Data Sosial Ekonomi Masyarakat

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) ataupun Daerah (Suseda) merupakan kegiatan pengumpulan data yang dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.. Susenas maupun Suseda sudah dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat secara luas. Pemanfaatan data oleh pemerintah mulai dari merumuskan masalah perencanaan, pemantauan atau evaluasi kekurangan serta keberhasilan pembangunan sebagai bahan penyusunan kebijakan. Sedangkan pemanfaatan oleh masyarakat diantaranya oleh para ilmuwan atau para kalangan pendidikan dalam melakukan studi ilmiah atau sebagai data pendukungnya. Karena data Susenas/Suseda ini merupakan data yang selalu dibutuhkan oleh pemerintah dan masyarakat, untuk melihat kondisi sosial ekonomi daerah. oleh karena itu menyediakannya dengan mutu, kelengkapan dan ketepatan waktu yang makin baik.


(2)

Susenas/Suseda Kota Bogor Tahun Anggaran 2011 mengumpulkan data yang menyangkut bidang pendidikan, kesehatan/gizi, perumahan/lingkungan hidup, ketenagakerjaan, kegiatan sosial budaya, konsumsi dan pengeluaran rumah tangga di kota Bogor.

1.2 Tujuan

Secara umum tujuan pengumpulan data Sosial Ekonomi Daerah adalah tersedianya data kesejahteraan rakyat, yang dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Adapun secara khusus tujuan adalah:

a. Tersedianya data pokok tentang kesejahteraan masyarakat Kota Bogor

b. Tersedianya data tentang kesejahteraan rumah tangga, sosial budaya, pendidikan, dan data kependudukan yang dirinci berdasarkan golongan umur, jenis kelamin, status perkawinan, ketenagakerjaan, fertilitas, pemakaian kontrasepsi, tingkat kematian bayi, pola konsumsi penduduk, kecukupan konsumsi gizi, dan distribusi pengeluaran.

1.3 Jenis Data yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan, mencakup:


(3)

a. Keterangan umum anggota rumah tangga yaitu nama, hubungan dengan kepala rumah tangga, jenis kelamin, umur, dan status perkawinan, korban kejahatan, frekwensi bepergian dan keikutsertaan pendidikan pra sekolah bagi penduduk usia 0-6 tahun;

b. Keterangan umum kesehatan untuk semua umur mencakup keterangan kematian, lama sakit, cara dan fasilitas pengobatan serta ketersediaan jaminan pembiayaan/asuransi kesehatan, kesehatan balita mencakup penolong proses kelahiran, imunisasi dan pemberian ASI;

c. pendidikan anggota rumah tangga 5 tahun keatas, mencakup partisipasi sekolah, jenjang pendidikan, pemilikan ijazah, kemampuan baca tulis,;

d. Keterangan ketenagakerjaan anggota rumah tangga 10 tahun ke atas mencakup kegiatan utama, pemcari kerja,lapangan usaha, dan status pekerjaan;

e. Keterangan fertilitas wanita pernah kawin, mencakup umur perkawinan, anak lahir/masih hidup, partisipasi dalam program Keluarga Berencana (KB), dan penggunaan alat kontrasepsi

f. Keterangan perumahan dan lingkungan, mencakup penguasaan tempat tinggal, jenis atap, dinding, luas lantai, sumber air minum, fasilitas air minum, fasilitas tempat buang air


(4)

besar, sumber penerangan dan bahan bakar/energy untuk memasak;

g. Keterangan tentang social ekonomi lainnya, mencakup pelayanan kesehatan gratis, penerimaan beras miskin (raskin), dan kredit usaha;

h. Keterangan teknologi dan informasi, mencakup penggunaan dan penguasaan telpon, penguasaan HP (jumlah nomor HP), computer dan internet;

i. Keterangan tentang rata-rata konsumsi rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga.


(5)

BAB II METODOLOGI

2.1 Ruang Lingkup

Pendataan Suseda Kota Bogor dilakukan pada rumah tangga yang tersebar di 6 kecamatan di seluruh wilayah Kota Bogor. Rumah tangga yang tinggal di blok sensus khusus seperti kompleks militer dan rumah tangga khusus seperti asrama, penjara yang berada di blok sensus biasa tidak dipilih dalam sampel pendataan Susenas.

Data hasil pendataan Suseda disajikan baik tingkat kota Bogor hingga kecamatan.

2.2 Kerangka Sampel

Kerangka sampel yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu kerangka sampel untuk penarikan sampel tahap pertama dan kerangka sampel untuk penarikan sampel tahap kedua. Kerangka sampel pemilihan tahap pertama adalah Master sampel blok sensus biasa (BS) kondisi 5 Mei 2010. Master BS tersebut disertai dengan informasi banyaknya rumah tangga hasil listing SP2010, muatan blok sensus dominan (pemukiman biasa, pemukiman mewah, pemukiman


(6)

kumuh), dan klasifikasi desa/kelurahan (rural/urban). Oleh karena itu

diperlukan rekap kehadiran RBL1 yang diperoleh dari pencocokan (matching) antara Master dengan RBL1. Kerangka sampel pemilihan

sampel tahap kedua adalah daftar rumah tangga biasa hasil listing SP2010 dalam blok sensus. Data hasil survei dikombinasi dengan data hasil Sensus Penduduk 2010 Kota Bogor.

2.3 Rancangan Sampel

Metode sampling yang digunakan yaitu penarikan sampel dua tahap berstrata. Tahapan dari metode ini diuraikan sebagai berikut:

• Tahap pertama, memilih nh blok sensus dari Nh secara pps

(Probability Proportional to Size) dengan size banyaknya rumah

tangga hasil listing SP2010 (Mi).

• Tahap kedua, dari setiap blok sensus terpilih dipilih sejumlah rumah tangga biasa (m=16) secara sistematik berdasarkan

hasil listing SP2010.

Estimasi Tingkat Kecamatan

Jumlah sampel blok sensus untuk estimasi kabupaten/kota atau kecamatan merupakan minimum sampel untuk estimasi tingkat kabupaten/kota. Sampel blok sensus dialokasikan menurut daerah perkotaan dan perdesaan. Alokasi jumlah sampel menurut daerah


(7)

perkotaan dan perdesaan di setiap kabupaten/kota dilakukan secara proporsional terhadap akar jumlah rumah tangga dalam RBL1.

2.4 Metoda Pengumpulan Data dan Peta Blok Sensus

Pengumpulan data di setiap rumah tangga terpilih dilakukan melalui wawancara langsung antara pencacah dengan responden. Keterangan rumah tangga dikumpulkan melalui wawancara dengan kepala rumah tangga, suami/istri kepala rumah tangga, atau anggota rumah tangga lain yang mengetahui karakteristik yang ditanyakan, sedangkan keterangan individu dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan individu yang bersangkutan.

Apabila rumah tangga terpilih benar-benar tidak dapat ditemui pada saat pencacahan, maka penggantian sampel dapat dilakukan dengan rumah tangga yang ditemui pada bangunan fisik dan bangunan sensus tersebut.

Peta blok sensus yang digunakan dalam Susenas/Suseda 2011 adalah peta hasil scanning peta yang telah digunakan dalam

kegiatan pencacahan SP2010. Dalam peta tersebut sudah tercantum legenda, landmark, dan posisi bangunan fisik/sensus. Peta blok

sensus dapat digunakan oleh petugas untuk

menelusuri/mengidentifikasi lokasi rumah tangga terpilih.


(8)

Pengolahan data, mulai perekaman data (data entri), pemeriksaan konsistensi antar isian dalam kuesioner sampai dengan tahap tabulasi, sepenuhnya dilakukan dengan menggunakan komputer. Sebelum tahap ini dimulai, terlebih dahulu dilakukan cek awal atas kelengkapan isian daftar pertanyaan, penyuntingan (editing) terhadap isian yang tidak wajar termasuk hubungan keterkaitan (konsistensi) antara satu jawaban dengan jawaban yang lainnya.

2.6 Referensi Waktu Survei

Susenas/Suseda 2010 menggunakan referensi waktu yaitu suatu periode yang berakhir sehari sebelum tanggal pencacahan rumah tangga, misalnya:

a. Kegiatan anggota rumah tangga berumur 10 tahun keatas dan konsumsi makanan menggunakan referensi waktu survei seminggu yang lalu.

b. Pengeluaran untuk barang-barang bukan makanan dengan referensi waktu survei sebulan dan setahun yang lalu.

c. Keterangan kesehatan dengan referensi waktu survei sebulan yang lalu.


(9)

Penyajian data dalam publikasi ini dikelompokkan ke dalam delapan bagian. Bagian pertama memaparkan masalah kependudukan, termasuk tabel jumlah penduduk menurut jenis kelamin, umur, status perkawinan. Kondisi kesehatan penduduk yang mencakup keluhan kesehatan utama, jumlah hari sakit, kondisi balita disajikan pada bagian kedua. Bagian ketiga menampilkan kondisi pendidikan penduduk yang mencakup partisipasi sekolah, status pendidikan, tingkat pendidikan, melek huruf, dan kemampuan berbahasa Indonesia. Bagian keempat masih seperti tahun lalu yaitu memaparkan ketenagakerjaan yang mencakup kegiatan utama penduduk, jam kerja, lapangan pekerjaan, dan status pekerjaan. Bagian kelima menyajikan fertilitas, lalu disusul data mengenai perumahan dan terakhir ditutup dengan data pengeluaran rumah tangga.


(10)

BAB III

KONSEP DAN DEFINISI

3.1 Blok Sensus

Blok sensus membagi habis desa/kelurahan menjadi beberapa blok sensus, harus mempunyai batas-batas (alam/buatan) yang jelas. Bila batas SLS (satuan lingkungan setempat) adalah batas jelas (Batas alam/buatan) maka batas SLS diutamakan menjadi batas blok sensus. Satu blok sensus harus terletak pada satu hamparan tidak boleh terpisah oleh blok sensus lain.

3.2 Rumahtangga dan Anggota Rumahtangga

Rumahtangga dalam hal ini dibedakan menjadi dua, yaitu rumahtangga biasa dan rumahtangga khusus.

1) Rumahtangga biasa adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya makan bersama dari satu dapur. Yang dimaksud dengan makan dari satu dapur adalah jika pengurusan kebutuhan sehari-harinya dikelola bersama menjadi satu. Selain rumahtangga biasa yang terdiri dari bapak, ibu dan anak, yang juga dianggap rumahtangga biasa antara lain


(11)

a. Seseorang yang menyewa kamar atau sebagian bangunan. sensus dan mengurus makanannya secara sendiri.

b. Keluarga yang tinggal terpisah di dua bangunan sensus tapi makannya dari satu dapur asal kedua bangunan sensus tersebut masih dalam satu segmen.

c. Suatu rumahtanaga yang menerima pondokan dengan makan (indekos) yang pemondoknya berjumlah kurang dari 10 orang. d. Pengurus asrama, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan dan

sejenisnya yang tinggal sendiri maupun bersama anak, istri serta anggota rumahtangga lainnya, makan dari satu dapur yang terpisah dari lembaga yang diurusnya.

e. Masing-masing orang yang bersama-sama menyewa kamar atau sebagian bangunan sensus tetapi mengurus makannya sendiri-sendiri.

2) Rumahtangga khusus, yaitu orang-orang yang tinggal di asrama, tangsi, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan, dan sekelompok orang yang mondok dengan makan (indekos) dan berjumlah 10 orang atau lebih tidak dicakup dalam Susenas.

Anggota rumahtangga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumahtangga, baik yang berada di rumah pada waktu pencacahan maupun sementara tidak ada. Anggota rumahtangga yang telah bepergian 6 bulan atau lebih, dan anggota rumahtanega yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan


(12)

pindah/akan meninggalkan rumah 6 bulan atau lebih, tidak dianggap sebagai anggota rumahtangga. Orang yang telah tinggal di suatu rumahtangga 6 bulan atau lebih atau yang telah tinggal di suatu rumahtangga kurang dari 6 bulan, tetapi berniat menetap di rumahtangga tersebut dianggap sebagai anggota rumahtangga.

Kepala rumahtangga adalah seseorang dari sekelompok anggota rumahtangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari rumahtangga tersebut atau orang yang dianggap/ditunjuk sebagai kepala di dalam rumahtangga tersebut.

3.3 Kesehatan

Sakit adalah menderita penyakit menahun (kronis) atau gangguan kesehatan yang menyebabkan aktifitas kerja terganggu. Walaupun seseorang mempunyai keluhan kesehatan (misalnya masuk angin atau pilek) tetapi bila tidak terganggu kegiatannya sehari-hari maka ia dianggap tidak sakit. Imunisasi adalah memasukkan kuman penyakit yang sudah dimatikan kedalam tubuh anak balita dengan cara suntik atau minum dengan maksud agar terjadi kekebalan terhadap jenis penyakit tertentu pada tubuh.


(13)

Sekolah adalah sekolah formal mulai dari pendidikan dasar, menengah dan tinggi, termasuk pendidikan yang disamakan.

Tidak/belum pernah sekolah adalah mereka yang tidak atau belum pernah sekolah. Termasuk mereka yang tamat/belum tamat Taman Kanak-kanak yang tidak melanjutkan ke SD.

Masih bersekolah adalah mereka yang sedang mengikuti pendidikan di pendidikan dasar, menengah atau tinggi.

Tidak sekolah lagi adalah mereka yang, pernah mengikuti pendidikan dasar, menengah atau tinggi, tetapi pada saat pencacahan tidak sekolah lagi.

Jenjang pendidikan tertinggi yang pernah/sedang diduduki (ditamatkan) adalah jenjang., pendidikan yang pernah diduduki (ditamatkan) oleh seseorang yang sudah tidak sekolah lagi atau sedang diduduki oleh seseorang yang masih sekolah.

3.5 Fertilitas

Anak lahir hidup adalah anak yang pada waktu dilahirkan menunjukkan tanda-tanda kehidupan walaupun mungkin hanya beberapa saat saja seperti jantung berdenyut, bernapas, dan menangis. Anak yang pada waktu lahir tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan disebut lahir mati.


(14)

3.6 Perumahan

Luas lantai adalah luas lantai yang ditempati dan digunakan untuk keperluan sehari-hari. Bagian-bagian yang digunakan bukan untuk keperluan sehari-hari tidak dimasukkan dalam perhitungan luas lantai seperti lumbung padi, kandang ternak, jemuran, dan warung (sebatas atap).

Dinding adalah sisi luar/batas dari suatu bangunan atau penyekat dengan rumahtangga atau bangunan lain.

Atap adalah penutup bagian atas suatu bangunan sehingga orang yang mendiami di bawahnya terlindung dari teriknya matahari, hujan, dan sebagainya. Untuk bangunan bertingkat, atap yang dimaksud adalah bagian teratas dari bangunan tersebut.

3.7 Konsumsi Pengeluaran Rumahtangga

Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumahtangga sebulan untuk konsumsi semua anggota rumahtangga dibagi dengan banyaknya anggota rumahtangga. Pengeluaran atau konsumsi rumah-tangga dibedakan menjadi dua yaitu konsumsi makanan dan bukan makanan tanpa memperhatikan asal barang dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumahtangga saja, tidak termasuk konsumsi pengeluaran untuk keperluan usaha rumahtangga atau yang diberikan kepada


(15)

pihak lain. Pengeluaran untuk konsumsi makanan ditanyakan selama seminggu yang lalu, sedangkan pengeluaran untuk bukan makanan setahun yang lalu. Baik konsumsi makanan maupun bukan makanan selanjutnya dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata sebulan.


(16)

BAB IV

RINGKASAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KOTA BOGOR

Masyarakat kota Bogor adalah masyarakat yang agamis ditengah-tengah perlintasan dan tempat wilayah parawisata. Jarak tempuh yang dekat dengan ibukota Jakarta menjadikan daerah ini tempat para urban untuk tinggal dan menetap. Selain itu iklim yang berhawa sejuk dan masih rendah kadar polusi udaranya. Wilayah Kota Bogor terbagi menjadi 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Penduduk kota Bogor pada tahun 2010 sebanyak 950.344 jiwa dengan kepadatan penduduk 4000 km2.

4.1. Penduduk Kota Bogor Tahun 2010.

Penduduk dalam suatu daerah merupakan potensi sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam proses pembangunan, disamping juga sebagai konsumen dalam pembangunan. Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi, dan distribusi penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Penanganan masalah penduduk tidak saja mengarah


(17)

pada upaya pengendalian penduduk, tapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2010 tercatat sebanyak 950.334 jiwa terdiri dari laki-laki 484.791 jiwa dan perempuan sebanyak 465.543 jiwa. Selama kurun waktu 2005-2010 telah terjadi penambahan penduduk sekitar 95 249 jiwa yang terdiri dari 52 829 laki-laki dan 42 320 perempuan.

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Kota Bogor Tahun 2005-2010

Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Sex ratio

(1) (2) (3) (4) (5)

2005 431.862 423.223 855.085 102

2006 444.508 434.630 879.138 102

2007 457.717 447.415 905.132 102

2008 476.476 465.728 942.204 102

2009 481.559 464.645 946.204 104

2010 484.791 465.543 950.334 104

Sumber : BPS Kota Bogor, SP 2010

Tabel 3.3 menyajikan jumlah penduduk pada masing-masing kecamatan menurut jenis kelamin. Tampak di sini bahwa jumlah penduduk terbesar di Kota Bogor adalah kecamatan Bogor Barat (211 084 jiwa), disusul kemudian dengan Kecamatan Tanah sereal (190 919 jiwa), dan Kecamatan Bogor Tengah (181 392 jiwa). Jika dilihat dari sex rationya, seluruh kecamatan di Kota Bogor memiliki


(18)

jumlah penduduk laki-laki yang lebih besar daripada jumlah penduduk perempuan. Hal ini tercermin dari sex ratio di seluruh

kecamatan yang di atas 100.

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin per Kecamatan Tahun 2010

Kecamatan Laki-laki Perempuan Total

Sex Rati

o

(1) (2) (3) (4)

Bogor Selatan 93,442 87,950 181,392 106

Bogor Timur 48,350 46,748 95,098 103

Bogor Utara 86,962 83,481 170,443 104

Bogor Tengah 51,296 50,102 101,398 102

Bogor Barat 107,46

5 103,619 211,084 104

Tanah Sareal 97,276 93,643 190,919 104

Kota Bogor 484,79

1 465,543 950,334 104

Sumber : BPS Kota Bogor, SP 2010

Tabel 4.3. Penduduk Kota Bogor Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Wilayah dan Lapangan Usaha

Utama, 2010

Kecamatan SEKTOR

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Bogor Selatan 2,55 1 235 12,30 8 351 5,94 0 19,40 5 5,49 2 1,33 2 17,146 Bogor Timur

815 175 4,410 225

2,87 5 11,70 7 3,37 5 1,37 5 10,494 Bogor Utara 1,59

5 414 12,29 2 562 4,61 3 16,01 4 5,88 7 2,19 9 22,683 Bogor Tengah

545 196 3,588 277

1,86 1 15,52 8 2,86 8 1,36 7 12,094 Bogor Barat 2,41

0 560 7,859 892

5,41 8 21,42 3 6,36 5 2,51 7 28,167 Tanah Sereal 2,44

8 445 10,06 3 797 5,55 1 20,76 3 6,27 7 2,46 9 23,108 Kota Bogor 10,3 64 2,025 50,52 0 3,10 4 26,2 58 104,8 40 30,2 64 11,2 59 113,69 2 1=Pertanian, 2= Pertambangan/penggalian 3=Industri, 4=Listrik, gas, air, 5=Konstruksi 6=Perdagangan, 7=Angkutan/Komunikasi, 8=Keuangan, 9=Jasa


(19)

Mata pencarian Penduduk Kota Bogor pada tahun 2010 terbanyak bekerja pada sektor jasa (sektor 9) dan perdagangan hotel. restaurant/rumah makan (sektor 6) yakni sebanyak masing sebanyak 113.692 orang dan 104.840 orang atau mencapai 62,03 persen dari total penduduk 15 tahun keatas yang bekerja sebanyak 352.326 orang. Sementara yang bekerja disektor industri sebanyak 50.520 orang atau 14,34 persen.

4.2. Kesehatan

Dalam prakteknya, peningkatan indikator sosial seperti kesehatan tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek. Kesehatan perlu diupayakan dan diperjuangkan bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat sehingga tercipta suatu kesadaran bahwa setiap kesehatan adalah tanggungjawab bersama. Hasil dari survey memperlihatkan tingkat kesehatan masyarakat kota Bogor menunjuan relative yang baik ini terlihat dari angka makro IPM yang memperlihatkan angka harapan hidup mencapai 68.

Kesehatan merupakan aspek yang paling mendasar yang dibutuhkan semua orang. Dengan kondisi sehat setiap orang dapat melaksanakan segala aktivitasnya untuk

mencapai tujuan yang diinginkan termasuk meningkatkan kapabilitas. Namun untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik tidak mudah, karena banyak faktor yang


(20)

berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan

seperti air bersih, sanitasi dan lingkungan, kualitas makanan serta akses terhadap pelayanan dasar kesehatan. Menurut Henrik L Blum, peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang dapat diukur dari tingkat mortalitas dan morbiditas penduduk dipengaruhi oleh empat faktor penentu, yaitu : faktor-faktor lingkungan (45 %), perilaku kesehatan (30 %), pelayanan kesehatan (20 %) dan kependudukan/keturunan (5 %)

Fasilitas kesehatan yang paling banyak didatangi penduduk Kota Bogor untuk berobat pada tahun 2010

adalah puskesmas yang mencapai 44,35 persen, diikuti oleh praktek dokter yang mencapai 32,78 persen, rumah sakit 11,85 persen dan praktek tenaga kesehatan mencapai 9,64 persen. Sama seperti tahun sebelumnya (2009),

puskesmas tetap merupakan fasilitas kesehatan yang

banyak didatangi penduduk Kota Bogor, karena tempatnya mudah dijangkau dan biaya berobat yang dikeluarkan relatif lebih murah. Jumlah rumah sakit di Kota Bogor pada tahun 2010 ada sebanyak 8 buah, rumah sakit ibu dan anak ada sebanyak 2 buah, puskesmas ada 24 buah dan puskesmas pembantu ada 28 buah. Indikator kesehatan


(21)

masyarakat terukur dari Angka Harapan Hidup (AHH). Angka Harapan Hidup adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan mortalitas menurut umur. Tahun 2010 AHH Kota Bogor mencapai 68,87 tahun naik 0,10 point dari 68,77 tahun pada tahun 2009.

4.3. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas hidup. Untuk itu, di sejumlah negara pembangunan pendidikan memperoleh prioritas utama dibanding

pembangunan sektor lain. Salah satu bukti pentingnya pembangunan pendidikan adalah besarnya proporsi

anggaran yang dikeluarkan untuk pendidikan. Di Indonesia sejak tahun 1994 pemerintah mewajibkan semua penduduk usia sekolah mengikuti pendidikan sekolah dasar dan

menengah yang dikenal dengan wajib belajar 9 tahun. Wajib belajar 9 tahun ini merupakan pengejawentahan dari salah satu pasal UUD’45 yang menyatakan bahwa”setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pengajaran”.


(22)

Pada tahun 2010 angka melek huruf (AMH) Kota Bogor mencapai 98,77 lebih tinggi 0,1 point dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 68,77 persen. AMH. Rata-rata lama sekolah (RLS) mencapai 9,79 tahun artinya penduduk rata-rata sudah memasuki pendidikan SLTA. Dengan adanya wajib belajar 9 tahun seyogyanya RLS ini memang menunjukkan peningkatan. Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional dapat diperoleh gambaran pembangunan pendidikan di Kota Bogor dengan melihat besarnya kemampuan membaca dan menulis. Pada tahun 2010, penduduk Kota Bogor yang berusia 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis huruf latin mencapai 98,36 persen. Kemudian, dari penduduk yang berusia 10 tahun ke atas, ijazah yang paling banyak dimiliki adalah ijazah SD yaitu sebesar 29,89 persen, ijazah SMU/SMA/SMK, sebesar 28,30 persen, ijazah SMP 17,27 persen, sedangkan yang memiliki ijazah perguruan tinggi 8,64 persen, dan yang tidak memiliki ijazah SD sebesar 15,90 persen.

4.4. Perumahan

Kualitas hunian suatu masyarakat dapat dinilai dari luas lantai per kapita. Menurut Badan

Kesehatan Dunia (WHO), salah satu indikasi rumah sehat adalah rumah tinggal yang memiliki luas lantai per kapita minimal 10 m2.


(23)

Di Kota Bogor, tahun 2010 terdapat 6,02 persen rumah tangga yang tinggal di rumah dengan luas lantai kurang dari 20 m2. Kualitas perumahan di Kota Bogor semakin membaik selama tahun 2010. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya persentase rumah tangga yang tinggal dengan luas lantai kurang dari 20m2. Persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah pada tahun 2010 sebesar 98,41 persen. Sedangkan persentase rumah tangga yang tinggal di rumah dengan jenis dinding permanen (tembok) sebesar 96,28 persen. Sumber air minum di Kota Bogor 33,63 persen berasal dari leding meteran, 26,19 persen dari sumur bor/pompa, 16,64 persen dari sumur terlindung, 12,04 persen air kemasan bermerk, sedangkan sisanya dari air isi ulang, leding eceran, sumur tak terlindungi dan lainnya. Untuk penerangan, 99,65 persen rumah tangga di Kota Bogor menggunakan penerangan dari PLN. Sedangkan untuk masalah sanitasi, 84,25 persen rumah tangga di Kota Bogor memiliki rumah dengan fasilitas buang air besar sendiri.

Tabel 4.4. Persentase Banyaknya Rumah Tangga Menurut Kecamatan dan dan Jenis Lantai Terluas di Kota Bogor, 2010.

Nama Kecamatan

Jenis Lantai Terluas dari Tempat Tinggal Keramik/M

armer/Gran it

Ubin/Tegel/ Teraso

Semen/ Bata Merah

Kayu/Papan Bambu Tanah Lainnya Jumlah 01

0 Bogor Selatan 59,45 16,45 22,43 0,59 0,56 0,46 0,06 100,00 02


(24)

03

0 Bogor Utara 71,30 14,05 14,09 0,17 0,03 0,35 0,01 100,00 04

0 Bogor Tengah 64,14 21,17 13,60 0,83 0,02 0,22 0,02 100,00 05

0 Bogor Barat 67,52 17,11 14,74 0,16 0,03 0,42 0,02 100,00 06

0 Tanah Sereal 70,11 16,75 12,16 0,18 0,06 0,74 0,01 100,00

Kota Bogor 67,21 16,55 15,30 0,35 0,13 0,44 0,02 100,00

Tabel 4.5. Persentase Banyaknya Rumah Tangga Menurut Wilayah dan Status Kepemilikan/Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal di Kota Bogor, 2010.

Kecamatan Milik sendir Sewa Kontr ak Lainn ya Jumlah 010 Bogor Selatan 66,96 3,27 11,84 17,93 100,00 020 Bogor Timur 70,06 7,97 14,07 7,89 100,00 030 Bogor Utara 62,91 6,88 18,76 11,45 100,00 040 Bogor Tengah 58,92 7,20 19,71 14,17 100,00 050 Bogor Barat 66,94 3,78 15,98 13,30 100,00 060 Tanah Sereal 71,75 2,71 15,58 9,95 100,00 Kota Bogor 66,60 4,82 15,85 12,72 100,00 Sumber : BPS Kota Bogor, SP 2010

4.5. Pengeluaran

Pengeluaran perkapita dapat dijadikan pendekatan untuk pendapatan penduduk sehingga dapat diketahui tingkat kesejahteraan masyarakat. Rata-rata pengeluaran perkapita di Kota Bogor tahun 2010 adalah 746.479 rupiah. Artinya setiap orang di Kota Bogor dalam sebulan rata-rata mengeluarkan uang sejumlah 746.479 rupiah untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Pengeluaran perkapita yang dibagi menurut kelompok barang makanan dan non makanan menunjukkan bahwa persentase pengeluaran untuk barang non makanan lebih besar


(25)

dibandingkan persentase pengeluaran untuk barang makanan. Tahun 2010, persentase pengeluaran untuk non makanan sebesar 55,96 persen, sedangkan untuk makanan 44,04 persen. Pengeluaran Non Makanan didominasi oleh pengeluaran perumahan dan fasilitas rumahtangga. Sedangkan pengeluaran makanan didominasi oleh pengeluaran makanan dan minuman jadi. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, persentase pengeluaran untuk non makanan mengalami penurunan. Tahun 2009 persentase pengeluaran non makanan sebesar 61,54 persen. Berbeda dengan pengeluaran untuk makanan, persentasenya meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 38,46 persen di tahun 2009 menjadi 44,04 persen di tahun 2010.


(1)

berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan

seperti air bersih, sanitasi dan lingkungan, kualitas makanan serta akses terhadap pelayanan dasar kesehatan. Menurut Henrik L Blum, peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang dapat diukur dari tingkat mortalitas dan morbiditas penduduk dipengaruhi oleh empat faktor penentu, yaitu : faktor-faktor lingkungan (45 %), perilaku kesehatan (30 %), pelayanan kesehatan (20 %) dan kependudukan/keturunan (5 %)

Fasilitas kesehatan yang paling banyak didatangi penduduk Kota Bogor untuk berobat pada tahun 2010

adalah puskesmas yang mencapai 44,35 persen, diikuti oleh praktek dokter yang mencapai 32,78 persen, rumah sakit 11,85 persen dan praktek tenaga kesehatan mencapai 9,64 persen. Sama seperti tahun sebelumnya (2009),

puskesmas tetap merupakan fasilitas kesehatan yang

banyak didatangi penduduk Kota Bogor, karena tempatnya mudah dijangkau dan biaya berobat yang dikeluarkan relatif lebih murah. Jumlah rumah sakit di Kota Bogor pada tahun 2010 ada sebanyak 8 buah, rumah sakit ibu dan anak ada sebanyak 2 buah, puskesmas ada 24 buah dan


(2)

masyarakat terukur dari Angka Harapan Hidup (AHH). Angka Harapan Hidup adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan mortalitas menurut umur. Tahun 2010 AHH Kota Bogor mencapai 68,87 tahun naik 0,10 point dari 68,77 tahun pada tahun 2009.

4.3. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas hidup. Untuk itu, di sejumlah negara pembangunan pendidikan memperoleh prioritas utama dibanding

pembangunan sektor lain. Salah satu bukti pentingnya pembangunan pendidikan adalah besarnya proporsi

anggaran yang dikeluarkan untuk pendidikan. Di Indonesia sejak tahun 1994 pemerintah mewajibkan semua penduduk usia sekolah mengikuti pendidikan sekolah dasar dan

menengah yang dikenal dengan wajib belajar 9 tahun. Wajib belajar 9 tahun ini merupakan pengejawentahan dari salah satu pasal UUD’45 yang menyatakan bahwa”setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pengajaran”.


(3)

Pada tahun 2010 angka melek huruf (AMH) Kota Bogor mencapai 98,77 lebih tinggi 0,1 point dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 68,77 persen. AMH. Rata-rata lama sekolah (RLS) mencapai 9,79 tahun artinya penduduk rata-rata sudah memasuki pendidikan SLTA. Dengan adanya wajib belajar 9 tahun seyogyanya RLS ini memang menunjukkan peningkatan. Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional dapat diperoleh gambaran pembangunan pendidikan di Kota Bogor dengan melihat besarnya kemampuan membaca dan menulis. Pada tahun 2010, penduduk Kota Bogor yang berusia 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis huruf latin mencapai 98,36 persen. Kemudian, dari penduduk yang berusia 10 tahun ke atas, ijazah yang paling banyak dimiliki adalah ijazah SD yaitu sebesar 29,89 persen, ijazah SMU/SMA/SMK, sebesar 28,30 persen, ijazah SMP 17,27 persen, sedangkan yang memiliki ijazah perguruan tinggi 8,64 persen, dan yang tidak memiliki ijazah SD sebesar 15,90 persen.

4.4. Perumahan

Kualitas hunian suatu masyarakat dapat dinilai dari luas lantai per kapita. Menurut Badan


(4)

Di Kota Bogor, tahun 2010 terdapat 6,02 persen rumah tangga yang tinggal di rumah dengan luas lantai kurang dari 20 m2. Kualitas perumahan di Kota Bogor semakin membaik selama tahun 2010. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya persentase rumah tangga yang tinggal dengan luas lantai kurang dari 20m2. Persentase rumah tangga dengan lantai bukan tanah pada tahun 2010 sebesar 98,41 persen. Sedangkan persentase rumah tangga yang tinggal di rumah dengan jenis dinding permanen (tembok) sebesar 96,28 persen. Sumber air minum di Kota Bogor 33,63 persen berasal dari leding meteran, 26,19 persen dari sumur bor/pompa, 16,64 persen dari sumur terlindung, 12,04 persen air kemasan bermerk, sedangkan sisanya dari air isi ulang, leding eceran, sumur tak terlindungi dan lainnya. Untuk penerangan, 99,65 persen rumah tangga di Kota Bogor menggunakan penerangan dari PLN. Sedangkan untuk masalah sanitasi, 84,25 persen rumah tangga di Kota Bogor memiliki rumah dengan fasilitas buang air besar sendiri.

Tabel 4.4. Persentase Banyaknya Rumah Tangga Menurut Kecamatan dan dan Jenis Lantai Terluas di Kota Bogor, 2010.

Nama Kecamatan

Jenis Lantai Terluas dari Tempat Tinggal Keramik/M

armer/Gran it

Ubin/Tegel/ Teraso

Semen/ Bata Merah

Kayu/Papan Bambu Tanah Lainnya Jumlah

01

0 Bogor Selatan 59,45 16,45 22,43 0,59 0,56 0,46 0,06 100,00 02


(5)

03

0 Bogor Utara 71,30 14,05 14,09 0,17 0,03 0,35 0,01 100,00 04

0 Bogor Tengah 64,14 21,17 13,60 0,83 0,02 0,22 0,02 100,00 05

0 Bogor Barat 67,52 17,11 14,74 0,16 0,03 0,42 0,02 100,00 06

0 Tanah Sereal 70,11 16,75 12,16 0,18 0,06 0,74 0,01 100,00 Kota Bogor 67,21 16,55 15,30 0,35 0,13 0,44 0,02 100,00

Tabel 4.5. Persentase Banyaknya Rumah Tangga Menurut Wilayah dan Status Kepemilikan/Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal di Kota Bogor, 2010.

Kecamatan Milik

sendir Sewa

Kontr ak

Lainn

ya Jumlah 010 Bogor Selatan 66,96 3,27 11,84 17,93 100,00 020 Bogor Timur 70,06 7,97 14,07 7,89 100,00 030 Bogor Utara 62,91 6,88 18,76 11,45 100,00 040 Bogor Tengah 58,92 7,20 19,71 14,17 100,00 050 Bogor Barat 66,94 3,78 15,98 13,30 100,00 060 Tanah Sereal 71,75 2,71 15,58 9,95 100,00 Kota Bogor 66,60 4,82 15,85 12,72 100,00 Sumber : BPS Kota Bogor, SP 2010

4.5. Pengeluaran

Pengeluaran perkapita dapat dijadikan pendekatan untuk pendapatan penduduk sehingga dapat diketahui tingkat kesejahteraan masyarakat. Rata-rata pengeluaran perkapita di Kota Bogor tahun 2010 adalah 746.479 rupiah. Artinya setiap orang di Kota Bogor dalam sebulan rata-rata mengeluarkan uang sejumlah 746.479 rupiah untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Pengeluaran perkapita yang dibagi menurut kelompok barang makanan dan non makanan menunjukkan bahwa


(6)

dibandingkan persentase pengeluaran untuk barang makanan. Tahun 2010, persentase pengeluaran untuk non makanan sebesar 55,96 persen, sedangkan untuk makanan 44,04 persen. Pengeluaran Non Makanan didominasi oleh pengeluaran perumahan dan fasilitas rumahtangga. Sedangkan pengeluaran makanan didominasi oleh pengeluaran makanan dan minuman jadi. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, persentase pengeluaran untuk non makanan mengalami penurunan. Tahun 2009 persentase pengeluaran non makanan sebesar 61,54 persen. Berbeda dengan pengeluaran untuk makanan, persentasenya meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 38,46 persen di tahun 2009 menjadi 44,04 persen di tahun 2010.