ANALISIS EROSI TANAH DI KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO.

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

Fakultas Geografi

Disusun Oleh :

MUHAMMAD YUSRON W.N E. 100.020.071

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2009


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk lahan dan proses-proses yang mempengaruhi serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuk lahan dan proses-proses dalam susunan keruangan (Zuidam,1979). Dari batasan tersebut mempunyai pengertian bahwa studi geomorfologi ada 4 aspek utama yang perlu diperhatikan meliputi bentuk lahan, genesis, proses dan lingkungan (Sutikno, 1982).

Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat, seiring dengan semakin bertambahnya populasi manusia hingga saat ini. Tindakan manusia dalam upaya mengeksploitasi sumber-sumber lahan akan menimbulkan gangguan terhadap keseimbangan lingkungan. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya erosi tanah, sehingga lapisan tanah permukaan yang relatif subur akan hilang. Pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) proses yang berlangsung pada bagian hulu yang dominan adalah kehilangan tanah, sedangkan pada bagian hilir proses yang terjadi adalah sedimentasi.

Erosi tanah merupakan gejala alam yang wajar dalam ekosistem yang utuh. Erosi tanah tetap berlangsung dan berjalan karena proses ini diperlukan untuk mempertahankan daya dukung dan meremajakan tanah. Erosi tanah merupakan salah satu proses geomorfologi yang terdiri dari 2 fase yaitu proses penguraian dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga air dan angin (Morgan, 1979). Faktor yang mempengaruhi erosi tanah adalah iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia. Erosi tanah bertambah menjadi bahaya pada waktu erosi berlangsung lebih cepat daripada laju pembentukan tanah. Erosi yang mengalami percepatan ini secara berangsur akan menipiskan tanah bahkan akhimya dapat menyingkapkan bahan induk tanah yang berakibat buruk terhadap tubuh alam karena merusak lahan atas sebagai lahan usaha pertanian.

Proses erosi dan sedimentasi yang berlangsung terus-menerus akan mengakibatkan kerusakan tanah, apabila tidak dilakukan upaya pengendaliannya


(3)

kerusakan lahan selanjutnya akan menimbulkan dampak negatif yakni kerusakannya sistem tata air, produktifitas lahan juga menurun akibat hilangnya lapisan tanah permukaan yang relatif subur sehingga lahan tersebut tidak mampu lagi untuk usaha pertanian akhimya lahan tersebut menjadi lahan kritis

Daerah penelitian terletak di Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah, dengan luas lahan kurang lebih 3.998 ha atau sekitar 8,57 % dari luas Kabupaten Sukoharjo (46.666 ha). Kecamatan Tawangsari mempunyai topografi datar hingga berbukit dengan kemiringan lereng 0 – 30 % mempunyai ketinggian 122 – 293 di atas permukaan air laut (dpal), dengan luas wilayah 39,98 km2 (Sumber : Kecamatan Tawangsari dalam Angka 2008).

Salah satu proses geomorfologi yang ada di daerah penelitian adalah proses erosi lembar, alur, percik, parit, sungai. Jika erosi yang terjadi tidak ditangani segera maka dengan berjalannya waktu, erosi tanah akan mengakibatkan kerugian-kerugian salah satunya yaitu berkurangnya tingkat kesuburan tanah yang berpengaruh pada kemampuan tanah untuk menghasilkan sesuatu.

Dari uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul ”ANALISIS EROSI TANAH DI KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO”

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang dan masalah tersebut di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat erosi tanah di daerah penelitian? 2. Bagaimana sebaran erosi tanah di daerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian Dalam penelitian ini penulis mempunyat tujuan: 1. Mengetahui tingkat erosi di daerah penelitian.


(4)

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Merupakan salah satu syarat menempuh kelulusan sarjana program strata satu (S1) Fakultas Geografi.

2. Memberi sumbangan kepada instansi terkait dan pemerintah daerah setempat agar dijadikan pertimbangan dalam menyusun program konservasi tanah.

1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya

Sitanala Arsyad (1989) dalam bukunya "Konservasi Tanah dan Air" secara panjang lebar menjelaskan cara pengukuran erosi tanah dan menjelaskan masing-masing metode konservasi tanah tersebut. Dalam memprediksi erosi tanah dalam hubungannya dengan perencanaan konservasi tanah adalah dengan metode prediksi USLE, yaitu dengan cara menentukan faktor erosivitas hujan (R), penentuan faktor erodibilitas tanah (K) dengan menggunakan nomograf Wischmeier dan Smith, penentuan faktor LS dan penentuan faktor C serta penentuan faktor P, yang secara singkat dapat diformulasikan A = RKLSCP, dimana :

A = Jumlah kehilangan tanah maksimal (ton/ha/th) R = Indeks erosivitas tanah

K = Indeks erodibilitas tanah

LS = Indeks faktor panjang dan kemiringan lereng erosi C = Indeks faktor pengelolaan tanaman

P = Indeks faktor pengelolaan lahan

Metode konservasi tanah yang dikemukakan oleh Sitanala Arsyad (1989) antara lain adalah metode vegetatif, mekanik dan kimia. Usaha konservasi tanah secara vegetatif dilakukan dengan cara penghijauan, sedangkan konservasi tanah secara mekanik dilakukan dengan pembuatan teras-teras pada sawah dan tegalan.

Bergsma (1980) dalam bukunya "Soil Erosion Hazard Survey," menjelaskan faktor-faktor erosi tanah yang diteliti di lapangan pada setiap satuan pemetaan adalah: (1) kemiringan lereng dan panjang lereng, (2) ketinggian


(5)

tempat, (3) erodibilitas tanah, termasuk pengamatan terhadap krikil di permukaan tanah dan perluasan potensial dari penampang tanah, (4) vegetasi penutup, dan (5) pengelolaan lahan.

Dalam penentuan faktor erodibilitas tanah Bergsma menggunakan uji lapangan yaitu uji remah, uji lobang pena dan uji manipulasi serta dengan uji timpa untuk mengetahuis tabilitas agregat tanah.

Chay Asdak (1995) dalam bukunya “Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai “, mengemukakan bahwa ada empat faktor utama dalam proses erosi yaitu iklim, sifat tanah, topografi dan vegetasi penutup tanah. Oleh Wischmeier dan Smith (1978) ke empat faktor tersebut dikenal dengan persamaan

Universal Soil Loss Equation (USLE) untuk menentukan besarnya erosi.

Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah melalui fungsi melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan aliran permukaan, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya dan memperhatikan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air.

Metode untuk mengetahui erosi yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) yang disebut dengan metode USLE adalah metode yang paling umum. Pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan dalam pemakaian rumus USLE yang dikemukakan oleh Chay Asdak antara lain :

1). USLE hanya memperkirakan erosi lembar dan erosi alur, dan tidak untuk erosi parit.

2). USLE tidak memperhiraukan endapan sedimen, hanya memperkirakan besarnya tanah yang tererosi, tetapi tidak memperhatikan deposisi sedimen dalam perhitungan besarnya perkiraan erosi.

Bambang Karnasaputra (2008), mengadakan penelitian dengan judul, “Tingkat Erosi Tanah di Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah”, bertujuan: 1) mengetahui tingkat erosi tanah di daerah penelitian, 2) mengetahui persebaran tingkat erosi tanah di daerah penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yang meliputi pengamatan, pengukuran, pencatatan dan analisis serta uji laboratorium. Untuk menjawab tujuan dengan menggunakan metode USLE. Data yang


(6)

digunakan dalam penelitian ini adalah data karakteristik lahan meliputi curah hujan bulanan dan harian, tekstur tanah, bahan organik, struktur tanah, permeabilitas tanah , data panjang dan kemiringan lereng , data jenis tanaman, data bentuk konservasi. Metode pengambilan sampel dengan menggunakan

stratified sampling. Satuan pemetaanyang digunakan adalah satuan lahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) tingkat erosi tanah yang ada di daerah penelitian mempunyai kelas erosi sangat ringan hingga sangat berat dengan besar kehilangan tanah 0,95 – 674,38 ton/ha/th. Besarnya jumlah kehilangan tanah yang termasuk dalam tingkat erosi sangat ringan berkisar 0,95 – 5,74 ton/ha/th. Besarnya kehilangan tanah yang termasuk dalam tingkat erosi ringan berkisar 16,37 - 52,24 ton/ha/th. Besarnya jumlah kehilangan tanah yang termasuk dalam tingkat erosi sangat berat 544,05 dan 674,38 ton/ha/th, 2) tingkat erosi sangat ringan terdapat di satuan lahan F1IAS= 0,95 ton/ ha/ th, F1IAP= 4,31 ton/ ha/ th, F1IGMS= 1,30 ton/ ha/ th dan F1IGMP= 1,30 ton/ ha/ th. Tingkat erosi ringan terdapat di satuan lahan F1IAT= 16,37 ton/ ha/ th, S1IIIAP= 52,24 ton/ ha/ th, S2IIIAP= 42,44 ton/ ha/ th, S3IIAS= 46,97 ton/ ha/ th dan S3IIAP= 42,44 ton/ ha/ th. Tingkat erosi sangat berat terdapat di satuan lahan S1IIIAT= 544,05 ton/ ha/ th dan S2IIIAT= 674,38 ton/ ha/ th.

Abdullah Ibrahim (2009) dalam penelitian yang berjudul: “Tingkat Erosi Untuk Konservasi Tanah di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri”, bertujuan: 1) mengetahui tingkat erosi di daerah penelitian, 2) mengetahui penyebaran tingkat erosi tanah di daerah penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yang meliputi pengamatan, pengukuran, pencatatan dan analisis serta uji laboratorium. Untuk menjawab tujuan dengan menggunakan metode USLE. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data karakteristik lahan meliputi curah hujan bulanan dan harian, tekstur tanah, bahan organik, struktur tanah, permeabilitas tanah , data panjang dan kemiringan lereng , data jenis tanaman, data bentuk konservasi. Metode pengambilan sampel dengan menggunakan


(7)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian mempunyai: 1) kelas erosi sangat ringan hingga sangat berat dengan laju kehilangan tanah sebesar 0,30 - 881,68 ton/ha/th, 2) satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi sangat ringan adalah S4IIILiH, S1IVLiH, F2ILiS, F1IAlS, F1ILiP dan F1ILiT. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi ringan adalah S5IILiP, S5IILiS, S6IILiS dan S6IILiP. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi sedang adalah S4IIILiS, S3IVLiP dan S3IVLiT. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi berat adalah S2IVGrT, S2IVLiP dan S1IVLiT. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi sangat berat adalah S2IVGrT, S2IVLiP dan S1IVLiT.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data metode seperti yang dipakai Bambang Karnasaputra (2008) dan Abdullah Ibrahim (2009). Adapun untuk lebih jelasnya perbandingan penelitian dapat dilihat pada tabel 1.1.

1.6. Kerangka Penelitian

Penelitian ini diawali dengan interpretasi peta topografi skala 1: 50.000 dan peta geologi skala 1 : 100.000 untuk memperoleh peta satuan bentuklahan tentatif. Data yang diambil dari peta topografi adalah morfologi dan proses geomorfologi, sedangkan dari peta geologi data yang dapat diambil adalah struktur geologi dan jenis litologi yang menyusun daerah penelitiaan. Dari hasil peta bentuklahan tentatif kemudian dilakukan cek lapangan untuk mengetahui kebenaran dari hasil interpretasi dengan cara memasukkan unsur-unsur yang tidak dapat disadap secara langsung melalui peta. Dari hasil cek lapangan akhirnya dapat diperoleh peta bentuklahan akhir. Peta bentuklahan ditumpangsusun dengan peta lereng, peta tanah dan peta penggunaan lahan diperoleh peta satuan lahan. Peta satuan lahan digunakan sebagai satuan pemetaan dan sekaligus dijadikan dasar dalam pengambilan sampel. Tingkat erosi tanah diklasifikasikan menurut Departemen Kehutanan (1988). Adapun secara singkat uraian tersebut di atas dapat dilihat dalam gambar 1.1.


(8)

Penulis Bambang Karnasaputra (2008) Abdullah Ibrahim (2009) Muh. Yusron W.N (2009) Judul Tingkat Erosi Tanah di Kecamatan

Simo Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah

Tingkat Erosi di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri

Analisis Erosi Tanah di Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Tujuan a. Mengetahui tingkat erosi tanah

di daerah penelitian.

b. Mengetahui persebaran tanah di daerah penelitian

a. mengetahui tingkat erosi di daerah penelitian,

b. mengetahui penyebaran tingkat erosi di daerah penelitian

a. Mengetahui tingkat erosi tanah di daerah penelitian

b. Mengetahui penyebaran erosi tanah di daerah penelitian Data Erosivitas,erodibilitas,

kemiringan dan panjang lereng, penutuplahan

Erosivitas,erodibilitas, kemiringan dan panjang lereng, penutup lahan

Erosivitas,erodibilitas, panjang dan kemiringan lereng, pengelolaan tanaman dan pengelolaan lahan Metode Survei dan analisa laboratorium Survei dan analisa laboratorium Survei dan analisa laboratorium Hasil -Daerah penelitian mempunyai

kelas erosi sangat ringan hingga sangat berat dengan tingkat erosi 0,95 – 674,38 ton/ha/th.

-Erosi sangat ringan terdapat di satuan lahan F1IAS, F1IAP,F1IGMS dan F1IGMP. Tingkat erosi ringan terdapat di F1IAT, S1IIIAP, S2IIIAP,S3IIAS dan S3IIAP. Tingkat erosi sangat berat terdapat di S1IIIAT dan S2IIIAT.

1)daerah penelitian mempunyai kelas erosi sangat ringan hingga sangat berat dengan laju kehilangan tanah sebesar 0,30 - 881,68 ton/ha/th. 2) Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi sangat ringan adalah S4IIILiH, S1IVLiH, F2ILiS, F1IAlS, F1ILiP dan F1ILiT. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi ringan adalah S5IILiP, S5IILiS, S6IILiS dan S6IILiP. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi sedang adalah S4IIILiS, S3IVLiP dan S3IVLiT. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi berat adalah S2IVGrT, S2IVLiP dan S1IVLiT. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi sangat berat adalah S2IVGrT, S2IVLiP dan S1IVLiT.

1) daerah penelitian mempunyai kelas erosi sangat ringan hingga sangat berat dengan jumlah kehilangan tanah 0,19– 1.612,68 ton/ha/th, 2) jumlah kehilangan tanah yang termasuk dalam kelas sangat ringan berkisar 0,19 - 11,31 ton/ha/th. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi sangat ringan adalah F1IGrS, F1IAlS, F1IAlT, F1IGrP, D3IIGrS dan F1IAlP.Jumlah kehilangan tanah yang termasuk dalam kelas ringan adalah 28,87 ton/ha/th. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi ringan adalah D3IIGrP. Jumlah kehilangan tanah yang termasuk dalam kelas sedang berkisar 61,24 – 96,75 ton/ha/th. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi sedang adalah D3IILiP, D2IIILiP, D2IIILiT dan D3IIGrT. Jumlah kehilangan tanah yang termasuk dalam kelas berat adalah 376,75 ton/ha/th. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi berat adalah D1IVLiP. Satuan lahan yang termasuk dalam tingkat erosi sangat berat adalah D1IVLiT= 1.612,68


(9)

Cek Lapangan Interpretasi Peta Geologi

Skala 1:100.000 Interpretasi Peta Topografi

Skala 1:50.000

Peta Bentuk Lahan Skala 1:50.000 Peta Lereng

Skala 1:50.000

Peta Penggunaan Lahan Skala 1:50.000 Peta Tanah

Skala 1:50.000

Peta Satuan Lahan Skala 1:50.000

Penentuan Sampel

Analisis

Data Sekunder : Data Curah Hujan : - CH bulanan - CH maksimum - Jumlah dari hujan Data Primer :

a. Laboratorium :

- Tekstur, Bahan Organik, Permeabilitas Tanah b. Lapangan:

- Kemiringan dan panjang lereng

- Pengelolaan tanaman - Pengelolaan lahan

Kerja Lapangan

Tingkat erosi tanah daerah penelitian

Gambar 1.1. Gambar Diagram Alir Penelitian Keterangan :

Data : Hasil : Proses :


(10)

1.7. Data dan Metode Penelitian a. Data

Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder meliputi data curah hujan bulanan, curah hujan maksimum, jumlah hari hujan bulanan rata-rata dari stasiun curah hujan selama sepuluh tahun, luas sawah dan juga peta-peta antara lain :

- Peta topografi skala 1 : 50.000 - Peta geologi skala 1 : 100.000

- Peta penggunaan lahan skala 1 : 50.000 - Pela lereng skala 1 : 50.000

- Peta tanah skala 1 : 50.000

Data primer meliputi : data panjang lereng, data kemiringan lereng, data pengelolaan tanaman, data pengelolaan lahan dan data erodibilita tanah, yang didukung analisa laboratorium.

b. Metode penelitian

Metode penelitian yang dipakai adalah metode survei yang meliputi, data panjang lereng, data kemiringan lereng, data pengelolaan tanaman, data pengelolaan tanaman/praktek konservasi, dan analisis laboratorium untuk data erodibilitas tanah.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu stratified sampling

dengan satuan lahan sebagai tingkatannya. Satuan lahan dibuat berdasarkan tumpang susun peta bentuk lahan, peta lereng, peta tanah dan peta penggunaan lahan.

1.7.1. Tahap-tahap Penelitian a. Tahap persiapan

- Studi pustaka yang terkait dengan penelitian - Interpretasi peta-peta yaitu :

● Pela topografi dan peta administrasi skala 1 : 50.000, untuk mengetahui letak dan batas penelitian, morfologi/ relief dan proses geomorfologi.

● Peta geologi skala 1 : 100.000 untuk mengetahui jenis dan persebaran batuan daerah penelitian.


(11)

● Peta penggunaan lahan skala 1 : 50.000 untuk mengetahui bentuk penggunaan lahan daerah penelitian.

● Peta tanah skala 1 : 50.000 untuk mengetahui jenis dan persebaran tanah daerah penelitian.

- Orientasi lapangan untuk mendapatkan gambaran pendahuluan daerah penelitian dengan masalah dan proses geomorfologi.

b. Tahap pelaksanaan

- Pengukuran Tingkat erosi tanah, yang meliputi: ● Faktor erosivitas hujan (R)

Erosivitas adalah fungsi dari intensitas, massa, lama dan kecepatan jatuh butiran hujan. Erosivitas hujan didapatkan dari data-data curah hujan bulanan rata-rata, curah hujan maksimum bulanan rata-rata, jumlah hari hujan rata-rata bulanan yang selanjutnya erosivitas hujan diperoleh dengan menghitung indeks erosivitas hujan (EL30) yang dikembangkan oleh Bols (1978).

E130 = 6,119Rbl,211N-0,47Rmax0,32

El 30 = curah hujan bulanan rata-rata (cm) N = jumlah hari hujan bulan rata-rata

Rmax = curah hujan maksimum bulanan rata-rata (cm)

● Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Nilai indeks erodibilitas tanah (K) merupakan manifestasi dan sifat tanah yang menyatakan mudah tidaknya tanah terurai atau terangkut oleh air hujan maupun air permukaan. Besarnya nilai K ditentukan oleh tekstur tanah, presentasi debu dan pasir sangat halus, struktur tanah, permeabilitas tanah dan bahan organik tanah.

Struktur tanah diamati di lapangan, permeabilitas tanah, tekstur tanah dan bahan organik tanah diperoleh dengan analisis laboratorium atas sampel tanah yang diambil dari profil tanah. Besarnya nilai K ditentukan dengan menggunakan nomograf erodibilitas tanah dari Wischmeier dan Smith (1978).


(12)

Gambar 1.2. Nomograf Dari Wischmeier Dan Smith (1978) Klasifikasi kelas dan struktur tanah adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2. Klasifikasi Kode Kelas dan Struktur Tanah

Kode Klasifikasi 1. Granuler sangat halus (1 mm)

2. Granuler halus (1 -2 mm)

3. Granuler sedang-kasar (1 - 2 mm) - (5 - 10 mm) 4. Bentuk block, Plat/massif

Sumber : Wischmeier dan Smith (1978 dalam Sitanala Arsyad, 1989) Adapun klasifikasi tingkat permeabilitas dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3. Klasifikasi Tingkat Permeabilitas Tanah

Kode Klasifikasi 6. Sangat lambat (0,5 cm/jam)

5. Lambat (0,5 - 2 cm/jam)

4. Lambat - sedang (2-6,3 cm/jam) 3. Sedang (6,3 - 12,7 cm/jam)

2. Sedang - cepat (12,7 - 25,4 cm/jam) 1. Cepat (> 25,4 cm/jam)


(13)

● Faktor panjang lereng dan kemiringan lereng (LS)

Panjang lereng erosi diukur mulai dari titik pangkal aliran permukaan (overland flow) sampai ke titik dimana masuk ke dalam saluran atau sungai, atau kemiringan lereng yang berkurang sedemikian rupa sehingga ajiran air berubah (Arsyad, 1989). Kemiringan lereng berkaitan dengan besar kecilnya erosi yang terjadi, bahwa semakin miring suatu lereng maka jumlah butir-butir tanah yang terpecik ke bawah semakin banyak, sehingga erosi yang berlangsung akan semakin besar. Pada penelitian ini panjang lereng dan kemiringan lereng erosi dihitung sekaligus dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith (1978):

LS = (L)0,5 . (0,0138 + 0,00965 . S + 0,00138 . S2) Dimana :

LS = Indeks panjang dan kemiringan lereng erosi L = Panjang lereng (m)

S = Kemiringan lereng (%)

Untuk mendapatkan data yang sesuai kenyataan maka panjang dan kemiringan lereng diukur langsung di lapangan.

● Faktor pengelolaan tanaman (C)

Faktor pengelolaan tanaman menggambarkan nisbah antara kehilangan tanah dari lahan yang diusahakan. Dalam penelitian ini indeks pengelolaan tanaman ditentukan menurut nilai faktor dengan pertanaman tunggal (Abdulrahman dan Hammer, 1981).

Perhitungan C tahunan rata-rata setiap tahun lahan ditentukan berdasarkan masa tanaman dengan menggunakan indeks rata-rata seimbang. Misal masa tanam pertama selama tiga bulan pertama adalah : kedelai dan kacang tanah, sedang indeksnya adalah 0, 399 untuk kedelai dan 0,2 untuk kacang tanah sehingga indeks rata-ratanya adalah 0,299, sedangkan masa tanam kedua adalah padi sawa dengan masa tanam enam bulan dengan indeks 0,01 dan sisa waktu yang ketiga adalah tanpa tanaman (bero) dengan indeks 1,0, sehingga dapat dicari sebagai berikut:


(14)

C =

12

(1,0x3) (0,01x2)

(0,299x3)+ +

= 0,33

Tabel 1.4. Indek Faktor Pengelolaan Tanaman ( C )

No. Jenis Tanaman Abdulrachman Hammer

1 Rumput Brachiaria decumbers tahun I 0,287 0,3

2 Rumput Brachiariaa decumbers tahun II 0,002 0,2

3 Kacang tunggak 0,161 -

4 Sorghum 0,242 -

5 Ubi kayu - 0,8

6 Kedelai 0,399 -

7 Serai wangi 0,434 -

8 Kacang tanah 0,20 0,4

9 Padi (lahan kering) 0,561 0,2

10 Jagung 0,637 0,5

11 Padi sawah 0,01 0,7

12 Kentang - 0,01

13 Kapas, tembakau 0,5 -0,7*) 0,4

14 Nanas dengan penanaman menurut kontur :

a) Dengan mulsa dibakar 0,2 - 0,5*) -

b) Dengan mulsa dibenam 0,1 - 0,3*) -

c) Dengan mulsa dipermukaan 0,01 -

15 Tebu - 0,2

16 Pisang (jarang yang monokultur) - 0,6

17 Talas - 0,86

18 Cabe, jahe dll - 0,9

19 Kebun campuran (rapat) - 0,1

20 Kebun campuran ubi kayu + kedelai - 0,2

21 Kebun campuran gude + kacang tanah 0,495 0,5

22 Ladang berpindah - 0,4

23 Tanah kosong diolah 1,0 1,0

24 Tanah kosong tak diolah - 0,95

25 Hutan tak terganggu 0,001 -

26 Semak tak terganggu 0,01 -

27 Sebagian berumput 0,10 -

28 Alang-alang permanen 0,02 -

29 Alang-alang dibakar 1 kali 0,70 -

30 Semak lantara 0,51 -

31 Albizia dengan semak campuran 0,012 -

32 Albizia bersih tanpa semak 1,0 -

33 Pohon tanpa semak 0,32 -

34 Kentang ditanam searah lereng 1,0 -

35 Kentang ditanam menurut kontur 0,35 -

36 Pohon-pohon dibawahnya dipacul (diolah) 0,21 -

37 Blado daun diolah dalam bedengan 0,09 -


(15)

● Faktor Pengelolaan Lahan

Faktor pengelolaan lahan adalah perbandingan antara besarnya erosi atau tanah yang hilang pada lahan sama sekali. Adapun indek faktor pengelolaan lahan dapat dilihat pada tabel 1.5.

Tabel 1.5. Indeks Faktor Pengelolaan Lahan (P)

No. Teknik Konservasi Tanah Nilai P

1 Teras bangku

a) Baik 0,20

b) Jelek 0,350

2 Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,056

3 Teras bangku : sorghum-sorghum 0,024

4 Teras tradisional 0,40

5 Teras gulud : padi-jagung 0,013

6 Teras gulud : ketela pohon 0,063

7 Teras gulud : jagung-kacang + mulsa sisa tanaman 0,006

8 Teras gulud : kacang kedelai 0,105

9 Tanaman dalam kontur :

a) Kemiringan 0 - 8% 0,50

b) Kemiringan 9 - 20 % 0,75

c) Kemiringan > 20 % 0,90

10 Tanaman dalam jalur-jalur : jagung-kacang tanah + mulsa 0,05 11 Mulsa limbah jerami :

a) 6 ton/th/ha 0,30

b) 3 ton/th/ha 0,50

c) 1 ton/th/ha 0,80

12 Tanaman perkebunan

a) Penutup rapat 0,10

b) Penutup sedang 0,50

13 Padang rumput

a) Baik 0,04

b) Jelek 0,40

Sumber : Abdulrachman dkk (1984 dalam Cay Asdak, 1995)

c. Klasifikasi Data

Klasifikasi yang digunakan untuk menentukan besarnya tingkat erosi dalam adalah klasifikasi tingkat erosi menurut Departemen Kehutanan (1988) yang dapat dilihat pada Tabel 1.6:


(16)

Tabel 1.6. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi Tanah

Klas Jumlah kehilangan tanah (ton/ha/th) Tingkat erosi

I 0 - 15 Sangat ringan

II 15 - 60 Ringan

III 60 - 180 Sedang

IV 180 - 480 Berat

V > 480 Sangat berat

Sumber : Departemen Kehutanan (1988 dalam Bambang Karnasaputra, 2008)

d. Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap besarnya tingkat erosi daerah penelitian dengan menggunakan rumus Persamaan Umum Kehilangan Tanah (USLE),yaitu: A = R.K.LS.C.P. Pemetaan penyebaran tingkat erosi tanah dengan tumpangsusun peta tingkat erosi dengan peta satuan lahan.

1.8. Batasan Operasional

Bahaya erosi adalah keadaan yang memungkinkan bahaya erosi tanah akan segera terjadi pada waktu relatif dekat atau apabila erosi tanah telah terjadi di tempat itu, maka bahaya erosi tanah diartikan sebagai tingkat erosi tanah yang akan terjadi dimasa datang (Bergsma, 1980).

Bentuk lahan adalah kenampakan medan yang dibentuk proses-proses alami yang mempunyai susunan tertentu oleh julat karakteristik fisikal dan visual dimanapun bentuk lahan ditemukan (Van Zuidam, 1979).

Erodibilitas tanah adalah sifat tanah yang menyatakan mudah tidaknya tanah mengalami pemecahan dan pengangkutan oleh air hujan dan akibat perluapan. (Wischmeier dan Smith 1978 dalam Endro Wibowo, 2001). Erosi tanah adalah proses yang terdiri dari pengangkutan dan penguraian partikel

tanah oleh tenaga erosi yang berupa aliran angin dan air. (Morgan, 1979 dalam Endro Wibowo, 2001).

Konservasi tanah adalah sebagi penempatan tanah pada bidang tanah dengan cara penggunaan yang sesuai dengan syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan (Arsyad, 1989).


(17)

Lahan adalah suatu area dari permukaan bumi yang mencakup seluruh sifat-sifat secara vertikal terletak di atas dan dibawah meliputi atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan sebagai hasil kegiatan manusia pada masa lampau dan sekarang, selanjutnya serta perluasan sifat-sifat biosfer ini punya pengaruh yang berarti dan penggunaan lahan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. (FAO, 1976).

Penggunaan lahan adalah kenampakan medan yang dibentuk oleh proses alami yang mempunyai julat karakteristik fisikal dan visual tertentu dimana bentuk lahan tersebut dijumpai (Way, 1973 dalam Endro Wibowo, 2001).

Proses geomorfologi adalah suatu perubahan fisikal dan chemical yang menyebabkan modifikasi bentuk-bentuk permukaan bumi (Thornbury, 1959).

Satuan lahan merupakan hasil penurunan dari bentuk lahan yang didasarkan pada aspek lereng, geologi, jenis tanah, dan tingkat penggunaan lahan (Djaenuddin, 1981 dalam Sulistyowati Tejoningrum, 2001).

Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian permukaan bumi yang mampu menumbuhkan tanaman yang mempunyai sifat akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak sebagai bahan hidup dan keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu juga. (M. Isa Darmawijaya, 1980).


(1)

Gambar 1.2. Nomograf Dari Wischmeier Dan Smith (1978) Klasifikasi kelas dan struktur tanah adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2. Klasifikasi Kode Kelas dan Struktur Tanah

Kode Klasifikasi 1. Granuler sangat halus (1 mm)

2. Granuler halus (1 -2 mm)

3. Granuler sedang-kasar (1 - 2 mm) - (5 - 10 mm) 4. Bentuk block, Plat/massif

Sumber : Wischmeier dan Smith (1978 dalam Sitanala Arsyad, 1989) Adapun klasifikasi tingkat permeabilitas dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3. Klasifikasi Tingkat Permeabilitas Tanah

Kode Klasifikasi 6. Sangat lambat (0,5 cm/jam)

5. Lambat (0,5 - 2 cm/jam)

4. Lambat - sedang (2-6,3 cm/jam) 3. Sedang (6,3 - 12,7 cm/jam)

2. Sedang - cepat (12,7 - 25,4 cm/jam) 1. Cepat (> 25,4 cm/jam)


(2)

● Faktor panjang lereng dan kemiringan lereng (LS)

Panjang lereng erosi diukur mulai dari titik pangkal aliran permukaan (overland flow) sampai ke titik dimana masuk ke dalam saluran atau sungai, atau kemiringan lereng yang berkurang sedemikian rupa sehingga ajiran air berubah (Arsyad, 1989). Kemiringan lereng berkaitan dengan besar kecilnya erosi yang terjadi, bahwa semakin miring suatu lereng maka jumlah butir-butir tanah yang terpecik ke bawah semakin banyak, sehingga erosi yang berlangsung akan semakin besar. Pada penelitian ini panjang lereng dan kemiringan lereng erosi dihitung sekaligus dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith (1978):

LS = (L)0,5 . (0,0138 + 0,00965 . S + 0,00138 . S2) Dimana :

LS = Indeks panjang dan kemiringan lereng erosi L = Panjang lereng (m)

S = Kemiringan lereng (%)

Untuk mendapatkan data yang sesuai kenyataan maka panjang dan kemiringan lereng diukur langsung di lapangan.

● Faktor pengelolaan tanaman (C)

Faktor pengelolaan tanaman menggambarkan nisbah antara kehilangan tanah dari lahan yang diusahakan. Dalam penelitian ini indeks pengelolaan tanaman ditentukan menurut nilai faktor dengan pertanaman tunggal (Abdulrahman dan Hammer, 1981).

Perhitungan C tahunan rata-rata setiap tahun lahan ditentukan berdasarkan masa tanaman dengan menggunakan indeks rata-rata seimbang. Misal masa tanam pertama selama tiga bulan pertama adalah : kedelai dan kacang tanah, sedang indeksnya adalah 0, 399 untuk kedelai dan 0,2 untuk kacang tanah sehingga indeks rata-ratanya adalah 0,299, sedangkan masa tanam kedua adalah padi sawa dengan masa tanam enam bulan dengan indeks 0,01 dan sisa waktu yang ketiga adalah tanpa tanaman (bero) dengan indeks 1,0, sehingga dapat dicari sebagai berikut:


(3)

C =

12

(1,0x3) (0,01x2)

(0,299x3)+ +

= 0,33

Tabel 1.4. Indek Faktor Pengelolaan Tanaman ( C )

No. Jenis Tanaman Abdulrachman Hammer

1 Rumput Brachiaria decumbers tahun I 0,287 0,3 2 Rumput Brachiariaa decumbers tahun II 0,002 0,2

3 Kacang tunggak 0,161 -

4 Sorghum 0,242 -

5 Ubi kayu - 0,8

6 Kedelai 0,399 -

7 Serai wangi 0,434 -

8 Kacang tanah 0,20 0,4

9 Padi (lahan kering) 0,561 0,2

10 Jagung 0,637 0,5

11 Padi sawah 0,01 0,7

12 Kentang - 0,01

13 Kapas, tembakau 0,5 -0,7*) 0,4

14 Nanas dengan penanaman menurut kontur :

a) Dengan mulsa dibakar 0,2 - 0,5*) -

b) Dengan mulsa dibenam 0,1 - 0,3*) -

c) Dengan mulsa dipermukaan 0,01 -

15 Tebu - 0,2

16 Pisang (jarang yang monokultur) - 0,6

17 Talas - 0,86

18 Cabe, jahe dll - 0,9

19 Kebun campuran (rapat) - 0,1

20 Kebun campuran ubi kayu + kedelai - 0,2 21 Kebun campuran gude + kacang tanah 0,495 0,5

22 Ladang berpindah - 0,4

23 Tanah kosong diolah 1,0 1,0

24 Tanah kosong tak diolah - 0,95

25 Hutan tak terganggu 0,001 -

26 Semak tak terganggu 0,01 -

27 Sebagian berumput 0,10 -

28 Alang-alang permanen 0,02 -

29 Alang-alang dibakar 1 kali 0,70 -

30 Semak lantara 0,51 -

31 Albizia dengan semak campuran 0,012 -

32 Albizia bersih tanpa semak 1,0 -

33 Pohon tanpa semak 0,32 -

34 Kentang ditanam searah lereng 1,0 -

35 Kentang ditanam menurut kontur 0,35 - 36 Pohon-pohon dibawahnya dipacul (diolah) 0,21 - 37 Blado daun diolah dalam bedengan 0,09 - Sumber : Abdulrachman dkk (1981) dan Hammer (1981)


(4)

● Faktor Pengelolaan Lahan

Faktor pengelolaan lahan adalah perbandingan antara besarnya erosi atau tanah yang hilang pada lahan sama sekali. Adapun indek faktor pengelolaan lahan dapat dilihat pada tabel 1.5.

Tabel 1.5. Indeks Faktor Pengelolaan Lahan (P)

No. Teknik Konservasi Tanah Nilai P

1 Teras bangku

a) Baik 0,20

b) Jelek 0,350

2 Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,056

3 Teras bangku : sorghum-sorghum 0,024

4 Teras tradisional 0,40

5 Teras gulud : padi-jagung 0,013

6 Teras gulud : ketela pohon 0,063

7 Teras gulud : jagung-kacang + mulsa sisa tanaman 0,006

8 Teras gulud : kacang kedelai 0,105

9 Tanaman dalam kontur :

a) Kemiringan 0 - 8% 0,50

b) Kemiringan 9 - 20 % 0,75

c) Kemiringan > 20 % 0,90

10 Tanaman dalam jalur-jalur : jagung-kacang tanah + mulsa 0,05 11 Mulsa limbah jerami :

a) 6 ton/th/ha 0,30

b) 3 ton/th/ha 0,50

c) 1 ton/th/ha 0,80

12 Tanaman perkebunan

a) Penutup rapat 0,10

b) Penutup sedang 0,50

13 Padang rumput

a) Baik 0,04

b) Jelek 0,40

Sumber : Abdulrachman dkk (1984 dalam Cay Asdak, 1995)

c. Klasifikasi Data

Klasifikasi yang digunakan untuk menentukan besarnya tingkat erosi dalam adalah klasifikasi tingkat erosi menurut Departemen Kehutanan (1988) yang dapat dilihat pada Tabel 1.6:


(5)

Tabel 1.6. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi Tanah

Klas Jumlah kehilangan tanah (ton/ha/th) Tingkat erosi

I 0 - 15 Sangat ringan

II 15 - 60 Ringan

III 60 - 180 Sedang

IV 180 - 480 Berat

V > 480 Sangat berat

Sumber : Departemen Kehutanan (1988 dalam Bambang Karnasaputra, 2008)

d. Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap besarnya tingkat erosi daerah penelitian dengan menggunakan rumus Persamaan Umum Kehilangan Tanah (USLE),yaitu: A = R.K.LS.C.P. Pemetaan penyebaran tingkat erosi tanah dengan tumpangsusun peta tingkat erosi dengan peta satuan lahan.

1.8. Batasan Operasional

Bahaya erosi adalah keadaan yang memungkinkan bahaya erosi tanah akan segera terjadi pada waktu relatif dekat atau apabila erosi tanah telah terjadi di tempat itu, maka bahaya erosi tanah diartikan sebagai tingkat erosi tanah yang akan terjadi dimasa datang (Bergsma, 1980).

Bentuk lahan adalah kenampakan medan yang dibentuk proses-proses alami yang mempunyai susunan tertentu oleh julat karakteristik fisikal dan visual dimanapun bentuk lahan ditemukan (Van Zuidam, 1979).

Erodibilitas tanah adalah sifat tanah yang menyatakan mudah tidaknya tanah mengalami pemecahan dan pengangkutan oleh air hujan dan akibat perluapan. (Wischmeier dan Smith 1978 dalam Endro Wibowo, 2001). Erosi tanah adalah proses yang terdiri dari pengangkutan dan penguraian partikel

tanah oleh tenaga erosi yang berupa aliran angin dan air. (Morgan, 1979 dalam Endro Wibowo, 2001).

Konservasi tanah adalah sebagi penempatan tanah pada bidang tanah dengan cara penggunaan yang sesuai dengan syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan (Arsyad, 1989).


(6)

Lahan adalah suatu area dari permukaan bumi yang mencakup seluruh sifat-sifat secara vertikal terletak di atas dan dibawah meliputi atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan sebagai hasil kegiatan manusia pada masa lampau dan sekarang, selanjutnya serta perluasan sifat-sifat biosfer ini punya pengaruh yang berarti dan penggunaan lahan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. (FAO, 1976).

Penggunaan lahan adalah kenampakan medan yang dibentuk oleh proses alami yang mempunyai julat karakteristik fisikal dan visual tertentu dimana bentuk lahan tersebut dijumpai (Way, 1973 dalam Endro Wibowo, 2001).

Proses geomorfologi adalah suatu perubahan fisikal dan chemical yang menyebabkan modifikasi bentuk-bentuk permukaan bumi (Thornbury, 1959).

Satuan lahan merupakan hasil penurunan dari bentuk lahan yang didasarkan pada aspek lereng, geologi, jenis tanah, dan tingkat penggunaan lahan (Djaenuddin, 1981 dalam Sulistyowati Tejoningrum, 2001).

Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian permukaan bumi yang mampu menumbuhkan tanaman yang mempunyai sifat akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak sebagai bahan hidup dan keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu juga. (M. Isa Darmawijaya, 1980).