INTERAKSI SOSIAL ANAK LOW VISION DALAM BERMAIN DENGAN TEMAN SEBAYA DI SEKOLAH INKLUSI MUTIARA BUNDA.

(1)

INTERAKSI SOSIAL ANAK LOW VISION DALAM BERMAIN DENGAN TEMAN SEBAYA DI SEKOLAH INKLUSI MUTIARA BUNDA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Luar Biasa

Disusun oleh: NUNUNG TARYATI

NIM 1004965

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2014


(2)

INTERAKSI SOSIAL ANAK LOW VISION DALAM BERMAIN DENGAN TEMAN SEBAYA DI SEKOLAH INKLUSI MUTIARA BUNDA

oleh:

NUNUNG TARYATI

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Nunung Taryati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, dicopy, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

INTERAKSI SOSIAL ANAK LOW VISION DALAM BERMAIN DENGAN TEMAN SEBAYA DI SEKOLAH INKLUSI MUTIARA BUNDA

Oleh: Nunung Taryati

1004965

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Didi Tarsidi, M.Pd NIP. 195106011979031003

Pembimbing II

Drs. Irham Hosni, Dipl. S. Ed NIP. 195106211985031001 Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa

Drs. Sunaryo, M.Pd NIP. 19560722 198503 1 001


(4)

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

INTERAKSI SOSIAL ANAK LOW VISION DALAM BERMAIN

DENGAN TEMAN SEBAYA DI SEKOLAH INKLUSI MUTIARA BUNDA Penelitian Dilakukan di SD Mutiara Bunda Kota Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014 ” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan interaksi sosial anak low vision yang bersekolah di sekolah inklusi dengan teman sebayanya pada siswa kelas II sekolah dasar. Sekolah merupakan salah satu pengalaman dalam interaksi sosial dengan teman sebayanya. Fokus penelitian ini adalah: bagaimanakah kemampuan interaksi anak low vision di sekolah inklusi, bagaimanakah sikap teman-teman regular dan teman yang memiliki hambatan lainnya terhadap anak low vision dalam interaksi melalui kegiatan bermain, dan bagaimanakah permasalahan-permasalahan yang dihadapi anak low vision dalam interaksi melalui kegiatan bermain. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan desain studi kasus. Kemampuan anak low vision dalam bekerjasama dengan siswa reguler, Abk yang lain, teman dekatnya dan gurunya tidak mengalami kesulitan yang berarti.


(5)

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ii


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... V

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

1 3 4 BAB II KAJIAN TEORI

A.Konsep Dasar Ketunanetraan... B. Dampak Ketunanetraan………... C.Interaksi Sosial... D.Inklusi………... E. Bermain……...

F. Peranan Teman Sebaya………...

5 8 12 15 20 22 BAB III METODE PENELTIAN

A. Tempat dan Subjek Penelitian... B. Metode Penelitian... C. Sumber Data………... D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data... E. Pengujian Keabsahan Data…………...

F. Tahap-tahap Penelitian………

G. Teknik Analisis Data………...

25 26 27 28 33 34 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian... B. Pembahasan...

36 41 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan... B. Rekomendasi...

47 48

DAFTAR PUSTAKA…..………

iii


(7)

DAFTAR LAMPIRAN……….. 1. Surat-Surat Penelitian... 2. Kisi-Kisi Instrumen dan Instrumen Penelitian... 3. Hasil Penelitian………... 4. Arsip Kegiatan Penelitian...

vii 49 57 63 83

RIWAYAT HIDUP ……… Viii


(8)

DAFTAR TABEL

3.1 Daftar informan 31

3.2 Daftar informan 32


(9)

1

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan khusus, sebagai salah satu bentuk pendidikan yang khusus menangani anak-anak berkebutuhan khusus termasuk anak-anak tunanetra, secara sadar terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan dengan sebaik-baiknya. Sebagai warga negara, anak-anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan pendidikan, sesuai dengan amanat UUD 1945, pasal 31 ayat (1) dan (2)

yang menyatakan bahwa: (1) “Tiap-tiap warga negara berhak

mendapatkan pengajaran, dan ayat (2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang”

Tunanetra adalah seorang individu yang mengalami kelainan dalam penglihatan sehingga ia tidak dapat menggunakan penglihatannya sebagai saluran utama dalam menerima informasi secara visual dari lingkungan. Hambatan penglihatan ini dapat berpengaruh terhadap penglihatan secara keseluruhan maupun sebagian dengan sisa penglihatannya.

Tunanetra terbagi ke dalam dua yaitu blind (buta) dan low vision (sisa penglihatan). Blind (buta) adalah anak yang tidak dapat melihat ataupun hanya dapat membedakan adanya cahaya dan tidak adanya cahaya. Anak low vision adalah anak yang memiliki sisa penglihatan dan dapat membaca tulisan awas dengan ukuran huruf yang diperbesar.

Low vision merupakan suatu kondisi anak dapat melihat menggunakan sisa penglihatannya tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dengan bantuan kaca mata. Mereka memiliki kelainan fungsi penglihatan walaupun sudah dilakukan operasi atau pengobatan tetap saja tidak dapat mempertajam penglihatannya.


(10)

2

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kemampuan akademik mereka sama dengan anak awas. Hanya saja cara penyampaian materi dan media pembelajaran yang berbeda disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Begitu pun dengan kemampuan perkembangan yang dibutuhkannya, mereka memiliki kebutuhan yang sama seperti kasih sayang, perhatian, pertemanan dengan teman sebaya atau pun perkembangan yang lainnya.

Anak-anak yang memiliki hambatan penglihatan biasanya memiliki tiga keterbatasan, yaitu keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru, keterbatasan dalam interaksi dan lingkungan dan keterbatasan dalam mobilias. Seperti yang dikemukakan Lowenfeld Kingsley 1999 (Tarsidi, 2010: 4) bahwa :

Ketunanetraan mengakibatkan tiga keterbatasan yang serius pada anak, yaitu (1) dalam sebaran dan jenis pengalamannya, (2) dalam kemampuannya untuk bergerak di dalam lingkungannya, (3) dalam interaksinya dengan lingkungan sosialnya

Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh anak dengan hambatan penglihatan tadi memiliki peran yang sangat penting. Salah satunya adalah kemampuan interaksi mereka dengan lingkungan sekitarnya. Keterbatasan mereka dalam interaksi dengan lingkungan sekitar menjadi salah satu masalah sosial.

Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik seorang individu dengan individu lain dalam melakukan kegiatan atau aktivitas dalam mencapai satu tujuan bersama.

Interaksi merupakan hal yang penting untuk perkembangan setiap anak dalam melakukan hubungan dengan lingkungan. Perkembangan interaksi yang baik dengan lingkungan akan menumbuhkan sikap percaya diri yang dimiliki oleh anak. Interaksi merupakan kegiatan yang melibatkan kontak seseorang dengan orang lain ataupun dengan lingkungannya. Manusia membutuhkan berinteraksi dengan sesamanya, karena dengan berinteraksi manusia dapat memenuhi salah satu kebutuhan


(11)

3

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hidupnya, baik itu secara fisik maupun secara psikologis. Oleh karena itu interaksi memegang peranan yang sangat penting dalam hidup kita.

Kemampuan interaksi dengan lingkungan anak akan berkembang di sekolah tempat mereka bergabung dalam satu lingkungan dengan usia yang sama, karakteristik yang berbeda, kemampuan dan hambatan yang berbeda.

Sekolah merupakan lingkungan dimana anak tidak hanya memperoleh pelajaran akademik, tetapi merupakan tempat mereka memperoleh pengalaman interaksi sosial dan emosional dengan orang dewasa dan teman sebayanya, yang memungkinkannya menimbulkan rasa percaya diri dan mengembangkan keterampilannya.

Kemampuan anak dalam berinteraksi dengan teman sebaya salah satunya dapat terlihat dalam kegiatan bermain. Kegiatan bermain merupakan salah satu bentuk interaksi utama antar teman sebaya di kalangan anak-anak. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Asher at al., 1982 – dalam Burton, 1986 – (Tarsidi, 2010: 30) bahwa:

Hubungan teman sebaya tampak mempunyai berbagai macam fungsi, yang banyak di antaranya dapat memfasilitasi proses belajar dan perkembangan anak. Melalui hubungan teman sebaya, anak memperoleh kesempatan untuk belajar keterampilan sosial yang penting untuk kehidupannya, terutama keterampilan yang dibutuhkan untuk memulai dan memelihara hubungan sosial dan untuk memecahkan konflik sosial, yang mencangkup keterampilan berkomunikasi, berkompromi, dan berdiplomasi.

Jadi dengan demikian jelaslah bahwa seorang anak tunanetra harus memiliki keterampilan berinteraksi dengan teman sebaya dalam melakukan kegiatan bermain di sekolah. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis mengangkat permasalahan tentang “Interaksi Sosial Anak Low

Vision dengan teman sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda”

B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan difokuskan pada pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(12)

4

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Bagaimanakah kemampuan interaksi anak low vision di sekolah inklusi?

2. Bagaimanakah sikap teman-teman regular dan teman yang memiliki hambatan lainnya terhadap anak low vision dalam interaksi melalui kegiatan bermain?

3. Bagaimanakah permasalahan-permasalahan yang dihadapi anak low vision dalam interaksi melalui kegiatan bermain?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a. Memperoleh data yang dapat memberikan gambaran tentang kemampuan anak low vision dalam berinteraksi dengan lingkungan sekolah

b. Memperoleh data yang dapat memberikan gambaran tentang interaksi anak low vision dengan teman sebaya di lingkungan sekolah dalam kegiatan bermain

2. Kegunaan

Adapun kegunaan penelitian dapat penulis rangkum menjadi dua bagian, yaitu :

a. Bagi lembaga, sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan terutama dikaitkan dengan hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan belajar anak

b. Bagi guru, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemampuan anak low vision dalam berinteraksi dengan teman sebaya dalam bermain di sekolah inklusi c. Bagi penulis, dapat menambah wawasan atau pengetahuan mengenai

interaksi sosial anak low vision dengan teman sebaya dalam bermain di sekolah inklusi


(13)

5

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

d. Sebagai bahan infomasi bagi mahasiswa dan masyarakat untuk lebih mengetahui interaksi sosial anak low vision dengan teman sebaya dalam bermain di sekolah inklusi


(14)

25

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan desain studi kasus. Metode penelitian deskriptif dilaksanakan dengan memfokuskan pada upaya untuk mendeskripsikan dan menganalisa aspek-aspek perkembangan interaksi sosial anak.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Mengamati obyek maupun subyek merupakan salah satu kegiatan penting yang harus dilakukan peneliti dalam penelitian kualitatif. Kegiatan ini harus terjadi dalam suasana wajar tanpa kondisi yang dimanipulasi (dikondisikan), agar data yang diperoleh benar-benar alamiah dan tidak manipulatif. Kegiatan penting lainnya, yaitu berinteraksi dengan lingkungan terutama dengan subjek penelitian. Dalam hal ini, peneliti harus mampu menciptakan hubungan baik agar informasi yang dibutuhkan akan mudah diperoleh. Selanjutnya peneliti harus mampu memahami bahasa dan tafsiran yang terungkap, baik dari objek maupun subjek penelitian agar tidak memunculkan pembiasaan yang tidak diharapkan. Kegiatan ini berkenaan dengan kemampuan menganalisis dari peneliti.

A. Tempat dan Subjek Penelitian

Tempat Penelitian

Tempat penelitian yang dituju adalah Sekolah Dasar Mutiara Bunda yang beralamat di Jalan Arcamanik Endah No 3, Kota Bandung. dengan objek penelitiannya adalah interaksi sosial anak low vision dalam bermain dengan teman sebaya di sekolah inklusi.


(15)

26

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Subjek Penelitian

Subjek penelitian terdiri dari satu orang anak Identitas anak

Nama : Or

Kelas : 2 Sekolah Dasar

TTL : Bandung, 20 Februari 2005 Jenis kelamin : Perempuan

Tingkat penglihatan : Low Vision (dapat melihat seperti teropong/ makin jauh makin mengecil)

B.Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan cara studi kasus, alasannya karena penelitian ini mengungkapkan permasalahan yang muncul terhadap berbagai interaksi di sekolah. Penelitian ini dilakukan demi terwujudnya tujuan pembelajaran dan peningkatan kualitas pendidikan sehingga menghasilkan sumber daya manusia menjadi lebih baik.

Desain penelitian studi kasus adalah bentuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia didalamnya. Dapat dilakukan terhadap seorang individu, sekelompok individu, segolongan manusia atau lembaga sosial, dapat mengenali perkembangan sesuatu, dapat pula memberikan gambaran tentang keadaan yang ada.

Menurut Maxfield dalam Nazir, 2003:57 dalam Diniarti,2011:29 menyatakan studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.


(16)

27

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Studi kasus memiliki keunggulan sebagai suatu studi untuk dapat mendukung studi-studi yang besar di kemudian hari. Dalam penelitian dengan studi kasus ini adalah meneliti interaksi sosial anak low vision dalam bermain dengan teman sebaya yang bersekolah di sekolah inklusi.

C.Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah:

1. Narasumber penelitian adalah seseorang yang memiliki informasi tentang objek yang sedang diteliti, dimintai informasi mengenai objek penelitian tersebut. Diantara banyaknya narasumber tersebut ada yang disebut narasumber kunci yaitu narasumber yang mempunyai banyak informasi tentang penelitian yang akan diteliti. dalam penelitian ini yang menjadi narasumber kunci adalah teman-teman yang ada dalam satu kelas dengan anak yang diteliti serta guru kelasnya.

2. Dokumen dan arsip

Dokumen merupakan bahasa tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktifitas tertentu. Dokumen dan arsip yang akan dikaji adalah hasil gambar yang dibuat dengan teman sebaya dan catatan perkembangan aspek sosial yang dimiliki oleh guru ataupun laporan perkembangan siswa (raport).

D.Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian

Instrumen atau alat penelitian yang dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen yang harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber informasi dan sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.


(17)

28

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut Nasution (1988) dalam Sugiono (2012,307) peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian. b. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan

dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus

c. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia d. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami dengan

pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita

e. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisa data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentes hipotesis yang timbul seketika

f. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan, atau pelakan g. Dalam penelitian dengan menggunakan tes atau angket yang bersifat

kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperanserta, wawancara mendalam dan


(18)

29

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dokumentasi. Observasi dilakukan pada suatu kelas umum dengan setting inklusi yang terdapat anak low vision, anak dengan hambatan yang lain dan anak regular yang berada dalam satu kelas baik ketika pembelajaran maupun ketika melakukan kegiatan di luar kelas. Teknik wawancara dilakukan kepada guru, teman, dan orang tuanya.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui: 1. Observasi

Menurut Nasution (1998) dalam Sugiono (2012: 313) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan agar mendapatkan informasi sesuai dengan yang diinginkan oleh peneliti.

Observasi penelitian ini dilakukan kepada anak low vision dalam berinteraksi dengan teman sebaya ketika bermain, bagaimana sikap dan perilaku anak ketika bermain dengan teman sebayanya.

2. Wawancara

Esterberg (2002) dalam Sugiono (2012: 317) mendefinisikan wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.

Wawancara akan mendapatkan hasil yang optimal jika terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada infoman, maka peneliti menggunakan alat-alat sebagai berikut:

a. Buku catatan, berfungsi untuk menuliskan semua percakapan dengan informan

b. Tape recorder, berfungsi untuk merekam semua percakapan dengan sumber data


(19)

30

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Camera foto, berfugsi untuk memotret bila peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan informan.

Agar tidak menyimpang dari fokus penelitian, maka digunakan pedoman wawancara yang merupakan pokok-pokok pertanyaan yang diangkat dari focus penelitian. Fokus dan wawancara mengarah pada:

a. Kontak sosial

b. Bentuk interaksi sosial

c. Sikap teman-teman dalam berinteraksi Format pertanyaan wawancara terdiri dari:

a. Format I untuk subjek (siswa low vision) (terlampir) b. Format II untuk siswa awas (terlampir)

c. Format III untuk siswa dengan hambatan lain (terlampir) d. Format IV untuk guru (terlampir)

Informan yang akan diwawancara oleh peneliti adalah sebagai berikut: Tabel 3.1

Daftar informan

No Informan Jumlah orang

1. Siswa low vision 1 orang

2. Siswa awas 2 orang

3. Siswa dengan hambatan lain 2 orang

4. Guru 5 orang

3. Sosiometri

Sosiometri dilakukan terhadap anak-anak awas yang berada dalam satu kelas yang berjumlah 20 orang dengan meminta mereka menuliskan tiga nama teman yang merea sukai dan menuliskan tiga nama teman yang mereka tidak sukai.

Tabel 3.2 Daftar informan


(20)

31

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No Informan Jumlah orang

1. Siswa awas 20 orang

4. Studi dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa bisa berupa tulisan, gambar, foto, cerita, biografi. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Studi dokumentasi dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam menganalisa suatu gambar, cerita atau foto yang dikaitkan dengan penelitian yang akan diteliti.

Studi dokumentasi yang diambil dalam penelitian ini adalah catatan kegiatan guru ataupun laporan perkembangan siswa (raport) juga gambar atau foto yang berhubungan dengan interaksi anak dalam bermain dengan teman sebayanya.

E.Pengujian Keabsahan Data

Uji keabsahan data pada penelitian kualitatif ini dilakukan dengan: perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, member check, dan analisis kasus negatif.

Perpanjangan pengamatan akan dapat meningkatkan kepercayaan atau kredibilitas data karena dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan triangulasi waktu.


(21)

32

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.

Pemeriksaan teman sejawat, teknik ini dapat dilakukan dengan cara berdiskusi dengan pihak-pihak yang dianggap mampu memberikan masukan terhadap penelitian ini, diantaranya yaitu:

a. Diskusi dengan guru di SD Mutiara Bunda

Diskusi dengan guru juga dapat dijadikan salah satu tempat untuk memeriksa keabsahan data yang diperoleh oleh peneliti. Guru dianggap memiliki kompetensi dan pengetahuan yang lebih dalam mengenai penelitian yang dilakukan.

b. Diskusi dengan rekan mahasiswa

Diskusi dengan rekan mahasiswa jurusan Pendidikan Khusus khususnya spesialisasi tunanetra dapat dilakukan sebagai proses pengujian keabsahan data yang diperoleh oleh peneliti.

F. Tahap-tahap Penelitian

Tahap penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Tahap pra lapangan

a. Menyusun rancangan penelitian

Kegiatan ini merupakan tahap awal dari serangkaian proses penelitian. Intinya berupa penyusunan rancangan penelitian yang diajukan dalam bentuk proposal penelitian yang diajukan ke Dewan Skripsi Jurusan Pendidikan Khusus FIP UPI, kemudian proposal tersebut diseminarkan. b. Memilih lapangan penelitian

Proses pemilihan latar penelitian dalam penelitian ini diawali dengan data yang ditemukan oleh peneliti di SD Mutiara Bunda Bandung


(22)

33

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pengurusan perizinan yang bersifat administratif dilakukan mulai dari tingkat jurusan, fakultas, universitas, lalu dilanjutkan ke BKPPM (Badan Kesatuan Bangsa, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat dan kemudian dilanjutkan ke Dinas Pendidikan Kota Bandung.

d. Menyiapkan peralatan penelitian

Pada tahap ini, peneliti menyiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk memperlancar, memperjelas, dan mempermudah kegiatan pengumpulan data di lapangan. Adapun kegiatan pada tahap ini adalah mempersiapkan instrument penelitian yang terdiri dari pedoman wawancara dan pedoman observasi.

2. Tahap pekerjaan lapangan a. Memasuki lapangan

b. Pembatasan penelitian. Pemahaman latar belakang menjadi sangat penting, sehingga strategi untuk mengumpulkan data menjadi efektif. Adapun latar penelitian ini dibatasi pada lokasi dimana kasus berada, yaitu hanya dilokasi SD Mutiara Bunda Kota Bandung

c. Penampilan dalam melakukan penelitian. Peneliti juga sangat memperhatikan penampilan karena lokasi penelitian ini di sekolah, maka peneliti berusaha untuk tampil dengan sopan dan formal.

d. Pengenalan hubungan peneliti di lapangan. Penelitian ini bersifat pengamatan langsung tanpa berperan serta, maka peneliti berusaha agar hubungan dengan lingkungan yang ada di lokasi penelitian tetap penuh keakraban, tanpa mengubah situasi yang terjadi pada latar penelitian dan perilaku alami yang ada di lokasi penelitian.

e. Jumlah waktu studi. Peneliti mengalokasikan waktu peneliti di lapangan selama dua minggu, diharapkan dengan jumlah waktu yang sangat terbatas ini berbagai data penelitian dapat terkumpul dengan baik.


(23)

34

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

f. Mencatat data. Mencatat data yang ada di lokasi penelitian dilakukan peneliti pada saat dan sesudah berlangsungnya pengumpulan data, baik pada saat wawancara msupun pada saat dan sesudah kegiatan observasi berlangsung

G.Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi), dan dilakukan secara terus-menerus sampai datanya jenuh.

Bogdan dalam Sugiono (2012: 334) menyatakan bahwa analisis data adala proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Pada prinsipnya analisis data kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) dalam Basrowi dan Suwandi (2008:209-210) dalam Tuti Farhan (2013:33) yang mencakup tiga kegiatan yang bersamaan yaitu:

a. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstraksian, dan pentranspormasian data kasar dari lapangan. Proses ini berlangsung dari awal sampai akhir penelitian.


(24)

35

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada tahap ini data yang telah dicatat melalui berbagai sumber baik dengan teknik observasi, wawancara, maupun dokumentasi direduksi atau dirangkum dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci kemudian dicari hal penting, sehingga ditemukan makna dalam konteks maslahnya. Reduksi data dimulai dengan membuat ringkasan atau rangkuman dan setiap data agar mudah dipahami. Keseluruhan rangkuman ini kemudian dikelompokkan atau disusun berdasarkan kategori dari permasalahan yang diteliti. Data yang sudah didata berdasarkan kategori ini kemudian dipilah-pilah, data yang tidak relevan dengan penelitian, maka data tersebut akan dibuang.

b. Display data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data ini bertujuan agar data terorganisir tersusun dalam pola yang berhubungan, sehingga akan lebih mudah untuk dipahami penyajian data dalam penelitian ini dengan teks yang bersifat naratif dan tabel.

c. Menarik kesimpulan atau Verifikasi

Kesimpulan atau verifikasi adalah upaya untuk mencari makna terhadap data yang dikumpulkan dengan cara mempelajari pola, tema, topic, hubungan, persamaan, perbedaan dan hal yang paling banyak timbul dan sebagainya. Peneliti membuat suatu kesimpulan yang terbuka untuk memungkinkan selalu adanya revisi dengan bertambahnya data. Penarikan kesimpulan tidak terlepas dari kegiatan verifikasi selama penelitian berlangsung dan dilakukan secara terus-menerus.

Dalam tahap ini, peneliti membuat rumusan proposisi yang terkait dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada, pengelompokkan data yang telah terbentuk dan proposisi yang telah dirumuskan, langkah selanjuutnya adalah melaporkan hasil penelitian secara lengkap.


(25)

36

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda


(26)

47

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Kesimpulan

Dari keseluruhan data hasilpenelitian yang telahdilakukan, danhasilanalisis data yang telahdijabarkandalambabterdahulu, makadapatditarikkesimpulansebagaiberikut :

1. Kemampuaninteraksisosialanaklow vision(OR) di sekolahinklusi

Dari penelitian di atasdanberdasarkanhasillapangankemampuan komunikasi anaklow vision(OR) memiliki masalah dalam mengawali percakapan dan mengakhiri percakapan, halinidikarenakan rasa kurangpercayadirinya.Kemampuan komunikasi anaklow visiondapat diajak berbicara sesuai tema yang dibahas dan mampu menempatkan posisi dengan siapa lawan bicaranya.

Seorang individu tidak dapat hidup secara sendiri, mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat menjalani kehidupannya baik secara langsung maupun tidak langsung, hal itu menuntut kemampuan individu dalam melakukan kerjasama dengan orang lain.

Anaklow visionmampumelakukankegiatanataupunpermainan yang dilakukansecaraperkelompokbersamatemandekatnyamaupunkelompok yang

dikelompokkanoleh guru denganbaik.

Iajugatidakpernahmengeluhataupunmarahketika dia satu kelompok bukan dengan teman dekatnya yang dipilih oleh gurunya. Kemampuan anaklow vision dalam bekerjasama dengan siswa reguler, ABK yang lain, dan teman dekatnya membutuhkan waktu dan bimbingan ketika melakukan interaksi di lingkungan sekolah.

2. Sikap temanreguler yang sekelas dananakberkebutuhankhusus (AR)terhadapanaklow vision(OR) dalaminteraksimelaluikegiatanbermain Sikap teman reguler yang sekelas dan satuanak berkebutuhan khusus (AR) terhadap anak low vision(OR) dalam hubungan sosial yang


(27)

48

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ditunjukkan tujuh dari 18 menempatkan subjek pada peringkat pertama, sedangkan 11 anak tidak menempatkan subjek pada peringkat pertama. Sehubungandengankegiatanbermainanaklow

visionlebihsukabermain di

dalamruangandanmengerjakansesuatusepertimenggambarataupunmewarnai,

iajarangmelakukanaktivitas yang dilakukan di

luarruangandanjumlahtemansebayaketikabermain yang masihterbatasdengantiga orang teman.

3. Permasalahan yang dihadapianaklow vision(OR)

dalaminteraksimelaluikegiatanbermain a. Internal

Rasapercayadirianaklow

visiondikarenakankurangnyaketerampilananaklow

visiondalammelakukaninteraksisosialdalambermainbersamateman-temansebayanya.

b. Eksternal

Polaasuh orang tuatersebutakantimbulkemampuaninteraksisosial yang dikuasaiolehanak. Anaklow visiondibesarkandenganperasaan orang tua yang cemasdanperasaanbersalah yang tinggisehingga orang tuaakanbersikapsangatmengekangdankurangnyakesempatanuntukdapatmela kukankegiatanbersamadenganteman-temannya.

B. Rekomendasi

1. Bagi guru

Hasilpenelitianinidapatdigunakansebagaimasukanbagi guru

tentangbagaimanainteraksisosialanak low

visionsertamemberikanpenanganan yang

lebihmaksimaldalammeningkatkankemampuaninteraksisosialsiswa yang bersekolah di sekolahinklusifkhususnyasiswa yang memilikihambatanpenglihatan.


(28)

49

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pihaksekolahdanlembagaterkaitdiharapkandapatmengembangkaninterak

sisosialbagianak low

visiondalamupayameningkatkankemampuananaklow

visiondalaminteraksisosial di lingkungansekolah.

Selainitujugadiharapkanpihaksekolahmenyediakansaranadanprasaranay

ang dapatmengembangkansemuakemampuananak,

baikdalamprestasiakademik,

pengoptimalkanpotensimaupunperkembanganinteraksisosialnya.

Dalammenyikapikondisisiswa yang beragam,

pihaksekolahharusmengupayakanberbagaihal yang baikdalammengembangkaninteraksisosialantarasiswaawas,

siswadenganhambatan yang lain, guru, stafsekolahdankepalasekolah. Hal

itudiwujudkanuntukmendekatkanhubunganantarasekolahdengansiswakh ususnyasiswa yang memilikihambatanpenglihatan.

3. BagiPenelitiSelanjutnya

Penelitiseanjutnyadiharapkandapatmenelitilebihmendalamtentangintera ksisosialsiswatunanetra di lingkungansekolahumum.


(29)

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta : Rineka Cipta

Gerungan, W (2004). Psikologi Sosial. Bandung : PT Refika Aditama Hurlock, E (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga

Hosni, I (tanpa tahun). Buku Ajar Orientasi dan Mobilitas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Meiyani, N (1990). Orthopedagogik A-1. Bandung: IKIP

Rahardja, Dj. (2008). Pembelajaran bagi Anak dengan Ketunanetraan. (online): http://www.dj-rahardja.blogspot.com/

Sadiman, A. (2012). Media Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Supriadi, O. (2013). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: PT Kurnia

Kalam Semesta

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Smith, J.D. (1998). Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua. Bandung: Nuansa.

Tarsidi, D. (2009). Pendidikan Anak Tunanetra I Kompilasi Materi Perkuliahan. Bandung : tidak diterbitkan

Tarsidi, D. (2010). Bimbingan Dan Konseling Untuk Perkembangan Kompetensi Sosial Anak Tunanetra. Bandung : Rizqi Press

Tanpa nama (2010). Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif. Jakarta : Kementerian Pendidikan Nasional


(30)

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu vi


(1)

(2)

47

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

Dari keseluruhan data hasilpenelitian yang telahdilakukan, danhasilanalisis data yang telahdijabarkandalambabterdahulu, makadapatditarikkesimpulansebagaiberikut :

1. Kemampuaninteraksisosialanaklow vision(OR) di sekolahinklusi

Dari penelitian di atasdanberdasarkanhasillapangankemampuan komunikasi anaklow vision(OR) memiliki masalah dalam mengawali percakapan dan mengakhiri percakapan, halinidikarenakan rasa kurangpercayadirinya.Kemampuan komunikasi anaklow visiondapat diajak berbicara sesuai tema yang dibahas dan mampu menempatkan posisi dengan siapa lawan bicaranya.

Seorang individu tidak dapat hidup secara sendiri, mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat menjalani kehidupannya baik secara langsung maupun tidak langsung, hal itu menuntut kemampuan individu dalam melakukan kerjasama dengan orang lain.

Anaklow visionmampumelakukankegiatanataupunpermainan yang dilakukansecaraperkelompokbersamatemandekatnyamaupunkelompok yang

dikelompokkanoleh guru denganbaik.

Iajugatidakpernahmengeluhataupunmarahketika dia satu kelompok bukan dengan teman dekatnya yang dipilih oleh gurunya. Kemampuan anaklow

vision dalam bekerjasama dengan siswa reguler, ABK yang lain, dan teman

dekatnya membutuhkan waktu dan bimbingan ketika melakukan interaksi di lingkungan sekolah.

2. Sikap temanreguler yang sekelas dananakberkebutuhankhusus (AR)terhadapanaklow vision(OR) dalaminteraksimelaluikegiatanbermain Sikap teman reguler yang sekelas dan satuanak berkebutuhan khusus (AR) terhadap anak low vision(OR) dalam hubungan sosial yang


(3)

ditunjukkan tujuh dari 18 menempatkan subjek pada peringkat pertama, sedangkan 11 anak tidak menempatkan subjek pada peringkat pertama. Sehubungandengankegiatanbermainanaklow

visionlebihsukabermain di

dalamruangandanmengerjakansesuatusepertimenggambarataupunmewarnai,

iajarangmelakukanaktivitas yang dilakukan di

luarruangandanjumlahtemansebayaketikabermain yang masihterbatasdengantiga orang teman.

3. Permasalahan yang dihadapianaklow vision(OR)

dalaminteraksimelaluikegiatanbermain a. Internal Rasapercayadirianaklow visiondikarenakankurangnyaketerampilananaklow visiondalammelakukaninteraksisosialdalambermainbersamateman-temansebayanya. b. Eksternal

Polaasuh orang tuatersebutakantimbulkemampuaninteraksisosial yang dikuasaiolehanak. Anaklow visiondibesarkandenganperasaan orang tua yang cemasdanperasaanbersalah yang tinggisehingga orang tuaakanbersikapsangatmengekangdankurangnyakesempatanuntukdapatmela kukankegiatanbersamadenganteman-temannya.

B. Rekomendasi

1. Bagi guru

Hasilpenelitianinidapatdigunakansebagaimasukanbagi guru

tentangbagaimanainteraksisosialanak low

visionsertamemberikanpenanganan yang

lebihmaksimaldalammeningkatkankemampuaninteraksisosialsiswa yang bersekolah di sekolahinklusifkhususnyasiswa yang memilikihambatanpenglihatan.


(4)

49

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pihaksekolahdanlembagaterkaitdiharapkandapatmengembangkaninterak

sisosialbagianak low

visiondalamupayameningkatkankemampuananaklow

visiondalaminteraksisosial di lingkungansekolah. Selainitujugadiharapkanpihaksekolahmenyediakansaranadanprasaranay

ang dapatmengembangkansemuakemampuananak,

baikdalamprestasiakademik,

pengoptimalkanpotensimaupunperkembanganinteraksisosialnya.

Dalammenyikapikondisisiswa yang beragam,

pihaksekolahharusmengupayakanberbagaihal yang baikdalammengembangkaninteraksisosialantarasiswaawas,

siswadenganhambatan yang lain, guru, stafsekolahdankepalasekolah. Hal

itudiwujudkanuntukmendekatkanhubunganantarasekolahdengansiswakh ususnyasiswa yang memilikihambatanpenglihatan.

3. BagiPenelitiSelanjutnya

Penelitiseanjutnyadiharapkandapatmenelitilebihmendalamtentangintera ksisosialsiswatunanetra di lingkungansekolahumum.


(5)

Gerungan, W (2004). Psikologi Sosial. Bandung : PT Refika Aditama Hurlock, E (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga

Hosni, I (tanpa tahun). Buku Ajar Orientasi dan Mobilitas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Meiyani, N (1990). Orthopedagogik A-1. Bandung: IKIP

Rahardja, Dj. (2008). Pembelajaran bagi Anak dengan Ketunanetraan. (online): http://www.dj-rahardja.blogspot.com/

Sadiman, A. (2012). Media Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Supriadi, O. (2013). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: PT Kurnia

Kalam Semesta

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Smith, J.D. (1998). Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua. Bandung: Nuansa.

Tarsidi, D. (2009). Pendidikan Anak Tunanetra I Kompilasi Materi Perkuliahan. Bandung : tidak diterbitkan

Tarsidi, D. (2010). Bimbingan Dan Konseling Untuk Perkembangan Kompetensi Sosial Anak Tunanetra. Bandung : Rizqi Press

Tanpa nama (2010). Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif. Jakarta : Kementerian Pendidikan Nasional


(6)

Nunung Taryati, 2014

Interaksi Sosial Anak Low Vision dalam Bermain dengan Teman Sebaya di Sekolah Inklusi Mutiara Bunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu vi