PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL HUDA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN MASYARAKAT KABUPATEN TASIKMALAYA (1980 – 2009).

(1)

NO. DAFTAR FPIPS: 1663/UN.40.2.3/PL/2013

ar FPIPS : 1015/UN

PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL HUDA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN MASYARAKAT KABUPATEN TASIKMALAYA

(1980 – 2009).

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh:

Insan M Agussandi 0707282

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

==========================================================

PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL HUDA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN

MASYARAKAT KABUPATEN TASIKMALAYA (1980 – 2009).

Oleh

Insan Malik Agussandi 0707282

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Insan Malik Agussandi 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL HUDA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN

MASYARAKAT KABUPATEN TASIKMALAYA (1980 – 2009)

Oleh

Insan M Agussandi NIM : 0707282

Disetujui dan Disahkan oleh

Pembimbing I

Dr. Agus Mulyana, M. Hum NIP. 19660808 199103 1 002

Pembimbing II

Dr. Encep Supriatna, M.Pd NIP. 19760105 200501 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M. Pd NIP. 19570408 198403 1 003


(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul ”Perkembangan Pondok Pesantren Miftahul Huda Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Kabupaten Tasikmalaya (1980 – 2009). Masalah utama yang dibahas dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah perkembangan Pesantren Miftahul Huda tahun 1980 – 2009 dan dampak dari perkembangan tersebut terhadap kehidupan sosial keagamaan masyarakat Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya ? Masalah utama tersebut terbagi ke dalam tiga pertanyaan penelitian, yaitu (1) Bagaimana latarbelakang berdirinya Pesantren Miftahul Huda di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya ? (2) Bagaimana sistem pendidikan yang dikembangkan Pesantren Miftahul Huda ? (3) Bagaimanakah dampak dari keberadaan Pesantren Miftahul Huda terhadap kehidupan sosial, dan keagamaan masyarakat ? Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode historis yaitu proses menguji dan menganalisis secara kritis data – data peninggalan dan peristiwa masa lampau melalui empat tahap, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Teknik penelitian dilakukan dengan melalui studi kepustakaan, studi dokumentasi dan wawancara sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan interdispliner dengan menempatkan sejarah sebagai ilmu utama dibantu dengan ilmu sosial lainnya. Berdasarkan hasil temuan maka diperoleh bahwa Pondok Pesantren Miftahul Huda didirikan pada tanggal 7 Agustus 1967 oleh almarhum KH. Choer Affandi, berlokasi di Kedusunan, Pasirpanjang, Desa Kalimanggis, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Sejak berdirinya pesantren pada tahun 1967 keberadaannya sudah tentu membawa dampak sosial keagamaan bagi masyarakat di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Hal inilah yang menjadikan Pondok Pesantren Miftahul Huda sebagai sentral perkembangan agama Islam di kawasan Manonjaya, saat ini. Maka dalam skripsi ini penulis menyimpulkan bahwa eksistensi Pondok Pesantren Miftahul Huda telah terbukti sebagai sebuah institusi sosial keagamaan . Hal ini dapat kita lihat dari berbagai kegiatan sosial keagamaan yang telah dijalankan sejak berdirinya pesantren hingga saat ini. Hal ini dilakukan Pondok Pesantren Miftahul Huda melalui aktif dalam pengembangan dakwah di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Pelaksanaan dakwah yang dilakukan Pondok Pesantren Miftahul Huda dalam rangka pengembangan dakwah Islam telah mencapai sasaran yang cukup jauh sampai di luar Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, baik dakwah yang dilakukan Kyai melalui pengajian dan khotbah, dakwah yang dilakukan santri, maupun dakwah yang dilakukan alumni. Didalam kegiatan sosial Pondok Pesantren Miftahul Huda mempunyai dua pokok kegiatan sosial, yaitu kegiatan sosial yang dilakukan didalam (internal) dan diluar (eksternal) pesantren. Kegiatan-kegiatan tersebut, memberikan gambaran singkat kepada kita bahwa peranan pesantren, sebagai institusi sosial keagamaan telah berjalan dengan baik. Kata Kunci : Pondok Pesantren, Salafi, Miftahul Huda


(5)

Abstract

Miftahul Huda Islamic boarding school is a religious school in Tasikmalaya regency, a Salafi pesantren boarding examine the books of the yellow (classic) with a semi-formal education system and guided with tiered curriculum and syllabus prepared by the founder. The main issue addressed in this research is the development How Miftahul Huda Islamic School in 1980 - 2009 and the impact of these developments on the social life of religious communities Manonjaya Tasikmalaya district? The main problem is divided into three research questions: (1) How backgrounds establishment Miftahul Huda Islamic School in District Manonjaya, Tasikmalaya regency? (2) How can the education system be developed Miftahul Huda Islamic School? (3) What is the impact of Miftahul Huda Islamic boarding school where the social life, and the religious community? The method used in the study is the historical method to test the process and critically analyze the data - the data and the relics of the past events through four stages, namely heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Based on the findings obtained Miftahul Huda Islamic boarding school that was established on August 7, 1967 by the late KH. Choer Affandi, located in Kedusunan, Pasirpanjang, Kalimanggis Village, District Manonjaya, Tasikmalaya regency. Since the establishment of schools in existence in 1967 has certainly brought religious social impact for the community in Manonjaya district, Tasikmalaya regency. This is what makes Miftahul Huda Islamic boarding school as the central development of Islam in the region Manonjaya, at this time. It can be seen from various socio-religious activities that have been implemented since the establishment of schools to date. This is done through the Huda Islamic boarding school Miftahul active in the development of propaganda in Manonjaya district, Tasikmalaya regency. In the social activities Miftahul Huda Islamic boarding school has two principal social activity, social activity that is carried out within (internal) and outside (external) schools. These activities, give a brief description to us that the role of schools, as a socio-religious institution has been going well. Keywords: pesantren boarding school, Salafi, Miftahul Huda


(6)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ………....………... v

DAFTAR TABEL ………...………. vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1.Latar Belakang Masalah Penelitian ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 6

1.4.Manfaat Penelitian... 6

1.5.Metode dan Teknik Penelitian... 7

1.6.Sistematika Penulisan... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..... 12

2.1. Kajian Mengenai Pesantren...………... 12

2.2. Kajian Mengenai Kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia... 22

2.3. Kajian Mengenai Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……...……….… 38

3.1. Persiapan Penelitian …..………...…… 39

3.1.1Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian ………... 39

3.1.2Penyusunan Rancangan penelitian ……...…………... 40

3.1.3Mengurus Perizinan ………..…... 41

3.1.4Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian ………... 42

3.1.5Proses Bimbingan ………... 42

3.2. Pelaksanaan Penelitian ………... 42

3.2.1 Heuristik (Pengumpulan Sumber) ………..…….. 43

3.2.1.1 Pengumpulan Sumber Tertulis ………... 44

3.2.1.2.Sumber Lisan... 45

3.2.2 Kritik Sumber ………..………... 49

3.2.2.1 Kritik Eksternal………..……... 50

3.2.2.2 Kritik Internal ………..………... 52

3.2.3 Interpretasi ………... 53

3.2.4 Historiografi (penulisan laporan penelitian)... 54


(7)

HUDA TAHUN 1980 – 2009 ... 56

4.1. Latarbelakang Berdirinya Pesantren Miftahul Huda.…………... 56

4.1.1. Kondisi Geografis Masyarakat Kabupaten Tasikmalaya... 57

4.1.2. Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya... 60

4.1.2.1.Keadaan Penduduk dan Tingkat Pendidikan... 60

4.1.2.2.Mata Pencaharian... 64

4.1.2.3.Kehidupan Keagamaan... 65

4.1.2.4.Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Miftahul Huda.. 67

4.2.Perkembangan Pesantren Miftahul Huda Dalam Kurun Waktu 1980 – 2009.………... 71

4.2.1. Kurikulum Pondok Pesantren Miftahul Huda... 72

4.2.1.1. Jenjang Pendidikan... 72

4.2.1.2. Materi Pembelajaran... 74

4.2.1.3. Metode Pembelajaran... 76

4.2.1.4. Sistem Evaluasi Pembelajaran di Pondok Pesantren Miftahul Huda... 78

4.2.2. Proses Perkembangan Pendidikan Islam yang Terjadi di Pondok Pesantren Miftahul Huda.………... 79

4.2.3. Sarana dan Prasarana Pesantren Miftahul Huda... 82

4.2.4. Guru dan Santri... 85

4.2.3.1. Kiai atau Guru... 85

4.2.3.2. Santri... 89

4.3.Peranan Pondok Pesantren Miftahul Huda terhadap kehidupan masyarakat Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya.…... 93

4.3.1. Majelis ta’lim... 93

4.3.2. Pelaksanaan Ibadah Haji Dan Umroh... 96

4.3.3. Dampak Dari Perkembangan Pondok Pesantren Miftahul Huda terhadap Kehidupan sosial keagamaan masyarakat... 97 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….…………. 100

5.1. Kesimpulan ... 100

5.2. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ………...………... 103


(8)

4.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya tahun 1980-2009... 61 4.2 Perkembangan Pendidikan Formal Masyarakat

Kecamatan Manonjaya Kabupaten TasikmalayaTahun 1980 – 2009 ... 63 4.3 Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Manonjaya Kabupaten

Tasikmalaya tahun 1980 – 2009 ... 64 4.4 Jumlah Tempat Peribadatan di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten

Tasikmalaya... 66 4.5 Jenjang pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Huda... 73 4.6 Daftar Materi Pesantren Miftahul Huda ... 75 4.7 Data Jumlah Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Miftahul Huda

1980 – 2009... 83 4.8 Data Jumlah Staf Pengajar Pondok Pesantren Miftahul Huda 1980 –

2009 ... 87 4.9 Data Jumlah Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda 1980 – 2009... 91


(9)

4.1 Peta Wilayah Kabupaten Tasikmalaya... 58

4.2 KH. Choer Affandi, Pendiri Pondok Pesantren Miftahul Huda... 68

4.3 Komplek Pondok Pesantren Miftahul Huda... 71

4.4 Mesjid Pondok Pesantren Miftahul Huda... 84

4.5 Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Miftahul Huda... 84

4.6 KH. Asep Akhmad Maoshul Affandi, Pimpinan Umum Pondok Pesantren Miftahul Huda... 86 4.7 Kegiatan Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda... 90


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam di Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian atau disebut Tafaqquh Fiddin. Selama masa kolonial, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang paling banyak berhubungan dengan rakyat, dan tidak berlebihan kiranya untuk menyatakan pesantren sebagai lembaga pendidikan Grass root people yang sangat menyatu dengan kehidupan mereka. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh, berkembang dan eksistensinya telah mendapat pengakuan dari masyarakat. Lembaga pendidikan Islam ini telah banyak melahirkan ulama, tokoh masyarakat, kaum intelektual, dan para guru agama yang ikut memberikan kontribusinya pada kebutuhan masyarakat.

Menurut Mastuhu (1994 : 55), dijelaskan mengenai pengertian pesantren sebagai berikut:

Secara definisi, pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk belajar memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran– ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup sehari - hari dalam masyarakat.

Islam menempatkan pendidikan pada posisi yang sangat penting. Melalui pendidikan akan tercipta perubahan dan pembentukan kondisi mental yang lebih kondusif untuk mengembangkan kebangkitan moral dan spiritual manusia. Salah satu lembaga pendidikan yang telah berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewarnai catatan sejarah pendidikan Islam di Indonesia sejak dulu adalah pesantren.

Sebagai sebuah lembaga pendidikan, pesantren memiliki peranan penting dalam masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari kenyataan bahwa pesantren selalu dijadikan contoh dan panutan dalam segala hal yang dilakukan atau dianjurkan untuk dilaksanakan oleh masyarakat. Sehingga tidak menutup kemungkinan


(11)

terjadinya suatu perubahan dalam kehidupan masyarakat baik dari segi sosial, dan keagamaan. Peran pesantren tersebut merupakan salah satu alat dalam proses perubahan kehidupan masyarakat. Seperti dijelaskan oleh Susanto, A. S. yang dikutif dari bukunya Didin Saripudin yang berjudul mobilitas dan perubahan sosial mengenai alat perubahan sosial dalam masyarakat ialah

Agen of change diartikan sebagai pihak – pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga kemasyarakatan. Agen of change pemimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial. Dalam melaksanakan perubahan, agen –agen tersebut terlibat secara langsung dalam tekanan tekanan yang ada untuk mengadakan perubahan (Susanto, A. S. 1985).

Melalui penjelasan di atas, jelas bahwa pesantren juga merupakan sebuah agen atau alat yang berperan dalam mengubah pola hidup suatu masyarakat. Pesantren yang mempunyai pondok, dalam proses interaksi sosialnya mempunyai karakteristik pendidikan yang melahirkan kegotong royongan, semangat tolong menolong, jiwa kesatuan dalam jemaah, rasa persamaan, semangat bermusyawarah, rasa saling menenggang yang disebut tasamuh (toleransi) dan sebagainya (Susanto, A. S. 1985 : 201). Hal tersebut membuktikan bahwa dengan adanya proses pembelajaran dengan sistem asrama mengakibatkan adanya perubahan dalam diri seseorang. Dengan tertanamnya sifat – sifat kesederhanaan seseorang dalam pesantren, tidak menutup kemungkinan dalam hubungannya dengan masyarakatpun akan terjalin dengan baik dan akan membawa masyarakat sekitar menuju suatu perubahan ke arah yang lebih baik pula.

Kabupaten Tasikmalaya dari dahulu hingga sekarang dikenal oleh masyarakat Jawa Barat sebagai “ Kota Santri “. Hal ini ditandai oleh begitu banyaknya pesantren yang berdiri di Kabupaten Tasikmalaya, baik itu yang modern maupun pesantren yang tradisional. Selain itu, Kabupaten Tasikmalaya dikenal sebagai pusat pembaharuan pendidikan Islam. sehingga tidak mengherankan banyak ulama yang terlahir dari lembaga pendidikan yang berasal dari Kabupaten Tasikmalaya, khususnya pendidikan Islam seperti pesantren. Maka tak heran, jika hingga saat sekarang ini banyak lembaga – lembaga


(12)

pendidikan Islam maupun lembaga pendidikan formal umum turut mewarnai dan memberikan kontribusinya terhadap upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pondok Pesantren Miftahul Huda merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Kabupaten Tasikmalaya. Pondok Pesantren ini merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang menuntut adanya pembinaan terhadap nilai dan sikap yang dilaksanakan secara seimbang antara aspek kognitif, psikomotorik dan afektif, yang dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, serta kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat.

Pesantren Miftahul Huda berdiri pada tahun 1967 pada masa pemerintahan Bupati Letkol Inf. H. Husni Hamid (1960 – 1971). Berada di Kedusunan Pasirpanjang, Desa Kalimanggis, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Didirikan oleh Almarhum KH. Choer Affandi beserta istri (Hj. Siti Shofiyyah) pada tanggal 7 Agustus 1967. Pesantren ini diberi nama Pondok Pesantren Mitahul Huda, secara harfiyah berarti “Kunci Petunjuk”. Nama tersebut mengandung harapan agar Pondok Pesantren yang dikelola oleh Almarhum KH. Choer Affandi dapat mencetak orang – orang yang sholeh dan para Ajengan (sebutan Kiai di daerah Sunda) yang nantinya dapat memberikan bimbingan keagamaan kepada masyarakat. Selama masa kepemimpinannya, beliau berusaha untuk mengembangkan pesantren sekaligus menjadi figur sentral di Pondok Pesantren Miftahul Huda. Ketokohan beliau membuat pesantren Miftahul Huda semakin popular, Seiring popularitas sang kiai dan pesantrennya maka masyarakatpun banyak berdatangan untuk „nyantri’ di Pesantren Miftahul Huda.

Sejak awal berdirinya dikenal sebagai tipe pesantren salafi. Seperti halnya pesantren – pesantren salafi, awalnya digunakan sistem pembelajaran sorogan dan bandongan. Selain itu sistem klasikal (madrasah) pun digunakan dan materi yang dipelajarinya pun terbatas pada ilmu-ilmu agama saja. Akan tetapi, pesantren ini tidak anti terhadap perubahan. Seiring dengan kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat, lambat laun pesantren ini menyesuaikan diri terhadap kebutuhan masyarakat. Pada umumnya sistem pendidikan pesantren tidak mengenal jenjang kurikulum, silabus, dan sistem evaluasi. Akan tetapi, di Pondok Pesantren


(13)

Miftahul Huda, KH. Choer Affandi telah mencoba sejak lama untuk mengembangkan sistem Salafiyyah menjadi pendidikan yang semi formal, Seiring dengan kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat akan adanya suatu lembaga pendidikan formal yang mampu bersaing, maka diselenggarakanlah sistem pendidikan dengan pendirian sekolah semi formal dimana perjenjangan, kurikulum pengajaran, silabus, dan sistem evaluasi disusun berdasarkan jenjang pendidikan, yaitu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : Ibtida, Tsanawy, dan Ma‟had „Aly, masing – masing jenjang ditempuh selama 3 Tahun. Masing-masing tingkatan dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas satu, dua dan tiga. Sedangkan untuk tingkat Ma‟had „Aly dititikberatkan agar dapat mengajarkan kembali pelajaran – pelajaran yang sudah dipelajarinya dengan cara praktek mengajar dan berorganisasi Pesantren.

Kedudukan pesantren yang mengakar ditengah – tengah masyarakat memiliki fungsi dan posisi dalam upaya pembinaan nilai – nilai spiritual dan moralitas yang Islami. Begitu pula dengan pondok pesantren Miftahul Huda yang memiliki peranan dalam kehidupan masyarakat sekitarnya. Pada awal berdirinya pesantren tersebut di Desa Pasirpanjang. Desa Pasirpanjang, Kecamatan Manonjaya menjadi basis penyebaran Islam di Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Keberadaan pesantren di Pasirpanjang juga pada mulanya berperan sebagai pembimbing spiritual masyarakat. Hal tersebut menunjukan cukup terbukanya peluang pesantren untuk turut serta menciptakan dinamika masyarakat. Artinya pengaruh pesantren terhadap masyarakat sekitarnya baik dalam bidang keagamaan, dan sosial tinggal dikembangkan, baik itu oleh masyarakat sekitar maupun oleh pesantren sendiri. Sehingga pesantren berfungsi sebagai media transformasi nilai – nilai ideal pada masyarakat tersebut. Pada akhirnya akan terjadi suatu proses perubahan secara bertahap yang terjadi pada masyarakat Manonjaya baik dalam segi sosial, maupun keagamaan.

Berkembangnya ilmu pengetahuan, memberikan dampak perubahan secara cepat terhadap pesantren. Banyak pesantren yang kehilangan santri – santrinya diakibatkan oleh kedudukan pesantren yang tidak mau mengubah pola pendidikan sehingga mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk meninggalkan dunia


(14)

pesantren. Begitu pula pada masyarakat Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya yang kurang menyadari peranan pesantren dalam membentuk serta memelihara kehidupan sosial, kultural, politik dan keagamaan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan anggapan secara umum memaknai pesantren sebagai sebuah lembaga tradisional, sarana dan prasarana penunjang yang terlihat masih kurang memadai, dan bentuk fisik pesantren itu sendiri yaitu berupa bangunan – bangunan tradisional.

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas maka hal tersebut membuat penulis terdorong untuk melakukan penelitian mendalam tentang perkembangan Pondok Pesantren Miftahul Huda ini. Selain itu penulis ingin melihat pesantren yang berumur tua ini bisa tetap eksis mempertahankan keberadannya ditengah pasang surutnya santri dan modernisasi kota disekitarnya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat judul Perkembangan Pondok Pesantren Miftahul Huda Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Kabupaten Tasikmalaya (1980 – 2009).

Adapun tentang pembatasan waktu yaitu dari tahun 1980 – 2009, karena pada tahun 1980 pesantren mulai beralih ke arah pembaharuan yang tadinya hanya mengkaji kitab kuning kemudian mendirikan pendidikan semi – formal Ibtida, Tsanawy, dan Ma‟had „Aly. Penelitian ini ingin melihat bagaimana perubahan sistem pendidikan itu terjadi, sedangkan akhir tahun 2009, peneliti lebih condong ingin melihat perkembangan sistem pendidikan pesantren yang dijalankan pada masa kini.

1.2. Rumusan Masalah.

Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka penulis merasa perlu untuk merumuskan apa yang menjadi permasalahannya. secara umum, masalah yang menjadi inti permasalahan dalam penelitian ini adalah : “ Bagaimanakah perkembangan Pesantren Miftahul Huda tahun 1980 – 2009 dan dampaknya terhadap kehidupan sosial keagamaan masyarakat Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya”


(15)

Dari rumusan diatas, penulis merinci kembali masalah tersebut menjadi tiga sub permasalahan, sebagai berikut:

1. Bagaimana latarbelakang berdirinya Pesantren Miftahul Huda di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya ?

2. Bagaimana sistem pendidikan yang dikembangkan Pesantren Miftahul Huda ?

3. Bagaimanakah dampak dari keberadaan Pesantren Miftahul Huda terhadap kehidupan sosial, dan keagamaan masyarakat ?

1.3. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan rumusan dan pembatasan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah, sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan latarbelakang berdirinya Pesantren Miftahul Huda di Kabupaten Tasikmalaya. Yaitu dengan menjelaskan kondisi daerah dimana pesantren tersebut berada dan awal berdirinya pesantren.

2. Mendeskripsikan sistem pendidikan yang dikembangkan Pesantren Miftahul Huda. Mulai dari tujuan pendidikan, materi pembelajaran, metode pembelajaran, dan sistem evaluasinya pada tahun 1980 – 2009. 3. Menjelaskan peranan pesantren Miftahul Huda yang berdampak pada

kehidupan sosial, dan keagamaan masyarakat pada tahun 1980 – 2009.

1.4. Manfaat Penelitian.

Penelitian skripsi ini diharapkan dapat berguna bagi pihak yang berkepentingan. Bagi dunia ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan akan menambah khazanah keilmuan sejarah, terutama yang berkaitan dengan dunia pesantren. Bagi mereka yang menaruh perhatian terhadap dunia pendidikan, penelitian ini akan menjadi salah satu bahan yang akan memperkaya khazanah pengetahuan tentang dunia pendidikan Islam di Indonesia.


(16)

1.5. Metode dan Teknik Penelitian 1.5.1. Metode Penelitian

Metode adalah suatu prosedur, proses atau teknik yang sistematis dalam penyidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek (bahan-bahan) yang diteliti (Sjamsuddin, 1996: 13). Untuk mengkaji pembahasan ini, penulis menggunakan beberapa metode penelitian Sejarah yaitu suatu metode penelitian untuk memperoleh gambaran rekonstruksi imajinatif mengenai peristiwa Sejarah pada masa lampau secara kritis dan analitis berdasarkan bukti-bukti dan data peninggalan masa lampau yang disebut sumber sejarah (Ismaun, 2005:34).

Terdapat enam langkah yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian sejarah yaitu:

1. Memilih judul atau topik yang sesuai;

2. Mengusut semua eviden (bukti) yang relevan dengan topik;

3. Membuat catatan yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung; 4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah berhasil

dikumpulkan (kritik sumber);

5. Menyusun hasil penelitian ke dalam pola yang benar atau sistematika tertentu yang telah dipersiapkan sebelumnya;

6. Menyajikan dan mengkomunikasikan kepada pembaca dalam suatu cara yang menarik perhatian sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin (Sjamsuddin ,1996: 89).

Sjamsuddin (1996: 86 – 170) mengungkapkan bahwa terdapat empat tahap metode sejarah yakni sebagai berikut:

1. Heuristik, merupakan upaya mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Dalam proses mencari sumber-sumber ini, penulis mendatangi berbagai perpustakaan, seperti perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Selain itu penulis pun mencari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, seperti membeli buku-buku di Gramedia, Rumah buku dan Palasari.

2. Kritik, Pada langkah ini penulis berupaya melakukan penilaian dan mengkritisi sumber-sumber yang telah ditemukan baik dari buku, artikel, Browsing internet, sumber tertulis, arsip dan hasil dari penelitian serta


(17)

sumber lainnya yang relevan. Sumber-sumber yang diperoleh akan dipilih melalui tahap kritik eksternal yaitu cara pengujian kebenaran sumber sejarah dari aspek-aspek luar sumber tersebut yang digunakan. Kemudian menggunakan kritik internal yaitu pengujian kebenaran yang dilakukan terhadap isi dari sumber sejarah tersebut. Pada langkah ini peneliti harus bisa menyaring informasi ataupun data yang diperoleh guna mendapatkan hasil penelitian yang baik, relevan dan valid.

3. Interpretasi, dalam hal ini penulis memberikan penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Kegiatan penafisran ini dilakukan dengan jalan menafsirkan fakta dan data dengan konsep-konsep dan teori-teori yang telah diteliti oleh penulis sebelumnya. Penulis juga melakukan pemberian makna terhadap fakta dan data yang kemudian disusun, ditafsirkan, dan dihubungkan satu sama lain. Fakta dan data yang telah diseleksi dan ditafsirkan selanjutnya dijadikan pokok pikiran sebagai kerangka dasar penyusunan skripsi ini. 4. Historiografi, merupakan langkah terakhir dalam penulisan ini. Dalam hal

ini penulis menyajikan hasil temuannya pada tiga tahap yang dilakukan sebelumnya dengan cara menyusunnya ke dalam suatu tulisan yang jelas dengan bahasa yang sederhana dan menggunakan tata bahasa penulisan yang baik dan benar.

1.5.2. Teknik Penelitian.

Adapun teknik penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pengumpulan data – data, dalam studi ini didapatkan melalui metode penelitian dengan teknik pengumpulan data dari proses penggalian sumber- sumber sejarah yaitu sumber tertulis dan sumber lisan. Kedua sumber tersebut dapat dikategorikan ke dalam sumber primer dan sumber sekunder. Adapun teknik pengumpulan data tersebut, yaitu:


(18)

1. Studi Dokumen

Studi Dokumenter, dalam bukunya Nasution (1983: 85 ) mengungkapkan bahwa studi dokumenter terdiri atas tulisan pribadi seperti buku harian, surat – surat dan dokumen resmi. Surat – surat keputusan, surat kabar dan majalah, penetapan, dan sebagainya yang merupakan sumber primer. Dan dilengkapi buku- buku penunjang/literatur sebagai studi kepustakaan yang merupakan sumber sekunder. Adapun dokumen-dokumen yang diperoleh berasal dari surat kabar dan Perpustakaan.

2. Wawancara (Interview)

Metode wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk tujuan tertentu dan tugas tertentu pula, dan mencoba mendapatkan keterangan (pendirian) secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang lain, ini berguna untuk mendapatkan sumber lisan dari orang yang mengalami peristiwa itu. Jadi dalam penelitian ini akan dijumpai keterangan lisan dari beberapa orang informan sedangkan sebagai sumber sekunder, adalah sumber yang keterangannya diperoleh dari sumber lain secara tidak langsung atau seseorang yang tidak terlibat secara langsung sebagai pelaku.

3. Studi Pustaka

Studi pustaka dimaksudkan adalah untuk membuat kerangka berfikir penulisan, pengujian teori dan konsep yang diantaranya dilakukan dengan studi pustaka yang berasal dari buku yang berisi persoalan-persoalan yang akan dibahas, tentunya di sini bukanlah pada teori dan konsep yang ada korelasi dan relevansinya dengan objek yang akan ditulis. Hal ini bertujuan untuk pemahaman yang luas tentang permasalahan. Studi pustaka juga memberikan informasi awal untuk pelacakan data lebih lanjut.

1.6. Sistematika Penulisan

Penulisan dalam skripsi ini tersusun menurut sistematika sebagai berikut: Bab I PENDAHULUAN, menjelaskan tentang latar belakang masalah yang di dalamnya berisi penjelasan mengapa masalah tersebut diteliti dan penting untuk diteliti, serta mengenai alasan pemilihan masalah tersebut sebagai judul.


(19)

Pada bab ini juga berisi perumusan dan pembatasan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan untuk mempermudah peneliti mengkaji dan mengarahkan pembahasan, tujuan penelitian, metode dan teknik penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II TINJAUAN PUSTAKA, bab ini menjelaskan tentang materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang ada dalam penulisan ini. Penjelasan materi-materi tersebut adalah berupa informasi-informasi yang diperoleh dari hasil kajian pustaka. Dari hasil kajian pustaka ini dipaparkan beberapa konsep. Konsep-konsep yang dikembangkan dalam bab ini adalah konsep-konsep yang relevan dengan bahan penulisan yang dilakukan.

Bab III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN, bab ini membahas langkah-langkah metode dan teknik penelitian yang penulis gunakan dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, serta analisis dan cara penulisannya. Metode yang digunakan terutama adalah metode historis. Penelitian historis (historical research) adalah suatu usaha untuk menggali fakta-fakta, dan menyusun kesimpulan dari peristiwa-peristiwa masa lampau. Didukung oleh langkah-langkah penelitian yang mengacu pada proses metodologi penelitian dalam penelitian sejarah, langkah-langkah tersebut meliputi : Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi, dan Historiografi.

Bab IV PERKEMBANGAN PESANTREN MIFTAHUL HUDA TAHUN 1980 – 2009. Merupakan isi atau bagian utama dari tulisan sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam rumusan dan batasan masalah. Pada bab pembahasan dalam sub bab pertama ini, penulis akan mendeskripsikan mengenai latarbelakang berdirinya Pesantren Miftahul Huda didalamnya berisi mengenai gambaran umum kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya dan sejarah berdirinya pesantren. Sub bab kedua penulis akan mendeskripsikan perkembangan pesantren Miftahul Huda dalam kurun waktu 1980 – 2009. Sub bab ketiga penulis berusaha mengkaji dan menganalisis mengenai peranan pesantren Miftahul Huda yang berdampak pada kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan keagamaan masyarakat pada tahun 1980 – 2009.


(20)

Bab V KESIMPULAN, pada bab ini dikemukakan kesimpulan yang merupakan jawaban serta analisis penulis terhadap masalah-masalah secara keseluruhan yang merupakan hasil dari penelitian. Hasil akhir ini merupakan hasil penelitian serta interpretasi penulis mengenai inti dari pembahasan. Pada bab ini penulis mengemukakan beberapa kesimpulan yang didapatkan setelah mengkaji permasalahan yang telah diajukan sebelumnya.


(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Skripsi ini berjudul Perkembangan Pondok Pesantren Miftahul Huda Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Kabupaten Tasikmalaya (1980 – 2009). Untuk membahas berbagai aspek mengenai judul tersebut, maka diperlukan data – data atau informasi yang lengkap juga memiliki ketepatan yang dapat dipercaya untuk mendapatkan kajian yang baik dari peristiwa tersebut. Penulis menggunakan metode historis sebagai cara untuk mempelajari peristiwa masa lampau. Metode historis adalah suatu metode yang lazim digunakan dalam penelitian sejarah, melalui proses menguji dan menganalisa secara kritis terhadap rekaman serta peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986 :32).

Teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah studi literatur yaitu dengan cara menelusuri berbagai sumber kepustakaan baik berupa buku, dokumen maupun hasil penelitian sebelumnya. Selain itu, penulis juga melakukan teknik wawancara untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Dalam penelitian ini, penulis akan menguraikan beberapa langkah yang digunakan sampai terbentuk penulisan sejarah sesuai dengan metode yang berlaku.

Adapun mengenai langkah-langkah dalam penelitian ini, menurut Ismaun (2005, 48 – 50) diantaranya adalah :

1. Heuristik, yaitu proses pengumpulan sumber-sumber sejarah. Dalam tahap ini, peneliti melakukan pencarian sumber-sumber sejarah baik yang berupa buku, dokumen, maupun artikel.

2. Kritik Sumber adalah proses menganalisa sumber yang telah diperoleh, apakah sumber tersebut sesuai dengan masalah penelitian. Pada tahap ini, peneliti melakukan seleksi sumber baik dengan kritik eksternal maupun internal sehingga memperoleh fakta sejarah yang berkaitan dengan tema penelitian yang dikaji.

3. Interpretasi adalah proses penafsiran dan penyusunan fakta sejarah yang diperoleh selama penelitian berlangsung dengan cara menghubungkan satu fakta dengan fakta yang lainnya sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai fakta sejarah


(22)

4. Historiografi merupakan proses penyusunan dan penulisan fakta sejarah yang telah diperoleh melalui berbagai macam proses baik interpretasi dan eksplanasi yang telah dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan penemuannya yang kemudian disusun menjadi satu kesatuan sejarah yang utuh sehingga terbentuklah suatu skripsi.

Menurut Kuntowijoyo (2003 : 62), dalam melaksanakan penelitian sejarah terdapat 5 (lima) tahap yang harus dilakukan, yaitu :

1. Pemilihan Topik 2. Pengumpulan Sumber

3. Verifikasi (kritik sejarah dan keabsahan sejarah) 4. Interpretasi

5. Penulisan

Dalam upaya merekonstruksi peristiwa sejarah yang menjadi objek kajian, cara mengumpulkan data dilakukan dengan cara memperoleh informasi dari buku dokumen dan wawancara. Berdasarkan uraian tersebut, penyusunan skripsi ini dijabarkan menjadi tiga langkah kerja penelitian sejarah. Ketiga langkah penelitian tersebut terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan laporan penelitian.

3.1. Persiapan Penelitian.

Pada tahap persiapan penelitian ini terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, antara lain :

3.1.1. Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitan.

Tahap ini merupakan tahap yang paling awal untuk memulai suatu penelitian. Pada tahap ini penulis melakukan suatu proses memilih dan menentukan topik penelitian. Langkah berikutnya adalah merumuskan masalah yang akan dikaji, kemudian penulis melakukan pencarian sumber mengenai masalah yang akan penulis kaji.

Proses pemilihan tema penelitian ini dilakukan penulis melalui observasi ke lapangan yaitu dengan mengunjungi pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Di pesantren, penulis berkesempatan untuk bertanya dan meminta masukan kepada salah satu staf pengajar (ustadz). Dari


(23)

perbincangan tersebut penulis memperoleh banyak masukan dan informasi mengenai Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Dari beberapa informasi yang penulis peroleh, dapat membantu penulis dalam memilih dan menentukan topik penelitian, selain melakukan penelitian kelapangan, penulis juga membaca berbagai sumber literatur yang berhubungan dengan tema yang penulis kaji. Langkah tersebut penulis lakukan sebagai upaya untuk mencari sumber yang berfungsi sebagai sumber data.

Berdasarkan hasil observasi awal dan pembacaan literatur, penulis selanjutnya mengajukan rancangan judul penelitian ke Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) yang secara khusus menangani masalah penulisan skripsi di jurusan pendidikan sejarah FPIPS UPI Bandung. Judul yang diajukan adalah Dampak Positif Transformasi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Miftahul Huda Terhadap Perkembangan Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Di Kabupaten Tasikmalaya (1980 – 2009). Setelah adanya persetujuan judul tersebut maka penulis menyusun rancangan penelitian dalam bentuk proposal skripsi.

3.1.2. Penyusunan Rancangan Penelitian.

Rancangan penelitian merupakan salah satu tahapan yang harus dilakukan oleh penulis. Setelah pengajuan tema disetujui, penulis mulai menyusun rancangan penelitian untuk mengkaji masalah yang akan penulis bahas. Rancangan penelitian merupakan kerangka dasar yang dijadikan acuan dalam penyusunan laporan penelitian. Rancangan penelitian tersebut kemudian diserahkan kepada TPPS untuk dipresentasikan dalam seminar yang sangat menentukan bagi kelanjutan penyusunan skripsi, apakah rancangan tersebut dapat dilanjutkan atau tidak. Rancangan penelitian ini pada dasarnya berisi :

1. Judul penelitian

2. Latarbelakang masalah 3. Rumusan masalah 4. Tujuan penelitian


(24)

5. Tinjauan pustaka

6. Metode dan teknik penelitian 7. Sistematika penulisan

Seminar ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 16 Maret 2012. Setelah seminar dan mendapatkan berbagai masukan dari TPPS serta dosesn – dosen lainnya, maka judul skripsi yang semula Dampak Positif Transformasi Sistem PendidikanPondok Pesantren Miftahul Huda Terhadap Perkembangan Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Di Kabupaten Tasikmalaya (1980 – 2009). diganti menjadi Perkembangan Pondok Pesantren Miftahul Huda Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Kabupaten Tasikmalaya (1980 – 2009).

Pengesahan penelitian dikeluarkan melalui surat keputusan dari Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) Jurusan Pendidikan Sejarah No: 09/ TPPS/JPS/2012. Setelah disetujui, pengesahan untuk penulisan skripsi dikeluarkan melalui Surat Keputusan Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, dan sekaligus penentuan pembimbing skripsi pada bulan Maret 2012, yaitu Bapak Dr. Agus Mulyana, M.Hum, selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Encep S, M. Pd selaku Pembimbing II.

3.1.3. Mengurus Perizinan.

Untuk memperlancar proses penelitian dalam mencari sumber – sumber, diperlukan adanya surat pengantar dari pihak UPI ke instansi yang bersangkutan surat pengantar penelitian tersebut ditandatangani pembantu dekan (PD) I FPIPS, adapun surat – surat tersebut ditujukan kepada :

1. Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya.

2. Badan Pusat statistik (BPS) Tasikmalaya 3. Para tokoh/Ustadz


(25)

3.1.4. Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian.

Untuk mendapatkan data bagi keperluan penelitian, maka terlebih dahulu harus direncanakan dalam rancangan perlengkapan penelitian ini antara lain:

1. Surat izin dari Dekan 2. Instrumen wawancara

3. Alat perekam (Tape recorder) 4. Alat tulis

3.1.5. Proses bimbingan.

Penulis dibimbing oleh dua orang dosen yang selanjutnya disebut pembimbing I dan pembimbing II. Dosen yang ditunjuk untuk membimbing penulis yaitu Bapak Dr. Agus Mulyana, M.Hum, selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Encep S, M. Pd selaku Pembimbing II. Proses bimbingan dengan dosen merupakan suatu proses yang penting dilakukan, karena penulis dapat berkonsultasi dan berdiskusi mengenai berbagai masalah yang dihadapi dalam penyusunan skripsi sehingga diharapkan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.

3.2. Pelaksanaan Penelitian.

Pada tahap ini penulis melaksanakan langkah – langkah penelitian sejarah. Tahapan dalam metodologi sejarah mengandung 4 langkah penting seperti yang diungkapkan oleh Ismaun (2005 : 125 – 131 ).

1. Heuristik, yaitu proses mencari dan mengumpulkan sumber – sumber sejarah yang diperlukan.

2. Kritik, yaitu melakukan analisis penilaian terhadap sumber sejarah baik isi maupun bentuknya.

3. Interpretasi, yaitu memberikan penafsiran terhadap data – data yang diperoleh selama penelitian berlangsung.

4. Historiografi, yaitu proses penyusunan dan penuangan seluruh hasil penelitian ke dalam bentuk tulisan secara kronologis.


(26)

Menurut Helius Sjamsudin (1996 :69) mengemukakan bahwa ada 6 langkah yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah yaitu :

1. Memilih judul topik yang sesuai.

2. Menyusun semua bukti – bukti sejarah yang relevan dengan topik.

3. Membuat catatan tentang apa saja yang dikemukakan ketika penelitian sedang berlangsung.

4. Mengevaluasi secara kritis semua bukti – bukti sejarah yang telah dikumpulkan (kritik sumber)

5. Menyusun hasil – hasil penelitian ke dalam suatu pola yang benar yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya

6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.

Dari keenam langkah tersebut di atas, Memilih judul topik, Menyusun semua bukti – bukti sejarah dan Membuat catatan termasuk kepada langkah heuristik, sedangkan mengevaluasi semua bukti – bukti sejarah termasuk tahap kritik. Menyusun hasil penulisan dan menyajikan termasuk tahap historiografi (Sjamsuddin, 1996 : 65).

3.2.1. Heuristik atau Pengumpulan Sumber.

Berdasarkan langkah – langkah metode penelitian yang harus ditempuh seperti uraian di atas, maka penulis melakukan langkah yang pertama yaitu pengumpulan sumber. Tahap ini merupakan langkah awal bagi penulis dalam proses mencari dan mengumpulkan sumber – sumber sejarah yang diperlukan dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini. Sumber sejarah merupakan segala sesuatu yang langsung maupun tidak langsung menceritakan dan memberikan gambaran kepada kita tentang suatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lampau (Sjamsuddin, 1996 : 73). Adapun untuk memudahkan dalam pengumpulan sumber sejarah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka pengumpulan sumber tersebut meliputi dua jenis, yaitu sumber tertulis dan sumber lisan.


(27)

3.2.1.1. Pengumpulan Sumber Tertulis.

Pada tahap ini dilakukan pencarian terhadap berbagai macam sumber yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dalam penelitian sekripsi ini, penulis melakukan teknik studi literatur untuk mendapatkan sumber – sumber tertulis. Pengumpulan sumber (heuristik) yang dilakukan penulis yaitu dengan mencari sumber – sumber yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Sumber tertulis terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder. Proses pencarian sumber tertulis dilakukan dengan melakukan kunjungan ke Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tasikmalaya dan ke beberapa perpustakaan seperti Perpustakaan UPI, Perpustakaan UNSIL, Perpustakaan Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Perpustakaan IAIN Tasikmalaya, toko buku Palasari, dan juga dari internet. Dari tempat-tempat tersebut, penulis memperoleh data yang berkaitan dengan kajian penelitian.

Sumber primer penulis dapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tasikmalaya, data – data yang penulis peroleh yaitu : data Geografis dan peta Kabupaten Tasikmalaya, data jumlah penduduk Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2009, data jumlah pesantren dan lembaga pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2009.

Selain itu penulis juga menggunakan sumber sejarah sekunder yang ditemukan melalui buku – buku referensi, yang penulis dapatkan dari beberapa perpustakaan diantaranya adalah :

1. Dalam kunjungan ke Perpustakaan UPI, di tempat ini penulis menemukan sumber – sumber yang berkaitan dengan gambaran mengenai pesantren yang meliputi : pengertian pesantren, fungsi dan unsur – unsur pesantren dan elemen – elemen pesantren. Buku-buku tersebut sangat membantu penulis dalam memahami keberadaan pesantren yang saat ini telah dipengaruhi oleh kemajuan IPTEK. Selain itu, penulis juga menemukan buku-buku tentang pembaharuan yang terjadi di pesantren, baik itu dari segi pendidikan, pengelolaan dan kurikulum.


(28)

2. Kunjungan ke Perpustakaan UNSIL, dari tempat ini penulis memperoleh buku tentang sejarah pesantren, Buku ini membantu penulis dalam menganalisa bagaimana asal mula terbentuknya pendidikan pesantren. Adapun kaitannya dengan kajian penelitian adalah bagaimana sejarah terbentuknya pesantren.

3. Perpustakaan IAI Cipasung Tasikmalaya, sama halnya dengan kunjungan ke perpustakaan UPI dan UNSIL, dari tempat ini penulis memperoleh buku tentang sejarah pesantren dan hal – hal yang berkaitan dengan pesantren, seperti pengertian pesantren, fungsi dan unsur – unsur pesantren dan elemen – elemen pesantren. Buku ini membantu penulis dalam menganalisa bagaimana asal mula terbentuknya pendidikan pesantren. Gambaran mengenai pesantren yang meliputi : pengertian pesantren, fungsi dan unsur – unsur pesantren dan elemen – elemen pesantren.

4. Dalam kunjungan ke Perpustakaan Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Penulis memperoleh beberapa buku yang sangat membantu dalam menulis laporan penelitian ini.

5. Toko Buku Palasari. Dalam kunjungan ke toko buku palasari, penulis memperoleh buku tentang pembaharuan pesantren di era globalisasi, Buku ini menggambarkan tentang perubahan yang terjadi di masyarakat yang berimbas ke pesantren dimana pesantren dituntut untuk menyesuaikan pola pendidikannya agar tidak tertinggal oleh arus globalisasi. yang juga disertai dengan menyoroti budaya dalam suatu lingkungan masyarakat, termasuk yang terkait dengan kajian penelitian.

3.2.1.2. Sumber Lisan.

Sumber ini diperoleh melalui wawancara dengan beberapa orang tokoh atau saksi sejarah yang berperan di Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Teknik pengumpulan data tersebut adalah mencari dan melakukan wawancara dengan orang yang mengetahui masalah yang sedang


(29)

dikaji oleh penulis. Koentjaraningrat (1994 : 129) mengemukakan bahwa wawancara dalam penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam masyarakat.

Pada umumnya pelaksanaan wawancara dibedakan atas dua golongan, yaitu : Pertama, wawancara berstruktur atau berencana, yaitu wawancara yang berdasarkan pada pedoman wawancara yang terdapat dalam instrumen penelitian, terdiri dari suatu daptar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya dengan maksud untuk mengontrol dan mengukur isi wawancara supaya tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang akan ditanyakan. Semua responden yang diseleksi untuk diwawancara diajukan pertanyaan yang sama dengan kata – kata dan tata urutan yang seragam. Kedua, wawancara tidak tersetruktur atau tidak berencana adalah wawancara yang tidak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata – kata dan tata urut tetap yang harus dipatuhi oleh peneliti.

Perbedaan kedua wawancar dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1994 : 139) sebagai berikut :

“ Wawancara berstruktur seperti wawancara psikoterapi, yakni wawancara untuk mengumpulkan data pengalaman hidup responden. Sementara wawancara tidak tersetruktur juga dapat dibedakan secara lebih khusus lagi dalam dua golongan ialah 1) wawancara yang berfokus atau focused interview dan 2) wawancara bebas atau free interview. Wawancara yang berfokus biasanya terdiri dari pertanyaan yang tidak mempunyai struktur tertentu, tetapi selalu berpusat kepada satu pokok tertentu. Adapun suatu wawancara bebas tidak mempunyai pusat, tetapi pertanyaan dapat beralih – alih dari satu pokok ke pokok yang lain, sedangkan data yang terkumpul dari suatu wawancara bebas itu dapat bersifat beranekaragam”.

Kebaikan penggabungan antara wawancara tersetruktur dan tidak tersetruktur adalah tujuan wawancara lebih fokus, data lebih mudah diperoleh dan yang terakhir narasumber lebih bebas untuk mengungkapkan apa – apa yang diketahuinya. Dalam teknik pelaksanaannya penulis menggabungkan kedua cara tersebut yaitu wawancara tersetruktur, penulis mencoba dengan susunan pertanyaan yang sudah dibuat. Kemudian diikuti dengan wawancara yang tidak tersetrukutr yaitu penulis memberikan pertanyaan – pertanyaan yang sesuai


(30)

dengan pertanyaan sebelumnya dengan tujuan untuk mencari jawaban dari setiap pertanyaan yang berkembang kepada saksi – saksi sejarah yang mengetahui tentang Pesantren Miftahul Huda.

Sebelum dilaksanakan wawancara, maka terlebih dahulu perlu dilakukan pertimbangan terhadap narasumber. Hal tersebut dilakukan untuk menentukan saksi atau pelaku sejarah yang akan diwawancarai dengan beberapa hal seperti : faktor mental dan fisik (kesehatan), perilaku (kejujuran), dan usia. Mengingat penentuan saksi dan pelaku sejarah yang dapat dijadikan sebagai narasumber tidaklah mudah, maka pada tahap awal dilakukan pemilihan informan yang diperkirakan dapat membantu mempermudah dalam penulisan skripsi, kegiatan yang penulis lakukan diantaranya :

1. Mengunjungi Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya.

Dalam langkah ini penulis menemui salah satu staf pengajar di Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, kemudian oleh yang bersangkutan penulis diberi rujukan mengenai narasumber yang cocok untuk diwawancarai sesuai dengan kajian yang akan dibahas

2. Mencari narasumber

Dalam mencari narasumber, penulis mengalami beberapa kendala. Hal ini dikarenakan sebagian pelaku sudah meninggal dan beberapa diantaranya tidak diketahui alamat yang jelas mengenai keberadaannya. Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara, penulis menyeleksi responden yang akan penulis wawancarai. Kemudian penulis wawancara dengan saksi untuk menggali informasi sebanyak – banyaknya dalam rangka menggunakan metode sejarah lisan. Narasumber yang diwawancarai diantaranya :

1. K.H. Abdul Aziz Affandi 2. K.H Sholeh Nasihin 3. K.H Jaja Abdul Jabbar 4. Hj Dali Mutiara 5. K.H Muhsin


(31)

7. Japar

8. Hj Nani Sumiati 9. Aan Abidin 10.Abdurohman

Beberapa narasumber tersebut merupakan tokoh – tokoh yang terkait dengan pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Langkah selanjutnya untuk mendapatkan sumber tersebut, penulis melakukan wawancara dengan terlebih dahulu menyiapkan berbagai perlengkapan untuk mencatat informasi yang diberikan oleh narasumber dengan menggunakan tape recorder dan alat tulis.

Adapun proses wawancara yang dilakukan penulis adalah wawancara langsung yaitu dengan mendatangi tempat tinggal narasumber setelah adanya kesepakatan terlebih dahulu mengenai waktu dan tempat dilakukannya wawancara. Teknik wawancara individual ini dipilih dalam menentukan narasumber pelaku atau saksi yang akan diwawancara, maka penulis melakukan penjajakan dan pemilihan sumber informasi yang diperkirakan dapat dijadikan sebagai sumber dalam penulisan skripsi ini. Menurut Koentjaraningrat (1994: 41) ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menentukan narasumber, yaitu faktor mental dan fisik (kesehatan), perilaku (kejujuran dan sifat sombong), kelompok usia yaitu umur yang cocok, tepat dan memadai.

Narasumber pertama yang penulis kunjungi ialah K.H. Abdul Aziz Affandi beliau merupakan keturunan langsung dari K.H. Choer Affandi jabatan beliau di dalam pesantren sebagai kabid Pendidikan merangkap pemimpin pesantren. Pertanyaan yang penulis ajukan terhadap narasumber adalah sejarah berdirinya pesantren Miftahul Huda, perkembangan pesantren, dan bagaimana beliau mengembangkan pesantren.

Narasumber kedua adalah beberapa orang staf pengajar pesantren Miftahul Huda seperti K.H Sholeh Nasihin, K.H Jaja Abdul Jabbar, Hj Dali Mutiara, K.H Muhsin. Para pengajar sebagian besar merupakan keturunan dan alumni santri Pondok Pesantren Miftahul Huda, sehingga dapat pula diajukan pertanyaan – pertanyaan mulai dari sejarah berdirinya dan perkembangan Pesantren Miftahul


(32)

Huda. Di samping itu, penulis juga mengajukan pertanyaan mengenai kurikulum dan implementasi pendidikan pesantren Miftahul Huda dan perubahan – perubahan kurikulum yang terjadi dalam sistem pendidikan serta bagaimana gambaran kehidupan Pesantren.

Narasumber ketiga adalah beberapa orang alumni pesantren Miftahul Huda dari beberapa generasi diantaranya K.H Sholeh Nasihin, K.H Jaja Abdul Jabbar keduanya juga merupakan pengajar di Pesantren tersebut. Pertanyaan yang penulis ajukan terhadap narasumber banyak berkaitan dengan bagaimana gambaran kehidupan pesantren ketika mereka menjadi peserta didik. Mereka pun merupakan bagian dari warga masyarakat Manonjaya sehingga dapat diajukan pertanyaan mengenai kondisi dan kehidupan masyarakat Manonjaya.

Narasumber keempat adalah masyarakat Manonjaya yang berada disekitar pesantren. Pertanyaan yang diajukan terhadap narasumber adalah mengenai dampak keberadaan Pesantren Miftahul Huda di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya terhadap kehidupan masyarakat sekitar.

Narasumber kelima adalah beberapa orang peserta didik dari pesantren Miftahul Huda. Pertanyaan yang penulis ajukan terhadap narasumber berkaitan dengan minat peserta didik masuk ke pesantren Miftahul Huda dan bagaimana pendapat dari peserta didik tersebut mengenai pembelajaran di Pesantren.

3.2.2. Kritik Sumber.

Setelah menyelesaikan langkah pertama, yaitu heuristik, langkah kedua yang harus dilakukan adalah kritik sumber. Kritik sumber dapat diartikan sebagai suatu proses menilai sumber dan menyelidiki kesesuaian, keterkaitan, dan keobjektivitasan dari sumber – sumber informasi yang telah berhasil dikumpulkan dengan masalah penelitian. Kritik sumber sejarah adalah penilaian secara kritis terhadap data dan fakta sejarah yang ada. Kritik sumber dilakukan setelah sumber – sumber sejarah yang diperlukan telah diperoleh.


(33)

Dalam bukunya Sjamsuddin (1996: 133) terdapat lima pertanyaan yang harus digunakan untuk mendapatkan kejelasan keamanan sumber – sumber tersebut yaitu :

1. Siapa yang mengatakan itu ?

2. Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah ?

3. Apakah sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksiannya ? 4. Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang

kompeten, apakah ia mengetahui fakta ?

5. Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya dan memberikan kepada kita fakta yang diketahui itu ?

Adapun fungsi dari kritik sumber bagi sejarawan erat kaitannya dengan tujuan sejarawan itu dalam rangka mencari kebenaran (Sjamsuddin, 1996 : 132). Sumber-sumber sejarah yang telah dikumpulkan selama tahap heuristik kemudian dikelompokkan menjadi dua, yaitu kritik terhadap sumber tertulis dan sumber lisan. Pengelompokkan terhadap sumber – sumber informasi dilakukan untuk mempermudah penulisan dalam melakukan kritik.

Dengan kritik ini maka akan memudahkan dalam penulisan karya ilmiah yang benar-benar objektif tanpa rekayasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Kritik sumber sejarah ini mencakup dua aspek, yakni aspek eksternal dan aspek internal dari sumber sejarah.

3.2.2.1. Kritik Eksternal.

Kritik eksternal adalah cara pengujian sumber terhadap aspek – aspek luar dari sumber sejarah secara rinci. Kritik eksternal merupakan suatu penelitian atas asal usul dari sumber untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang – orang tertentu atau tidak. (Sjamsuddin, 1996 :133 – 134 ). Kritik eksternal terhadap sumber tertulis bertujuan untuk melakukan penelitian asal usul sumber terutama yang berbentuk dokumen. Penulis juga melakukan


(34)

pemilihan buku – buku yang dianggap relevan dengan permasalahan yang dikaji yaitu dengan cara melakukan uji kelayakan dengan cara verifikasi dan pengklasifikasian buku. Salah satunya dengan cara melihat tahun terbit buku tersebut, karena kekinian tahun terbitnya maka semakin bagus kualitas yang didapat dalam buku tersebut serta keyakinan dari penulis bahwa dokumen – dokumen tersebut memang dikeluarkan oleh instansi terkait.

Pelaksanaan kritik eksternal dalam hal ini tidak dilaksanakan secara ketat oleh peneliti, terutama untuk dokumen yang diperoleh dari BPS. Tindakan ini diambil dengan pertimbangan karena instansi tersebut secara nasional diakui sebagai lembaga yang dinilai kompeten dalam melakukan pendataan dan pendokumentasian hingga otentisitasnya terjamin. Dari proses ini peneliti menemukan sejumlah fakta mengenai data dari BPS tentang jumlah penduduk, mata pencaharian dan tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya yang berkaitan dengan pembahasan yang dikaji.

Berbeda halnya dengan kritik eksternal yang tidak dilakukan secara ketat, dalam kritik internal penulis melakukannya lebih mendalam dan menyeluruh. Hal ini bertujuan agar fakta yang diperoleh benar – benar sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Kritik internal adalah suatu cara pengujian yang dilakukan terhadap aspek dalam, yaitu isi dari sumber. Langkah kerja yang dilakukan adalah memeriksa dengan teliti kesesuaian antara isi sumber dengan topik yang dibahas dan kurun waktu kajian. Hal ini didasarkan atas penemuan dua penyelidikan bahwa arti sebenarnya kesaksian itu harus dipahami serta kredibilitas saksi harus ditegakkan. Oleh karena itu, sumber harus memiliki kredibilitas yang tinggi (Sjamsuddin, 1996 : 147).

Dalam kritik internal ini, seluruh sumber sejarah yang dipakai menjadi sumber tulisan yang memberikan informasi berupa data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Informasi yang didapatkan dari buku yang satu dibandingkan dengan buku yang lain sehingga diperoleh fakta yang dapat digunakan untuk mengkaji pokok permasalahan penelitian.

Adapun untuk melakukan proses kritik sumber terhadap data – data yang diperoleh dari internet, penulis memulai kritik eksternal dengan menganalisa


(35)

keabsahan datanya, kejelasan pengarang, tahun penulisan data, daftar pustaka dan juga situs pengunggah data tersebut. Sedangkan untuk proses kritik internal, penulis menghubungkan kesesuaian antara isi sumber, topik dan kurun waktu pembahasan dengan kajian penelitian. Untuk data-data yang diperoleh dari situs-situs yang memang sudah terkenal dengan keabsahan dan validitas datanya, penulis tidak terlalu ketat melakukan kritik sumber.

3.2.2.2Kritik Internal.

Pada tahapan ini, penulis melakukan kritik terhadap data – data yang diperoleh dari hasil wawancara. Kritik terhadap sumber lisan dilakukan dengan kritik eksternal dan internal. Kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin dapat dijadikan sebagai sumber pendukung dari sumber tertulis dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 1996 : 133-134). Kritik eksternal terhadap sumber yang berasal dari wawancara dilakukan dengan mengidentifikasi narasumber apakah pelaku sejarah atau saksi. Dari kritik eksternal ini, penulis memperoleh sejumlah pelaku sejarah ataupun saksi yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

Adapun narasumber yang diwawancarai, diantaranya yaitu K.H. Abdul Aziz Affandi, K.H Sholeh Nasihin, K.H Jaja Abdul Jabbar, Hj Dali Mutiara, K.H Muhsin. Tradisi kepemimpinan Pesantren Miftahul Huda ialah berdasarkan keturunan sehingga pemimpin Pesantren beserta pengurusnya masih memiliki hubungan kekeluargaan. Sehingga dapat dipastikan bahwa para narasumber tersebut cukup kompeten untuk bisa memberikan informasi tentang seluk beluk pesantren Miftahul Huda.

Setelah kritik eksternal selesai dilakukan, penulis juga melakukan kritik internal terhadap hasil wawancara, sehingga isi dari sumber-sumber yang diperoleh layak untuk dijadikan sebagai bahan dalam penulisan skripsi. Adapun untuk kritik internal sendiri penulis mempunyai beberapa kriteria yang harus


(36)

diperhatikan dari para narasumber agar dapat memperoleh fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Identifikasi tersebut dilakukan dengan cara memilih tokoh yang layak diwawancarai, mengamati usia dan daya ingatnya agar didapat informasi yang akurat, serta dengan membandingkan hasil wawancara dari narasumber yang satu dengan yang lain (cross checking) untuk meminimalisir subjektivitas dalam penulisan sejarah. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah kredibilitas narasumber dalam menyampaikan informasi. Seperti yang diungkapkan oleh lucey bahwa kredibilitas narasumber dikondisikan oleh kualifikasi – kualifikasi seperti usia, watak, pendidikan dan kedudukan (dikutip oleh Sjamsuddin, 1996 : 115).

3.2.3. Interpretasi.

Interpretasi merupakan proses pemberian penafsiran terhadap fakta yang telah dikumpulkan. Menurut Ernest Bernsheim (Ismaun, 2005 : 32) menyatakan bahwa interpretasi dijelaskan dengan nama istilah yang lain yaitu ‘Aufassung’ yakni “penanggapan terhadap fakta-fakta sejarah yang dipunguti dari dalam sumber sejarah.” Tahapan ini merupakan tahapan pemberian makna terhadap data-data yang diperoleh dalam penelitian. Setelah fakta – fakta tersebut dirumuskan dan disimpulkan maka kemudian fakta itu disusun dan ditafsirkan. Suatu fakta dihubungkan dengan fakta lainnya, sehingga menjadi sebuah rekonstruksi yang memuat penjelasan terhadap pokok – pokok permasalahan. Penulis menggabungkan sumber yang telah terkumpul baik dari buku, wawancara maupun observasi. Hal ini dilakukan bertujuan agar sumber - sumber yang telah diperoleh terutama dari sumber lisan tidak saling bertentangan. Sehingga dapat diartikan bahwa interpretasi adalah menafsirkan keterangan dari sumber – sumber sejarah berupa fakta – fakta yang terkumpul dengan cara dirangkai dan dihubungkan sehingga tercipta penafsiran sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan dalam tahap ini, data dan fakta sejarah mengenai Pesantren Miftahul Huda yang telah terkumpul disusun dan kemudian ditafsirkan sehingga


(37)

menjadi sebuah rekonstruksi imajinatif yang diharapkan dapat memberikan penjelasan terhadap inti masalah penelitian.

Data dan fakta sejarah yang ditafsirkan adalah sumber yang sudah melalui tahapan kritik. Penulis menggabungkan sumber yang telah didapatkan dari buku – buku, dokumen dan hasil wawancara. Hal ini dilakukan agar fakta – fakta mengenai Pesantren Miftahul Huda tidak berdiri sendiri, melainkan dapat menjadi sebuah rangkaian yang selaras, tidak ada pertentangan antara sumber – sumber yang diperoleh, terutama yang berasal dari sumber primer yang telah diwawancara. Cara yang dilakukan oleh penulis dengan cara membandingkan berbagai sumber ini berguna untuk mengantisipasi penyimpangan informasi yang berasal dari pelaku sejarah. Dari hubungan antara berbagai sumber dan fakta inilah yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk membuat penafsiran (interpretasi).

3.2.4. Historiografi (Penulisan Laporan Penelitian).

Secara harfiah historiografi berarti pelukisan sejarah, yaitu gambaran sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada waktu yang lalu yang disebut sebagai sejarah. Historiografi merupakan hasil rekonstruksi melalui proses pengujian dan penelitian secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah (Ismaun, 2005 : 28-37).

Langkah yang dilakukan penulis dalam hal ini yaitu berupaya menyusun sebuah skripsi secara utuh. Penulisan skripsi ini terdiri dari beberapa bab yang berbeda dan saling berkaitan antara satu bab dengan bab yang lain. Diantaranya bab 1 Pendahuluan. Bab ini merupakan paparan dari penulis yang berisi tentang langkah awal dari penelitian untuk merencanakan materi atau kajian apa yang akan ditulis dalam skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka pada bab ini dikemukakan berbagai studi literatur ataupun penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti. Dalam bab ini penulis berupaya memaparkan dimana letak kekurangan dan kelebihan dari buku – buku yang digunakan sebagai sumber.

Selanjutnya untuk mempermudah penelitian, maka dibutuhkan metode atau teknik yang akan dibahas pada bab III yaitu Metodologi Penelitian. Pada bab


(38)

ini akan diuraikan prosedur penelitian yang dilakukan penulis secara lengkap serta langkah – langkah penulis dalam mencari sumber data, cara pengolahan data dan cara penulisan. Kemudian bagaimana sumber tersebut diolah dan dianalisis oleh penulis yang akhirnya dapat menunjang dalam penulisan skripsi ini.

Bab IV pembahasan hasil penelitian. Pada tahap ini penulis berupaya menjawab permasalahan – permasalahan yang dirumuskan dalam bab I proses tersebut penulis lakukan tentunya merupakan rangkaian dari penyusunan bab – bab sebelumnya. Tahap terakhir yaitu bab V Kesimpulan. Dalam bab ini, penulis akan menarik beberapa kesimpulan terhadap pernyataan – pernyataan yang diajukan serta memberikan tanggapan – tanggapan dan analisis yang berupa pendapat terhadap permasalahan keseluruhan.

3.3. Laporan Penelitian.

Langkah ini merupakan langkah terakhir dari keseluruhan prosedur penelitian. Dalam metode historis, langkah ini dikenal dengan historiografi. Pada tahap ini, penulis melakukan penulisan akhir dari ketiga tahapan sebelumnya, yaitu heuristik, kritik sumber dan interpretasi. Dalam tahapan ini pula, penulis mengerahkan segenap kemampuan segala daya pikir dengan pikiran yang kritis dan menganalisisnya sehingga memperoleh suatu sintesis dari keseluruhan hasil penelitian dan penemuan ke dalam suatu penulisan yang utuh (Sjamsuddin, 1996 : 155-156).

Laporan hasil penelitian ini ditulis dengan menggunakan sistematika yang terdapat dalam buku pedoman penulisan karya ilmiah yang dikeluarkan oleh UPI Bandung (Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI, 2009 ).. Adapun sistematika dari penulisan skripsi ini terbagi ke dalam lima bagian, yaitu :

Bab I Pendahuluan Bab II Landasan Teori

Bab III Metodologi Penelitian Bab IV Pembahasan


(39)

Tujuan dari penulisan ini adalah mengombinasikan hasil temuan atau penelitian kepada umum sehingga temuan yang diperoleh dari hasil penelitian tidak saja memperkaya wawasan sendiri melainkan juga dapat memberikan sumbangan ilmu dan pengetahuan lain kepada masyarakat luas.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian secara keseluruhan yang data – datanya diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Selain kesimpulan, bab V ini juga berisi saran dari peneliti terhadap beberapa pihak yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk lebih mengembangkan pembelajaran sejarah.

Pondok Pesantren Miftahul Huda adalah salah satu pesantren tertua di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Sejak berdirinya pesantren pada tahun 1967 keberadaannya sudah tentu membawa dampak sosial keagamaan bagi masyarakat di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Hal inilah yang menjadikan Pondok Pesantren Miftahul Huda sebagai sentral perkembangan agama Islam di kawasan Manonjaya, saat ini. Maka dalam skripsi ini penulis menyimpulkan bahwa :

Pertama Pondok Pesantren Miftahul Huda didirikan pada tanggal 7 Agustus 1967 oleh almarhum KH. Choer Affandi, berlokasi di Kedusunan, Pasirpanjang, Desa Kalimanggis, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Pesantren ini diberi nama Pondok Pesantren Mitahul Huda, secara harfiyah berarti “Kunci Petunjuk”. Nama tersebut mengandung harapan agar Pondok Pesantren yang dikelola oleh almarhum KH. Choer Affandi dapat mencetak orang – orang yang sholeh dan para Ajengan (sebutan Kiai di daerah Sunda) yang nantinya dapat memberikan bimbingan keagamaan kepada masyarakat. Pendirian pesantren Miftahul Huda dimaksudkan untuk memberikan pendidikan terutama pendidikan agama Islam di Kecamatan Manonjaya.

Kedua Pesantren Miftahul Huda merupakan Pesantren Salafiyyah yakni pesantren yang mengkaji kitab-kitab kuning (klasik) dengan sistem pendidikan semi formal yang berjenjang dan dipandu dengan kurikulum dan silabus yang disusun oleh pendiri. Pesantren ini mengalami perkembangan yang signifikan khususnya antara tahun 1988 – 2009 ketika pesantren tersebut berada dibawah


(41)

kepemimpinan KH. Asep Ahmad Maosul Affandi. Perkembangan yang terjadi adalah dari aspek kurikulum pembelajaran, kurikulum yang ada ditambahkan ekstrakulikuler berupa orahraga, keterampilan dan kursus, semuanya dilakukan diluar jam pembelajaran inti.

Dari aspek sarana dan prasarana terjadi perkembangan bangunan fisik yaitu pengembangan mesjid pesantren yang dulunya kecil menjadi diperluas karena bertambahnya jumlah jamaah majelis ta’lim, pembangunan bangunan pesantren dengan penambahan pondok atau asrama santri yang baru serta pembangunan majlis ta’lim sebagai sarana pendidikan. Pembangunan saranan dan prasarana ini terus dilakukan melihat banyaknya minat masyarakat yang mempercayakan putra – putri mereka untuk mengenyam pendidikan dari pesantren.

Ketiga Eksistensi Pondok Pesantren Miftahul Huda telah membuktikan sebagai sebuah institusi sosial keagamaan. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai kegiatan sosial keagamaan yang telah dijalankan sejak berdirinya pesantren hingga saat ini. Hal ini dilakukan Pondok Pesantren Miftahul Huda melalui aktif dalam pengembangan dakwah di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Pelaksanaan dakwah yang dilakukan Pondok Pesantren Miftahul Huda dalam rangka pengembangan dakwah Islam telah mencapai sasaran yang cukup jauh sampai di luar Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, baik dakwah yang dilakukan Kyai melalui pengajian dan khotbah, dakwah yang dilakukan santri, maupun dakwah yang dilakukan alumni.

Pondok Pesantren Miftahul Huda mempunyai dua pokok kegiatan sosial, yaitu kegiatan yang dilakukan di dalam (internal) dan diluar (eksternal) pesantren. Kegiatan – kegiatan tersebut, memberikan gambaran singkat kepada kita bahwa peranan pesantren, sebagai institusi sosial keagamaan telah berjalan dengan baik. Hal inilah yang seharusnya dijadikan contoh dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh seluruh umat Islam, khususnya para santri, untuk kemajuan dakwah Islamiyah dimasa yang akan datang.


(42)

5.2. Saran

Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut :

Skripsi ini berkontribusi penting bagi pembelajaran sejarah. Karena skripsi ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi pengembangan pembelajaran sejarah lokal di sekolah khususnya di Kabupaten Tasikmalaya, sehingga peserta didik lebih mengenal sejarah daerah terutama sejarah perkembangan agama Islam di Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi ini dapat masuk kedalam materi pembelajaran di sekolah baik itu tingkat SD, SMP, maupun tingkat SMA dalam materi Bentuk – bentuk dan ciri – ciri Peninggalan sejarah yang bercorak Islam.

Hasil penelitian dalam skripsi ini, terutama mengenai kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Huda, dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi guru sebagai tenaga pendidik baik guru tingkat Sekolah Dasar (SD), maupun tingkat menengah pertama dan atas (SMP dan SMA). Kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Huda yang dapat menjadi bahan pertimbangan diantaranya adalah dalam hal metode pembelajarannya yakni sorogan, bandongan, Muthol’ah atau hapalan dan Bahsul-masaa-il atau diskusi. Melalui pembelajaran seperti itu siswa dapat lebih memperhatikan dan menerima pelajaran dengan baik dan mampu membuat pengajar atau guru lebih memahami kemampuan masing – masing siswa sehingga guru dapat lebih objektif dalam melakukan evaluasi secara menyeluruh.

Disamping metode pembelajaran, metode atau cara kiai dan ustadz dalam memberikan pengajaran terhadap santri atau siswa merupakan salah satu cara yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai pendidik dalam proses pendidikan di sekolah.


(43)

DAPTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Abawihda. (2000). Sejarah Pesantren di Indonesia. Yogyakarta : Tiara Wacana. Abdul-Fatah, M. (2006). Tradisi Orang-orang NU. Yogyakarta: Pustaka

Pesantren.

Anwar, A. (2004). “Avonturisme” NU: Menjejaki Akar Konflik Kepentingan -Politik Kaum Nahdhiyyin. Bandung: Humaniora Utama Press.

Azra, A. (1997). Pesantren kontinuitas dan perubahan dalam Nurcholis Madjid, Bilik Bilik Pesantren Sebuah Potret perjalanan. Jakarta : Paramadina. Bruinessen, M. (1995). Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat. Bandung: Miza. Dhofier, Z. (1982). Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai.

Jakarta : LP3S.

Djuaeli, I. (1998). Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta :Yayasan Karsa Utama Mandiri

Ekajati, et all. .(1986). Sejarah Pendidikan Islam Daerah Jawa Barat. Bandung: Depdikbud.

Faisal, J. (1995). Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta : Pajar Dunia.

Fatah, et all. (2005). Rekontruksi Pesantren Masa Depan. PT. Lista fariska Putra : Jakarta Utara.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: UI Press.

Haedari, A (2006). Masa Depan Pesantren (dalam tantangan modernitas dan tantangan kompleksitas global). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Halim, A. (2002). Wawasan Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Hasbullah. (1999). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hirokoshi, H. (1987). Kiai dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian secara keseluruhan yang data – datanya diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Selain kesimpulan, bab V ini juga berisi saran dari peneliti terhadap beberapa pihak yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk lebih mengembangkan pembelajaran sejarah.

Pondok Pesantren Miftahul Huda adalah salah satu pesantren tertua di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Sejak berdirinya pesantren pada tahun 1967 keberadaannya sudah tentu membawa dampak sosial keagamaan bagi masyarakat di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Hal inilah yang menjadikan Pondok Pesantren Miftahul Huda sebagai sentral perkembangan agama Islam di kawasan Manonjaya, saat ini. Maka dalam skripsi ini penulis menyimpulkan bahwa :

Pertama Pondok Pesantren Miftahul Huda didirikan pada tanggal 7 Agustus 1967 oleh almarhum KH. Choer Affandi, berlokasi di Kedusunan, Pasirpanjang, Desa Kalimanggis, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Pesantren ini diberi nama Pondok Pesantren Mitahul Huda, secara

harfiyah berarti “Kunci Petunjuk”. Nama tersebut mengandung harapan agar

Pondok Pesantren yang dikelola oleh almarhum KH. Choer Affandi dapat mencetak orang – orang yang sholeh dan para Ajengan (sebutan Kiai di daerah Sunda) yang nantinya dapat memberikan bimbingan keagamaan kepada masyarakat. Pendirian pesantren Miftahul Huda dimaksudkan untuk memberikan pendidikan terutama pendidikan agama Islam di Kecamatan Manonjaya.

Kedua Pesantren Miftahul Huda merupakan Pesantren Salafiyyah yakni pesantren yang mengkaji kitab-kitab kuning (klasik) dengan sistem pendidikan semi formal yang berjenjang dan dipandu dengan kurikulum dan silabus yang disusun oleh pendiri. Pesantren ini mengalami perkembangan yang signifikan khususnya antara tahun 1988 – 2009 ketika pesantren tersebut berada dibawah


(2)

kepemimpinan KH. Asep Ahmad Maosul Affandi. Perkembangan yang terjadi adalah dari aspek kurikulum pembelajaran, kurikulum yang ada ditambahkan ekstrakulikuler berupa orahraga, keterampilan dan kursus, semuanya dilakukan diluar jam pembelajaran inti.

Dari aspek sarana dan prasarana terjadi perkembangan bangunan fisik yaitu pengembangan mesjid pesantren yang dulunya kecil menjadi diperluas karena bertambahnya jumlah jamaah majelis ta’lim, pembangunan bangunan pesantren dengan penambahan pondok atau asrama santri yang baru serta

pembangunan majlis ta’lim sebagai sarana pendidikan. Pembangunan saranan dan prasarana ini terus dilakukan melihat banyaknya minat masyarakat yang mempercayakan putra – putri mereka untuk mengenyam pendidikan dari pesantren.

Ketiga Eksistensi Pondok Pesantren Miftahul Huda telah membuktikan sebagai sebuah institusi sosial keagamaan. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai kegiatan sosial keagamaan yang telah dijalankan sejak berdirinya pesantren hingga saat ini. Hal ini dilakukan Pondok Pesantren Miftahul Huda melalui aktif dalam pengembangan dakwah di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Pelaksanaan dakwah yang dilakukan Pondok Pesantren Miftahul Huda dalam rangka pengembangan dakwah Islam telah mencapai sasaran yang cukup jauh sampai di luar Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, baik dakwah yang dilakukan Kyai melalui pengajian dan khotbah, dakwah yang dilakukan santri, maupun dakwah yang dilakukan alumni.

Pondok Pesantren Miftahul Huda mempunyai dua pokok kegiatan sosial, yaitu kegiatan yang dilakukan di dalam (internal) dan diluar (eksternal) pesantren. Kegiatan – kegiatan tersebut, memberikan gambaran singkat kepada kita bahwa peranan pesantren, sebagai institusi sosial keagamaan telah berjalan dengan baik. Hal inilah yang seharusnya dijadikan contoh dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh seluruh umat Islam, khususnya para santri, untuk kemajuan dakwah Islamiyah dimasa yang akan datang.


(3)

102

5.2. Saran

Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut :

Skripsi ini berkontribusi penting bagi pembelajaran sejarah. Karena skripsi ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi pengembangan pembelajaran sejarah lokal di sekolah khususnya di Kabupaten Tasikmalaya, sehingga peserta didik lebih mengenal sejarah daerah terutama sejarah perkembangan agama Islam di Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi ini dapat masuk kedalam materi pembelajaran di sekolah baik itu tingkat SD, SMP, maupun tingkat SMA dalam materi Bentuk – bentuk dan ciri – ciri Peninggalan sejarah yang bercorak Islam.

Hasil penelitian dalam skripsi ini, terutama mengenai kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Huda, dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi guru sebagai tenaga pendidik baik guru tingkat Sekolah Dasar (SD), maupun tingkat menengah pertama dan atas (SMP dan SMA). Kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Huda yang dapat menjadi bahan pertimbangan diantaranya adalah dalam hal metode pembelajarannya yakni sorogan, bandongan, Muthol’ah atau hapalan dan Bahsul-masaa-il atau diskusi. Melalui pembelajaran seperti itu siswa dapat lebih memperhatikan dan menerima pelajaran dengan baik dan mampu membuat pengajar atau guru lebih memahami kemampuan masing – masing siswa sehingga guru dapat lebih objektif dalam melakukan evaluasi secara menyeluruh.

Disamping metode pembelajaran, metode atau cara kiai dan ustadz dalam memberikan pengajaran terhadap santri atau siswa merupakan salah satu cara yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai pendidik dalam proses pendidikan di sekolah.


(4)

DAPTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Abawihda. (2000). Sejarah Pesantren di Indonesia. Yogyakarta : Tiara Wacana. Abdul-Fatah, M. (2006). Tradisi Orang-orang NU. Yogyakarta: Pustaka

Pesantren.

Anwar, A. (2004). “Avonturisme” NU: Menjejaki Akar Konflik Kepentingan -Politik Kaum Nahdhiyyin. Bandung: Humaniora Utama Press.

Azra, A. (1997). Pesantren kontinuitas dan perubahan dalam Nurcholis Madjid, Bilik Bilik Pesantren Sebuah Potret perjalanan. Jakarta : Paramadina. Bruinessen, M. (1995). Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat. Bandung: Miza. Dhofier, Z. (1982). Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai.

Jakarta : LP3S.

Djuaeli, I. (1998). Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta :Yayasan Karsa Utama Mandiri

Ekajati, et all. .(1986). Sejarah Pendidikan Islam Daerah Jawa Barat. Bandung: Depdikbud.

Faisal, J. (1995). Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta : Pajar Dunia.

Fatah, et all. (2005). Rekontruksi Pesantren Masa Depan. PT. Lista fariska Putra : Jakarta Utara.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: UI Press.

Haedari, A (2006). Masa Depan Pesantren (dalam tantangan modernitas dan tantangan kompleksitas global). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Halim, A. (2002). Wawasan Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Hasbullah. (1999). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hirokoshi, H. (1987). Kiai dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M.


(5)

104

Ismaun. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung: Historia Utama Press.

Jalaludin, et all. (1994). Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Koentjaraningrat. (1994). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan.

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta. PT Tiara Wacana Yogya. Majid, N. (2010). Bilik-bilik Pesantren. Jakarta: Dian Rakyat.

Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS.

Muhaimin, M. (2005). Kurikulim Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Nasution. (1983). Sejarah Pendidikan Indonesia. Bandung: Jemmars.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (2009). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Rahardjo, M. D. (1974). Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES. Rais, A. (1991). Cakrawala Islam. Bandung : mizan.

Sjamsuddin, H. (1996). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Steenbik, K. (1994). Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern. Jakarta : LP3S.

Susanto, A. S. (1985). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung : Bina Cipta.

Supardan, D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Susilana, R. (2006). Kurikulum dan pembelajaran. Bandung : UPI.

Suwendi. (2004). Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tuanaya, A, et all. (2007). Modernisasi Pesantren. Jakarta: Balai Penelitian dan Pemgembangan Agama.


(6)

Zuhri, S (1999). Pesantren Masa Depan. Bandung : Pustaka Hidayat. Zuhairini, et all. (1997). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. Sumber Karya Ilmiah

Aditia, W. (2010). Pondok Pesantren An – Nasuha Desa Kalimukti Kabupaten Cirebon : Sejarah dan Perkembangan (1983 – 2009). Skripsi pada jurusan pendidikan sejarah upi bandung : tidak diterbitkan.

Nurlela, I. (2007). Pola Pendidikan Islam : Suatu Kajian Historis terhadap pesantren persatuan islam (persis) bentar di kabupaten garut tahun 1967 – 1988. Skripsi pada jurusan pendidikan sejarah upi bandung : tidak diterbitkan.

Sumber dokumen dan arsip

Profil Kecamatan Manonjaya dan Kabupaten Tasikmalaya. Profil Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya.

Sejarah Kecamatan Manonjaya dan Kabupaten Tasikmalaya.

Sumber Lain

Maarif, NH.( 2007). Menanti Kiprah Riil Pesantren. [Online]. Tersedia: http://www.mambaussholihin.com/artikel/index.php?category=tarbiyah&n omor=15. [ 11 November 2011].

Suyuti, A. (2008). Pengertian Pondok Pesantren. [Online]. Tersedia: http///www.damandiri.or.id /file/ ahmadsuyutiunairbab2.pdf. [ 11 November 2011].


Dokumen yang terkait

Interaksi Sosial Pondok Pesantren Dengan Masyarakat Sekitar (Studi Deskriptif Pola Interaksi Assosiatif Pada Pondok Pesantren Modern Al-Abraar Dengan Masyarakat Desa Sikuik-Huik Dusun Siondop Julu Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan Suma

11 143 159

Peranan Pondok Pesantren Nurul Huda Al Hasyimiyyah Terhadap Kehidupan Masyarakat Desa Danawarih Kecamatan Balapulang Kabupaten Tegal tahun 1975 2003

2 43 87

Industri Pariwisata Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial - Ekonomi Masyarakat Lokal

0 9 137

PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008.

1 49 48

TEKNIK PERMAINAN GESTALT (TPG) UNTUK MENINGKATKAN ADAPTABILITAS SANTRI DI PONDOK PESANTREN :Studi Eksperimen TPG di Pondok Pesantren Salafiyah Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dan Pondok Pesantren Amanah Muhammadiyah Sambongjaya Kota Tasikmal

0 0 55

TEKNIK PERMAINAN GESTALT (TPG) UNTUK MENINGKATKAN ADAPTABILITAS SANTRI DI PONDOK PESANTREN :Studi Eksperimen TPG di Pondok Pesantren Salafiyah Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dan Pondok Pesantren Amanah Muhammadiyah Sambongjaya Kota Tasikmal

0 2 55

EROSI TANAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN

0 2 4

SEJARAH BERDIRINYA PESANTREN MIFTAHUL HUDA KECAMATAN MANONJAYA KABUPATEN TASIKMALAYA | Brata | Jurnal Artefak 301 1520 1 PB

0 15 19

PERANAN K.H.IZZUDIN DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN ALHIKAMUSSALAFIYAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN KEAGAMAAN MASYARAKAT PURWAKARTA (1963-1999) - repository UPI S SEJ 1202816 Title

0 0 3

KAJIAN TENTANG PENDIDIKAN MORAL DI PONDOK PESANTREN MIFTAHUL HUDA RAWALO - repository perpustakaan

1 0 14