Prevalensi Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan Riwayat Merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan Periode Januari 2009 – Desember 2009

(1)

PREVALENSI PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DENGAN RIWAYAT MEROKOK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK (RSUP HAM) MEDAN PERIODE JANUARI 2009 – DESEMBER 2009

Oleh:

KHAIRUN NISA BINTI SALEH 070100443

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PREVALENSI PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DENGAN RIWAYAT MEROKOK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK (RSUP HAM) MEDAN PERIODE JANUARI 2009 – DESEMBER 2009

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

KHAIRUN NISA BINTI SALEH 070100443

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Prevalensi Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan Riwayat Merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan Periode Januari 2009 – Desember 2009

Nama : Khairun Nisa Binti Saleh NIM : 070100443

Pembimbing

(dr. Juliandi Harahap, MA) NIP : 19700702 199802 1 001

Penguji I

(dr. Yahwardiah Siregar, PhD) NIP : 19550807 198523 2 001

Penguji II

(dr. Almaycano Ginting, M. Kes) NIP : 19750524 200312 1 001

Mengetahui :

Universitas Sumatera Utara Fakultas Kedokteran


(4)

ABSTRAK

Latar belakang. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya. Terdapat beberapa faktor penyebab bagi PPOK dan merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan.

Metode. Desain penelitian yang telah digunakan adalah cross-sectional study. Pengambilan sampel adalah dengan menggunakan total sampling yaitu keseluruhan populasi penderita PPOK dari bulan Januari 2009 sehingga Desember 2009. Data yang digunakan adalah rekam medis pasien PPOK di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan. Seterusnya data yang diperoleh diolah dengan bantuan sistem perangkat lunak program komputer (SPSS).

Hasil. Pada penelitian ini, seramai 54 orang menderita PPOK dimana 25 orang (46,3 %) mempunyai riwayat merokok sementara 29 orang (53,7%) tidak merokok. Proporsinya berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi pada pria yaitu sebanyak 24 orang (96%) berbanding wanita. Sementara kelompok umur 61-70 tahun merupakan kelompok tertinggi yaitu sebanyak 12 orang (48%). Daripada 25 orang yg merokok, 12 orang (48%) merupakan perokok aktif sementara 13 orang (52%) lagi dikategorikan sebagai bekas perokok dan 16 orang (64%) adalah perokok berat.

Kesimpulan. Pada penelitian ini, PPOK tidak didasari merokok sebagai faktor penyebab utama. Walaubagaimanapun, penelitian ini tidak mempertimbangkan perokok pasif yang lebih berisiko berbanding perokok aktif.


(5)

ABSTRACT

Background. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a persistent obstruction of the airways occurring with emphysema, chronic bronchitis or both disorders. There are some risk factors of COPD but the most important is smoking. The main objective of this study is to know the prevalence of COPD with the history of smoking at Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan.

Method. A cross-sectional study was conducted at RSUP HAM from January 2009 till December 2009. A sample of 54 patients with COPD was recruited from their medical records held by the hospital and used as a retrospective database. The collected data are analyzed using the SPSS software.

Results. There were 25 COPD patients with reported history of smoking while the remaining 29 patients did not. The results also showed that the proportion based on sex were higher in male than in female. Based on age, results showed that patients aged 61-70 has the highest amount of reported cases of COPD with history of smoking. Out of 25 patients who have history of smoking, 48% of them are active smoker while 52% have stopped smoking and 64% of them were heavy smokers.

Conclusions. Our findings show that smoking is not the main factor which causes COPD. However, this study does not consider passive smokers which are more susceptible than active smokers.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadrat Allah SWT kerana dengan limpah dan karunia-Nya, penulisan hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Prevalensi Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan Riwayat Merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan Periode Januari 2009 hingga Desember 2009.

Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan jutaan terima kasih kepada dosen pembimbing, dr. Juliandi Harahap, MA yang telah bersedia membimbing dan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Saya juga ingin menyampaikan jutaan terima kasih kepada staf-staf pengajar Ilmu Kesehatan Komunitas Universitas Sumatera Utara yang telah turut memberikan bimbingan dan panduan dalam kegiatan ini.

Atas keterbatasan waktu, saya akui penulisan hasil penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu saya sangat mengharapkan saran dan kritikan yang membangun untuk penyempurnaan pada masa akan datang.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga saya yang telah banyak memberi dorongan dan sokongan moral sewaktu menyiapkan penulisan proposal ini. Akhir kata, kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penulisan hasil penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung, saya ucapkan terima kasih.

Medan, 4 Desember 2010 Khairun Nisa Binti Saleh


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ...

i

ABSTRAK ...

ii

ABSTRACT ...

iii

KATA PENGANTAR ...

iv

DAFTAR ISI ...

v

DAFTAR TABEL ...

vii

DAFTAR GAMBAR ...

viii

DAFTAR LAMPIRAN ...

ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.4 Manfaat Penelitian ...

1 1 2 3 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) ... 2.1.1 Definisi PPOK ... 2.1.2 Gejala PPOK ... 2.1.3 Faktor Risiko PPOK ... 2.1.4 Patogenesis PPOK ... 2.2 Rokok ...

2.2.1 Definisi rokok ... 2.2.2 Definisi merokok dan perokok ...

4 4 4 5 5 8 10 10 10


(8)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI

OPERASIONAL ... 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 3.2 Definisi Operasional ...

15 15 15

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 4.1 Jenis Penelitian ... 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 4.5 Pengolahan dan Analisa Data ...

18 18 18 19 19 19

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 5.2 Karakteristik Individu ... 5.3 Hasil Analisa Data ... 5.4 Pembahasan ... 5.5 Keterbatasan Penelitian ...

20 20 20 21 24 27

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ...

28 28 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30 LAMPIRAN ... 34


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Definisi operasional 16

5.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan riwayat merokok.

20

5.2 Distribusi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok berdasarkan jenis kelamin

21

5.3 Distribusi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok berdasarkan jenis perokok


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Kerangka konsep prevalensi PPOK dengan riwayat merokok

15

Gambar 5.1 Distribusi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok berdasarkan kelompok umur

22

Gambar 5.2 Distribusi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok berdasarkan derajat berat merokok


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Daftar riwayat hidup 34

Lampiran 2 Data induk 35

Lampiran 3 Hasil SPSS 37


(12)

ABSTRAK

Latar belakang. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya. Terdapat beberapa faktor penyebab bagi PPOK dan merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan.

Metode. Desain penelitian yang telah digunakan adalah cross-sectional study. Pengambilan sampel adalah dengan menggunakan total sampling yaitu keseluruhan populasi penderita PPOK dari bulan Januari 2009 sehingga Desember 2009. Data yang digunakan adalah rekam medis pasien PPOK di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan. Seterusnya data yang diperoleh diolah dengan bantuan sistem perangkat lunak program komputer (SPSS).

Hasil. Pada penelitian ini, seramai 54 orang menderita PPOK dimana 25 orang (46,3 %) mempunyai riwayat merokok sementara 29 orang (53,7%) tidak merokok. Proporsinya berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi pada pria yaitu sebanyak 24 orang (96%) berbanding wanita. Sementara kelompok umur 61-70 tahun merupakan kelompok tertinggi yaitu sebanyak 12 orang (48%). Daripada 25 orang yg merokok, 12 orang (48%) merupakan perokok aktif sementara 13 orang (52%) lagi dikategorikan sebagai bekas perokok dan 16 orang (64%) adalah perokok berat.

Kesimpulan. Pada penelitian ini, PPOK tidak didasari merokok sebagai faktor penyebab utama. Walaubagaimanapun, penelitian ini tidak mempertimbangkan perokok pasif yang lebih berisiko berbanding perokok aktif.


(13)

ABSTRACT

Background. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a persistent obstruction of the airways occurring with emphysema, chronic bronchitis or both disorders. There are some risk factors of COPD but the most important is smoking. The main objective of this study is to know the prevalence of COPD with the history of smoking at Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan.

Method. A cross-sectional study was conducted at RSUP HAM from January 2009 till December 2009. A sample of 54 patients with COPD was recruited from their medical records held by the hospital and used as a retrospective database. The collected data are analyzed using the SPSS software.

Results. There were 25 COPD patients with reported history of smoking while the remaining 29 patients did not. The results also showed that the proportion based on sex were higher in male than in female. Based on age, results showed that patients aged 61-70 has the highest amount of reported cases of COPD with history of smoking. Out of 25 patients who have history of smoking, 48% of them are active smoker while 52% have stopped smoking and 64% of them were heavy smokers.

Conclusions. Our findings show that smoking is not the main factor which causes COPD. However, this study does not consider passive smokers which are more susceptible than active smokers.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang juga dikenali sebagai

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), merupakan obstruksi saluran

pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003). Menurut World Health Organization

(WHO), PPOK bisa membunuh seorang manusia setiap sepuluh detik (WHO,

2007).

Terdapat enam faktor risiko terjadinya PPOK yaitu merokok, hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan akibat kerja, polusi udara dan faktor genetik. Merokok dikatakan sebagai faktor risiko utama terjadinya PPOK (Reily, Edwin, Shapiro, 2008). Supari (2008), turut menyatakan bahawa merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK.

Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernafasan (COPD International, 2004). Laporan terbaru WHO menyatakan bahwa sebanyak 210 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3 juta manusia meninggal akibat PPOK pada tahun 2005 (WHO, 2007). Diperkirakan pada tahun 2030, PPOK akan menjadi penyebab ke-3 kematian di seluruh dunia (WHO, 2008).

Dikatakan 80 - 90% kematian pada penderita PPOK berhubungan dengan merokok. WHO menyatakan hampir 75% kasus bronkitis kronik dan emfisema diakibatkan oleh rokok (The Tobacco Atlas, 2002). Dilaporkan perokok adalah 45% lebih berisiko untuk terkena PPOK berbanding bukan perokok (WHO, 2010). WHO turut menyatakan bahwa perokok pasif berisiko tinggi, terutama pada anak-anak dan individu yang terpapar. Diperkirakan perokok pasif dapat meningkatkan risiko PPOK pada orang dewasa sebanyak 10 - 43% (COPD International, 2004).


(15)

Menurut Regional COPD Working Group (2003) dalam Ramli, Manap dan Joseph (2008) jumlah kasus PPOK di Asia adalah tiga kali lipat jumlah kasus di negara-negara lain di dunia. Di negara-negara yang sedang berkembang, perilaku merokok semakin bertambah sekitar 3.4% setiap tahun. Menurut WHO, bagian Pasifik Barat, yang meliputi Asia Timur dan Pasifik, adalah bahagian yang tercatat dengan angka merokok tertinggi. Sekitar 80,000 hingga 100,000 anak-anak di seluruh dunia mula merokok setiap hari dan hampir sebagiannya adalah dari Asia (WHO, 2002). Regional COPD Working Group (2003) menunjukkan sebanyak 56,6 juta individu telah dijangkiti PPOK yang sederhana dan buruk. Data ini adalah di kalangan individu berumur 30 tahun ke atas di 12 buah negara Asia yang telah dikenal pasti (Ramli, Manap, Joseph, 2008).

Menurut Depkes RI (2004) dalam Supari (2008), survei di lima rumah sakit propinsi di Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan bahwa PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%). Penggunaan tembakau di Indonesia diperkirakan telah menyebabkan 70% kematian akibat penyakit paru kronik dan emfisema. Lebih daripada setengah juta penduduk Indonesia menderita penyakit saluran pernafasan akibat penggunaan tembakau pada tahun 2001 (Supari, 2008).

1.2 Rumusan masalah:

Berdasarkan data statistik yang diperoleh dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

“Berapakah prevalensi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan?”


(16)

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum:

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus:

a) Mengetahui proporsi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yang merokok berdasarkan jenis kelamin.

b) Mengetahui proporsi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yang merokok berdasarkan peringkat umur.

c) Mengetahui proporsi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yang merokok berdasarkan jenis perokok dan derajat berat merokok.

1.4 Manfaat penelitian

a) Sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dalam perancanaan tindakan lanjut bagi upaya menurunkan angka Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).

b) Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya rokok pada kesehatan.

c) Sebagai bahan informasi untuk pengembangan penelitian yang serupa dan berkelanjutan tentang pelaksanaan surveilans epidemiologi.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

2.1.1 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau juga dikenali sebagai

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan obstruksi saluran

pernafasan yang progresif dan ireversibel; terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003). Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) bukanlah penyakit tunggal, tetapi merupakan satu istilah yang merujuk kepada penyakit paru kronis yang mengakibatkan gangguan pada sistem pernafasan.

Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai manifestasi batuk kronik yang produktif selama 3 bulan sepanjang dua tahun berturut-turut. Sementara emfisema didefinisikan sebagai pembesaran alveolus di hujung terminal bronkiol yang permanen dan abnormal disertai dengan destruksi pada dinding alveolus serta tanpa fibrosis yang jelas. The Global Initiative for Chronic

Obstructive Lung Disease (GOLD) guidelines mendefinisikan PPOK sebagai

penyakit yang ditandai dengan gangguan pernafasan yang ireversibel, progresif, dan berkaitan dengan respon inflamasi yang abnormal pada paru akibat inhalasi partikel-partikel udara atau gas-gas yang berbahaya (Kamangar, 2010).

Sementara menurut Affyarsyah Abidin, Faisal Yunus dan Wiwien Heru Wiyono (2009), PPOK adalah penyakit paru kronik yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Kata “progresif” disini berarti semakin memburuknya keadaan seiring berjalannya waktu (National Heart Lung and Blood Institute, 2009) .


(18)

2.1.2 Gejala-gejala PPOK

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan bersifat akut. Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak nafas yang semakin memburuk, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis PPOK eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental pasien (Riyanto, Hisyam, 2006).

Diagnosis PPOK dipertimbangkan apabila pasien mengalami gejala batuk, sputum yang produktif, sesak nafas, dan mempunyai riwayat terpajan faktor risiko. Diagnosis memerlukan pemeriksaan spirometri untuk mendapatkan nilai volume forced expiratory maneuver (FEV 1) dan force vital capacity (FVC). Jika hasil bagi antara FEV 1 dan FVC kurang dari 0,7, maka terdapat pembatasan aliran udara yang tidak reversibel sepenuhnya (Fahri, Sutoyo, Yunus, 2009). Pada orang normal volume forced expiratory maneuver (FEV 1) adalah 28ml per tahun, sedangkan pada pasien PPOK adalah 50 - 80 ml. Menurut National Population

Health Study (NPHS), 51% penderita PPOK mengeluhkan bahwa sesak nafas

yang mereka alami menyebabkan keterbatasan aktivitas di rumah, kantor dan lingkungan social (Abidin, Yunus, Wiyono, 2009).

2.1.3 Faktor- faktor risiko PPOK a) Merokok

Pada tahun 1964, penasihat Committee Surgeon General of the United

States menyatakan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama mortalitas

bronkitis kronik dan emfisema. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam waktu satu detik setelah forced expiratory maneuver (FEV 1), terjadi penurunan


(19)

mendadak dalam volume ekspirasi yang bergantung pada intensitas merokok. Hubungan antara penurunan fungsi paru dengan intensitas merokok ini berkaitan dengan peningkatan kadar prevalensi PPOK seiring dengan pertambahan umur. Prevalansi merokok yang tinggi di kalangan pria menjelaskan penyebab tingginya prevalensi PPOK dikalangan pria. Sementara prevalensi PPOK dikalangan wanita semakin meningkat akibat peningkatan jumlah wanita yang merokok dari tahun ke tahun (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).

PPOK berkembang pada hampir 15% perokok. Umur pertama kali merokok, jumlah batang rokok yang dihisap dalam setahun, serta status terbaru perokok memprediksikan mortalitas akibat PPOK. Individu yang merokok mengalami penurunan pada FEV1 dimana kira-kira hampir 90% perokok berisiko menderita PPOK (Kamangar, 2010).

Second-hand smoker atau perokok pasif berisiko untuk terkena infeksi

sistem pernafasan, dan gejala-gejala asma. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi paru (Kamangar, 2010). Pemaparan asap rokok pada anak dengan ibu yang merokok menyebabkan penurunan pertumbuhan paru anak. Ibu hamil yang terpapar dengan asap rokok juga dapat menyebabkan penurunan fungsi dan perkembangan paru janin semasa gestasi.

b) Hiperesponsif saluran pernafasan

Menurut Dutch hypothesis, asma, bronkitis kronik, dan emfisema adalah variasi penyakit yang hampir sama yang diakibatkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Sementara British hypothesis menyatakan bahwa asma dan PPOK merupakan dua kondisi yang berbeda; asma diakibatkan reaksi alergi sedangkan PPOK adalah proses inflamasi dan kerusakan yang terjadi akibat merokok. Penelitian yang menilai hubungan tingkat respon saluran pernafasan dengan penurunan fungsi paru membuktikan bahwa peningkatan respon saluran


(20)

Meskipun begitu, hubungan hal ini dengan individu yang merokok masih belum jelas. Hiperesponsif salur pernafasan ini bisa menjurus kepada remodeling salur nafas yang menyebabkan terjadinya lebih banyak obstruksi pada penderita PPOK (Kamangar, 2010).

c) Infeksi saluran pernafasan

Infeksi saluran pernafasan adalah faktor risiko yang berpotensi untuk perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. Dipercaya bahwa infeksi salur nafas pada masa anak-anak juga berpotensi sebagai faktor predisposisi perkembangan PPOK. Meskipun infeksi saluran nafas adalah penyebab penting terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan infeksi saluran nafas dewasa dan anak-anak dengan perkembangan PPOK masih belum bisa dibuktikan (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).

d) Pemaparan akibat pekerjaan

Peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan dan obstruksi saluran nafas juga bisa diakibatkan pemaparan terhadap abu dan debu selama bekerja. Pekerjaan seperti melombong arang batu dan perusahaan penghasilan tekstil daripada kapas berisiko untuk mengalami obstruksi saluran nafas. Pada pekerja yang terpapar dengan kadmium pula, FEV 1, FEV 1/FVC, dan DLCO menurun secara signifikan (FVC, force vital capacity; DLCO, carbon monoxide diffusing

capacity of lung). Hal ini terjadi seiring dengan peningkatan kasus obstruksi

saluran nafas dan emfisema. Walaupun beberapa pekerjaan yang terpapar dengan debu dan gas yang berbahaya berisiko untuk mendapat PPOK, efek yang muncul adalah kurang jika dibandingkan dengan efek akibat merokok (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).


(21)

e) Polusi udara

Beberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan pada individu yang tinggal di kota daripada desa yang berhubungan dengan polusi udara yang lebih tinggi di kota. Meskipun demikian, hubungan polusi udara dengan terjadinya PPOK masih tidak bisa dibuktikan. Pemaparan terus-menerus dengan asap hasil pembakaran biomass dikatakan menjadi faktor risiko yang signifikan terjadinya PPOK pada kaum wanita di beberapa negara. Meskipun begitu, polusi udara adalah faktor risiko yang kurang penting berbanding merokok (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).

f) Faktor genetik

Defisiensi α1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang berisiko untuk terjadinya PPOK. Insidensi kasus PPOK yang disebabkan defisiensi α1 -antitripsin di Amerika Serikat adalah kurang daripada satu peratus. α1-antitripsin merupakan inhibitor protease yang diproduksi di hati dan bekerja menginhibisi

neutrophil elastase di paru. Defisiensi α1-antitripsin yang berat menyebabkan emfisema pada umur rata-rata 53 tahun bagi bukan perokok dan 40 tahun bagi perokok (Kamangar, 2010).

2.1.4 Patogenesis PPOK

Perubahan patologis pada PPOK terjadi di saluran pernafasan, bronkiolus dan parenkim paru. Peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear yang diaktivasi dan makrofag yang melepaskan elastase tidak dapat dihalangi secara efektif oleh

antiprotease. Hal ini mengakibatkan destruksi paru. Peningkatan tekanan oksidatif

yang disebabkan oleh radikal-radikal bebas di dalam rokok dan pelepasan oksidan oleh fagosit, dan leukosit polimorfonuklear menyebabkan apoptosis atau nekrosis sel yang terpapar. Penurunan usia dan mekanisme autoimun juga mempunyai


(22)

a) Bronkitis kronik

Pembesaran kelenjar mukus, perubahan struktur pada saluran pernafasan termasuk atrofi, metaplasia sel squamous, abnormalitas silia, hiperplasia otot lurik, proses inflamasi, dan penebalan dinding bronkiolus adalah tanda-tanda bronkitis kronik. Neutrofilia terjadi di lumen saluran pernafasan dan infiltrasi neutrofil berkumpul di submukosa. Di bronkiolus, terjadi proses inflamasi mononuklear, oklusi lumen oleh mukus, metaplasia sel goblet, hiperplasia otot lurik, dan distorsi akibat fibrosis. Semua perubahan ini dikombinasikan bersama kehilangan supporting alveolar attachments menyebabkan pernafasan yang terbatas akibat penyempitan lumen saluran pernafasan dan deformitas dinding saluran pernafasan (Kamangar, 2010).

b) Emfisema

Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal dan disertai kerusakan dinding alveoli. Terdapat 3 jenis emfisema menurut morfologinya:

1. Centriacinar Emphysema dimulai dengan destruksi pada bronkiolus dan

meluas ke perifer, mengenai terutamanya bagian atas paru. Tipe ini sering terjadi akibat kebiasaan merokok yang telah lama.

2. Panacinar Emphysema (panlobuler) yang melibatkan seluruh alveolus

distal dan bronkiolus terminal serta paling banyak pada bagian paru bawah. Emfisema tipe ini adalah tipe yang berbahaya dan sering terjadi pada pasien dengan defisiensi α1-antitripsin.

3. Paraseptal Emphysema yaitu tipe yang mengenai saluran napas distal,

duktus dan sakus. Proses ini terlokalisir di septa fibrosa atau berhampiran pleura (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).


(23)

2.2 Rokok

2.2.1 Definisi rokok

Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok umumnya terbagi menjadi tiga kelompok yaitu rokok putih, rokok kretek dan cerutu. Bahan baku rokok adalah daun tembakau yang dirajang dan dikeringkan. Cerutu biasanya berbentuk seperti kapal selam dengan ukuran yang lebih besar dan lebih panjang berbanding rokok putih dan rokok kretek. Cerutu terdiri dari daun tembakau yang dikeringkan saja tanpa dirajang, digulung menjadi silinder besar lalu diberikan lem. Gulungan tembakau yang dikeringkan, dirajang, dan dibungkus dengan kertas rokok dikenali sebagai rokok putih. Apabila ditambah cengkeh atau bahan lainnya dalam rokok putih ia dikenali sebagai rokok kretek (Khoirudin, 2006).

2.2.2 Definisi merokok dan perokok

Merokok pada dasarnya adalah kegiatan atau aktivitas membakar rokok yang kemudiannya dihisap dan dihembuskan keluar sehingga orang yang disekitarnya juga bisa terhisap asap rokok yang dihembuskannya (Kemala, 2008). Menurut Alamsyah (2009), perokok adalah seseorang yang merokok sekurang-kurangnya satu batang per hari selama sekurang-sekurang-kurangnya satu tahun.

2.2.3 Klasifikasi perokok

Perokok pada garis besarnya dibagi menjadi dua yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang langsung menghisap asap rokok dari rokoknya, sedangkan perokok pasif adalah orang-orang yang tidak merokok, namun ikut menghisap asap sampingan selain asap utama yang dihembuskan balik oleh perokok. Dari beberapa pengamatan dilaporkan bahwa perokok pasif menghisap lebih banyak bahan beracun daripada seorang perokok aktif


(24)

Sweeting (1990) dalam Alamsyah (2009), mengklasifikasikan perokok atas tiga kategori, yaitu:

1. Bukan perokok (non-smoker), seseorang yang belum pernah mencoba merokok sama sekali.

2. Perokok eksperimental (experimental smokers), seseorang yang telah mencoba merokok tetapi tidak menjadikannya suatu kebiasaan.

3. Perokok tetap (regular smokers), seseorang yang teratur merokok baik dalam hitungan mingguan atau dengan intensitas yang lebih tinggi.

Menurut Smet (1994) dalam Kemala (2008) terdapat tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah:

1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok sehari 2. Perokok sedang yang menghisap 5 - 14 batang rokok dalam sehari 3. Perokok ringan yang menghisap 1 - 4 batang rokok sehari

Sementara menurut Bustan (1997) dalam Khoirudin (2006), yang dikatakan perokok ringan adalah perokok yang menghisap 1 - 10 batang rokok sehari, perokok sedang, 11 - 20 batang sehari, dan perokok berat lebih dari 20 batang rokok sehari. Sitepoe (2000) dalam Alamsyah (2009), membagikan perokok kepada empat kelompok, yaitu perokok ringan, sedang, dan berat sama seperti menurut Bustan (1997) dan kelompok keempat, yaitu perokok yang menghisap rokok dalam-dalam.

2.2.4 Kandungan bahan kimia dalam rokok

Tiap rokok mengandung kurang lebih daripada 4000 elemen, dan hampir 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah nikotin, karbon monoksida, dan tar. Zat-zat kandungan rokok ini adalah yang paling berbahaya bagi tubuh. Rokok putih mengandung 14 - 15 mg tar dan 5 mg nikotin, sementara rokok kretek mengandung sekitar 20 mg tar dan 4 - 5 mg nikotin. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan tar dan nikotin pada rokok kretek lebih tinggi daripada rokok putih. Kandungan tar dan nikotin pada cerutu adalah


(25)

yang paling tinggi jika dibandingkan dengan rokok putih dan rokok kretek oleh karena ukurannya yang lebih besar (Khoirudin, 2006).

a) Nikotin

Nikotin merupakan zat yang bisa meracuni saraf, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah perifer, dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Selain itu, nikotin juga mengganggu sistem saraf simpatis dengan merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja otak, dan banyak bagian tubuh yang lain. Nikotin mengaktifkan trombosit dan menyebabkan adhesi trombosit ke dinding pembuluh darah. Perangsangan reseptor pada pembuluh darah oleh nikotin akan mengakibatkan peningkatan sistolik dan diastolik, yang selanjutnya akan mempengaruhi kerja jantung. Penyempitan pembuluh darah perifer akibat nikotin akan meningkatkan risiko terjadinya ateriosklerosis, selain juga meningkatkan tekanan darah (Khoirudin, 2006).

b) Karbon monoksida (CO)

Gas karbon monoksida (CO) memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam eritrosit. Hemoglobin seharusnya berikatan dengan oksigen untuk didistribusikan ke seluruh tubuh. Karena CO lebih kuat berikatan dengan hemoglobin daripada oksigen, CO akan bersaing untuk menempati tempat oksigen pada hemoglobin. Menurut Amalia (2002) dalam Khoirudin (2006), kadar gas CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1%, sementara dalam darah perokok mencapai 4-15%. Gas ini akan menimbulkan desaturasi haemoglobin dan menurunkan penghantaran oksigen ke jaringan


(26)

c) Tar

Tar merupakan komponen padat asap rokok yang bersifat karsinogen. Kadar tar dalam rokok berkisar 24 - 45 mg. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut dalam bentuk uap padat. Setelah dingin, tar akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3 - 40 mg per batang rokok (Khoirudin, 2006).

2.2.5 Pengaruh asap rokok pada paru

Merokok merupakan faktor risiko utama terjadinya PPOK. Gangguan respirasi dan penurunan faal paru paling sering terjadi pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus rokok pertahun, dan perokok aktif mempengaruhi angka kematian. Perokok pasif dan merokok selama hamil juga merupakan faktor risiko terjadinya PPOK. Di Indonesia, 70% kematian karena penyakit paru kronik dan emfisema adalah akibat penggunaan tembakau. Lebih daripada setengah juta penduduk Indonesia pada tahun 2001 menderita penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh penggunaan tembakau (Supari, 2008).

Secara umum telah diketahui bahwa merokok dapat menyebabkan gangguan pernafasan. Terdapat beberapa alasan yang mendasari pernyataan ini. Pertama, salah satu efek dari penggunaan nikotin akan menyebabkan konstriksi bronkiolus terminal paru, yang meningkatkan resistensi aliran udara ke dalam dan keluar paru. Kedua, efek iritasi asap rokok menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke dalam cabang-cabang bronkus serta pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin dapat melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel pernapasan yang secara normal terus bergerak untuk memindahkan kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran pernafasan. Akibatnya lebih banyak debris berakumulasi dalam jalan napas dan kesukaran bernapas menjadi semakin bertambah. Hasilnya, semua perokok baik berat maupun ringan akan merasakan adanya tahanan pernafasan dan kualitas hidup berkurang (Guyton, 2006).


(27)

Pada beberapa perokok berat yang tidak menderita emfisema, dapat terjadi bronkitis kronik, obstruksi bronkiol terminalis dan destruksi dinding alveolus. Pada emfisema berat, sebanyak empat perlima membran saluran pernafasan dapat rusak. Meskipun hanya melakukan aktivitas ringan, gawat pernafasan bisa terjadi. Pada kebanyakan pasien PPOK dengan gangguan pernafasan terjadi keterbatasan aktivitas harian, bahkan ada yang tidak dapat melakukan satu kegiatan pun. Dipercayai merokok adalah penyebab utamanya (Guyton, 2006).

Terdapat hubungan dose response antara rokok dan PPOK. Lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. Hubungan dose response tersebut dapat dilihat dan diukur dengan Index Brinkman (IB), yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari dikalikan dengan jumlah lamanya merokok dalam tahun (Supari, 2008). Derajat berat merokok ini dikatakan ringan apabila IB 0 - 200, sedang jika 200 - 600 dan berat apabila lebih daripada 600. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan jenis perokok sama ada perokok aktif, perokok pasif atau bekas perokok (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).


(28)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 1 Kerangka konsep prevalensi PPOK dengan riwayat merokok

3.2 Definisi operasional 3.2.1 Prevalensi

Menurut Sastroasmoro (2008), prevalensi adalah proporsi kasus yang sakit dalam suatu populasi pada suatu saat atau kurun waktu. Data prevalensi dalam penelitian ini diperoleh dari rekam medis Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan bagi Januari 2009 sampai Desember 2009.

3.2.2 Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. Hambatan aliran udara ini berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

• Jenis kelamin

• Peringkat umur

• Jenis perokok

• Derajat berat merokok

Kejadian Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok


(29)

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Jenis kelamin Jenis kelamin penderita PPOK saat penelitian dilaksanakan

Observasi Rekam medis Pria Wanita Nominal Peringkat umur Umur pederita PPOK saat penelitian dilaksanakan

Observasi Rekam medis

51 - 60 61 – 70 71 – 80

Ordinal Jenis perokok Status merokok penderita PPOK saat penelitian dilaksanakan

Observasi Rekam medis Perokok aktif Bekas perokok Nominal Derajat berat merokok Tingkat keparahan merokok pada penderita PPOK

Observasi Rekam medis

Ringan Sedang Berat

Ordinal

3.2.3 Jenis kelamin

Jenis kelamin penderita PPOK saat penelitian dilaksanakan ditentukan sama ada pria atau wanita. Cara ukur adalah observasi yaitu melakukan pengamatan. Alat ukur adalah rekam medis. Hasil ukur adalah:

a) pria b) wanita skala : nominal


(30)

3.2.4 Peringkat umur

Peringkat umur adalah umur penderita PPOK saat penelitian dilakukan dan dinyatakan dalam tahun. Cara ukur yang digunakan adalah observasi, sementara alat ukur yang digunakan adalah rekam medis. Hasil ukur adalah:

a) 51 – 60 tahun b) 61 – 70 tahun c) 71 – 80 tahun Skala : ordinal

3.2.5 Jenis perokok

Jenis perokok adalah status merokok penderita PPOK saat penelitian dilakukan. Cara ukur adalah observasi. Alat ukur adalah rekam medis. Hasil ukur:

a) perokok aktif adalah orang yang langsung menghisap asap rokok dari rokoknya.

b) bekas perokok adalah perokok yang telah berhenti mengkonsumsi rokok. skala : nominal

3.2.6 Derajat berat merokok

Derajat berat merokok adalah tingkat keparahan merokok pada penderita PPOK. Derajat berat merokok ini diukur dengan menggunakan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang diisap per hari dengan lama merokok dalam tahun. Cara ukur adalah observasi. Alat ukur adalah rekam medis. Hasil ukur adalah seperti berikut (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003):

a) ringan : 0 – 200 b) sedang : 200 – 600 c) berat : > 600 skala : ordinal


(31)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif bagi mengetahui angka prevalensi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok. Desain penelitian yang telah digunakan adalah cross-sectional study, yaitu penelitian yang diarahkan untuk menggambarkan atau menguraikan suatu keadaan dalam suatu komunitas yang mana pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali dalam waktu yang sama (Notoatmodjo, 2005).

4.2 Waktu dan lokasi penelitian 4.2.1 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai September 2010. Penelitian ini dimulai dengan penulusuran pustaka, penyusunan proposal penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, seminar proposal, dan dilanjutkan dengan kajian lapangan mulai dari pengumpulan data sampai ke penulisan hasil laporan.

4.2.2 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM). Pemilihan lokasi ini adalah kerana rumah sakit ini mempunyai jumlah pengunjung yang relatif banyak dan merupakan rumah sakit rujukan di Propinsi Sumatera Utara sehingga populasi dan sampel yang diperlukan untuk penelitian ini dapat ditemukan.


(32)

4.3 Populasi dan sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan periode Januari 2009 – Desember 2009.

4.3.2 Sampel

Pengambilan sampel adalah dengan menggunakan total sampling yaitu keseluruhan populasi penderita PPOK dari bulan Januari 2009 sehingga Desember 2009. Hal ini kerana perlu didapatkan jumlah atau nomor sebenar penderita PPOK secara keseluruhan untuk mengetahui dari jumlah tersebut persentase pasien yang mempunyai riwayat merokok. Kriteria inklusi penelitian ini adalah data rekam medis yang lengkap.

4.4 Teknik pengumpulan data

Pada pelaksanaan penelitian, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh daripada rekam medis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan. Cara yang digunakan adalah observasi rekam medis. Rekam medis kesemua pasien yang telah didiagnosa dengan PPOK diambil dan kemudiannya diteliti sama ada terdapat riwayat merokok. Pada penderita PPOK yang mempunyai riwayat merokok, diperhatikan jenis kelamin, umur, jenis perokok saat ini dan derajat berat merokok.

4.5 Pengolahan dan analisa data

Penilaian data diperoleh dari penilaian observasi rekam medis. Seterusnya data diolah dengan bantuan sistem perangkat lunak program komputer (SPSS). Data bagi penelitian ini adalah berbentuk kategorik. Kemudian dilakukan analisa dengan cara deskriptif pada data yang terkumpul dan data disajikan dalam tabel-tabel distribusi frekuensi.


(33)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan dengan cara melihat rekam medis. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik adalah rumah sakit tipe A yang juga merupakan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Rumah Sakit ini telah memulakan pelayanan Rawat Jalan sejak tanggal 17 Juni 1991 sementara untuk pelayanan Rawat Inap, baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.

5.2 Karakteristik individu

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di RSUP HAM, Medan pada tahun 2009 dengan jumlah 54 orang.

Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan riwayat merokok.

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) Jenis kelamin:

Pria 44 81,5

Wanita 10 18,5

Jumlah : 54 100

Riwayat merokok:

Merokok 25 46,3


(34)

Berdasarkan tabel diatas, dapat diperhatikan jumlah penderita PPOK di RSUP HAM, Medan pada tahun 2009 adalah sebanyak 54 orang yang terdiri daripada 44 orang (81,5%) pria dan 10 orang (18,5%) wanita. Daripada 54 orang ini, 25 orang (46,3%) mempunyai riwayat merokok sementara 29 orang (53,7%) tidak merokok.

5.3 Hasil analisa data

Dalam penelitian ini, setiap individu ditentukankan terlebih dahulu sama ada merokok ataupun tidak. Terdapat 54 pasien yang menderita PPOK, seramai 25 orang merokok sementara 29 orang lagi tidak merokok. Distribusi pasien PPOK mengikut jenis kelamin pada tahun 2009 adalah 44 orang pria (81,5%) dan 10 orang wanita (18,5%). Daripada beberapa penelitian ditemukan prevalensi PPOK adalah lebih tinggi pada pria berbanding wanita.

Tabel 5.2 Distribusi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)

Pria 24 96

Wanita 1 4

Jumlah 25 100

Setelah rekam medis diteliti, didapati bilangan penderita PPOK yang merokok adalah seramai 25 orang dimana 24 orang pria dan seorang wanita. Hal ini menunjukkan pria mempunyai presentase yang lebih tinggi menderita PPOK berbanding wanita.

Hubungan antara penurunan fungsi paru dengan intensitas merokok ini berkaitan dengan peningkatan kadar prevalensi PPOK seiring dengan pertambahan umur. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (2002), secara umumnya, PPOK terjadi pada perokok yang memulai tabiat merokok sejak usia remaja. Penurunan fungsi paru menimbulkan gejala apabila perokok berusia 40 hingga 50 tahun dan mulai mendapatkan rawatan di rumah


(35)

sakit apabila perokok telah mencapai usia 50 hingga 69 tahun. Kematian berlaku apabila mereka berada dalam lingkungan usia 60 hingga 79 tahun.

Gambar 5.1 Distribusi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok berdasarkan kelompok umur

Bagi distribusi penderita PPOK dengan riwayat merokok berdasarkan kelompok umur, pada penelitian ini, kelompok umur dengan persentase tertinggi adalah kelompok umur 61-70 tahun yaitu sebanyak 12 orang (48%).

Perokok pada garis besarnya dibagi menjadi dua yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang langsung menghisap asap rokok dari rokoknya, sedangkan perokok pasif adalah orang-orang yang tidak merokok, namun ikut menghisap asap sampingan selain asap utama yang dihembuskan balik oleh perokok. Sementara bekas perokok adalah perokok yang telah berhenti mengkonsumsi rokok. WHO menyatakan bahwa perokok pasif berisiko tinggi


(36)

kelompok perokok pasif akibat keterbatasan informasi yang diperoleh daripada rekam medis.

Tabel 5.3 Distribusi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok berdasarkan jenis perokok

Jenis perokok Frekuensi Persentase (%)

Perokok aktif 12 48

Bekas perokok 13 52

Jumlah 25 100

Daripada tabel diatas, seramai 12 orang (48%) merupakan perokok aktif sementara 13 orang (52%) lagi dikategorikan sebagai bekas perokok. Bekas perokok adalah lebih banyak berbanding perokok aktif. Walaupun begitu tidak terdapat perbedaan yang ketara pada dua kelompok ini.

Derajat berat merokok ini diukur menggunakan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang diisap per hari seorang pasien dengan lama merokok dalam tahun. Pada penelitian ini, jumlah rata-rata batang rokok yang diisap oleh setiap penderita PPOK per hari adalah sebanyak 27 batang sementara rata-rata lama merokok bagi kesemua penderita ini adalah selama 36 tahun. Jangka waktu merokok paling lama adalah 50 tahun.


(37)

Gambar 5.2 Distribusi penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan riwayat merokok berdasarkan derajat berat merokok

Berdasarkan derajat berat merokok, diperolehi persentase tertinggi penderita PPOK dengan riwayat merokok adalah di dalam derajat berat yaitu sebanyak 64%.

5.4 Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada penderita PPOK di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) pada tahun 2009, diperoleh data dengan cara merujuk rekam medis. Data tersebut dijadikan tolak ukur dalam melakukan pembahasan dan sebagai hasil akhir dapat dijabarkan seperti berikut:

Pada tabel 5.1 dapat diamati bahawa prevalensi PPOK di RSUP HAM, Medan pada tahun 2009 adalah seramai 54 orang dimana 25 orang (46,3%)


(38)

penggunaan rokok. Lebih daripada setengah juta penduduk Indonesia pada tahun 2001 menderita penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh rokok (Supari, 2008). Hal ini kurang bertepatan dengan hasil penelitian dimana hanya 46,3% penderita PPOK yang merokok. Hai ini kerana pada penelitian ini terjadi keterbatasan penelitian akibat rekam medis yang tidak lengkap. Kemungkinan juga terdapat faktor penyebab lain yang lebih dominan dan berpengaruh pada pasien PPOK di lingkungan tersebut seperti pemaparan akibat pekerjaan dan polusi udara.

Pada tabel 5.2 diperoleh proporsi penderita PPOK dengan riwayat merokok berdasarkan jenis kelamin adalah sebanyak 24 orang (96%) bagi pria dan seorang (4%) bagi wanita. Menurut Reily, Edwin, Shapiro (2008), prevalensi merokok yang tinggi di kalangan pria menjelaskan penyebab tingginya prevalensi PPOK dikalangan pria. Hal ini terbukti dalam penelitian ini dimana persentasi tertinggi penderita PPOK dengan riwayat merokok adalah pria.

Sementara itu jika dilihat pada gambar 5.1, kelompok umur yang memiliki persentase tertinggi bagi proporsi penderita PPOK dengan riwayat merokok berdasarkan kelompok umur adalah kelompok umur 61-70 tahun (48%). Keadaan ini mungkin menyatakan bahawa hubungan antara penurunan fungsi paru dengan intensitas merokok berkaitan dengan peningkatan kadar prevalensi PPOK seiring dengan pertambahan umur. Semakin bertambahnya umur, semakin menurun fungsi paru dan keadaan ini diperburuk dengan adanya kebiasaan merokok yang seterusnya dapat menjadi faktor risiko dalam meningkatkan prevalensi PPOK. Selain daripada itu, menurut CDC (2002), secara umumnya, PPOK terjadi pada perokok yang memulai tabiat merokok sejak usia remaja dan mulai mendapatkan rawatan di rumah sakit apabila perokok telah mencapai usia 50 hingga 69 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan penyebab persentase yang tinggi pada kelompok umur 61-70 tahun.

Merujuk pada tabel 5.3, proporsi penderita PPOK dengan riwayat merokok berdasarkan jenis perokok adalah sebanyak 12 orang (48%) merupakan perokok aktif sementara 13 orang (52%) lagi dikategorikan sebagai bekas perokok. Di sini dapat simpulkan bahawa jenis perokok yang lebih banyak pada


(39)

penderita PPOK dengan riwayat merokok adalah bekas perokok. Meskipun begitu tiada perbedaan yang ketara bagi kedua jenis perokok tersebut.

Menurut B. Agne, K. Algirda, S. Raimudas dan S. Brigita (2006), penderita PPOK yang merupakan perokok aktif dan bekas perokok mempunyai jumlah dan jenis sel inflamasi yang hampir sama pada induced sputum. Hal ini menunjukkan respon inflamasi yang masih berterusan walaupun setelah berhenti merokok. Meskipun begitu, ditemukan jumlah neutrofil pada bekas perokok penderita PPOK adalah lebih rendah berbanding perokok aktif penderita PPOK. Oleh itu, dapat diasumsikan bahawa dengan berhenti merokok, terjadi alterasi positif pada penderita PPOK. Maka, lebih banyak penderita PPOK merupakan bekas perokok.

Proporsi penderita PPOK dengan riwayat merokok berdasarkan derajat berat merokok dapat dilihat pada gambar 5.2. Bagi menentukan derajat berat merokok pada penelitian ini, digunakan index Brinkman (IB) yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari dikalikan dengan jumlah lamanya merokok dalam tahun (Supari, 2008). Pada penelitian ini diperoleh derajat berat merokok yang tertinggi adalah derajat berat. Keadaan ini adalah kerana terdapat hubungan dose

response antara rokok dan PPOK. Lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap

hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko untuk terkena penyakit seperti PPOK akan lebih besar.

Pada satu penelitian oleh K. Akiko, K. Toshifumi, M. Kazumi, S. Fuminori dan Y. Hiroshi (2009), derajat berat merokok ini dibahagikan kepada 4 kelompok yaitu; bukan perokok, ≤ 400, ≤ 800 dan > 800. Menurut peneliti, efek

dose-dependent pada perokok dapat menyebabkan peningkatan sel darah putih

pada pria dan wanita serta sel darah merah pada wanita. Pada kelompok dengan derajat merokok tertinggi > 800, ditemukan jumlah sel darah putih yang paling banyak berbanding kelompok ≤ 800 dan ≤ 400. Maka, dapat diasumsi bahwa


(40)

5.5 Keterbatasan penelitian

Semasa penelitian ini dilaksanakan, dijumpai beberapa keterbatasan penelitian. Antaranya, penyimpanan yang kurang sistematik dan teratur sehingga peneliti tidak dapat menemukan beberapa rekam medis yang dilaporkan dari sistem komputer pada rak penyimpanan rekam medis. Selain itu, terdapat rekam medis yang tidak dilengkapi dengan maklumat yang diperlukan peneliti.


(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi penderita PPOK di RSUP HAM, Medan pada tahun 2009 dengan riwayat merokok adalah lebih tinggi pada pria yaitu sebanyak 24 orang (96%).

b. Proporsi penderita PPOK di RSUP HAM, Medan pada tahun 2009 dengan riwayat merokok berdasarkan kelompok umur paling tinggi adalah pada kelompok umur 61-70 tahun yaitu sebanyak 12 orang (48%).

c. Proporsi penderita PPOK di RSUP HAM, Medan pada tahun 2009 dengan riwayat merokok berdasarkan jenis perokok adalah sebanyak 12 orang (48%) merupakan perokok aktif sementara 13 orang (52%) lagi dikategorikan sebagai bekas perokok.

d. Pada penderita PPOK di RSUP HAM, Medan tahun 2009 dengan riwayat merokok, derajat berat merokok yang tertinggi adalah derajat berat sebanyak 16 orang (64%).

e. Prevalensi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), Medan pada tahun 2009 adalah seramai 54 orang dimana 25 orang (46,3 %) mempunyai riwayat merokok sementara 29 orang (53,7%) tidak merokok.


(42)

6.2 Saran

a. Bagi pihak rumah sakit:

Pihak rumah sakit diharapkan dapat mengemaskini rekam medis dengan lebih kerap dan teratur supaya memudahkan rujukan dan memastikan rekam medis yang perlu dirujuk tersedia.

b. Bagi peneliti:

Diharapkan pada masa akan datang, penelitian dapat dilakukan di beberapa lokasi dan dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor penyebab lain yang berhubungan dengan PPOK seperti hiperesponsif saluran pernafasan, pemaparan akibat kerja, polusi udara dan faktor genetik.

c. Bagi petugas kesehatan:

Tenaga kesehatan diharapkan dapat mendokumentasikan maklumat yang diperoleh daripada pasien dengan lengkap seperti jenis perokok sama ada perokok aktif, pasif atau bekas perokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi berserta lama merokok. Hal ini adalah supaya data pasien yang tersimpan adalah lengkap dan mudah untuk dirujuk.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin A, Yunus F, Wiyono W.H., Ratnawati A, April 2009. Manfaat Rehabilitasi Paru dalam Meningkatkan atau Mempertahankan Kapasiti Fungsional dan Kualiti hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik di RSUP

Persahabatan.Jurnal Respiratologi Indonesia, vol. 29, no. 2.

Alamsyah R.M., 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok

dan Hubungannya dengan Status Penyakit Periordontal Remaja di Kota Medan Tahun 2007. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,

Medan: 31-39.

B. Agne, K. Algirda, S. Raimudas dan S. Brigita 2006, Airway Inflammatory Cell Compounds in Smokers and Ex-smokers with COPD, Kaunas University of Medicine. Available from:

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2002. Chronic Obstructive

Pulmonary Disease Surveillance. United States: Centers for Disease Control

and Prevention (CDC). Available from:

November 2010]

COPD Interntional, 2004. COPD Statical Information. Available from:

February 2010]


(44)

Guyton, A.C., Hall, J.E., 2006. Effecf of Smoking on Pulmonary Ventilation in Exercise. In: Textbook of Medical Physiology. 11th ed. USA: Elsevier Saunders; p. 1062.

K. Akiko, K. Toshifumi, M. Kazumi, S. Fuminori dan Y. Hiroshi, 2009. Dose-dependent Effects of Cigarette Smoke on Blood Biomarkers in Healthy Japanese Volunteers: Observations from Smoking and Non-smoking. In:

Journal of Health Science, vol. 55, no. 2.

Kamangar N, 2010. Chronic Obstructive Pulmonary Disease, eMedicine Pulmonology. Available from:

2010]

Khoirudin, 2006. Perbedaan Kapasitas Vital Paru dan Tekanan Darah antara

Perokok Aktif dengan Perokok Pasif pada Siswa Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Semarang Tahun Ajaran 2005/2006. Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang: 32-37.

Loren J, 2009. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara terhadap Rokok. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan: 24-36.

Nasution I.K., 2007. Perilaku Merokok Pada Remaja. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan: 9-18.

Notoatmodjo S, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: PT Rineka Cipta; p. 79-92.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Penyakit Paru Obstruksi Kronis


(45)

Ramli A, Manap R.A., Joseph L., 2008. Perbandingan antara Rehabilitasi Pulmonari di Rumah dengan di Hospital bagi Pesakit COPD dalam Memperbaiki Status Fungsi Paru-paru. Jurnal Sains Kesihatan Malaysia, 6(1): 95-108.

Reilly J.J., Jr. , Silverman E.K., Shapiro S.D., 2008. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. In: Fauci et al, ed. Harisson’s Principles of Internal

Medicine. 17th ed. Volume II, Part 10, Chapter 254: p. 1635-1643.

Rennard S.I., 2009. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Available from: [Accessed 6 March 2010]

Sastroasmoro S, Ismael S, 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Sigitrianto B., Hisyam B., 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan. Dalam: Sudoyo et al. ed. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Snider, G.L., 2003. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. In: Beers et al, ed. The Merck Manual of Medical Information. 2nd Home Edition. United States: Merck & Co; p. 253-57.

Supari S.F., 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang


(46)

World Health Organization (WHO), 2002. Smoking statistics. Available from: [Accessed 6 March 2010]

World Health Organization (WHO), 2007. Chronic Obstructive Pulmonary

Disease. Available from:

2010]

World Health Organization (WHO), 2008. COPD predicted to be third leading

cause of death in 2030. Available from:

[Accessed 6 March 2010]

World Health Organization (WHO), 2010. Chronic Obstructive Pulmonary

Disease. Available from:

2010]


(47)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Khairun Nisa Binti Saleh Tempat/ Tanggal lahir : Perak/ 13.06.1988

Agama : Islam

Alamat : 250, Lorong 16, Taman Sri Kota 2, 34000, Taiping, Perak, Malaysia.

Riwayat Pendidikan : 1. Maktab Rendah Sains MARA PDRM, Kulim 2. Maktab Rendah Sains MARA Taiping

3. Allianze College of Medical Sciences (ACMS) Riwayat Pelatihan : 1. Program Sunatan Massal dan Pengobatan Umum

Anjuran Medical Emergency Team

2. Program Khidmat Masyarakat Anjuran Malaysian Relief Agency

Riwayat Organisasi : 1. Medical Emergency Team (MET) 2. Malaysian Relief Agency (MRA) LAMPIRAN 1


(48)

DATA INDUK No. pasien Riwayat merokok Jenis

kelamin Umur Jenis perokok

Jumlah batang rokok/ hari Lama merokok (tahun) 380049 tidak merokok Lelaki

380255 tidak merokok Lelaki

381955 tidak merokok perempuan

382492 merokok Lelaki 72 bekas perokok 14 50

381858 merokok Lelaki 69 perokok aktif 20 25

362912 merokok Lelaki 65 bekas perokok 48 45

251462 merokok Lelaki 65 perokok aktif 60 10

383298 merokok Lelaki 66 perokok aktif 20 40

357735 merokok Lelaki 62 bekas perokok 20 50

094250 merokok Lelaki 75 perokok aktif 12 50

385006 merokok Lelaki 74 bekas perokok 20 40

382904 merokok Lelaki 66 bekas perokok 80 20

371685 merokok Lelaki 80 bekas perokok 20 50

385903 merokok Lelaki 70 bekas perokok 20 40

008727 merokok Lelaki 71 perokok aktif 20 40

387063 merokok Lelaki 63 perokok aktif 30 40

385658 tidak merokok Lelaki 388003 tidak merokok Lelaki

389344 merokok Lelaki 74 perokok aktif 13 30

352991 tidak merokok Lelaki

388732 merokok Lelaki 58 perokok aktif 36 30

390687 tidak merokok perempuan

373211 merokok Lelaki 73 bekas perokok 24 30

373443 merokok Lelaki 78 perokok aktif 30 45

393570 tidak merokok Lelaki

286361 tidak merokok perempuan

394536 tidak merokok Lelaki 396156 tidak merokok Lelaki

414132 tidak merokok perempuan

415673 tidak merokok perempuan

415711 tidak merokok perempuan

170352 tidak merokok perempuan

170259 merokok Lelaki 65 bekas perokok 100 40

380623 merokok perempuan 59 bekas perokok 13 20

049376 tidak merokok Lelaki LAMPIRAN 2


(49)

356091 tidak merokok Lelaki

338235 merokok Lelaki 64 bekas perokok 40 30

394772 tidak merokok perempuan

397468 merokok Lelaki 71 perokok aktif 3 20

397307 tidak merokok perempuan

394841 tidak merokok Lelaki

228931 merokok Lelaki 57 bekas perokok 3 30

358794 tidak merokok perempuan

406510 tidak merokok Lelaki

008727 merokok Lelaki 70 bekas perokok 12 50

069080 tidak merokok Lelaki 226022 tidak merokok Lelaki

202656 tidak merokok perempuan

391062 merokok Lelaki 67 perokok aktif 25 45

320732 tidak merokok Lelaki 120463 tidak merokok Lelaki

395146 merokok Lelaki 54 perokok aktif 2 30

405521 tidak merokok Lelaki 181510 tidak merokok Lelaki


(50)

Statistics

riw rokok

N Valid 54

Missing 0

riw rokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid merokok 25 46.3 46.3 46.3

tidak merokok 29 53.7 53.7 100.0

Total 54 100.0 100.0

Statistics

jenis kelamin

N Valid 25

Missing 0

jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid lelaki 24 96.0 96.0 96.0

perempuan 1 4.0 4.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

kelompok usia

N Valid 25

Missing 0


(51)

kelompok usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 51-60 4 16.0 16.0 16.0

61-70 12 48.0 48.0 64.0

71-80 9 36.0 36.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Statistics

jenis perokok

N Valid 25

Missing 0

jenis perokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid perokok aktif 12 48.0 48.0 48.0

bekas perokok 13 52.0 52.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Statistics

kelompok derajat merokok

N Valid 25

Missing 0


(1)

World Health Organization (WHO), 2002. Smoking statistics. Available from:

[Accessed 6 March 2010]

World Health Organization (WHO), 2007. Chronic Obstructive Pulmonary

Disease. Available from:

2010]

World Health Organization (WHO), 2008. COPD predicted to be third leading

cause of death in 2030. Available from:

[Accessed 6 March 2010]

World Health Organization (WHO), 2010. Chronic Obstructive Pulmonary

Disease. Available from:

2010]


(2)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Khairun Nisa Binti Saleh

Tempat/ Tanggal lahir : Perak/ 13.06.1988

Agama

: Islam

Alamat

: 250, Lorong 16, Taman Sri Kota 2, 34000, Taiping,

Perak, Malaysia.

Riwayat Pendidikan

: 1. Maktab Rendah Sains MARA PDRM, Kulim

2. Maktab Rendah Sains MARA Taiping

3. Allianze College of Medical Sciences (ACMS)

Riwayat Pelatihan

: 1. Program Sunatan Massal dan Pengobatan Umum

Anjuran Medical Emergency Team

2. Program Khidmat Masyarakat Anjuran Malaysian

Relief Agency

Riwayat Organisasi

: 1. Medical Emergency Team (MET)

2. Malaysian Relief Agency (MRA)

LAMPIRAN 1


(3)

DATA INDUK

No. pasien Riwayat merokok Jenis

kelamin Umur Jenis perokok

Jumlah batang rokok/ hari Lama merokok (tahun) 380049 tidak merokok Lelaki

380255 tidak merokok Lelaki 381955 tidak merokok perempuan

382492 merokok Lelaki 72 bekas perokok 14 50

381858 merokok Lelaki 69 perokok aktif 20 25

362912 merokok Lelaki 65 bekas perokok 48 45

251462 merokok Lelaki 65 perokok aktif 60 10

383298 merokok Lelaki 66 perokok aktif 20 40

357735 merokok Lelaki 62 bekas perokok 20 50

094250 merokok Lelaki 75 perokok aktif 12 50

385006 merokok Lelaki 74 bekas perokok 20 40

382904 merokok Lelaki 66 bekas perokok 80 20

371685 merokok Lelaki 80 bekas perokok 20 50

385903 merokok Lelaki 70 bekas perokok 20 40

008727 merokok Lelaki 71 perokok aktif 20 40

387063 merokok Lelaki 63 perokok aktif 30 40

385658 tidak merokok Lelaki 388003 tidak merokok Lelaki

389344 merokok Lelaki 74 perokok aktif 13 30

352991 tidak merokok Lelaki

388732 merokok Lelaki 58 perokok aktif 36 30

390687 tidak merokok perempuan

373211 merokok Lelaki 73 bekas perokok 24 30

373443 merokok Lelaki 78 perokok aktif 30 45

393570 tidak merokok Lelaki 286361 tidak merokok perempuan 394536 tidak merokok Lelaki 396156 tidak merokok Lelaki 414132 tidak merokok perempuan 415673 tidak merokok perempuan 415711 tidak merokok perempuan 170352 tidak merokok perempuan

170259 merokok Lelaki 65 bekas perokok 100 40

380623 merokok perempuan 59 bekas perokok 13 20


(4)

356091 tidak merokok Lelaki

338235 merokok Lelaki 64 bekas perokok 40 30

394772 tidak merokok perempuan

397468 merokok Lelaki 71 perokok aktif 3 20

397307 tidak merokok perempuan 394841 tidak merokok Lelaki

228931 merokok Lelaki 57 bekas perokok 3 30

358794 tidak merokok perempuan 406510 tidak merokok Lelaki

008727 merokok Lelaki 70 bekas perokok 12 50

069080 tidak merokok Lelaki 226022 tidak merokok Lelaki 202656 tidak merokok perempuan

391062 merokok Lelaki 67 perokok aktif 25 45

320732 tidak merokok Lelaki 120463 tidak merokok Lelaki

395146 merokok Lelaki 54 perokok aktif 2 30

405521 tidak merokok Lelaki 181510 tidak merokok Lelaki


(5)

Statistics

riw rokok

N Valid 54 Missing 0

riw rokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid merokok 25 46.3 46.3 46.3

tidak merokok 29 53.7 53.7 100.0 Total 54 100.0 100.0

Statistics

jenis kelamin

N Valid 25 Missing 0

jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid lelaki 24 96.0 96.0 96.0

perempuan 1 4.0 4.0 100.0 Total 25 100.0 100.0

kelompok usia

N Valid 25 Missing 0


(6)

kelompok usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 51-60 4 16.0 16.0 16.0

61-70 12 48.0 48.0 64.0 71-80 9 36.0 36.0 100.0 Total 25 100.0 100.0

Statistics

jenis perokok

N Valid 25 Missing 0

jenis perokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid perokok aktif 12 48.0 48.0 48.0

bekas perokok 13 52.0 52.0 100.0 Total 25 100.0 100.0

Statistics

kelompok derajat merokok N Valid 25

Missing 0

kelompok derajat merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid ringan 3 12.0 12.0 12.0

sedang 6 24.0 24.0 36.0 berat 16 64.0 64.0 100.0 Total 25 100.0 100.0