PERANAN METODE PROBLEM BASED LEARNING MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMP NEGERI 4 SUNGAILIAT BANGKA.

(1)

PERANAN METODE PROBLEM BASED LEARNING MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS TERHADAP KETERAMPILAN

BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMP NEGERI 4 SUNGAILIAT BANGKA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Geografi

Oleh:

ANUGRAH SULISTIANI FILIPHIANDRI NIM: 1103299

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

Peranan Metode Problem Based

Learning melalui Pendekatan

Konstruktivis terhadap Keterampilan

Berpikir Kritis Peserta Didik di SMP

Negeri 4 Sungailiat Bangka

Oleh

Anugrah Sulistiani Filiphiandri S.IP UNHAS MAKASSAR, 1994

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan GEografi

© Anugrah Sulistiani Filiphiandri 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Prof. DR. Darsiharjo, M.S NIP.196209211986030155

Pembimbing II

Prof. DR. Enok Maryani, M.S NIP 196001211985032001

Mengetahui Ketua Program Studi

Pendidikan Geografi

Prof. DR. Dede Rohmat, M.T NIP. 196406031989031


(4)

ABSTRAK

PERANAN METODE PROBLEM BASED LEARNING MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI

DI SMP NEGERI 4 SUNGAILIAT BANGKA Oleh: Anugrah Sulistiani Filiphiandri Pembimbing I: Prof. DR. Darsiharjo, M.S Pembimbing II: Prof. DR. Enok Maryani, M.S

Tesis ini dilandasi dengan adanya pemikiran pentingnya keterampilan bepikir kritis dalam menghadapi cepatnya perubahan keadaan dalam masyarakat akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat. Keterampilan berpikir kritis ini diperlukan untuk dapat menghadapi permasalahan hidup dan mencari penyelesaian dari setiap permasalahan hidupnya secara logis dan tepat. Dalam Penelitian ini digunakan metode problem based learning melalui pendekatan konstruktivis, dimana peserta didik diharapkan dapat menjalani proses pembelajaran secara kolaboratif, mencari informasi atau data sebelum mengambil keputusan dalam menyelesaikan suatu persoalan. Kompetensi dasar yang dipih dalam pembelajaran ini adalah “ Mendeskripsikan Permasalahan Lingkungan Hidup dan Upaya Penanggulangannya dalam Pembangunan Berkelanjutan” . Hal ini didasari dengan peliknya permasalahan lingkungan hidup di Bangka tempat dilaksanakannya penelitian ini, akibat adanya kegiatan penambangan inkonvensional. Masalah lingkungan hidup merupakan tanggung jawab bersama, terlebih studi Geografi yang mempunyai sumber pembelajaran seluruh yang ada dipermukaan bumi. Harus ada kesadaran bersama bahwa semua bertanggungjawab atas permasalahan kerusakan lingkungan di Pulau Bangka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian non equivalentcontrol group designpretest-posttest. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas VIII 2.dan kelas VIII.3 semester genap tahun ajaran 2012/2013. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes keterampilan berpikir kritis dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan hasil tes berpikir kritis yang diberikan sebelum dan sesudah eksperimen serta perubahan yang baik sesuai dengan indikator berpikir kritis. Sedangkan metode diskusi yang digunakan pada kelas kontrol juga memberikan pengaruh yang signifikan dalam keterampilan berpikir kritis walaupun tidak sebesar yang diberikan oleh problem based learning. Jika tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah agar peserta didik mampu berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis, maka problembased learning ini dapat dipertimbangkan untuk diterapkan dalam pembelajaran disekolah.

Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Pendekatan Konstruktivis, Keterampilan Berpikir Kritis.


(5)

ABSTRACT

ROLE OF PROBLEM BASED LEARNING METHOD THROUGH CONSTRUCTIVIST APPROACH FOR CRITICAL THINKING SKILLS OF STUDENTS IN LEARNING GEOGRAPHY AT SMP NEGERI 4 SUNGAILIAT

BANGKA

By: Anugrah Sulistiani Filiphiandri First Preceptor: Prof. DR. Darsiharjo, M.S Second Preceptor: Prof. DR. Enok Maryani, M.S

This thesis is based on the existence of critical thingking skills important in the face of rapid changes in society due to state of developmen of information and communication technology very rapidly.The critical thingking skills necessary to be able to face the problems of life and seek resolution of any problems in a logical and proper life. In this study used the method of problem based learning through a constructivist approach, in which learners are expected to undergo the process of collaborative learning, searching for information or data before making decision to solve a problem. Basic competence in this study is “Describe Problems of Environment and Abatemen Efforts in Sustainable Development”. This is based on the severity of environment problem in Bangka where the implementation of this study, due to mining activities uncoventional. Environment issues is a shared responsibility, especially the study of geography who have learning resources available across the surface of the earth. There should be acommon awareness that all responsibility for the problems of environmental damage on Bangka Island. The method used in this study is quasi experimental research design with non- equivalent control group pretest-posstest design. Subject in this research were VIII.2 and VIII.3, first semester, academic year 2012/2013. Data collection techniques used were a test of critical thingking skill and observation. The result showed a significant difference in critical thingking test given before and after the experimen and a good change according to indicators of critical thingking. While the discussion of the methode used in the control class also have a significant influence on critical thingking skill, although not as big as that given by problem based learning. If the learning objectives to be achieved is to make the student capable of critical thingking. Analytical, systematic, and logical, then problem based learning can be considered to be applied in learning at school.

Keyword : Problem Based Learning, Conctructivist Approach, Critical Thingking Skill


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitiaan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. HakikatModelPembelajaran ... 12

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 12

2. Kondisi yang Mempengaruhi Penggunaan Suatu Model Pembelajaran ... 15

B. MetodePembelajaranBerbasisMasalah ... 16

1. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah ... 16

2. Beberapa Teori Pendukung Metode Pembelajaran Berbasis Masalah .. 17

3. Metode Diskusi ... 23

C. HakikatPendekatanPembelajaran Konstruktivis ... 25

1. Elemen-Elemen Pembelajaran Konstruktivis ... 27

2. Perbandingan Kelas Konstruktivis dengan Tradisional... 28

3. Kesukaran Penerapan Pembelajaran Konstruktivis ... 28

D. PengertianBerpikirKritis ... 29

1. Indikator Berpikir Kritis Menurut Ennis ... 31

2. Indikator Berpikir Kritis dan Indikator Pembelajaran ... 32

3. Strategi Berpikir Kritis ... 33

4. Keterkaitan Pendekatan Pembelajaran Konstruktivis dengan Keterampilan Berpikir Kritis ... 36

E. Hakikat Pembelajaran Geografi ... 37

1. Beberapa Konsep Geografi ... 37

2. Pengajaran Geografi di Tingkat Kurikulum Sekolah ... 39

F. Hasil Penelitian Sebelumnya... 41


(7)

BAB III MetodePenelitian ... 44

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 44

B. Desain Penelitian ... 45

C. Prosedur Penelitian... 46

D. Definisi Operasional... 46

E. Instrument Penelitian ... 49

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 50

1. Uji Validasi Soal ... 50

2. Uji Reliabilitas ... 51

3. Indeks Kesukaran ... 53

4. Daya Pembeda ... 54

G. Teknik Pengumpulan Data ... 56

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 56

I. Analisis Data ... 57

J. Uji Hipotesis ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60 A. DeskripsiUmum ... 60

1. Subjek Penelitian ... 60

2. Keadaan Kelas VIII ... 60

3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 63

4. Proses Pembelajaran ... 66

5. Hasil Posttest di Kelompok Eksperimen ... 79

6. Perolehan Skor Posttest, Pretest dan N-gain Tiap Individu pada Kelompok Eksperimen ... 81

7. Hasil Posttest di KelompokKontrol ... 84

8. Perolehan Skor Posttest, Pretest dan N-gain Tiap individu pada Kelompok Kontrol ... 86

B. Uji Prasyarat Analisis ... 90

1. Uji Normalitas ... 90

2. Uji Homogenitas ... 91

C. Uji Hipotesis 1. Hasil Pretest dan Posttest Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelompok Eksperimen ... 92

2. Hasil Pretest dan Posttest Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelompok Kontrol ... 94

3. Uji Hipotesis Perbedaan N-gain Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 96

4. Hasil Pengamatan Keterampilan Berpikir Kritis di Kelompok Eksperimen ... 99

5. Hasil Pengamatan Keterampilan Berpikir Kritis di Kelompok Kontrol ... 101


(8)

6. Perbedaan Hasil Pengamatan Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok

Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 104

7. Hasil Angket Perilaku Berpikir Kritis ... 104

D. Kendala-Kendala yang dihadapi dalam Problem Based Learning Untuk BerpikirKritis ... 106

E. Pembahasan ... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

A. Kesimpulan ... 111

B. Rekomendasi ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 114

LAMPIRAN INSTRUMEN PENELITIAN ... 119 LAMPIRAN DATA ... 192


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Keunggulan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah ... 17

2.2 Perbedaan dan Persamaan Teori Vygotsky dengan Teori Piaget ... 22

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi... 25

2.4 Perbandingan Kelas Tradisional dengan Konstruktivis ... 28

2.5 Indikator Berpikir Kritis Menurut Ennis ... 31

2.6 Indikator Berpikir Kritis dan Indikator Pembelajaran ... 33

3.1 Desain Penelitian ... 45

3.2 Indikator Berpikir Kritis dan Indikator Pembelajaran Berbasis Masalah ... 50

3.3 Hasil Uji Validasi Soal ... 51

3.4 Interpretasi Koefesien Korelasi Reliabilitas ... 52

3.5 Statistik Reliabilitas ... 52

3.6 Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal ... 53

3.7 Indeks Kesukaran Soal ... 54

3.8 Klasifikasi Daya Pembeda ... 55

3.9 Indeks Daya Pembeda Soal ... 55

3.10 Rangkuman Hasil Uji Coba Instrumen ... 55

3.11 Kriteria Indeks Gain ... 58

4.1 Perbandingan Komposisi Peserta Didik ... 60

4.2 Perbandingan Nilai Rata-Rata Mata Pelajaran Geografi ... 60

4.3 Hasil Pretest Akademik Kelas VIII ... 61

4.4 Uji Homogenitas Varians ... 61

4.5 Uji Normalitas ... 62

4.6 Hasil Pretest Berpikir Kritis Kelas VIII.2 dan VIII.3 ... 63

4.7 Daftar Nama dan Nilai Peserta didk Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 64

4.8 Data Rata-Rata Hasil Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 64

4.9 Frekuensi Pretest di Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 65

4.10 Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran di Kelas Eksperimen ... 69

4.11 Hasil Pengamatan di Kelompok Kontrol ... 74

4.12 Rubrik Penilaian ... 74

4.13 Hasil Posttest di Kelas Eksperimen ... 79

4.14 Frekuensi Skor Posttest Kelompok Eksperimen ... 79

4.15 Perolehan N-gain Tiap Individu pada Kelompok Eksperimen ... 81

4.16 Persentase N-gain Kelompok Eksperimen ... 83

4.17 Rata-rata Pretest, Posttest, N-Gain Kelompok Eksperimen ... 84

4.18 Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 85

4.19 Frekuensi Skor Postets Kelompok Kontrol ... 85

4.20 Perolehan N-gain Tiap Individu pada Kelompok Kontrol ... 86

4.21 Persentase N-gain Kelompok Kontrol ... 88

4.22 Rata-rata Pretest, Posttest, N-gain Kelompok Kontrol ... 88


(10)

4.24 Uji Normalitas Setelah Eksperimen ... 91

4.25 Hasil Uji Homogenitas Sebelum Eksperimen ... 91

4.26 Hasil Uji Homogenitas Setelah Eksperimen ... 92

4.27 Perbedaan Rata-Rata Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen ... 93

4.28 Perbedaan Nilai Posttest dengan Nilai Pretest Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ... 93

4.29 Perbedaan Nilai Posttest dengan Nilai Pretest Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ... 94

4.30 Perbedaan Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol ... 95

4.31 Uji-t Posttest dan Pretest Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol ... 96

4.32 Perolehan N-Gain Akhir Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 97

4.33 N-gain Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 98

4.34 Hasil Pengamatan Keterampilan Berpikir Kritis di Kelompok Eksperimen 99 4.35 Hasil Pengamatan di Keompok Kontrol ... 101

4.36 N-gain Hasil Pengamatan Keterampilan Berpikir KRitis Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 103


(11)

DAFTAR GAMBAR

3.1 Prosedur Penelitian ... 59

4.1 Grafik Uji Normalitas Hasil Pretest Akademik ... 62

4.2 Grafik Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 66

4.3 Grafik Frekuensi Skor Posttest Kelompok Eksperimen ... 80

4.4 Grafik Skor Posttest dan Pretest Kelompok Eksperimen ... 80

4.5 Grafik Perolehan N-Gain Kelompok Eksperimen ... 83

4.6 Grafik Perbedaan Rata-Rata Posttest, Pretest dan N-gain Kelompok Eksperimen ... 84

4.7 Grafik Frekuensi Skor Posstets Kelompok Kontrol ... 86

4.8 Frekuensi N-Gain Kelompok Kontrol ... 88

4.9 Grafik Perbedaan Rata-Rata Posttest, Pretest dan N-gain Kelompok Kontrol 89 4.10 Grafik Perbandingan Skor Posttest dan Pretest Kelompok Kontrol ... 90

4.11 Grafik Selisih N-Gain Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol. 90 4.12 Grafik Perubahan Skor Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ... 100

4.13 Grafik Hasil Pengamatan Keterampilan Berpikir Kritis di Kelompok Kontrol ... 102

4.14 Grafik Hasil Angket Perilaku Berpikir Kritis di Kelompok Eksperimen ... 104


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan satu upaya yang di tempuh oleh masyarakat untuk meraih kemajuan, dengan cara melakukan pemberdayaan para anggota masyarakat agar memiliki mutu kemampuan diri sesuai dengan yang diharapkan. Mutu diri yang diharapkan dari pendidikan menurut MJ. Langeveld dalam Rohman (2012:1) diistilahkan dengan „kedewasaan‟. Makna kedewasaan yang dimaksud adalah:

kondisi berkembangnya potensi yang dimiliki individu-individu anggota masyarakat mencakup seluruh dimensi yang melekat pada diri individu tersebut, mencakup dimensi: individualitas, sosialitas, rasionalitas, relijiusitas, dan moralitas. Dimensi individualitas tercermin pada sifat dan sikap seseorang berupa kemandirian, ketekunan, kerja keras, keberanian, kepercayaan diri, konsep diri, keuletan, kesabaran, semangat, dan pantang menyerah. Dimensi sosialitas tercermin dalam sikap dan perilaku kedermawanan, keramahan, saling tolong, toleransi, kerjasama, suka berbagi dengan sesama, berorganisasi, dan hidup bermasyarakat secara harmonis. Dimensi rasionalitas dapat diketahui melalui keruntutan penalaran, cara berpikir logis dan kritis, pernyataan yang mengedepankan data dan fakta, berfikir analisis sintesis, tidak gegabah dalam membuat prasangka, dan membuat penyimpulan yang solutif. Dimensi relijiusitas tampak pada ucapan dan tindakan berupa ketaatan menjalankan ajaran agama, ketekunan ibadah, keyakinan akan adanya Tuhan, kesalehan, keikhlasan, kesabaran, kesediaan berdakwah, dan kepasrahan atau tawakal. Dimensi historisitas terlihat dari pengetahuannya tentang nilai-nilai moral baik universal maupun lokal, pengetahuannya tentang akibat-akibat yang ditimbulkan dari perilaku moral, kemampuan membedakan moral baik dan buruk, kemampuan menjaga perilaku ketaatan moral, dan ketahanan dalam menghadapi aneka godaan. Pendidikan pun tidak hanya diartikan dan ditujukan sebagai upaya untuk memproduksi tenaga-tenaga ahli yang produktif bagi sektor ekonomi semata-mata, namun lebih dari itu, pendidikan harus diartikan sebagai wahana untuk memajukan kebudayaan dan peradaban suatu bangsa yang memiliki kemampuan dalam menyelesaikan setiap tuntutan dan tantangan yang terus menerus berubah-ubah dengan kecenderungan yang semakin kompleks. Semua ini berkepentingan dengan pendidikan yang berorientasi pada human investment (Mutakin, 2011:2).


(13)

Menurut Undang-Undang RI No 20/2003 SISDIKNAS, pengertian pendidikan adalah:

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, yang diperlukan dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan Negara.

Juga dikemukakan oleh Sanjaya (2010:80), bahwa:

Kurikulum berorientasi pencapaian kompetensi. Kompetensi yang dikembangkan adalah keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidak menentuan, ketidakpastian, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan seperti yang terjadi pada era globalisasi dewasa ini.

Terkait dengan hal diatas maka pendidikan nasional dituntut untuk tidak hanya membebani peserta didik dengan pengetahuan yang bersifat kognitif-teoritis, melainkan juga membekali mereka dengan pengetahuan praktis bernilai bagi pengembangan sikap dan keterampilan, agar dapat bertahan hidup dalam kondisi yang mengalami perubahan yang sangat cepat, penuh dengan pertentangan, ketidakpastian, ketidakmenentuan, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan, seperti yang terjadi pada era dewasa ini.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003), keterampilan hidup (life skill) merupakan keterampilan yang harus dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya. Departemen Pendidikan Nasional (2003) membagi keterampilan hidup (life skill) menjadi dua macam yaitu :

1. Keterampilan Hidup Generik (General life skill): Keterampilan hidup generik atau kecakapan yang bersifat umum, adalah kecakapan untuk menguasai dan memiliki konsep dasar keilmuan.

a. Keterampilan Personal (Personal Skill), yang terdiri dari : 1) Keterampilan Mengenal Diri (Self-Awarness Skill) 2) Keterampilan Berpikir (Thinking Skill)

b. Keterampilan Sosial (Social Skill). Keterampilan sosial disebut juga keterampilan antar-personal (inter-personal skill), yang terdiri atas : 1) Keterampilan Berkomunikasi


(14)

2. Keterampilan Hidup Spesifik (Specific life skill): Keterampilan hidup spesifik ini meliputi :

a. Keterampilan Akademik (Academic Skill)

b. Keterampilan Vokasional / Kejuruan (Vocational Skill)

Keterampilan berpikir (thingking skill) sangat diperlukan oleh anak-anak maupun orang dewasa untuk dapat membuat pilihan-pilihan serta menyelesaikan berbagai masalah, ditengah berbagai perubahan di masyarakat dimana informasi dan perkembangan pengetahuan semakin pesat. Menurut Sizer dalam Johnson (2012:182) menggunakan keahlian berpikir tingkatan lebih tinggi dalam konteks yang benar mengajarkan kepada peserta didik akan kebiasaan berpikir mendalam, kebiasaan menjalani hidup dengan cerdas, seimbang, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dikemukakan juga oleh Paul (1992:4):

The fundamental characteristic of the world students now enter is ever-accelerating change; a world in which information is multiplying even as it is swiftly becoming obsolute and out of date; a world in which ideas are continually restructured, retested, and rethought; where one cannot survive with simply one way of thinking; where one must continually adapt one's thinking to the thinking of others; where one must respect the need for accuracy and precision and meticulousness; a world in which job skills must continually be upgraded and perfected — even transformed. We have never had to face such a world before. Education has never before had to prepare students for such dynamic flux, unpredictability, and complexity for such ferment, tumult, and disarray.

Dunia yang dimasuki oleh peserta didik sekarang adalah dunia yang berubah sangat cepat; suatu dunia yang didalamnya memiliki bermacam informasi, ide-idenya secara terus-menerus berganti, dan kita tidak dapat bertahan dengan satu cara berpikir yang sederhana. Seseorang harus secara terus menerus mengadaptasi pemikirannya dengan pemikiran orang lain, yang menghargai kebutuhan akan ketepatan, ketelitian, dan kecermatan. Keterampilan kerja harus secara terus menerus diperbaharui dan disempurnakan.

Menurut Jhon Dewey sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak “No one doubts, theoretically, the importance of fostering in school good habits of thinking” (Dewey, 1916:124). Sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas yang menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan mengatasi masalah kehidupan nyata, maka pembelajaran disekolah harus purposeful (memiliki


(15)

makna yang jelas) dan tidak abstrak. Ada empat macam program yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik (Muijs dan Reynold, 2008:186):

1. Dengan mengajarkan keterampilan problem solving (mengatasi masalah) kepada peserta didik.

2. Mengajarkan self-awareness (kesadaran tentang diri sendiri), berawal dari keyakinan bahwa kinerja seseorang dapat ditingkatkan melalui pemahaman dan kesadaran yang lebih baik tentang proses berpikirnya sendiri (pendekatan metakognitif).

3. Dengan menggunakan pembelajaran open-ended aktif, yang didorong oleh model pembelajaran konstruktivis dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.

4. Menggunakan pendekatan berpikir formal yang mengintegrasikan program guru dengan pembelajaran regular dikelas.

Berpikir merupakan kegiatan menggunakan dan mengubah informasi dalam memori, karena sesungguhnya berpikir untuk membentuk konsep, menalar, berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif, dan memecahkan masalah (Santrock, 2009:7). Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi, menurut Angelo (1995:6) berpikir kritis adalah “most formal definition characterize critical thingking as the intentional application of rational, higher order thingking skills, such as analysis, synthesis, problem recognition, and problem solving, inverence, and evaluation”. Pernyataan Scriven dan Paul dalam Konferensi Internasional Pembaharuan Pendidikan dan Berpikir Kritis (Critical Thinking Community:1987) keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam diri peserta didik karena melalui keterampilan berpikir kritis, peserta didik dapat lebih mudah memahami konsep, peka terhadap masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu mengaplikasikan konsep dalam situasi yang berbeda. Dengan berpikir kritis, kita dapat mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti maksud di balik ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna di balik suatu kejadian (Johnson, 2012:185).

Ketika era pemerintahan orde baru, selama lebih dari tiga puluh tahun pendidikan melalui lembaga sekolah telah dimanipulasi dan dimanfaatkan oleh


(16)

pemerintah untuk menanamkan watak loyal dan kepatuhan (obedience) warga negara terhadap kekuasan negara (Rohman, 2012:9). Lembaga sekolah dianggap tepat karena ia memiliki fungsi utama dalam mentransformasikan segenap pengetahuan kognitif (cognitive knowledges), nilai-nilai (values), dan keterampilan (skills). Ini sejalan dengan kebijakan saat itu yang mana Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang memprioritaskan pada perkembangan ekonomi, menjadi sektor pendidikan sebagai penunjang bagi perkembangan ekonomi dan stabilitas keamanan. Kuantitas pendidikan lebih diprioritaskan daripada kualitas pendidikan (Tilaar, 2006:10). Ilmu pengetahuan sosial dan humaniora dianggap sangat kritis dalam melihat kebijakan-kebijakan yang dilakukakan oleh pemerintah pada saat itu. Menjadi hal yang sangat menakutkan bagi para penguasa ketika para mahasiswa menulis karya ilmiah berupa skripsi, tesis atau disertasi yang dinilai sangat kritis (Meliono, 2011:69). Orang-orang yang berseberangan dan kritis dianggap subversive yang ingin menjatuhkan pemerintah. Kegiatannya dipandang sebagai penghambat kemajuan bangsa serta membahayakan kekuasaan (Sihotang, 2012:3). Proses pendidikan yang bertujuan menjinakkan kesadaran peserta didik dibawah kepentingan kelompok penyelenggara kepentingan bersifat manipulative karena pendidikan menjadi tindakan yang membelenggu kebebasan, dan peserta didik diperkenalkan pada budaya bisu, budaya nrimo, patuh, taat hanya pada apa yang sudah ditentukan (Karyanto, 2011:117)

Masyarakat umumnya begitu mudah mereka terprovokasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, akibat rendahnya tingkat berpikir kritis, sehingga menyebabkan terjadinya kerusuhan-kerusuhan di beberapa wilayah di Indonesia. Beberapa peristiwa kerusuhan itu antara lain, kerusuhan Ambon (11/9/2011), kerusuhan yang terjadi untuk kesekian kalinya,yang terjadi di Ambon, yang disebabkan oleh adanya kecelakaan tunggal yang yang dialami oleh tukang ojek yang bernama Darkim Saimen, menabrak rumah seorang warga bernama Okto. Nyawa Darkim tidak dapat diselamatkan, dan meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. Namun isu yang berkembang di masyarakat Ambon saat itu Darkim meninggal akibat dibunuh. Terjadilah pertikaian antar dua kelompok


(17)

(kompas,11-09-2011). Peristiwa kerusuhan lainnya adalah kerusuhan Sampang (26-08-2012). Kerusuhan yang di sebabkan oleh adanya perseteruan antara dua orang bersaudara, namun kemudian berkembang menjadi konflik agama Islam antara kelompok Sunni dan Syi'ah di Nangkerenang, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang (Kompas, 28-08-2012). Contoh lain yang menunjukkan rendahnya tingkat berpikir kritis di masyakat kita adalah adanya dua pencari kerja, Nanang, 35 tahun, warga Desa Kalirejo dan Bambang, 40 tahun, warga Desa Mulyoagung keduanya di Kecamatan Bojonegoro, Jawa Timur, rela wajahnya ditato setelah dijanjikan bisa diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) (gatra.com, 12 Oktober 2008). Pien Supinah (69), dosen di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) melaporkan Eddi Cahyadi ke Kepolisian Daerah Jawa Barat. Laporan tersebut dilakukan, lantaran Pien menjadi korban penipuan dan penggelapan dana dengan total Rp 2,2 miliar yang berkedok investasi.Menurutnya, Pien bukanlah korban satu-satunya. Tetapi anak Pien pun turut menjadi korban yang menderita kerugian mencapai Rp 2 miliar.

Fakta yang terjadi dalam proses pembelajaran di kelas yang menggunakan teacher centre approach menjadikan peserta didik beranggapan proses belajar sebagai sesuatu yang membosankan, terlalu banyak hafalan, kurang variatif, dan berbagai keluhan lainnya. Peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir, proses pembelajaran hanya diarahkan untuk menghafal informasi, mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Padahal pendidikan IPS pada umumnya, dan pendidikan Geografi pada khususnya merupakan synthetic science, karena konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian ditentukan atau diobservasi setelah fakta terjadi (Yamin, 2012;143).

Hal yang sama pun terjadi di SMP Negeri 4 Sungailiat Bangka. Dari data yang peneliti peroleh, peserta didik beranggapan bahwa pembelajaran khususnya Geografi disekolah adalah pelajaran yang monoton karena peserta didik kurang dilibatkan dalam pembelajaran, peserta didik bersikap pasif, jarang ada yang mengajukan pertanyaan saat diberi kesempatan untuk bertanya, pada saat dilakukan penilaian tertulis peserta didik tidak memberikan jawaban yang


(18)

mendalam, tidak aktif dalam kegiatan diskusi, tidak bersemangat dalam menyelesaikan tugas, guru lebih sering menggunakan metode ekspositori dalam menerangkan pelajaran, sumber belajar hanya dari buku, dan media pembelajaran yang kurang variatif. Hal ini berdampak pada rendahnya peserta didik yang dapat mencapai nilai KKM yang ditentukan yaitu 76 .

Oleh karena itu kemampuan untuk selalu dapat mengembangkan metodologi, psikologi dan strategi dalam pembelajaran tidak dapat terelakkan,termasuk dalam pembelajaran Geografi, karena ditinjau dari sudut pandang mikro, permasalahan pendidikan ada disekolah, bahkan di dalam ruang kelas, dimana para pendidik dan peserta didik terlibat dalam proses interaksi edukatif. Menurut EFA Global Monitoring Report: The learning process is very complicated, but at its centre is the relationship between learners and teachers dalam Budimansyah (2010:37). Dengan kata lain bahwa proses pembelajaran sangat kompleks tetapi pada titik sentralnya adalah hubungan antara peserta didik dengan para pendidik. Didalam kelaslah proses pembentukan kecerdasan peserta didik dilakukan dengan landasan dari proses yang telah dilakukan di rumah.

Sesungguhnya ada empat alasan mengapa perlu mempelajari Geografi, menurut Maryani (2006:1) , yaitu: 1) Alasan eksistensi manusia, 2) Alasan Etika, 3) Alasan pengembangan intelektual, 4) Alasan praktis. Pembelajaran geografi juga sangat penting untuk memahami;

1. Ketimpangan distribusi sumber daya alam.

2. Meluruskan pandangan pengetahuan yang sifatnya pragmatis. 3. Advokasi pendekatan deduktif-prediktif.

4. Berguna untuk memahami masalah-masalah yang berkenaan dengan kemanusiaan, meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air, mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa, mengenal berbagai potensi suatu daerah atau suatu negara, mengobarkan semangat perjuangan, memahami permasalahan yang aktual disekitar anak didik, peningkatan taraf hidup melalui pengenalan dan pemanfaatan sumber daya, memberikan wawasan global baik dalam bentuk peluang maupun tantangan, memberikan keterampilan dalam membuat dan memberikan informasi tentang kebumian.

Pertemuan para ahli di Semarang dalam Seminar dan Lokakarya Peningkatan Kualitas Pengajaran Geografi 1988 menghasilkan suatu definisi bahwa Geografi


(19)

adalah ilmu yang mempelajari persamaaan dan perbedaan fenomena geosfera dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan (Pasha, 2002:82). Berdasarkan konsep ini maka jelaslah bahwa obyek studi Geografi adalah geosfer yaitu permukaan bumi yang merupakan bagian dari bumi, atmosfer (lapisan udara), litosfer (lapisan batuan), biosfer (lapisan kehidupan) dan hidrosfer (lapisan air dan perairan). Menurut Maryani (2006:8) secara garis besar dapat dikemukakan bahwa studi geografi berkenaan dengan :

1. Lapisan udara (atmosfer) membentuk iklim dan cuaca.

2. Lapisan batuan (litosfer) membentuk bentang lahan berupa pegunungan, perbukitan, dataran, plato (dataran tinggi), gunung api, dan lapisan tanah.

3. Lapisan air (hidrosfer) berupa laut, danau, sungai, dan air tanah. 4. Lapisan kehidupan (biosfer) berupa kehidupan binatang dan

tumbuhan.

5. Lapisan manusia (antroposfer) berupa kehidupan manusia termasuk didalamnya jumlah, perkembangan, sistem sosial, ekonomi, politik, sistem reliji, bahasa, dan teknologi.

Studi Geografi tidak terlepas dari kenyataan kehidupan manusia di permukaan bumi sebagai hasil interaksi antara manusia dengan gejala-gejala geografi di permukaan bumi. Studi geografi berkaitan dengan: 1) permukaan bumi (geosfer), 2) alam lingkungan (atmosfer, litosfer, hidrosfer, biosfer), 3) manusia dengan kehidupannya (antroposfer), 4) persamaan dan perbedaan penyebaran keruangan gejala alam dan kehidupan, serta, 5) analisis hubungan keruangan gejala-gejala geografi di permukaan bumi (Sumaatmadja, 2001:12). Dari ruang lingkup pembelajaran geografi yang tersebut diatas, maka telah dapat diketahui bahwa sumber materi pembelajaran geografi dapat diperoleh di seluruh permukaan bumi ini. Kehidupan manusia di masyarakat, alam lingkungan dengan segala sumberdayanya, wilayah-wilayah ada dipermukaan bumi, semua dapat menjadi sumber pembelajaran geografi. Fairgrieve mengemukakan fungsi pendidikan dan pembelajaran geografi (Sumaatmadja, 1997: 16) sebagai berikut:

a. Membina masyarakat warga masyarakat yang akan datang untuk sadar akan kedudukannya sebagai makhluk sosial terhadap kondisi dan permasalahan kehidupan yang dijalaninya.


(20)

b. Mengembangkan kemampuan calon warga masyarakat dan warga negara yang akan datang untuk berpikir kritis terhadap masalah kehidupan yang ada disekitarnya.

c. Melatih warga masyarakat untuk cepat tanggap terhadap kondisi lingkungan serta kehidupan dipermukaan bumi pada umumnya.

Peran guru sebagai fasilitator dan demonstrator di kelas sangat penting untuk tercapainya pembelajaran yang efektif dan efesien. Dengan demikian maka permasalahan tentang kurangnya penerapan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kondisi peserta didik oleh guru mata pelajaran geografi akan di atasi dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis. Untuk itu maka judul penelitian ini adalah “Peranan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Melalui Pendekatan Konstruktivis Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Dalam Pembelajaran Geografi di SMP Negeri 4 Sungailiat Bangka”.

Metode pembelajaran berbasis masalah adalah metode yang di rancang untuk mengajarkan skill-skill pemecahan masalah (problem solving) dan penelitian (inquiry). Dalam metode ini peserta didik diarahkan untuk menjadi pembelajar mandiri yang terlibat secara aktif dalam pembelajaran berkelompok. Metode ini juga membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan dalam memberikan alasan dan berpikir ketika mencari data atau informasi agar menemukan solusi untuk suatu masalah yang autentik. Pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kajian seorang filsuf pendidikan John Dewey, yang menekankan pentingnya pembelajaran melalui pengalaman (belajar dari pengalaman). Pada dasarnya, Dewey percaya bahwa anak-anak merupakan para pembelajar yang aktif secara sosial yang belajar dengan cara mengeksplorasi lingkungan mereka.

Dalam metode pembelajaran berbasis masalah yang menggunakan pendekatan konstruktivistik, peserta didik diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, peserta didik akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara rasional. Dengan Pendekatan


(21)

konstruktivis, pembelajaran menggunakan beragam sumber informasi sebagai sumber belajar, sehingga akan mendorong peserta didik untuk memahami lebih dalam terhadap materi pembelajaran, menemukan makna dalam setiap proses pembelajaran serta berpikir kritis terhadap suatu permasalahan. Berkaitan dengan geografi, melalui pendekatan konstruktivis, proses pembelajaran akan membantu peserta didik untuk mengembangkan perspektif spasial dan geografis terhadap dunia, membantu peserta didik mengambil keputusan yang informatif dan kompeten mengenai hubungan manusia dengan lingkungannya, serta berpikir kritis dalam pemanfaatan teknologi untuk lingkungannya.

B.Rumusan Masalah

Menurut Creswell (2012:196) rumusan masalah merupakan pertanyaan-pertanyaan tentang hubungan antara variabel-variabel yang akan dianalisis oleh peneliti. Sedangkan menurut Sugiyono (2012:59), rumusan masalah adalah suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang telah disusun yaitu:

1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis pada kelompok kelas eksperimen setelah dan sebelum eksperimen?

2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis pada kelompok kontrol ?

3. Apakah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis pada kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen setelah eksperimen?

4. Kendala apa sajakah yang dihadapi guru dan peserta didik dalam menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis di SMPN 4 Sungailiat Bangka?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hasil yang ingin dicapai setelah dilakukan penelitian. Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah:

1. Mengukur perbedaan kemampuan berpikir kritis pada kelompok kelas eksperimen setelah dan sebelum eksperimen.


(22)

2. Mengukur perbedaan kemampuan berpikir kritis pada kelompok kontrol setelah dan sebelum eksperimen.

3. Mengukur perbedaan keterampilan berpikir kritis pada kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.

4. Mendeskripsikan kendala yang dihadapi guru dan peserta didik dalam menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis.

D.Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat :

1. Memberikan kontribusi pemikiran kepada stake holder pendidikan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pendidikan di daerah. 2. Sebagai bahan masukan bagi guru geografi untuk menerapkan pembelajaran

geografi dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis.

3. Sebagai bahan untuk membantu mengembangkan wawasan para pengawas dan perekayasa kurikulum di tingkat kabupaten dan kota tentang penerapan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah.


(23)

44

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan ada atau tidak perbedaan keterampilan berpikir kritis peserta didik yang mengikuti pembelajaran Geografi dengan metode pembelajaran berbasis masalah pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol yang melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi di SMP Negeri 4 Sungailiat Bangka.

SMPN 4 Sungailiat Bangka memiliki kelas VIII sebanyak 4 kelas. Dari keempat kelas tersebut peneliti menganggap responden memiliki ciri-ciri dan karakter yang relatif hampir sama (dalam hal ini kondisi ekonomi dan kemampuan akademik). Karena memiliki karakter yang relatif sama, maka keempat kelas tersebut memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel dalam penelitian. Untuk itu digunakan teknik purposive sampling untuk menentukan 2 kelas yang akan dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP N 4 Sungailiat Bangka yang terdiri dari empat kelas dengan jumlah peserta didik seluruhnya 132 orang dengan rincian kelas VIII.1=33 orang, kelas VIII.2=33 orang, kelas VIII.3=33 orang dan kelas VIII.4=33 orang.

Untuk menentukan kelas mana yang akan dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol peneliti akan melihat dari nilai raport mata pelajaran Geografi, nilai hasil pretest akademik (lihat Lampiran VII). Dua kelas yang memiliki nilai rata-rata kelas mata pelajaran Geografi dan nilai hasil pretest akademiknya tidak terlalu jauh perbedaannya akan dipilih sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dua kelas yaitu kelas VIII.2 dan kelas VIII.3. Kedua kelas tersebut akan diundi kembali untuk ditetapkan kelas mana yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol (random assignment). Setelah diundi kembali keluarlah kelas VIII.2 sebagai kelas eksperimen, dan kelas VIII.3 sebagai kelas kontrol. Kedua kelompok akan memperoleh pretest kemampuan berpikir kritis, yang mana melalui hasil pretest kemampuan berpikir kritis tersebut akan dibentuk


(24)

45

dua “kelompok sejodoh” antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Peneliti membentuk kelompok kontrol yang anggotanya mempunyai “jodohnya” atau “padanannya” dalam kelompok eksperimen. Jodoh yang dimaksud adalah orang yang mempunyai ciri-ciri yang sama, dalam penelitian ini adalah nilai pretest berpikir kritisnya yang sama (Emzir, 2012:88 dan Nasution, 2011:32). Jadi eksperimen dilakukan dengan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang menerima pembelajaran dengan metode pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis sedangkan kelas peserta didik dikelas kontrol akan menerima pembelajaran dengan metode diskusi.

B.Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan dua variabel, variabel bebas (variable X1) dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis sebagai treatmen yang dilakukan di kelas eksperimen. Variabel kontrol (variable X2) adalah metode diskusi yang dilakukan sebagai treatmen pada kelas kontrol. Sedangkan variabel terikat (variable Y) dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir kritis siswa. Jenis desain eksperimen yang peneliti gunakan adalah desain non equivalent Control-Group Desain, biasanya perilaku kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diukur sebelum dan sesudah perlakuan.

Table 3.1 Design penelitian

O =pre test and post test X =Perlakuan/treatmen O2= Post Test

O1= Pre test

Experiment Group A O1 X1 O2

Control Group B O1 X 2 O2


(25)

46

C.Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah, atau tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam kegiatan penelitian. Dalam penelitian ini prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan pretest akademik untuk mendapatkan nilai rata-rata seluruh kelas VIII SMP 4 Sungailiat Bangka.

2. Mendapatkan dua kelas yang memiliki rata-rata nilai akademik Geografi yang hampir sama, yaitu kelas VIII.2 dan kelas VIII.3.

3. Mengadakan pretest (T1) berpikir kritis baik dikelompok eksperimen dan dikelompok kontrol untuk mendapatkan T1.

4. Melakukan percobaan sebanyak tiga kali pertemuan terhadap kelompok eksperimen yaitu kelas VIII.2 dengan memberikan metode pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran IPS Geografi.

5. Untuk kelompok kontrol yaitu kelas VIII.3 akan diberikan pembelajaran dengan metode diskusi sebanyak tiga kali pertemuan.

6. Mengadakan posttest (T2) baik dikelompok eksperimen dan dikelompok kontrol untuk mendapatkan T2.

7. Menghitung perbedaan rata-rata T1 dan T2 baik pada Ke maupun Kk dengan menggunakan metode statistik teknik SPSS versi 16.

8. Menghitung perbedaan rata-rata antara T2 e dan T2k untuk mengetahui pendekatan mana yang lebih efektif dengan cara melakukan uji signifikan dari perbedaan rata-rata antara T2 e dengan T2 k.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasikannya, atau suatu batasan atau arti suatu variabel dengan memerinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur suatu variable (Kerlinger, 2004:51)

a. Metode Pembelajaran Berbasis Masalah adalah metode pembelajaran yang berlandaskan pada teori konstruktivis yang berpandangan bahwa peserta didik


(26)

47

menyusun pengetahuan dengan cara membangun pengetahuannya sendiri atau dengan cara berinteraksi dengan orang lain, serta menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri. Pembelajaran berbasis masalahpun dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan proses penyelesaian masalah secara ilmiah, dimana masalah yang dapat dimunculkan memiliki kriteria sebagai berikut: 1) masalah yang dimunculkan bersifat autentik atau berkaitan dengan kehidupan nyata peserta didik, 2) masalah bersifat misteri atau teka-teki, agar memberikan kesempatan kepada peserta didik memberikan solusi-solusi alternatif, berdialog, berdebat, 3) masalah yang dimunculkan harus bermakna dan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, 4) masalah yang diberikan harus cukup luas, namun disesuaikan dengan waktu, ruang dan sumber dayanya, 5) masalah harus mendapat manfaat dari usaha kelompok.

b. Pendekatan konstruktivis adalah pendekatan yang berpusat pada pembelajar (learner centre) yang menekankan pentingnya para individu membangun pengetahuannya dan pemahaman secara aktif melalui bimbingan para guru. Terdapat beberapa elemen dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivis: 1) Mengaitkan ide dengan pengetahuan sebelumnya; 2) modeling: Menunjukkan kepada murid tentang proses-proses yang dilakukan untuk menyelesaikan sebuah tugas: 3) Schaffolding : Memberikan bantuan kepada murid untuk mencapai tugas-tugas yang belum dapat mereka kuasai sendiri; 4) Coaching: Memotivasi dan mendukung peserta didik dengan memberikan bantuan menyelesaikan soal-soal secara mandiri atau didalam kelompok dan adanya cognitive coaching yang membantu peserta didik untuk lebih menyadari proses-proses berpikirnya; 5) Artikulasi : Peserta didik diberi kesempatan untuk mempresentasikan ide-ide dan argumen-argumen, dan mempertahankannya didepan peserta didik yang lain dan guru; 6) Refleksi: Memberikan kesempatan kepada murid untuk mendiskusikan temuan, ide, dan strategi mereka ; 7) Kolaborasi: Adanya percakapan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menelaah, mengelaborasi, mengakses,


(27)

48

dan membangun pengetahuan di dalam konteks sosial; 8) Ekspolorasi dan Menyelesaikan Masalah; adanya kegiatan yang dilakukan peserta didik berupa mencari data dan informasi yang menjawab sebuah pertanyaan atau yang membantu menyelesaikan suatu masalah; 9) Opsi/Pilihan; Peserta didik diberi tugas, proyek, atau pekerjaan yang akan mereka kerjakan; 10) Fleksibilitas: Memberikan respon terhadap ide peserta didik , dan pelajaran dapat berjalan kearah yang berbeda dengan rancangan aslinya; 11) Adaptif: Adanya variasi dalam proses pembelajaran; 12) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan berbagai cara yang berbeda dalam menyelesaikan masalah.

c. Berpikir Kritis adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi dimana sebelum mengambil informasi yang dijadikan landasan dalam bertindak melakukan langkah-langkah sebagai berikut: mengenali permasalahan, menemukan metode untuk menyelesaikan masalah, mengumpulkan dan menyusun data dan informasi pendukung dalam menyelesaikan masalah, mengetahui anggapan-anggapan dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, menggunakan bahasa yang tepat dan jelas dalam membicarakan suatu permasalahan, mengevaluasi data dan fakta serta pernyataan-pernyataan, meneliti hubungan yang logis antara persoalan yang ada dengan jawaban-jawaban yang tersedia serta menarik kesimpulan dari persoalan yang sedang dibicarakan.

d. Alasan Pemilihan Kompetensi Dasar “Mendeskripsikan permasalahan lingkungan hidup dan upaya penanggulangannya dalam pembangunan berkelanjutan” dalam penelitian “Pengaruh Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Melalui Pendekatan Konstruktivis Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik di SMPN 4 Sungailiat Bangka”

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMPN 4 Sungailiat, dimana secara geografis, sekolah ini terletak di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pulau Bangka terletak disebelah pesisir timur Sumatera Selatan,berbatasan dengan Laut Cina Selatan di sebelah utara, Pulau Belitung di sebelah timur,dan laut Jawa disebelah selatan. Letak Astronomis 1⁰20’-3⁰ 7’ LS dan 105⁰-107⁰ BT. Terdiri atas rawa-rawa, dataran


(28)

49

rendah, bukit-bukit. Keistemewaan pantainya adalah pantai landai, berpasir putih dihiasi hamparan batu granit.

Letak dan kondisi geografis yang demikian menjadikan sebagian besar peserta didik bertempat tinggal diwilayah yang tidak jauh dari laut yang merupakan salah satu bagian dari air permukaan. Secara ekonomi, sebagian besar penduduk bermata pencaharian penambang timah, pegawai, nelayan, petani, dan pedagang. Akibat dari kegiatan penambangan timah yang dilakukan selama ini menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan maupun sosial. Penambangan yang dilakukan diwilayah laut, menyebabkan kerusakan wilayah pantai dan laut. Penambangan didarat menyebabkan kerusakan alam yang ada di darat. Penambangan meninggalkan lobang bekas-bekas galian. Hutan-hutan sebagai wilayah tangkapan air ditebangi, menyebabkan saat musim kemarau sebagian besar penduduk mengalami kesulitan air, karena persediaan air tanah kurang. Sedangkan pada saat musim hujan mengalami banjir, karena berkurangnya akar tumbuhan yang dapat menyimpan air.

Kompetensi dasar “Mendeskripsikan permasalahan lingkungan hidup dan upaya penanggulangannya dalam pembangunan berkelanjutan” menurut peneliti sangat hands on, real, sesuai dengan kehidupan nyata peserta didik. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran konstruktivis, yakni belajar selalu dikonseptualisasikan, artinya belajar yang baik jika pelajaran baru dihubungkan secara eksplisit dengan apa yang telah diketahui. Selain itu pembelajaran adalah bagaimana memberdayakan peserta didik, serta memungkinkan peserta didik untuk menemukan dan melakukan refleksi terhadap pengalaman-pengalaman realistik. Ini akan menyebabkan peserta didik memahami lebih dalam jika dibandingkan dengan memorisasi permukaan ( Muijs dan Reynold, 2008:99).

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan format observasi. Tes disusun berdasarkan indikator dan kompetensi dasar pelajaran Geografi kelas VIII semester ganjil juga berdasarkan indikator berpikir kritis yang akan dicapai oleh peserta didik sedangkan format observasi digunakan untuk mengamati keterampilan berpikir kritis peserta didik serta untuk mengamati


(29)

50

pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah dikelas. Lembar format observasi dibuat berdasarkan indikator berpikir kritis dan indikator pembelajaran berbasis masalah seperti pada tabel 3.2 berikut ini.

Table 3.2

Indikator Berpikir Kritis dan Indikator Pembelajaran Berbasis Masalah

No Sub Variabel Indikator

1. Penjelasan. 1. Mengenali fokus isu, pertanyaan dan kesimpulan.

2.Bertanya dan menjawab pertanyaan.

2. Dasar untuk keputusan. 1. Mengamati, dan menilai hasil pengamatan. 3 Kesimpulan. 1. Mencari sebab, dan menilai sebab.

2. Menarik kesimpulan dan menilai suatu kesimpulan.

4. Kemampuan Metakognisi; membuat dugaan dan penggabungan.

1. Menggabungkan kemampuan-kemampuan lain dalam membuat dan mempertahankan kesimpulan.

2. Membuat Pertimbangan/alternatif. 5. Pembantu Kemampuan

Berpikir kritis.

1. Menggunakan strategi kepandaian berbicara yang tepat dalam suatu diskusi dan presentasi.

Sumber: Ennis 1991

Hasil format observasi akan diukur melalui rentangan nilai 1 sebagai nilai terendah dan 4 sebagai nilai tertinggi.

A.Proses Pengembangan Instrumen

Proses pengembangan instrumen antara lain Validasi soal dan reliabilitas soal, indeks kesukaran, daya pembeda, dan kualitas pengecoh.

1. Validasi soal.

Validasi soal bertujuan untuk menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2010:211).

Uji Validitas digunakan rumus korelasi Product Moment sebagai berikut.

 

  2 2 2 2 ) ( ) ( ) ( ) ( ) )( ( ) ( Y Y n X X n Y X XY n rxy


(30)

51

N = jumlah subyek X = skor suatu butir/item Y = skor total

Nilai r kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (rkritis). Bila rhitung dari rumus di atas lebih besar dari rtabel maka butir tersebut valid, dan sebaliknya

(Arikunto,2010:213).Dalam penelitian ini, perhitungan uji validitas soal dilakukan dengan bantuan SPSS 16, diperoleh hasil seperti pada tabel 3.3 berikut:

Table 3.3 Hasil Uji Validasi Soal

No Butir soal r hitung signifikansi Keterangan

1. X1 0,360 - Tidak valid

2 X2 0,559 Signifikan Valid

3. X3 0,666 Signifikan Valid

4. X4 0,719 Sangat Signifikan Valid

5. X5 0,464 Signifikan Valid

6. X6 0,749 Sangat signifikan Valid

7. X7 0,646 Signifikan Valid

8. X8 0,778 Sangat signifikan Valid Sumber: Diolah dari data primer 2013

Hasil uji validitas pada tabel 3.3 diatas menunjukkan nomer butir soal 3, 4, 5, 6, 7, 8, dapat digunakan sebagai butir instrumen karena memiliki harga r lebih dari 0,361. Sedangkan butir soal nomer 1 ditolak karena memiliki harga r hitung kurang dari 0,361, yaitu 0,360. Koefesien korelasi memperlihatkan kesesuaian fungsi aitem soal dalam mengungkapkan perbedaan individu.

2. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan informasi apakah suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Reliabilitas menunjukkan keterandalan sesuatu (Arikunto, 2010:221). Dalam


(31)

52

penelitian ini, peneliti menggunakan rumus Alpha untuk mendapatkan harga reliabilitas. Hal ini dilakukan karena rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, ini tepat untuk peneliti gunakan karena dalam instrumen penelitian, skor yang digunakan adalah 4 untuk skor tertinggi dan 1 untuk skor terendah. Uji reliabilitas dengan rumus Alpha adalah sebagai berikut:

             

2

2 11 1 1 t b V k k

r  , (Arikunto, 2010: 193)

Dimana: r11= realibilitas instrumen.

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2

b

 = jumlah varian butir/item 2

t

V = varian total

Penginterpretasian koefesien korelasi yang diperoleh dapat diklasifikasikan sebagaimana dalam tabel 3.4 seperti berikut ini:

Table 3.4

Interpretasi Koefesien Korelasi Reliabilitas Koefesien Korelasi Interpretasi 0,90 ≤r11 ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi 0,70 ≤ r11< 0,90 Reliabilitas tinggi 0,40 ≤ r11< 0,70 Reliabilitas sedang 0,20 ≤ r11< 0,40 Reliabilitas rendah r11 < 0,20 Reliabilitas sangat rendah

Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel dengan menggunakan teknik ini, bila koefisien reliabilitas (r11) > 0,6. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan program SPSS 16 diperoleh hasil seperti pada tabel 3.5 di berikut ini.

Tabel 3.5 Reliability Statistics

Cronbach’s

alpha

N of items

.804 7


(32)

53

Nilai Cronbach’s Alpha menunjukkan nilai sebesar 0,804. Berdasarkan kriteria yang terdapat pada tabel 3.3 diatas, maka instrumen ini memiliki reliabilitas yang tinggi .

2. Indeks Kesukaran

Arikunto (2006:207) menjelaskan bahwa soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang peserta didik mempertinggi usahanya memecahkan. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan peserta didik menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi, karena diluar jangkauannya.

Indeks kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal yang berkisar antara 0,00 sampai 1,0. Soal dengan indeks kesukaran 0.00 menunjukkan soal itu telalu sukar, sebaliknya indeks kesukaran 1,0 menunjukkan soal terlalu mudah. Untuk memperoleh indeks kesukaran butir soal dapat menggunakan rumus:

P

=

dengan: P adalah indeks kesukaran, B adalah banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar, dan Jx adalah jumlah seluruh siswa peserta tes.Indeks kesukaran diklasifikasikan seperti tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal P-P Klasifikasi 0,00-0,29 Sukar 0,30-0,69 Sedang 0,70-1,00 Mudah (Arikunto, 1999: 210)

Hasil setelah dilakukan pengolahan data butir soal yang valid, maka diperoleh indeks kesukaran soal seperti pada tabel 3.7 berikut.


(33)

54

Table 3.7 Indeks Kesukaran Soal

No No Butir Asli Tkt. Kesukaran Tafsiran

1 1 76,56 Mudah

2 2 67,19 Sedang

3. 3 50,00 Sedang

4. 4 60,94 Sedang

5. 5 92,19 Sangat mudah

6. 6 70,31 Sangat mudah

7. 7 53,13 Sedang

8. 8 64,06 Sedang

Sumber: Diolah dari data primer 2013 3. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah. Azwar (1987:132) menyatakan suatu butir soal dikatakan baik apabila memiliki daya pembeda yang besar yaitu suatu butir soal yang dijawab betul oleh seluruh atau sebagian besar subjek kelompok atas dan di jawab salah oleh seluruh atau sebagian besar subjek kelompok bawah. Semakin besar perbedaan proporsi penjawab betul dari kelompok atas dan kelompok bawah maka semakin baik soal itu. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi disingkat D (d besar). Angka daya pembeda berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Perhitungan daya pembeda dapat menggunakan rumus:

DP=

Keterangan : DP = daya pembeda soal uraian

MeanA = rata-rata skor siswa pada kelompok atas MeanB = rata-rata skor siswa pada kelompok bawah Skor Maksimum = skor maksimum yang ada pada pedoman

penskoran

Untuk pengklasifikasian daya pembeda soal dapat dilihat pada tabel 3.8 berikut ini:


(34)

55

Table 3.8

Klasifikasi Daya Pembeda Indeks Daya Pembeda Klasfikasi

0,00 – 0,20 Buruk

0,20 – 0,40 Cukup

0,40- 0,70 Baik

0,70 – 1,0 Baik Sekali Negatif Semuanya tidak baik

Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil seperti berikut pada tabel 3.9 Table 3.9

Indeks Daya Pembeda Soal No No Butir

Asli

Kelompok Atas

Kelompok Bawah

Beda Indeks DP

Keputusan

1. 1. 3,25 2,88 0,38 0,09 Diperbaiki

2. 2. 3,63 1,75 1,88 0,46 Diterima

3. 3. 2,88 1,13 1,75 0,43 Diterima

4. 4 3,88 1,00 2,88 0,71 Diterima

5. 5 4,00 3,38 0,63 0,15 Diperbaiki

6. 6 3,63 2,00 1,63 0,40 Diterima

7. 7 2,75 1,50 1,25 0,31 Diterima

8. 8 3,75 1,38 2,38 0,59 Diterima

Sumber:Diolah dari data primer 2013

Seluruh rangkuman hasil pengembangan soal dapat dilihat pada tabel 3.10 berikut

ini:

Table 3.10

Rangkuman Hasil Uji Coba Instrumen No

Urut

Nomer butir soal asli

Taraf kesukaran Daya Beda Validitas Keputusan

1. 1 Mudah Buruk Tidak valid Ditolak

2. 2 Sedang Baik Valid Diterima

3. 3 Sedang Cukup Valid Diterima

4. 4 Sedang Baik sekali Valid Diterima

5. 5 Sangat mudah Buruk Valid Diterima

6. 6 Sangat mudah Baik Valid Diterima

7. 7 Sedang Cukup Valid Diterima

8. 8 Sedang Baik Valid Diterima


(35)

56

B.Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data diperoleh melalui soal tes hasil belajar, baik pre test maupun posttest, yang berkaitan dengan pengaruh penggunaan metode pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik. Sedangkan wawancara dan kuesioner terhadap peserta didik dan guru hanya digunakan untuk mengetahui sikap peserta didik mengenai pendapatnya tentang keefektifan pembelajaran konstruktivis.

C.Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data dilakukan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah: mengelompokkan data berdasarkan variable dari seluruh responden, menyajikan data, melakukan perhitungan untuk merumuskan masalah dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.

Analisis data menggunakan statistic inferensial, menurut Sugiyono (2012:201) statistic inferensial adalah “statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya akan digeneralisasikan untuk populasi dimana sampel diambil. Ada dua macam statistic inferensial, yaitu statistic parametric dan statistic non parametric. Statistik parametric digunakan untuk menganalisis data interval atau rasio yang diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Statistik non parametric digunakan untuk menganalisis data nominal, data ordinal dari populasi yang bebas distribusi.

D.Analisis Data

Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran konstruktivis dalam pembelajaran IPS Geografi pada pokok bahasan mengenai “ Memahami usaha manusia untuk mengenali perkembangan lingkungannya “, dilakukan analisis kuantitatif melalui statistik uji t. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik SPSS versi 16 untuk memperoleh nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-rata dan standar deviasi dari hasil analisa data yang diperoleh dari nilai pretest


(36)

57

pada kelas kontrol. Untuk menganalisi hasil eksperimen yang menggunakan pretest dan posttest one group design rumusnya adalah

t=

dengan keterangan:

Md = mean dari perbedaan pretest dengan posttest (posttest-pretest) Xd = deviasi masing-masing subjek (d-md)

∑x2

d = jumlah kuadrat deviasi N = subjek pada sampel d.b = ditentukan dengan N-1

E.Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis maka akan dilakukan dengan cara Uji t dengan membandingkan hasil tes (pretest dan posttest) antara kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk diketahui perbedaan rata-rata hasil tes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Apabila berdasarkan data yang terkumpul ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi suatu teori. Untuk tesis ini maka apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pembelajaran konstruktivis dalam pembelajaran Geografi. Untuk mengukur tingkat perubahan berpikir kritis peserta didik sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran maka akan dilakukan uji Gain. Perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-Gain) dengan rumus Hake:

g=

Keterangan:Spost : Skor tes akhir

Spre : Skor tes awal


(37)

58

Table 3.10 Kriteria Indeks Gain

Batasan Kategori

g > 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g ≥ 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

1. Analisa corrected item total correlation.

Analisa ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total dan melakukan koreksi terhadap nilai koefesien korelasi yang overestimate. Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikan 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

-. Jika r hitung ≥r table, maka instrument atau item –item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (valid).

- jika r hitung ≤ r table,maka instrument atau item-item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (tidak valid).

Dalam menentukan layak atau tidaknya suatu item yang akan digunakan biasanya dilakukan uji signifikan koefesien korelasi pada taraf signifikan 0,05 artinya suatu item dianggap valid jika berkorelasi signifikan dengan skor total item (Priyatno, 2012:117). Atau jika koefesien korelasi dilakukan penilaian langsung bisa digunakan batas nilai minimal korelasi 0,30. Karena menurut Azwar (1987) semua item yang mencapai koefesien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Secara keseluruhan prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini.


(38)

59

Prosedur Penelitian

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian 2013

Memilih Masalah “Pengaruh Metode PBL

terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik dalam Pembelajaran Geografi di

SMPN 4 Sliat Bangka”

Studi Pendahuluan dengan melakukan studi pustaka

Merumuskan Masalah :Apakah Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen? Apakah terdapat perb yg signifikan kemampuan berpikir kritis pada kelompok kontrol? Apakah terdapat perb kemampuan

berpikir kritis pada kelompok kontrol dengan klp eksperimen?Kendala apa sajakah yang dihadapi dl mnerapkan PBl?

Merumuskan Hipotesis:Terdapat perbedaan ketr berpikir kritis yang sig.pada kelom eksp. Terdapat perbedaan yg sig pd pemb. metode

diskusi.Terdapat perb data gain antara kel eksp dgn kel kontrol

Memilih Pendekatan :Pendekatan Konstruktivis

Memilih Variabel Menentukan sumber data: populasi

SMPN 4 sliat/sampel kelas VIII.2&VIII.3

Menentukan dan Menyusun Instrumen:tes ,kuesioner, checklist Mengumpulkan data

Analisis Data : Menggunakan Statistik Inferensial dan statistik

parametrik


(39)

(40)

111

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Sesungguhnya pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah pembelajaran yang dirancang bukan untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik, namun pembelajaran ini dikembangkan untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikirnya, memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata serta menjadi pembelajar yang mandiri.

Selain itu pembelajaran berbasis masalah dapat juga mengembangkan kemampuan berpikir para peserta didik, mengembangkan sikap ingin tahu, cara berpikir obyektif, mandiri, kritis, analitis, serta diharapkan peserta didik mampu menghadapi permasalahan dilingkungannya, kaitannya dengan pembelajaran Geografi diharapkan peserta didik tidak hanya mendapatkan pengetahuan tentang Geografi, namun juga dapat memahami makna dari permasalahan yang berhubungan dengan bidang Geografi, khususnya tentang lingkungan hidup .

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh problem based learning melalui pendekatan konstruktivis terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik di SMPN 4 Sungailiat Bangka, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen setelah dan sebelum pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis, hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan perolehan nilai rata-rata hasil pretest dengan posttest. Hasil pretest diperoleh nilai 15.6429 dan posttest diperoleh nilai 22.2143 sedangkan untuk nilai gain diperoleh angka 0.53, ini berarti gain skor yang diperoleh tergolong sedang. 2. Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis pada kelompok


(41)

112

diskusi, hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan perolehan nilai rata-rata hasil pretest dan posttest dikelas kontrol. Hasil pretestnya diperoleh nilai rata-rata 15. 6429, sedangkan nilai posttest diperoleh nilai 17.4643. Untuk nilai gain skornya adalah 0.1476, ini berarti bahwa gain skor yang diperoleh tergolong rendah.

3. Melalui hasil pengamatan berlangsungnya pembelajaran problem based learning dikelas, terjadi perubahan skor berpikir kritis peserta didik. Skor semua sub indikator berubah secara signifikan. Jumlah skor pada pertemuan pertama adalah 53, pertemuan kedua menjadi 119, kemudian meningkat pada pertemuan ketiga menjadi 158. Para peserta didik berani untuk bertanya dan menjawab pertanyaan, menemukan sebab, mengamati, memberikan alternatif pemecahan masalah kerusakan lingkungan, membuat kesimpulan, dan mampu memaparkan hasil kerja kelompok didepan kelompok yang lain.

4. Terdapat perubahan hasil yang signifikan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelompok eksprimen yang menggunakan problem based learning, dengan kelompok kontrol yang menggunakan metode diskusi. Perbedaan yang signifikan ini dapat dilihat dari hasil uji-t yang menunjukkan nilai sig ≤ 0,05, ini berarti pembelajaran dengan metode problem based learning memberikan hasil yang berbeda secara signifikan dengan metode pembelajaran diskusi. Walaupun demikian, pembelajaran dengan metode diskusi pun memberikan hasil yang baik terhadap ketrampilan berpikir kritis peserta didik, yaitu memberikan perubahan rata sebesar 1.8214, sedangkan perubahan rata-rata nilai kelompok eksperimen sebesar 6.5714.

5. Untuk kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran berbasis masalah ini adalah masalah waktu dan masalah sarana serta prasarana yang sangat terbatas. Proses pembelajaran yang bertepatan dengan banyaknya kegiatan yang diadakan oleh Pemda setempat membuat peserta didik merasa kesulitan dalam membagi waktu untuk mengikuti proses pembelajaran. Sarana dan prasarana juga menjadi kendala disaat dalam proses pembelajaran peserta didik membutuhkan tambahan data dalam memecahkan masalah yang


(42)

113

diajukan, sedangakan saluran listrik disekolah sangat terbatas dan jaringan internet belum terpasang.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil pretest, posttest dan pengamatan dalam penelitian dan kesimpulan maka penelitian ini merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis

merupakan pembelajaran yang membutuhkan berbagai sumber belajar untuk memperlancar tercapainya tujuan pembelajaran. Peserta didik membutuhkan berbagai sumber untuk mendapatkan data mempermudah dalam menyelesaikan masalah, oleh karena itu diharapkan kepada pihak sekolah dan pihak berwenang lainnya dapat memfasilitasi perbaikan sarana, prasarana dan berbagai sumber bacaan yang ada disekolah.

2. Dalam kegiatan yang diadakan oleh Pemda, diharapkan tidak terlalu sering melibatkan peserta didik dalam pelaksanaannya, karena akan mengganggu berjalannya proses kegiatan pembelajaran.

3. Dalam Problem Based Learning (Pembelajaran berbasis masalah), kegiatan pembelajaran diawali dengan pembentukan kelompok, disarankan agar para guru yang hendak melakukan pembelajaran dengan metode ini, dapat bertindak disiplin dan tegas terhadap murid-murid, agar kegiatan pembentukan kelompok dapat berjalan dengan cepat dan suasana tidak terlalu gaduh, sehingga pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.


(43)

114

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard. (2008). Learning to Teach.Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Arikunto, Suharsimi. (1999). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi 2010. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar.(1987) Test Prestasi, Yogyakarta: Liberty

Bernardz, Sarah Witham et al. (1994). National Geography Standards 1994 for Life. United States of America: National Geographic Research & Exploration.

Bintarto. (1968). Beberapa Aspek Geografi. Jogjakarta: Karya.

Budimansyah, Dasim. 2010. PAKEM: Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Bandung: Genesindo.

Budiningsih, Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Costa, A.L. (1985). Developing minds: A resource book for teaching thingking.

Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.

Creswell, John W. (2012). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dahar, Ratna Wilis. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Erlangga.

Dewey, J. (1916). Democracy and Education: an introduction to the philosophy of education.US: Macmilan

Djamarah, S.B dan Zain, Aswan. (2010). Strategi Belajar Mengajar . Jakarta: Rineka Cipta.

Emzir. (2012). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Eggen, Paul dan Kauchack, Don.(2012). Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: Indeks


(44)

115

Hamruni.(2012). Strategi Pembelajaran. Jogjakarta: Insan

Jacobsen, et al. (2009). Methode for Teaching. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Johnson, E. (2012). CTL: Contextual Teaching and Learning. Bandung: Kaifa. Joyce, Bruce. (2011). Model of Teaching: Model-model Pengajaran. Jogjakarta:

Pustaka Pelajar.

Karyanto, Ibe. (2011). “Sekolah Otonom Sanggar Anak Akar Praksis Alternatif Pendidikan Humanistik”, dalam Pedagogik Kritis Perkembangan, Substansi, dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta:PT Rineka Cipta. Kerlinger, Fred N. (2004). Asas-Asas Penelitian Behavioral . Jogjakarta: Gadjah

Mada University Press.

Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.Bandung: PT Refika Aditama.

Komaruddin. (2000). Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. Maryani, Enok. (2006). „”Geografi dalam Perspektif Keilmuan dan Pendidkan di

sekolah”, dalam Ilmu Pendidikan. Ed. Muhammad Ali: Bandung Meliono, Irmayanti. (2011). “Etika Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan di

Indonesia” dalam Pedagogik Kritis Perkembangan, Substansi, dan Perkembangannya di Indonesia.. Jakarta: Rineka Cipta.

Muijs, D & Reynolds, D.(2008). Effective Teaching Teori dan Aplikasi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Mutakin, Awan. (2011). Masyarakat Industri dan Kecenderungan Pendidikan. Bandung: Program Studi Pendidikan Geografi S-2 Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Nasution, S. (1982). Teknologi Pendidikan. Bandung: Jemmars. Nasution, S. (2011). Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.

Pasya, G. K. (2002). Geografi Pemahaman Konsep dan Metodologi. Bandung: Buana Nusantara.

Priyatno, Dwi (2012). Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.

Riyanto,Yatim. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta; Kencana Prenada Media Grup.


(1)

diajukan, sedangakan saluran listrik disekolah sangat terbatas dan jaringan internet belum terpasang.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil pretest, posttest dan pengamatan dalam penelitian dan kesimpulan maka penelitian ini merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan konstruktivis

merupakan pembelajaran yang membutuhkan berbagai sumber belajar untuk memperlancar tercapainya tujuan pembelajaran. Peserta didik membutuhkan berbagai sumber untuk mendapatkan data mempermudah dalam menyelesaikan masalah, oleh karena itu diharapkan kepada pihak sekolah dan pihak berwenang lainnya dapat memfasilitasi perbaikan sarana, prasarana dan berbagai sumber bacaan yang ada disekolah.

2. Dalam kegiatan yang diadakan oleh Pemda, diharapkan tidak terlalu sering melibatkan peserta didik dalam pelaksanaannya, karena akan mengganggu berjalannya proses kegiatan pembelajaran.

3. Dalam Problem Based Learning (Pembelajaran berbasis masalah), kegiatan pembelajaran diawali dengan pembentukan kelompok, disarankan agar para guru yang hendak melakukan pembelajaran dengan metode ini, dapat bertindak disiplin dan tegas terhadap murid-murid, agar kegiatan pembentukan kelompok dapat berjalan dengan cepat dan suasana tidak terlalu gaduh, sehingga pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard. (2008). Learning to Teach.Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Arikunto, Suharsimi. (1999). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi 2010. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar.(1987) Test Prestasi, Yogyakarta: Liberty

Bernardz, Sarah Witham et al. (1994). National Geography Standards 1994 for Life. United States of America: National Geographic Research & Exploration.

Bintarto. (1968). Beberapa Aspek Geografi. Jogjakarta: Karya.

Budimansyah, Dasim. 2010. PAKEM: Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Bandung: Genesindo.

Budiningsih, Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Costa, A.L. (1985). Developing minds: A resource book for teaching thingking.

Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.

Creswell, John W. (2012). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dahar, Ratna Wilis. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Erlangga.

Dewey, J. (1916). Democracy and Education: an introduction to the philosophy of education.US: Macmilan

Djamarah, S.B dan Zain, Aswan. (2010). Strategi Belajar Mengajar . Jakarta: Rineka Cipta.

Emzir. (2012). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Eggen, Paul dan Kauchack, Don.(2012). Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: Indeks


(3)

Hamruni.(2012). Strategi Pembelajaran. Jogjakarta: Insan

Jacobsen, et al. (2009). Methode for Teaching. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Johnson, E. (2012). CTL: Contextual Teaching and Learning. Bandung: Kaifa. Joyce, Bruce. (2011). Model of Teaching: Model-model Pengajaran. Jogjakarta:

Pustaka Pelajar.

Karyanto, Ibe. (2011). “Sekolah Otonom Sanggar Anak Akar Praksis Alternatif Pendidikan Humanistik”, dalam Pedagogik Kritis Perkembangan, Substansi, dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta:PT Rineka Cipta. Kerlinger, Fred N. (2004). Asas-Asas Penelitian Behavioral . Jogjakarta: Gadjah

Mada University Press.

Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.Bandung: PT Refika Aditama.

Komaruddin. (2000). Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.

Maryani, Enok. (2006). „”Geografi dalam Perspektif Keilmuan dan Pendidkan di

sekolah”,dalam Ilmu Pendidikan. Ed. Muhammad Ali: Bandung

Meliono, Irmayanti. (2011). “Etika Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan di Indonesia” dalam Pedagogik Kritis Perkembangan, Substansi, dan Perkembangannya di Indonesia.. Jakarta: Rineka Cipta.

Muijs, D & Reynolds, D.(2008). Effective Teaching Teori dan Aplikasi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Mutakin, Awan. (2011). Masyarakat Industri dan Kecenderungan Pendidikan.

Bandung: Program Studi Pendidikan Geografi S-2 Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Nasution, S. (1982). Teknologi Pendidikan. Bandung: Jemmars. Nasution, S. (2011). Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.

Pasya, G. K. (2002). Geografi Pemahaman Konsep dan Metodologi. Bandung: Buana Nusantara.

Priyatno, Dwi (2012). Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.

Riyanto,Yatim. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta; Kencana Prenada Media Grup.


(4)

Rohman, Arif. (2012). Kebijakan Pendidikan Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sanjaya,Wina.( 2010). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Sanjaya, Wina. (2012). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Santrock, J. W. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika.

Sihotang, Kasdin, et. al (2012). Critical Thingking. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methode). Bandung: Alfabeta.

Sumaatmadja, Nursid. (1997). Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumarmi. (2012). Model-Model Pembelajaran Geografi. Malang: Aditya Media Publishing.

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Tilaar, H.A.R. (2006). Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta.

Tilbury, Daniella (ed) and Williams, Michael (ed). (1997). Teaching and Learning Geography. USA: Routledge.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Uno, H.B.( 2006). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahab, A. A. 2009. Metode dan Model-Model Mengajar. Bandung:PT Alfabeta. Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivis; Jakarta;


(5)

Tesis dan Disertasi

Marsudi.(2011). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi Kelas XI SMA Negeri 1 Lembang. Tesis Bandung:UPI, Tidak Diterbitkan.

Nurjanah, Nunuy. (2005). Penerapan Model Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia. Disertasi. Bandung: UPI, Tidak Diterbitkan.

Yusupena, Sandra. (2010). Efektifitas Penggunaan Metode Penugasan Melalui Pendekatan Konstruktivistik terhadap Hasil Belajar. Tesis. Bandung: UPI,Tidak Diterbitkan.

Publikasi Departemen

Pelayanan Profesional Kurikulum 2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi,- Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas: 2003.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Makalah

Sumaadmadja, Nuryid. (2011). Pendekatan Geografi Untuk Pendidikan Karakter Bangsa. Hand out. Program Studi Magister Pendidikan Geografi. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Tidak Diterbitkan.

Sumber dari Internet

Ahmad, Arief.(2007). Memahami Berpikir Kritis. Artikel. [Online]. Tersedia:

http://re-searchengines.com/1007arief3.html. 20 Februari 2013.

Angelo, T.A. (1995). “Beginning The Dialogue Thoughts On Promoting Critical

Thingking, Classroom Assesment for Critical Thingking”. Journal Teaching of Psychology vol. 22, No. 1, February 1995,6-7. [Online]. Tersedia:

http://www.chaffey.edu/slo/cm_slo_toolbox/Core%20Competency%20-%20Critical%20Thinking/Beginning%20the%20Dialogue%20Thoughts


(6)

Ennis, Robert H. (1991). Critical Thingking: A Streamlined Conception”. Journal

Teaching Philosophy,14:1. US: University of Illinois. [Online]. Tersedia:

http://www.criticalthinking.net/EnnisStreamConc1991%20LowRes.pdf

15 Maret 2013

Ennis, Robert H. 1993. Critical Thingking Assessment. Ohio State University. Tersedia:

http://www3.qcc.cuny.edu/WikiFiles/file/Ennis%20Critical%20Thinking

%20Assessment.pdf 15 Maret 2013.

Faizal Ahmad. (2008, 28 Agustus). Nuansa Konflik Keluarga dalam Kasus Sampang. Kompas [online]. Tersedia: htpp://www.kompas.com. [30 Maret 2013].

Graves, Norman. (1998). Geographycal Education and Ideology in England and

Wales. [Online]. Tersedia :

http://www.greenstone.org/greenstone3/nzdl;jsessionid=3E77C30F10030 BA76470259073BB115F?a=d&c=edudev&d=HASH018acbed72d6def8 33d71b53.4.1.7&sib=1&p.a=b&p.sa=&p.s=ClassifierBrowse&p.c=edude v 17 Februari 2013

Natalia, Maria. (2011,11 September). Kronologi Kerusuhan Ambon. Kompas [Online]. Tersedia: htpp://www.kompas.com. [30 Maret 2013].

Paul, Richard. (1992). Critical Thinking: Basic Questions & Answers. Critical

Thingking Community. [Online]. Tersedia:

http://www.criticalthinking.org/pages/critical-thinking-basic-questions-amp-answers/409 .html 16 Februari 2013.

Scriven & Paul. (1992). Critical Thingking: an over view. [Online]. Tersedia:

http://www.criticalthinking.org/pages/defining-critical-thinking/766 5

Februari 2013.

TMA. (2008, 12 Oktober). Ditipu, Padahal Wajah Telanjur di Tato. Gatra [Online]. Tersedia: http://arsip.gatra.com//artikel.php?id=119269. [30 Maret 2013].

Wiyono, Salam Andrian. (2012, 24 September). Tertipu Investasi Fiktif. Merdeka [Online]. Tersedia: http://www.merdeka.com/peristiwa/tertipu-investasi-fiktif-dosen-upi-rugi-rp-22-miliar.html . [30


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV SDN I Sajira Pada Mata Pelajaran IPA Konsep Ekosistem,

0 7 171

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP.

1 2 34

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIRKREATIF PESERTA DIDIK PADA MATAPELAJARAN GEOGRAFI.

0 0 50

PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN INKUIRI TERBIMBING DITINJAU DARI KETERAMPILAN METAKOGNITIF DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA.

0 0 10

Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Pada Materi Kalor

0 0 7

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS XI IPA SMA NEGERI 4 KOTA TERNATE THE INFLUENCE OF INSTRUCTIONAL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MODEL TOWARD CRITICAL THINKING SKILL OF STUDENT

0 0 6

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP

1 1 10

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PADA IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

0 2 6

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESETA DIDIK SMP - Raden Intan Repository

0 0 92

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS XII SMA MELALUI PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI BIOTEKNOLOGI

0 2 19