Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012.
vii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012
Christine Nathalia, 2015; Pembimbing : Dani, dr., M.Kes.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian kelima didunia menurut WHO. Pada tahun 2020, PPOK diprediksi menjadi penyebab kematian ke-3 di dunia. Diketahui bahwa hampir 90% dari kematian PPOK terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan data retrospesifik berupa data rekam medik penderita PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012, dengan variabel yang dicatat berupa jumlah, usia, jenis kelamin, gejala klinik, faktor risiko riwayat merokok.
Hasil penelitian didapatkan 64 kasus PPOK, dengan jumlah terbanyak pada kelompok usia 61-70 tahun. Secara keseluruhan PPOK lebih banyak terdapat pada laki-laki. Gejala yang paling sering dialami berupa sesak napas. Faktor risiko riwayat merokok positif adalah yang paling utama.
Dengan demikian, karakteristik penderita PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012 lebih banyak pada usia 61-70 tahun, laki-laki dengan adanya riwayat merokok, dan paling sering datang dengan keluhan sesak napas.
(2)
viii Universitas Kristen Maranatha
ABSTRACT
THE CHARACTERISTICS OF THE CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE PATIENTS AT IMMANUEL HOSPITAL
BANDUNG IN 2012
Christine Nathalia, 2015; Supervisor: Dani, dr., Kes.
According to WHO, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) was the fifth leading cause of death in the world. In 2020, COPD was predicted to be the third leading cause of death in the world. It was known that nearly 90% of COPD deaths occurred in the countries with lower middle income.
This was a descriptive observational study with the retrospesific medical record data of COPD patients at Immanuel Bandung in 2012, along with the form of the number, the age, the sex, the clinical symptoms, and the risk factor of smoking history as written variables.
The result shows 64 cases of COPD, with the highest number in the group of age from 61 to 70 years old. In general, COPD is more prevalent in male. The most common experienced symptom is breathlessness. The positive smoking history risk is the main factor.
Thus, the characteristics of COPD patients at Immanuel Bandung in 2012 occurs more to the 61-70 years old patients, the male with smoking history, also who often comes with breathlessness mostly.
(3)
ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1 Maksud Penelitian ... 3
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 4
1.4.1 Manfaat Ilmiah (Akademis) ... 4
1.4.2 Manfaat Untuk Peneliti dan Masyarakat ... 4
1.5 Landasan Teori ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Anatomi Paru-Paru ... 6
2.1.1 Lobus Paru-Paru ... 7
2.1.2 Bronkus ... 9
2.1.3 Pembuluh Darah Paru ... 10
(4)
x Universitas Kristen Maranatha
2.2Histologi ... 13
2.2.1 Epitel Respirasi ... 13
2.2.2 Bronkus ... 14
2.2.3 Bronkiolus ... 14
2.2.4 Bronkiolus Respiratorius ... 14
2.2.5 Duktus Alveolaris dan Alveolus ... 14
2.3 Fisiologi Pernapasan ... 15
2.3.1 Mekanika Ventilasi Paru ... 15
2.3.2 Volume Paru ... 17
2.3.3 Kapasitas Paru ... 18
2.4 Penyakit Paru Obstruktif Kronik ... 18
2.4.1 Definisi ... 18
2.4.2 Insidensi dan Epidemiologi ... 19
2.4.3 Etiologi dan Faktor Risiko ... 20
2.4.4 Klasifikasi ... 21
2.4.5 Patogenesis ... 21
2.4.6 Gejala Klinik... 23
2.4.7 Diagnosis ... 24
2.4.8 Pemeriksaan Penunjang ... 26
2.4.9 Diagnosis Banding ... 27
2.4.10 Penatalaksanaan ... 27
2.4.11 Komplikasi... 29
2.4.12 Pencegahan ... 30
2.4.13 Prognosis ... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Subjek Penelitian ... 32
3.1.1 Bahan Penelitian ... 32
(5)
xi Universitas Kristen Maranatha
3.2 Lokasi Penelitian ... 32
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 32
3.2.2 Waktu Penelitian ... 32
3.3 Metode Penelitian ... 33
3.3.1 Desain Penelitian ... 33
3.3.2 Besar Sampel Penelitian ... 33
3.3.3 Definisi Operasional ... 33
3.3.4 Sumber Data ... 34
3.4 Prosedur Kerja ... 34
3.5 Aspek Etis Penelitian ... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 39
5.2 Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
LAMPIRAN ... 43
(6)
xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Klasifikasi PPOK ... 21 4.1 Distribusi Kasus Pasien PPOK Berdasarkan Usia di Rumah Sakit
Immanuel Bandung Tahun 2012 ... 35 4.2 Distribusi Kasus Pasien PPOK Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah
Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012 ... 36 4.3 Distribusi Gejala Klinik Yang Didapat Pada Pasien PPOK di Rumah
Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012 ... 36 4.4 Distribusi Faktor Risiko Riwayat Merokok Yang Didapat Pada Pasien
(7)
xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1
Paru-Paru... 7 ... 2.2 Paru-Paru
Kanan ... 8 ...
2.3 Paru-Paru Kiri ... 8
2.4 Arbor bronchialis ... 9
2.5 Pembuluh Darah Paru ... 11
2.6 Persarafan Paru... 12
2.7 Epitel Respirasi ... 13
2.8 Bronkiolus Terminalis dan Alveolus ... 15
2.9 Mekanika Ventilasi Paru ... 16
2.10 Ventilasi Paru ... 17
(8)
xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Rekam Medik Penderita PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012 ... 43 Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian ... 46
(9)
1 Universitas Kristen Maranatha BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya(PDPI, 2003).
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk kronis dan produksi sputum selama minimal 3 bulan dalam setahun, selama minimal 2 tahun berturut-turut tanpa adanya penyakit lain. Setidaknya sepertiga dari perokok berusia 35 sampai 59 tahun memiliki bronkitis kronis, dan meningkatkan prevalensi dengan usia (Goldman & Ausiello, 2012).
Emfisema didefinisikan sebagai suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveoli (Goldman & Ausiello, 2012).
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, dengan ciri adanya hambatan aliran udara yang menetap (persistent) yang biasanya progresif dan disertai peningkatan respon inflamasi yang kronik pada paru dan saluran pernapasan terhadap gas atau partikel yang berbahaya (GOLD, 2013). Salah satu pencegahan PPOK adalah menghindari rokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi (Rahmatika, 2010).
PPOK merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 64 juta orang menderita PPOK di dunia tahun 2004. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005, yang merupakan 5% dari semua kematian secara global. Diketahui bahwa hampir 90% dari kematian PPOK terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2013).
(10)
2 Universitas Kristen Maranatha Pada tahun 2002 PPOK adalah penyebab kematian kelima. Jumlah kematian akibat PPOK diperkirakan akan meningkat lebih dari 30% dalam 10 tahun ke depan kecuali adanya tindakan untuk mengurangi faktor-faktor risiko, terutama merokok (WHO, 2013). Lebih dari 10% dari populasi dengan usia lebih dari 45 tahun di United States mengalami obstruksi saluran napas sedang menurut kriteria spirometri. PPOK merupakan penyebab kematian ke-4 di United States, dengan kematian wanita lebih banyak dari pria. Pada tahun 2020, PPOK diprediksi menjadi penyebab kematian ke-3 di dunia (Goldman & Ausiello, 2012).
Studi epidemiologi COPD NIPPON mengatakan lebih dari 5,3 juta orang dari penduduk berusia ≥ 40 tahun didiagnosis menderita PPOK (Teramoto, Yamamoto, Yamaguchi, Matsuse, & Ouchi, 2003).
Indonesia sendiri belum memiliki data pasti mengenai PPOK, hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI) tahun 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronkhial menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab kematian tersering di Indonesia (PDPI, 2003).
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, sebanyak 54,5% penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok, 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif. Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-25%. Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar (MenKes RI, 2008).
Seiring dengan majunya tingkat perekonomian dan industri otomotif, jumlah kendaraan bermotor meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Gas buangan dari kendaraan tersebut menimbulkan polusi udara. 70-80% pencemaran udara berasal dari buangan kendaraan bermotor, sedangkan pencemaran udara akibat industri 20-30%. Dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagai faktor risiko terhadap PPOK, maka diduga jumlah penyakit tersebut juga akan meningkat
(11)
3 Universitas Kristen Maranatha (MenKes RI, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini agar mendapatkan karakteristik serta faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana distribusi umur kasus pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung.
2. Bagaimana distribusi jenis kelamin pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung.
3. Apakah gejala tersering yang didapat pada pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung.
4. Bagaimana distribusi faktor risiko berdasarkan riwayat merokok yang didapat pada pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui karateristik penderita PPOK sehingga dapat menambah wawasan tentang gejala awal PPOK serta melakukan pencegahan terhadap PPOK.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi karakteristik penderita PPOK yang ditinjau dari usia, jenis kelamin, gejala klinik, dan faktor risiko riwayat merokok di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012.
(12)
4 Universitas Kristen Maranatha
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah
1.4.1 Manfaat Ilmiah (Akademis)
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik penderita PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung dan dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut di kemudian hari.
1.4.2 Manfaat untuk Peneliti dan Masyarakat
Mengetahui distribusi karaterisitik penderita PPOK dari berbagai faktor dan menambah wawasan mengenai penyakit PPOK sehingga pencegahan dapat dilakukan.
1.5 Landasan Teori
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya(PDPI, 2003).
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk kronis dan produksi sputum selama minimal 3 bulan dalam setahun, selama minimal 2 tahun berturut-turut tanpa adanya penyakit lain. Setidaknya sepertiga dari perokok berusia 35 sampai 59 tahun memiliki bronkitis kronis, dan meningkatkan prevalensi dengan usia (Goldman & Ausiello, 2012).
Emfisema didefinisikan sebagai suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveoli (Goldman & Ausiello, 2012).
Kebiasaan merokok merupakan penyebab yang terutama. Baik perokok aktif maupun perokok pasif dan juga bekas perokok. Selain merokok, riwayat pajanan polusi udara di lingkungan juga merupakan faktor risiko terjadinya PPOK. Selain
(13)
5 Universitas Kristen Maranatha merokok, masih banyak faktor risiko dari PPOK, antara lain genetik dan juga pekerjaan (Fauci, 2012).
Polusi udara terdiri dari polusi udara dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap kompor, briket batu bara, asap kayu bakar, asap obat nyamuk bakar, dan lain-lain; polusi di luar ruangan (outdoor) seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, kebakaran hutan, gunung meletus, dan lain-lain; dan polusi di tempat kerja (bahan kimia, debu atau zat iritasi, dan gas beracun) (MenKes RI, 2008).
Zat yang paling banyak pengaruhnya terhadap saluran pernapasan dan paru adalah sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan ozon. Ketiga zat tersebut dapat menurunkan faal paru (MenKes RI, 2008).
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli (Putra & Artika, 2013).
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasia sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas (PDPI, 2003).
Pada penderita PPOK selalu mengeluh batuk-batuk berdahak berulang sudah bertahun-tahun lamanya. Pada stadium dini, keluhan sesak napas hanya dirasakan jika sedang melakukan pekerjaan fisik ekstra (dyspnoe d’effort) yang masih dapat ditoleransi penderita dengan mudah, namun kelamaan sesak ini semakin progresif. Pada stadium berikutnya, penderita secara fisik tidak mampu melakukan aktivitas apapun tanpa bantuan oksigen (Rahmatika, 2010).
(14)
39 Universitas Kristen Maranatha BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
Distribusi 64 pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012, terbanyak pada kelompok usia 61-70 tahun dengan persentase 42,2%.
Distribusi jenis kelamin pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung terbanyak pada laki-laki dengan persentase 76,6%, dan perbandingan antara pasien laki-laki dan perempuan sekitar 3,7 : 1.
Gejala klinik yang paling banyak ditemukan berupa sesak napas sebesar 96,9% disusul cepat lelah sebesar 87,5%, batuk sebesar 85,9%, dan demam 29,7%.
Distribusi faktor risiko berdasarkan riwayat merokok yang didapat pada pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung terbanyak pada kelompok pasien laki-laki dengan adanya riwayat merokok, dengan persentase 71,88%.
5.2Saran
Perlunya usaha pemerintah dalam melakukan pencegahan PPOK dengan adanya larangan merokok, penghijauan kota, dan pemeriksaan gas buangan industri dan kendaraan bermotor
Perlunya pemberian edukasi pada masyarakat tentang PPOK oleh badan-badan kesehatan supaya masyarakat bisa menghindar dari berbagai faktor risiko PPOK dan menghimbau masyarakat untuk melakukan vaksin influenza
Perlunya edukasi pada pasien yang telah terdiagnosis PPOK tentang apa saja yang dapat memperberat penyakitnya dan juga tentang peningkatan kualitas hidup pasien
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan data primer sehingga pengisian data dapat lebih lengkap dibanding dengan data sekunder
(15)
47 Universitas Kristen Maranatha RIWAYAT PENULIS
Nama : Christine Nathalia
Nomor Pokok Mahasiswa : 1110129
Tempat dan Tanggal Lahir : Garut, 18 Januari 1993
Alamat : Jl. Surya Sumantri no.48, Bandung
Riwayat Pendidikan :
1999-2005 SD Daya Susila Garut
2005-2008 SMP Daya Susila Garut
2008-2011 SMAK 2 BPK Penabur Bandung
2011-sekarang Kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung
(16)
KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012
THE CHARACTERISTICS OF THE CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE PATIENTS AT IMMANUEL HOSPITAL BANDUNG IN 2012
Dani1, Christine Nathalia2
1Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha
2Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha
Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia
ABSTRAK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian kelima didunia menurut WHO. Pada tahun 2020, PPOK diprediksi menjadi penyebab kematian ke-3 di dunia. Diketahui bahwa hampir 90% dari kematian PPOK terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan data retrospesifik berupa data rekam medik penderita PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012, dengan variabel yang dicatat berupa jumlah, usia, jenis kelamin, gejala klinik, faktor risiko riwayat merokok. Hasil penelitian didapatkan 64 kasus PPOK, dengan jumlah terbanyak pada kelompok usia 61-70 tahun. Secara keseluruhan PPOK lebih banyak terdapat pada laki-laki. Gejala yang paling sering dialami berupa sesak napas. Faktor risiko riwayat merokok positif adalah yang paling utama. Dengan demikian, karakteristik penderita PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012 lebih banyak pada usia 61-70 tahun, laki-laki dengan adanya riwayat merokok, dan paling sering datang dengan keluhan sesak napas.
Kata kunci : ppok, faktor risiko
ABSTRACT
According to WHO, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) was the fifth leading cause
of death in the world. In 2020, COPD was predicted to be the third leading cause of death in the world. It was known that nearly 90% of COPD deaths occurred in the countries with lower middle income.
This was a descriptive observational study with the retrospesific medical record data of COPD patients at Immanuel Bandung in 2012, along with the form of the number, the age, the sex, the clinical symptoms, and the risk factor of smoking history as written variables.
The result shows 64 cases of COPD, with the highest number in the group of age from 61 to 70 years old. In general, COPD is more prevalent in male. The most common experienced symptom is breathlessness. The positive smoking history risk is the main factor.
(17)
Thus, the characteristics of COPD patients at Immanuel Bandung in 2012 occurs more to the 61-70 years old patients, the male with smoking history, also who often comes with breathlessness mostly.
Key Words : copd, risk factor
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya (1).
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk kronis dan produksi sputum selama minimal 3 bulan dalam setahun, selama minimal 2 tahun berturut-turut tanpa adanya penyakit lain. Setidaknya sepertiga dari perokok berusia 35 sampai 59 tahun memiliki bronkitis kronis, dan meningkatkan prevalensi dengan usia (2).
Emfisema didefinisikan sebagai suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveoli (2).
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, dengan ciri adanya hambatan aliran udara
yang menetap (persistent) yang biasanya
progresif dan disertai peningkatan respon inflamasi yang kronik pada paru dan saluran pernapasan terhadap gas atau partikel yang berbahaya (3). Salah satu pencegahan PPOK adalah menghindari rokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi (3).
PPOK merupakan salah satu penyebab
kematian terbesar di dunia. World Health
Organization(WHO) memperkirakan 64 juta
orang menderita PPOK di dunia tahun 2004. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena
PPOK pada tahun 2005, yang merupakan 5% dari semua kematian secara global. Diketahui bahwa hampir 90% dari kematian PPOK terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (4).
Pada tahun 2002 PPOK adalah penyebab kematian kelima. Jumlah kematian akibat PPOK diperkirakan akan meningkat lebih dari 30% dalam 10 tahun ke depan kecuali adanya tindakan untuk mengurangi faktor-faktor risiko, terutama merokok (4). Lebih dari 10% dari populasi dengan usia lebih dari
45 tahun di United States mengalami
obstruksi saluran napas sedang menurut
kriteria spirometri. PPOK merupakan
penyebab kematian ke-4 di United States, dengan kematian wanita lebih banyak dari pria. Pada tahun 2020, PPOK diprediksi menjadi penyebab kematian ke-3 di dunia (2).
Studi epidemiologi COPD NIPPON
mengatakan lebih dari 5,3 juta orang dari
penduduk berusia ≥ 40 tahun didiagnosis
menderita PPOK (5).
Indonesia sendiri belum memiliki data pasti mengenai PPOK, hanya Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI) tahun 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronkhial menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab kematian tersering di Indonesia (1).
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, sebanyak
54,5% penduduk laki-laki dan 1,2%
perempuan merupakan perokok, 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga
(18)
merupakan perokok pasif. Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-25%. Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan
hubungan dose response, lebih banyak batang
rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar (6).
Seiring dengan majunya tingkat
perekonomian dan industri otomotif, jumlah kendaraan bermotor meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Gas buangan dari kendaraan tersebut menimbulkan polusi udara. 70-80% pencemaran udara berasal dari buangan kendaraan bermotor, sedangkan pencemaran udara akibat industri 20-30%. Dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagai faktor risiko terhadap PPOK, maka diduga jumlah penyakit tersebut juga akan meningkat (6).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini agar mendapatkan karakteristik serta faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui karateristik penderita PPOK sehingga dapat menambah wawasan tentang
gejala awal PPOK serta melakukan
pencegahan terhadap PPOK.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi karakteristik penderita PPOK yang ditinjau dari usia, jenis kelamin,
gejala klinik, dan faktor risiko riwayat
merokok di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012.
METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Subjek Penelitian
Data rekam medik pasien yang didiagnosis PPOK di Rumah Immanuel Bandung Tahun 2012 yang didalamnya memuat data-data
mengenai karakteristik kasus PPOK
berdasarkan usia, jenis kelamin, gejala klinik, dan faktor risiko riwayat merokok.
Subjek penelitian ini diambil sesuai dengan kriteria subjek penelitian yaitu kasus PPOK yang terdata di Rumah Immanuel Bandung Tahun 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan diluar kriteria eksklusi. Kriteria inklusi : usia, jenis kelamin, gejala klinik, dan faktor risiko riwayat merokok (perokok aktif dan bekas perokok). Kriteria eksklusi : pekerjaan, perokok pasif, dan genetik.
Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah
deskriptif observasional dengan pendekatan data sekunder yang bersifat retrospektif yang diambil dari data rekam medik pasien yang didiagnosis PPOK. Kemudian dari data-data yang sudah ada, disajikan dalam bentuk tabel yang disusun menurut usia, jenis kelamin, gejala klinik, dan faktor risiko riwayat merokok.
Besar Sampel Penelitian
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu seluruh data dari data kasus PPOK yang telah memenuhi kriteria inklusi dan diluar kriteria eksklusi yang tercatat di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012.
Sumber Data
Data yang digunakan berupa data sekunder berasal dari rekam medik pasien yang didiagnosis PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012.
(19)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dari rekam medik penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012 didapatkan sebanyak 117 kasus, akan tetapi data yang memenuhi syarat dan dapat digunakan untuk penelitian ini hanya
64 kasus dengan data lengkap menurut kriteria inklusi dan diluar kriteria eksklusi. Data yang diolah meliputi distribusi kasus pasien PPOK berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, gejala klinik yang timbul, dan
faktor risiko riwayatmerokok.
Tabel 4.1 Distribusi Kasus Pasien PPOK Berdasarkan Usia di Rumah Sakit Immanuel Bandung
Tahun 2012
Kelompok Usia Jumlah Kasus Persentase
41-50 tahun 4 6,2
51-60 tahun 23 36
61-70 tahun 27 42,2
>70 tahun 10 15,6
Total 64 100
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah kasus pasien PPOK paling banyak pada kelompok usia 61-70 tahun (42,2). Pada studi
epidemiologi COPD NIPPON mengatakan
lebih dari 5,3 juta orang dari penduduk
berusia ≥ 40 tahun didiagnosis menderita
PPOK (6). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika pun menunjukan bahwa PPOK lebih banyak terjadi pada kelompok usia lebih dari 60 tahun dengan persentase 57,6% (4).
Tabel 4.2 Distribusi Kasus Pasien PPOK Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Immanuel
Bandung Tahun 2012
Jenis Kelamin Jumlah Kasus Persentase
Laki-laki 49 76,6
Perempuan 15 23,4
Total 64 100
Dari penelitian didapatkan hasil jumlah pasien laki-laki yang menderita PPOK
sebanyak 49 orang, sedangkan pada
perempuan sebanyak 15 orang. Dari hasil tersebut didapatkan perbandingan laki-laki dengan perempuan 3,7 : 1. Begitu pula hasil yang diperoleh pada penelitian Nugraha yang
menunjukan PPOK lebih banyak mengenai laki-laki, dengan persentase 100% (8). Hal ini menunjukkan bahwa PPOK lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
Tetapi, WHO menyatakan bahwa pada masa
kini penyebaran kasus PPOK pada laki-laki dan perempuan hampir sama, karena adanya
(20)
peningkatan penggunaan tembakau di kalangan perempuan di negara-negara berpenghasilan tinggi (5).
Tabel 4.3 Distribusi Gejala Klinik Yang Didapat Pada Pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel
Bandung Tahun 2012
Gejala Klinik Ada Tidak Ada Jumlah
Sesak napas 62 (96,9%) 2 (3,1%) 64 (100%)
Batuk 55 (85,9%) 9 (14,1%) 64 (100%)
Cepat lelah 56 (87,5%) 8 (12,5%) 64 (100%)
Demam 19 (29,7%) 45 (70,3%) 64 (100%)
Gejala klinik yang paling sering muncul pada pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung berupa sesak napas, dengan persentase sebesar 96,9%, kemudian disusul dengan merasa cepat lelah, batuk, dan
demam. Sesuai dengan yang dikatakan World
Health Organization, bahwa gejala yang paling umum dari PPOK adalah sesak napas dan batuk kronis (5).
Pada PPOK terjadi peningkatan sekresi mukus, edema mukosa, dan peningkatan kontraksi otot bronkiolus yang menyebabkan
peningkatan resistensi pernapasan sehingga kerja pernapasan menjadi lebih berat dan terjadilah sesak napas (9). Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi (10).
Pada dasarnya penderita PPOK tidak akan mengeluh panas badan, tetapi karena sering mendapatkan infeksi sekunder, maka dalam periode tersebut penderita akan mengeluh
tentang panas badan rendah (subfebris)
sampai tinggi (4).
Tabel 4.4 Distribusi Faktor Risiko Riwayat Merokok Yang Didapat Pada Pasien PPOK di
Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012
Riwayat Merokok Ada Tidak Ada Jumlah
Laki-laki 46 (71,88%) 3 (4,69%)
64 (100%)
Perempuan 2 (3,12%) 13 (20,31%)
Dari Tabel 4.4, didapatkan faktor risiko riwayat merokok dari anamnesis (perokok aktif dan bekas perokok) paling tinggi pada kelompok pasien laki-laki dengan riwayat
merokok, dengan persentase 71,88%,
dibandingkan dengan pasien laki-laki tanpa riwayat merokok (4,69%), pasien perempuan dengan riwayat merokok (3,12%), dan pasien perempuan tanpa riwayat merokok (20,31%).
Hasil penelitian sesuai dengan yang dikatakan oleh Anthony S. Fauci bahwa kebiasaan
merokok merupakan penyebab yang
terutama. Baik perokok aktif maupun perokok pasif dan juga bekas perokok (11).
Dennis E. Niewoehner pada buku Goldman’s
Cecil Medicine pun mengatakan bahwa
merokok merupakan penyebab utama PPOK karena menyebabkan penurunan fungsi
(21)
paru-paru yang lebih dari sekedar proses penuaan (2).
SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
Distribusi 64 pasien PPOK di Rumah Sakit
Immanuel Bandung Tahun 2012,
terbanyak pada kelompok usia 61-70 tahun dengan persentase 42,2%.
Distribusi jenis kelamin pasien PPOK di
Rumah Sakit Immanuel Bandung
terbanyak pada laki-laki dengan
persentase 76,6%, dan perbandingan antara pasien laki-laki dan perempuan sekitar 3,7 : 1.
Gejala klinik yang paling banyak
ditemukan berupa sesak napas sebesar 96,9% disusul cepat lelah sebesar 87,5%, batuk sebesar 85,9%, dan demam 29,7%.
Distribusi faktor risiko berdasarkan
riwayat merokok yang didapat pada pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung terbanyak pada kelompok pasien laki-laki dengan adanya riwayat merokok, dengan persentase 71,88%.
SARAN
Perlunya usaha pemerintah dalam
melakukan pencegahan PPOK dengan adanya larangan merokok, penghijauan kota, dan pemeriksaan gas buangan industri dan kendaraan bermotor
Perlunya pemberian edukasi pada
masyarakat tentang PPOK oleh badan-badan kesehatan supaya masyarakat bisa menghindar dari berbagai faktor risiko PPOK dan menghimbau masyarakat untuk melakukan vaksin influenza
Perlunya edukasi pada pasien yang telah
terdiagnosis PPOK tentang apa saja yang dapat memperberat penyakitnya dan juga
tentang peningkatan kualitas hidup pasien
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan
menggunakan data primer sehingga pengisian data dapat lebih lengkap dibanding dengan data sekunder
DAFTAR PUSTAKA
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia (PDPI). Jakarta : s.n., 2003, pp. 2-31.
2. Goldman, Lee and Ausiello, Dennis. Cecil
Medicine. Philadelphia : Saunders Elsevier, 2012. pp. 537-543. Vol. 24th.
3. Pocket Guide to COPD Diagnosis,
Management, and Prevention. Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Diseaase (GOLD). Maret 27, 2013, pp. 5-26. 4. Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang di Rawat Inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008.
Rahmatika, Anita. 2010, pp. 29-30.
5. World Health Organization. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). [Online] October 2013. [Cited: November 11, 2014.]
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/ fs315/en/.
6. Global burden of COPD in Japan and Asia.
Teramoto, Shinji, et al. s.l. : The Lancet, November 22, 2003, Vol. 362, p. 1764.
7. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru
Obstruktif Kronik. Mentri Kesehatan
Republik Indonesia. November 3, 2008, pp. 4-16.
(22)
8. Hubungan Derajat Berat Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman Dengan Derajat Berat PPOK. Nugraha, Ika. 2011. 9. Silbernagl, Stefan and Lang, Florian. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003. pp. 76-79.
10. Penyakit Paru Obstruktif Kronis Dengan Gejala Pre Hipertensi Pada Pasien Laki-Laki
Lanjut Usia. Sutanto. Lampung : s.n., Oktober 2013, Vol. 1, p. 94.
11. Fauci, Anthony S. Harrison's Principles of Internal Medicine. [ed.] Anthony S Fauci, et al. New York : McGraw-Hill, 2012. Vol. 18th.
(23)
40 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Avrides, S. (2014, Maret 12). PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). Retrieved November 18, 2014, from http://rotinsuluhospital.org/berita-37-ppok--penyakit-paru-obstruktif-kronik-.html
Drake, R. L., Vogl, W., & Mitchell, A. W. (2010). Gray's Anatomy (2nd ed.). London: Churchill Livingstone Elsevier.
Fauci, A. S. (2012). Harrison's Principles of Internal Medicine (Vol. 18th). (A. S. Fauci, D. L. Kasper, D. L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauser, J. L. Jameson, & J. Loscalzo, Eds.) New York: McGraw-Hill.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Diseaase (GOLD). (2013, Maret 27). Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. 5-26.
Retrieved Oktober 11, 2014, from
http://www.goldcopd.org/uploads/users/files/GOLD_Pocket_2013_Mar27.pdf Goldman, L., & Ausiello, D. (2012). Cecil Medicine (Vol. 24th). Philadelphia:
Saunders Elsevier.
Hall, J. E., & Guyton, A. C. (2011). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (12th ed.). New York: Saunders Elsevier.
Junqueira, L., & Carneiro, J. (2005). Basic Histology : Text & Atlas (11th ed.). New York: McGraw-Hill.
Kaminsky, D. A. (2011). The Netter Collection of Medical Illustrations : Respiratory
System (2nd ed., Vol. 3). Philadelphia: Elsevier Saunders.
Mentri Kesehatan Republik Indonesia. (2008, November 3). Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik. 4-16. Retrieved November 13, 2014, from
(24)
41 Universitas Kristen Maranatha
http://www.btklsby.go.id/wp-content/uploads/2010/07/KEPMENKES-1022-THN-2008-TTG-PEDOMAN-PENGENDALIAN-PPOK.pdf
Mescher, A. L. (2010). Junqueira's Basic Histology (12 th ed.). New York: McGraw-Hill.
Nugraha, I. (2011). Hubungan Derajat Berat Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman Dengan Derajat Berat PPOK.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 2-31. Retrieved Januari 25, 2014, from http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
Putra, I. W., & Artika, I. M. (2013). Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Paru Obstruktif Kronis. 4. Retrieved Januari 22, 2014, from http://www.google.com/#q=diagnosis+dan+tatalaksana+penyakit+paru+obstr uktif+kronis+putra+paramartha
Rahmatika, A. (2010). Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang di Rawat Inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008. 29-30. Retrieved
November 17, 2014, from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14686/1/10E00356.pdf
Silbernagl, S., & Lang, F. (2003). Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. (I. Setiawan, & I. Mochtar, Trans.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Susanto, R. P. (2013, Oktober). Penyakit Paru Obstruktif Kronis Dengan Gejala Pre Hipertensi Pada Pasien Laki-Laki Lanjut Usia. 1, 94. Retrieved Oktober 11, 2014
Teramoto, S., Yamamoto, H., Yamaguchi, Y., Matsuse, T., & Ouchi, Y. (2003, November 22). Global burden of COPD in Japan and Asia. 362, 1764.
(25)
42 Universitas Kristen Maranatha
Retrieved Januari 24, 2014, from
http://download.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140673603148659.p df
Wibowo, D. S., & Paryana, W. (2009). Anatomi Tubuh Manusia (1 ed.). Indonesia: Graha Ilmu.
World Health Organization. (2013, October). Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD). Retrieved November 11, 2014, from
(1)
peningkatan penggunaan tembakau di kalangan perempuan di negara-negara berpenghasilan tinggi (5).
Tabel 4.3 Distribusi Gejala Klinik Yang Didapat Pada Pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012
Gejala Klinik Ada Tidak Ada Jumlah
Sesak napas 62 (96,9%) 2 (3,1%) 64 (100%)
Batuk 55 (85,9%) 9 (14,1%) 64 (100%)
Cepat lelah 56 (87,5%) 8 (12,5%) 64 (100%)
Demam 19 (29,7%) 45 (70,3%) 64 (100%)
Gejala klinik yang paling sering muncul pada pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung berupa sesak napas, dengan persentase sebesar 96,9%, kemudian disusul dengan merasa cepat lelah, batuk, dan demam. Sesuai dengan yang dikatakan World Health Organization, bahwa gejala yang paling umum dari PPOK adalah sesak napas dan batuk kronis (5).
Pada PPOK terjadi peningkatan sekresi mukus, edema mukosa, dan peningkatan kontraksi otot bronkiolus yang menyebabkan
peningkatan resistensi pernapasan sehingga kerja pernapasan menjadi lebih berat dan terjadilah sesak napas (9). Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi (10).
Pada dasarnya penderita PPOK tidak akan mengeluh panas badan, tetapi karena sering mendapatkan infeksi sekunder, maka dalam periode tersebut penderita akan mengeluh tentang panas badan rendah (subfebris) sampai tinggi (4).
Tabel 4.4 Distribusi Faktor Risiko Riwayat Merokok Yang Didapat Pada Pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012
Riwayat Merokok Ada Tidak Ada Jumlah
Laki-laki 46 (71,88%) 3 (4,69%)
64 (100%)
Perempuan 2 (3,12%) 13 (20,31%)
Dari Tabel 4.4, didapatkan faktor risiko riwayat merokok dari anamnesis (perokok aktif dan bekas perokok) paling tinggi pada kelompok pasien laki-laki dengan riwayat merokok, dengan persentase 71,88%, dibandingkan dengan pasien laki-laki tanpa riwayat merokok (4,69%), pasien perempuan dengan riwayat merokok (3,12%), dan pasien perempuan tanpa riwayat merokok (20,31%).
Hasil penelitian sesuai dengan yang dikatakan oleh Anthony S. Fauci bahwa kebiasaan merokok merupakan penyebab yang terutama. Baik perokok aktif maupun perokok pasif dan juga bekas perokok (11). Dennis E. Niewoehner pada buku Goldman’s
Cecil Medicine pun mengatakan bahwa merokok merupakan penyebab utama PPOK karena menyebabkan penurunan fungsi
(2)
paru-paru yang lebih dari sekedar proses penuaan (2).
SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
Distribusi 64 pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2012, terbanyak pada kelompok usia 61-70 tahun dengan persentase 42,2%.
Distribusi jenis kelamin pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung terbanyak pada laki-laki dengan persentase 76,6%, dan perbandingan antara pasien laki-laki dan perempuan sekitar 3,7 : 1.
Gejala klinik yang paling banyak ditemukan berupa sesak napas sebesar 96,9% disusul cepat lelah sebesar 87,5%, batuk sebesar 85,9%, dan demam 29,7%.
Distribusi faktor risiko berdasarkan riwayat merokok yang didapat pada pasien PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung terbanyak pada kelompok pasien laki-laki dengan adanya riwayat merokok, dengan persentase 71,88%.
SARAN
Perlunya usaha pemerintah dalam melakukan pencegahan PPOK dengan adanya larangan merokok, penghijauan kota, dan pemeriksaan gas buangan industri dan kendaraan bermotor
Perlunya pemberian edukasi pada masyarakat tentang PPOK oleh badan-badan kesehatan supaya masyarakat bisa menghindar dari berbagai faktor risiko PPOK dan menghimbau masyarakat untuk melakukan vaksin influenza
Perlunya edukasi pada pasien yang telah terdiagnosis PPOK tentang apa saja yang dapat memperberat penyakitnya dan juga
tentang peningkatan kualitas hidup pasien
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan data primer sehingga pengisian data dapat lebih lengkap dibanding dengan data sekunder
DAFTAR PUSTAKA
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Jakarta : s.n., 2003, pp. 2-31.
2. Goldman, Lee and Ausiello, Dennis. Cecil Medicine. Philadelphia : Saunders Elsevier, 2012. pp. 537-543. Vol. 24th.
3. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Diseaase (GOLD). Maret 27, 2013, pp. 5-26. 4. Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang di Rawat Inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008.
Rahmatika, Anita. 2010, pp. 29-30.
5. World Health Organization. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). [Online] October 2013. [Cited: November 11, 2014.]
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/ fs315/en/.
6. Global burden of COPD in Japan and Asia.
Teramoto, Shinji, et al. s.l. : The Lancet, November 22, 2003, Vol. 362, p. 1764. 7. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. November 3, 2008, pp. 4-16.
(3)
8. Hubungan Derajat Berat Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman Dengan Derajat Berat PPOK. Nugraha, Ika. 2011. 9. Silbernagl, Stefan and Lang, Florian. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003. pp. 76-79.
10. Penyakit Paru Obstruktif Kronis Dengan Gejala Pre Hipertensi Pada Pasien Laki-Laki
Lanjut Usia. Sutanto. Lampung : s.n., Oktober 2013, Vol. 1, p. 94.
11. Fauci, Anthony S. Harrison's Principles of Internal Medicine. [ed.] Anthony S Fauci, et al. New York : McGraw-Hill, 2012. Vol. 18th.
(4)
40
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Avrides, S. (2014, Maret 12). PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). Retrieved
November 18, 2014, from
http://rotinsuluhospital.org/berita-37-ppok--penyakit-paru-obstruktif-kronik-.html
Drake, R. L., Vogl, W., & Mitchell, A. W. (2010). Gray's Anatomy (2nd ed.). London:
Churchill Livingstone Elsevier.
Fauci, A. S. (2012). Harrison's Principles of Internal Medicine (Vol. 18th). (A. S.
Fauci, D. L. Kasper, D. L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauser, J. L. Jameson,
& J. Loscalzo, Eds.) New York: McGraw-Hill.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Diseaase (GOLD). (2013, Maret 27).
Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. 5-26.
Retrieved
Oktober
11,
2014,
from
http://www.goldcopd.org/uploads/users/files/GOLD_Pocket_2013_Mar27.pdf
Goldman, L., & Ausiello, D. (2012). Cecil Medicine (Vol. 24th). Philadelphia:
Saunders Elsevier.
Hall, J. E., & Guyton, A. C. (2011). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology
(12th ed.). New York: Saunders Elsevier.
Junqueira, L., & Carneiro, J. (2005). Basic Histology : Text & Atlas (11th ed.). New
York: McGraw-Hill.
Kaminsky, D. A. (2011). The Netter Collection of Medical Illustrations : Respiratory
System (2nd ed., Vol. 3). Philadelphia: Elsevier Saunders.
Mentri Kesehatan Republik Indonesia. (2008, November 3). Pedoman Pengendalian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik. 4-16. Retrieved November 13, 2014, from
(5)
41
Universitas Kristen Maranatha
http://www.btklsby.go.id/wp-content/uploads/2010/07/KEPMENKES-1022-THN-2008-TTG-PEDOMAN-PENGENDALIAN-PPOK.pdf
Mescher, A. L. (2010). Junqueira's Basic Histology (12 th ed.). New York:
McGraw-Hill.
Nugraha, I. (2011). Hubungan Derajat Berat Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman
Dengan Derajat Berat PPOK.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 2-31. Retrieved
Januari 25, 2014, from
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
Putra, I. W., & Artika, I. M. (2013). Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Paru
Obstruktif
Kronis.
4.
Retrieved
Januari
22,
2014,
from
http://www.google.com/#q=diagnosis+dan+tatalaksana+penyakit+paru+obstr
uktif+kronis+putra+paramartha
Rahmatika, A. (2010). Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang di
Rawat Inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008. 29-30. Retrieved
November
17,
2014,
from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14686/1/10E00356.pdf
Silbernagl, S., & Lang, F. (2003). Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. (I. Setiawan,
& I. Mochtar, Trans.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Susanto, R. P. (2013, Oktober). Penyakit Paru Obstruktif Kronis Dengan Gejala Pre
Hipertensi Pada Pasien Laki-Laki Lanjut Usia. 1, 94. Retrieved Oktober 11,
2014
Teramoto, S., Yamamoto, H., Yamaguchi, Y., Matsuse, T., & Ouchi, Y. (2003,
November 22). Global burden of COPD in Japan and Asia. 362, 1764.
(6)