PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF UNTUK MENDETEKSI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI LAJU REAKSI.

(1)

PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF UNTUK MENDETEKSI MISKONSEPSI

SISWA SMA PADA MATERI LAJU REAKSI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Kimia

Oleh:

Nur Komala Eka Sari 0900181

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF UNTUK MENDETEKSI MISKONSEPSI

SISWA SMA PADA MATERI LAJU REAKSI

Oleh

Nur Komala Eka Sari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Nur Komala Eka Sari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

NUR KOMALA EKA SARI

PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF UNTUK MENDETEKSI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA

MATERI LAJU REAKSI

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr.Hernani, M.Si. NIP: 196711091991012001

Pembimbing II

Dr. Nahadi, M.Pd., M.Si. NIP: 197102041997021002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia

Dr.rer.nat.H.Ahmad Mudzakir, M.Si. NIP: 196611211991031002


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pengembangan Tes Diagnostik Two-tier sebagai Instrumen Alternatif untuk Mendeteksi Miskonsepsi Siswa SMA Pada Materi Laju Reaksi”. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan instrumen diagnostik

two-tier yang dapat mendeteksi miskonsepsi siswa SMA kelas XI pada materi laju

reaksi. Tes two-tier dikembangkan melalui beberapa tahapan, diantaranya tes

essay, wawancara dan tes pilihan ganda beralasan bebas. Soal two-tier yang

berhasil dikembangkan yaitu sebanyak 56 soal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif untuk memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai kualitas soal serta miskonsepsi siswa pada materi laju reaksi. Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis validitas terdapat 21 soal two-tier yang valid dengan reliabilitas sebesar 0,725 yang termasuk ke dalam kategori tinggi. Validitas ditentukan melalui pendekatan CVR (Content Validity Ratio) sedangkan reliabilitas ditentukan melalui perhitungan dengan menggunakan metode KR20. Dengan menggunakan soal two-tier yang sudah valid dan reliabel, maka miskonsepsi dapat dideteksi dengan cara menganalisis jawaban siswa pada tingkat pertama dan tingkat kedua. Miskonsepsi yang terdeteksi mencakup subtopik materi pengertian laju reaksi, orde reaksi, teori tumbukan dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Miskonsepsi yang ditemukan dapat menjadi acuan bagi guru untuk melakukan tindakan remediasi terhadap miskonsepsi tersebut.


(5)

ABSTRACT

This study is conducted to produce two-tier diagnostic instrument which is able to detect misconception in reaction rate concept among 11th grade highschool students. This instrument is developed in three steps, which are essay test, student interview and multiple choice problem as first tier and additional option for student as second tier. 56 questions as diagnostic instrument had been succesfully developed. Descriptive method is used to achieve complete description of the

problems and student’s misconceptions in reaction rate concept. Based on

reliability test using KR20 and validity analysis using CVR (Content Validity Ratio), 21 questions are passed as valid test instrument with reliability score of

0,725. Misconceptions are detected based from student’s answers at provided two -tier 21 questions. Detected and analyzed misconceptions including definition of reaction rate, reaction rate oerder, collision theory and factors affecting reaction rate. Detected misconceptions can be used as reference material for teachers to identify and remediate related misconceptions.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Tes Diagnostik ... 9

B. Pengembangan Tes Diagnostik Two-Tier ... 10

C. Validitas ... 12

D. Reliabilitas ... 14

E. Konsep ... 15

F. Miskonsepsi ... 15

G. Miskonsepsi pada Materi laju Reaksi ... 21

H. Deskripsi Materi Laju Reaksi ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Lokasi dan Objek Penelitian ... 33

B. Desain Penelitian ... 33

C. Metode Penelitian ... 34

D. Definisi Operasional ... 35

E. Instrumen Penelitian ... 35

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 36

G. Teknik Pengumpulan Data ... 39

H. Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45 A. Kontribusi Hasil Tes Essay terhadap Pengembangan Soal Two-Tier

Lapis Pertama ...


(7)

Halaman B. Kontribusi Hasil Tes Pilihan Ganda Beralasan Bebas terhadap

Pengembangan Soal Two-Tier Lapis Kedua ...

70

C. Validitas dan Reliabilitas Butir Soal ... 105

D. Miskonsepsi Siswa pada Materi Laju Reaksi ... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 156

A. Kesimpulan ... 156

B. Saran ... 157

DAFTAR PUSTAKA ... 158

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 162


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Setelah pembelajaran dilakukan, guru perlu mengetahui efektivitas dan efisiensi dari semua komponen yang ada dalam proses pembelajaran. Untuk dapat mengetahui hal tersebut tentunya guru harus melakukan evaluasi pembelajaran. Menurut Tayler (Arikunto, 2009), evaluasi adalah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana dari tujuan pendidikan yang sudah tercapai.

Dengan hasil evaluasi yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui siswa-siswa yang sudah dapat melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui siswa-siswa yang belum berhasil menguasai bahan pelajaran. Hasil evaluasi tersebut dapat menjadi petunjuk guru untuk lebih memfokuskan perhatiannya kepada siswa yang belum menguasai bahan.

Selain itu, hasil evaluasi juga dapat memberikan umpan balik kepada guru mengenai ketepatan penggunaan metode pembelajaran. Jika sebagian besar siswa memperoleh hasil yang kurang memuaskan, mungkin hal ini disebabkan oleh penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat.

Berdasarkan uraian di atas, evaluasi pembelajaran sangat penting untuk dikembangkan dalam dunia pendidikan. Pengembangan alat evaluasi tidak hanya terbatas pada alat evaluasi yang dapat mengukur hasil belajar siswa saja. Saat ini alat evaluasi pembelajaran yang sedang banyak dikembangkan di luar negeri yaitu di Turki dan Singapura, berupa alat untuk mengetahui kesulitan belajar siswa. Salah satu kesulitan belajar yang dialami siswa, diantaranya ketika siswa mengalami miskonsepsi.

Miskonsepsi (Hammer, 1996) merupakan pemahaman konsep yang terdapat di dalam pikiran siswa yang bertentangan dengan konsep ilmiah, yang dipengaruhi oleh pengalaman siswa. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa tidak


(9)

boleh diabaikan begitu saja. Menurut Hammer (1996) remediasi terhadap miskonsepsi tersebut harus segera dilakukan agar miskonsepsi yang terdapat pada siswa tidak menyebar kepada siswa lainnya. Kemungkinan miskonsepsi untuk menyebar kepada siswa lainnya terdapat pada kegiatan diskusi. Selain itu miskonsepsi dapat semakin menyebar seperti efek yang beruntun, jika siswa kurang menguasai konsep dasar. Konsep dasar tersebut merupakan konsep yang menjadi prasyarat untuk dapat mempelajari konsep kimia lainnya karena terdapat hierarki konsep dalam kimia. Jika terdapat miskonsepsi pada konsep dasar, maka miskonsepsi itu akan menghambat dalam proses pembelajaran kimia mengenai konsep yang relevan.

Miskonsepsi dapat terjadi jika pemahaman konsep kimia siswa tidak utuh. Untuk mendapatkan pemahaman utuh maka diperlukan tiga level representasi, yaitu representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik. Salah satu alasan kesulitan siswa dalam memahami materi kimia yaitu dalam menggunakan berbagai tingkat representasi dalam kimia untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena kimia yang berkaitan dengan pengalaman sehari-hari (Krajcik et al., 2001). Tiga representasi yang relevan dengan pemahaman konsep-konsep kimia adalah: (1) representasi makroskopik yang menggambarkan sebagian besar fenomena yang nyata dan terlihat dalam pengalaman sehari-hari siswa ketika mengamati perubahan sifat materi (misalnya perubahan warna, pH larutan, pembentukan gas dan endapan dalam reaksi kimia), (2) representasi submikroskopik yang memberikan penjelasan pada tingkat partikel, materi digambarkan terdiri atas atom, molekul, dan ion, serta (3) simbolik yaitu representasi yang melibatkan penggunaan simbol, rumus dan persamaan kimia, serta gambar struktur molekul, diagram, model dan animasi komputer untuk melambangkan materi.

Ketidakutuhan pemahaman konsep siswa berkaitan dengan adanya konsepsi awal saat siswa memulai proses pembelajaran. Siswa hadir di kelas umumnya tidak dengan kepala kosong, melainkan mereka membawa sejumlah pengalaman-pengalaman atau ide-ide yang dibentuk sebelumnya ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya (Ausubel dalam Tuysuz, 2009). Siswa seringkali


(10)

3

mengalami konflik ketika mendapat informasi baru yang berlawanan dengan konsep yang telah ada sebelumnya pada siswa, hingga pada akhirnya siswa mempunyai konsep yang tidak ilmiah. Konsep yang telah cukup lama resisten di dalam pikiran siswa, tidak akan mudah untuk digantikan dengan konsep yang baru, sekalipun konsep yang baru diterima siswa tersebut adalah konsep yang benar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Duit dan Treagust dalam Tuysuz (2009) yang menyatakan bahwa siswa akan puas dengan konsepsi mereka sendiri, sehingga mereka kurang tertarik untuk merespon informasi baru.

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa bukan hanya bersumber dari konsepsi awal siswa saja, melainkan juga dapat bersumber dari guru. Guru dapat memberikan miskonsepsi baru jika guru kurang hati-hati dalam menggunakan analogi atau pemodelan dalam proses pembelajarannya. Menurut Brown dan Clement (1989), analogi dapat membangun miskonsepsi baru pada siswa. Pada dasarnya, analogi dan pemodelan sering digunakan untuk alasan penyederhanaan konsep, terutama konsep yang abstrak. Dincer (2011) menyatakan bahwa analogi digunakan untuk menghambat proses terjadinya miskonsepsi. Namun, jika siswa kurang dapat menerima konsep yang diberikan oleh guru dengan menggunakan analogi, maka miskonsepsi justru dapat terjadi. Jika miskonsepsi ini tidak segera ditindaklanjuti, maka akibatnya proses pembelajaran selanjutnya akan berjalan kurang efektif. Guru harus peka terhadap miskonsepsi yang terjadi pada siswa agar guru dapat merancang proses pembelajaran yang efektif untuk mengatasi miskonsepsi tersebut. Dengan demikian, miskonsepsi siswa harus diidentifikasi sehingga tindakan dapat diambil untuk membantu siswa menggantinya dengan konsep yang lebih ilmiah (Taber dalam Tuysuz, 2009).

Salah satu cara untuk mendeteksi miskonsepsi adalah dengan menggunakan instrumen tes diagnostik yang diberikan kepada siswa setelah proses pembelajaran dilakukan. Pada saat siswa telah selesai melakukan proses pembelajaran, di dalam pikiran siswa telah terkonstruk konsep yang diberikan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Prinsip dasar dari tes diagnostik yaitu guru harus mempertimbangkan pengetahuan intuitif dasar yang telah siswa bangun jika guru


(11)

ingin memahami pemikiran siswa tentang konsep-konsep ilmu pengetahuan yang telah guru ajarkan (Treagust, 2002).

Pendeteksian miskonsepsi merupakan proses diagnosa. Proses tersebut telah dilakukan dalam pembelajaran, salah satunya dalam pembelajaran kimia. Metode yang digunakan untuk menentukan pemahaman siswa tentang konsep-konsep diantaranya, peta konsep (Novak dalam Tuysuz, 2009), wawancara (Carr dalam Tuysuz, 2009) dan tes diagnostik pilihan ganda two-tier (Treagust dalam Tuysuz, 2009).

Tes diagnostik two-tier terdiri atas dua tingkat. Tingkat pertama dari setiap item terdiri atas pertanyaan dengan dua-lima pilihan jawaban sedangkan tingkat kedua dari setiap item berisi tiga-lima alasan untuk jawaban bagian pertama. Jika pada setiap tingkat terdiri dari lima jawaban, maka dari kelima jawaban tersebut terdapat satu jawaban benar dan empat distraktor. Distraktor berasal dari alternatif penjelasan siswa yang dikumpulkan dari wawancara dan soal essay terbuka. Dalam pengajuan prosedur penilaian yang berbeda untuk menyelidiki pemahaman konsep ilmiah siswa, Simpson dan Arnold dalam Tuysuz (2009) merekomendasikan bahwa informasi yang terkait dengan informasi yang salah dan dianggap benar oleh siswa harus dimasukkan ke dalam tes sebagai distraktor.

Tes diagnostik dengan pertanyaan two-tier memiliki dua manfaat daripada pertanyaan konvensional one-tier. Pertama, penurunan kesalahan pengukuran. Pada pertanyaan one-tier dengan lima pilihan jawaban yang mungkin, terdapat kemungkinan 20% menebak jawabannya dengan benar. Pertanyaan two-tier dianggap benar jika kedua tingkatan dijawab dengan benar. Akibatnya, siswa dalam menanggapi pertanyaan dengan lima pilihan jawaban pada tingkat pertama dan lima pilihan jawaban pada tingkat kedua hanya memiliki 4% kesempatan untuk menebak secara acak dengan benar. Kedua, pada tingkat pertama siswa harus menjelaskan konsep yang berhubungan dengan pertanyaan, sedangkan di tingkat kedua, siswa harus memberikan penjelasan tentang konsep yang telah dipilihnya pada tingkat pertama.

Penelitian yang berkaitan dengan pengembangan tes diagnostik pada pelajaran kimia telah dilakukan di luar negeri misalnya, pada ikatan kovalen


(12)

5

(Peterson et al., dalam Tuysuz, 2009.), ikatan kimia (Treagust dan Tan, 1999), kesetimbangan kimia (Treagust dan Tyson, 1999), dan analisis kualitatif anorganik (Tan et al., 2002). Namun di Indonesia penelitian tentang pengembangan tes diagnostik sebagai alat untuk mendeteksi miskonsepsi siswa jumlahnya masih terbatas pada beberapa materi pokok, termokimia (Rosalyn,2012), larutan penyangga (Marsita et.al, 2010) dan struktur atom (Rachmati, 2012). Hal tersebut menunjukkan minimnya perhatian masyarakat Indonesia mengenai penelitian yang berkaitan dengan tes diagnostik.

Salah satu materi yang potensial untuk terjadinya miskonsepsi adalah materi laju reaksi, karena laju reaksi termasuk ke dalam materi yang abstrak. Hal tersebut dapat menjadi peluang terjadinya miskonsepsi pada siswa. Materi laju reaksi juga berhubungan dengan reaksi kimia yang mereka pelajari pada bab kesetimbangan kimia. Jika pemahaman siswa tidak utuh pada materi laju reaksi, maka akan mengakibatkan pemahaman pada materi kesetimbangan kimia tidak utuh. Oleh karena itu, penelitian dalam rangka mengembangkan tes diagnostik two-tier untuk mendeteksi miskonsepsi siswa pada materi laju reaksi perlu untuk dilakukan.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi permasalahan, diantaranya

1. Miskonsepsi yang terjadi pada materi laju reaksi harus dapat dideteksi agar guru dapat segera meremediasi miskonsepsi tersebut.

2. Alat untuk dapat mendeteksi miskonsepsi dapat digunakan dengan praktis baik dari segi waktu, biaya dan proses analisis.

Adapun rumusan masalah umum dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hasil pengembangan tes diagnostik two-tier untuk mendeteksi miskonsepsi pada materi laju reaksi?”

Rumusan Masalah Khusus :

1. Bagaimana konstribusi hasil tes essay terhadap pengembangan instrumen tes two-tier pada lapis pertama?


(13)

2. Bagaimana kontribusi hasil tes pilihan ganda beralasan bebas terhadap pengembangan instrumen tes two-tier pada lapis kedua?

3. Apakah tes diagnostik two-tier yang dikembangkan memenuhi kriteria yang benar dilihat dari validitas dan reliabilitas?

4. Bagaimana perbandingan jenis miskonsepsi yang terdeteksi oleh instrumen tes diagnostik yang dikembangkan dibandingkan dengan miskonsepsi hasil telaah jurnal?

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan di atas, agar penelitian lebih terarah maka dalam penelitian ini dibatasi, yaitu:

1. Tes diagnostik two-tier yang dihasilkan berupa tes diagnostik two-tier pilihan ganda.

2. Validitas yang digunakan yaitu validitas isi dengan metode CVR (Content

Validity Ratio)

3. Reliabilitas yang digunakan yaitu koefisien konsistensi internal dengan KR20 (Kuder-Richardson)

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan instrumen tes diagnostik two-tier untuk mendeteksi miskonsepsi siswa SMA pada materi laju reaksi dan menguji kelayakan instrumen ditinjau dari parameter-parameter pengembangan instrumen hasil belajar, yaitu validitas dan reliabilitas. Adapun secara khusus penelitian ini juga bertujuan untuk:

1. Menentukan apakah tes diagnostik two-tier yang dikembangkan telah memenuhi kriteria yang baik dilihat dari validitas dan reliabilitas.

2. Membandingkan jenis miskonsepsi yang dapat terdeteksi menggunakan instrumen tes diagnostik two-tier yang dikembangkan dibandingkan dengan miskonsepsi hasil telaah jurnal.


(14)

7

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh berdasarkan temuan penelitian sebagai berikut:

a. Bagi guru, tes diagnostik two-tier dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mendeteksi miskonsepsi. Hasil dari tes diagnostik tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan guru dalam merancang pembelajaran yang efektif untuk mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa.

b. Bagi peneliti lain, hasil dari tes diagnostik dapat dijadikan bahan informasi untuk kepentingan penelitian selanjutnya.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi dikemas dalam struktur organisasi skripsi sebagai berikut,

Bab I berisi pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Latar belakang penelitian berfungsi untuk menjelaskan alasan mengapa masalah itu diteliti, pentingnya masalah itu diteliti dan pendekatan untuk mengatasi masalah tersebut baik dari sisi teoritis maupun praktis. Identifikasi dan perumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya. Pembatasan masalah untuk membatasi ruang lingkup penelitian. Tujuan penelitian menyajikan tentang hasil yang ingin dicapai setelah penelitian selesai dilakukan. Manfaat penelitian bisa dilihat dari segi kebijakan. Struktur organisasi berisi tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi.

Bab II berisi kajian pustaka. Kajian pustaka mempunyai peran sangat penting. Kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoritik dalam menyusun rumusan masalah dan tujuan penelitian. Kajian pustaka yang dibahas pada skripsi ini yaitu tentang tes diagnostik, pengembangan tes diagnostik two-tier, validitas, reliabilitas, miskonsepsi pada materi laju reaksi dan deskripsi materi laju reaksi.


(15)

Bab III berisi penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian. Komponen dari metode penelitian terdiri dari lokasi dan objek penelitian, desain penelitian beserta justifikasi penggunaan desain penelitian, metode penelitian berikut dengan justifikasi penggunaan metode penelitian, definisi operasional , instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, serta analisis data penelitian.

Bab IV berisi hasil penelitian dari pengolahan atau analisis data tes

essay, tes pilihan ganda beralasan bebas, tes two-tier beserta hasil validitas

dan reliabilitas untuk menghasilkan temuan berkaitan tentang masalah penelitian, serta pembahasan yang dikaitkan dengan kajian pustaka.

Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran yang menyajikan tentang penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian. Penulisan kesimpulan untuk skripsi berupa uraian padat hasil penelitian tetapi tidak mencantumkan data statistik. Saran dapat ditujukan kepada para pembuat kebijakan, praktisi pendidikan, ataupun kepada peneliti berikutnya.

Daftar pustaka memuat semua sumber yang digunakan dalam penulisan skripsi. Lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam penelitian. Setiap lampiran diberikan nomor urut sesuai dengan penggunaannya.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Objek Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada salah satu SMA Negeri di kota Cimahi. Objek penelitian berupa instrumen tes diagnostik yang dikembangkan. Objek ini diuji validitasnya dengan menggunakan metode CVR dan diuji reliabilitasnya berdasarkan perhitungan KR20. Miskonsepsi dapat terdeteksi oleh objek penelitian dengan cara menganalisis jawaban siswa kelas XI yang telah mempelajari materi laju reaksi.

B. Desain Penelitian

Setyosari (2012) menjelaskan bahwa desain penelitian atau rancangan penelitian pada dasarnya adalah rencana penelitian yang disusun agar kita memperoleh jawaban atas permasalahan-permasalahan pada penelitian. Desain penelitian perlu dibuat untuk menjadikan peneliti mampu menjawab permasalahan penelitian dengan valid, objektif, tepat dan efisien. Dengan kata lain, desain penelitian adalah langkah-langkah yang ditempuh peneliti mulai dari perencanaan sampai dengan proses penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif. Hasil yang didapatkan dari penelitian akan disajikan dalam kata-kata atau frase. Menurut Riduwan (2003), jenis permasalahan dalam penelitian terbagi menjadi tiga, yaitu permasalahan yang bersifat deskriptif, komparatif dan assosiatif.

Berdasarkan klasifikasi tingkat permasalahan di atas, penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan hanya satu variabel saja. Dalam hal ini, variabel yang dimaksud adalah miskonsepsi siswa yang terjadi pada materi laju reaksi.

Desain penelitian atau rancangan penelitian disajikan dalam bentuk alur penelitian. Alur penelitian merupakan alur yang berisi tahap-tahap kegiatan yang akan peneliti lakukan dalam melaksanakan penelitian. Alur penelitian tersebut disajikan dalam bentuk bagan pada Gambar 3.1. sebagai berikut,


(17)

Gambar 3.1. Alur Penelitian

C. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang

Kesimpulan

Judgement two-tier test

Revisi

two-tier test

Studi kepustakaan tentang tes diagnostik,

two-tier, miskonsepsi, pemahaman konsep, serta

laju reaksi

Penyusunan tes pilihan ganda beralasan bebas berdasarkan hasil tes essay

Penyusunan draf awal two-tier test

Judgement tes pilihan ganda beralasan bebas

Pelaksanaan tes pilihan ganda beralasan bebas

Revisi

Penyusunan instrumen tes tertulis tahap pertama (essay) dan pedoman tes lisan

Revisi Judgement

Pelaksanaan tes lisan Pelaksanaan tes essay

Uji validitas dan reliabilitas

Analisis data Revisi

Pelaksanaan two-tier test


(18)

35

ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan kondisi apa adanya (Sukmadinata, 2005).

Pada penelitian ini, peneliti menggambarkan kondisi apa adanya dalam menjelaskan temuan yang diperoleh selama penelitian. Peneliti akan mendeskripsikan hasil dari setiap tahap pengembangan tes diagnostik two-tier, yang terdiri dari tes essay, tes lisan, tes pilihan ganda beralasan bebas, serta tes diagnostik two-tier. Pembahasan akan lebih ditekankan pada nilai validitas, reliabilitas serta miskonsepsi yang diperoleh pada materi laju reaksi.

D. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian, maka istilah-istilah yang digunakan dijelaskan sebagai berikut:

a. Tes Diagnostik Two-tier

Tes diagnostik two-tier merupakan tes yang dirancang secara khusus untuk mengidentifikasi konsepsi alternatif atau miskonsepsi yang terdiri dari pilihan ganda bertingkat. (Treagust, 2002).

Tes diagnostik yang dikembangkan terdiri dari dua bagian. Bagian pertama bagian pertama dari setiap item terdiri dari konten pertanyaan yang berkaitan dengan materi laju reaksi dengan lima pilihan jawaban. Bagian kedua dari setiap item berisi lima kemungkinan alasan untuk jawaban dari bagian pertama.

b. Miskonsepsi

Miskonsepsi digambarkan sebagai pemahaman konsep yang terdapat dalam pikiran siswa yang bertentangan dengan konsep ilmiah (Hammer, 1996).

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pedoman tes lisan, tes tertulis yang terdiri dari tes essay dan tes pilihan ganda dengan alasan bebas, serta tes two-tier.


(19)

Instrumen tes essay ini dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi siswa mengenai materi laju reaksi. Data dari tes essay ini dijadikan pilihan pada tes pilihan ganda beralasan bebas dan melengkapi pilihan jawaban pada tingkat kedua soal two-tier. Instrumen ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama mengenai kontribusi tes essay pada pengembangan soal two-tier.

Pedoman tes lisan dilakukan untuk melengkapi jawaban hasil tes essay. Data hasil tes lisan ini dijadikan pilihan dalam soal pilihan ganda beralasan bebas. Instrumen ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama.

 Instrumen tes pilihan ganda dengan alasan bebas dilakukan untuk mendapatkan data dari jawaban siswa yang merupakan alasan dari jawaban pada pada tingkat pertama, yang kemudian dikembangkan menjadi soal two-tier. Instrumen ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah kedua mengenai kontribusi tes pilihan ganda beralasan bebas pada pengembangan soal two-tier.

Instrumen tes two-tier ini merupakan soal pilihan ganda dengan jumlah

option sebanyak lima pilihan, dilengkapi dengan alasan berupa pilihan

ganda dengan jumlah option yang sama yaitu lima pilihan. Instrumen ini digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa pada materi laju reaksi.

F. Proses Pengembangan Instrumen

Proses pengembangan instrumen dijabarkan sebagai berikut :

Tahap pertama dalam mengembangkan tes two-tier yaitu melakukan studi kepustakaan tentang tes diagnostik, two-tier test, miskonsepsi, pemahaman konsep, serta laju reaksi. Hasil dari studi kepustakaan tentang tes diagnostik, ditemukan bahwa terdapat beberapa jenis tes diagnostik, diantaranya peta konsep (Novak dalam Tuysuz, 2009), tes lisan (Carr dalam Tuysuz, 2009) dan tes diagnostik pilihan ganda two-tier (Treagust dalam Tuysuz, 2009).


(20)

37

Penentuan lingkup materi dilakukan pada tahap studi kepustakaan tentang materi laju reaksi. Berdasarkan standar isi, standar kompentensi yang harus siswa miliki terkait laju reaksi yaitu memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia faktor–faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan. Sedangkan kompetensi dasar yang harus siswa miliki ada dua, yaitu

a. Mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan percobaan tentang faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

b. Memahami teori tumbukan (tabrakan) untuk menjelaskan faktor-faktor penentu laju dan orde reaksi serta terapannya dalam kehidupan sehari- hari. Peneliti menerjemahkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut ke dalam lingkup materi laju reaksi yang akan menjadi fokus dalam instrumen tes diagnostik two-tier. Lingkup materi laju reaksi berkaitan tentang pengertian laju reaksi, orde reaksi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

Peneliti mencari berbagai jurnal hasil penelitian tentang miskonsepsi pada materi laju reaksi. Miskonsepsi yang telah diperoleh dari telaah jurnal kemudian dilengkapi dengan eksplanasi konsep yang sesuai. Eksplanasi konsep dan miskonsepsi tersebut disajikan pada Lampiran A.1. Eksplanasi konsep dan miskonsepsi tersebut merupakan pondasi untuk merancang tes essay.

Tes essay dirancang agar dapat mengungkap miskonsepsi yang telah diperoleh dari hasil telaah jurnal dan miskonsepsi lainnya pada siswa. Setiap eksplanasi konsep dibuat dua soal setara dalam bentuk seri A dan seri B. Tujuan pembuatan soal setara ini adalah untuk mengantisipasi tidak validnya salah satu soal ketika proses validasi soal two-tier menggunakan CVR (Content Validity

Ratio). Tes essay dalam proses pengembangannya melalui proses validasi isi

untuk memperoleh judgement dari dosen pembimbing. Prosedur yang digunakan, sebagai berikut,

a. Mendefinisikan domain yang hendak diukur.

b. Menentukan domain yang akan diukur oleh masing-masing soal.

c. Membandingkan masing-masing soal dengan domain yang sudah ditetapkan. Domain yang hendak diukur di atas pada penelitian ini adalah kesesuaian butir soal dengan miskonsepsi. Total keseluruhan jumlah soal tes essay yaitu sebanyak


(21)

24 soal tes essay yang kemudian dikembangkan menjadi 56 soal pilihan ganda berasalan bebas. Soal tes essay yang telah direvisi terdapat pada Lampiran A.2. Selanjutnya soal tes essay tersebut dapat digunakan untuk mengumpulkan data dalam rangka mengembangkan tes diagnostik two-tier. Adapun tahap-tahap dalam pengumpulan data tersebut, yaitu,

Tahap pertama: tes essay dan tes lisan

Tes essay dilakukan untuk menentukan miskonsepsi yang terjadi pada siswa tentang konsep laju reaksi yang telah dipelajarinya. Tes essay diberikan kepada 80 orang siswa. Dalam proses pengembangan pilihan ganda beralasan bebas, peneliti juga melakukan tes lisan terhadap jawaban siswa pada tes essay yang menurut peneliti perlu dikaji lebih lanjut untuk memperjelas miskonsepsi yang terdapat pada siswa tersebut. Berdasarkan hasil analisis terhadap jawaban tes essay siswa, maka diperlukan klarifikasi terhadap enam jawaban siswa. Tes lisan dilakukan dengan enam orang siswa kelas XI IPA yang berasal dari 2 kelas berbeda. Tes lisan dan tes essay ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan dijadikan sebagai pilihan dalam soal pilihan ganda beralasan pada tahap kedua (tes pilihan ganda dengan alasan bebas) serta untuk melengkapi pilihan pada tingkat kedua soal two-tier.

Tahap kedua: tes pilihan ganda dengan alasan bebas

Hasil tes essay dan tes lisan kemudian dikembangkan menjadi soal pilihan ganda dengan alasan bebas. Tanggapan dari pertanyaan tes essay pada tahap pertama kemudian digunakan sebagai referensi untuk menyusun pilihan jawaban pada soal pilihan ganda. Pengecoh dalam pilihan jawaban soal pilihan ganda tersebut berasal dari jawaban-jawaban siswa yang kurang tepat. Setelah itu, soal pilihan ganda beralasan di-judgement dan direvisi. Adapun tes pilihan ganda beralasan bebas yang telah direvisi terdapat pada Lampiran A.3. Tes pilihan ganda beralasan bebas tersebut kemudian diujikan pada 80 orang siswa. Siswa diminta untuk memilih jawaban yang paling tepat untuk setiap pertanyaan dan kemudian memberikan penjelasan atas pilihan jawaban mereka secara bebas.


(22)

39

Data yang diperoleh dari hasil tes pilihan ganda dengan alasan bebas dianalisis dan dikembangkan menjadi two-tier test, tingkat pertama untuk representasi jawaban mereka dan tingkat kedua untuk penjelasan dari jawaban mereka. Pengecoh pada pilihan tingkat kedua berasal dari alasan yang didapatkan pada tes pilihan ganda alasan bebas dan dari tes essay. Instrumen tes pilihan ganda beralasan bebas kemudian divalidasi oleh empat orang dosen kimia dan tiga orang guru kimia. Setelah instrumen two-tier test direvisi kemudian dilakukan uji reliabilitas terhadap 40 orang siswa yang berbeda dengan sampel tes essay dan tes pilihan ganda beralasan bebas.

Pada tahap ini dilakukan pengolahan dan analisis data. Data yang diperoleh kemudian dianalisis terhadap miskonsepsi siswa tentang konsep laju reaksi hingga didapatkan kesimpulan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes lisan, tes tertulis yang terdiri dari tes essay dan tes pilihan ganda dengan alasan bebas, serta tes two-tier.

Tes essay dilakukan untuk mengetahui konsep siswa mengenai materi laju reaksi, data dari tes essay ini juga dijadikan pilihan pada tes pilihan ganda beralasan bebas dan melengkapi pilihan jawaban pada tingkat kedua soal

two-tier.

Tes lisan dilakukan untuk melengkapi jawaban hasil tes essay.

 Tes pilihan ganda dengan alasan bebas dilakukan untuk mendapatkan data dari jawaban siswa yang merupakan alasan pada tingkat pertama, yang kemudian dikembangkan menjadi soal two-tier.

Tes two-tier dilakukan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa pada materi laju reaksi.


(23)

Berikut ini adalah analisis data terhadap instrumen-instrumen yang diujikan. Analisis data dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan.

1. Data Hasil Tes lisan dan Tes Essay

Adapun langkah-langkah pengolahan data hasil tes essay cara pengolahannya hampir sama dengan hasil tes lisan, yaitu:

a. Menganalisis hasil tes essay.

b. Menyusun data hasil tes essay untuk melengkapi pilihan pada soal pilihan ganda beralasan bebas.

Untuk pengolahan data hasil tes lisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mentranskripsikan hasil tes lisan. b. Menganalisis hasil tes lisan.

c. Menyusun data hasil tes lisan menjadi pilihan untuk soal pilihan ganda beralasan bebas

2. Data Hasil Tes Pilihan Ganda Beralasan Bebas

Adapun cara mengolah data hasil tes pilihan ganda beralasan bebas adalah sebagai berikut:

a. Menganalisis hasil tes pilihan ganda beralasan bebas.

b. Menyusun data jawaban alasan bebas siswa menjadi pilihan untuk tingkat kedua.

Setelah instrumen diagnostik two-tier test disusun kemudian dilakukan uji validasi isi dan reliabilitas.

a. Validitas

Validasi yang dilakukan yaitu validasi isi dengan menggunakan CVR (Content Validity Ratio). Menurut Lawshe (1975), CVR merupakan sebuah pendekatan validitas isi untuk mengetahui kesesuaian item dengan domain yang diukur berdasarkan judgement para ahli. Pemberian skor pada jawaban


(24)

41

item menggunakan metode CVR. Setelah semua item mendapat skor, kemudian skor tersebut diolah

1) Menghitung nilai CVR

ne : jumlah responden yang menyatakan Ya N : total respon

Ketentuan

a) Saat kurang dari ½ total reponden yang menyatakan Ya maka nilai CVR = -

b) Saat ½ dari total responden yang menyatakan Ya maka nilai CVR = 0

c) Saat seluruh responden menyatakan Ya maka nilai CVR = 1 (hal ini diatur menjadi 0.99 disesuaikan dengan jumlah responden). d) Saat jumlah responden yang menyatakan Ya lebih dari ½ total

reponden maka nilai CVR = 0 - 0,99. 2) Menghitung nilai CVI ( indek validitas konten)

Secara sederhana CVI merupakan rata-rata dari nilai CVR untuk sub pertanyaan yang dijawab Ya.

3) Menghitung nilai Mean

Untuk menghitung nilai mean, maka berlaku ketentuan sebagai berikut,

a) Saat responden menjawab „Ya‟ tanpa memberikan saran perbaikan nilainya= 2. Artinya, responden benar-benar yakin bahwa butir soal sesuai dengan domain yang diukur.

b) Saat responden menjawab „Ya‟ dengan memberikan saran perbaikan nilainya= 1. Artinya, responden menganggap butir soal


(25)

sesuai dengan domain yang diukur, namun masih perlu terdapat perbaikan.

c) Saat responden menjawab „Tidak‟ nilainya= 0. Artinya, responden menganggap butir soal tidak sesuai dengan domain yag diukur.

4) Kriteria penentuan soal two-tier yang diterima

Soal two-tier yang diterima ialah soal yang memenuhi kriteria sebagai berikut.

a) Soal yang mempunyai nilai CVR ≥ 0,99 (hal ini disesuaikan dengan jumlah responden).

b) Soal yang mempunyai nilai CVR antara 0 sampai dengan 0,99

dengan nilai mean ≥ 1,5.

(Lawshe, 1975) b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrumen. Suatu tes dapat dikatakan reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan kepada kelompok yang sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda (Arifin, 2009).

Sementara itu Kerlinger (Arifin, 2009) mengemukakan, “reliabilitas dapat diukur dari tiga kriteria, yaitu stability, dependability, dan predictability”.

Stability menunjukkan keajegan suatu tes dalam mengukur gejala yang sama

pada waktu yang berbeda. Dependability menunjukkan kemantapan suatu tes atau seberapa jauh tes dapat diandalkan. Predictability menunjukkan kemampuan tes untuk meramalkan hasil pada pengukuran gejala selanjutnya. Untuk meningkatkan reliabilitas suatu tes, antara lain dapat dilakukan dengan memperbanyak butir soal. Dalam menentukan reliabilitas two-tier test digunakan acuan penilaian dengan ketentuan poin 1 jika siswa menjawab benar

first tier dan second tier, dan poin 0 jika siswa menjawab salah pada salah satu


(26)

43

Untuk mengetahui reliabilitas digunakan rumus KR20 (Kuder-Richardson) sebagai berikut,

Keterangan:

k= jumlah butir soal St= varians skor total

pi= proporsi jawaban benar pada butir tertentu qi= proporsi jawaban salah pada butir tertentu

(Arifin, 2009).

Tabel 3.1. Kriteria reliabitas soal (Arifin, 2009) Koefisien

korelasi Kriteria reliabilitas

0.81 – 1.00 Sangat tinggi

0.61 – 0.80 Tinggi

0.41 – 0.60 Cukup

0.21 – 0.40 Rendah

0.00 – 0.20 Sangat rendah

Setelah dilakukan uji terhadap butir-butir soal two-tier kemudian dilakukan pengelompokkan jawaban siswa berdasarkan kemungkinan pola jawaban siswa menggunakan format Tabel 3.2 seperti berikut,

Tabel 3.2 Kemungkinan Pola Jawaban Siswa (Bayrak, 2013)

Soal

...

(%) jawaban

siswa untuk setiap pola

respon

A.1 A.2 A.3 A.4 A.5

B.1 B.2 B.3 B.4 B.5

C.1 C.2 C.3 C.4 C.5

D.1 D.2 D.3 D.4 D.5

E.1 E.2 E.3 E.4 E.5

Setiap kemungkinan jawaban siswa tersebut kemudian dihitung dalam bentuk persentasenya, dengan cara sebagai berikut:


(27)

Keterangan:

KNP = % kriteria nilai persen

X = Jumlah siswa yang menjawab N = Jumlah seluruh siswa

Setelah itu, pemahaman dan miskonsepsi siswa pada setiap kemungkinan jawaban dianalisis berdasarkan tabel 3.3. sebagai berikut,

Tabel 3.3. Klasifikasi Jawaban Siswa (Tekkaya, 1999) Kombinasi Jawaban Klasifikasi Jawaban Siswa

Jawaban benar-Alasan benar Pemahaman utuh

Jawaban salah- Alasan benar Pemahaman parsial dengan miskonsepsi Jawaban benar-Alasan salah Pemahaman parsial dengan miskonsepsi Jawaban salah-Alasan salah Tidak paham


(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil terkait soal tes diagnostik two-tier yang layak secara validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut,

1. Berdasarkan hasil tes essay, terdapat 20 miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi. Jumlah miskonsepsi yang yang ditemukan mengenai pengaruh konsentrasi terhadap jumlah produk yang terbentuk sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh suhu terhadap laju reaksi sebanyak 16 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh katalis pada laju reaksi sebanyak 13 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai teori tumbukan sebanyak 8 miskonsepsi. Miskonsepsi yang terdapat pada konsep orde reaksi yaitu 2 miskonsepsi. Miskonsepsi yang terdapat pada konsep energi aktivasi sebanyak 2 miskonsepsi. Miskonsepsi tersebut selanjutnya dijadikan distraktor pada lapis pertama soal tes diagnostik two-tier.

2. Berdasarkan hasil tes pilihan ganda beralasan bebas, terdapat 12 miskonsepsi yang yang ditemukan mengenai pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi. Miskonsepsi yang yang ditemukan mengenai pengaruh konsentrasi terhadap jumlah produk yang terbentuk sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh suhu terhadap laju reaksi sebanyak 12 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh katalis terhadap laju reaksi sebanyak 9 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai teori tumbukan sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi yang terdapat pada konsep orde reaksi yaitu sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi yang terdapat pada konsep energi aktivasi yaitu sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi tersebut selanjutnya dijadikan distraktor pada lapis kedua soal tes diagnostik two-tier.


(29)

3. Kualitas soal diagnostik two-tier diuji dengan cara menguji validitas dan reliabilitasnya. Dari 56 soal diagnostik two-tier yang dikembangkan, hanya 21 soal yang valid. Validitas ditentukan dengan menggunakan metode CVR. Di samping itu, nilai reliabilitas soal two-tier yang ditentukan dengan menggunakan KR20 yaitu 0,725. Nilai reliabilitas

tersebut termasuk ke dalam kategori ‘tinggi’, sehingga soal two-tier yang

diujikan bersifat ajeg.

4. Soal tes diagnotik two-tier yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa. Miskonsepsi yang ditemukan melalui instrumen tes yang dikembangkan yang sesuai dengan hasil telaah jurnal sebanyak 20 miskonsepsi. Selain itu, miskonsepsi yang ditemukan hanya melalui instrumen tes yang dikembangkan sebanyak 29 miskonsepsi.

B. Saran

Beberapa rekomendasi yang dapat dikemukakan setelah penelitian ini dilakukan, yaitu:

1. Sampel yang digunakan untuk penelitian tes pilihan beralasan bebas sebaiknya berbeda dengan sampel tes essay agar miskonsepsi yang didapatkan lebih bervariasi.

2. Soal setara yang dibuat sebaiknya lebih variatif.

3. Soal two-tier nomor 3,4,5,10,13,14, dan 21 harus menggunakan pola jawaban lain agar siswa dapat dikelompokkan ke dalam kategori, paham, miskonsepsi dan tidak paham.

4. Guru sebaiknya menggunakan soal tes diagnostik two-tier untuk mendeteksi miskonsepsi siswa.

5. Peneliti lain dapat mengkaji atau mengembangkan soal-soal serupa pada pokok materi lainnya untuk memperkaya soal tes diagnostik two-tier.


(30)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran (Cetakan Pertama). Bandung: Rosda. Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).

Yogyakarta: Bumi Aksara.

Bayrak, B.K. (2013). ―Using Two-Tier Test to Identify Primary Student’s

Conceptual Understanding and Alternative Conceptions in Acid Base‖.

Mevlana International Journal of Education. 3, (2), 19-26.

Brown, D.E. and Clement, J.( 1989). ―Overcoming misconceptions via analogical reasoning: abstract transfer versus explanatory model construction.

Instructional Science. 18, 237-261.

Cakmakci, G. and Aydogdu. (2011). ―Designing and evaluating an evidence-informed instruction in chemical kinetics‖. Chemistry Education Research

and Practice. 12, 15–28.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Bandung : Erlangga.

Dincer, S. (2011). ―Exploring The Impacts of Analogies On Computer Hardware‖. The Turkish Online Journal of Educational Technology. 10, (2), 113-121.

Hammer, D. (1996). ―Misconceptions or P-Prims: How May Alternative Perspectives of Cognitive Structure Influence Instructional Perceptions

and Intentions?‖. The Journal Of The Learning Sciences. 5, (2), 97-127.

Kaya, E. and Geban. (2012). ―Facilitating Conceptual Change in Rate of Reaction Concepts Using Conceptual Change Oriented Instruction‖. Education and

Science. 37, (163).

Kingir, S. dan Geban. (2012). ―Effect of Conceptual Change Approach on

Students’understanding of Reaction Rate Concepts‖. H. U. Journal of

Education. 43, 306-317.

Kolomuç, A. and Seher T. (2011). ―Chemistry Teachers’ Misconceptions Concerning Concept of Chemical Reaction Rate‖. Eurasian J. Phys. Chem. Educ. 3, (2), 84-101.

Krajcik, J. S., Hsin-Kai Wu, and Elliot Soloway. (2001). ―Promoting Understanding of Chemical Representations: Students' Use of a Visualization Tool in the Classroom‖. Journal of Research In Science


(31)

Kurt, S. and A. Ayas. (2012). ―Improving Students’ Understanding and Explaining Real Life Problems on Concepts Of Reaction Rate By Using A Four Step Constructivist Approach‖. Energy Education Science and Technology Part B: Social and Educational Studies . 4, (2), 979-992.

Lawshe, C. H. (1975). A quantitative approach to content validity. Person- nel

Psychology. 28, 563—575.

Lewis, R.. (2006). Chemistry Third Edition. New York: PALGRAVE MCMILLAN.

Marsita, Sigit, Kusuma. (2010). Analisis Kesulitan Belajar Kimia SMA dalam Memahami Materi Larutan Penyangga dengan menggunakan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument. Jurnal Inovasi Pendidikan. 4 (1), 512-520.

Nikko & Brookhart. (2011). Educational Assessment of Students. Boston: Pearson.

Novak, J.D & Gowin, D.B. (1984). Learning how to learn. Cambridge: Cambridge University Press.

Purtadi, S. dan Sari. (2011). Analisis Miskonsepsi Konsep Laju dan

Kesetimbangan Kimia pada Siswa SMA. Jurusan Pendidikan Kimia

FMIPA – UN.

Purwanto, M.N. (2012). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rachmawati, L. (2012). Pengembangan dan Penerapan Instrumen Diagnostik Two-Tier dalam Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa tentang Atom dan Molekul di SMA Negeri 5 Malang. Skripsi Sarjana pada Universitas Negeri Malang: tidak diterbitkan.

Riduwan. (2003). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Rosalyn, E. (2012). Pengembangan dan Penggunaan Instrumen Diagnostik Two-Tier untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Termokimia di SMA Negeri 7 Malang. Skripsi Sarjana pada Universitas Negeri Malang: tidak diterbitkan.


(32)

160

Roschelle et al. (1993). ―Misconception reconceived: A Constructivist Analysis of Knowlodge in Transition‖. The Journal of the Learning Sciences. 3, 115-163.

Setyosari, P. (2012). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana.

Simamora, M. dan Redhana I.W. (2007). ―Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia pada Pembelajaran Konsep Struktur Atom‖. Jurnal Penelitian dan

pengembangan Pendidikan. 2, 148-160.

Sukmadinata, N.S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syah, M. (1999). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.

Syamsudin, A.. (2000). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tan, Taber, Goh and Chia. (2005). ―The Ionisation Energy Diagnostic Instrument: a Two-Tier Multiple-Choice Instrument to Determine High School

Students’ Understanding of Ionisation Energy‖. Chemistry Education

Research and Practice. 4, 180-197.

Tastan and Boz. (2009). Effect of Cooperative Learning on Students’

Understanding of Reaction Rate. University of Turkey.

Tekkaya, Ozden, Hatipoglu and Tarakci. (1999). ―A Cross-Age Study Of High

School Student’s Understanding of Diffusion And Osmosis‖. Hacettepe

Üniversitesi Eğitim FakÜltesi Dergisi. 15, 84 – 93.

Treagust, Tan, Goh and Chia. (2002). ―Development and Application of a Two-tier Multiple Choice Diagnostic Instrument to Assess High School

Student’s Understanding of Inorganic Chemistry Qualitative Analysis‖.

Journal of Research in Science Teaching. 39, 283-301.

Treagust, D.F. and Tan, K.D. (1999). ―Evaluating Students’ Understanding of Chemical Bonding‖. School Science Review. 81, 75-84.

Treagust, D.F. and Tyson, L. (1999). The Complexity of Teaching and Learning Chemical Equilibrium. Chemical Education Research Journal of Chemical

Education. 76, (4), 554-558.

Türker, F. (2005). Developing A Three-Tier Test to Assess High School Students’


(33)

Graduate School Of Natural And Apllied Sciences Of Middle East Technical University : tidak diterbitkan.

Tüysüz,C. (2009). ―Development of two-tier diagnostic instrument and assess students’ understanding in chemistry‖. Scientific Research and Essay. 4, 626-631.

Whitten. (2004). General Chemistry 7th edition. Philadelphia: Saunders College

Publishing.

Zayeri, Rangi and Khosravi. (2010). Development and Evaluation of a New Questionnaire for Rating of Cognitive Failures at Work. International


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil terkait soal tes diagnostik two-tier yang layak secara validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut,

1. Berdasarkan hasil tes essay, terdapat 20 miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi. Jumlah miskonsepsi yang yang ditemukan mengenai pengaruh konsentrasi terhadap jumlah produk yang terbentuk sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh suhu terhadap laju reaksi sebanyak 16 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh katalis pada laju reaksi sebanyak 13 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai teori tumbukan sebanyak 8 miskonsepsi. Miskonsepsi yang terdapat pada konsep orde reaksi yaitu 2 miskonsepsi. Miskonsepsi yang terdapat pada konsep energi aktivasi sebanyak 2 miskonsepsi. Miskonsepsi tersebut selanjutnya dijadikan distraktor pada lapis pertama soal tes diagnostik two-tier.

2. Berdasarkan hasil tes pilihan ganda beralasan bebas, terdapat 12 miskonsepsi yang yang ditemukan mengenai pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi. Miskonsepsi yang yang ditemukan mengenai pengaruh konsentrasi terhadap jumlah produk yang terbentuk sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh suhu terhadap laju reaksi sebanyak 12 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai pengaruh katalis terhadap laju reaksi sebanyak 9 miskonsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan mengenai teori tumbukan sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi yang terdapat pada konsep orde reaksi yaitu sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi yang terdapat pada konsep energi aktivasi yaitu sebanyak 4 miskonsepsi. Miskonsepsi tersebut selanjutnya dijadikan distraktor pada lapis kedua soal tes diagnostik two-tier.


(2)

157

3. Kualitas soal diagnostik two-tier diuji dengan cara menguji validitas dan reliabilitasnya. Dari 56 soal diagnostik two-tier yang dikembangkan, hanya 21 soal yang valid. Validitas ditentukan dengan menggunakan metode CVR. Di samping itu, nilai reliabilitas soal two-tier yang ditentukan dengan menggunakan KR20 yaitu 0,725. Nilai reliabilitas

tersebut termasuk ke dalam kategori ‘tinggi’, sehingga soal two-tier yang diujikan bersifat ajeg.

4. Soal tes diagnotik two-tier yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa. Miskonsepsi yang ditemukan melalui instrumen tes yang dikembangkan yang sesuai dengan hasil telaah jurnal sebanyak 20 miskonsepsi. Selain itu, miskonsepsi yang ditemukan hanya melalui instrumen tes yang dikembangkan sebanyak 29 miskonsepsi.

B. Saran

Beberapa rekomendasi yang dapat dikemukakan setelah penelitian ini dilakukan, yaitu:

1. Sampel yang digunakan untuk penelitian tes pilihan beralasan bebas sebaiknya berbeda dengan sampel tes essay agar miskonsepsi yang didapatkan lebih bervariasi.

2. Soal setara yang dibuat sebaiknya lebih variatif.

3. Soal two-tier nomor 3,4,5,10,13,14, dan 21 harus menggunakan pola jawaban lain agar siswa dapat dikelompokkan ke dalam kategori, paham, miskonsepsi dan tidak paham.

4. Guru sebaiknya menggunakan soal tes diagnostik two-tier untuk mendeteksi miskonsepsi siswa.

5. Peneliti lain dapat mengkaji atau mengembangkan soal-soal serupa pada pokok materi lainnya untuk memperkaya soal tes diagnostik two-tier.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran (Cetakan Pertama). Bandung: Rosda.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Bumi Aksara.

Bayrak, B.K. (2013). ―Using Two-Tier Test to Identify Primary Student’s Conceptual Understanding and Alternative Conceptions in Acid Base‖. Mevlana International Journal of Education. 3, (2), 19-26.

Brown, D.E. and Clement, J.( 1989). ―Overcoming misconceptions via analogical reasoning: abstract transfer versus explanatory model construction. Instructional Science. 18, 237-261.

Cakmakci, G. and Aydogdu. (2011). ―Designing and evaluating an evidence-informed instruction in chemical kinetics‖. Chemistry Education Research and Practice. 12, 15–28.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Bandung : Erlangga.

Dincer, S. (2011). ―Exploring The Impacts of Analogies On Computer Hardware‖. The Turkish Online Journal of Educational Technology. 10, (2), 113-121.

Hammer, D. (1996). ―Misconceptions or P-Prims: How May Alternative Perspectives of Cognitive Structure Influence Instructional Perceptions and Intentions?‖. The Journal Of The Learning Sciences. 5, (2), 97-127. Kaya, E. and Geban. (2012). ―Facilitating Conceptual Change in Rate of Reaction

Concepts Using Conceptual Change Oriented Instruction‖. Education and Science. 37, (163).

Kingir, S. dan Geban. (2012). ―Effect of Conceptual Change Approach on Students’understanding of Reaction Rate Concepts‖. H. U. Journal of Education. 43, 306-317.

Kolomuç, A. and Seher T. (2011). ―Chemistry Teachers’ Misconceptions Concerning Concept of Chemical Reaction Rate‖. Eurasian J. Phys. Chem. Educ. 3, (2), 84-101.

Krajcik, J. S., Hsin-Kai Wu, and Elliot Soloway. (2001). ―Promoting Understanding of Chemical Representations: Students' Use of a Visualization Tool in the Classroom‖. Journal of Research In Science Teaching. 38, 821-842.


(4)

159

Kurt, S. and A. Ayas. (2012). ―Improving Students’ Understanding and Explaining Real Life Problems on Concepts Of Reaction Rate By Using A Four Step Constructivist Approach‖. Energy Education Science and Technology Part B: Social and Educational Studies . 4, (2), 979-992. Lawshe, C. H. (1975). A quantitative approach to content validity. Person- nel

Psychology. 28, 563—575.

Lewis, R.. (2006). Chemistry Third Edition. New York: PALGRAVE MCMILLAN.

Marsita, Sigit, Kusuma. (2010). Analisis Kesulitan Belajar Kimia SMA dalam Memahami Materi Larutan Penyangga dengan menggunakan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument. Jurnal Inovasi Pendidikan. 4 (1), 512-520.

Nikko & Brookhart. (2011). Educational Assessment of Students. Boston: Pearson.

Novak, J.D & Gowin, D.B. (1984). Learning how to learn. Cambridge: Cambridge University Press.

Purtadi, S. dan Sari. (2011). Analisis Miskonsepsi Konsep Laju dan Kesetimbangan Kimia pada Siswa SMA. Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA – UN.

Purwanto, M.N. (2012). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rachmawati, L. (2012). Pengembangan dan Penerapan Instrumen Diagnostik Two-Tier dalam Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa tentang Atom dan Molekul di SMA Negeri 5 Malang. Skripsi Sarjana pada Universitas Negeri Malang: tidak diterbitkan.

Riduwan. (2003). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Rosalyn, E. (2012). Pengembangan dan Penggunaan Instrumen Diagnostik Two-Tier untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Termokimia di SMA Negeri 7 Malang. Skripsi Sarjana pada Universitas Negeri Malang: tidak diterbitkan.


(5)

Roschelle et al. (1993). ―Misconception reconceived: A Constructivist Analysis of Knowlodge in Transition‖. The Journal of the Learning Sciences. 3, 115-163.

Setyosari, P. (2012). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana.

Simamora, M. dan Redhana I.W. (2007). ―Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia pada Pembelajaran Konsep Struktur Atom‖. Jurnal Penelitian dan pengembangan Pendidikan. 2, 148-160.

Sukmadinata, N.S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syah, M. (1999). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.

Syamsudin, A.. (2000). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tan, Taber, Goh and Chia. (2005). ―The Ionisation Energy Diagnostic Instrument: a Two-Tier Multiple-Choice Instrument to Determine High School Students’ Understanding of Ionisation Energy‖. Chemistry Education Research and Practice. 4, 180-197.

Tastan and Boz. (2009). Effect of Cooperative Learning on Students’ Understanding of Reaction Rate. University of Turkey.

Tekkaya, Ozden, Hatipoglu and Tarakci. (1999). ―A Cross-Age Study Of High School Student’s Understanding of Diffusion And Osmosis‖. Hacettepe

Üniversitesi Eğitim FakÜltesi Dergisi. 15, 84 – 93.

Treagust, Tan, Goh and Chia. (2002). ―Development and Application of a Two-tier Multiple Choice Diagnostic Instrument to Assess High School Student’s Understanding of Inorganic Chemistry Qualitative Analysis‖. Journal of Research in Science Teaching. 39, 283-301.

Treagust, D.F. and Tan, K.D. (1999). ―Evaluating Students’ Understanding of Chemical Bonding‖. School Science Review. 81, 75-84.

Treagust, D.F. and Tyson, L. (1999). The Complexity of Teaching and Learning Chemical Equilibrium. Chemical Education Research Journal of Chemical Education. 76, (4), 554-558.

Türker, F. (2005). Developing A Three-Tier Test to Assess High School Students’ Misconceptions Concerning Force and Motion. A Thesis Submitted to The


(6)

161

Graduate School Of Natural And Apllied Sciences Of Middle East Technical University : tidak diterbitkan.

Tüysüz,C. (2009). ―Development of two-tier diagnostic instrument and assess students’ understanding in chemistry‖. Scientific Research and Essay. 4, 626-631.

Whitten. (2004). General Chemistry 7th edition. Philadelphia: Saunders College Publishing.

Zayeri, Rangi and Khosravi. (2010). Development and Evaluation of a New Questionnaire for Rating of Cognitive Failures at Work. International Journal of Occupational Hygiene. 3, (1), 6-11.