PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008.

(1)

Lia Nurul Azizah, 2013

PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sejarah

Oleh

LIA NURUL AZIZAH 0808388

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2013


(2)

Lia Nurul Azizah, 2013

PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008

0leh Lia Nurul Azizah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Lia Nurul Azizah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari peneliti.


(3)

(4)

i ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008’’. Penelitian ini membahas mengenai Pondok Pesantren Mansyaul Huda yang berada di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka. Pondok Pesantren Mansyaul Huda merupakan pesantren tradisional yang melakukan pembaruan dalam sistem pendidikannya. Permasalahan utama penelitian ini adalah bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada tahun 1980 sampai dengan 2008 yang dijabarkan ke dalam empat rumusan permasalahan, yaitu: 1. Bagaimana latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kabupaten Majalengka? 2. Bagaimana gambaran kehidupan Pondok Pesantren Mansyaul Huda dalam bidang pendidikan Islam di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka tahun 1980-2008? 3. Bagaimana respon masyarakat terhadap pendidikan Islam yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kabupaten Majalengka? 4. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pengelola pesantren, masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan dan mempertahankan Pondok Pesantren Mansyaul Huda? 5. Apa nilai-nilai yang dapat digali dari penelitian ini untuk pembelajaran sejarah? Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode historis yang meliputi: heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Proses pengumpulan data yang digunakan dalam peneltian ini adalah studi literatur, studi dokumentasi serta wawancara yang relevan dengan fokus kajian yang diteliti. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan interdisipliner dengan mengambil pendekatan dari ilmu sosiologi dan ilmu pendidikan. Berdasarkan hasil analisis penulis, Pondok Pesantren Mansyaul Huda berdiri pada tahun 20 Mei 1966 yang diawali dengan kegiatan pengajian anak-anak Desa Heuleut di sekitar tempat tinggal Kiai Haji Sarkosi Subki. Di samping menyelenggarakan pendidikan yang berbasis pada kitab-kitab kuning, penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda juga menitikberatkan pada keseimbangan antara pendidikan formal dengan pendidikan agama. Hal tersebut ditandai dengan adanya program kesetaraan pendidikan Paket B dan Paket C serta dibukanya program Rombongan Belajar Mahasiswa (ROBBAMA) Sekolah Tinggi Agama Islam Shalahudin Al Ayyubi Jakarta. Pondok Pesantren Mansyaul Huda memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan kehidupan masyarakat dalam fungsinya sebagai institusi sosial dan keagamaan yang tetap menjaga perkembangan agama Islam khususnya di Desa Heuleut dan umumnya di Masyarakat Kabupaten Majalengka. Pada kesimpulannya eksistensi Pondok Pesantren Mansyaul Huda sebagai pusat kegiatan pendidikan dan sosial keagamaan dapat dipertahankan. Oleh karena itu pesantren harus didukung oleh semua unsur, baik pengelola pesantren, masyarakat, dan pemerintah.


(5)

ii ABSTRACT

This thesis entitled “PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

1980-2008’’. This research explain about Pondok Pesantren Mansyaul Huda in Heuleut village Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka. Pondok Pesantren Mansyaul Huda is the one of traditional pesantren which has been reforming the education system. The main problem is “How development of a Pondok Pesantren Mansyaul Huda in Heuleut Village Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka in 1980-2008?”. The main problem is divided into five study question, that is 1. How the background of the Pondok Pesantren Mansyaul Huda in Heuleut village Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka? 2. How the image of Pondok Pesantren Mansyaul Huda life’s in the Islamic eduacation field in Heuleut village Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka 1980-2008? 3. How the public responses to Islamic education which developed by Pondok Pesantren Mansyaul Huda in Heuleut village kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka? 4. How managers of boarding, society and goverment’s effort in developing and maintaning Pondok Pesantren Mansyaul Huda? 5. What the values can be extracted from this paper for teaching history?The method used in this study is historical method which included heuristics, criticism, interpretation, and historography. Technicque research conducted through library study, documentation studies and interviews. The method approach is interdisciplinary approach by puting history as a major science supported by other social sciences. Based on analisys the author Pondok Pesantren Mansyaul Huda founded in May 20, 1966 by Kiai Haji Sarkosi Subki. To confront the challenges of the times Pondok Pesantren Mansyaul Huda is also doing renewal the education which focuses between formal education with religious education. It’s Pondok Pesantren Mansyaul Huda has a very important role for shaping people's lives because it’s function as a social and religious institution while maintaining the development of Islam, especially in Heuleut village and generally in Majalengka society. In the conclusions, the existence of Pondok Pesantren Mansyaul Huda as an educational and social center of religious activities can be maintained. It is supported by some factors which strongly influenced the development process.


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Metodologi Penelitian ... 7

1.5.1 Metode Penelitian ... 7

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 8

1.6. Struktur Organisasi Skripsi ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pondok Pesantren ... 11

2.1.1 Pengertian dan Fungsi Pesantren ... 11

2.1.2 Komponen-komponen Pokok Pesantren ... 14

2.1.3 Tipologi Pondok Pesantren ... 18

2.1.4 Kurikulum Pendidikan Pesantren ... 19

2.1.4.1 Tujuan Pendidikan ... 20

2.1.4.2 Materi Pembelajaran ... 20

2.1.4.3 Metode Pembelajaran ... 21

2.1.4.4 Evaluasi ... 22

2.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Pesantren ... 23

2.2.1 Skripsi ... 23


(7)

2.2.3 Jurnal ... 26

2.2.4 Buku ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Metode Penelitian. ... 37

3.2 Persiapan Penelitian ... 38

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian ... 38

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 40

3.2.3 Mengurus Perizinan Penelitian ... 41

3.2.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian ... 41

3.2.5 Proses Bimbingan ... 41

3.3. Pelaksanaan Penelitian... 42

3.3.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik) ... 42

3.3.1.1 Pengumpulan Sumber Tertulis ... 43

3.3.1.2 Pengumpulan Sumber Lisan ... 45

3.3.2 Kritik sumber ... 49

3.3.2.1 Kritik Eksternal ... 49

3.3.2.1 Kritik Internal ... 52

3.3.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber) ... 52

3.4 Laporan Hasil Penelitian... 54

BAB IV PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA TAHUN 1980-2008 ... 57

4.1 Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 56

4.1.1 Gambaran Umum Desa Heuleut ... 56

4.1.1.1 Kondisi Geografis, Demografis dan Administratif ... 58

4.1.1.2 Kondisi Ekonomi masyarakat ... 60

4.1.1.3 Kondisi Pendidikan Masyarakat ... 62

4.1.1.4 Kondisi Keagamaan dan Interaksi Sosial Masyarakat .... 65

4.1.2 Awal Berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 67

4.1.2.1 Biografi kiai Haji Sarkosi Subki ... 67

4.1.2.2 Pendirian Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 71

4.2. Komponen Pondok Pesantren Mansyaul Huda Tahun 1980-2008 ... 73

4.2.1 Pimpinan Pesantren (Kiai) dan Staf Pengjar ... 74


(8)

4.2.3 Sarana dan Prasarana ... 86

4.2.3.1 Pondok ... 88

4.2.3.2 Mesjid ... 91

4.2.4 Kurikulum Pendidikan Pesantren ... 93

4.2.4.1 Tujuan Pendidikan Pesantren ... 94

4.2.4.2 Materi Pendidikan Pesantren ... 95

4.2.4.3 Metode Pendidikan Pesantren ... 98

4.2.4.4 Evaluasi Pendidikan Pesantren ... 99

4.3 Pandangan Masyarakat Terhadap Keberadaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 102

4.3.1. Kendala Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 105

4.3.2 Solusi Untuk Menghadapi Kendala Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 107

4.4 Upaya Pengembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 110

4.5 Nilai-nilai yang Terkandung Dari Penelitian Untuk Pembelajaran Sejarah... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

5.1. Kesimpulan ... 115

5.2 Saran ... 119 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang Penelitian

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang awalnya sangat berperan penting dalam proses penyebaran agama Islam di Indonesia. Menurut Rahardjo (1988: 10) sebelum Belanda datang ke Nusantara, pesantren merupakan suatu lembaga yang berfungsi sebagai pusat perubahan-perubahan dalam masyarakat lewat kegiatan penyebaran agama. Pertumbuhan dan penyebaran Islam di Indonesia salah satunya banyak dilakukan di dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan Pesantren di Jawa, Dayah di Aceh dan Surau di Minangkabau (Yatim, 2003: 300-301).

Keberadaan pesantren memegang peranan yang penting dalam perkembangan masyarakat Indonesia. Pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan yang eksis di Indonesia dari segi historisnya identik dengan makna ke-Islaman dan juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia (Madjid, 1997:3). Hal tersebut yang kemudian membuat pesantren tetap memiliki nilai dan peran yang cukup penting dalam mempelopori pendidikan Islam di Indonesia.

Dalam proses pembelajarannya, pesantren mengajarkan kepada para santrinya disiplin ilmu agama yang umumnya mengenai bahasa Arab, Fikih, Tasawuf, Tauhid, hadis, dan Tafsir Al quran. Proses pembelajaran yang disebut di atas sangat kental dengan kelompok pesantren tradisional. Menurut Dhofier (1982 : 41) lembaga pesantren dapat dikelompokkan pada 2 kategori, yaitu pesantren tradisional (salafi) dan pesantren modern (khalafi). Sistem belajar yang digunakan di pesantren tradisionaladalah sistem individual yang dikenal dengan sorogan dan bandongan, namun tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik sebagai inti dari proses pendidikannya. Pondok pesantren modern kemudian dikenal sebagai pondok pesantren yang menggabungkan ilmu keduniaan dengan ilmu


(10)

agama sebagai bekalnya. Pesantren modern ini menggunakan sistem belajar klasikal dengan penjenjangan kelas (Dhofier, 1985: 41-45).

Seiring dengan makin berkembangnya masyarakat di Indonesia, maka semakin berkembang pula pola pendidikan pesantren. Perubahan ini salah satunya dapat dilihat dari pola pendidikan yang dikembangkan sendiri, yang mengalami pergeseran baik dari visi dan misi pendidikannya (Noer, 1982 : 15). Meskipun demikian tidak semua pesantren memiliki dan mengalami perubahan yang sama. Sebagai sarana pendidikan Islam yang dituntut untuk menghadapi tantangan zaman, pesantren harus mampu untuk menghadapinya demi mewujudkan masyarakat madani. Salah satu hal yang dilakukan adalah membentuk pesantren dengan tidak hanya mengajarkan ilmu agama saja, melainkan mengajarkan ilmu-ilmu lainnya ke dalam kurikulumnya.

Tidak terikatnya pola dan sistem pendidikan umum yang diberlakukan oleh pemerintah memberikan ciri yang khas dalam perkembangan suatu pesantren. Independensi ini menyebabkan pesantren memiliki keleluasaan dan kebebasan yang relatif untuk mengembangkan model pendidikannya tanpa harus mengikuti standarisasi dan kurikulum ketat. Ditambah dengan kecenderungan sentralistik yang berpusat di tangan kiai (Rahim, 2001: 158). Independensi ini disesuaikan dengan tujuan yang akan dikembangkan oleh masing-masing pesantren dan melihat prospek masa depan pesantren itu sendiri.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melakukan pembaruan terhadap sistem yang dipakainya, dengan tidak mengesampingkan nilai keagamaan yang menjadi nilai pokok yang diembannya. Upaya ini dilakukan demi membentuk manusia yang dapat bermanfaat bagi perkembangan masyarakat yang berlandaskan atas nilai luhur keagamaan. Berbeda dengan tujuan awal berkembangnya lembaga pendidikan pesantren, yang pada awalnya hanya memberikan pengetahuan tentang agama bukan untuk memberikan pengetahuan umum (Djumhur, 1974: 112). Pada masa modern ini meskipun kebanyakan pesantren mengajarkan pengetahuan umum sebagai bagian penting dalam pendidikan pesantren, namun upaya pesantren dalam mengembangan pendidikan di Indonesia memiliki hal yang sangat menarik untuk di eksplorasi khususnya


(11)

pendidikan yang berdasar pada sinergi antara ilmu keagamaan dan ilmu pengetahuan umum.

Salah satu pondok pesantren yang melakukan pembaruan dalam program pembelajarannya adalah Pondok Pesantren Mansyaul Huda yang terletak di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka. Pondok Pesantren ini merupakan lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh Kiai Haji Sarkosi Subki pada tahun 1966. Secara geografis wilayah ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Majalengka. Berlokasi di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka yang masih bernuansa pedesaan yang cukup asri dengan lingkungan budaya dan pergaulan pedesaan.

Program yang mulai dikembangkan dalam sistem pendidikannya adalah penyelenggaraan pendidikan dengan membuka pendidikan formal. Pendidikan yang diselenggarakan seperti penyetaraan pendidikan dengan membuka program wajib pendidikan dasar pondok pesantren tingkat wustho (pendidikan tingkat menengah), program penyetaraan pendidikan Paket C dan Paket B, Madrasah Islamiah Mansyaul Huda (MIMMA) tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, hingga Sekolah Tinggi Agama Islam. Namun pengajaran di Pondok Pesantren Mansyaul Huda tetap mementingkan kitab-kitab klasik yang menjadi sumber pembelajarannya. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan tradisi pesantren yang sudah mengakar. Pada awalnya penyelenggaraan Program Paket B dan Program Paket C di Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka ditujukan bagi para santri (putra dan putri) yang bermukim di pesantren, namun pada perkembangan selanjutnya juga dapat menampung warga belajar yang berasal dari kalangan masyarakat sekitar pesantren (Data Umum Pondok Pesantren Mansyaul Huda, 2008).

Pembaruan penyelenggaraan pendidikan ini sesuai dengan tujuan pendidikan pesantren yang tercantum dalam Undang-undang RI tahun 1989 (1992: 4) yang dijelaskan bahwa:

Tujuan pendidikan pesantren mempunyai segi-segi kesamaan dengan tujuan pendidikan nasional yakni dalam segi penanaman keimanan dan kemandirian di samping intelektualitas, lebih jelasnya tujuan pendidikan nasional bertujuan mencetuskan kehidupan bangsa dan mengembangkan


(12)

manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Dalam menghadapi tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, peran serta santri di tengah-tengah masyarakat sebagai penyeimbang, penyaring dan pelopor pembangunan setelah menimba ilmu di Pondok Pesantren Mansyaul Huda sangat dirasakan dan dibutuhkan, baik di bidang keagamaan, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. Memperhatikan posisi strategis Pondok Pesantren Mansyaul Huda dan santri saat ini, maka penyelenggaraan pendidikan kegamaan menjadi kebutuhan yang sangat penting.

Namun yang terjadi, penyelenggaraan pendidikan keagamaan di bawah Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada umumnya tidak mendapatkan respons yang baik dari peserta didik khususnya usia remaja. Hal tersebut terlihat dari semakin menurunnya jumlah santri yang belajar di pesantren, khususnya santri kalong (santri yang tidak menetap). Menurunnya minat belajar di pesantren terjadi sekitar tahun 2000-an, hal tersebut dikarenakan semakin berkembangnya paradigma masyarakat terhadap keberadaan sekolah umum yang merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang paling baik, sehingga mereka yang tidak menjalani studi di sekolah umum dianggap tidak berpendidikan serta semakin gencarnya arus modernisasi yang mengubah pola pikir masyarakat menjadi pragmatis. Kondisi seperti ini lambat laun akan mengakibatkankan nilai keagamaan dan moral sebagai benteng perkembangan zaman kurang berkembang pada diri peserta didik, khususnya di Desa Heuleut sendiri umumnya di Kabupaten Majalengka.

Pesantren Mansyaul Huda dan sistemnya kini dihadapkan pada tantangan zaman yang sangat berat untuk dilalui. Jika tidak mampu menjawab respons yang berkembang pada saat ini maka pesantren akan kehilangan eksistensi dan relevansinya dalam masyarakat, dan segala bentuk upaya yang sudah mengakar dari awal pendiriannya dapat tercerabut dengan sendirinya. Sungguh ironis apabila hal tersebut terjadi pada Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Oleh karena


(13)

itu ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji dalam perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda, di antaranya pertama Pondok Pesantren Mansyaul Huda mampu bertahan di tengah kondisi masyarakat yang semakin modern dan mementingkan kebutuhan jasmani, sehingga kebutuhan agama ditinggalkan. Kedua, Pondok Pesantren Mansyaul Huda diakui keberadaannya di Kabupaten Majalengka, dengan ditetapkannya sebagai Pusat Informasi Pesantren (PIP) Kabupaten Majalengka pada tahun 1988 oleh Pemerintah Kabupaten Majalengka. Hal ini dapat diasumsikan bahwa Pondok Pesantren Mansyaul Huda dipercaya sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang berpengaruh khususnya di Kabupaten Majalengka. Lantas, bagaimana peran masyarakat, pengelola dan pemerintah dalam menjaga eksistensi lembaga ini dan pembaruan seperti apa yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Mansyul Huda sehingga mampu bertahan di tengah geliat masyarakat yang semakin maju.

Melalui pemamparan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk bisa menjawab apakah Pondok Pesantren Mansyaul Huda ini dikategorikan sebagai pesantren yang modern melalui perkembangannya dari tahun 1980-2008. Penelitian ini mengangkat judul “Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka 1980-2008“. Pengamatan dimulai dari tahun 1980, diasumsikan pada tahun 1980 merupakan periode ke-emasan pesantren dilihat dari indikator kualitas dan kuantitas santri yang berkembang secara signifikan. Antara lain para santri alumninya menjadi orang yang berpengaruh di daerahnya masing-masing, sedangkan pada tahun 2008 digunakan sebagai batas waktu penelitian dikarenakan pada tahun tersebut pesantren mulai membuka pendidikan formal dengan mendirikan Rombongan Belajar Mahasiswa STAI Shalahuddin Al Ayubi Jakarta yang diperuntukan bagi santri dan masyarakat luar yang ingin menuntut ilmu dan perkembangan fasilitas yang memadai.


(14)

I.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda Kabupaten Majalengka pada

tahun 1980-2008? Untuk lebih memfokuskan masalah, maka rumusan masalah

tersebut diuaraikan kedalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda di

Desa Heuleut Kabupaten Majalengka?

2. Bagaimana gambaran kehidupan Pondok Pesantren Mansyaul Huda dalam bidang pendidikan Islam di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka kurun waktu 1980-2008?

3. Bagaimana respon masyarakat terhadap pendidikan Islam yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kabupaten Majalengka?

4. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pengelola pesantren, masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan dan mempertahankan Pondok Pesantren Mansyaul Huda?

5. Apa nilai-nilai yang dapat digali dari penelitian ini untuk pembelajaran sejarah?

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan dan batasan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penulisan skripsi“Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 1980-2008” ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran mengenai latar belakang historis berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kabupaten Majalengka.

2. Mendeskripsikan gambaran kehidupan Pondok Pesantren Mansyaul Huda dalam bidang pendidikan Islam dari tahun 1980 sampai 2008, yang meliputi perkembangan pelaku pendidikan, kurikulum, maupun pola pembelajaran yang dilaksanakan.


(15)

3. Mengidentifikasi respon masyarakat terhadap keberadaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka, terutama mengenai dampak yang ditimbulkan dengan adanya pesantren tersebut dilihat dari pandangan masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tidak langsung dan kendala yang dihadapi oleh pesantren dalam proses pengembangannya..

4. Mengidentifikasi upaya-upaya yang dilakukan oleh pengelola Pondok Pesantren Mansyaul Huda masyarakat maupun pemerintah untuk mengembangkan dan mempertahankan pesantren.

5. Mengidentifikasi nilai-nilai yang dapat digali dari Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk memperkaya penulisan sejarah sehingga dapat diaplikasikan untuk pembelajaran sejarah di sekolah.

I.4. Manfaat Penelitian

Adapaun manfaat yang diperoleh dari penelitian ilmiah ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penulisan sejarah lokal di Indonesia pada umumnya dan sejarah pendidikan Islam pada khususnya

2. Memberikan kontribusi dalam penulisan sejarah mengenai perkembangan pesantren dalam bidang pendidikan Islam.

3. Dapat dijadikan acuan untuk penelitian mengenai pesantren-pesantren di Indonesia umumnya dan khususnya di Kabupaten Majalengka secara lebih luas dan mendalam.

4. Menanamkan nilai-nilai sejarah kepada peserta didik sebagai perluasan materi pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah yang ada pada standar kompetensi kelas XII semester 2, dalam materi memahami perkembangan Islam di Indonesia.

I.5 Metodologi Penelitian I.5.I Metode Penelitian

Menurut Helius Sjamsudin (2007:60) metode merupakan prosedur, teknik atau cara-cara yang sistematis dalam melakukan suatu penyelidikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Metode ini merupakan


(16)

proses menguji dan menjelaskan serta menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta-fakta yang telah diperoleh, dan hasilnya disebut Historiografi (Gottschalk, 1986: 32). Pada tahapan penulisan skripsi ini, teknik yang digunakan adalah teknik studi kepustakaan atau studi literatur, yaitu dengan cara mempelajari dan meneliti buku-buku, sumber-sumber tertulis maupun dokumen lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang dikaji.

Secara umum ada empat tahapan dalam metode ini, yaitu:

1. Heuristik, merupakan tahapan awal penulis mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan pokok bahasan yang akan dikaji. Sumber-sumber yang dikumpulkan baik berupa Sumber-sumber primer maupun Sumber-sumber sekunder, sumber lisan atau tulisan. Dalam penelitian karya ilmiah ini langkah pertama yang diambil oleh penulis adalah mencari sumber yang relevan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, artikel di internet, maupun penelitian terdahulu yang penulis dapatkan dari perpustakaan. Selain itu juga didapatkan beberapa informasi dari beberapa narasumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang menjadi kajian penulis.

2. Kritik Internal dan Eksternal, yakni tahapan lanjutan dari heuristik, dalam tahapan ini penulis melakukan penilaian atau menyelidiki apakah sumber-sumber yang didapatkan sesuai atau tidak untuk dipergunakan. Semua sumber-sumber yang didapatkan dipilih melalui kritik eksternal, yaitu dengan cara menguji aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang digunakan, sedangkan kritik internal dilakuakan untuk menguji aspek dalam berupa isi dari sumber sejarah tersebut.

3. Interpretasi, merupakan langkah untuk menafsirkan keterangan dari berbagai sumber yang terkumpul dengan mengolah fakta yang telah dikritisi melalui proses kritik eksternal maupun internal.

4. Historiografi, tahapan ini dilakukan untuk menyusun dan membahas sumber-sumber yang telah diperoleh yang telah dianalisis dan ditafsirkan untuk selanjutnya ditulis menjadi rangkaian cerita yang ilmiah.


(17)

I.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mempermudah dalam pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Studi literatur, yaitu dengan mengkaji dan menelaah secara mendalam buku-buku sumber yang berkaitan dengan tema dan judul yang penulis angkat. Buku-buku yang ditelaah secara mendalam mengenai sejarah pondok pesantren, sistem dan pola pendidikan yang digunakan di pondok pesantren termasuk dokumen-dokumen yang dapat memperkuat analisis penulis dalam mengkaji penelitian ini.

2. Studi dokumentasi, merupakan penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam arsip, baik gambar maupun tulisan atau dalam bentuk rekaman. Studi dokumentasi yang dilakukan oleh penulis yaitu ke Kantor Desa Heuleut dan Kantor Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

3. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber. Hal ini dilakukan dengan berkomunikasi dan berdiskusi dengan pihak yang terlibat secara langsung, sebagai upaya untuk memperoleh data-data yang tidak tercantum dalam sumber tertulis. Narasumber yang diikutsertakan adalah pimpinan pondok pesantren, staf pengajar, santri hingga masyarakat sekitar yang mendapatkan kontribusi dengan adanya pesantren.

I.6 Struktur Organisasi Skripsi

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang dibagi kedalam lima bab, antara lain sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, merupakan gambaran dasar penelitian yang akan digunakan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan, penjelasan judul , metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, merupakan pemaparan mengenai tinjauan pustaka yang menjadi rujukan penulis dalam mengkaji topik permasalahan yang akan dibahas. Penulis mengkaji beberapa sumber literatur maupun penelitian


(18)

terdahulu yang digunakan untuk membantu dalam menjawab permasalahan. Pembahasan pada bab ini difokuskan pada pentingnya literatur-literatur tersebut dalam penyusunan penelitian ini.

Bab III Metodologi Penelitian, memaparkan langkah-langkah yang diambil oleh penulis dalam melakukan penelitian serta menjalankan proses penyusunan karya ilmiah. Adapun psosesnya dimulai dari pencarian sumber, interpretasi sumber dan pelaporan hasil kegiatan penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini.

Bab IV Perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda tahun 1980-2008, pada bab ini penulis menguraikan pembahasan-pembahasan mengenai informasi yang telah didapatkan dari hasil penelitian secara deskripsi dalam bentuk tulisan.

Untuk Bab V Kesimpulan dan rekomendasi, pada bab ini dilakukan penarikan kesimpulan dari intisari jawaban dan analisis dari permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini. Hasil temuan ini merupakan interpretasi penulis tentang inti penulisan dari pembahasan yang telah diuraikan.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini, penulis memaparkan mengenai langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian skripsi yang berjudul “Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 1980-2008”. Adapun metode yang digunakan akan dijabarkan sebagai berikut:

3.1. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan ialah metode historis. Metode ini digunakan karena data-data yang dibutuhkan menyangkut dengan masa lampau. Gottschalk (2008: 39) mengungkapkan bahwa metode sejarah merupakan proses menguji dan menjelaskan serta menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta-fakta yang telah diperoleh, dan hasilnya disebut historiografi.

Secara umum penulis menggunakan enam tahapan yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah sebagaimana yang dipaparkan oleh Gray (Sjamsuddin, 2007) yaitu:

1. Memilih topik yang sesuai.

2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.

3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian berlangsung.

4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah disimpulkan (kritik sumber).

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti, yaitu sistematika yang telah disiapkan sebelumnya. 6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan

mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti.

Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan penelitian sejarah ini sebagaimana yang dipaparkan oleh Ismaun (2005: 48:50), yakni: a. Heuristik, merupakan tahapan awal dalam mencari dan mengumpulkan

sumber-sumber baik yang tertulis maupun lisan yang berkaitan dengan Pondok Pesantren Mansyaul Huda.


(20)

b. Kritik Internal dan Eksternal, yakni tahapan lanjutan dari heuristik. Tahapan ini merupakan proses analisis terhadap sumber yang telah diperoleh, apakah sumber-sumber yang didapatkan sesuai atau tidak untuk dipergunakan. Pada tahapan ini dilakukan penyeleksian dengan menggunakan kritik ekstern maupun intern sehingga dengan proses ini didapatkan fakta yang sejarah mengenai Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka.

c. Interpretasi, merupakan langkah untuk menafsirkan keterangan dari berbagai sumber yang terkumpul dengan mengolah fakta yang telah dikritisi melalui proses kritik eksternal maupun internal sehingga diperoleh fakta-fakta yang valid.

d. Historiografi, tahapan ini dilakukan untuk menyusun dan membahas sumber-sumber yang telah diperoleh yang telah dianalisis dan ditafsirkan untuk selanjutnya ditulis menjadi rangkaian cerita yang ilmiah. Menurut Ismaun (2005: 125-131). Historiografi merupakan proses penulisan yang utuh dan masuk akal atas interpretasi dan eksplanasi yang telah dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan penemuan yang dituangkan dalam bentuk skripsi.

3.2 Persiapan Penelitian

Pada tahapan ini, penulis melakukan beberapa persiapan penelitian yang harus ditempuh sebelum melakukan penelitian ke lapangan, langkah-langkah yang dilakukan oleh penulis di antaranya:

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian

Tahapan ini merupakan langkah awal dalam menjalankan penelitian. Ketertarikan penulis pada mulanya didasari dengan banyaknya orang-orang yang berada di lingkungan penulis pernah belajar di Pesantren Mansyaul Huda. Di kehidupan sosial masyarakat tokoh-tokoh tersebut kemudian menjadi tokoh panutan yang cukup disegani. Dengan didasari ketertarikan tersebut dan hasil dari konsultasi dengan dosen, akhirnya penulis memutuskan untuk mengajukan topik penelitian mengenai Pondok Pesantren Mansyaul Huda.


(21)

Setelah memilih dan menentukan topik penelitian, selanjutnya dilakukan konsultasi dengan TPPS mengenai tema yang akan diangkat. Pemilihan tema penelitian dilakukan melalui observasi ke lapangan yaitu dengan mengunjungi Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka. Sebelum mendapatkan informasi dan masukan dari pihak pesantren, penulis berkesempatan bertemu dengan salah satu alumni yang lama belajar di Pondok Pesantren Mansyaul Huda yaitu Iwan Ridwan. Dari perbincangan tersebut penulis mendapatkan gambaran awal mengenai pesantren.

Pada bulan November tahun 2012 dan bulan Januari tahun 2013, penulis berkesempatan mengunjungi Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kabupaten Majalengka. Pada kunjungan tersebut penulis bertemu dan berbincang langsung dengan tokoh pendiri pesantren yaitu Kiai Haji Sarkosi Subki dan anak pendiri pesantren yaitu Haji Aa Fachrurrozi. Hasil dari kunjungan dan perbincangan tersebut, didapatkan masukan dan informasi mengenai Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Selain melakukan penelitian awal ke Pondok Pesantren Mansyaul Huda, penulis juga membaca berbagai sumber literatur yang berkaitan dengan tema yang akan dikaji.

Berdasarkan hasil observasi dan mengkaji berbagai literatur mengenai Pondok Pesantren Mansyaul Huda, maka langkah selanjutnya ialah memilih dan menentukan topik penelitian. Penulis kemudian mengajukan rancangan judul penelitian kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) sebagai tim pertimbangan yang khusus yang menangani penulisan skripsi di Jurusan Pendidikan Sejarah. Adapun judul pertama yang penulis ajukan ialah “Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kabupaten Majalengka: Sejarah dan Perkembangannya tahun 1960-2005”. Setelah berkonsultasi dan meminta pendapat dari TPPS maka rancangan proposal penelitian tersebut disetujui oleh TPPS. Selanjutnya peneliti diperkenankan untuk menyusun rancangan penelitian dalam bentuk proposal.


(22)

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan kerangka dasar dalam melaksanakan proses penelitian yang dijadikan landasan dalam penyusunan laporan penelitian. Rancangan ini berdasarkan kaidah yang telah ditetapkan dalam buku panduan karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia. Pada dasarnya rancangan penelitian ini meliputi:

1. Judul Penelitian.

2. Latar Belakang Penelitian. 3. Perumusan Masalah Penelitian. 4. Tujuan Penelitian.

5. Manfaat Penelitian. 6. Kajian Pustaka

7. Metodologi Penelitian. 8. Struktur Organisasi Skripsi. 9. Daftar Pustaka.

Rancangan penelitian dalam bentuk proposal yang telah diajukan dan dikonsultasikan kemudian diserahkan kepada TPPS. Selanjutnya proposal tersebut diseminarkan pada hari Jumat tanggal 11 Januari 2013 bertempat di Laboratorium Sejarah FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia. Dari seminar tersebut banyak masukan-masukan yang sangat membantu dalam proses penelitian selanjutnya, baik dari calon pembimbing maupun dari dosen lainnya yang hadir dalam seminar. Sesuai dengan masukan, penulis merubah sedikit redaksi kalimat dan tahun kajian dalam judul yang diangkat menjadi “Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka 1980-2008”. Pengesahan untuk penulisan skripsi dikeluarkannya melalui Surat Keputusan Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dengan nomor 001/TPPS/JPS/PEM/2013 dan sekaligus menunjuk Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II.


(23)

3.1.3 Mengurus Perizinan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian diperlukan perijinan untuk melancarkan dan mempermudah dalam melaksanakan penelitian dan mendapatkan sumber-sumber yang diperlukan dalam kajian skripsi ini. Surat izin penelitian dapat dijadikan bukti bahwa peneliti merupakan mahasiswa yang melakukan penelitian baik yang berhubungan institusi maupun perorangan dari Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Adapun surat izin penelitian tersebut diantaranya ditujukan kepada:

a. Pimpinan Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

b. Kantor Pemerintahan Desa Heuleut Kabupaten Majalengka. c. Para santri alumni Pondok Pesantren Mansyaul Huda. d. Sesepuh dan masyarakat Desa Heuleut.

3.1.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Tahapan ini dimaksudkan untuk memudahkan dan memperlancar penulis dalam melakukan penelitian dan mendapatkan sumber-sumber yang diperlukan dalam kajian skripsi ini. Adapun perlengkapan penelitian tersebut antara lain: a. Surat izin dari Dekan FPIPS UPI.

b. Instrumen wawancara, baik wawancara terencana maupun tidak terencana yang dilakukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pembahasan penelitian ini. c. Alat Perekam (Tape Recorder).

d. Alat Tulis.

3.1.5 Proses Bimbingan

Proses bimbingan merupakan proses yang sangat diperlukan dalam penelitian skripsi ini. Berdasarkan Surat Keputusan Nomor 001/TPPS/JPS/PEM/2013 tentang penunjukan dosen pembimbing penulisan skripsi, maka penulis didampingi oleh dua orang dosen. Dosen pembimbing yang


(24)

ditetapkan ialah Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si sebagai dosen pembimbing I dan Dra. Lely Yulifar, M.Pd sebagai dosen pembimbing II.

Proses bimbingan dilakukan secara berkesinambungan melalui pertemuan antara penulis dan dosen pembimbing. Hasil yang telah dikonsultasikan kemudian dicatat dalam sebuah lembar bimbingan yang formatnya telah ditentukan oleh Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia. Dari bimbingan tersebut penulis mendapatkan saran-saran yang baik guna penyelesaian penulisan skripsi ini.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanan penelitian yang dilakukan oleh penulis dibagi ke dalam beberapa langkah yang sesuai dengan metode historis. berdasarkan dengan metode historis. Penjelasan lebih rinci akan di uraikan sebagai berikut:

3.3.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Pengumpulan sumber atau heuristik dalam penelitian sejarah merupakan tahapan yang penting untuk dilaksanakan karena dari sumber-sumber yang diperoleh seorang peneliti dapat membuat gambaran masa lalu yang sedang dikajinya. Dalam mengumpulkan data dan informasi mengenai penulisan skripsi tentang Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka, penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi literatur (kepustakaan), studi dokumentasi dan wawancara. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a) Studi literatur (kepustakaan), yaitu dengan mengkaji dan menelaah secara mendalam buku-buku sumber yang berkaitan dengan tema dan judul yang penulis angkat. Buku-buku yang ditelaah secara mendalam mengenai sejarah pondok pesantren, sistem dan pola pendidikan yang digunakan di pondok pesantren termasuk dokumen-dokumen yang dapat memperkuat analisis penulis, jurnal serta artikel baik pada media cetak maupun online yang disesuaikan dengan tema penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis melakukan kunjungan ke berbagai perpustakaan-perpustakaan yang berda di wilayah Kota Bandung dan Majalengka, seperti Perpustakaan


(25)

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, Perpustakaan Kabupaten Majalengka dan Perpustakaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Setelah berbagai literatur terkumpul dan relevan dengan permasalahan yang akan dibahas, maka penulis mulai melakukan proses identifikasi, memilih sumber yang relevan dan kemudian mengkaji sumber tersebut.

b) Studi dokumentasi merupakan penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam arsip, baik gambar maupun tulisan atau dalam bentuk rekaman. Studi dokumentasi yang dilakukan oleh penulis yaitu ke Kantor Desa Heuleut dan Kantor Pondok Pesantren Mansyaul Huda serta dokumen-dokumen yang dimiliki oleh alumni santri Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

c) Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh data-data yang tidak tercantum dalam sumber tertulis. Narasumber yang diikutsertakan adalah pimpinan pondok pesantren, staf pengajar, santri, alumni hingga masyarakat sekitar yang mendapatkan kontribusi dengan adanya pesantren.

Untuk mempermudah pengumpulan data, maka dilakukan dua tahapan di antaranya:

3.3.1.1 Pengumpulan Sumber Tertulis

Pada tahap pencarian sumber tertulis, penulis mencari dan mengumpulkan sumber-sumber tertulis baik berupa buku, artikel, dokumen dan hasil penelitian sebelumnya yang didapatkan dari berbagai tempat. Sumber tertulis tersebut didapatkan dengan mengkunjungi beberapa perpustakaan yang terdapat di Bandung dan Majalengka, seperti:

1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 sejak bulan November 2012-Januari 2013. Dari Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), penulis menemukan buku yang berkaitan dengan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, elemen-elemen penting pesantren, pembaharuan pesantren, komponen dan lembaga pendidikan


(26)

pesantren secara umum, buku tersebut seperti buku Modernisasi Pesantren karya Tuanaya M. Malik, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan karya Nurcholis Madjid, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren karya Mastuhu,

Pesantren dan Pembaharuan karya Dawam M Raharjo

2. Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI pada bulan November 2013 hingga Januari 2013. Penulis mendapatkan skripsi yang berjudul Perkembangan Pondok Pesantren Al-Riyadl Kabupaten Majalengka 1989-2005 karya Siti Sonia, Pola Pendidikan Islam: Suatu Kajian Historis Terhadap Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) Bentar di Kabupaten Garut Tahun 1967-1998 karya Irma Nurlaela.

3. Perpustakaan Daerah pemerintahan Kabupaten Majalengka di Jln. K.H. Abdul Halim pada bulan Oktober 2012, di tempat ini penulis menemukan beberapa buku yang berkaitan dengan pesantren secara luas dan buku yang berkaitan dengan perkembangan Kabupaten Majalengka.

4. Perpustakaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut pada bulan Desember 2012, peneliti memperoleh dokumen mengenai latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda, visi dan misi pesantren, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan jadwal pelajaran, jumlah santri, tata tertib santri, kegiatan pendidikan pesantren Mansyaul Huda.

5. Di bulan Desember tahun 2012 penulis berkunjung ke Kantor Pemerintahan Desa Heuleut, penulis mendapatkan beberapa dokumen mengenai profil desa, gambar peta wilayah, kondisi geografis, administratif, dan kondisi masyarakat. 6. Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati di Jln. A.H

Nasution Cibiru Kota Bandung, di tempat ini peneliti mendapatkan beberapa karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan pesantren di Kabupaten Majalengka, di antaranya Skripsi karya Asep Mulyana yang berjudul Pondok Pesantren Santi Asromo di Desa Pasirayu Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka, Tesis karya Syamsuddin R.S yang berjudul Transformasi kepemimpinan Pesantren (Kajian tentang pergeseran corak kepemimpinan Kiai dan


(27)

adanya beberapa skripsi dan tesis ini penulis mendapatkan beberapa gambaran pola perkembangan pesantren di Kabupaten Majalengka. Selain itu penulis mendapatkan buku-buku mengenai pesantren secara luas.

7. Buku-buku lainnya yang telah dimiliki oleh penulis dan koleksi teman, seperti buku Metodologi Sejarah karya Helius Sjamsudin, Sejarah Sebagai Ilmu karya Ismaun, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai karya Zamakhsyari Dhofier.

3.3.1.2 Pengumpulan Sumber Lisan

Pengumpulan sumber lisan bertujuan untuk mencari informasi langsung kepada tokoh-tokoh yang berhubungan dan sejaman dengan judul penelitian yang dikaji mengenai Pondok Pesantren Mansyaul Huda melalui proses wawancara. Menurut Kartawiriaputra (1994: 41), ada beberapa aspek yang yang harus diperhatikan dalam menentukan narasumber, yaitu faktor mental dan fisik (kekuasaan), perilaku (kejujuran dan sifat sombong), kelompok usia yaitu umur yang cocok, tepat dan memadai. Menurut Kuntowijoyo (1994: 74) Teknik wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi secara lisan dari narasumber sebagai pelengkap sumber tertulis.

Sebelum melaksanakan wawancara, terlebih dahulu penulis menyiapkan daftar pertanyaan yang dijabarkan secara garis besar. Pada pelaksanaannya, penulis menggunakan proses wawancara secara terencana/terstruktur berdasarkan pedoman wawancara yang terdiri dari daftar pertanyaan yang telah disusun. Wawancara terstruktur ini bertujuan untuk menghindari jawaban-jawaban yang berkembang lebih dari fokus permasalahan. Apabila informasi yang diberikan oleh narasumber kurang fokus dari inti permasalahan, maka penulis mengajukan beberapa pertanyaan dengan lebih mengembangkan pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Hal tersebut bertujuan untuk membantu narasumber dalam mengingat kembali peristiwa yang pernah dialaminya sehingga informasi yang didapatkan lebih lengkap dan akurat.

Wawancara pertama dilakukan dengan Iwan Ridwan umur 53 tahun, yang merupakan alumni Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Narasumber mulai belajar di Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada tahun 1977 hingga tahun 1982. Proses


(28)

wawancara dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan pada bulan November 2012. Narasumber merupakan orang pertama yang membantu penulis dalam memberikan informasi mengenai pesantren, alumni-alumni pesantren dan pengalaman narasumber saat mencari ilmu di Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Tidak ada kesulitan yang berarti dalam wawancara ini. narasumber bahkan membantu dalam mempersiapkan perizinan dan mempersiapkan pertanyaan penelitian serta berkesempatan mengunjungi Pondok Pesantren Mansyaul Huda bersama narasumber. Kunjungan yang dilakukan bersama narasumber ke Pondok Pesantren Mansyaul Huda dilaksanakan selama dua kali, yaitu pada bulan November 2012.

Berdasarkan hasil informasi yang diperoleh dari Iwan Ridwan, maka penulis menindaklanjuti dengan melakukan wawancara dengan narasumber lain yang berhubungan langsung dalam penelitian ini. Narasumber tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Pengasuh atau Pimpinan Pondok Pesantren Masnyaul Huda

Narasumber yang diwawancarai adalah pimpinan sekaligus pendiri Pondok Pesantren Mansyaul Huda, yaitu Kiai Haji Sarkosi Subki umur 70 tahun. Sebagai tokoh pendiri Pondok Pesantren Mansyaul Huda yang hingga saat ini masih hidup, beliau sangat berperan dalam memberikan data-data yang berkaitan langsung dengan pesantren. Proses pertama yang dilakukan adalah meminta izin untuk melakukan penelitian di Pesantren yang dipimpinnya. Penulis berkunjung pada bulan November bersama Iwan Ridwan tahun 2012 dan berbincang mengenai pesantren yang dipimpinnya. Berhubung pada saat itu kondisi fisik Kiai Haji Sarkosi Subki sedang tidak sehat, maka proses wawancara dilakukan hanya sebentar. Pada pertemuan tersebut penulis mendapatkan informasi mengenai perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda dan latar belakang berdirinya pesantren. Setelah pertemuan pada bulan November 2012, penulis kemudian datang kembali ke Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada bulan Januari 2013 untuk melakukan proses wawancara. Dari hasil wawancara yang penulisi lakukan dengan narasumber, didapatkan keterangan riwayat hidup, latar belakang pendirian pesantren, perkembangan kurikulum dan implementasinya. Selain itu


(29)

penulis mendapatkan dokumen yang berkaitan dengan Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

2. Staf Pengajar Pondok Pesantren Mansyaul Huda

Pada wawancara selanjutnya penulis berhasil mewawancarai keturunan dari pimpinan Pondok Pesantren Mansyaul Huda yaitu Haji Aa Fachrurrozi. Proses wawancara dilakukan pada bulan Januari 2013. Wawancara dilakukan di rumah narasumber yang berlokasi di kompleks Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut. Selain keturunan langsung dari pendiri pesantren, narasumber juga merupakan staf pengajar di Pondok Pesantren Mansyaul Huda dan Sekolah Tinggi Agama Islam Salahudin Al Ayyubi. Dari hasil wawancara, diperoleh data mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh pengelola Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk mengembangkan dan mempertahankan pesantren yang didirikan serta hambatan dalam mengelola pesantren. Data-data yang diberikan berupa data umum pesantren dan foto-foto yang berkaitan dengan Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Dari hasil wawancara penulis dengan narasumber diperoleh informasi bahwa pesantren belum memiliki administrasi pendidikan yang rapi.

Selain itu penulis mewawancarai staf pengajar lain sekaligus kepala pondok Pesantren Mansyaul Huda Yaitu Iding Mahfudin umur 27 tahun. Narasumber merupakan salah satu santri yang belajar di pesantren pada tahun 2003. Wawancara dilakukan tanpa adanya hambatan yang berarti. Proses wawancara dilakukan di kantor sekertariat Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada bulan Juni 2013. Dari narasumber penulis mendapatkan data mengenai fungsi pondok, pengelolaan pondok putra dan putri, jadwal kegiatan harian dan tahunan, jumlah santri, tata tertib santri maupun materi dan metode yang digunakan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

3. Alumni Pesantren

Selain Iwan Ridwan Alumni pesantren yang diwawancarai ialah Ihat Solihat umur 44 tahun yang mulai belajar di Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada tahun 1983 hingga tahun 1988, selain itu Ii Rohaeti umur 42 tahun yang belajar di pesantren pada tahun 1984 hingga 1986 dan Solehudin umur 51 tahun


(30)

yang mulai belajar pada tahun 1977 hingga tahun 1982. Wawancara berlangsung pada bulan Desember 2012 hingga Mei 2013. Informasi yang diperoleh adalah mengenai kondisi pesantren pada tahun 1980-an dan pola pembelajaran pada saat mereka menjadi santri di pesantren Mansyaul Huda.

Berdasarkan proses wawancara dengan narasumber, pada tahun 1980-an pesantren mengalami masa ke-emasannya. Hal tersebut terlihat dari semakin bertambahnya santri pada masa itu dan banyak alumni angkatannya menjadi beberapa tokoh yang terkemuka di daerahnya masing-masing. Pada tahun tersebut pesantren masih bersifat tradisional, di mana dalam pembelajaran yang dilaksanakan masih terfokus pada kitab-kitab kuning yang dipelajarinya. Fasilitas yang tersedia pada tahun tersebut pun masih terbilang sederhana. Seperti yang diutarakan oleh Ihat Solihat (Wawancara 31 Januari 2013) pada saat narasumber menuntut ilmu di Pondok Pesantren Mansyaul Huda, lingkungan di sekitar pesantren masih berupa lahan sawah yang masih luas.

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan kondisi Pondok Pesantren Mansyaul Huda hingga perkembangannya diperlukan sumber dari masyarakat Desa Heuleut. Masyarakat yang menjadi narasumber adalah tokoh masyarakat, pejabat pemerintahan Desa Heuleut. Penulis melakukan proses wawancara di Kantor Desa Heuleut. Di sana penulis mewawancarai Kepala Desa Heuleut yaitu Bapak Agus Sofyan, dan Sekertaris Desa Heuleut Bapak Yaminuddin. Proses wawancara dilaksanakan pada bulan November 2012.

Proses wawancara dilaksanakan di Kantor Pemerintahan Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka. Partisipasi masyarakat dalam penelitian ini ditujukan agar peneliti diberikan informasi mengenai kontribusi dan dampak masyarakat terhadap pondok pesantren, hingga kontribusi dan dampak pesantren terhadap masyarakat. Dari proses wawancara tersebut penulis mendapatkan beberapa data yang berkaitan dengan perkembangan desa pada tahun 1980 sampai 2008. Data-data tersebut terkait dengan kondisi masyarakat baik dari segi ekonomi, pendidikan maupun keagamaan. Selain itu penulis berhasil mendapatkan data profil desa dan peta desa. Adapun alasan penulis melakukan wawancara terhadap beberapa sumber di atas ialah karena para sumber


(31)

tersebut mengetahui tentang perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

3.3.2 Kritik Sumber

Tahapan yang dilaksanakan selanjutnya ialah kritik terhadap sumber sumber yang telah didapatkan. Proses kritik ini bertujuan agar sumber yang didapatkan dapat diuji kebenaran atau ketepatannya (akurasi). Seorang sejarawan yang telah mendapatkan sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis tidak bisa dengan begitu saja menerima hasil yang diungkapkan dari sumber tersebut. Peneliti diharuskan untuk mengkritisi sumber tersebut.

Menurut Sjamsuddin (2007:132) fungsi kritik sumber bagi sejarawan serta kaitannya dengan tujuan sejarawan itu adalah dalam rangka mencari kebenaran. Melalui kritik sumber, penulis diharapkan agar setiap data-data sejarah yang diberikan oleh orang yang memberikan informasi (informan) hendak diuji dahulu validitasnya, sehingga dalam proses pencarian kebenaran ini penulis mampu membedakan sesuatu yang benar dan tidak benar, apa yang mungkin dan meragukan. Dalam ilmu sejarah kritik sumber mencakup dua aspek, yaitu kritik internal dan kritik eksternal sumber sejarah. Untuk lebih jelasnya penulis memaparkan kritik yang dilaksanakan seperti di bawah ini.

3.3.2.1 Kritik Eksternal

Kritik eksternal merupakan proses pengujian sumber dari aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh-orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 2007: 133-134).

Kritik eksternal yang dilakukan oleh penulis lebih ditekankan kepada sumber tertulis sekunder, karena pada tahapan heuristik sebelumnya penulis tidak mendapatkan sumber tertulis primer. Setelah memperoleh sumber tertulis sekunder berupa salinan dokumen dan buku-buku, maka penulis melakukan identifikasi terhadap penerbit, nama pengarang, tahun terbit, tempat diterbitkan serta daftar pustaka. Hal tersebut bertujuan agar penulis bisa melihat kelayakan


(32)

sebuah sumber yang dijadikan bahan penelitian ini. Melalui kritik eksternal, sumber tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara validitas sebagai sumber penelitian.

Kritik eksternal sumber tertulis dilakukan terhadap buku Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren karya Mastuhu yang diterbitkan oleh INIS, Jakarta. Latar belakang Pendidikan sarjananya diselesaikan di Fakultas Pendidikan Universitas Gajah Mada (1962). Setelah beberapa lama mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ia kemudian melanjutkan pendidikannya pada Departemen of Education, The University of Western Australia dan berhasil meraih gelar Master of Education. Bukunya yang berjudul Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren merupakan disertasinya pada Fakultas Pascasarjana IPB.

Kariernya diawali ketika menjadi ketua Pusat Penelitian, Pengembangan, Dan Pengabdian Kepada Masyarakat IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1978-1980), Sekertaris Konsorsium Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990-1996), Anggota Badan Akreditasi Nasional (1995-hingga sekarang). Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Pembantu Rektor Universitas Asy-syafiiyah, Jakarta, dan ketua Disiplin Ilmu Agama pada Dewan Pertimbangan Pendidikan Tinggi Direktur Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Berdasarkan informasi tersebut, penulis berkesimpulan bahwa Prof. Dr Mastuhu adalah seorang ahli dalam bidang pendidikan umum yang berada di lingkungan Perguruan Tinggi Islam. Keahliannya dalam bidang pendidikan dikembangkan lebih lanjut melalui aktivitasnya dalam bidang penelitian. Dengan kata lain ia adalah seorang ahli pendidikan, baik umum maupun Islam yang berbasiskan penelitian. Oleh karena itu penulis berkesimpulan buku Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren adalah hasil observasinya secara langsung. Menurut penulis tulisan Mastuhu ini kompeten dan faktual, sehingga layak untuk dijadikan sumber rujukan penelitian.

Selain melakukan kritik eksternal dalam sumber tertulis, penulis melakukan pula kritik terhadap sumber lisan. Penulis memperhatikan beberapa aspek yang terdapat dari narasumber, diantaranya latar belakang pendidikan, pekerjaan, usia, kesehatan dan daya ingat narasumber. Sebagai contoh, penulis


(33)

melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan dengan mempertimbangkan usia narasumber yang disesuaikan dengan tahun kajian peneliti, yaitu tahun 1980-2008. Penulis kemudian melihat kedudukannya pada saat itu, apakah faktor kesehatan berupa daya ingatnya masih kuat atau tidak.

Kritik eksternal sumber lisan dilakukan terhadap narasumber Kiai Haji Sarkosi Subki. Narasumber merupakan tokoh pendiri Pondok Pesantren Mansyaul Huda yang dilahirkan pada tahun 1943. Oleh karena itu penulis menggolongkan narasumber sebagai sumber lisan primer. Berdasarkan usia, kini narasumber berumur 70 tahun, maka pada masa tahun 1980-2008 narasumber berumur 30 tahun-an. Dengan umur tersebut narasumber mengalami dan menyaksikan secara langsung perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Dilihat dari segi kesehatan kondisi narasumber masih dalam keadaan sehat baik dalam segi ingatan, ucapan maupun pedengaran. Oleh karena itu penulis menilai secara eksternal bahwa Kiai Haji Sarkosi Subki adalah narasumber yang dapat dipercaya.

Kritik eksternal dari sumber lisan kedua dilakukan terhadap Iwan Ridwan. Iwan Ridwan dilahirkan pada tahun 1960 dan merupakan seorang alumni di Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Narasumber mulai belajar di Pesantren Mansyaul Huda pada tahun 1977 sampai dengan tahun 1982, berarti tahun tersebut sudah di dalam tahun kajian. Diketahui bahwa Iwan Ridwan merupakan santri yang pernah menjabat dalam organisasi yang dikelola oleh santri, hal tersebut diperkuat oleh pendapat alumni se-angkatan narasumber yaitu Solehudin dan Ihat Solihat. Hingga saat ini Iwan Ridwan masih berhubungan baik dengan semua elemen pesantren. Oleh karena itu penulis menempatkan kedudukan Iwan Ridwan sebagai narasumber.

Selain itu penulis melakukan kritik eksternal terhadap narasumber Yaminuddin. Berdasarkan usia, narasumber berumur 50 tahun. Narasumber menjabat sebagai Sekertaris Desa Heuleut. Beliau bukan penduduk asli Desa Heuleut. Namun pada tahun 1985 beliau menikah dengan penduduk asli Desa Heuleut dan menetap di desa tersebut hingga sekarang. Dengan latar belakang tersebut penulis menilai secara eksternal bahwa Yaminuddin adalah narasumber yang dapat dipercaya. Karena selama kurun waktu penelitian yaitu tahun


(34)

1980-2008 beliau mengetahui perkembangan desa dan melihat kontribusi desa terhadap Pondok Pesantren Mansyul Huda. Selain itu narasumber masih dalam keadaan yang sehat.

3.3.2.1 Kritik Internal

Kritik internal merupakan sebuah proses dimana penulis membandingkan aspek isi (konten) dari sumber-sumber yang diperoleh baik dari sumber lisan maupun tulisan. Tujuan dari kritik internal adalah untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggung jawab, dan moralnya (Ismaun, 2005: 50). Kritik internal ini dilakukan dengan cara membandingkan (Cross check) sumber-sumber yang diperoleh berupa buku-buku sumber, wawancara narasumber satu dengan narasumber lainnya terhadap peristiwa sejarah yang pernah dialaminya.

Hal yang penulis bandingkan pada kritik internal pada sumber lisan, misalnya mengenai pendirian Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Ketika penulis wawancara dengan Kiai Haji Sarkosi Subki dan diberikan pertanyaan mengenai tahun berdirinya, narasumber menjawab dengan pasti bahwa pesantren didirikan pada tanggal 1966. Sementara itu penulis bertanya kepada Bapak Yaminnudin perihal pertanyaan yang sama dan Yaminnudin menjawab bahwa Pondok Pesantren Mansyaul Huda berdiri diperkirakan sekitar tahun 1960-an. Hal tersebut membuat kebingungan tersendiri bagi penulis. Oleh karena itu, penulis kemudian membandingkannya dengan dokumen Data Umum Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Dalam dokumen tersebut tercantum bahwa peresmian Pondok Pesantren Mansyaul Huda adalah pada tahun 1966 tepatnya pada tanggal 20 Mei yang sesuai dengan informasi dari Kiai Haji Sarkosi Subki. Dari proses tersebut dapat diketahui bahwa hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis mendekati tahun yang tercantum dalam dokumen.

3.2.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber)

Setelah melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang diperoleh dan dikumpulkan, peneliti kemudian melakukan langkah selanjutnya yaitu interpretasi atau penafsiran sumber. Dalam tahapan tersebuti, data dan fakta sejarah mengenai


(35)

penelitian ini disusun dan ditafsirkan sehingga menjadi sebuah rekonstruksi yang selaras untuk memberikan penjelasan terhadap fokus masalah yang telah dirancang sebelumnya.

Penulis menggabungkan beberapa sumber yang didapatkan baik dari buku-buku, hasil wawancara maupun dokumen. Hal ini bertujuan agar fakta-fakta yang didapat tidak bertentangan dengan sumber-sumber yang diperoleh, khususnya sumber primer. Dari keterhubungan antara beberapa sumber dan fakta yang telah didapat inilah kemudian dijadikan dasar untuk membuat interpretasi (penafsiran). Penafsiran yang telah dilaksanakan dan ditemukan memberikan signifikasi dan sintesis dari hasil penelitian yang dilaksanakan. Setelah proses ini kemudian penulis menuangkannya dalam suatu penelitian utuh yang dinamakan historiografi.

Langkah yang dilakukan oleh penulis dalam tahap ini yaitu mengolah, menyusun dan menafsirkan fakta yang telah teruji kebenarannya. Fakta-fakta tang diperoleh tersebut dihubungkan sehingga menjadi kesatuan yang utuh. Pada tahapan interpretasi ini penulis menggunakan pendekatan interdisipliner untuk mempertajam analisis. Pendekatan interdisipliner ini dimaksudkan untuk membantu disiplin ilmu sejarah yang dijadikan disiplin ilmu utama dalam mengkaji permasalahan dengan dibantu ilmu-ilmu sosial lain.

Ilmu-ilmu sosial yang digunakan oleh penulis adalah ilmu sosiologi dengan menggunakan konsep interaksi sosial, kepemimpinan dan teori perubahan sosial. Supardan (2007: 140) mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan proses sosial yang menyangkut hubungan timbal balik antar pribadi, kelompok maupun pribadi dengan kelompok dan merupakan syarat yang utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Konsep yang digunakan tersebut membantu dalam menjelaskan mengenai interaksi antara elemen-elemen yang ada di Pondok Pesantren Mansyaul Huda dengan masyarakat sekitar.

Selain menggunakan konsep ilmu-ilmu sosial, dalam langkah interpretasi digunakan pula konsep-konsep dalam ilmu pendidikan seperti penggunaan konsep kurikulum. Konsep tersebut memberikan penjelasan mengenai perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda dari segi tujuan pendidikan, metode, materi,


(36)

dan evaluasi pendidikan yang digunakan oleh pesantren. Pada dasarnya kurikulum yang digunakan di pesantren memiliki ciri khasnya tersendiri.

Penulis menginterpretasikan bahwa Pondok Pesantren Mansyaul Huda didirikan tidak hanya bertujuan untuk melahirkan intelektual-intelektual Muslim saja, namun dalam tatanan sosial Pondok Pesantren Mansyaul Huda telah menjadi lembaga sosial kemasyarakatan yang berupaya untuk memberdayakaan masyarakat. Selain itu sebagai lembaga pendidikan Islam Pondok Pesantren Mansyaul Huda berupaya untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Sehingga pemerataan pendidikan dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.

3.4 Laporan Hasil Penelitian

Tahapan terakhir yang penulis tempuh dalam penyusunan skripsi ini adalah pembuatan laporan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian ini memberikan gambaran dari hasil temuan yang telah didapatkannya. Hasil temuan fakta-fakta yang telah diperoleh kemudian diseleksi dengan melakukan kritik eksternal maupun internal dan dianalisis secara seksama. Hasil yang telah didapatkan ini kemudian disusun secara rekonstruktif sehingga menjadi sebuah penulisan sejarah atau historiografi. Historiografi merupakan langkah terakhir dalam melaksanakan suatu penelitian sejarah. Seluruh hasil yang diperoleh penulis kemudian disusun menjadi suatu karya ilmiah, yaitu skripsi.

Laporan penulisan ini telah disesuaikan dan dibuatkan dengan dengan berdasarkan pada struktur organisasi skripsi yang telah ditentukan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Selain itu untuk mendukung metode historis yang digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan interdisipliner yang membantu dalam menganalisis suatu permasalahan. Teknik penulisan yang digunakan dalam pembuatan hasil penelitian ini menggunakan buku pedoman karya ilmiah yang lazim digunakan oleh segenap civitas akademika. Teknik penulisan yang digunakan dalam teknik pengutipan dalam skripsi ini adalah menggunakan Sistem Harvard dan disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).


(37)

Seluruh hasil penelitian ini disusun dalam sebuah skripsi dengan judul “PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008” Struktur organisasi skrispsi dibagi ke dalam lima bagian yang memuat pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, pembahasan serta kesimpulan dan rekomendasi. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, akan diuraikan dasar penelitian yang akan digunakan dilihat dari kesenjangan yang nampak dari sebuah realita, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan, penjelasan judul, metode penelitian dan struktur organisasi skripsi.

Bab II Kajian Pustaka, merupakan pemaparan mengenai tinjauan pustaka yang menjadi rujukan penulis dalam mengkaji topik permasalahan yang akan dibahas. Penulis mengkaji beberapa sumber literatur maupun penelitian terdahulu yang digunakan untuk membantu penulis dalam menjawab permasalahan. Pembahasan pada bab ini difokuskan pada pentingnya literatur-literatur tersebut dalam penyusunan penelitian ini.

Bab III Metode Penelitian, memaparkan langkah-langkah yang diambil oleh penulis dalam melakukan penelitian serta menjalankan proses penyusunan skripsi. Adapun psosesnya dimulai dari pencarian sumber, interpretasi sumber dan pelaporan hasil kegiatan penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini.

Bab IV Perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda tahun 1980-2008, memaparkan bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda, pada bab ini penulis menguraikan pembahasan-pembahasan mengenai informasi yang telah didapatkan dari hasil penelitian secara deskripsi dalam bentuk tulisan. Peneliti menguraikannya secara deskriptif dari hasil fakta-fakta yang telah didapatkan.

Bab V Kesimpulan dan rekomendasi, pada bab ini dilakukan penarikan kesimpulan dari intisari jawaban dari permasalahan yang dikaji dalam karya ilmiah ini. Dan rangkuman dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan yang telah dipaparkan harus menjawab pertanyaan penelitian atau


(38)

rumusan masalah. Saran-saran yang diberikan dapat ditujukan kepada semua pihak yang pembuat kebijakan.

Daftar Pustaka, dalam bab ini tercantum semua sumber yang digunakan dalam penelitian ini, baik sumber yang berupa buku, jurnal, dokumen dan sumber wawancara. Penulisan daftar pustaka ini disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Lampiran-Lampiran, berisi semua dokumen yang digunakan dalam penelitian dan penulisan, hasil-hasilnya menjadi satu karya tulis ilmiah untuk memudahkan pembaca. Setiap lampiran diberi nomor urut sesuai dengan urutan penggunaannya, dan diberi judul.


(39)

115 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang dilakukan oleh penulis Selain kesimpulan, diuraikan pula rekomendasi yang penulis berikan kepada beberapa pihak yang berkaitan dengan skripsi ini.

5.1 Kesimpulan

Pertama, latar belakang pendirian Pondok Pesantren Mansyaul Huda tidak terlepas dari kemampuan sosok Kiai Haji Sarkosi Subki sebagai pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk mensyiarkan nilai-nilai ke-Islaman pada masyarakat. Dengan kondisi keagamaan masyarakat Desa Heuleut yang masih awam terhadap ilmu agama dan kurangnya kesejahteraan ekonomi masyarakat yang berdampak pada minimnya tingkat pendidikan masyarakatnya, maka pada tanggal 20 Mei 1966 didirikanlah Pondok Pesantren Mansyaul Huda yang bertujuan untuk melahirkan para santri yang dapat menjadi pemimpin serta mampu memberikan petunjuk bagi masyarakat. Pesantren ini berawal dari kegiatan-kegiatan pengajian yang diikuti oleh anak-anak di sekitar lingkungan Desa Heuleut dan semakin berkembang dengan bertambahnya jumlah santri dari beberapa daerah di Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, Cirebon dan Sumedang..

Kedua, Pondok Pesantren Mansyaul Huda dari tahun 1980 sampai dengan

tahun 2008 mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan yang terjadi meliputi aspek kualitas dan kuantitas santri maupun staf pengajar, serta sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran. Perkembangan kuantitas dan kualitas santri ditujukan pada tahun 1980 hingga tahun 1990 dengan hampir 50% santri yang belajar datang dari berbagai daerah dan alumninya menjadi tokoh-tokoh berpengaruh dan banyak yang mendirikan pesantren di daerahnya masing-masing, sedangkan pada tahun 2000-an sarana dan prasarana penunjang mulai mengalami penambahan. Dilihat dari segi fisik dan fasilitas serta sistem pengelolaan pendidikan yang dikembangkan, Pondok Pesantren Mansyaul Huda bisa dikatakan sebagai pesantren modern, namun perkembangan tersebut


(40)

tidak mengenal istilah “dikotomi” tradisional-modern. Sebab pada dasarnya

pendidikan Islam selalu merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits yang pemahaman

dan penafsirannya selalu mengikuti perkembangan zaman. Pengelolaan yang mengalami pergeseran dari tradisional ke modern dipengaruhi oleh faktor terjadinya perubahan sosial dan kondisi sosial budaya masyarakat di sekitar pesantren. Sehingga dibutuhkan penanganan yang dapat mempertahankan eksistensi pesantren.

Selain itu untuk merespon paradigma masyarakat terhadap orientasi hidup dalam proses menuntut ilmu yang lebih mempertimbangkan masa depan yang pragmatis, maka sejak tahun 2007 Pondok Pesantren Mansyaul Huda melakukan pembaruan dalam sistem pendidikan yang dilaksanakannya dengan membuka program-program kesetaraan pendidikan. Dengan semakin kompleksnya pembaruan yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda, maka diperlukan sumber daya manusia yang kompeten. Dalam hal tenaga pengajar pun secara kuantitas bertambah dengan banyaknya staf pengajar yang tidak hanya dari kalangan santri, namun di Pondok Pesantren Mansyaul Huda sudah tersedia banyak sarjana yang mengabdikan ilmunya sebagai tenaga pengajar. Pembaruan pengelolaan pendidikan yang dikembangkan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada dasarnya mengalami perubahan dengan dibukanya jalur formal dalam sistem pendidikannya, namun perubahan tersebut tidak berarti mengubah tradisi pesantren yang sudah mengakar.

Ketiga, keberadaan dan pembaruan yang dilaksanakan oleh pondok

pesantren Mansyaul Huda mendapatkan respon positif dari masyarakat sekitar, baik dalam bidang keagamaan dan lingkungan. Salah satu dampak positif yang ditimbulkan oleh Pondok Pesantren Mansyaul Huda yaitu mampu menciptakan kondisi lingkungan Desa Heuleut yang agamis dan kondusif. Masyarakat berpandangan bahwa pesantren merupakan lembaga penyeimbang dari sekolah umum. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dari segi kelembagaan, Pondok Pesantren Mansyaul Huda memperoleh pengakuan dari masyarakat.

Dalam melaksanakan segala tujuan yang ingin dicapai oleh Pondok Pesantren Mansyaul Huda, ada beberapa hambatan yang tidak terlepas dari


(41)

perkembangannya. Hambatan yang muncul berupa hambatan secara internal maupun eksternal. Hambatan yang dihadapi sudah tentu membutuhkan solusi/penyelesaian yang mampu meminimalisir segala dampak yang terjadi oleh pengelola Pondok pesantren Mansyaul Huda dengan berbagi usaha. Dengan solusi tersebut setidaknya cukup mampu mempertahankan eksistensi Pondok Pesantren Mansyaul Huda di tengah masyarakat yang berkembang.

Keempat, keberadaan pondok pesantren pada umumnya selain sebagai lembaga pendidikan, juga sebagai lembaga sosial keagamaan, begitu pula dengan Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Upaya Pondok Pesatren Mansyaul Huda untuk mengembangkan lembaganya sebagai pondok pendidikan Islam dan pondok sosial kegamaan adalah dengan penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal. Selain itu, dilaksanakannya kegiatan yang berbentuk pelayanan konsultasi kerohanian serta masalah kehidupan sehari-hari. Hal ini pada dasarnya menunjukkan bahwa Pondok Pesantren Mansyaul Huda mampu untuk menghadapi perubahan sosial yang ada. Untuk meningkatkan pesantren baik dari segi kualitas dan kuantitas. Hal yang dilakukan oleh pesantren dalam rangka peningkatan sarana dan prasarana yang memadai ditandai dengan adanya rasa saling memiliki antara masyarakat dan pesantren. Koordinasi dengan beberapa pesantren pun selalu dilakukan dengan cara silaturahmi antar tokoh pimpinan pesantren. Semua upaya kerjasama dan pembenahan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, dan kerjasama dengan semua lapisan masyarakat ditujukan untuk mewujudkan pesantren yang bermanfaat bagi perkembangan kehidupan umat.

Pembaruan yang terjadi di Pondok Pesantren Mansyaul Huda adalah pembaruan dalam rangka menyesuaikan dengan lingkungan sosial yang semakin kompleks, serta upaya untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan kelembagaan pesantren guna mencapai kemajuan yang signifikan. Penulis berkesimpulan bahwa eksistensi Pondok Pesantren Mansyaul Huda sebagai pusat kegiatan pendidikan dan sosial keagamaan dapat dipertahankan. Hal tersebut didukung oleh beberapa faktor di antaranya; Pertama, Pondok Pesantren Mansyaul memiliki tujuan pendidikan yang seimbang, antara membentuk manusia


(42)

yang beriman dan menguasai ilmu pengetahuan. Kedua, nilai-nilai luhur Islam yang ditanamkan mampu menjadi penyaring perubahan sosial dan budaya luar yang negatif. Ketiga, secara sosial Pondok Pesantren Mansyaul Huda mampu memberdayakan masyarakat sekitar pondok kearah yang lebih maju. Keempat, majunya pola pikir para pimpinan pesantren, sehingga perubahan sosial yang terjadi dapat diantispasi dengan baik.

Kelima, penelitian ini mengandung nilai-nilai yang dapat membangun karakter peserta didik pada mata pelajaran sejarah. Nilai-nilai tersebut di antaranya nilai peduli sosial, peduli lingkungan, kemandirian, universalisme dan humanisme serta kerja keras. Dapat disimpulkan bahwa Pondok Pesantren Mansyaul Huda kontribusi besar dalam pembentukan dan pembangunan karakter dan kapasitas bangsa (characterand capasity building).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, ada beberapa saran yang dapat penulis berikan kepada beberapa pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu:

1. Pesantren

Pihak Pondok Pesantren Mansyaul Huda, khususnya Kiai sebagai pemimpin dan pembina pesantren merupakan faktor yang sangat sentral dalam menentukan perkembangan pesantren. Kiai dan semua elemen di dalamnya disarankan agar lebih responsif dalam mengembangan pesantren, kedepannya pesantren harus melihat kenyataan sosial yang berkembang di masyarakat. Maka dengan segala kemampuannya diperlukan nilai-nilai kepemimpinan yang dapat direalisasikan, dikembangkan dan dibina sejalan dengan perubahan sosial dan perkembangan jaman. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi segala bentuk hambatan dan tantangan dalam mengembangkan pesantren sebagai lembaga sosio-religius. Selain itu Pondok Pesantren Mansyaul Huda harus lebih mengembangkan program pendidikannya agar lebih bisa diterima oleh semua kalangan masyarakat.


(1)

Lia Nurul Azizah, 2013 3. Pemerintah Daerah

Sebagai pemangku kebijakan publik, pemerintah daerah, khusunya pemerintahan Desa Heuleut dan Pondok Pesantren Mansyaul Huda harus terus berkonsolidasi secara berkesinambungan, sehingga pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan dapat memberikan kontribusinya dalam pengembangan dan peningkatan pendidikan keagamaan. Salah satu implikasi secara praktis dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah khususnya Kementrian Keagamaan dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan selaku pemegang kebijakan untuk menggiatkan program pendidikan berbasis pendidikan agama yang ada di Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Selain itu perlu adanya apresiasi pemerintahan Desa Heuleut dalam pencatatan latarbelakang pendidikan masyarakat khususnya lulusan pesantren di profil desa. Upaya ini ditujukan untuk mempermudah peneliti lain dalam mendapatkan informasi mengenai latarbelakang warganya baik dari sektor formal dan informal.

4. Peneliti Selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya pembahasan mengenai pola kepemimpinan yang dikembangkan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda perlu untuk diteliti lebih mendalam. Hal tersebut dikarenakan secara kuantitas dan kualitas kiai dalam memimpin pesantren ke arah pembaruan dapat dikatakan berhasil tanpa merubah tradisi pesantren yang sudah mengakar. Dari penelitian ini penulis hanya bisa melihat pola kepemimpinan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda terbatas pada aspek tokoh pendiri. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai perubahan pola kepemimpinan diperlukan penelitian yang lebih spesifik. Selain itu kurikulum yang dikembangkan pesantren khususnya dalam metode pembelajaran dan evaluasi perlu untuk diteliti lebih lanjut, karena pada kenyataannya metode dan proses evaluasi tersebut telah mampu membuat pengajar lebih objektif melihat kemampuan santrinya dalam penyerapan dan pengamalan ilmu-ilmu yang telah diberikan.


(2)

Daftar Pustaka

A.Buku

Al-Syaibani, O. (1979). Falsafah Pendidikan. Terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang.

Arifin, M. (1991). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Azra, A. (2000). Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos.

Billah, M.M. (1999). Pikiran Awal Pengembangan Pesantren dari Paradigma Instrumental ke Paradigma Alternanif. Jakarta: P3M.

Dhofier, Z. (1982). TradisiPesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai.

Jakarta: LP3ES.

Djumhur, I. dan Danasaputra. (1974). Sejarah Pendidikan. Bandung: Ilmu.

Ghazali, M.B. (1996). Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan. Surabaya: Al Ikhlas.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. Terjemahahan. Nugroho Notosusanto. Cet. Ke-5. Jakarta : UI Press.

Habibullah, A.Z. (1996). Moralitas Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: LKPSM. Hamalik.O. (2003). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.

Jakarta: Bumi Aksara.

Horikoshi, H. (1985). Kiai dan Perubahan Sosial. Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat.

Ismaun. (2005). Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung: Historia Press. Kartawiriaputra, S. (1994). Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung: IKIP.

Koto, A. (2004) Ilmu Fikih dan Ushul Fiqih: Sebuah Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(3)

Lia Nurul Azizah, 2013

Kuntowijoyo. (1994). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Madjid, N. (1997). Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan.

Jakarta: Paramadina.

Malik M.T, et al. (2007). Modernisasi Pesantren. Jakarta: Balai Pengembangan Agama.

Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren : Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS.

Munif, M.H. (1999). Pondok Pesantren Berjuang dalam Kaca Kemerdekaan dan Pembangunan Pedesaan. Bandung: Mizan.

Muthohar. (2007). Ideologi Pendidikan Pesantren. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Nata, A.(1997). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Noer, D. (1982). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES. Raharjo, M. D. (1988). Pesantren Dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES.

Rahim, H. (2001). Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Logos.

Sjamsudin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak.

Soekanto, S. (2005). SosiologiSuatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soelaeman, M Munandan. (1986). Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu

Sosial. Bandung: Eresco.

Supardan. (2007). Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.

Jakarta: Bumi Aksara.

Supriatna, N. (2007). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung: Historia Utama Press.

Suwendi. (2004).Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.


(4)

UU RI. (1992). Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Aneka Ilmu.

Wahid, A. (1999). Bunga Rampai Pesantren. Jakarta: CV Dharma Bhakti.

Wahjoetomo.(1997). Perguruan Tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif Masa Depan. Jakarta: Gema Insani Press.

Yatim, B. (1995). Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

B.Sumber Skripsi dan Tesis

Nurlela, I .(2007). Pola Pendidikan Islam : Suatu Kajian Historis Terhadap Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) Bentar di Kabupaten Garut Tahun 1967-1998. Skripsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah pada FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sonia, S. (2008). Perkembangan Pondok Pesantren Al-Riyadl Kabupaten Majalengka 1989-2005. Skripsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah pada FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Mulyana, Asep. (1993). Sejarah Pondok Pesantren Santi Asromo di Desa Pasirayu Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka 1932-1922).Skripsi mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam pada Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung: tidak diterbitkan.

Syamsuddin RS. (2000). Transformasi kepemimpinan pesantren (kajian tentang pergeseran corak kepemimpinan kyai dan pengaruhnya terhadap pengembangan Santi Asromo). Tesis mahasiswa Studi Masyarakat Islam pada FPS IAIN Sunan Gunung Djati Bandung: tidak diterbitkan.

C.Sumber Dokumen

Pondok Pesantren Mansyaul Huda, (2008). Data Umum Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Heuleut

Profil Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka, Tahun 1980. Profil Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka, Tahun 1990. Profil Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka, Tahun 2008. Stambuk Data Santri Putra Pondok Pesantren Mansyaul Huda Tahun 1980-2008 Stambuk Data Santri Putri Pondok Pesantren Mansyaul Huda Tahun 1980-2008 BPS Kabupaten Majalengka. (2000). Majalengka: Kantor Badan Pusat Statistik


(5)

Lia Nurul Azizah, 2013

Kabupaten Majalengka

D.Jurnal

Asrori, A. (2009). Modernisasi Pendidikan Pesantren di Indonesia. Dalam Tadjid [Online], Volume 16 (2). 19 halaman.

Tersedia:

http://garuda.dikti.go.id/jurnal/tajdid/html [31 Juli 2012]

Halik, F. (2009). Pendidikan Pesantren Di Tengah Tantangan Politisasi Dan Globalisasi: Pesantren Madura Setelah Keruntuhan Orde Baru. Dalam

Karsa [Online], Volume XV (1), 15 halaman. Tersedia:

http://karsastainpamekasan.ac.id.html [ 14 Maret 2013]

E. Sumber Internet

Pemerintah Kabupaten Majalengka. (2013). Peta Kabupaten Majalengka. [Online]. Tersedia:

http://www.majalengkakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&i d=64&Itemid=2. [ diakses di Bandung, 14 Maret 2013]

Bapedda Kabupaten Majalengka. Data Tingkat Pendidikan Kabupaten Majalengka. [Online]. Tersedia:

http://bappeda.majalengkakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article &id=39&Itemid=30. [diakses di Bandung, 14 Maret 2013]

F. Wawancara

1. Nama : KH. Sarkosi Subki

Umur : 70 tahun

Pekerjaan : Pimpinan Pondok Pesantren Mansyaul Huda

Alamat : Komplek Pondok Pesantren Mansyaul Huda, Desa Heuleut 2. Nama : Aa Fachrurrozi, SP. MP.

Umur : 35 tahun

Pekerjaan : Dewan Pembantu Pondok Pesantren Mansyaul Huda Alamat : Komplek Pondok Pesantren Mansyaul Huda, Desa Heuleut

3. Nama : Iwan Ridwan

Umur : 53 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Desa Rajagaluh Lor 4. Nama : Ii Rohaeti


(6)

Umur : 40 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Desa Rajagaluh Lor 5. Nama : Ihat Solihat

Umur : 43 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Pangeran Muhammad, Desa Rajagaluh 6. Nama : Solehuddin

Umur : 51 tahun

Pekerjaan : wiraswasta Alamat : Desa Cipinang 7. Nama : Agus Sofyan

Umur : 43 tahun

Pekerjaan : Kepala Desa Heuleut Alamat : Desa Heuleut

8. Nama : Yaminuddin

Umur : 50 tahun

Pekerjaan : Sekertaris Desa Heuleut Alamat : Desa Heuleut

9. Nama : Ocim Miharja

Umur : 52 tahun

Pekerjaan : Staf Pemerintahan Desa Heuleut

Alamat : Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten, Majalengka 10.Nama : Iding Mahfudin

Umur : 27 tahun

Pekerjaan : Santri/kepala pondok