3)

Dimana : Wk = besar kerja kompresor (kJ/kg).

h1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg). h2= entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg).


(44)

28

2) Kerja Kondensor

Besar kalor per satuan massa refrigeran yang dilepas kondensor dinyatakan sebagai:

Qk = h2 – h3 ...(2.4)

Dimana : Qk = besar kalor yang dilepas kondensor (kJ/kg). h2 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg).

h3 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg).

3) Kerja Evaporator

Besar kalor yang diserap oleh evaporator adalah:

Qe = h1 – h4 ...……(2.5)

Dimana : Qe = besar kalor yang diserap evaporator (kJ/kg). h1 = entalpi refrigeran saat keluar evaporator (kJ/kg). h4= entalpi refrigeran saat masuk evaporator (kJ/kg).


(45)

29

4) COP (Coefficient Of Performance)

COP dipergunakan untuk menyatakan perfomance (unjuk kerja) dari siklus refrigerasi. Semakin tinggi COP yang dimiliki oleh suatu mesin pendingin maka akan semakin baik mesin pendingin tersebut. COP tidak mempunyai satuan karena merupakan perbandingan antara dampak refrigerasi (h1-h4) dengan kerja spesifik kompresor (h2-h1) dirumuskan sebagai berikut :

COP= ( )

( ) ...(2.6)

Dimana : h1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg) h2 = entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg) h4 = entalpi refrigeran saat masuk evaporator (kJ/kg)

Dengan bantuan diagram tekanan-entalpi, besaran yang penting seperti kerja kompresor, kerja kondensor, kerja evaporator dan COP dalam siklus kompresi uap dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut dapat diketahui. Dalam penggunaan diagram entalpi-tekanan tergantung jenis bahan pendingin (refrigeran) yang dipakai. Untuk diagram tekanan-entalpi pada jenis refrigeran 134a disajikan pada Gambar 2.6.


(46)

30


(47)

31

BAB III

METODE PEMBUATAN ALAT

3.1. Diagram Alir Pelaksanaan.

Langkah kerja yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas akhir disajikan dalam diagram alir sebagai berikut :

Mulai

Perancangan Mesin Pendingin

Persiapan Komponen-Komponen Mesin Pendingin

Penyambungan Komponen-komponen Mesin Pendingin

Pemvakuman Mesin Pendingin

Pengisian refrigeran 134a

Uji Coba

Pengambilan Data T1,T2,T3,T4,T5,P1,P2 dan Tair

Pengolahan Data Wk,Qk,Qe dan COP

Selesai


(48)

32

3.2. Komponen-Komponen Mesin Pendingin.

Mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut mempunyai komponen-komponen sebagai berikut :

a) Kompresor

Kompresor adalah alat yang bekerja menghisap sekaligus memompa refigeran sehingga terjadi sirkulasi (perputaran) refigeran yang mengalir pada pipa-pipa mesin pendingin. Pada alat mesin pendingin yang dibuat menggunakan kompresor merek Toshiba dengan daya 1/6 PK. Gambar 3.2 memperlihatkan kompresor yang digunakan dalam pembuatan mesin pendingin.

Gambar 3.2 Kompresor.

b) Kondensor

Kondensor yang digunakan dalam pembuatan mesin pendingin adalah jenis pipa dengan jari-jari penguat. Panjang kondenser 70 cm dan lebar 45 cm dengan diameter pipa 5 mm. Jarak antar sirip 3,5 cm. Gambar 3.2 memperlihatkan kondensor yang digunakan dalam pembuatan alat mesin pendingin.


(49)

33

Gambar 3.3 Kondensor.

c) Pipa kapiler

Panjang pipa kapiler yang digunakan 150 cm dengan diameter pipa 2,5 mm dan bahan yang digunakan tembaga. Gambar 3.4 memperlihatkan pipa kapiler yang digunakan.

Gambar 3.4 Pipa Kapiler.

Dalam pembuatan mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut, penempatan dan penggunaan pipa kapiler sedikit berbeda dengan mesin pendingin standar. Pada mesin pendingin standar, pipa kapiler cukup disambungkan seperti biasa sesuai dengan skema rangkaian mesin pendingin standar. Namun dalam pembuatan mesin pendingin dengan pemanasan lanjut,


(50)

34

pipa kapiler dililitkan kesaluran keluar revaporator. Setelah dililitkan perlu dibungkus dengan isolator agar kalor tidak merambat keluar melalui media udara sekitar. Tujuan dari pipa kapiler dililitkan agar kalor yang ada dalam pipa kapiler dapat memanaskan saluran keluar evaporator sehingga saat refigeran masuk ke dalam kompresor dalam keadaan benar-benar gas dan tidak ada campuran air. Berikut Gambar 3.5a dan Gambar 3.5b memperlihatkan pipa kapiler yang dililitkan melalui saluran keluar evaporator dan diberi isolator berupa gabus dan selotip.

Gambar 3.5a Pipa Kapiler Dililitkan. Gambar 3.5b Pipa Kapiler Diisolasi.

Tujuan dari diberi isolator pada pipa kapiler yang dililitkan adalah agar kalor yang terdapat pada pipa kapiler yang keluar dari kondensor tidak terbuang dan terpengaruh suhu sekitar.


(51)

35

d) Evaporator.

Evaporator yang digunakan dalam pembuatan alat mesin pendingin ini dapat dibeli di pasaran. ukuran-ukuran dari evaporator yang dijumpai di pasaran sangat bervariasi. Ukuran evaporator yang digunakan dalam pembuatan alat mesin pendingin ini memiliki panjang 60 cm dan lebar 25 cm. Gambar 3.6 memperlihatkan evaporator yang digunakan dalam pembuatan alat.

Gambar 3.6 Evaporator.

e) Filter

Dalam pembuatan mesin pendingin harus menggunakan filter untuk menyaring kotoran agar tidak masuk ke dalam sebuah sistem pendingin dan masuk ke dalam kompresor. Filter yang digunakan memiliki dimensi panjang 8.5 cm dan diameter 19 mm. Gambar 3.7 memperlihatkan gambar filter yang digunakan dalam pembuatan alat mesin pendingin.


(52)

36

Gambar 3.7 Filter.

3.3 Peralatan Pendukung Pembuatan Alat.

Dalam pembuatan mesin pendingin, menggunakan alat pendukung berupa:

a) Pemotong Pipa (Tube Cutter)

Tube cutter adalah jenis alat yang biasa digunakan untuk memotong

pipa. Hasil potongan menggunakan tube cutter akan lebih bersih dan lebih cepat dibandingkan memotong pipa dengan menggunakan gergaji besi. Gambar 3.8 memperlihatkan tube cutter yang digunakan dalam pembuatan alat.


(53)

37

Gambar 3.8 Pemotong Pipa (Tube Cutter).

b) Pelebar Pipa (Flaring Tool)

Pelebar pipa adalah alat yang digunakan untuk memperbesar diameter pada pipa. Ukuran dari diameter alat pelebar pipa sangat bervariasi tergantung dari kebutuhan. Tujuan dari pipa dilebarkan adalah agar saat kedua pipa di sambung dengan las dampat menempel lebih kuat dibanding dengan disambung tanpa melakukan proses pelebaran pipa. Gambar 3.9 memperlihatkan alat pelebar pipa.


(54)

38

c) Tang

Tang adalah alat bantu yang berbentuk seperti gunting dan berguna untuk mencapit, memotong dan mengencangkan baut. Jenis-jenis dari tang bermacam-macam dibedakan berdasarkan fungsinya. Namun pada pembuatan alat pendingin ini menggunakan tang jenis kombinasi yang sangat membantu dalam proses pengelasan dan pengencangan baut. Gambar 3.10 memperlihatkan tang yang digunakan sebagai alat pembantudalam pembuatan mesin pendingin.

Gambar 3.10 Tang.

d) Pompa Vakum

Pompa vakum adalah salah satu jenis pompa yang bekerja dengan cara menghisap. Suatu sistem pendingin harus dalam keadaan vakum sebelum diisi refrigerant. Untuk mengetahui apakah sudah vakum dapat dilihat pada jarum indikator manometer berada pada dibawah 0 bar. Gambar 3.11 memperlihatkan pompa vakum yang digunakan.


(55)

39

Gambar 3.11 Pompa Vakum.

e) Manifold Gauge

Manifold gauge adalah alat yang berfungsi untuk mengukur tekanan

pada sistem pendingin. Manifold gauge yang dipakai dalam pembuatan alat ini adalah jenis single manifold gauge. Dalam pembuatan alat ini menggunakan 2 buah single manifold gauge yang akan digunakan untuk mengukur tekanan masuk dan tekanan keluar, jadi membutuhkan 2 jenis manifold gauge yaitu manifold

gauge tekanan tinggi dan tekanan rendah. Gambar 3.12 memperlihatkan single

manifold gauge tekanan tinggi (warna merah) dimana angka skala tertera sampai

500 psi dan Gambar 3.13 memperlihatkan single manifold gauge tekanan rendah (warna biru) dimana angka skala tertera hanya sampai 220 psi.


(56)

40

Gambar 3.12 Manifold Tekanan Tinggi.


(57)

41

f) Alat Las

Dalam pembuatan mesin pendingin dibutuhkan peralatan las yang berguna untuk menyambung pipa kapiler dan sambungan pipa-pipa menuju komponen-komponen utama mesin pendingin. Gambar 3.14 memperlihatkan alat las gas yang digunakan untuk menyambung pipa kapiler dan komponen- komponen mesin pendingin.

Gambar 3.14 Alat Las.

g) Bahan las

Bahan las atau bahan tambah yang digunakan dalam penyambungan pipa kapiler menggunakan bahan tambah perak, kuningan, dan borak. Untuk bahan tambah borak digunakan jika penyambungan antara tembaga dan besi. Penggunaan bahan tambah dikarenakan pada proses pengelasan tembaga akan lebih merekat jika menggunakan borak sebagai pengikat. Gambar 3.15


(58)

42

memperlihatkan bahan las perak yang digunakan dalam proses pengelasan pipa kapiler untuk membuat sebuah sistem pendingin.

Gambar 3.15 Perak Sebagai Bahan Tambah Las.

Persiapan komponen harus dilakukan sebelum memulai tahap proses pembuatan mesin pendingin. Komponen yang harus dipersiapkan berupa komponen- komponen utama mesin pendingin dan alat bantu yang diperlukan dalam pembuatan mesin pendingin. Hal ini sangat perlu dilakukan karena akan mempercepat dan mempermudah proses selanjutnya dalam pembuatan mesin pendingin.

Setelah semua komponen-komponen disiapkan, maka akan dilanjutkan pada proses penyambungan komponen-komponen mesin pendingin. Dalam proses ini pipa kapiler akan disambungkan ke kondensor, evaporator, filter dan kompresor. Pada proses penyambungan komponen-komponen menjadi sebuah sisitem pendingin, tidak boleh ada kebocoran pada saluran-saluranya. Proses penyambungan ini sendiri dilakukan dengan proses pengelasan. Selain


(59)

43

penyambungan komponen-komponen utama, penyambungan alat ukur berupa dua buah manifold gauge juga dilakukan dengan teknik pengelasan. Gambar 3.16 memperlihatkan proses penyambungan komponen-komponen mesin pendingin dengan teknik pengelasan. Proses pengelasanya sendiri menggunakan bahan tambah berupa perak mengingat bahan yang akan disambung antara tembaga dan tembaga. Namun saat penyambungan antara pipa keluar evaporator ke arah kompresor, menggunakan bahan tambah borak dalam proses pengelasan karena bahan yang akan disambung antara tembaga dan besi.

Gambar 3.16 Proses Pengelasan.

Setelah proses penyambungan selesai, sebuah rangkaian sistem pendingin sudah terbentuk. Namun sebelum diisi refigeran, sebuah sistem pendingin harus divakumkan terlebih dahulu. Proses pemvakuman menggunakan pompa vakum yang sudah disiapkan sebelumnya. Pada proses pemvakuman dapat dilihat juga apakah sebuah rangkaian sistem pendingin yang dibuat mengalami kebocoran


(60)

44

pada waktu proses penyambungan. Untuk mengetahui terjadinya kebocoran, busa sabun dioleskan pada pipa-pipa atau sambungan-sambungan dalam sistem tersebut. Apabila terdapat gelembung-gelembung udara, dapat dipastikan rangkaian sistem pendingin tersebut terdapat kebocoran dibagian yang diolesi busa sabun dan terdapat gelembung udara disekitarnya. Apabila terjadi kebocoran, harus di tambal ulang dengan cara di las dibagian yang mengalami kebocoran. Setelah sebuah rangkaian sistem tidak mengalami kebocoran, maka proses pemvakuman dapat dilakukan. Untuk menunjukkan rangkaian sistem pendingin tersebut benar-benar vakum dapat dilihat pada manifold gauge yang sudah terpasang. Apabila jarum pada manifold gauge menunjuk angka dibawah 0, dapat dipastikan rangkaian sistem tersebut sudah vakum dan siap diisi refiugeran. Gambar 3.17 memperlihatkan proses pemvakuman sebuah rangkaian sistem pendingin menggunakan pompa vakum.


(61)

45

Setelah rangkaian mesin pendingin dalam kondisi vakum, proses selanjutnya adalah pengisian refigeran. Jenis refigeran yang digunakan dalam mesin pendingin yang dibuat adalah R134a. Saat proses pengisian berlangsung tekanan pada manifold gauge warna biru (tekanan rendah) akan naik dan menunjuk angka 50 psi. Proses pengisian refigeran melalui selang yang dihubungkan ke dalam dob yang terhubung pada kompresor. Proses pengisian refigeran hampir sama dengan saat proses pemvakuman, tapi pada saat proses pengisian tidak menggunakan alat pompa vakum melainkan menggunakan tabung refigeran. Gambar 3.18 memperlihatkan proses pengisian refigeran.

Gambar 3.18 Proses Pengisian Refigeran

Setelah rangkaian pendingin diisi dengan refigeran, proses selanjutnya adalah proses uji coba. Proses uji coba ini sendiri sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kinerja mesin pendingin. Saat proses uji coba perlu diperhatikan bagian-bagian penyambungan agar tidak terjadi kebocoran saat proses


(62)

46

pengambilan data berlangsung. Selain itu, proses uji coba harus dilakukan menggunakan media yang didinginkan agar tercapai gambaran hasil pendinginan. Pada saat proses uji coba, diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada rangkaian sistem pendingin, sehingga saat proses pengambilan data tidak mengalami kendala.

3.4. Cara Pengambilan Data

Pengambilan data tekanan kerja kompresor beserta suhu keluar dan masuk kompresor, evaporator, kondensor dilakukan secara bersama-sama. Hal pertama yang dilakukan adalah mengecek posisi termokopel sesuai dengan tempat yang ditentukan. Selanjutnya untuk pengambilan data memerlukan proses sebagai berikut :

1. Pengecekan kebocoran Refrigeran pada mesin pendingin.

2. Mengisi air sebanyak 5 liter pada wadah yang disediakan (ruang pendingin).

3. Memasang ujung kabel termometer pada dinding (ruang pendingin) dan menempelkannya pada air yang didinginkan. Gambar 3.19 memperlihatkan posisi kabel termometer yang digunakan untuk mengukur suhu air (media yang didinginkan).


(63)

47

Gambar 3.19 Pemasangan Kabel Termometer

4. Mengisolasi tempat air (ruang pendingin) agar tidak terjadi kontak langsung dengan udara luar.

5. Pemasangan termokopel pada pipa - pipa keluar dan masuk kompresor, kondensor dan evaporator. Seperti ditunjukan pada Gambar 3.20.

Gambar 3.20 Pemasangan Termokopel

6. Pengecekan manifold gauge yang sudah terpasang sebelumnya pada mesin pendingin.


(64)

48

7. Setelah semua siap mesin pendingin siap untuk dihidupkan dan proses pengambilan data siap dilakukan.

Dalam proses pengambilan data, ada beberapa hal yang perlu dicatat yaitu:

T ruangan = suhu ruangan saat pengambilan data (C).

V air = volume air yang didinginkan(C).

T air = suhu air atau media yang didinginkan (C).

T1 = suhu refigeran saat keluar dari kompresor (C).

T2 = suhu refigeran saat masuk kondensor (C). T3 = suhu refigeran saat keluar kondensor (C). T4 = suhu refigeran saat masuk evaporator (C). T5 = suhu refigeran saat keluar evaporator (C). P1 = tekanan saat keluar kompresor (psi).

P2 = tekanan saat masuk kompresor (psi).

Proses pengambilan data diukur setiap 60 menit. Data tekanan diperoleh dari angka yang tertera pada manifold gauge yang telah dipasang pada mesin pendingin. Proses Pengambilan data dilakukan di dalam ruangan dengan suhu ruangan 29 °C. Aliran angin dan perubahan suhu akibat cuaca diabaikan dalam


(65)

49

proses pengambilan data. Gambar 3.21 memperlihatkan saat proses pengambilan data.

Gambar 3.21 Proses Pengambilan Data.

3.5 Cara Pengolahan Data

Dari data yang diperoleh dibuat tabel dan grafik agar mempermudah pemahaman tentang siklus mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut. Data yang diperoleh juga digunakan untuk mendapatkan nilai entalpi dengan cara melihat grafik P-h diagram. Setelah nilai entalpi diketahui maka dapat digunakan untuk mengetahui karakterisitik mesin pendingin dengan cara menghitung besar kalor yang dilepas kondensor, kalor yang diserap evaporator, kerja kompresor dan COP dari mesin pendingin yang telah dibuat.


(66)

50

BAB IV

PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan.

Hasil percobaan untuk nilai suhu dan tekanan pada titik-titik yang telah ditentukan (Gambar 4.1) pada waktu tertentu disajikan pada Tabel 4.1.

.Tabel 4.1 Hasil Percobaan Untuk Tekanan dan Suhu dari Waktu ke Waktu.

Waktu o

N (menit) P1 (Psi) P2 (Psi) T1 (°C) T2 (°C) T3 (°C) T4 (°C) T5 (°C) Tair (°C) 1 60 20 260 85,3 80,1 53,7 15,0 11,9 5,6 2 120 18 215 75,1 63,7 45,0 14,5 11,6 2,6 3 180 10 210 75,6 52,8 42,0 13,6 11,6 1,6

4 240 10 200 74,2 58,9 45,5 12,5 11 1,6

5 300 11 200 82, 4 65,0 45,5 10,8 7,7 0,6

6 360 9 180 71,3 53,1 40,1 9,2 5,3 -0,4

7 420 8 165 61,0 44, 4 36, 4 8,6 1,7 -1, 4 8 480 6 175 72,7 56,2 39,2 8,4 -1,5 -4, 4 9 510 5 170 67,1 51,2 37,5 8,1 -1,2 -6, 4

Keterangan :


(67)

51

Media yang didinginkan air, dengan volume 5 liter, dan suhu awal 28 °C.

T air = suhu air atau media yang didinginkan (°C).

T1 = suhu refigeran saat keluar dari kompresor (°C).

T2 = suhu refigeran saat masuk kondensor (°C). T3 = suhu refigeran saat keluar kondensor (°C). T4 = suhu refigeran saat masuk evaporator (°C). T5 = suhu refigeran saat keluar evaporator (°C). P1 = tekanan saat keluar kompresor (psi).

P2 = tekanan saat masuk kompresor (psi).

Gambar 4.1 memperlihatkan titik-titik pemasangan alat ukur suhu dan tekanan pada saat proses pengambilan data.


(68)

52

4.2 Pengolahan Data dan Perhitungan

Dari data suhu yang diperoleh dapat dihitung besar entalpi (h). Untuk mencari nilai h, data suhu dijadikan dalam satuan F. Dari diagram R134a dapat ditarik nilai h dalam satuan Btu/lb. Besar nilai entalpi (h) disetiap titik 1, 2, 3, 4 dari waktu ke waktu dalam satuan Btu/lb disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Nilai Entalpi (h) dalam satuan Btu/lb.

Waktu h1 h2 h3 h4

No (menit) (Btu/lb) (Btu/lb) (Btu/lb) (Btu/lb)

1 60 110 128 30 30

2 120 114 130 35 35

3 180 115 132 30 30

4 240 112,5 130 30 30

5 300 112 134 24 24

6 360 114 132 23 23

7 420 112 134 22 22

8 480 112 130 22 22

9 510 110 128 20 20

Dalam Perhitungan, besar entalpi (h) harus dalam satuan Standar Internasional dengan satuan kJ/kg (1 Btu/lb = 2,326 kJ/kg). Besar nilai konversi entalpi setiap titik 1, 2, 3, 4 dari waktu ke waktu disajikan pada Tabel 4.3.


(69)

53

Tabel 4.3. Besar Entalpi (h) dalam satuan kJ/kg.

Waktu o

N (menit)

h1 (kJ/kg) h2 (kJ/kg) h3 (kJ/kg) h4 (kJ/kg)

1 60 255,86 297,728 69,78 69,78

2 120 265,164 302,38 81,41 81,41

3 180 267,49 307,032 69,78 69,78

4 240 261,675 302,38 69,78 69,78

5 300 260,512 311,684 55,824 55,824

6 360 265,164 307,032 53,498 53,498

7 420 260,512 311,684 51,172 51,172

8 480 260,512 302,38 51,172 51,172

9 510 255,86 297,728 46,52 46,52

Contoh perhitungan dilakukan untuk hasil percobaan pada saat waktu (t) = 60 menit. Dari data yang diperoleh suhu T1 = 85,3 °C. Karena dalam diagram tekanan-entalp pada jenis refigeran 134a suhu dalam satuan °F maka T1= x 85,3+32 = 185,54 °F. Untuk menentukan besaran nilai entalpi dilihat dari diagram tekanan-entalpi pada jenis refrigeran 134a. Dari diagram dapat dilihat nilai h2 saat T1 (keluar kompresor) adalah 128 Btu/lb. Dalam perhitungan satuan h harus dalam kJ/Kg jadi nilai h2 =128 Btu/lb = 297,728 kJ/kg (128Btu/lbx2,326kJ/kg) Gambar 4.2 memperlihatkan siklus kompresi uap dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut yang diperoleh dari hasil percobaan pada saat waktu (t) = 60 menit.


(70)

54

Gambar 4.2 Siklus Kompresi Uap dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut pada Diagram P-h refigeran 134a.


(71)

55

Gambar 4.3 memperlihatkan siklus kompresi uap dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut dari data hasil percobaan.

Gambar 4.3 Siklus Kompresi Uap dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut pada Diagram P-h Mesin Pendingin.

Keterangan : h1 = 255,86 kJ/kg h2 = 297,728 kJ/kg h3 = 69,78 kJ/kg h4 = 69,78 kJ/kg

1) Kerja Kompresor

Untuk mendapatkan kerja kompresor yang dihasilkan oleh mesin pendingin, dapat menggunakan persamaan 2.3 :


(72)

56

Wk = h2 – h1

= 297,728 kJ/kg – 255,86 kJ/kg = 41,868 kJ/kg

Maka kerja kompresor sebesar 41,868 kJ/kg (pada saat t= 60 menit).

2) Kalor yang Dilepas Kondensor

Untuk mendapatkan nilai kalor yang dilepas kondensor pada mesin pendingin, dapat menggunakan persamaan 2.4 :

Qk = h2 – h3

= 297,728 kJ/kg – 69,78 kJ/kg = 227,948 kJ/kg

Maka kalor yang dilepas kondensor sebesar 227,948 kJ/kg (pada saat t=60 menit).

3) Kalor yang Diserap Evaporator

Untuk mendapatkan kalor yang diserap evaporator pada mesin pendingin, dapat menggunakan persamaan 2.5 :

Qe = h1 – h4

= 255,86 kJ/kg – 69,78 kJ/kg = 186,08 kJ/kg

Maka kalor yang diserap evaporator sebesar 186,08 kJ/kg (pada saat t=60 menit).


(73)

57

4) Koefisien Prestasi (COP)

Untuk mendapatkan koefisien prestasi (COP) yang dihasilkan oleh mesin pendingin, dapat menggunakan persamaan 2.6 :

COP= ( )

( )

=

(( , , , , ) )

= 4,444

Maka COP yang dihasilkan sebesar 4,444 (pada saat t=60 menit).

4.3. Hasil Perhitungan

Hasil perhitungan secara keseluruhan dari waktu (t) 60 menit sampai waktu (t) 510 menit untuk nilai kerja kompresor (Wk), kalor yang dilepas kondensor (Qk), kalor yang diserap evaporator (Qe) dan koefisien prestasi (COP) dari mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut disajikan pada tabel 4.4.


(74)

58

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Karakteristik Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendinginan Lanjut.

No Waktu,t (menit) Kerja kompresor/Wk (kJ/kg) Panas yang diserap evaporator/Qe (kJ/kg) Panas yang dilepas kondensor/Qk

(kJ/kg) COP

1 60 41,868 186,08 227,948 4,444

2 120 37,216 183,754 220,97 4,938

3 180 39,542 197,71 237,252 5

4 240 40,705 191,895 232,6 4,714

5 300 51,172 204,688 255,86 4

6 360 41,868 211,666 253,534 5,506

7 420 51,172 209,34 260,512 4,091

8 480 41,868 209,34 251,208 5

9 510 41,868 209,34 251,208 5

4.5 Pembahasan

Dari hasil perhitungan diperoleh informasi bahwa besar Wk, Qe, Qk, dan COP dari mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut dari waktu ke waktu memiliki nilai yang berbeda-beda. Gambar grafik hasil perhitungan secara keseluruhan disajikan pada Gambar 4.4, Gambar 4.5, Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.


(75)

59

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Kerja Kompresor dan Waktu.

Gambar 4.4 memperlihatkan besar nilai kerja kompresor (Wk) dari waktu ke waktu. Bila dinyatakan dalam persamaan dapat dinyatakan :

Wk = 0,011 t + 39,60

( t dalam satuan menit dan Wk dalam satuan kJ/kg). Persamaan berlaku untuk t = 60 menit sampai dengan t = 510 menit. Nilai kerja kompresor terendah sebesar 37,216 kJ/kg dan nilai kerja kompresor tertinggi sebesar 51,172 kJ/kg. Rata-rata nilai kerja kompresor dari t = 60 menit sampai t = 510 menit sebesar 39,542 kJ/kg.


(76)

60

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Kalor yang Dilepas Kondensor dan Waktu.

Gambar 4.5 memperlihatkan besar nilai kalor yang dilepas kondensor (Qk) dari waktu ke waktu. Bila dinyatakan dalam persamaan :

Qk = 0,073 t + 221,7

( t dalam satuan menit dan Qk dalam satuan kJ/kg). Persamaan berlaku untuk t = 60 menit sampai dengan t = 510 menit. Nilai kalor yang dilepas kondensor terendah sebesar 220,97 kJ/kg dan nilai kalor yang dilepas kondensor tertinggi sebesar 260,512 kJ/kg. Rata-rata nilai kerja kompresor dari t = 60 menit sampai t = 510 menit sebesar 240,741 kJ/kg.


(77)

61

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Kalor yang Diserap Evaporator dan Waktu.

Gambar 4.6 memperlihatkan besar nilai kalor yang diserap evaporator (Qe) dari waktu ke waktu. Bila dinyatakan dalam persamaan dapat dinyatakan :

Qe = 0,061 t + 182,1.

( t dalam satuan menit dan Qe dalam satuan kJ/kg). Persamaan berlaku untuk t = 60 menit sampai dengan t = 510 menit. Nilai kalor yang diserap evaporator terendah sebesar 183,754 kJ/kg dan nilai kalor yang diserap evaporator tertinggi sebesar 211,666 kJ/kg. Rata-rata nilai kalor yang diserap evaporator dari t = 60 menit sampai t = 510 menit sebesar 197,71 kJ/kg.


(78)

62

Gambar 4.7 Grafik Hubungan COP dan Waktu.

Gambar 4.7 memperlihatkan besar nilai koefisien prestasi (COP) dari waktu ke waktu. Bila dinyatakan dalam persamaan dapat dinyatakan :

COP = 0,0002 t + 4,625.

( t dalam satuan menit). Persamaan berlaku untuk t = 60 menit sampai dengan t = 510 menit. Nilai koefisien prestasi (COP) terendah sebesar 4 dan nilai koefisien prestasi (COP) tertinggi sebesar 5,056. Rata-rata nilai koefisien prestasi (COP) dari t = 60 menit sampai t = 510 menit sebesar 4,53.


(79)

63

Niilai kerja kompresor (Wk), kalor yang dilepas kondensor (Qk), kalor yang diserap evaporator (Qe), dan koefisien prestasi (COP) nilainya tidak konstan. Kemungkinan hal ini disebabkan karena suhu air yang didinginkan berubah-ubah setiap saat dan suhu ruangan di sekitar pada saat pengambilan data juga berubah- ubah setiap saat. Tekanan kerja evaporator dan tekanan kerja kondensor berubah- ubah setiap saat menyesuaiakan dengan keadaan yang terjadi.


(80)

64

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pengujian mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut untuk membekukan air pada lapisan bidang datar yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Mesin pendingin dengan pemanasan lanjut dan pendinginan lanjut skala rumah tangga yang telah dibuat mampu untuk membekukan air pada lapisan bidang datar dengan volume air 5 liter selama 8,5 jam. 2. a.Kerja kompresor terendah sebesar 37,216 kJ/kg dan tertinggi sebesar

51,172 kJ/kg.

b. Kalor yang dilepas kondensor terendah sebesar 220,97 kJ/kg dan tertinggi sebesar 260,512 kJ/kg.

c. Kalor yang diserap evaporator terendah sebesar 183,754 kJ/kg dan tertinggi sebesar 211,666 kJ/kg.

3. COP mesin pendingin dari waktu ke waktu nilainya berubah-ubah. Nilai COP terendah sebesar 4 dan nilai COP tertinggi sebesar 5,056. Nilai COP rata-rata sebesar 4,53 (untuk 8,5 jam kerja).


(81)

65

5.2 Saran

Setelah dilakukan pengambilan data dari mesin pendingin dengan pemanasan lanjut ada kekurangan dan kelebihan yang perlu di perhatikan, untuk itu perlu adanya saran untuk pengembangan mesin ini, antara lain :

1. Dalam pembuatan mesin pendingin, sebagai wadah untuk media yang didinginkan sebaiknya menggunakan bahan mika, akrilik atau plastik karena tidak mudah pecah, dan proses pembuatan wadah, pembentukan lubang lebih mudah.

2. Saat proses uji coba mesin sebaiknya dilakukan beberapa kali, sehingga saat proses pengambilan data dapat lancar dan tidak ada masalah seperti kebocoran pada wadah atau kebocoran pada pipa penyambung.

3. Untuk pengembangan pengetahuan mesin pendingin perlu dilakukan pengembangan pembuatan alat lebih lanjut dengan membuat mesin pendingin menggunakan refigeran sekunder (cairan anti beku).


(82)

66

DAFTAR PUSTAKA

Dirja, 2004, Dasar Mesin Pendingin, Departemen Pendidikan Nasional, Diakses : Tanggal 6 April 2012.

Frank Keith, 1984, Perpindahan Kalor, Erlangga, Jakarta.

Nofrizal, 2008, Perancangan Thermal dan Elektrika, Central Library Universitas Indonesia, Diakes : Tanggal 19 April 2012.

Sumanto, 2004, Dasar-dasar Mesin Pendingin, Andi Offset, Yogyakarta.

Stoecker, W.F., 1989, Refigeran dan Pengkondisian Udara, Erlangga, Jakarta.

Perdana Herman, 2012, Mesin Pendingin Untuk Membekukan Air Pada Lapisan Bidang Datar, Yogyakarta.


(83)

67


(84)

68

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 60 menit.


(85)

69

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 120 menit.


(86)

70

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 180 menit.


(87)

71

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 240 menit.


(88)

72

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 300 menit.


(89)

73

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 360 menit.


(90)

74

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 420 menit.


(91)

75

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 480 menit.


(92)

76

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 510 menit.


(1)

71

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 240 menit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

72

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 300 menit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

73

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 360 menit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

74

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 420 menit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

75

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 480 menit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

76

Siklus Mesin Pendingin dengan Pemanasan Lanjut dan Pendnginan Lanjut pada saat t = 510 menit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI