Pengaruh Intrinsic Goals : Self-Acceptance, Affiliation, dan Community Feeling terhadap Compulsive Buying.

(1)

ABSTRACT

The researches that study about the phenomenom of purchase behavior is important to be explored. Which one is compulsive buying. Compulsive buying is consumer purchase behavior repetitively. One of the factors that could influence compulsive buying is intrinsic goals that consists of self-acceptance, affiliation, and community feeling. The purpose of this study is to examine the effect of intrinsic goals on compulsive buying.

The respondents in this study is are students of Maranatha Christian University. Sampling technique used was convenience sampling, with 192 respondents could be used from 200 questioners that distributed.

The result shows only one hypotheses showed significant results of the three one, which is community feeling has impact negatively on compulsive buying. Self-acceptance and affiliation do not have impact negatively on compulsive buying. Keywords : compulsive buying, intrinsic goals, self-acceptance, affiliation, community feeling


(2)

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian – penelitian yang mempelajari fenomena perilaku pembelian sangat menarik untuk diselidiki. Salah satunya adalah compulsive buying.

Compulsive buying adalah perilaku pembelian konsumen yang dilakukan secara

berulang-ulang. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi compulsive buying adalah intinsic goals yang terdiri dari self-acceptance, affiliation, dan community

feeling. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh intrinsic goals

terhadap compulsive buying.

Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Maranatha. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah convenience

sampling dengan 192 responden yang dapat digunakan dari 200 kuesioner yang

disebarkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tiga hipotesis yang diajukan hanya satu yang menunjukkan hasil signifikan, yaitu community feeling berpengaruh terhadap compulsive buying. Sedangkan self-acceptance dan affiliation tidak berpengaruh negative terhadap compulsive buying.

Kata kunci : compulsive buying, intrinsic goals, self-acceptance, affiliation, community feeling


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI ... iii

ABSTRACT ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Batasan Penelitian ... 7


(4)

Universitas Kristen Maranatha BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka ... 8

2.1.1 Personal Goals ... 8

2.1.2 Compulsive Buying ... 12

2.2 Pengaruh Intrinsic Goals terhadap Compulsive Buying ... 23

2.3 Model Penelitian ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian ... 27

3.2 Jenis Penelitian ... 27

3.3 Desain Penelitian ... 28

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

3.5 Metode Pengambilan Sampel ... 29

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 29

3.7 Definisi Operasional Variabel ... 30

3.8 Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 39

3.9 Metode Uji Pengaruh X terhadap Y ... 50

3.10 Kriteria Pengujian ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Respon Kuesioner ... 51

4.2 Karakteristik Responden ... 51

4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51


(5)

4.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Besarnya Uang Saku .... 54

4.3 Pengujian Pengaruh Intrinsic Goals terhadap Compulsive Buying ... 54

4.4 Ringkasan Hasil Pengujian Keseluruhan Hipotesis dan Pembahasannya ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya ... 66

5.2 Implikasi Penelitian ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN


(6)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Model Penelitian ... 26


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel X dan Y ... 32

Tabel 3.2 KMO and Bartlett Test Analisis Faktor Awal ... 41

Tabel 3.3 Rotated Component Matrix Analisis Faktor Awal ... 42

Tabel 3.4 KMO and Bartlett Test Analisis Faktor Akhir ... 44

Tabel 3.5 Rotated Component Matrix Analisis Faktor Akhir ... 45

Tabel 3.6 Reliability Analysis-Scale (Alpha) Awal ... 49

Tabel 3.7 Reliability Analysis-Scale (Alpha) Akhir ... 49

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 53

Tabel 4.3 Karakteristik Resonden Berdasarkan Besarnya Uang Saku ... 54

Tabel 4.4 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 55

Tabel 4.5 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 56

Tabel 4.6 Pengaruh Intrinsic Goals: Self-Acceptance, Affiliation, dan Community Feeling Terhadap Compulsive Buying ... 58


(8)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Kuesioner Penelitian

Lampiran B Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran C Hasil Analisis Deskriptif dan Regresi


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Belanja adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup, baik itu kebutuhan primer, sekunder, serta kebutuhan yang bersifat

lux. Kaum wanita selalu identik dengan kegiatan belanja, namun kaum pria pun

terkadang memiliki hobi serupa. Tujuan utama belanja tidak hanya memenuhi kebutuhan dan keperluan, tetapi dapat juga dijadikan sebagai sarana refreshing. Belanja adalah suatu kegiatan yang lumrah dilakukan, namun menjadi sangat fenomenal ketika kegiatan tersebut menjadi sebuah perilaku adiktif, obsesi yang mana dilakukan secara terus – menerus dengan melakukan pembelian akan item -

item yang sesungguhnya tidak begitu diperlukan melebihi kebutuhan dan sumber

daya yang dimiliki. Perilaku ini dinamakan compulsive buying. Compulsive buying didefinisikan sebagai suatu kondisi kronis, di mana seseorang melakukan aktivitas pembelian berulang sebagai akibat dari adanya peristiwa yang tidak menyenangkan

ataupun perasaan yang negatif (Faber dan O’Guinn, 1989). Orang yang melakukan

melakukan pembelian secara kompulsif disebut compulsive buyer atau dikenal pula istilah sophaholic. Soedjatmiko (2008) di dalam bukunya yang berjudul ”Saya

Berbelanja Maka Saya Ada” berpendapat bahwa belanja bisa menjadi tolak ukur jati

diri hidup manusia. Belum lagi aspek lainnya, seperti budaya, ekonomi bahkan sampai gengsi. Singkatnya, lewat belanja, seseorang tidak lagi melihat apa yang akan dilakukannya dengan barang belanjaannya, namun sudah lebih mengarah pada apa


(10)

2

Universitas Kristen Maranatha

yang diberikan barang itu sendiri pada dirinya selaku konsumen. Bila berbelanja semula menjadi perpanjangan manusia yang hendak mengonsumsi sesuatu, pada perkembangan berikutnya, belanja justru menjadi kegiatan mengonsumsi itu sendiri. Belanja berubah menjadi kebutuhan bagi manusia yang tak cukup diri. Di sinilah letak konsumerisme dalam arti mengubah konsumsi yang seperlunya menjadi konsumsi yang mengada-ada. Dalam arti ini, motivasi seseorang untuk berbelanja tidak lagi guna memenuhi kebutuhan dasariah yang ia perlukan sebagai manusia, melainkan terkait dengan hal lain, yakni identitas(Soedjatmiko, 2008). Menurut hasil studi di Amerika, perilaku pembelian kompulsif pertama kali ditemukan tahun 1915, dan sampai saat ini perilaku pembelian yang kompulsif terus berkembang dalam masyarakat. Beberapa tokoh terkemuka yang dikenal sebagai sophaholic adalah ratu Perancis pada abad ke 18 Maria Antoinette serta istri mantan presiden Filipina Imelda Marcos. Imelda Marcos gemar berbelanja bahkan sampai masuk ke daftar hitam butik-butik eksklusif dunia karena gemar berhutang meski sang suami sudah turun dari puncak kekuasaan tapi kegemarannya tidak berkurang (Roesma,2004).

Bagi sebagian besar orang, belanja merupakan kegiatan normal yang rutin dilakukan sehari – hari. Namun bagi para compulsive buyer, ketidakmampuan mengendalikan hasrat untuk membeli sesuatu akan mendorong mereka untuk melakukan apa saja asalkan hasrat tersebut terpenuhi. Melakukan pembelian secara kompulsif dapat menjadi cara untuk memperbaiki suasana hati dan membantu mereka merasa diberdayakan. Padahal mereka membeli item – item yang tidak

diperlukan dan bahkan setelah dibeli pun item – item tersebut tidak dipedulikan


(11)

3

diri sendiri, serta usaha untuk meningkatkan harga diri. Mereka cenderung memiliki harga diri yang rendah, kecenderungan berfantasi, serta rentan terhadap depresi dan kecemasan yang tinggi (Bryner, 2008). Amelia Masniari (2009) di dalam bukunya yang berjudul “Miss Jinjing” menyatakan bahwa kenikmatan belanja terletak pada proses huntingnya, bukan pada purchasingnya, dan merupakan bagian dari cara menghargai diri, prestasi dan kesenangan. Kepuasan berbelanja setara dengan kepuasan orgasme.

Fenomena compulsive buying dewasa ini semakin meningkat. Menurut sebuah studi Universitas Stanford di Amerika Serikat, diperkirakan 17 juta orang dewasa di Amerika Serikat menderita sindrom compulsive buying. Hasil survey yang dipublikasikan dalam The American Journal of Psychiatry, compulsive buyer menderita kesusahan yang berlebihan, depresi tingkat tinggi, lebih rentan untuk bunuh diri dan aktivitas ilegal seperti perampokan, serta terlibat dalam perceraian dan konflik keluarga. (Mitchell, 2009). Dampak negatif lain yang lebih kongkret adalah kehancuran finansial.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi compulsive buying. Faktor pertama adalah faktor keluarga. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa

compulsive behaviors dipengaruhi oleh perilaku dari anggota keluarga yang

lain(Roberts, 1998). Pengaruh yang paling besar pada pembentukan compulsive

buying ini disebabkan oleh sikap orangtua yang terlalu menuruti apa yang menjadi

keinginan anak (parental yielding). Sedangkan pada struktur keluarga dan pola komunikasi keluarga yang berorientasi sosial dan konsep tidak berpengaruh secara signifikan pada compulsive buyingFaktor kedua adalah psychological yang terdiri dari penghargaan diri, status sosial yang dipersepsikan, dan fantasi. Faktor ketiga


(12)

4

Universitas Kristen Maranatha

adalah sosiological yang terdiri dari tayangan televisi, teman sebaya, frekuensi belanja, serta kemudahan mengakses dan menggunakan kartu kredit. Faktor selanjutnya adalah money attitude yang terdiri dari power prestige, distrust, dan

anxiety, serta faktor fashion orientation yang terdiri dari fashion leadership, fashion interest, importance of being well dressed, dan anti – fashion attitude.

Selain dari keempat faktor di atas, terdapat juga pengaruh dari faktor individu itu sendiri, yaitu personal goals. Personal goals terdiri dari extrinsic goals dan

intrinsic goals (Robert dan Pirog, 2004). Jenis personal goals yang pertama yaitu extrinsic goals, merupakan tujuan pribadi yang tidak hakiki seperti financial success, attractive appearance, dan social recognition. Financial success mengarah pada

pencapaian kesuksesan secara materi. Attratctive appearance mengarah pada keinginan untuk dilihat menarik oleh orang lain. Social recognition mengarah pada keinginan untuk dikagumi dan dikenal. Jenis personal goals yang kedua adalah

intrinsic goals, merupakan tujuan pribadi yang hakiki, yang terdiri dari self acceptance, affiliation, dan community feeling. Self – acceptance mengarah pada

keinginan untuk mengembangkan kejiwaan, penghargaan diri, dan otonomi.

Affiliation mengarah pada menggabungkan diri dalam kehidupan keluarga dan

teman. Community feeling mengarah pada keinginan untuk membuat dunia menjadi lebih baik melalu sebuah tindakan.

Banyak peneliti perilaku konsumen kurang memperhatikan tentang tujuan seorang konsumen melakukan pembelian (Roberts dan Pirog, 2004). Padahal, pandangan yang menyatakan bahwa konsumen sebagai goal-seeking individuals

seharusnya dapat memberikan kontribusi terhadap pemahaman kita mengenai ”Apa


(13)

5

barang dan jasa ?” (Roberts dan Pirog, 2004). Faktor – faktor extrinsic seperti kesuksesan finansial, keinginan dilihat menarik, serta keinginan untuk dikagumi tentu menjadi tujuan seorang konsumen ketika membeli dan mengkonsumsi barang dan jasa tertentu. Namun selain itu, tentu ada tujuan pribadi yang hakiki yang bersifat

intrinsic yang akan menarik untuk diteliti. Hasil penelitian Roberts dan Pirog (2004)

menunjukkan hubungan yang negatif antara self – acceptance dan community feeling

dengan compulsive buying. Sedangkan affiliation memiliki hubungan positif dengan

compulsive buying.

Penelitian yang dilakukan mengambil objek yang terdiri dari mahasiswa dan mahasiswi Universitas Kristen Maranatha, yang mana dalam rentang usia seperti itu adalah usia di mana mereka mencari jati diri dan tujuan hakiki yang sangat berkaitan dengan unsur intrinsic goals, seperti yang dilaporkan Jurnal Psychiatry Dunia bahwa perilaku pembelian kompulsif berkembang selama akhir masa remaja atau awal dua puluhan (Mithcell, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ”Pengaruh Intrinsic Goals : Self – Acceptance, Affiliation, dan Community Feeling terhadap Compulsive Buying.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti membuat rumusan

masalah sebagai berikut: “Apakah Intrinsic Goals (Self-Acceptance, Affiliation, dan Community Feeling) berpengaruh terhadap Compulsive Buying ?”.


(14)

6

Universitas Kristen Maranatha 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Intrinsic Goals (Self-Acceptance, Affiliation, dan Community

Feeling) terhadap Compulsive Buying.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat: 1. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai permasalahan compulsive buying.

2. Bagi akademisi dan praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif dengan memberikan informasi berupa bukti empiris bagi kalangan akademisi maupun praktisi mengenai pengaruh intrinsic goals terhadap

compulsive buying.

3. Bagi konsumen

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi konsumen untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan perilaku compulsive buying dalam dirinya dengan mengetahui faktor – faktor apa saja yang dapat menimbulkan perilaku negatif tersebut.


(15)

7

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini berfokus pada pengaruh Intrinsic Goals (Self – Acceptance, Affiliation, dan Community Feeling) terhadap Compulsive Buying.

Sebagai responden penelitian ini adalah Mahasiswa S1 Universitas Kristen Maranatha Bandung dikarenakan mudah memperoleh informasi dan data.

1.6 Sistematika Pembahasan

Penelitian ini terbagi dalam lima bab yang akan disusun dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan ipenelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II Kajian Pustaka dan Pengembangan Hipotesis menguraikan landasan teori mengenai intrinsic goals, compulsive buying, pernyataan hipotesis, serta model penelitian.

Bab III Metode Penelitian menguraikan tentang metode penelitian seperti objek dan lokasi penelitian, desain penelitian, metode pangambilan sampel, metode pengumpulan data, definisi operasional, uji validitas dan realibilitas, metode analisis data, serta kriteria pengujian hipotesis.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi tentang hasil analisis data beserta pembahasan hasil temuan yang diperoleh.

Bab V Kesimpulan dan Saran berisi tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya, serta implikasi penelitian.


(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian, saran untuk penelitian selanjutnya dan implikasi penelitian.

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini berhubungan dengan pengujian pengaruh intrinsic goals terhadap compulsive buying. Intrinsic goals terdiri dari self-acceptance, affiliation, dan community feeling. Variabel variable intrinsic goals menurut teori mempengaruhi compulsive buying secara negative. Hal ini dikarenakan orang – orang yang fokus pada intrinsic goals memandang bahwa compulsive buying tidak akan memberikan kepuasan dan kebahagiaan, meningkatkan citra dirinya, dan menyempurnakan tujuan hakiki hidupnya.

Hasil penelititan ini menunjukkan adanya pengaruh secara simultan dari

intrinsic goals terhadap compulsive buying. Dari ketiga variabel intrinsic goals hanya

terdapat satu variabel yang berpengaruh negatif terhadap compulsive buying yaitu

community feeling, sedangkan variabel self-acceptance dan affiliation tidak

berpengaruh negatif. Dengan kata lain, hipotesis yang diterima hanya hipotesis 3

yaitu ”community feeling berpengaruh negatif terhadap compulsive buying”.

Dari ketiga hipotesis yang diajukan, hipotesis 1 tidak mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Roberts dan Pirog (2004). Peneliti berpendapat bahwa hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya


(17)

66

karakteristik responden, yaitu usia responden. Usia responden terbanyak yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu usia 21 tahun. Pada saat usia tersebut termasuk ke dalam masa adolesen, yaitu masa transisi di mana seseorang nulai berpikir matang, mencari, memahami makna hidup sebenarnya, namun belum sepenuhnya dewasa, sehingga dalam pengambilan keputusan belum sepenuhnya matang, misalkan dalam keputusan pembelian. Selain faktor usia responden, kondisi psikologis dan faktor situasional secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat signifikansi dari hasil penelitian.

5.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya

Keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya anatara lain: 1. Penelitian ini tidak menganalisis faktor – faktor yang menjadi penyebab

munculnya nilai – nilai intrinsik pada diri responden misalnya teman sebaya, keluarga, dan media. Oleh karena itu penelitian selanjutnya diharapkan dapat membahas faktor – faktor tersebut.

2. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah convenience sampling. Sebenarnya, teknik ini sudah tepat karena kemungkinan informasi yang didapat lebih bervariasi. Teknik pengambilan sampel dengan cara seperti ini memungkinkan responden konsumen tidak hanya berasal dari kalangan mahasiswa, tetapi juga dari kalangan lain seperti staff pengajar dan staff tata usaha. Namun pada pelaksanaannya, responden yang diperoleh 98 % adalah mahasiaswa. Terkadang teknik convenience yang tidak dilakukan secara optimal dapat menyebabkan adanya pengambilan sampel yang tidak relevan sehingga jawaban – jawaban pada kuesioner menjadi bias. Untuk penelitian


(18)

67

selanjutnya, sampel harus lebih beragam tidak hanya berasal dari mahasiswa Universitas Kristen Maranatha saja, tetapi juga staff pengajar atau bahkan konsumen yang ada di lingkungan luar seperti mall – mall.

3. Keterbatasan waktu dan lokasi penelitian. Waktu penelitian yang terbatas menjadi faktor keterbatasan penelitian. Penyebaran kuesioner umumnya dilakukan di dalam kelas, sehingga faktor – faktor situasional turut mempengaruhi, misalkan kondisi responden di kelas. Faktor situasional yang tidak terlihat sebaiknya lebih diperhitungkan. Ada baiknya jika penelitian selanjutnya mengambil lokasi yang lebih mendukung, misalnya mall – mall.

5.3 Implikasi Penelitian

Penelitian ini memberikan impilikasi bagi akademisi, pemasar, dan konsumen. Bagi akademisi penelitian ini memberikan bukti empiris yang dapat memperkuat teori – teori yang sudah ada dan penelitian sebelumnya oleh Roberts dan Pirog (2004). Terdapat dua hipotesis yang mendukung penelitian sebelumnya, yaitu pengaruh community feeling dan affiliation. Hasil tersebut disebabkan oleh faktor – faktor seperti karakteristik dan kondisi psikologis responden serta faktor situasional. Hal ini dapat menjadi masukan bagi akademisi untuk mempunyai penjelasan yang rasional dalam penelitian yang dilakukan.

Bagi pemasar, penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai gambaran karakteristik dan pengambilan keputusan pembelian. Hasil pengolahan data menunjukkan perilaku pembelian kompulsif memiliki nilai netral, dengan kata lain keinginan untuk melakukan pembelian kompulsif terkadang muncul terkadang tidak muncul. Jika dikaitksan dengan teori bahwa intrinsic goals berpengaruh negatif


(19)

68

terhadap compulsive buying, hal ini dapat menjadi referensi bagi pemasar agar lebih bertanggungjawab dalam memberikan kontribusi positif bagi konsumen, serta kesadaran akan dampak sosial yang terjadi akibat compulsive buying. Perilaku kompulsif dapat menyebabkan konsumen terus menerus membeli barang secara berlebihan. Salah satu bauran promosi yang menarik atensi tinggi yaitu advertising, khususnya iklan televisi. Penelitian Roberts (1998) menunjukkan bahwa tayangan televisi berpengaruh positif terhadap compulsive buying. Oleh karena itu, pemasar harus mulai berpikir bagaimana cara mengemas suatu iklan produk atau jasa yang lebih menawarkan unsur – unsur intrinsic goals, sehingga yang lebih ditawarkan adalah bundle of benefit-nya.

Bagi konsumen, penelitian ini dapat membantu agar lebih selektif dalam menyikapi tawaran – tawaran promosi yang ada, serta tayangan iklan produk atau jasa yang menawarkan nilai – nilai tidak bermanfaat dan dapat merangsang perilaku kompulsif. Konsumen harus lebih fokus pada nilai – nilai intrinsik yang akan menghindarkan konsumen dari pola perilaku kompulsif serta membantu konsumen dalam membuat keputusan pembelian yang tepat.


(20)

69 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Aprillia, Ariesya (2006). Penilaian sikap, Iklan, Sikap Terhadap Merek, Iklan

Komparatif Tidak Langsung, Iklan Non Komparatif Serta Niat Beli, Tesis

Pemasaran, M.Si. Universitas Gadjah Mada (Tidak dipublikasikan).

Assael, H. (2001). Consumer Behavior and Marketing Action, 6 ed, South-Western College Publishing.

Baumgartner, H. (2002). Toward a Personology of the Consumer. Journal of

Consumer Research, vol.29 (September): 286-292.

Deci, E., & Ryan, R. (Eds.), (2002). Handbook of self-determination research. Rochester, NY:University of Rochester Press diakses dari

http://en.wikipedia.org/wiki/self_determination_theory

DeSarbo dan Edwards (1996). Typologies of Compulsive Buying: A Constrained Clusturwise Regression Approach. Journal of Consumer Psychology, vol. 5, no. 3, pp. 231-262.

Dittmar, H. (2005a). Compulsive Buying – A Growing Concern ? An Examination of Gender, Age, and Endorsement of Materialistic Values As Preditors. British

Journal of Psychology, vol. 96, pp. 467-491.

Dittmar, H. (2005b). A New Look at Compulsive Buying: Self-Discrepancies and Materialistic Values As Preditors. Journal of Social and Clinical Psychology, vol. 24, no. 6, pp. 832.

Eliyahu M. Goldratt, Jeff Cox. (2004). The Goal: A Process of Ongoing

Improvement diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/goal

Faber, R.J. and O’Guinn, T.C. (1989). Compulsive Buying: A Phenomenological Exploration. Journal of Consumer Research, vol. 16, pp. 147-157.

Ghozali, Imam. (2006). Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Edisi 3


(21)

Hair.,et.,all., (1998). Multivariat Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International.,Inc.

Jogiyanto, (2007). Metodologi penelitian Bisnis Salah Kaprah dan

pengalaman-pengalaman: penerbit BPFE Yogyakarta.

Kwak, H.; Zinkhan, G.M.; and Crask, M.R. (2003). Diagnostic Sceener for

Compulsive Buying: Application to the USA and South Korea. The Journal

of Consumer Affairs, vol. 37, no. 1, pp. 161-169.

Masniari, Amelia. (2009). Miss Jinjing: Belanja Sampai Mati. Gagas Media. Jakarta.

Roberts, J.A. (1998). Compulsive Buying Among College Students: An Investigation of Its Accendents, Consequences, and Implications For Public Policy. The

Journal of Consumer Affairs, vol. 32, no. 2, pp. 295-319.

Roberts, J.A. (2000). Consuming In A Consumer Culture: College Students, Materialism, Status Consumption, and Compulsive Buying. Marketing

Management Journal.

Roberts, J.A. and Pirog, S.F. (2004). Personal Goals and Their Role in Consumer Behavior: The Case of Compulsive Buying. Journal of Marketing.

Sekaran, Uma. (2006). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Scmuck, P; Kasser, T; Ryan, R.M. (2000). Intrinsic and Extrinsic Goals: Their Structure and Relationship To Well Being In German And U.S. College Students. Social Indicator Research, vol. 15, no. 2, pp.225

Shoham, A. dan Brencic, M.M (2003). Compulsive Buying Behavior. Journal of Marketing Research, vol.20, pp.127-138.

Soedjatmiko, Haryanto. (2008). Saya Berbelanja Maka Saya Ada. Jalasutra. Yogyakarta


(22)

71 Universitas Kristen Maranatha

Suliyanto, (2006). Metode Riset Bisnis: penebit Andi,Yogyakarta

Suwarno, H.L. (2007). Pengaruh Personal Goals Pasa Compulsive Buying dengan

Jenis Kelamin Sebagai Variabel Moderasi. Tesis Magister Sains, Program


(1)

66

Universitas Kristen Maranatha

karakteristik responden, yaitu usia responden. Usia responden terbanyak yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu usia 21 tahun. Pada saat usia tersebut termasuk ke dalam masa adolesen, yaitu masa transisi di mana seseorang nulai berpikir matang, mencari, memahami makna hidup sebenarnya, namun belum sepenuhnya dewasa, sehingga dalam pengambilan keputusan belum sepenuhnya matang, misalkan dalam keputusan pembelian. Selain faktor usia responden, kondisi psikologis dan faktor situasional secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat signifikansi dari hasil penelitian.

5.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya Keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya anatara lain: 1. Penelitian ini tidak menganalisis faktor – faktor yang menjadi penyebab

munculnya nilai – nilai intrinsik pada diri responden misalnya teman sebaya, keluarga, dan media. Oleh karena itu penelitian selanjutnya diharapkan dapat membahas faktor – faktor tersebut.

2. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah convenience sampling. Sebenarnya, teknik ini sudah tepat karena kemungkinan informasi yang didapat lebih bervariasi. Teknik pengambilan sampel dengan cara seperti ini memungkinkan responden konsumen tidak hanya berasal dari kalangan mahasiswa, tetapi juga dari kalangan lain seperti staff pengajar dan staff tata usaha. Namun pada pelaksanaannya, responden yang diperoleh 98 % adalah mahasiaswa. Terkadang teknik convenience yang tidak dilakukan secara optimal dapat menyebabkan adanya pengambilan sampel yang tidak relevan sehingga jawaban – jawaban pada kuesioner menjadi bias. Untuk penelitian


(2)

67

Universitas Kristen Maranatha

selanjutnya, sampel harus lebih beragam tidak hanya berasal dari mahasiswa Universitas Kristen Maranatha saja, tetapi juga staff pengajar atau bahkan konsumen yang ada di lingkungan luar seperti mall – mall.

3. Keterbatasan waktu dan lokasi penelitian. Waktu penelitian yang terbatas menjadi faktor keterbatasan penelitian. Penyebaran kuesioner umumnya dilakukan di dalam kelas, sehingga faktor – faktor situasional turut mempengaruhi, misalkan kondisi responden di kelas. Faktor situasional yang tidak terlihat sebaiknya lebih diperhitungkan. Ada baiknya jika penelitian selanjutnya mengambil lokasi yang lebih mendukung, misalnya mall – mall.

5.3 Implikasi Penelitian

Penelitian ini memberikan impilikasi bagi akademisi, pemasar, dan konsumen. Bagi akademisi penelitian ini memberikan bukti empiris yang dapat memperkuat teori – teori yang sudah ada dan penelitian sebelumnya oleh Roberts dan Pirog (2004). Terdapat dua hipotesis yang mendukung penelitian sebelumnya, yaitu pengaruh community feeling dan affiliation. Hasil tersebut disebabkan oleh faktor – faktor seperti karakteristik dan kondisi psikologis responden serta faktor situasional. Hal ini dapat menjadi masukan bagi akademisi untuk mempunyai penjelasan yang rasional dalam penelitian yang dilakukan.

Bagi pemasar, penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai gambaran karakteristik dan pengambilan keputusan pembelian. Hasil pengolahan data menunjukkan perilaku pembelian kompulsif memiliki nilai netral, dengan kata lain keinginan untuk melakukan pembelian kompulsif terkadang muncul terkadang tidak muncul. Jika dikaitksan dengan teori bahwa intrinsic goals berpengaruh negatif


(3)

68

Universitas Kristen Maranatha

terhadap compulsive buying, hal ini dapat menjadi referensi bagi pemasar agar lebih bertanggungjawab dalam memberikan kontribusi positif bagi konsumen, serta kesadaran akan dampak sosial yang terjadi akibat compulsive buying. Perilaku kompulsif dapat menyebabkan konsumen terus menerus membeli barang secara berlebihan. Salah satu bauran promosi yang menarik atensi tinggi yaitu advertising, khususnya iklan televisi. Penelitian Roberts (1998) menunjukkan bahwa tayangan televisi berpengaruh positif terhadap compulsive buying. Oleh karena itu, pemasar harus mulai berpikir bagaimana cara mengemas suatu iklan produk atau jasa yang lebih menawarkan unsur – unsur intrinsic goals, sehingga yang lebih ditawarkan adalah bundle of benefit-nya.

Bagi konsumen, penelitian ini dapat membantu agar lebih selektif dalam menyikapi tawaran – tawaran promosi yang ada, serta tayangan iklan produk atau jasa yang menawarkan nilai – nilai tidak bermanfaat dan dapat merangsang perilaku kompulsif. Konsumen harus lebih fokus pada nilai – nilai intrinsik yang akan menghindarkan konsumen dari pola perilaku kompulsif serta membantu konsumen dalam membuat keputusan pembelian yang tepat.


(4)

69 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Aprillia, Ariesya (2006). Penilaian sikap, Iklan, Sikap Terhadap Merek, Iklan Komparatif Tidak Langsung, Iklan Non Komparatif Serta Niat Beli, Tesis Pemasaran, M.Si. Universitas Gadjah Mada (Tidak dipublikasikan).

Assael, H. (2001). Consumer Behavior and Marketing Action, 6 ed, South-Western College Publishing.

Baumgartner, H. (2002). Toward a Personology of the Consumer. Journal of Consumer Research, vol.29 (September): 286-292.

Deci, E., & Ryan, R. (Eds.), (2002). Handbook of self-determination research. Rochester, NY:University of Rochester Press diakses dari

http://en.wikipedia.org/wiki/self_determination_theory

DeSarbo dan Edwards (1996). Typologies of Compulsive Buying: A Constrained Clusturwise Regression Approach. Journal of Consumer Psychology, vol. 5, no. 3, pp. 231-262.

Dittmar, H. (2005a). Compulsive Buying – A Growing Concern ? An Examination of Gender, Age, and Endorsement of Materialistic Values As Preditors. British Journal of Psychology, vol. 96, pp. 467-491.

Dittmar, H. (2005b). A New Look at Compulsive Buying: Self-Discrepancies and Materialistic Values As Preditors. Journal of Social and Clinical Psychology, vol. 24, no. 6, pp. 832.

Eliyahu M. Goldratt, Jeff Cox. (2004). The Goal: A Process of Ongoing Improvement diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/goal

Faber, R.J. and O’Guinn, T.C. (1989). Compulsive Buying: A Phenomenological Exploration. Journal of Consumer Research, vol. 16, pp. 147-157.

Ghozali, Imam. (2006). Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Edisi 3


(5)

70 Universitas Kristen Maranatha

Hair.,et.,all., (1998). Multivariat Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International.,Inc.

Jogiyanto, (2007). Metodologi penelitian Bisnis Salah Kaprah dan pengalaman-pengalaman: penerbit BPFE Yogyakarta.

Kwak, H.; Zinkhan, G.M.; and Crask, M.R. (2003). Diagnostic Sceener for

Compulsive Buying: Application to the USA and South Korea. The Journal of Consumer Affairs, vol. 37, no. 1, pp. 161-169.

Masniari, Amelia. (2009). Miss Jinjing: Belanja Sampai Mati. Gagas Media. Jakarta.

Roberts, J.A. (1998). Compulsive Buying Among College Students: An Investigation of Its Accendents, Consequences, and Implications For Public Policy. The Journal of Consumer Affairs, vol. 32, no. 2, pp. 295-319.

Roberts, J.A. (2000). Consuming In A Consumer Culture: College Students, Materialism, Status Consumption, and Compulsive Buying. Marketing Management Journal.

Roberts, J.A. and Pirog, S.F. (2004). Personal Goals and Their Role in Consumer Behavior: The Case of Compulsive Buying. Journal of Marketing.

Sekaran, Uma. (2006). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Scmuck, P; Kasser, T; Ryan, R.M. (2000). Intrinsic and Extrinsic Goals: Their Structure and Relationship To Well Being In German And U.S. College Students. Social Indicator Research, vol. 15, no. 2, pp.225

Shoham, A. dan Brencic, M.M (2003). Compulsive Buying Behavior. Journal of Marketing Research, vol.20, pp.127-138.

Soedjatmiko, Haryanto. (2008). Saya Berbelanja Maka Saya Ada. Jalasutra. Yogyakarta


(6)

71 Universitas Kristen Maranatha

Suliyanto, (2006). Metode Riset Bisnis: penebit Andi,Yogyakarta

Suwarno, H.L. (2007). Pengaruh Personal Goals Pasa Compulsive Buying dengan Jenis Kelamin Sebagai Variabel Moderasi. Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (tidak dipublikasikan).