PERANAN KH MUNAWWAR DALAM PENGEMBANGAN AGAMA ISLAM MELALUI PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA SENDANG SENORI TUBAN (1963-1972 M).

(1)

PERANAN KH MUNAWWAR DALAM PENGEMBANGAN AGAMA ISLAM MELALUI PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA

SENDANG SENORI TUBAN (1963-1972 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh

ELYATUL AFNIYA NIM: A82212142

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi berjudul “Peranan KH Munawwar dalam Pengembangan

Agama Islam Melalui Pondok Pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban (1963 M-1972M)” ini fokus mengkaji permasalahan (1) Bagaimana Biografi KH. Munawwar?, (2) Bagaimana Peranan KH. Munawwar dalam mengembangkan agama Islam melalui Pondok Pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban?, (3) Hasil apakah yang dapat diwujudkan oleh KH. Munawwar dalam mengembangkan agama Islam melalui Pondok Pesantren Mansyaul Huda?.

Penelitian ini menggunakan metode historis dengan pendekatan ilmu sejarah dan sosiologi. Metode historis ini digunakan untuk mengetahui atau mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Pendekatan ilmu sejarah dan sosiologi dimaksudkan untuk menjelaskan proses pengembangan agama Islam melalui pondok pesantren, serta menggunakan ilmu sosiologi untuk menjelaskan interaksi antara KH. Munawwar dengan santri di pondok pesantren dalam mengembangkan kehidupan masyarakat yang Islami. Selain pendekatan, penelitian ini juga menggunakan teori peran yang akan menjelaskan tentang bagaimana peran serta usaha-usaha KH. Munawwar dalam mengembangkan agama Islam.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) KH Munawwar seorang keturunan alim ulama yang lahir pada tahun 1888 M, beliau menjadi pendiri dan pengasuh pondok pesantren Mansyaul Huda dan wafatnya pada tahun 1972 M. (2) Berkembangnya agama Islam di desa Sendang Senori Tuban tidak lepas dari peran KH Munawwar, dengan ketekunan beliau mengembangkan agama Islam melalui pondok pesantren Mansyaul Huda baik sebagai pendiri, pengasuh serta beliau menggunakan sistem-sitem dalam belajar mengajar yang dapat dicerna dengan mudah oleh santrinya. (3) Pondok pesantren Mansyaul Huda dibawah kepemimpinannya mengalami perkembangan baik segi lembaga pendidikannya, para santri yang belajar, terutama berkembangnya agama Islam di daerah Sendang Senori Tuban.


(7)

ABSTRACT

Thesis titled "KH Munawar Role in the Development of Islamic boarding school Mansyaul Huda Through Sendang Senori Tuban (1963 M-1972M)" focus to study the problems (1) How is the Biography KH. Munawar ?, (2) How is KH. Munawar role in developing the Islamic religion through Islamic boarding school Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban?,(3) What outcome can be realized by KH. Munawar in developing the Islamic religion through Mansyaul Huda Islamic boarding school ?.

This study uses historical methods to approach the history and sociology of science.The historical method is used to identify or describe the events that happened in the past. History and sociology of science approach is intended to explain the process of development of Islam through boarding school, as well as the use of sociology to explain the interaction between KH. Munawwar with students at the boarding school in developing the Islamic community life. In addition to the approach, this study also uses role theory that will explain how the role and efforts of KH. Munawwar in developing the Islamic religion.

The results of this study concluded that (1) KH Munawwar a descendant of the scholars who were born in 1888 AD, he became the founder and caretaker Mansyaul Huda Islamic boarding school and his death in 1972 AD (2) The development of Islam in the village of Sendang Senori Tuban not be separated of the role of KH Munawwar, with perseverance he develop the Islamic religion through Huda Islamic boarding Mansyaul well as the founder, caregivers, and he uses a system-in learning system that can be digested easily by his students. (3) Pondok Pesantren Mansyaul Huda under his leadership has developed well in terms of educational institutions, the students are learning, especially the development of Islam in the Sendang Senori Tuban.


(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAKS... viii

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI... xiv

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Kegunaan Penelitian... 9

E. Pendekatan dan Kerangka Teori... 10

F. Penelitian Terdahulu... 11

G. Metode Penelitian... 13

H. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II BIOGRAFI KH. MUNAWWAR A. Geneologi KH. Munawwar ... 24

B. Pembinaan Karir KH. Munawwar... 29

C. Karir KH. Munawwar... 32

D. Faktor yang Mendorong KH. Munawwar dalam Mendirikan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 35

E. Dasar dan Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban ... 39

BAB III PERAN KH. MUNAWWAR DALAM MENGEMBANGKAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA SENDANG SENORI TUBAN A. Pengembangan Agama Islam dalam Sistm Pendidikan dan Pengajaran ... 43

1. Pendidikan Sistem Wetonan dan Sorogan... 44

2. Pendidikan Sistem Klasikal... 45

3. Pendidikan yang berdasarkan Agama Islam ... 46

B. Peningkatan Kesejahteraan Pondok Pesantren... 48

1. Usaha Peningkatan Kesejahteraan Pondok Pesantren dalam Bidang Sarana ... 49


(9)

2. Usaha Peningkatan Kesejahteraan Pondok

Pesantren dalam Bidang Prasarana... 53 BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN

MANSYAUL HUDA DALAM MENGEMBANGKAN AGAMA ISLAM TERHADAP MASYARAKAT

A. Dalam Bidang Agama ... 55 B. Dalam Bidang Pendidikan... 59 C. Dalam Bidang Sosial Budaya dalam Masyarakat ... 61 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 67 B. Saran ... 68 DAFTAR KEPUSTAKAAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang boleh dikatakan relatif tertua di Indonesia, yang sampai saat ini terus tumbuh dan berkembang, namun ironisnya itu hanya diketahui secara umum. Yang menarik di dalam pesantren masing-masing mempunyai keunikan tersendiri dalam masyarakat sekitarnya, sehingga pesantren merupakan suatu hal yang penting untuk diteliti. Pondok pesantren yang kita kenal tersebut di seluruh Indonesia adalah lembaga pendidikan keagamaan dan sosial yang menempati di wilayah pedesaan yang masih menganut sistem pendidikan tradisional. Dengan demikian peranan yang akan dilakukan oleh pesantren dalam partisipasi membangun manusia seutuhnya akan menjadi penting. Pesantren memiliki kultural yang edukatif yang besar di Indonesia, mengingat pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan, keagamaan, dakwah, kemasyarakatan dan sekaligus juga sebagai lembaga perjuangan.

Berdirinya pondok pesantren di Indonesia memiliki latar belakang yang sama. Berawal dari usaha seorang atau beberapa orang secara pribadi atau kolektif yang berkeinginan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas. Mereka membuka kesempatan pengajian secara


(11)

2

sederhana kepada penduduk setempat di mushola atau masjid. Beberapa waktu kemudian tumbuh kesadaran masyarakat terhadap pengetahuan dan kelebihan yang dimiliki mereka dalam mengajarkan agama, sehingga banyak penduduk sekitar mulai belajar menuntut ilmu agama. Pada akhirnya masyarakat memanggil pengajar dengan sebutan kiai, sedangkan mereka yang menuntut ilmu disebut santri.1

Pondok pesantren, dimasa penjajahan Belanda mempunyai dua fungsi, pertama sebagai tempat belajar agama, dan kedua sebagai tempat melakukan perlawana terhadap kaum penjajah. Di masa kemerdekaan fungsinya diperluas, yaitu sebagai tempat belajar ilmu-ilmu umum dan belajar ilmu keterampilan. Fungsi lain yang juga sangat penting sebagai tempat mengembangkan berbagai potensi masyarakat, dan bersama masyarakat mencari solusi dalam berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat.2

Pondok pesantren lahir sebagai perwujudan dari dua keinginan yaitu keinginan orang yang ingin menimba ilmu sebagai bekal hidup (santri) dan keinginan orang yang secara ikhlas mengajarkan ilmu dan pengalamannya kepada umat (kiai). Sehingga pondok pesantren menjadi sebuah lembaga pendidikan yang memadukan dua keinginan tersebut.

1

Sukamto,Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren(Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1999), 42.

2

Hasbi Indra, Pesantren dan Tranformasi Sosial : Studi atas Pemikiran K. H. Abdullah Syafi’e


(12)

3

Suatu lembaga pendidikan bisa dikatakan sebagai pesantren jika memiliki unsur-unsur, yaitu sebagai berikut:

1. Pondok atau asrama, sebagai tempat tinggal bersama santri yang sekaligus menjadi tempat belajar santri di bawah bimbingan kiai. Asrama untuk para santri ini berbeda di dalam lingkungan komplek pesantren di mana kiai beserta keluarganya bertempat tinggal, serta adanya masjid atau mushola sebagai tempat untuk beribadah dan tempat untuk mengaji bagi santri.

2. Masjid, yang merupakan tempat untuk mendidik para santri terutama dalam beribadah sholat lima waktu dan pengajaran kitab-kitab. Penamaan sikap disiplin kepada para santri dilakukan melalui kegiatan shalat berjamaah setiap waktu di masjid, bangun pagi serta yang lainnya.

3. Pengajaran kitab-kitab klasik, tujuan utama dari pengajian kitab-kitab kuning adalah untuk mendidik calon-calon ulama. Sedangkan bagi para santri yang hanya dalam waktu singkat tinggal di pesantren, mereka tidak bercita-cita menjadi ulama, akan tetapi bertujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman dalam keagamaan.

4. Santri, di pesantren bermakna seseorang yang mengikuti pendidikan di pesantren, dan dapat dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu : santri mukim dan santri kalong. Santri mukim (santri yang tinggal di dalam lingkungan pesantren) dan santri kalong (santri yang tidak menetap di dalam pesantren).


(13)

4

5. Kiai atau ustadz, pemilik otoritas pesantren. Merupakan komponen penting yang amat menentukan keberhasilan pendidikan di Pesantren. Selain itu tidak jarang kiai atau ustadz adalah pendiri dan pemilik pesantren itu atau keturunannya.3

Kelima unsur inilah yang menjadi ciri-ciri dari bentuk suatu pesantren sehingga kurang tepat apabila salah satu unsur belum terpenuhi.

Kiai merupakan elemen yang paling esensial dalam pesantren. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan dan perkembangan pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kiainya.4 Kiai yang dimaksud adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab-kitab klasik bercorak Islami kepada santrinya.

Sejarah bukan hanya deretan fakta dan peristiwa. Tetapi juga interpretasi yang dilakukan oleh para sejarawan dalam menulis sejarah dan mencatat fakta dan peristiwa, lantaran interpretasi itulah kemudian timbul subyektifitas yang tidak dapat dihindarkan.

Oleh karena itu sejarah bukan hanya menceritakan masa lampau yang tidak punya rencana yang berarti, melainkan sejarah mengandung ungkapan yang sangat dalam yang perlu disikapi kembali demi penataan dan perencanaan yang dapat dijadikan pelajaran di hari esok.

3

Zamakhasyari Dhofier,Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai(Jakarta: LP3ES, 1994), 44-55.

4


(14)

5

Begitu pula, berbicara mengenai suatu aspek kehidupan seorang tokoh, maka tidak kecil artinya bagi hidup dan kehidupan ini, yaitu dapat diteladani baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.

“Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalakan nama”. Semua yang dikerjakan dan diperbuat oleh manusia semasa hidupnya akan selalu dikenal dan dikenang, yang baik kita ambil dan yang jelek kita tinggalkan, maka kita akan memperoleh hakekat hidup ini, yaitu mengharap ridlo Allah Swt.

Seperti dikutip K. Hajar Dewantara “Ing ngarso sung tuladha, ing madya bangun karsa Tut Wuri Handayani”. Demikian pula seorang tokoh yang menjadi tema dalam penulisan skripsi ini yaitu KH. Munawwar, beliau adalah sosok manusia yang semasa hidupnya mengharapkan ridlo Allah Swt dengan cara mengembangkan agama Islam melalui pondok pesantren di daerah Sendang dan sekitarnya.

KH. Munawwar sejak kecil dibekali ilmu-ilmu agama oleh ayahnya sampai terpatri didalam jiwanya, bentuk pribadi yang bisa dijadikan teladan atau percontohan bagi kita, baik sebagai mahluk pribadi maupun sebagai manusia yang mempunyai kepedulian sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

Bicara masalah pola kepemimpinan bahwa banyak ditentukan oleh kualitas pribadi. Keadaan ini karena tokoh atau pemimpin tersebut lebih banyak tatap muka dan berinteraksi dengan masyarakat. Disamping itu


(15)

6

juga banyak faktor lain misalnya karena keshalehan, kejujuran jiwa pengorbanan dan pengalamannya.5

KH. Munawwar adalah seorang tokoh, pengasuh serta pendiri pertama pondok pesantren Putra Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban, telah memiliki kriteria pemimpin yang mampu menjawab situasi dimana kondisi masyarakat pada saat itu yang mengalami minim pengetahuan

terhadap pendidikan agama Islam. Rupanya tidak mudah dalam

mengembangkan Agama Islam di Pondok Pesantren, tidak seperti membalikkan telapak tangan. Berbagai kesulitan dan rintangan yang tidak sedikit yang telah beliau alami. Namun beliau selalu tabah dan ulet, segala hambatan-hambatan di hadapinya dengan kesabaran dan keuletan, semata-mata untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim terhadap sesama muslim.

KH. Munawwar telah memiliki latar belakang pendidikan yang cukup menarik pada saat muda, kecintaan terhadap ilmu telah membuat beliau tidak mengenal lelah dalam mencari ilmu terutama dalam masalah ilmu agama.

Kecerdasan KH. Munawwar menjadi salah satu modal untuk menimba ilmu-ilmu Agama. Perjalanan pendidikan yang beliau tempuh dari pondok pesantren satu ke pondok pesantren yang lain merupakan perjalanan hidupnya mulai usia anak-anak sampai menginjak dewasa.

5

M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial (Bandung: PT. Eresco, 1992), 81.


(16)

7

Dengan latar belakang pendidikan yang demikian itu beliau mampu memperkuat diri dalam usaha menyebarkan agama Allah yang memang pada dasarnya menjadi tanggung jawab setiap muslim.

Dengan demikian penulis mengambil judul skripsi ini dengan judul Peranan KH. Munawwar dalam Pengembangan Agama Islam Melalui Pondok Pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban (1963 M-1972 M), karena KH. Munawwar merupakan tokoh perjuangan serta ulama yang berpengaruh dalam mengembangkan agama Islam di Pesantren Mansyaul Huda tersebut, dan bisa mempengaruhi masyarakat khususnya dalam bidang pendidikan, keagamaan dan sosial budaya.

Dulu di desa Sendang Senori yang berbatasan dengan desa Jatisari konon sering terjadi perkelahian antar warga terutama mereka yang memiliki ilmu kanuragan, tempat tersebut juga sering dijadikan ajang pertemuan para jawara untuk mengadu kesaktian, hingga desa Sendang Senori ini dulu dikenal juga dengan sebutan kampung jawara (pendekar), banyak orang sakti yang tinggal ditempat itu, bahkan orang luar desa datang ke desa Sendang Senori untuk beradu kesaktian.6 Namun sayang para pendekar yang rata-rata belum menguasai ilmu agama banyak membuat ulah di tengah Masyarakat, hingga penduduk asli mulai resah. Muncullah KH. Munawwar yang aslinya dari desa Lajo Kidul Singgahan Tuban.


(17)

8

Dari sini KH. Munawwar mendirikan pondok pesantren pertama di daerah Sendang Senori dan yang tertua dari pondok-pondok yang ada di Sendang Senori, yang diberi nama Mansyaul Huda pada tahun 1927 sebagai wujud kepeduliannya terhadap moral dan wawasan intelektual serta keahlian terhadap generasi muda untuk menjadi manusia yang bertaqwa, berilmu dan berakhlaqul karimah. Saat ini pondok pesantren Mansyaul Huda sudah terkenal di berbagai wilayah mulai Jawa, Jakarta, Sumatra dan daerah-daerah di Wilayah Indonesia. Serta di tahun 1996 berdirilah cabang pondok Mansyaul Huda yang didirikan oleh putra ketiga beliau bernama KH. Muhammad Muhyidin Munawwar yang diberi nama pondok pesantren Mansyaul Huda 2 yang terletak tidak jauh dari lokasi pondok Mansyaul Huda 1 (Pondok Pesantren yang tertua).7

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul yang diambil dalam studi ini, maka penulis dapat merumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana biografi KH. Munawwar?

2. Bagaimana peranan KH. Munawwar dalam mengelola Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk mengembangkan agama Islam di Sendang Senori Tuban?

3. Hasil apakah yang dapat diwujudkan oleh KH. Munawwar dalam mengembangkan agama Islam melalui pondok pesantren Mansyaul Huda?

7


(18)

9

C. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan dari studi ini adalah:

1. Mengetahui biografi KH. Munawwar.

2. Mengetahui peran KH. Munawwar dalam mengelola Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk mengembangkan agama Islam di desa Sendang Senori Tuban.

3. Mengetahui hasil dari pengembangan agama Islam yang dilakukan KH. Munawwar melalui Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

D. Kegunaan Penelitian

Penulis menyadari bahwa kebaikan manusia diukur dari seberapa besar ia memberi manfaat bagi sesamanya. Begitu juga penulis sangat mengharap bahwa penelitian ini ada manfaat dan gunanya di masa mendatang. Adapun kegunaan tersebut antara lain :

1. Untuk menjadi sumbangan pemikiran yang bisa memperluas wawasan keilmuan penulis dalam bidang yang ada hubungannya dengan pondok pesantren Mansyaul Huda.

2. Sebagai bahan informasi bagi pemerhati lain, yang mana orang lain belum mengetahui suatu Pondok Pesantren di daerah lain.

3. Sebagai bahan rujukan bagi orang yang meneliti atau mempelajari dengan obyek atau topik yang sama.


(19)

10

Skripsi ini menggunakan pendekatan ilmu sejarah agar kita bisa melihat bagaimana proses pengembangan agama Islam melalui pondok pesantren Mansyaul Huda yang dilakukan oleh KH. Munawwar di desa Sendang Senori Tuban. Selain menggunakan pendekatan ilmu sejarah, sosiologi juga memegang peran penting dalam melihat sebuah fenomena sosial seperti terjadinya interaksi antara KH. Munawwar beserta santri-santrinya dengan masyarakat di desa Sendang Senori Tuban melalui pondok pesantren Mansyaul Huda.

Sebab pada dasarnya pesantren ini secara sosiologis sudah terintegrasi dengan gejala kegiatan dalam pesan moral dan fenomena yang bergerak secara dalam tingkah dan sikap hidup masyarakat. Pendekatan ini didasari kenyataan bahwa setiap gerak sejarah dalam masyarakat akan timbul karena adanya rangsangan untuk melakukan reaksi untuk menetapkan tanggapan-tanggapan dan perubahan-perubahan. Dari sini sudah jelas bahwa penulis menggunakan pendekatan sosio-historis.8

Selain pendekatan, teori juga sangat penting di dalam sebuah penelitian sosio-historis yang penulis lakukan untuk mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaan bagaimana sebuah peristiwa itu bisa terjadi. Sebuah teori berfungsi sebagai eksplanasi suatu fenomena sosial yang berarti teori itu akan menjelaskan peristiwa yang sudah terjadi,

8

Sartono Kartodirdjo,Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah(Jakarta: PT. Gramedia, 1993), 4.


(20)

11

memprediksikan sesuatu yang akan terjadi dan juga akan mengontrol ataupun mempengaruhi peristiwa yang akan terjadi.9

Skripsi ini menggunakan teori peran yaitu suatu penjelasan yang merujuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial.10 Teori ini akan menjelaskan tentang bagaimana peran KH. Munawwar dalam mengembangkan agama Islam melalui pondok pesantren Mansyaul Huda di desa Sendang Senori Tuban, serta bagaimana usaha-usaha beliau dalam pengembangan agama Islam ke masyarakat sekitarnya agar dapat diterima serta di mengerti, teori ini juga menjelaskan bahwa dalam kehidupan sosial yang nyata, membawakan peran berarti menduduki suatu posisi sosial dalam masyarakat. Dalam hal ini seseorang individu juga harus patuh pada skenario yang berupa norma sosial, tuntutan sosial dan kaidah-kaidah.

F. Penelitian Terdahulu

Penulisan tentang Peranan KH. Munawwar dalam Pengembangan Agama Islam melalui Pondok Pesantren Mansyaul Huda, sejarah yang penulis ketahui belum pernah dilakukan. Beberapa karya tulis yang terkait dengan pondok pesantren serta biografi para pengasuhnya memang sudah banyak dilakukan diantaranya:

9

Zamroni,Pengantar Pengembangan Teori Sosial(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1992), 4-5.

10

Edy Suhardono,Teori Peran : Konsep dan Implikasinya(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), 3.


(21)

12

1. Nur Kholisa, “ Sejarah Pondok Pesantren Darul Hikmah Kelurahan Sawahan Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto”, Skripsi mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora, 1998.11

2. Moh Ridwan, K. H.Ma’sum dan Pondok Pesantren Ihya’ul Ulum Dukun Gresik : Studi Kesejarahan”, Skripsi mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora, 1994.12 3. Zumrotul Akhiroh, K. H. Abdul Aziz Khoiri dan Pondok Pesantren

Al-Ma’ruf Lamongan”, Skripsi mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora, 1997.13

4. Siti Murniasih, “Peran Pondok Pesantren Ponco Gung Mulung-Driyorejo-Gresik dalam Sosial Masyarakat”, Skripsi mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora, 2011.14

Empat karya tulis di atas, tidak mencakup biografi KH. Munawwar, untuk itu penulis tertarik untuk menjadikan KH. Munawwar sebagai tokoh sentral dalam skripsi ini. Peran KH. Munawwar dalam pengembangan agama Islam di Sendang Senori akan dibahas dalam bab selanjutnya. Skripsi nomer empat sedikit mirip dengan judul skripsi yang

11

Nur Kholisa, “Sejarah Pondok Pesantren Darul Hikmah Kelurahan Sawahan Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto” (Skripsi, IAINSunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 1998).

12 Moh Ridwan, “K. H. Ma’sum dan Pondok Pesantren Ihya’ul Ulum Dukun Gresik : Studi

Kesajarahan” (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 1999).

13

Zumrotul Akhiroh, “K. H. Abdul Aziz Khoiri dan Pondok Pesantren Al-Ma’ruf Lamongan”

(Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 1997).

14Siti Murniasih, “

Peran Pondok Pesantren Ponco Gung Mulung-Driyorejo-Gresik dalam Sosial Masyarakat” (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2011).


(22)

13

penulis bahas, yang sedikit berbeda adalah tokoh, pondok pesantren dan kawasannya.

G. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi metode mempuyai peran yang sangat penting. Meurut Louis Gottscholk “ Sejarah adalah suatu proses pengujian dan analisis sumber atau laporan dari masa lampau secara kritis”. Hasil rekrontruksi imajinasi masa lampau berdasarkan atas data atau fakta yang diperoleh melalui proses yang disebut historiografi (karya sejarah).15

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa metode berarti cara, jalan, petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis, sedangkan metodologi adalah science of methods, yakni ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang metode-metode.16 Metode adalah teknik penelitian atau alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, sedangkan metodologi adalah falsafah tentang proses penelitian yang didalamnya mencakup asumsi-asumsi, nilai-nilai, standar atau kriteria yang digunakan untuk menafsirkan data dan mencari kesimpulan.17

15

Louis Gottschalk,Mengerti Sejarah (Jakarta: UI Press, 1985), 32.

16

Kuntowijoyo,Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), xii.

17

Ibrahim Alfian,Dari Babad Hikayat Sampai Sejarah Kritis : Kumpulan Karangan dipersembahkan kepada Prof. Dr. Sartono Kartodirjho/ Editor: T. Ibrahim Alfian, et, al.


(23)

14

Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode histories, yaitu digunakan untuk rekontruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif, yaitu dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi serta mensistematiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta-fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat, melalui pendekatan ini akan mampu mendeskripsikan apa-apa yang telah terjadi dimasa lampau, dimulai dari penyelidikan, pencatatan, analisis dan menginterprestasikan peristiwa-peristiwa pada masa lalu guna menemukan generalisasi.18

Dalam melakukan penelitian karya ilmiah ini, penulis

menggunakan metode historis (Sejarah), menurut kuntowijoyo, ada beberapa tahapan yang dilalui yaitu pemilihan topik, pengumpulan sumber sejarah, verifikasi, interprestasi, dan historiografi.19

1. Pemilihan Topik

Adapun topik yang saya pilih adalah peranan KH. Munawwar dalam mengembangkan agama Islam melalui pondok pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban (1963 M-1972 M).

2. Heuristik (Pencarian sumber).

Heuristik merupakan tahapan untuk mencari dan menemukan berbagai sumber sehingga dapat disusun sebuah karya sejarah. Heuristik berasal dari kata Yunani Heurishein yang berarti memperoleh. Pada langkah heuristik ini juga tidak terdapat

hukum-18

Sumadi Suryabrata,Metodologi Penelitian(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), 73.

19


(24)

15

hukum yang mengikat, karena pada tahapan heuristik ini dijadikan sebagai sebuah seni dan juga teknik untuk mendapatkan sebuah sumber sejarah.

Skripsi ini ditulis diantaranya berdasarkan sumber primer dengan cara penulis datang langsung ke Pondok Pesantren Mansyaul Huda menemui Pengasuh pondok yang sekarang diasuh cucu beliau dari putra kedua yang bernama M. Baidlowi Abd Ghofur untuk melakukan wawancara serta mencari sumber-sumber serta data-data peninggalan beliau yang masih ada. Setelah wawancara dengan M. Baidlowi Abd Ghofur, penulis disuruh menemui putra ketiga beliau yang masih hidup yang telah mendirikan pondok pesantren bernama KH. Muhammad Muhyiddin Munawwar. Karena beliaulah yang sangat mengerti bagaimana sosok ayahanda beliau yaitu KH. Munawwar saat mengembangkan agama Islam melalui pondok pesantren Mansyaul Huda. Dari perbincang itu, penulis mendapatkan berbagai sumber primer yang penulis jadikan landasan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga disuruh untuk mewawancarai beberapa orang yang hidup pada masa KH. Munawwar serta mengenal beliau saat itu seperti kerabat, murid maupun tetangga beliau.

Akhirnya, penulis mendapatkan sumber primer berupa arsip, dokumen-dokumen penting, disamping hasil wawancara dengan putra KH. Munawwar yang penulis rekam. Sumber berupa arsip penulis


(25)

16

kategorikan sebagai sumber tertulis, sedangkan wawancara penulis kategorikan sebagai sumber lisan.

Agar secara teori lebih jelas, maka penulis paparkan sebagai berikut:

a. Sumber Lisan

Sumber lisan adalah sumber yang disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut, sehingga membentuk tradisi, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, dan lain-lain. Sumber lisan dibedakan menjadi dua yaitu: Pertama, sumber lisan sebagai warisan dari tradisi lisan yang disampaikan secara turun temurun dari generasi ke generasi oral tradision. Kedua, sumber lisan yang berasal dari orang sejaman, pelaku peristiwa atau saksi mata. Sumber lisan jenis kedua ini biasa disebut denganoral history.20

Dari pengertian di atas, sudah sangat jelas jika yang harus digunakan dalam merekonstruksi sebuah peristiwa pada masa lampau adalah sejarah lisan atau oral history, bukan tradisi lisan atau oral tradision. Maka, penulis langsung mewawancarai putra ketiga beliau yang masih hidup bernama KH. Muhammad Muhyiddin Munawwar pengasuh serta pendiri cabang pondok pesantren Mansyaul Huda. Penulis juga mewawancarai penasehat pondok pesantren bernama KH. Abdul Manan, cucu beliau

20


(26)

17

Muhammad Baidlowi selaku penerus pondok pesantren yang didirikan oleh KH. Munawwar, murid beliau yang bernama K. Ahmad Fauzi, tetangga beliau Hj. Siti Fatimah, kerabat beliau KH. Hasyim Masyhuri. Wawancara adalah sebuah teknik pengumpulan data untuk mendapatkan keterangan lisan dengan berhadapan langsung dengan informan.21 Jadi, sangat tepat jika penulis langsung mewawancarai putra beliau, cucu, penasehat dan juga para pengurus pondok dikarenakan beliau-beliau merupakan informan inti, karena mereka secara langsung telah mengetahui, memahami dan mengerti segala macam persoalan yang berkaitan atau berkenan pada masalah judul skripsi yang sedang penulis bahas.

b. Sumber Tertulis

Sumber tertulis merupakan sumber-sumber yang berupa dokumen ataupun arsip-arsip yang terkait dengan pengembangan agama Islam yang dilakukan oleh KH. Munawwar melalui pondok pesantren Mansyaul Huda di Sendang Senori Tuban. Arsip-arsip itu meliputi buku induk dari tahun1963, Piagam terdaftar pondok pesantren Mansyaul Huda yang menjadikan sahnya pendirian pondok pesantren tersebut, kitab untuk mengembangkan agama Islam seperti: nahwu, shorof, Ta’lim al-Muta’allim, Fathul Qorib,

21

Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik )(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 155.


(27)

18

serta foto-foto yang berkaitan dengan pengembangan agama Islam melalui pondok pesantren Mansyaul Huda yang dilakukan oleh KH. Munawwar. Untuk mendapatkan sumber-sumber tersebut penulis harus bertemu dengan Ro’is (ketua), serta sekretaris pondok pesantren Mansyaul Huda sehingga harus membuat janji dulu agar beliau bisa maksimal untuk dimintai keterangan terkait dengan sumber-sumber serta informasi penting terkait dengan judul skripsi ini.

c. Observasi, suatu pengumpulan data dengan jalan pengamatan langsung terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Penulis melakukan observasi langsung ke pondok pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban setelah mendapat persetujuan langsung dari ketua jurusan. Metode ini menghasilkan informasi dengan cara wawancara langsung terhadap pelaku sejarah yang benar-benar ada dan menempati daerah tersebut.

3. Kritik

Setelah berbagai macam sumber didapatkan, maka langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah verifikasi atau biasa dikenal dengan istilah kritik sumber. Hal semacam ini perlu dilakukan agar karya-karya sejarah tidak menuai kritikan dari para pembacanya.

Bahkan yang sangat dikhawatirkan adalah terjadinya pemalsuan terhadap sejarah mengingat banyaknya unsur-unsur mitos yang biasanya


(28)

19

disampaikan dalam bentuk tradisi lisan. Selain itu, kritik sumber dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Kritik Ekstern.

Pada tahapan ini bisa dipandu dengan berbagai pertanyaan terhadap keotentikan sumber. Pertanyaan yang penulis ajukan terhadap sumber-sumber yang telah penulis dapatkan itu meliputi kapan sumber itu dibuat, dimana sumber itu dibuat, siapakah yang membuat dan apakah sumber itu dalam bentuk asli ataukah tidak? dari berbagai macam pertanyaan itu bisa disimpulkan bahwa mana saja sumber-sumber yang layak untuk penulis jadikan rujukan dan juga sumber yang mana yang tidak pantas penulis jadikan rujukan untuk sebuah penulisan sejarah.

Dari berbagai pertanyaan terhadap keotentikan sumber, penulis mendapat sumber berupa buku induk santri di pondok pesantren Mansyaul Huda tahun 1963 sampai sekarang, yang tidak diragukan keasliannya baik bentuk maupun isinya serta menjelaskan adanya peran KH. Munawwar dalam mengembangkan agama Islam melalui pada pondok pesantren Mansyaul Huda.

b. Kritik Intern.

Kritik intern dilakukan dengan cara meneliti isi dari dokumen-dokumen yang telah penulis dapatkan dari kantor kesekretariatan pondok pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori


(29)

20

Tuban. Lantas setelah itu penulis bandingkan dengan wawancara yang penulis dapatkan. Untuk sumber yang berupa wawancara penulis lebih teliti dengan memilih orang–orang yang akan penulis wawancarai, mengingat banyaknya informasi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keasliannya. Setelah semuanya dilakukan dan penulis memperoleh sumber yang benar-benar layak untuk merekontruksi sebuah peristiwa pada masa lampau, maka barulah penulis menyusun sebuah karya tentang peranan KH. Munawwar dalam pengembangan agama Islam melalui pondok pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban.

4. Interprestasi

Interprestasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sejarah berarti menguraikan hal-hal setelah data terkumpul dan dibandingkan, lalu disimpulkan untuk ditafsirkan, sehingga dapat diketahui kualitas dan kesesuaian dengan masalah yang dibahas. Dari semua data yang sudah terkumpul menjelaskan bahwa pengembangan agama Islam yang dilakukan oleh KH. Munawwar telah berhasil merubah jalan pikiran masyarakat yang sudah tertanam sejak lahir yaitu Islam mereka belum maksimal, karena agama Islam menurut beliau itu adalah bukan hanya untuk status, tetapi juga menjalankannya serta mendalami sampai ke tingkat yang lebih dalam. Untuk itulah beliau mendirikan pondok pesantren sebagai


(30)

21

alat untuk berdakwah agama Islam. Dengan gagasan beliau itulah banyak masyarakat yang dulunya menganut “ajaran terdahulu” kini mereka berangsur-angsur berkurang dan mendukung adanya pendirian pondok pesantren itu, karena di daerah Sendang Senori itu dulunya tempat ajang adu kesaktian antar warga yang masih minim pengetahuan dan pemahaman tentang agama Islam. Setelah pondok pesantren Mansyaul Huda berdiri di daerah Sendang menjadi tentram damai dan sejahtera.

5. Historiografi

Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahapan terakhir pada suatu proses rekonstruksi peristiwa masa lampau. Pada fase terakhir ini penulis berusaha menulis sebuah peristiwa masa lampau dengan sumber yang dapat dipertanggung jawabkan dan penulis juga menulis dengan memperhatikan aspek kronologis, karena penelitian ini berkaitan dengan keilmuan sejarah sehingga skripsi ini menjadi sebuah karya ilmiah yang sistematis dan juga obyekif.

H. Sistematika Pembahasan

Penulis menganggap pembahasan skripsi ini perlu penggambaran secara singkat untuk mengetahui gambaran global isi yang penulis susun. Untuk mempermudah pemahaman dalam penyajian inti permasalahan yang dibahas, maka skripsi ini penulis bagi dalam beberapa bab sebagai berikut :


(31)

22

Bab pertama, pendahuluan. Bab ini bertujuan untuk mengantarkan secara kilas, yang meliputi secara global yaitu : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika bahasan.

Bab kedua, pada bab ini membahas Biografi Singkat KH Munawwar dalam kehidupan masyarakat Sendang Senori Tuban. Yang terdiri dari beberapa sub pembahasan yaitu: a) geneologi singkat KH Munawwar, b) Pembinaan Karir, c) Karir beliau di tengah masyarakat, d) faktor yang mendorong KH. Munawwar dalam mendirikan pondok pesantren Mansyaul Huda, e) Dasar dan Tujuan berdirinya pondok pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban.

Bab ketiga, Pada bab ini menguraikan tentang pengembangan agama Islam dalam bidang sistem pendidikan dan pengajaran, yang terdiri dari beberapa sub pembahasan yaitu: a) pendidikan sistem wetonan dan sorogan, b) pendidikan sistem klasikal, c) pendidikan yang berdasarkan agama Islam. Selanjutnya akan membahas tentang peningkatan kesejahteraan pondok yang meliputi sarana dan prasarana yang dilakukan K.H. Munawwar dalam mengembangkan agama Islam serta mengelola pondok pesantrennya.

Bab keempat, pada bab ini menguraikan tentang dampak pondok pesantren Mansyaul Huda dalam mengembangkan agama Islam terhadap


(32)

23

masyarakat, yang terdiri dari beberapa sub pembahasan yaitu: a) Bidang Agama, b) Bidang Pendidikan, c) Bidang Sosial Budaya dalam Masyarakat.

Bab kelima, pada bab ini merupakan pembahasan terakhir yang berisikan kesimpulan yang memuat inti pembahasan serta saran.


(33)

BAB II

BIOGRAFI KH. MUNAWWAR A. Geneologi KH. Munawwar.

Nama lengkapnya adalah KH. Munawwar As’ad, ia dilahirkan di desa Laju Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban pada tahun 1888M. Ayahnya bernama KH. As’ad dan ibukandungnya bernama Hj. Akhimah, setelah ibu kandungnya meninggal Ayahnya menikah lagi dengan Wanita yang bernama Hj. Darminah. Adapun pekerjaan orang tuanya sehari-hari adalah bertani, disamping bertani juga mengajarkan ilmu pengetahuan Islam di kampungnya.1

Laju adalah asal desa KH. Munawwar, dengan latar belakang geografis desanya telah mewarnai pandangan hidupnya di kemudian hari, dan sedikit membentuk kepribadiannya.

Menurut silsilah, baik dari ayah maupun ibu, ia seorang keturunan yang istimewa yaitu keturunan para ulama’ yang telah menyebarkan agama Islam di Senori Singgahan Tuban, sesudah mbah Jabar yaitu kakeknya yang bernama KH. Muhyiddin. Ia lahir dalam keluarga yang masih mempunyai tradisi keagamaan yang kuat.2

Ayahnya seorang tokoh agama yang disegani khususnya di desa Laju Singgahan Tuban. Karena itu tidak mengherankan dengan adanya

1

Muhammad Muhyiddin Munawwar,Wawancara, Jatisari Senori Tuban, 17 September 2015.

2


(34)

25

tradisi keagamaan yang kuat serta penguasaan ilmu agama Islam, akan memunculkan seorang agamawan yang kemudian hari tumbuh menjadi seorang kiai yang patut dihormati, diteladani dan dijadikan panutan, khususnya bagi para santrinya dan masyarakat di desa Sendang dan sekitarnya

Munawwar adalah putra kedua dari empat bersaudara dengan dua Ibu, yang saudara pertama bernama Abdullah sedangkan yang kedua adalah beliau sendiri dengan ibu bernama Hj. Akhimah, selanjutnya saudara beliau yang ketiga bernama Ummi Kulsum dan keempat bernama Zawawi As’addengan ibu yang bernama Hj. Darminah.

Munawwar mempunya istri bernama Sa’diyah asli daridesa Senori dan dari pernikahan tersebut ia dikaruniai tiga anak, yang pertama bernama Abdul Kholiq yang sudah meninggal sebelum melangsungkan pernikahan, yang kedua bernama Abdul Ghofur Munawwar dan yang

ketiga bernama Muhammad Muhyiddin Munawwar.3

Ia memiliki kelebihan yang menonjol dibandingkan dengan saudara-saudaranya disamping cerdas, ia juga memiliki cita-cita yang tinggi untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama serta memiliki keberanian dalam menghadapi permasalahan-permasalahan serta resiko yang akan terjadi ketika berada dalam pengembaraan untuk menuntut ilmu.

3


(35)

26

Sebagai salah satu putra dari pemuka agama di desa Laju pada saat itu, sudah sewajarnya bila Munawwar mendapatkan pendidikan agama yang intensif dalam lingkungan keluarganya sebagai pondasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada masa-masa selanjutnya.

Dengan demikian atas ketekunannya dalam menuntut ilmu Munawwar berhasil mendirikan pondok pesantren Mansyaul Huda dengan didasari niat ingin mengembangkan ilmu agama islam terutama untuk pendidikan masyarakat sekitar yang masih minim pengetahuannya soal agama Islam.

Pondok Pesantren Mansyaul Huda sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 1920-an, pada waktu itu pengasuhnya bernama KH. Nur Syahid (mertua beliau), bangunan pondoknya pun pada waktu itu masih berupa rikat( langgar) yang sering disebut langgar glinding ( jawa), santri yang datang pada waktu itu dari desa-desa disekitar wilayah kecamatan Senori. Pada tahun 1927 keberadaan pesantren ini diteruskan dan dikembangkan hingga menjadi sebuah pesantren yang diberi nama “Mansyaul Huda” yang artinya “tempat munculnya petunjuk” yang didirikan oleh kiai karismatik yaitu menantu KH. Nur Syahid yang bernama KH. Munawwar As’ad serta dibantu oleh kerabat beliau seperti kiai Abdur Rohman, kiai mu’ti dan kiai Abdul Manan.

Pandangannya dalam kepesantrenan di Wilayah ini sangatlah penting, karena berkat perjuangan dan keikhlasan KH. Munawwar As’ad ini, nama Senori menjadi terkenal dimana-mana dengan sebutan kota


(36)

27

santri. Sehingga banyak santri dari segala penjuru yang berbondong-bondong belajar ilmu agama Islam.

Santri yang datang pada waktu itu hampir dari seluruh penjuru daerah, antara lain dari Kabupaten Tuban, Bojonegoro, Surabaya, Rembang, Pati, Jogjakarta dan daerah lain termasuk luar Jawa seperti Kalimantan , Sumatera, Samarinda, Bali dan lainnya.4

Karena banyaknya santri yang datang dari jauh, maka pesantren yang semula hanya berupa langgar glinding ini berkembang seiring dengan dibangunnya kamar-kamar yang juga berupa langgar glinding untuk tempat menginap para santri yang menginginkan mukim atau bertempat tingal di pesantren ini.

Pada masa itu kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada waktu sehabis sholat Magrib, Isya’ dan subuh, karena pada siang harinya kebanyakan para santri harus berkhidmat, bekerja di sawah, dan membantu pekerjaan masyarakat di sekitar pondok pesantren. Karena kebanyakan dari mereka datang tanpa membawa modal, sehingga dengan semangat yang tinggi mau berusaha keras untuk tetap bisa nyantri/mondok dengan modal sendiri, dengan cara mengabdi kepada kiai dan masyarakat di sekitar pondok pesantren yang bisa dikatakan orang mampu (kaya).

Kebiasaan tersebut berjalan kurang lebih sekitar 20 tahunan dikarenakan belum ada pendidikan formal di Wilayah tersebut. Oleh karena itu, banyak santri yang datang dari jauh untuk pergi ketempat ini,

4


(37)

28

agar mendapat kesempatan bekerja sambil menimba Ilmu agama Islam tanpa harus meminta biaya kepada orang tua.

Karena pada saat itu KH. Munawwar As’ad adalah salah satunya ulama yang menguasai berbagai disiplin ilmu agama, maka banyak kitab-kitab besar yang ia kaji bersama para santri. Melipuiti bidang tasawwuf, fiqih dan nahwu, tauhid, falaq dan lainnya. Tak banyak dari muridnya yang telah keluar dari pondok pesantren ini menjadi seorang kiai seperti KH. Marzuqi yang telah keluar dari menuntut ilmu agama Islam di pondok beliau menjadi seorang kiai di desanya.5

Setelah KH. Munawwar wafat pada tahun 1972 M, perjuangannya diteruskan oleh putra kedua yang bernama Al Magfurlah KH. Abdul Ghofur, disaat kepemimpinan KH. Abdul Ghofur ini telah mendirikan sebuah Madrasah Diniyah Ta’miliyah yang sampai saat ini masih berjalan dengan lancar setelah ia wafat pada tahun 2005 pejuangannya diteruskan oleh anaknya yang bernama KH. M. Baidlowi Abd Ghofur sampai sekarang.6

Sedangkan putra ketiga KH. Munawwar As’ad yang bernama KH. Muhammad Muhyiddin mendirikan pondok pesantren sendiri yang diberi nama Mansyaul Huda II pada tahun 1990, pondok pesantren ini didomisili oleh santri putra maupun putri. Untuk mengenang jasa-jasa KH. Munawwar dalam pengabdiannya kepada Allah Swt dan sebagai realisasi tabarruk, maka setiap bulan syawal diselenggarakan peringatan Haul,

5

Ahmad Fauzi,Wawancara, Leran Senori Tuban, 18 September 2015.

6


(38)

29

Harlah Pondok Pesantren dan Halal Bihalal yang banyak dihadiri oleh para tamu undangan baik Alumni Pondok Pesantren maupun masyarakat umum.

B. Pembinaan Karir KH. Munawwar

Adapun kehidupan Munawwar ketika kecil bersifat normatif sebagaimana anak kecil lainnya. Ia sangat menikmati masa-masa kecil yang indah, sebagaimana anak-anak seusianya. Pada saat masa kanak-kanaknya sangatlah berbeda kondisi sosial masyaraktnya dengan masa sekarang. Indonesia yang pada saat itu belum mengenyam kemerdekaan, belum memiliki prasarana kehidupan yang memadai. Listrik baru ada di Jakarta dan beberapa kota besar saja, teknologi dan informasi masih terbatas, begitu pula jalan-jalan masih belum diaspal. Keterbatasan sarana dan prasarana tersebut memberikan efek positif bagi desa Laju Singgahan yaitu menjadikan suasana pedesaan kondusif, yang paling penting yaitu suasana religiusnya.

Desa Laju Singgahan pada saat itu masih terjaga, karena belum ada pengaruh dari luar. Salah satu bentuk religiusnya itu terlihat saat anak-anak yang rajin mengaji dilanggar-langgardan masih terjaganya ketaatan seorang murid terhadap guru maupun kiainya. Kondisi sosial masyarakat yang demikian ini membawa dampak positif pada diri Munawwar. Dampak negatif dari suasana desa Laju Singgahan kala itu adalah masyarakat masih terbelenggu oleh dogma tradisional yang


(39)

30

terbelakang dan belum berani melangkah menuju perubahan yang signifikan, seperti menyekolahkan anaknya keluar daerah.7

Munawwar berasal dari keturunan kiai, ia dari kecil memang sudah terkenal pintar dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Jadi ia sudah terprediksi akan menjadi seorang kiai pada suatu saat nanti. Menjadi kiai tidak harus dari keturunan kiai tetapi juga takdir serta cita-citanya pada saat itu adalah ingin mendirikan lembaga pendidikan di daerah Senori, karena kebanyakan masyarakat didaerah Senori belum menguasai agama Islam secara benar, karena masyarakatnya masih berpegang teguh pada dogma tradisional.

Pendidikan adalah sebuah proses yang dapat membantu manusia yang dapat mengaktualisasi dirinya agar menjadi tangguh, baik sebagai individu maupun kelompok. Tangguh bukan berarti sekedar dapat hidup di masyarakat akan tetapi bisa menghidupi masyarakat, bukan saja siap dipimpin tetapi juga sanggup memimpin (menggerakkan masyarakat).

Kesadaran keluarga Munawwar akan pentingnya pendidikan mengantarkannya saat kecil mulai menyelami dunia akademik secara formal dan non-formal, pendidikan yang ditempuh Munawwar dimulai dari belajar pendidikan agama seperti mengaji Al-Qur’an di ayahnya sendiri yang pada waktu itu ayahnya menjadi kiai terpandang di desa Laju Singgahan, disamping itu juga ia belajar pendidikan umum di

7


(40)

31

sekolah Rakyat (SR) disekolah ini ia selalu mendapatkan ranking teratas, dimana lembaga pendidikan ini terletak di desa Laju Singgahan Tuban.

Disamping belajar di bangku sekolah umum, sebagaimana layaknya anak desa, juga belajar ngaji (ilmu ngaji) di Masjid. Yang merupakan salah satu tempat dimana para anak-anak desa juga memperoleh ilmu-ilmu agama Islam. Pendidikan ini berjalan sampai ia tamat di bangku Sekolah Rakyat, setelah tamat dari SR ia melanjutkan pendidikan ke pesantren di daerah Sarang Rembang Jawa Tengah selama 10 tahun, di pesantren inilah ia memperdalam ilmu agama Islam kepada KH. Umar.8Dipondok pesantren ini juga ia mempelajari berbagai macam kitab klasik, diantaranya ilmu Nahwu, Sharaf, ilmu Hadist dan ilmu-ilmu agama Islam lainnya. Selama menuntut ilmu di pesantren tersebut Munawwar pernah menjadi ketua pondok serta pengurus pondok pesantren tersebut dengan cukup lama dan sosok guru yang menjadi panutan serta yang dikaguminya adalah KH. Umar. Selama dalam menuntut ilmu Munawwar As’ad (sapaan akrab beliau) sering bertirakat, karena ia dapat pesan dari kedua orang tuanya bahwa kalau menuntut ilmu harus di iringi dengan bertirakat agar berhasil dan mendapat barakah dari ilmu itu untuk masyarakat.

Untuk itu Munawwar As’ad selalu mengingat tentang pesan dari orang tuanya itu, apabila dikasih uang saku lebih penting

8


(41)

32

digunakan untuk kepentingan sekolahnya dari pada perutnya, karena uangnya pada saat itu sangat minim. Setelah lulus dari pesantren Sarang ia meneruskan ke kota Solo, tepatnya di pesantren Zamsaren selama kurang lebih 2 tahun.

Setelah lulus dari pesantren Zamsaren Solo, ia langsung pulang ke kampung halaman dan dinikahkan dengan seorang putri kiai terkaya di daerah Senori yang benama KH. Nur Syahid. Disinilah ia mulai meneruskan perjuangan dari ayah mertuanya yang juga sebagai kiai di desa Senori saat itu, tetapi ia bekeinginan menjadikan agama Islam lebih berkembang lagi melalui sebuah pondok pesantren, karena pada saat itu banyak orang luar yang ingin nyantri di pondok pesantren ia semakin banyak, maka ia berinisiatif mendirikan pondok pesantren tersebut, serta mendapat permintaan dari masyarakat sekitarnya, walaupun ada sedikit masyarakat yang menetangnya.

C. Karir KH. Munawwar

Kepribadian KH Munawwar sesuai dengan namanya yaitu Munawwar yang artinya cahanya yang benar-benar telah membawa cahaya atau pencerahan untuk masyarakat yang belum mengerti seluk beluk dalam agama Islam, beliau orangnya saleh, alim, tawadlu’, tekun, konsisten dengan cita-citanya serta sangat sabar.9 Ia adalah

9


(42)

33

seorang yang gigih memperjuangkan keinginannya ketika kalau sudah ada niat di hatinya.

Ia juga tipe orang yang selalu meyuarakan pendapatnya serta nasihatnya ke semua muridnya serta ke masyarakat, tapi ia terkenal pendiam dalam hal yang tidak penting untuk ia bahas. Sosoknya sederhana berwawasan luas, berfikir modern, teguh pendirian dan istiqomah dalam beribadah. Sifatnya inilah yang telah membawanya sampai dalam jenjang yang tinggi serta di hormati di masyarakat dalam menyampaikan agama Allah.

Atas ketekunannya dalam menuntut ilmu serta ketaatan kepada Allah SWT telah mewarnai kehidupan yang dipenuhi dengan ketawadlu’an dan semangat perjuangan yang sangat tinggi untuk menyampaikan agama Allah.

Adapun karir yang pernah dijabatnya atau diduduki di antaranya :

1. Pengasuh pondok pesantren putra Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban mulai tahun 1927 sampai 1972. Sekaligus pendirinya.

2. Ia pernah menjadi penasehat dan mengajar di sebuah yayasan Sunnatunnur mulai tahun 1924 sampai 1970, yayasan tersebut didirikan pada tahun 1926 oleh saudara iparnya yang bernama KH Masyhuri.

3. Pada tahun 1968 ia diangkat menjadi pimpinan cabang NU di Senori selama satu periode. Hal ini membuktikan bahwa ia sangat


(43)

34

tanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Meskipun kesibukan selalu menyertainya, namun ia tidak pernah melupakan kewajibannya dalam menyiarkan agama Islam.

4. Ia juga menjadi tempat sarana/wadah untuk menapung semua persoalahan serta permasalahan di masyarakat, dan ia selalu memberi solusi yang tepat dalam menyelesaikannya.10

5. Ia juga menjadi pengisi khutbah-khutbah shalat jum’ah di daerahnya sendiri yaitu Sendang maupun ke daerah-daerah lainnya, guna untuk menyebarkan agama Islam yang saat itu masih minim di mengerti oleh masyarakat.11

Kiai bukan hanya me-“Manage”, “Teach”, dan “Lead” secara persial/ spesial, melainkan secara total “mendidik kehidupan secara utuh”, dan melibatkan diri dengan konsekuen lillah sekuat-kuatnya. Kepedulain terhadap peningkatan manajemen mutlak dilakukan secara sadar dan aktif, meskipun terkadang harus terjun langsung, turut campur sebagai contoh keteladanan dengan segala resiko pengorbanan yang kebanyakan tidak tertulis. Pesantren tidak banyak mempertimbangkan untung-rugi tapi benar-salah, manfaat-madarat atas dasar halal-haram, yang menjadi prioritas utama adalah

10

Hasyim Masyhuri,Wawancara, Jatisari Senori Tuban, 18 September 2015.

11


(44)

35

mengelola minat dan bakat serta kesejahteraan lahir-batin dengan bersandar pada jiwa kebersamaan.

Ia juga sosok tauladan bagi santri, guru dan masyarakat. Karena disamping itu ia selalu melakukanQiyamullail(shalat tahajut), shalat dhuha, puasa sunnah yang menjadi kebiasaannya sejak nyantri di pondok sarang. Setiap hari ia menularkan ilmu, pemikiran dan pengalaman kepada santri-santri baik dalam forum pengajian setelah shalat subuh maupun pengajaran formal di kelas. Ia juga tak segan untuk terjun langsung membangunkan santri, mengumandangkan adzan, membereskan sarana dan prasarana pondok seperti urusan air, kebersihan serta urusan-urusan lainnya.

Ia menginginkan santri di pondok pesantren Mansyaul Huda bisa menjadi orang-orang yang shaleh, berilmu, taat, bermanfaat, sukses dan maju, sebagaimana isi doa yang selalu ia panjatkan. Sejak awal mendirikan ponpes Mansyaul Huda tahun 1920-an sampai sekarang (dengan pergantian pengasuh), ia selalu memperhatikan penanaman nilai keislaman, jiwa kepondokan, kedisiplinan, kemandirian, keterampilan, dan pengalaman berorganisasi.

D. Faktor Yang Mendorong KH. Munawwar dalam mendirikan Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

Berbicara mengenai sejarah proses berdirinya pondok pesantren Mansyaul Huda, maka ada beberapa faktor yang melatar belakangi berdirinya, yaitu :


(45)

36

1. Suatu anjuran dari seorang guru atau kiai di pondok pesantren Sarang yang diasuh oleh KH. Umar, beliau ini menyuruh muridnya supaya mendirikan pondok pesantren di kota ataupun di desa mereka setelah selesai mengabdi di pondok pesantren beliau.

2. pada saat itu masyarakat sekitarnya menginginkan sekali di lokasi mereka didirikan suatu lembaga pendidikan nonformal yaitu pondok pesantren dengan harapan untuk memantapkan dan mengembangkan agama Islam di masyarakat Sendang Senori serta masyakat sekitarnya. 3. Adanya tanggung jawab untuk meneruskan dakwah yang telah

dilaksanakan oleh mertuanya, yang saat itu masih menggunakan langgar sebagai tempat dakwahnya, maka dari itu ia berinisiatif mendirikan pondok pesantren agar para pencari ilmu (Santri) yang datang dari jauh dapat bermukim sementara dan menuntut ilmu dengan leluasa di pondok pesantren yang diberi nama Mansyaul Huda.

4. Adanya sikap kepedulian terhadap kepentingan masyarakat dalam usaha memahami ajaran agama Islam, sehingga mampu menciptakan suasana yang Islami dalam mengadakan interaksi dengan masyarakat.

Dengan faktor-faktor diatas tersebut, berdirilah pondok pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban pada tahun 1927.


(46)

37

Adapun lokasi pondok pesantren itu terletak di Jl. Letnan Sucipto No. 114 Sendang Senori Tuban dengan titik koordinat Latitude -6.103666 dan Longitude 106.938625. dengan batasan sebagai berikut :

1. Sebelah Selatan : Rumah Penduduk Sendang Senori.

2. Sebelah Utara : Rumah Penduduk Sendang Senori.

3. Sebelah Barat : Ponpes Mansyaul Huda II.

4. Sebelah Timur : Jl. Laju Senori.

Dari semua tanah tersebut adalah tanah milik sendiri dan hasil beli pengasuh pondok pesantren Mansyaul Huda. Adapun denah dari pondok pesantren Mansyaul Huda sebagai berikut:


(47)

38

Denah Pondok Pesantren Mansyaul Huda S T B U Dalem KH. Abd.Manan M u s h ol la Dalem KH. M.

Baidlowi K a m a r M a n d Kompl ek DarutT auhid W C Pembangun an J a l a n R a y a L a j Rumah Penduduk P o n p e s M a n s y a ul H u d a II


(48)

39

E. Dasar dan Tujuan berdirinya pondok pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban

Ada dua macam tujuan berdirinya pondok pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban yaitu :

1. Tujuan Umum

a. Didirikannya pondok pesantren adalah untuk membina santri agar menjadi generasi penerus yang mempu menegakkan ajaran Islam di masa yng akan datang.

b. Didirikan pondok pesantren yaitu agar santri mampu berperan aktif dalam berbagai bidang kehidupan ditengah-tengah masyarakat.


(49)

40

Dan tujuan secara umum tersebut disamping mencetak insan beriman juga mencetak insan yang beramal, juga diharapkan setiap santri selalu berbuat kebaikan mencegah dari perbuatan yang munkar.

2. Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus pondok pesantren Mansyaul Huda adalah :

a. Didirikannya pondok pesantren adalah untuk membentuk manusia sempurna yang benar-benar mengerti ilmu agama Islam baik yang fardlu ain maupun fardlu kifayah, baik ilmu yang berhubungan antara manusia dengan manusia maupun antara manusia dengan Tuhannya.12

b. Didirikannya pondok pesantren tersebut untuk membentuk manusia yang benar-benar mengamalkan ajaran-ajaran Islam dan mampu menegakkan dengan penuh tanggung jawab, ikhlas yang semat-mata mengharapkan ridlo Allah Swt.

c. Memberikan keterampilan kepada para santri-santrinya apabila mereka terjun ke dunia masyarakat, terutama bagi mereka yang tidak melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi.

d. Dan juga membantu pemerintah dalam pembangunan terutama dalam bidang moral, bagi mereka yang tidak melanjutkan studinya.

3. Organisasi

12


(50)

41

Pada dasarnya organisasi merupakan sekelompok manusia yang dipersatukan dalam suatu kerjasama yang efisien agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh James D. Mooney, yaitu : Organization is the form of every human association for the attainment of a common purpose. Artinya, organisasi adalah suatu bentuk wadah dari setiap persekutuan manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya peranan organisasi dalam melaksanakan suatu kegiatan yang sebagai alat manajemen untuk mencapai tujuan. Dalam hubungannya dalam organisasi dapat kita pandang ke dalam dua aspek yaitu sebagai wadah sekelompok manusia yang bekerja sama dan sebagai proses pengelompokan manusia dalam bekerja sama yang efisien.

Dalam masalah organisasi, pondok pesantren mempunyai cara tersendiri dan cicri-ciri yang lain dari pada yang lain, karena pengelompokan pesantren diatur dengan penuh kekeluargaan, kekerabatan dan tawadlu’ pada kiai, di pesantren-pesantren besar yang sudah berhasil, juga mempunyai/memiliki cara-cara tersendiri dalam mengurus pesantren yaitu :

Seorang pemimpin pesantren yang berhasil biasanya juga memerlukan bantuan dari anggota keluarga yang terdekat. Ia memerlukan badal atau pembantu-pembantu untuk mengurusi pesantrennya dan


(51)

42

mengajar santrinya. Kebanyakan para badal ini diangkat dari keluarga terdekat.13

Berbicara masalah organisasi diatas, tak lupa dalam kehidupan pesantren telah menciptakan tatanan organisasi dengan teratur, setiap organisasi itu sendiri terdiri dari beberapa seksi baik organisasi besar maupun organisasi kecil. Untuk itu dalam pembangunan pondok pesantren Mansyaul Huda pertama kali dibangun dibentuk panitia pembangunan pondok pesantren dengan urutan sebagai berikut :

- Ketua Panitia : KH Ahmad Suhaimi

- Sekretaris : Muhammad Siroth

- Bendahara : Ahmad Khamim

- Anggota : Abdul Manan

Abdul Wahab dan lainnya Adapun yang menjadi pengasuh adalah :

- Pengasuh Pondok : KH Munawwa As’ad

- Koordinator : KH Masyhuri

- Anggota : H. Minanurrohman

Ahmad Basuki dan lainnya.14

Dengan demikian pada tahun 1926 mulailah dibangun pondok pesantren Mansyaul Huda diatas areal tanah seluas kurang lebihnya 20 x

13

Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai(Jakarta: LP3ES,1990), 68.

14


(52)

43

30 m2. Dengan biaya swadaya dari keluarga sendiri serta gotong royong masyarakat sekitar. Maka pada saat tahun 1927 berdirilah sebuah banguna pondok pesantren yang terbuat dari kayu jati hingga sekarang masih kokoh berdiri. Pada mulanya bangunan tersebut berupa mushola dan dua kamar yang dapat menapung kapasitas santri 70an orang yang kesemuanya adalah laki-laki sebab pondok pesantren Mansyaul Huda hanya dikhususkan pada santriwan saja.15

15


(53)

BAB III

PERAN KH MUNAWWAR DALAM MENGEMBANGKAN

AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN MANSYAUL

HUDA SENDANG SENORI TUBAN

KH Munawwar adalah seorang kiai yang telah mengembangkan agama Islam dengan cara mendirikan pondok pesantren Mansyaul Huda yang pertama kali di daerah Sendang Senori Tuban, agar masyarakat bisa mengenyam pendidikan agama Islam dengan benar dan terperinci, selain itu ia juga mengembangkan dengan cara memakai sistem wetonan, sorogan, serta meningkatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh santri-santrinya yang semakin banyak menuntut ilmu di pondok pesantren tersebut.

A. Pengembangan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan dan Pengajaran

Dalam masa kepemimpinan KH Munawwar selaku pengasuh pondok pesantren Mansyaul Huda, ia lebih menitik beratkan kepada sentral pengembangan menuju kemajuan, akan tetapi pengembangan itu tetap

mengambil bentuk pendidikan perbandingan yang utama dalam

penggemblengan kader-kader ulama’ yang kemudian hari akan menjalankan tugas membina kehidupan agama di masyarakat masing-masing. Dalam hubungan ini perkembangan sistem pendidikan dan pengajaran di pesatren Mansyaul Huda itu dapat dilihat dalam bentuk–bentuk sebagai berikut:


(54)

1. Pendidikan Sistem Wetonan dan Sorogan

Pendidikan non klasikal metode pengajaran wetonan dan sorogan tetap dilakukan. Pelaksanaan metode pengajaran wetonan ini adalah sebagai berikut:

Kiai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu serta santri membawa kitab yang sama, kemudian santri mendengarkan dan menyimak tentang bacaan kiai tersebut. Metode pengajaran yang demikian adalah metode bebas, sebab absensi santri tidak ada. Santri boleh datang ataupun tidak datang dan tidak ada pula sistem kenaikan kelas, santri yang cepat menamatkan/menyelesaikan kitab boleh menyambung ke kitab yang lebih tinggi atau mempelajari kitab yang lain. Metode ini seolah-olah mendidik anak supaya lebih kreatif dan dinamis.1

Dengan metode pengajaran wetonan ini lama belajar santri tidak tergantung lamanya tahun belajar, tetapi berpatokan pada waktu kapan murid tersebut menamatkan kitab-kitab pelajaran yang ditetapkan. Apabila satu kitab telah selesai maka seorang santri dianggap telah menamatkan kitab tersebut. Di samping sistem wetonan juga menggunakan sorogan yaitu cara belajar/mengajar dengan tatap muka antara kiai dan santri berdasarkan permintaan yang di setujui kiai baik materi maupun waktunya.

Metode sorogan dalam pengajian merupakan bagian-bagian yang paling sulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, sebab


(55)

✔ ✕

metode tersebut menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan kedisiplinan pribadi dari santri/murid.

Dalam metode ini santri yang pandai mengajukan kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapan kiai tersebut, kalau dalam membaca dan memahami tersebut ada kesalahn maka kesalahan tersebut langsung dibenarkan oleh kiai tersebut. Metode sorogan ini terutama diperuntukkan bagi siswa pemula belajar atau sebaliknya dilakukan oleh santri-santri khusus yang dianggap pandai yang kemudian hari diharapkan menjadi orang yang alim.

Kitab-kitab yang dipakai dalam metode sorogan itu adalah kitab yang ditulis dalam huruf gundul tanpa syakhal. Untuk itu seorang murid dalam membacanya memerlukan bimbingan guru yang dapat mengawasi, menilai serta membimbing secara maksimal kemampuan murid tersebut dalam menguasai bahasa arab. Pada umunya ilmu-ilmu yang diajarkan di pondok pesantren itu yaitu : Ilmu nahwu, ilmu shorof, ilmu ma’ani, ilmu bayan, ilmu bada’, ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu Ushul Fiqih, ilmu mantiq, ilmu Bhalaghah, ilmu Musthalaha Hadist.2

2. Pendidikan Sistem Klasikal

Setelah adanya pengembangan sarana dan prasarana sebagai jawaban semakin banyaknya siswa yang belajar di pondok tersebut, maka dari itu pengasuh membentuk sistem klasikal dimana siswa ingin belajar di masjid atau di mushala dalam satu sistem mendengarkan ceramah secara


(56)

✮6

bersamaan tetapi siswa dikelompokkan dalam kelas sesuai tahun masuk mereka belajar dan batasan usia.

Keadaan seperti ini adalah tuntutan perkembangan yang perlu adanya elastisitas, kedinamisan dalam struktur pendidikan sebagai upaya kearah yang lebih maju, sehingga diharapkan memenuhi tuntutan zaman. Maka kecenderungan seseorang menilai pendidikan pesantren lebih bersifat tradisional akan mengalami penyusutan seiring dengan perombakan sistem yang sesuai dengan kebutuhan para santri.

Demikian juga usaha yang dilakukan oleh pengasuh pondok pesantren Mansyaul Huda yaitu KH. Munawwar yang selalu berusaha meningkatkan mutu pendidikan sehingga mampu mengembangkan misi pendidikan serta mencerdaskan kehidupan bangsa baik secara jasmani dan rohani.3

3. Pendidikan yang berdasarkan Agama Islam

Dunia pesantren dalam gambaran total memperlihatkan diri seperti sebuah parameter yaitu suatu faktor yang secara keseluruhan mewarnai kehidupan kelompok masyarakat luas akan tetapi dirinya sendiri tak kunjung berubah bagaikan tak tersentuh dinamika perkembangan masyarakat sekitarnya. Jika orang membayangkan perubahan pada dirinya, maka perubahan itu dapat dipahami dalam skala panjang. Sudah tentu tidak ada suatu gejala sosial di dunia ini yang selalu tetap dan tidak berubah.

3


(57)

47

Begitu pula halnya di dunia pesantren, gambaran masyarakat umum adalah bahwa pesantren merupakan suatu pribadi yang sukar diajak berbicara mengenai perubahan, sulit dipahami pandangan dunianya karena itu orang juga enggan membicarakannya. Alhasil, masyarakat pada umumnya memandang dunia pesantren hampir-hampir sebagai lembaga keterbelakangan dan ketertutupan. Karena itulah ketika pemerintah Departemen Agama atau Menteri Agama membicarakan, bahkan menjadikan pesantren sebagai “sasaran pembanguna”, maka dunia pesantren

menerimanya dengan keterkejutan.

Kebetulan gagasan-gagasan yang sampai ke dunia pesantren adalah menyangkut masalah perubahan kurikulum, pendidikan keterampilan, progam-progam keluarga berencana dan sebagainya. Tentu hal itu dengan mudah mengingatkan dunia pesantren pada apa yang mereka dengar

mengenai “Sekulerisasi”, sesuatu yang mereka fahami sebagai proses

penduniawian segala nilai, sesuatu faham yang berusaha memisahkan agama dengan ilmu dan kehidupan duniawi.

Pada tingkat pertama dapat dikatakan secara pasti bahwa pesantren tak lain adalah suatu lembaga keagamaan yang mengajarkan, mengembangkan dan menyebarkan Ilmu Agama Islam. Sudah tentu kita


(58)

48

tidak bisa berkata “Sekali Pukul”, mengenai macam kegiatan dari semua

pesantren yang jumlahnya amat banyak dan memiliki banyak variasi.4

Setelah mengalami pasang surut dalam mendirikan pondok pesantren Mansyaul Huda, KH. Munawwar tak kenal lelah karena sesudah itu ia melakukan usaha-usaha dalam bidang pendidikan yaitu melakukan pembenahan-pembenahan antara lain :

1. Metode-metode dalam cara atau sistem belajar mengajar dengan sistem klasikal terkendali.

2. Berusaha mencari siswa yang berpotensial dalam pondok tersebut. 3. Menertibkan administrasi pendidikan pondok pesantren.

4. Menertibkan materi pelajaran yang diajarkan pada siswa yang ada pada lembaga pendidikan tersebut.5

B. Peningkatan Kesejahteraan Pondok Pesantren

Dalam rangka memberikan kelangsungan hidup suatu pesantren memang dibutuhkan upaya-upaya komprehensif dan produktif serta progesif dalam menciptakan kondisi dinamis akan kehidupan pesantren itu sendiri. Sebuah pesantren dapat dikatakan hidup manakala sosok pesantren tersebut menimbulkan eksistensinya yang baik. Dan pemunculan sosok pesantren akan mempengaruhi terhadap pasang surutnya minat santri yang berniat belajar.

4

M. Dawam Rahardjo,Pesantren dan Pembaharuan, Editor Rahadjo, (Jakarta: LP3E8, 1995), 1-2.

5


(59)

49

Seorang santri yang ingin belajar dipondok pesantren biasanya memandang elitisme pesantren, kualitas kiai ternasuk kharismatiknya juga pembinaan kelembagaan pesantren yang diberikan. Oleh sebab itu kridibilitaas inilah yang harus diperhatikan oleh seorang kiai dan para pengasuh lainnya untuk menumbuhkan dan mempertahankan eksistensi sebuah pesantren.

Realitas diatas dalam kontek pondok pesantren Mansyaul Huda, KH. Munawwar berupaya untuk mempertahankan dan membangun suatu lembaga kepesantrenan yang berorientasi mewujudkan manusia muslim yang berkepribadian serta bertanggung jawab secara utuh, penciptaan kondisi

pengkaderan yang mempunyai integritas paripurna dengan selalu

meningkatkan pembinaan kesejahteraan pondok baik kualitas material, maupun spiritual yang menyangkut pengembangan santri serta pembangunan kualitas manusia seutuhnya.

1. Usaha Peningkatan Kesejahteraan Pondok Pesantren dalam Bidang Sarana

Sarana yang tersedia di pondok pesantren pada masa sekarang berbeda dengan masa lampau, yang mana kenyataannya sekarang cukup menggembirakan. Sebenarnya pendidikan pondok pesantren pada prinsipnya tidak memerlukan fasilitas yang banyak sebab dulu didalam pesantren itu memang tidak ada kelas/ruang belajar seperti pada sekolah.6

6


(60)

50

Karena memang pada mulanya tidak melaksanakan pendidikan secara formal dan ruang belajarnya pada saat itu ialah didalam surau atau masjid saja. Baru setelah diberbagai daerah banyak pondok pesantren yang menerima gagasan informasi dengan masuknya pendidikan madrasah dan keterampilan ternyata banyak membutuhkan fasilitas dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Sebagai konsekuensinya dari inofasi pendidikan di pondok pesantren, maka pondok pesantren memerlukan tambahan fasilitas sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, oleh karenanya selain adanya masjid, asrama, dengan masuknya sistem klasikal kedalam pendidikan pondok pesantren maka diperlukan adanya fasilitas yang memadai.7

Oleh karena itu pondok pesantren harus mempunyai atau memiliki sarana dan prasarana sebagai kelengkapan dasar yang menunjang terlaksananya proses pendidikan yaitu meliputi ruang belajar, ruang guru, ruang praktek dan lainnya. Sedangkan sarana yaitu seperangkat peralatan atau bahan yang digunakan dalam proses belajar mengajar, dimana saran ditentukan oleh jenis tujuan yang hendak dicapai.

Perlu diketahui bahwa dalam pengembangan sarana prasarana pondok pesantren biasanya secara swadaya, gotong royong, kerja bakti, baik mengenai tenaga maupun biaya. Penambahan sarana dan prasarana baru biasanya dengan cara:

7


(61)

51

Pendirian pondok pesantren baru selain mengikuti atau melakukan cara-cara yang dipakai pada waktu mendirikan masjid, yaitu para santri menyediakan sendiri kayu, batu bata, pasir dan mengerjakan sendiri pembangunan gedung-gedung yang diperlukan.8

Sebagai akibat dari bertambahnya jenis dan jenjang pendidikan maka sarana pendidikan yang ditingkatkan KH. Munawwar meliputi:

a. Guru (Tenaga Pengajar)

Pada waktu masih menggunakan sistem wetonan penyediaan guru masih terbatas, dimana KH. Munawwar sebagai pengasuh ditambah oleh beberapa guru bantu yang kebanyakan murid sendiri yang dianggap mampu juga para saudara serta putra-putranya yang selanjutnya akan menjadi pewaris pondok. Dengan didirikannya pondok pesantren Mansyaul Huda maka semakin banyak membutuhkan tenaga pengajar. Jumlah tenaga pengajar secara keseluruhan berjumlah 7 orang guru.9

b. Tempat Pendidikan.

Yang dimaksud oleh penulis adalah sarana pengadaan gedung di mana siswa belajar. Pada tahun 1927 pondok pesantren mempunyai dua gedung yang masih terbuat dari kayu. Pada tahun 1965 mendapat bantuan dari pemerintah tapi ditolak oleh pengasuh pondok itu yaitu KH. Munawwar.

8

Ibid,.

9


(62)

52

Adapun jumlah gedung secara keseluruhannya adalah sebagai berikut :

1) Gedung tempat bermukimnya kiai. 2) Mushalla.

3) Gedung tempat bermukimnya santri. 4) Gedung tempat santri belajar.

5) Kantor administrasi. 6) Ruang dapur.

7) Ruang kamar mandi. 8) Dan lain-lain.10

Berbicara tentang sarana dan prasarana maka hasil penelitian penulis mengungkapkan perkembangan sarana dan prasarana yang ada di pondok pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban yang mana dulu hanya mempunyai 2 kamar dan mushalla yang ditempati 70 santri saja. Namun kini semakin berkembang, karena banyak didatangi oleh para santri dari berbagai daerah, tidak hanya terbatas dari kabupaten Tuban saja, bahkan banyak yang berdatangan dari luar daerah seperti Kalimantan, Surabaya, Lamongan dan lain-lain. Sekarang santri di pondok pesantren Mansyaul huda mencapai 458 santri khusu putra. Telah terbukti bahwa usaha yang beliau lakukan membuahkan hasil yang menarik banyak santri yang ingin nyantri di pondoknya.

10


(63)

53

2. Usaha Peningkatan Kesejahteraan Pondok dalam Bidang Prasarana.

Yang dimaksud penulis adalah sesuatu yang bisa mendukung jalannya pendidikan baik langsung maupun tidak langsung. Maka sarana pondok pesantren dimana santrinya tinggal di situ. Prasarana yang dikembangkan berupa tempat tinggal para santri, koperasi pondok, perpustakaan, tempat beibadah, dan keperluan-keperluan lain.

Didalam hal itu pengasuh membentuk kepengurusan pondok sebagai berikut :

SUSUNAN PENGURUS

PP. MANSYAUL HUDA MASA KHIDMAT 1970-1971

1 Ketua : 1. AHMAD KHOLIL

2. AHMAD KHOZIN

2 Sekretaris : 1. MUSLIH TB

2. SUJUDI 3

.

Bendahara : 1. HAMAM

2. UBAIDILLAH 4

.

Seksi-seksi :

a). Keamanan

-Anggota : 1. SUBIYANTO

2. ABDUL WAHID 3. MUSTAQIM 4. BUKHORI

b). Perlengkapan

Pengusaha : 1. ABDUL WAHID

2. ABDUL SYUKUR SK 3. MUSLIH


(64)

54

P

ada masa pemimpinan KH. Munawwar prasarananya masih sedikit, maka penulis akan mengemukakan prasarana pada periode KH. Munawwar sampai sekarang, dengan perincian sebagai berikut :

a. Perpustakaan pondok.

b. Koperasi yang dibentuk masih bersifat intren artinya telah dikelola oleh santri khusus untuk memenuhi kebutuhan para antri baik yang mukim maupun yang kalong.

c. Ruang belajar seni hadhrah.

d. Menambah fasilitas MCK di komplek pondok pesantren.11

Demikian beberapa fasilitas yang tersedia di pondok pesantren Mansyaul Huda, dengan fasilitas itu diharapkan para santri dapat belajar atau mengajar dengan baik. Dari beberapa fasilitas yang ada, menurut pengamatan penulis dan berdasarkan wawancara dengan beberapa santri, masih ada beberapa yang belum dipergunakan secara sempurna. Dari itu menurut pendapat penulis untuk mengaktifkan itu mendayagunakan kembali fasilitas yang ada bisa dengan memperbaiki fasilitas yang kurang sempurna pengharapannya. Sehingga fasilitas dapat dimanfaatkan dengan baik.

11

Samsul Hadi,Wawancara, Sendang Senori Tuban, 17 September 2015.

Penerangan : 1. SUMANI

2. ABDUL SYUKUR TB 3. SUWARJI


(65)

BAB IV

DAMPAK KEBERADAN PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DALAM MENGEMBANGKAN AGAMA ISLAM TERHADAP

MASYARAKAT

Memperhatikan tentang perkembangan suatu pondok pesantren tidak bisa terlepas dari posisi kiai sebagai pengasuh pondok pesantren. Kiai merupkan suatu elemen terpenting dari suatu pondok pesantren. Sehingga gerak maju pesantren tergantung dengan kiai, serta adanya masyarakat yang mendukungnya. Bagi masyarakat Sendang kehadiran seorang kiai merupakan figur tempat bertanya, menyelesaikan suatu pemasalahan, tempat untuk meminta nasehat dan fatwa.1

Dampak yang terlihat pada masyarakat Sendang Senori Tuban, dengan keberadaan pondok pesantren Mansyaul Huda dapat disebut dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang Agama, bidang Pendidikan, dan bidang Sosial Masyarakat.

A. Dalam Bidang Agama

Dengan berdirinya pondok pesantren Mansyaul Huda di Sendang Senori Tuban, maka besar sekali peranannya terhadap masyarakat sekitarnya dalam bidang agama. Peran yang dilakukan KH. Munawwar dalam mengembangkan agama Islam melalui pondok pesantren dalam kehidupan masyarakat adalah bimbingan mental spiritual dan soal-soal ibadat ritual. Atas

1


(66)

56

dasar kegiatan tersebut, maka tampak dengan jelas hubungan antara keduanya secara tidak langsung, aktifitas pondok pesantren telah menanamkan kepada jiwa santri dan meningkatkan aktifitas keagamaan dalam masyarakat. Pengaruh santri yang telah dididik di pondok pesantren akan menyebar luaskan perubahan-perubahan ke masyarakat. Sehingga sistem kemasyarakatan bermoral dan dipenuhi oleh nilai-nilai Islami mulai nampak dalam kehidupan sehari-hari.

Kebiasaan-kebiasaan yang positif nantinya dapat dijadikan bekal dalam menghadapi kehidupan kelak di masyarakat. Pengaruh Islam yang luas terhadap perubahan-perubahan masyarakat sebagai sistem kemasyarakatan Sendang Senori Tuban sudah bercorak Islami.

Sebaliknya pada pihak masyarakat, aktifitas dan pengaruh pondok banyak memberikan perubahan dalam kehidupan kerohanian mereka yaitu pengaruh kehidupan Islam yang luas terhadap masyarakat, sehingga masyarakat Sendang bercorak Islami. Disamping itu kehidupan keberagamaan yang masih tingkat awam kini menjadi maju karena aktifitas pondok tersebut makin baik perkembangannya. Hal itu dapat dari berbagai pengaruh sebagai berikut:

1. Aktifitas pengajian umum secara rutin.

2. Aktifitas pengajian oleh bapak-bapak yang mana para santri memberi pengarahan kepada mereka, sehingga menyebabkan kegiatan seperti yasinan, tahlilan dan pengajian yang lain dapat berjalan dengan lancar.


(1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa bab yang diuraikan diatas kiranya dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. KH. Munawwar adalah lahir pada tahun 1888 M di desa Laju

kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban, beliau putra kandung dari

KH. As’ad serta ibundanya bernama Hj. Akhimah. Adapun pekerjaan

orang tua beliau sehari-hari adalah bertani. Beliau menuntut ilmu

pendidikan paling lama di pondok pesantren Zamsaren Sarang Jawa

Tengah dan sekitarnya, setelah itu pulang dan menikah dengan Hj.

Sa’diyah berasal dari desa Senori dan dari pernikahan tersebut beliau

dikaruniai tiga anak, beliau adalah seorang kiai pertama kali yang

mendirikan pondok pesantren di daerah Sendang, beliau juga pernah

menjadi penasehat di Yayasan Sunnatunnur.

2. Dalam mengembangkan agama Islam melalui pondok pesantren

Mansyaul Huda peran KH Munawwar sangat berperan penting, beliau

menggunakan sistem pendidikan pengajaran sorogan dan wetonan,

disamping itu beliau juga menerapkan sistem pendidikan klasikal.

Untuk menunjang sistem-sistem yang telah diterapkan KH.

Munawwar. Di samping itu beliau juga telah menyantrikan masyarakat


(2)

68

melakukan peningkatan kesejahteraan pondok pesantren melalui

sarana dan prasarananya di dalam pondok tersebut. Disamping itu

jumlah santri yang dulunya hanya 70 orang, kini setelah KH.

Munawwar menerapakan serta meningkatkan sistem belajar dan

pengajar, santri yang mondok jumlahnya naik mencapai 458 lebih.

3. Hasil Pengembangan Agama Islam yang dilakukan oleh KH

Munawwar melalui pondok pesantren berdampak positif dalam bidang

agama karena telah berhasil merubah jalan pikiran masyarakat yang

masih terpatri dengan Islam kejawen yang tertanam dari kecil,

pendidikan masyarakat serta sosial budaya dalam masyarakatnya yang

dulunya jauh berbeda dari sekarang.

B. Saran

Setelah kami uraikan diatas, maka kiranya penulis dapat

menyampaikan beberapa saran yang berkeaan dengan penulisan skripsi ini

yang telah kami tulis :

1. Kepada fakultas supaya menjadikan lembaga pendidikan untuk

mencetak generasi muslim untuk menjadi tenaga ahli dalam segala

bidang serta mempersiapkan generasi pejuang bangsa di berbagai ilmu

pengetahuan yang ada.

2. Untuk pondok pesantren Mansyaul Huda, diharapkan mempertahankan

unsur-unsur positif yang selama ini dimilikinya. Upaya peningkatan

dan perbaikan harus terus dilakukan agar hasilnya menjadi lebih baik.


(3)

69

perkembangan zaman. Adanya semangat keunggulan, kebersamaan

dan keikhlasan yang selama ini menjiwai warganya harus tetap dijaga.

Meski demikian, usaha untuk menambah dan meningkatkan kualitas

tenaga pembinaan santri, juga menambah sarana dan prasarana

pendidikan yang lebih memadai, juga perlu dipikrikan untuk

mewujudkan pelayanan pendidikan yang lebih baik dan berkualitas.

3. Untuk masyarakat sekitar desa Sendang, hendaknya mendukung

seluruh kegiatan yang diprogamkan oleh KH. Munawwar, sehingga

dapat mengembangkan progam-progam lainnya dalam pengembangan

agama Islam. Dengan demikian masyarakat telah menjaga dan

melanggengkan keberadaan pondok pesantren Mansyaul Huda sebagai


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Akhiroh, Zumrotul. “K. H. Abdul Aziz Khoiri dan Pondok Pesantren Al-Ma’ruf

Lamongan”. Skripsi Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1997.

Alfian, Ibrahim. Dari Babad Hikayat Sampai Sejarah Kritis : Kumpulan

Karangan dipersembahkan kepada Prof. Dr. Sartono Kartodirjho/ Editor: T. Ibrahim Alfian (et, al). Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta:

Rineka Cipta, 2006.

Dofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai.

Jakarta: LP3ES, 1994.

Gottschalk, Louis.Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press, 1985.

Hardy, Shalahuddin.Dakwah KH. Abdullah Syukri Zarkasyi (studi tentang

kiprah dakwah pada santri dan masyarakat sekitar Pondok Pesantren

Modern Darussalam Gontor Ponorogo”. Skripsi IAIN Sunan Ampel,

1999.

Indra, Hasbi. Pesantren dan Tranformasi Sosial : Studi atas Pemikiran K. H.

Abdullah Syafi’e dalam Bidang Pendidikan Islam. Jakarta: Penamadani, 2003.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.

Jakarta: PT. Gramedia, 1993.

Kholisa, Nur. “Sejarah Pondok Pesantren Darul Hikmah Kelurahan Sawahan

Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto”. Skripsi Fakultas Adab

IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1998.

Koentjaraningrat.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.


(5)

__________.Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya, 1995.

Murniasih, Siti. “Peran Pondok Pesantren Ponco Gung Mulung-Driyorejo-Gresik

dalam Sosial Masyarakat (1999-2008)”. Skripsi Fakultas Adab IAIN

Sunan Ampel Surabaya, 2011.

Rahardjo, M. Dawam, et al. Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3E8, 1995.

Ridwan, Moh .K. H. Ma’sum dan Pondok Pesantren Ihya’ul Ulum Dukun Gresik

: Studi Kesajarahan. Skripsi Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1999.

Soelaeman, M. Munandar. Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial.

Bandung: PT. Eresco, 1992.

Suhardono, Edy. Teori Peran : Konsep dan Implikasinya. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 1994.

Sukamto. Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES,

1999.

Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1998.

Zamroni. Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Yogyakarta: PT. Tiara

Wacana, 1992.

Zuhairini.Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Zulaicha, Lilik. Metodologi Sejarah I. Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan

Ampel, 2005.

Wawancara

Abdul Manan, (69 tahun), penasehat pondok pesantren Mansyaul Huda,


(6)

Ahmad Fauzi, (79 tahun), Murid KH. Munawwar, Wawancara, Leran Senori

Tuban, 18 September 2015.

Hasyim Masyhuri, (67 tahun), kerabat dekat dan tetangga KH. Munawwar,

Wawancara, Jatisari Senori Tuban, 18 September 2015.

M. Baidlowi Abd Ghofur, (56 tahun), cucu KH. Munawwar dan pengasuh

pondok pesantren Mansyaul Huda,Wawancara, Sendang Senori Tuban,

18 September 2015.

M. Mahrus Jayanto, (36 tahun), ketua pondok pesantren Mansyaul Huda,

Wawancara, Sendang Senori Tuban, 18 September 2015.

Muhammad Muhyiddin Munawwar, (87tahun), putra ketiga KH. Munawwar dan

pengasuh pondok pesantren Mansyaul Huda, Wawancara, Jatisari

Senori Tuban, 17 September 2015.

Bagus Abdul Muiz Muhyiddin Munawwar, (45 tahun), Cucu KH. Munawwar dan

ustadz di pondok pesantren Mansyaul Huda, Wawancara, Jatisari

Senori Tuban, 17 September 2015.

Samsul Hadi, (35 tahun), sekertaris pondok pesantren Mansyaul Huda,

Wawancara, Sendang Senori Tuban, 17 September 2015.

Siti Fatimah, (89 tahun), tetangga sawah/kebun KH. Munawwar, Wawancara,