Kontribusi Sumber-sumber Self-Efficacy Terhadap Self-Efficacy Pada Anggota Muda Perhimpunan Penjelajah Alam Jamadagni di Kota Bandung.

(1)

i ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap self-efficacy belief pada anggota muda Perhimpunan Penjelajah Alam Jamadagni di kota Bandung. Subjek yang diteliti adalah seluruh anggota muda Perhimpunan Penjelajah Alam Jamadagni angkatan XXXIII yang berjumlah 15 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kontribusi.

Peneliti menggunakan konsep teori sumber self-efficacy dan teori mengenai indikator self-efficacy belief dari Bandura, Alat ukur yang digunakan baik alat ukur sumber-sumber self-efficacy maupun self-efficacy belief, disusun oleh peneliti sendiri dengan bantuan tiga orang expert, masing-masing terdiri dari 32 dan 40 item. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan multiple regression dengan program SPSS 17.0.

Berdasarkan pengolahan data secara statistik, maka didapat signifikansi dari sumber self-efficacy enactive mastery experience sebesar 0,032; vicarious experience sebesar 0,594; verbal persuation sebesar 0,193; dan physiological and affective states sebesar 0,949.

Kesimpulan yang diperoleh adalah sumber self-efficacy yang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap self-efficacy belief anggota muda adalah enactive mastery experience. Sedangkan 3 sumber self-efficacy lainnya tidak memiliki kontribusi yang signifikan terhadap self-efficacy belief.

Peneliti mengajukan saran jika melakukan penelitian lanjutan, ada baiknya untuk menambahkan item berupa self-report berupa open ended questions sebagai data pelengkap dan alat untuk memeriksa kembali hasil dari kuesioner.


(2)

ii

ABSTRACT

This research is a contributional studies between the sources of self-efficacy and the self-efficacy belief of new members in PPA Jamadagni. The purpose of this research is to give an overview about the source of efficacy’s contribution to self-efficacy belief that new members in PPA Jamadagni have.

This research use a theory from Bandura in relation of efficacy and self-efficacy belief’s indicators. This research conduct in all new members of PPA Jamadagni that consist 15 persons in total. The instruments that being use to collect data in this research, designed by researcher with 3 experts supervision (expert validity) that consist 32 and 40 items. The standarization had been done on this questionnaire to search our reliability value. The result is sources of self-efficacy about 0.58 and self-efficacy belief about 0.97 for reliability.

From the final result we can see the significances for contribution of each self-efficacy’s sources in new members of PPA Jamadagni. Enactive experience about 0.032; vicarious experience about 0.594; verbal persuasion about 0.193; and physiological and affective states about 0.949.

In conclusion, the source of self-efficacy that has significant contribution to the new members PPA Jamadagni’s self-efficacy belief is enactive mastery experience. The suggestion is for the next researcher to make an open-ended question as a tool to re-check and to compare with the result of questionnaire.


(3)

iii DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK………...i

ABSTRACT……….ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR BAGAN...x

DAFTAR LAMPIRAN...xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Identifikasi Masalah ...12

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………...…………..12


(4)

iv

1.3.2 Tujuan Penelitian ...12

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis ...12

1.4.2 Kegunaan Praktis ...13

1.5 Kerangka Pemikiran...14

1.6 Asumsi ...23

1.7 Hipotesis Penelitian ………...……..23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Efficacy...25

2.1.1 Definisi Self-efficacy...25

2.1.2 Sumber-sumber Self-Efficacy...27

2.1.2.1 Mastery Experiences...28

2.1.2.2 Vicarious Experiences...29

2.1.2.3 Verbal Persuasion...30

2.1.2.4 Physiological and Affective States...32

2.1.3 Integrasi Sumber Informasi Self-Efficacy...33


(5)

v

2.1.4.1 Cognitive Process...33

2.1.4.2 Motivational Process...35

2.1.4.3 Affective Process...38

2.1.4.4 Selection Processes...44

2.1.5 Pertumbuhan Self-Efficacy dalam Masa Remaja...46

2.2 Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) ...47

2.3 Pecinta Alam...48

2.3.1 Definisi Pecinta Alam...48

2.3.2 Seputar Pendakian...53

2.4 Remaja...55

2.4.1 Pengertian Remaja (Adolescence) ...55

2.4.2 Karakteristik Perkembangan Remaja...56

2.4.2.1 Perkembangan Biologis...57

2.4.2.2 Perkembangan Kognitif...58


(6)

vi BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ...65

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...66

3.2.1 Variabel Penelitian ...66

3.2.2 Definisi Operasional ...66

3.3 Alat Ukur...68

3.3.1 Gambaran Alat Ukur...69

3.3.2 Prosedur Pengisian Kuesioner...70

3.3.2.1 Sistem Penilaian...70

3.3.3 Kuesioner Data Penunjang...73

3.3.4 Pengujian Alat Ukur...73

3.3.4.1 Uji Validitas Alat Ukur...74

3.3.4.2 Uji Reabilitas Alat Ukur...74

3.4 Populasi Sasaran dan Karakteristik Populasi...76

3.4.1 Populasi Sasaran ...76

3.4.2 Karakteristik Populasi ...76

3.5 Teknik Analisis Data ...76


(7)

vii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...79

4.1 Gambaran Responden...79

4.1.1 Jenis Kelamin...79

4.1.2 Usia...80

4.1.3 Program Jurusan...80

4.2 Hasil Penelitian...81

4.3 Pembahasan...83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...89

5.1 Kesimpulan...89

5.2 Saran...90

5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan...90

5.2.2 Saran Guna Laksana...90

DAFTAR PUSTAKA ...91

DAFTAR RUJUKAN...92


(8)

viii

DAFTAR TABEL

3. 1 Gambaran Alat Ukur Sumber-Sumber Self-Efficacy ...68

3.2 Gambaran Alat Ukur Self-Efficacy Belief...68

3.3 Sistem Penilaian Alat Ukur Sumber-Sumber Self-Efficacy...69

3.4 Sistem Penilaian Alat Ukur Academic Self-Efficacy Belief...70

4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...78

4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia...79

4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Program Jurusan...79

4.4 Gambaran Hasil Uji Hipotesis……….80

4.5 Self-Efficacy Anggota Muda...81


(9)

ix

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran ...22


(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Kuesioner Sumber-Sumber Self-Efficacy dan Self-Efficacy Belief...L1

Reliabilitas Alat Ukur...L11

Multiple Regression...L15

Kategori Rentang Skala...L23

Tabulasi Silang Data Penunjang...L27

Data Persentase Pengurangan Anggota JMD...L29

Alur Pendidikan PPA JMD...L30

Tabel Kritik Sebaran T...L31

Tabel Kritik Sebaran F...L32


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kegiatan di alam bebas (Out Door’s Activity), berupa mendaki gunung, menyusuri pantai, memanjat tebing, dapat dikategorikan sebagai kegiatan berolahraga. Namun, banyak orang juga menyebutnya sebagai kegiatan bertualang. Meski resiko kecelakaan yang dapat diakibatkan daripadanya dapat berupa cedera ringan hingga memungkinkan adanya kematian, namun kegiatan alam bebas, khususnya pendakian gunung, semakin hari semakin diminati banyak orang. Seorang Out Door’s Educationalist terkemuka Inggris dalam bukunya Adventure Education

dan Adventure Alternative bahwa yang mendorong manusia untuk mendaki gunung, menempuh rimba, menyusuri pantai dan sejenisnya dikarenakan adanya insting ber-adventure (bertualang). Insting ini secara alami dimiliki oleh setiap manusia dengan

kualitas dorongan impuls yang berbeda. Oleh karena itu, bila makin kuat dorongan impuls tersebut, maka makin besar resiko yang diambilnya; dan jika hal ini tidak tersalurkan dengan baik dapat menimbulkan ketidakseimbangan jiwa. Jadi pada umumnya yang mendorong seseorang untuk mendaki gunung adalah faktor psikologis, kepuasan batin di saat mencapai puncak bersama timnya, setelah menghadapi berbagai rintangan, dan merasakan lebih mendalam ciptaan Tuhan atas alam ini (Harry dan Christian Wijaya, 2005: 1).


(12)

2

Perhimpunan Penjelajah Alam muncul untuk mengakomodir ketertarikan para penggiat (sebutan bagi pelaku Out Door’s Activity) atas alam. Terdapat banyak Perhimpunan Penjelajah Alam yang ada di Indonesia. Di kota Bandung, jumlahnya ± 140 Perhimpunan yang terbagi menjadi tiga golongan yakni: Perhimpunan Penjelajah Alam tingkat SMA, Universitas, dan Umum yang sebagian besar tergabung dalam sebuah forum bernama Keluarga Besar Pecinta Alam (KBPA).

Salah satu Perhimpunan Penjelajah Alam tingkat SMA di kota Bandung adalah Perhimpunan Penjelajah Alam Jamadagni. Jamadagni (JMD) merupakan Perhimpunan Penjelajah Alam (PPA) yang berawal dari salah satu kegiatan ekstrakurikuler di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bandung yang didirikan berdasarkan minat besar para anggotanya terhadap aktivitas di alam bebas. Berdiri pada tanggal 19 Juli 1978 dan hingga sekarang telah beranggotakan > 325 orang anggota dengan anggota aktif sekitar ± 50 orang.

Meskipun PPA JMD secara struktural dalam OSIS SMAN 3 Bandung berada di bawah koordinasi seksi 3 (Bela Negara), namun operasional PPA JMD bersifat mandiri, non-profit dan non politik, artinya pembiayaan, pelaksanaan seluruh kegiatan keseharian serta aktivitas dilakukan dengan usaha mandiri. JMD memiliki tujuan organisasi yakni “Terwujudnya insan pencinta alam dan insan terdidik yang bertanggung jawab atas tercapainya masyarakat yang sejahtera”, serta sebuah motto: “we are proud of ourselves..”


(13)

3

Dalam berkegiatan, JMD memiliki azas cinta alam, kemasyarakatan, dan pendidikan. Kegiatan tersebut mencakup kegiatan utama yang dilakukan secara rutin oleh PPA Jamadagni yakni kegiatan gunung hutan (GH), kegiatan tebing terjal / rock climbing (RC), dan kegiatan arung jeram (ORAD). Selain itu, PPA JMD juga

melakukan kegiatan lainnya seperti observasi suku-suku pedalaman, kegiatan Save and Rescue (SAR), diskusi lingkungan hidup, temu muka sesama penggiat bebas,

mengikuti lomba arung jeram, dan eksplorasi gunung pada pulau–pulau di Indonesia. Untuk menjadi anggota JMD diperlukan beberapa tahap pendidikan, yakni: Tahap pengenalan (Pra pendidikan dasar), Tahap seleksi (Pendidikan dasar), Tahap masa bimbingan (Pendidikan lanjutan), dan Tahap masa bakti. Pra pendidikan dasar merupakan masa persiapan siswa dalam menghadapi kegiatan pendidikan dasar sekaligus sarana para peserta untuk saling mengenal dan pembiasaan peserta terhadap aturan-aturan umum. Persiapan tersebut dilakukan selama satu bulan meliputi kesiapan fisik, pengenalan materi, dan kelengkapan alat.

Pendidikan dasar merupakan salah satu tahap kaderisasi berupa simulasi dan latihan berkegiatan di alam bebas yang wajib dijalani yang dilakukan selama satu minggu penuh dengan melakukan pendakian gunung dan penelusuran hutan dengan tujuan mempersiapkan fisik dan mental calon anggota, serta memberikan gambaran mengenai bagaimana sebenarnya kegiatan di alam bebas yang dikondisikan dalam sebuah perjalanan bersama sehingga diharapkan setelah mengikutinya, fisik dan mental mereka telah siap dan terbentuk untuk menjadi penjelajah alam yang tangguh dalam menghadapi tantangan alam. Kegiatan ini wajib diikuti oleh siswa (merupakan


(14)

4

sebutan untuk calon anggota yang menjalani pendidikan kepenjelajahalaman) yang telah mengikuti tahapan pra pendidikan dasar untuk mendapatkan status anggota muda (AM). Berdasarkan hasil survei, dari sejumlah pendaftar dari tahun ke tahun yang mengikuti tahap ini, ada saja yang tidak dapat menyelesaikannya. Hal tersebut berkaitan syarat kelulusan pendidikan dasar yakni mengikuti seluruh kegiatan selama seminggu penuh tanpa ada yang terlewatkan, tidak mengundurkan diri, serta tidak pingsan selama kegiatan.

Setelah berstatus anggota muda (AM), para siswa masih harus menempuh tahapan berikutnya yakni pendidikan lanjutan. Pendidikan lanjutan adalah tahapan yang harus diikuti setiap anggota muda untuk menjadi anggota penuh PPA Jamadagni Bandung dan memiliki Nomor Registrasi Permanen (NRP). Tahapan ini dilaksanakan untuk mempersiapkan anggota muda siap mengemban tanggung jawabnya sebagai anggota nantinya.

Tahapan ini dilaksanakan selama delapan bulan, meliputi masa perkenalan antara anggota muda dengan anggota penuh selama satu bulan, masa pendidikan lanjutan dan pengorganisasian ekspedisi (membuat proposal ekspedisi, memresentasikannya dan menjalankan ekspedisi) dalam kurun waktu enam bulan, serta satu bulan terakhir digunakan untuk menyelesaikan syarat-syarat pelantikan yakni pengajuan nama angkatan, dan ujian.

Selain itu, anggota muda diberi kesempatan selama masa pendidikan lanjutan untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan semua bidang spesialisasi (GH, RC, dan ORAD) dengan syarat pencapaian tertentu (yang telah ditentukan oleh


(15)

5

bagian diklat) sekaligus memberi kesempatan kepada anggota muda untuk menentukan bidang spesialisasi apa yang akan dipilihnya nanti disamping mengikuti kegiatan rutin PPA Jamadagni sehingga menuntut kemampuan siswa untuk membagi waktu.

Kegiatan rutin di Jamadagni tersebut termasuk kegiatan praktek kepenjelajahalaman, pemahaman teori, dan pengembangan kemampuan organisasi. Pada satu bulan pertama dalam masa anggota muda (AM) ini, para anggota dihadapkan pada beberapa masalah yang mungkin timbul pada saat mereka melakukan kegiatan kepenjelajahalaman yakni para anggota muda harus menyelenggarakan malam perkenalan dan melaksanakan perjalanan pertama dimana mereka harus menyusun jadwal kegiatan untuk memperkenalkan diri pada anggota sekaligus menyusun jadwal perjalanan.

Masa selanjutnya disebut masa pra ekspedisi. Pada tahap ini, tidak sedikit AM JMD yang gugur. Berdasarkan data, sejumlah siswa yakni rata-rata 52,67% AM per tahun (dari tahun 2000-2008) dengan jumlah keseluruhan 75 siswa yang telah menjalani serangkaian kegiatan selama paling tidak satu bulan, mengundurkan diri. Sejumlah AM mengeluhkan terlalu padatnya kegiatan dan banyaknya tuntutan baik dari orang tua, sekolah, maupun JMD sendiri sehingga anggota muda tidak yakin mampu mengikuti seluruh kegiatan yang ada dan menyelesaikan tahapan yang ada hingga akhir proses pendidikan lanjutan. Kegiatan-kegiatan JMD meliputi latihan praktek yang sering dilakukan pada hari Sabtu-Minggu atau pada hari libur lainnya, penyusunan proposal ekspedisi, dan presentasi ekspedisi yang biasanya dilakukan


(16)

6

pada malam hari dan biasanya berakhir pada dini atau pagi hari. Selain itu, pada tahap pendidikan lanjutan ini pun AM dituntut untuk menyesuaikan jadwal yang telah mereka terima dari anggota yang mensimulasikan keadaan darurat dengan jadwal yang terkadang pada prakteknya berbeda pada anggota penuh sehingga diperlukan penjadwalan ulang untuk kegiatan-kegiatan lainnya. Dalam masa ini, pemberitahuan tentang kegiatan biasanya dilakukan beberapa jam sebelum kegiatan dimulai dan AM harus sudah siap untuk mengikutinya. Terdapat beberapa jadwal kegiatan yang dimajukan dan beberapa jadwal yang ditunda untuk mensimulasikan keadaan darurat yang tidak menentu. Disamping pada masalah jadwal, terdapat pula masa penyusunan proposal nama angkatan yang akan dipresentasikan. Pada umumnya proposal ini sengaja dibuat tidak diterima hingga menjelang saat ekspedisi untuk menambah tekanan bagi AM.

Setelah itu, terdapat masa ekspedisi yaitu AM diharuskan membuat sebuah perjalanan dengan syarat tertentu yang diminta bagian diklat. Syarat ini beragam, mulai dari tempat, syarat teknis, tujuan, ketinggian, atau syarat lain yang dirasa penting oleh diklatnya. Pada masa ekspedisi ini, AM diharuskan memimpin dan mengatur perjalanannya sendiri. Sedangkan anggota penuh yang mendampingi hanya bertindak sebagai pengawas dan akan mengambil alih ketika terjadi keadaan darurat.

Tahap selanjutnya adalah masa pasca ekspedisi, yaitu AM diharuskan untuk membuat laporan ekspedisi dan nama angkatan. Kegiatan rutin juga dilakukan pada masa ini, hanya saja tidak terjadwal secara rutin. AM diharapkan siap berkegiatan kapan saja, baik berupa kegiatan di luar ruangan, maupun kegiatan keorganisasian.


(17)

7

Banyak di antara AM yang merasa tahap ini sebagai tahap yang membingungkan. Di satu sisi AM tersebut merasa lelah dengan ketidakmenentuan jadwal, namun jika berpikir untuk ke luar atau mengundurkan diri dari keanggotaan JMD, AM merasa keberatan mengingat telah banyaknya melaksanakan kegiatan, termasuk ekspedisi. Tekanan paling berat terjadi pada masa pertanggungjawabaan ekspedisi dan pencarian nama angkatan. Pada masa ini, AM diharuskan mempertanggungjawabkan kegiatan ekspedisinya kepada anggota penuh dan menentukan nama sebagai identitas dari angkatannya. Kedua hal ini sering menjadi tekanan tersendiri bagi AM karena setiap detil kegiatan yang telah dilakukan diminta pertanggunganjawabannya (termasuk filosofi dalam pemilihan nama angkatan). Adanya kesalahan prosedur atau teknik kegiatan dapat membuat AM harus mengulang masa pra ekspedisinya, atau bahkan dibatalkan menjadi anggota penuh.

Setelah berhasil melewati kedua tahap sebelumnya, para AM dilantik menjadi anggota penuh dan memerlukan dua tahun masa bakti agar secara de jure resmi menjadi anggota penuh JMD. Pada masa bakti ini, anggota diwajibkan membuat kegiatan bagi adik-adiknya, meliputi penyusunan proses kaderisasi, yaitu tahap pendidikan dasar hingga menjadi anggota. Selain itu, anggota juga diwajibkan menjadi pengurus komisariat dan sekretariat. Setelah masa ini maka anggota dapat bebas berkegiatan dan menggunakan fasilitas Jamadagni.

Mencermati panjangnya tahap pendidikan dan beratnya beban baik fisik dan mental selama menjalani tahap-tahap pendidikan kepenjelajahalaman (terutama dalam menjalani pendidikan lanjutan), tentu dibutuhkan minat yang besar maupun


(18)

8

keyakinan akan kemampuannya untuk melaksanakan kegiatan ini. Dalam menjalaninya sebagian anggota muda mampu menyelesaikan tahap pendidikan hingga menjadi anggota penuh, namun ada pula yang mengundurkan diri sebelum selesai menjalaninya. Mengapa hal tersebut dapat terjadi ?

Hal tersebut menjadi perhatian peneliti untuk mengetahui bagaimana keyakinan para anggota muda atas kemampuan dalam menjalani dan menghadapi keadaan tersebut sehingga dapat bertahan hingga menjadi anggota penuh; yang disebut sebagai self-efficacy. Self-efficacy merupakan keyakinan diri akan kemampuan orang yang bersangkutan untuk dapat melakukan suatu tugas tertentu. Self-efficacy merupakan kemampuan yang tidak terbentuk dengan sendirinya,

melainkan berdasarkan pemaknaan dan penghayatan seseorang akan sumber-sumber informasi pembentuk self-efficacy (Bandura, 2002).

Sumber self-efficacy terdiri atas empat: sumber pertama yaitu enactive mastery experience, merujuk pada pengalaman yang dialami dan dimaknakan oleh

masing-masing AM (sebagai keberhasilan atau kegagalan) yang berfungsi sebagai indikator dari kemampuan seseorang. Sebagai contoh: AM yang memaknakan pengalaman dapat mendaki gunung hingga puncak sebagai suatu keberhasilan, pada umumnya menjadi lebih yakin akan kemampuan dirinya. Enactive mastery experience anggota JMD didapat dari pengalamannya selama berkegiatan ataupun

selama berorganisasi. Sumber kedua yaitu vicarious experience, merujuk pada sumber yang dapat mempengaruhi keyakinan akan kemampuan diri melalui pengamatan dan perbandingan dengan keberhasilan dan kegagalan orang lain (yang


(19)

9

memiliki karakteristik yang serupa dengan dirinya), seperti: AM melihat temannya berhasil mendaki hingga puncak gunung tertinggi di pulau Jawa, hal tersebut dapat membuat diri AM lebih yakin untuk dapat mencapai hal yang sama dengan karakteristik teman yang serupa dengan dirinya. Sumber ketiga yaitu verbal persuasion yakni pengaruh sosial dari orang yang signifikan bahwa ia memiliki

kemampuan tertentu yang disampaikan melalui umpan balik (feedback), pujian atau pun kritik, seperti penggiat senior memberikan pujian ketika AM bimbingannya berhasil melewati jeram yang sulit dan penghayatan AM terhadap pujian tersebut dapat mempengaruhi keyakinan akan kemampuan yang dimiliki AM. Sumber terakhir adalah physiological and affective state yaitu penilaian seseorang mengenai ketergugahan fisik dan emosional yang dialami sebagai indikator dari kemampuan, seperti: ketika seorang AM selalu mengalami kecemasan tatkala mempelajari materi tertentu sehingga AM tersebut merasa tidak yakin diri akan kemampuannya.

Keempat sumber di atas melalui proses kognitif pada masing-masing diri AM, berperan dalam pembentukan self-efficacy belief yang dimiliki anggota muda. Self-efficacy yang dimiliki anggota muda berpengaruh pada tingkah laku anggota muda

dalam menjalani rangkaian tahap pendidikannya, yaitu rangkaian tindakan yang dipilih untuk diteruskan berkaitan dengan target pencapaian dan dalam kemajuan materinya, besarnya usaha untuk maju yang dikerahkan dalam menghadapi tahapan pembelajaran, lama bertahan dalam berhadapan dengan hambatan dan kegagalan, banyaknya tekanan yang dialami dalam upaya mengatasi tuntutan-tuntutan lingkungan, serta taraf pencapaian yang disadari. Banyaknya hambatan dan tekanan


(20)

10

yang dialami oleh anggota muda dalam menjalani tahap pendidikan kepenjelajahalaman, membuat seorang anggota muda harus memiliki beberapa sumber self efficacy yang kuat dalam dirinya. Hal ini membuat self-efficacy menjadi penting untuk dapat bertahan hingga menjadi anggota penuh.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilaksanakan dengan melakukan wawancara kepada 3 anggota Perhimpunan Penjelajah Alam Jamadagni, diperoleh sejumlah gejala mengenai pengaruh masing-masing sumber self-efficacy terhadap keyakinan akan kemampuan diri pada anggota muda PPA JMD dalam menjalani pendidikan kepenjalajah-alaman. Hasil survei awal tersebut adalah sebagai berikut:

Pengalaman yang dialami sendiri oleh anggota muda (Mastery Experience) yakni saat mampu mendaki gunung hingga puncak dimaknakan oleh ketiga anggota sebagai pengalaman keberhasilan. Hal itu membuat dua AM menjadi bersemangat untuk mendaki hingga puncak gunung lainnya, sedangkan satu AM ingin rehat untuk beberpa waktu sebelum bersedia mendaki kembali. Sedangkan salah satu pengalaman yang dimaknakan sebagai kegagalan yakni saat proposal ekspedisi belum diterima. Hal tersebut membuat dua AM menjadi cenderung malas untuk melakukan revisi, sedangkan satu AM menjadi lebih bersemangat untuk cepat merevisi.

Vicarious experience tergambar saat teman yang memiliki karakteristik diri

yang serupa dengan diri anggota menyelesaikan suatu tugas kepenjelajahalaman, dua AM mengaku mengamati dan belajar dari pengalaman teman yang bersangkutan, sedangkan satu AM tidak peduli dengan pengalaman teman yang bersangkutan.


(21)

11

Salah satu contoh gejala mengenai umpan balik yang diberikan oleh figur yang signifikan (Verbal Persuation) yakni saat evaluasi diberikan oleh para senior, satu orang AM merasakan meski inti feedback serupa, namun akan memiliki pengaruh yang berbeda dari senior yang berbeda. Sedangkan dua orang AM lebih menekankan jika isi feedback tersebut memang masuk akal maka siapa pun yang memberikannya tidak memiliki perbedaan pengaruh terhadap dirinya.

Physiological & affective state (kondisi fisik dan kondisi emosi) terlihat saat

anggota melakukan kegiatan kepenjelajahalaman, ketiga anggota pernah merasa mual, pusing, ataupun malas seketika yang mereka kaitkan dengan kegiatan yang sedang dilakukan.

Gejala dan fakta yang diperoleh dari survei awal tersebut, menggambarkan bahwa setiap sumber memiliki nilai dan pengaruh berbeda pada sejumlah anggota muda. Berdasarkan hal tersebut membuat peneliti ingin melakukan penelitian yang lebih memfokuskan pada kontribusi sumber-sumber efficacy terhadap self-efficacy belief anggota muda Perhimpunan Penjelajah Alam Jamadagni di kota


(22)

12

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap self-self-efficacy belief pada anggota muda Perhimpunan Penjelajah

Alam Jamadagni di kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai derajat self-efficacy dan kekuatan sumber-sumber self-efficacy pada anggota muda Perhimpunan Penjelajah Alam Jamadagni di kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kekuatan kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap self-efficacy belief anggota muda Perhimpunan Penjelajah Alam Jamadagni di kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

• Memberikan informasi bagi bidang ilmu Psikologi Pendidikan mengenai kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap self-efficacy belief.


(23)

13

• Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai sumber-sumber self-efficacy belief.

1.4.2 Kegunaan Praktis

• Memberikan informasi kepada siswa-siswa di PPA JMD mengenai sumber-sumber self-efficacy dan self-efficacy belief mereka; sehingga mereka dapat mempertahankan atau meningkatkan self-efficacy mereka dalam kegiatan penjelajahalaman-nya.

Memberi informasi kepada orang tua siswa mengenai self-efficacy anaknya agar dapat turut mendukung dan mengarahkan anaknya dalam menghadapi tantangan dalam kegiatan penjelajahanalaman yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi self-efficacy pada kehidupan sehari-hari.

• Memberikan informasi kepada PPA JMD (Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA), ketua dan anggota pengurus harian) mengenai kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap self-efficacy belief. Informasi ini dapat digunakan untuk membimbing siswa PPA JMD dalam menghadapi tantangan penjelajahan dan mengembangkan self-efficacy siswa agar dapat menyelesaikan tahapan-tahapan pendidikan di PPA JMD secara optimal.


(24)

14

1.5 Kerangka Pemikiran

Anggota Muda Perhimpunan Penjelajah Alam berusia antara 15-17 tahun. Menurut Santrock (2002), usia 10-22 tahun dikategorikan sebagai masa remaja. Dalam masa ini, minat remaja yang dibawa dari masa kanak-kanak cenderung berkurang dan diganti oleh minat yang lebih matang. Hal tersebut berkaitan dengan tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan saat masa anak-anak hingga berkurangnya waktu yang dapat dipergunakan sesuka hati, maka remaja harus membatasi minat-minatnya.

Terdapat beragam minat pada remaja, salah satunya adalah minat pada simbol status. Simbol status merupakan simbol prestise yang menunjukkan bahwa orang yang memilikinya lebih tinggi atau status yang lebih tinggi dalam kelompok. Menurut Hurlock (2002), salah satu cara mendapatkan simbol status adalah remaja bergabung dengan kelompok dan merupakan anggota yang diterima kelompok karena penampilan dan perbuatannya sama dengan penampilan dan perbuatan anggota kelompok yang lain. Hal tersebut sejalan dengan kondisi anggota muda yang bergabung dengan PPA JMD untuk mendapatkan simbol status.

Berdasarkan referensi lain (James Coleman, 1961; Eitzen dalam Santrock, 1975), remaja yang tergabung dalam tim olahraga sekolah, menyatakan bahwa dirinya termasuk orang yang penting dalam kelompok sekolah. Jamadagni (JMD) merupakan salah satu ekstrakurikuler olahraga yang tergolong outdoor activities yang berada di lingkungan SMA Negeri 3 Bandung. Untuk menjadi anggota JMD, diperlukan sejumlah tahapan pendidikan kepenjelajahalaman. Satu tahap terpenting


(25)

15

dalam pendidikan tersebut yakni pada saat siswa menyandang gelar anggota muda dan harus menjalani tahap pendidikan lanjutan hingga statusnya dapat berubah menjadi anggota penuh.

Tahap pendidikan tersebut dilakukan selama delapan bulan, dengan rincian yakni: masa perkenalan antara anggota muda dengan anggota penuh selama satu bulan, masa pendidikan lanjutan dan pengorganisasian ekspedisi (membuat proposal ekspedisi, memresentasikannya dan menjalankan ekspedisi) dalam kurun waktu enam bulan, serta satu bulan terakhir digunakan untuk menyelesaikan syarat-syarat pelantikan yakni pengajuan nama angkatan, dan ujian. Setelah melalui tahap pendidikan lanjutan tersebut, para anggota muda yang statusnya telah menjadi anggota penuh diharapkan dapat menjadi anggota penjelajah alam yang tidak hanya menyalurkan minat yang mereka miliki atas alam namun juga merupakan individu dengan mental yang tangguh serta bertanggung jawab.

Meski demikian, untuk melalui tahap pendidikan lanjutan hingga menjadi anggota penuh tidaklah mudah, karena mmebutuhkan usaha untuk mencapainya, terdapat hambatan dan mungkin kegagalan di dalamnya, disertai tuntutan-tuntutan lingkungan yang ada. Proses tersebut merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi oleh para anggota muda. Untuk menghadapinya, maka dibutuhkan tidak hanya sekedar kemauan, minat dan kesiapan teknis melainkan juga membutuhkan keyakinan terhadap kemampuan diri pada masing-masing individu.

Bandura (2001) mengembangkan model determinisme resiprokal yang terdiri atas tiga faktor utama yakni perilaku, person / kognitif, dan lingkungan. Faktor-faktor


(26)

16

tersebut dapat saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran pada anggota muda penjelajah alam Jamadagni. Istilah person (kognitif) didalamnya, mencakup ekspektansi, keyakinan, strategi, pemikiran dan kecerdasan para anggota muda dalam menjalani tahap-tahap pembelajaran kepenjelajahalaman. Dalam pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (1997, 2001) kemudian pada akhirnya disebut self-efficacy. Self-efficacy merupakan keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan

menghasilkan hal positif (Bandura, 2002).

Terdapat empat sumber pembentuk self-efficacy pada masing-masing diri anggota muda, yakni enactive mastery experience, vicarious experience, verbal persuasion, dan physiological and affective states. Berdasarkan pengaruh salah satu

sumber atau kombinasi dari beberapa sumber dalam pembentukannya, keyakinan terhadap kemampuan diri (self-efficacy) seseorang dapat terbentuk, meningkat atau menurun. Keempat sumber self efficacy tersebut adalah kumpulan informasi bagi anggota muda yang kemudian akan diolah secara kognitif dalam pembentukan keyakinan akan kemampuan diri anggota muda. Anggota muda menyeleksi, mengintegrasi, dan menginterpretasikan kumpulan informasi sebagai sesuatu yang dapat mempengaruhi keyakinan diri mereka dalam mengatasi rintangan dan mencapai tujuannya.

Sumber yang pertama yakni enactive mastery experience merupakan sumber yang menciptakan penghayatan yang kuat pada self-efficacy anggota muda karena memberikan bukti apakah seorang anggota muda mampu menguasai keterampilan


(27)

17

tertentu hingga dapat mencapai keberhasilan dalam pembelajaran kepenjelajahalamannya atau tidak. Enactive Mastery experience dapat berupa pengalaman keberhasilan maupun kegagalan yang dialami. Pengalaman tersebut dihayati anggota muda sebagai tolok ukur akan kemampuannya yang kemudian akan berpengaruh pada pembentukan keyakinan dirinya. Keberhasilan dalam mengikuti pendidikan dasar atau latihan mendaki gunung dapat membangun self-efficacy anggota muda bahwa ia mampu berhasil ketika menghadapi tantangan alam. Selain itu, pengalaman kegagalan juga dapat mempengaruhi seberapa besar self-efficacy anggota muda, pengalaman tersebut dapat menggoyahkan atau menurunkan self-efficacy anggota muda.

Sumber pembentuk self-efficacy yang kedua adalah vicarious experience, yakni siswa mengamati dan membandingkan diri dengan orang lain (senior, teman, keluarga, orang yang signifikan). Pemaknaan terhadap hasil pengamatan dan perbandingan terhadap orang lain akan berbeda-beda. Hal tersebut tergantung ada atau tidaknya kesamaan karakteristik diri dengan orang yang diamati dan dijadikan perbandingan. Semakin banyak kesamaan dengan orang yang dijadikan model, semakin mempengaruhi self-efficacy anggota muda. Sedangkan jika hanya terdapat sedikit kesamaan dengan orang yang dijadikan model, maka semakin kecil pengaruhnya terhadap self-efficacy anggota muda. Seorang anggota muda yang melihat teman atau anggota lainnya yang berhasil melalui tahap-tahap pembelajaran dan menjadi anggota penuh akan menimbulkan keyakinan pada kemampuan dirinya untuk dapat melakukan hal yang sama. Sedangkan jika seorang anggota muda


(28)

18

mengamati teman atau anggota lain mengalami kegagalan dan menyerah di tengah jalan dalam proses pembelajaran, hal itu dapat menurunkan penilaian terhadap efficacy mereka. Karena itu, modeling berpengaruh kuat terhadap self-efficacy,

tergantung pada banyak-sedikitnya kesamaan karakteristik diri anggota muda dengan obyek (model) yang diamati.

Sumber yang ketiga adalah verbal persuasion, yang merupakan dukungan dari orang lain (teman, senior) berupa nasehat, anjuran, pujian atau bahkan teguran. Ungkapan verbal dari orang lain mengenai kemampuan siswa menghadapi tantangan tertentu diolah secara kognitif untuk pembentukan self-efficacy. Pemaknaan terhadap ungkapan-ungkapan yang diterima anggota muda akan berbeda-beda, tergantung dari bentuk ungkapan yang diberikan (positif atau negatif) dan siapa yang memberikan persuasi verbal tersebut (orangtua, teman, senior). Seorang anggota muda yang dipersuasi secara verbal bahwa mereka memiliki atau tidak memiliki hal-hal yang dibutuhkan untuk berhasil dan melewati tahap-tahap pembelajaran, akan membentuk keyakinan diri mereka mengenai kemampuan mereka. Seorang anggota muda yang dipersuasi bahwa dirinya memiliki kemampuan yang memadai dan dapat menjadi anggota penuh, maka anggota muda akan memiliki keyakinan yang lebih kuat terhadap kemampuannya dan akan mengoptimalkan usahanya. Sebaliknya, seorang anggota muda yang dipersuasi bahwa anggota muda tidak memiliki kemampuan untuk menjadi anggota penuh, cenderung akan mudah menyerah dan meragukan kemampuannya.


(29)

19

Sumber terakhir yang juga merupakan sumber pembentuk self-efficacy anggota muda adalah physiological and affective states, yang merupakan penghayatan terhadap kondisi / reaksi fisiologis dan emosional yang dirasakan anggota muda menyenangkan ataupun membebani sewaktu menghadapi tugas akademis. Keadaan fisik dan emosional saat menghadapi atau mengerjakan tugas akan dijadikan informasi mengenai kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas. Terkadang, anggota muda menginterpretasikan ketergugahan fisiknya sebagai indikator dari kompetensi diri. Reaksi emosional terhadap tugas-tugas pembelajaran seringkali menjadi petujuk bagi kesuksesan atau kegagalan anggota muda. Secara umum, meningkatkan kesejahteraan fisik dan emosional seseorang dan mengurangi keadaan emosional yang negatif dapat menguatkan self-efficacy (Usher & Pajares, 2005).

Setiap anggota muda dihadapkan pada sejumlah informasi dari ke-empat sumber self-efficacy tersebut setiap saat. Adanya pemahaman kognitif mengenai sumber-sumber self-efficacy tersebut kemudian mempengaruhi penghayatan siswa terhadap self-efficacy yang ada dalam diri mereka. Jadi, self-efficacy tidak terbentuk dengan sendirinya berdasarkan empat sumber yang tersedia, namun harus diolah secara kognitif terlebih dahulu oleh siswa hingga pengolahan dari empat sumber self-efficacy disimpan dan dapat diterapkan pada situasi serupa di masa yang akan datang.

Kontribusi keempat sumber self-efficacy tersebut akan mempengaruhi tinggi rendahnya self-efficacy anggota muda penjelajah alam JMD Bandung yang terlihat dalam beberapa hal, yang pertamakeyakinan anggota muda akan rangkaian tindakan


(30)

20

yang dipilih untuk diteruskan berkaitan dengan taget pencapaian dan dalam kemajuan materinya. Semakin kuat perceived self-efficacy yang dimiliki oleh anggota muda, semakin tinggi tantangan yang ditetapkan bagi dirinya dalam menjalani pendidikan lanjutan kepenjelajahalaman dan semakin teguh komitmennya untuk melaksanakannya. Anggota muda yang memiliki keyakinan yang tinggi terhadap kemampuannya, membayangkan skenario sukses yang menyediakan petunjuk positif dan dukungan bagi kinerjanya. Sedangkan anggota muda yang meragukan kemampuannya, membayangkan skenario-skenario gagal dan hal-hal lain yang tidak baik.

Kedua, tergambar dalam keyakinan anggota muda akan besar usaha untuk maju yang dikerahkan dalam menghadapi tahapan-tahapan pembelajaran. Saat anggota muda dihadapkan pada tugas untuk mengatur tuntutan-tuntutan lingkungan yang sulit dibawah keadaan yang membebani, mereka yang dilandasi keraguan akan kemampuan diri menjadi semakin tidak teratur dalam pemikiran analitisnya, menurunkan aspirasi dan kualitas kinerjanya. Sebaliknya, anggota muda yang memelihara keyakinan akan kemampuannya menetapkan tujuan-tujuan yang menantang bagi dirinya dan menggunakan pemikiran analisa yang baik yang mempercepat pencapaian tujuannya.

Ketiga tergambar pada keyakinan anggota muda akan kemampuan diri untuk bertahan selama berhadapan dengan hambatan dan kegagalan. Anggota muda yang menganggap dirinya sebagai orang yang memiliki atribut efficacy yang tinggi, kegagalan mereka dimaknakan terutama disebabkan oleh kurangnya usaha, dan


(31)

21

anggota muda yang menganggap dirinya kurang dalam atribut efficacy kegagalannya terutama karena kurangnya kemampuan.

Keempat, terlihat pada keyakinan anggota muda akan kemampuan menanggulangi tekanan yang mungkin dialami dalam mengatasi tuntutan lingkungan, serta yang terakhir pada keyakinan akan taraf pencapaian yang telah diraih. Anggota muda yang percaya mereka dapat melatih pengendalian terhadap ancaman-ancaman, tidak akan memunculkan pola pemikiran yang mengganggu dalam pikiran mereka. Sedangkan anggota muda yang percaya bahwa mereka tidak dapat mengendalikan ancaman-ancaman mengalami kecemasan, mereka terpaku pada kekurangan mereka dalam mengatasi tekanan. Mereka juga menemukan sejumlah aspek dari lingkungan mereka sebagai ketakutan terhadap bahaya dan memperbesar kemungkinan adanya ancaman-nacaman dan khawatir terhadap hal-hal yang jarang terjadi.

Secara singkat, siswa dengan self efficacy rendah diprediksi menghindari banyak tugas belajar, khususnya yang menantang dan sulit, sedangkan siswa dengan efficacy tinggi bersedia mengerjakan tugas-tugas seperti itu, siswa dengan

self-efficacy tinggi lebih mungkin untuk tekun berusaha menguasai tugas pembelajaran


(32)

22

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Physiological and affective state Self-Efficacy Belief Enactive mastery experience Anggota Muda Penjelajah Alam PPA JMD di kota

Bandung

Pengolahan

kognitif

Indikator self-efficacy belief:

- Keyakinan akan rangkaian

tindakan yang dipilih

- Keyakinan akan besar usaha

yang dikerahkan

- Keyakinan untuk bertahan selama berhadapan dengan hambatan dan kegagalan

- Keyakinan akan kemampuan

penangulangan tekanan dalam

mengatasi tuntutan lingkungan

- Keyakinan akan taraf

pencapaian yang telah diraih Verbal

persuasion Vicarious experience

Indikator lain:

Pemaknaan terhadap kesulitan dan kegagalan, serta jenis kegiatan yang lebih disukai


(33)

23

1.6 Asumsi

• Anggota muda perhimpunan penjelajah alam JMD menghadapi tantangan yang berat untuk dapat melalui serangkaian tahap pendidikan hingga menjadi anggota penuh, dan untuk menghadapinya anggota muda perlu memiliki penilaian akan kemampuan dan keyakinan bahwa dirinya dapat menghadapi tantangan tersebut.

• Selain minat akan kepenjelajahalaman, anggota muda perhimpunan penjelajah alam JMD memerlukan keyakinan akan kemampuan diri (self-efficacy) untuk menghadapi tantangan dalam menjalani tahap pendidikan.

• Anggota muda perhimpunan penjelajah alam JMD yang memiliki keyakinan akan kemampuan diri (self-efficacy) akan mampu mengatasi tantangan tersebut. • Anggota muda perhimpunan penjelajah alam JMD yang tidak atau kurang

memiliki keyakinan akan kemampuan diri (self-efficacy), akan mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan.

1.7 Hipotesis Penelitian

- Terdapat kontribusi Enactive mastery experience terhadap self-efficacy anggota muda penjelajah alam JMD.

- Terdapat kontribusi Vicarious experience terhadap self-efficacy anggota muda penjelajah alam JMD.


(34)

24

- Terdapat kontribusi Verbal persuasion terhadap self-efficacy anggota muda penjelajah alam JMD.

- Terdapat kontribusi Physiological and affective states terhadap self-efficacy anggota muda penjelajah alam JMD.


(35)

89

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi sumber-sumber Self-Efficacy terhadap Self-Self-Efficacy pada anggota muda yang akan menjalani

pendidikan lanjutan guna menjadi anggota penuh di perhimpunan penjelajah alam Jamadagni di kota Bandung dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Dari keempat sumber Self-Efficacy, yang memiliki kontribusi signifikan terhadap Self-Efficacy anggota muda perhimpunan penjelajah alam Jamadagni adalah Enactive Mastery Experience.

2. Sebagian besar anggota muda Perhimpunan Penjelajah Alam Jamadagni memiliki Self-Efficacy yang tergolong tinggi.

Dengan Self-Efficacy yang telah dimiliki, para anggota muda melihat tugas kepenjelajahalaman yang sulit sebagai tantangan bukan sebagai ancaman yang harus dihindari. Mereka menambah atau mempertahankan usaha mereka saat menghadapi kegagalan, serta menghubungkan kegagalannya dengan usaha atau pengetahuan mereka yang belum cukup.


(36)

Universitas Kristen Maranatha 90

5.2 Saran

5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan

• Jika berminat untuk melakukan penelitian lanjutan, ada baiknya untuk menambahkan item berupa self-report berupa open ended question sebagai data pelengkap dan alat untuk memeriksa kembali

hasil dari kuesioner.

5.2.2 Saran Guna Laksana

Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

• Bagi para anggota muda disarankan untuk lebih sering lagi melakukan kegiatan / latihan penjelajahalaman sehingga dapat mengalami sendiri dan menyadari sejauh mana kemampuan mereka sehingga dapat mempertahankan atau meningkatkan keyakinan akan kemampuan kepenjelajahalamannya.

• Bagi orangtua diharapkan dapat mendukung anaknya secara emosional, memfasilitasi (secara finansial), serta memberikan kesempatan anggota muda untuk mendapatkan pengalaman yang dapat meningkatkan self-efficacy.


(37)

91

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 2002. Self-Efficacy: The Exercise Of Control. New York: W.H Freeman and Company.

Kerlinger, Fred N. 2000. Asas-Asas Penelitian Behavioral Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Komputer, Wahana. 2007. Panduan Praktis Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 15,0. Semarang: Andi.

Pajares, Frank & Urdan, Tim. Self-Efficacy Beliefs of Adolescence. Greenwich, Connecticut: Information Age Publishing.

Santrock, John W. 2007. Adolescence. New York, NY: McGraw – Hill International Edition.

Santrock, John W. 2007. Life Span Development 5th Edition. New York, NY: McGraw – Hill.

Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Bussiness 4th Edition. Jakarta:

Salemba Empat.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Singarimbun, Masri., Sofian Effendi., editor. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES

Sudjana, M. A. 2002. Metoda statistika. Bandung: Tarsito.

Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wijaya, Harry & Christian. 2005. Pengalaman Pendakian 27 Gunung di Indonesia. Yogyakarta: Andi.


(38)

92

DAFTAR RUJUKAN

Triandesa, Trisa. 2008. Suatu penelitian mengenai kontribusi sumber self-efficacy terhadap academic self-efficacy pada siswa kelas XII SMA”X” di kota Bandung (suatu studi pada siswa kelas XII yang akan menghadapi ujian nasional, pada pelajaran bahasa Inggris, matematika dan bahasa Indonesia). Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.


(1)

1.6Asumsi

• Anggota muda perhimpunan penjelajah alam JMD menghadapi tantangan yang berat untuk dapat melalui serangkaian tahap pendidikan hingga menjadi anggota penuh, dan untuk menghadapinya anggota muda perlu memiliki penilaian akan kemampuan dan keyakinan bahwa dirinya dapat menghadapi tantangan tersebut.

• Selain minat akan kepenjelajahalaman, anggota muda perhimpunan penjelajah alam JMD memerlukan keyakinan akan kemampuan diri (self-efficacy) untuk menghadapi tantangan dalam menjalani tahap pendidikan.

• Anggota muda perhimpunan penjelajah alam JMD yang memiliki keyakinan akan kemampuan diri (self-efficacy) akan mampu mengatasi tantangan tersebut. • Anggota muda perhimpunan penjelajah alam JMD yang tidak atau kurang

memiliki keyakinan akan kemampuan diri (self-efficacy), akan mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan.

1.7Hipotesis Penelitian

- Terdapat kontribusi Enactive mastery experience terhadap self-efficacy anggota muda penjelajah alam JMD.

- Terdapat kontribusi Vicarious experience terhadap self-efficacy anggota muda penjelajah alam JMD.


(2)

24

- Terdapat kontribusi Verbal persuasion terhadap self-efficacy anggota muda penjelajah alam JMD.

- Terdapat kontribusi Physiological and affective states terhadap self-efficacy anggota muda penjelajah alam JMD.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi sumber-sumber Self-Efficacy terhadap Self-Self-Efficacy pada anggota muda yang akan menjalani pendidikan lanjutan guna menjadi anggota penuh di perhimpunan penjelajah alam Jamadagni di kota Bandung dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Dari keempat sumber Self-Efficacy, yang memiliki kontribusi signifikan terhadap Self-Efficacy anggota muda perhimpunan penjelajah alam Jamadagni adalah Enactive Mastery Experience.

2. Sebagian besar anggota muda Perhimpunan Penjelajah Alam Jamadagni memiliki Self-Efficacy yang tergolong tinggi.

Dengan Self-Efficacy yang telah dimiliki, para anggota muda melihat tugas kepenjelajahalaman yang sulit sebagai tantangan bukan sebagai ancaman yang harus dihindari. Mereka menambah atau mempertahankan usaha mereka saat menghadapi kegagalan, serta menghubungkan kegagalannya dengan usaha atau pengetahuan mereka yang belum cukup.


(4)

Universitas Kristen Maranatha 90

5.2 Saran

5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan

• Jika berminat untuk melakukan penelitian lanjutan, ada baiknya untuk menambahkan item berupa self-report berupa open ended question sebagai data pelengkap dan alat untuk memeriksa kembali hasil dari kuesioner.

5.2.2 Saran Guna Laksana

Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

• Bagi para anggota muda disarankan untuk lebih sering lagi melakukan kegiatan / latihan penjelajahalaman sehingga dapat mengalami sendiri dan menyadari sejauh mana kemampuan mereka sehingga dapat mempertahankan atau meningkatkan keyakinan akan kemampuan kepenjelajahalamannya.

• Bagi orangtua diharapkan dapat mendukung anaknya secara emosional, memfasilitasi (secara finansial), serta memberikan kesempatan anggota muda untuk mendapatkan pengalaman yang dapat meningkatkan self-efficacy.


(5)

91

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 2002. Self-Efficacy: The Exercise Of Control. New York: W.H Freeman and Company.

Kerlinger, Fred N. 2000. Asas-Asas Penelitian Behavioral Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Komputer, Wahana. 2007. Panduan Praktis Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 15,0. Semarang: Andi.

Pajares, Frank & Urdan, Tim. Self-Efficacy Beliefs of Adolescence. Greenwich, Connecticut: Information Age Publishing.

Santrock, John W. 2007. Adolescence. New York, NY: McGraw – Hill International Edition.

Santrock, John W. 2007. Life Span Development 5th Edition. New York, NY: McGraw – Hill.

Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Bussiness 4th Edition. Jakarta:

Salemba Empat.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Singarimbun, Masri., Sofian Effendi., editor. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES

Sudjana, M. A. 2002. Metoda statistika. Bandung: Tarsito.

Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wijaya, Harry & Christian. 2005. Pengalaman Pendakian 27 Gunung di Indonesia. Yogyakarta: Andi.


(6)

92

DAFTAR RUJUKAN

Triandesa, Trisa. 2008. Suatu penelitian mengenai kontribusi sumber self-efficacy terhadap academic self-efficacy pada siswa kelas XII SMA”X” di kota Bandung (suatu studi pada siswa kelas XII yang akan menghadapi ujian nasional, pada pelajaran bahasa Inggris, matematika dan bahasa Indonesia). Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.