KRITIK TEKS DAN TELAAH FUNGSI NASKAH WAWACAN BIDAYATUSSALIK.

(1)

KRITIK TEKS DAN TELAAH FUNGSI NASKAH WAWACAN BIDAYATUSSALIK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh

SEPTIYADI SOBAR BAROKAH SARIPIN 0906180

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Kritik Teks dan Telaah Fungsi Naskah Wawacan Bidayatussalikini beserta seluruh isinya adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, dan tidak melakukan penjiplakan, pengutipan, atau bertindak plagiat dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila ditemukan pelanggaran terhadap karya tulis yang telah saya buat dan pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini serta klaim dari pihak lain dari keaslian karya ini.

Bandung, Juni 2013 Yang membuat pernyataan.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

KRITIK TEKS DAN TELAAH FUNGSI NASKAH WAWACAN BIDAYATUSSALIK

oleh

Septiyadi Sobar Barokah Saropin 0906180

disetujui dan disahkan dalam siding skripsi oleh Pembimbing I,

Dr. Tedi Permadi, M.Hum. NIP 197006242006041001

Pembimbing II,

Dra. Novi Resmini, M.Pd. NIP 197611031993032003

diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Dr. Dadang S. Anshori, M.Si. NIP 197204031999031002


(4)

ABSTRAK

Kritik Teks dan Telaah Fungsi Naskah Wawacan Bidayatussalik Septiyadi Sobar Barokah Saripin

0906180

Skripsi ini merupakan penelitian yang mengangkat objek kajian berupa naskah Sunda yang berjudul Wawacan Bidayatussalik (WBS). Dalam proses analisis, penelitian bertumpu pada penggunaan metode deskriptif analisis. Metode tersebut bertujuan untuk memaparkan berbagai bukti/fakta yang terdapat pada teks WBS sebagai objek kajian. Secara spesifik analisis terhadap naskah WBS dilakukan berdasarkan pada kajian filologis berupa kritik teks dengan penerapan metode edisi naskah standar, sehingga dalam proses penelusuran dan perbaikan kasus kesalahan tulis, dilakukan berdasarkan pada pemanfaatan satu sumber naskah. Kritik teks bertujuan untuk menghasilkan edisi teks WBS yang telah bersih dari berbagai kasus kesalahan tulis. Selanjutnya, segala perbaikan dengan mengacu pada metode edisi standar merujuk pada beberapa panduan terkait teks WBS, seperti penggunaan aksara, bahasa dan bentuk karangan yang digunakan pada teks WBS (dalam hal ini bentuk konvensional pupuh).

Kegiatan kritik teks dilakukan melalui dua tahap analisis, yaitu; berdasarkan pada kualitas teks (analisis kualitatif), berdasarkan pada banyaknya jumlah kasus penyimpangan (analisis kuantitatif). Tahap analisis kualitatif meliputi kajian mengenai perbandingan konvensi penaman pupuh, penyimpangan padalisan, dan penyimpangan guru lagu. Pada tahap analisis kuantitatif, analisis meliputi kajian menganai penyimpangan guru wilangan dan penyimpangan redaksional. Pada tahap analisis penyimpangan redaksional. Pada kasus penyimpangan redaksional, kategori kasus penyimpangan digolongkan ke dalam tiga tataran kasus kesalahan tulis, diantaranya; pergantian (emendasi), adisi (penambahan), dan penghilangan (omisi). Hasil analisis tersebut, selanjutnya menjadi bahan dalam penyusunan edisi teks, sehingga teks WBS telah bersih dari kasus kesalahan tulis. Adapun tahap selanjutnya pada penelitian ini adalah tinjauan kandungan dan fungsi berdasarkan pada edisi teks WBS yang telah bersih dari kasus kesalahan tulis.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat diketahui; (1) teks WBS merupakan naskah yang tergolong ke dalam jenis naskah kegamaan, dalam hal ini tasawuf, (2) teks WBS ditulis dengan menggunakan aksara Arab-pegon, atau aksara arab yang telah disesuaikan dengan penggunaan bahasa Sunda. (3) bentuk karangan teks WBS berupa pupuh/puisi terikat. (4) berdasarkan kualitas teks naskah WBS memiliki berbagai kelebihan, seperti konvensi penggunaan dan penaman pupuh yang telah sesuai, penyimpangan padalisan yang terbilang sedikit terjadi, itupun terjadi akibat faktor ketidaksengajaan penulis/penyalin, dan pemenuhan guru wilangan teks WBS yang sebagiann basar telah sesuai dengan kaidah penulisan pupuh (5) berdasarkan banyaknya jumlah kasus penyimpangan, teks WBS didominasi oleh kasus penyimpangan dalam pemenuhan jumlah guru wilangan dalam satu larik. Dalam tataran redaksi, kasus penyimpangan didominasi oleh kasus penambahan (adisi) suku kata, sehingga menyebabkan lebihnya jumlah guru wilangan dalam suatu larik. (6) tinjauan kandungan terhadap teks WBS, menunjukan bahwa teks naskah berisi tentang ajaran tasawuf dalam Islam, dengan konsepsi ajaran yang merujuk pada konsep tsawuf Al-Ghazali (tasawuf Sunni). (6) tinjaun fungsi terhadap teks WBS, menunjukan bahwa fungsi teks WBS antara lain, sebagai bahan pelajaran yang berisi


(5)

tentang petunjuk dalam mengamalkan ajaran tasawuf, dan sebagai media penulis/penyalin dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhannya.

ABSTRACT

Textual Criticism and Assessing Fungtion Manuscript Wawacan Bidayatussalik Septiyadi Sobar Barokah Saripin

0906180

This essay is a study that raised the object of study in the form of Sundanese manuscript entitled wawacan Bidayatussalik (WBS). In the process of analysis, the research relies on the use of descriptive methods of analysis. The method aims to present a variety of evidence / facts contained in the text of the WBS as the object of study. Specifically WBS performed an analysis of the text is based on a philological study of the text-critical edition of the text with the adoption of a standard, so in troubleshooting and repair write error cases, is based on the utilization of the source text. Text-critical edition of the text aims to generate WBS is clean of various cases of clerical errors. Furthermore, any improvement with reference to the methods of the standard edition guide refers to some text related WBS, such as the use of literacy, language and form of composition that is used in the text WBS (in this case the conventional pupuh).

Text-critical activities conducted through two stages of analysis, namely based on text quality (qualitative analysis), based on the large number of cases of irregularities (quantitative analysis). Qualitative analysis phase includes the study of comparative convention penaman stanza, padalisan irregularities and deviations teacher song. At the stage of quantitative analysis, the analysis includes the study of irregularities menganai wilaryin teachers and editorial lapses. In the analysis phase deviation editorial. In the case of editorial lapses, irregularities case categories are classified into three levels case of clerical errors, including; turnover (emendasi), addition (addition), and omission (omission). The analysis results, become an ingredient in the preparation of the next edition of the text, so that it is clear from the text WBS write error cases. The next stage in this research is a review of the content and functionality based on WBS text editions that have been clean of cases clerical errors.

Based on the analysis results, it can be seen: (1) text WBS is a manuscript belonging to the religion text type, in this case sufism, (2) WBS text written using Arabic script-pegon, or Arabic script that has been adapted to the use of language Sunda. (3) form a bouquet of WBS text pupuh/ poem attached. (4) based on the quality of the manuscript text WBS has many advantages, such as naming conventions and the use of pupuh that are compliant, padalisan fairly slight deviations occur, and even then the result of chance factors writer / scribe, and the fulfillment guru wilangan WBS has been in accordance with the most bazaar canto writing rules (5) based on the large number of cases of irregularities, text WBS dominated by cases of irregularities in the fulfillment of the guru wilangan in one array. In the editorial level, the case is dominated by cases of irregularities addition (adducts) syllable, thus causing more shall the number of the guru wilangan in an array. (6) review the content of the text WBS, shows that the manuscript contains the text of the teachings of Sufism in Islam, the teachings of the conception refers to the concept tasawuf Al-Ghazali (Sufism Sunni). (6) review the function of the text WBS, WBS text indicates


(6)

that the function, among others, as a teaching tool that provides guidance in the teachings of Sufism, and as a media writer / scribe in an attempt to draw closer to his Good.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… KATA PENGANTAR ………. UCAPAN TERIMA KASIH ……… DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ……… BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah………

1.2 Identifikasi Masalah………..

1.3 Batasan Masalah……….

1.4 Perumusan Masalah...

1.5 Tujuan ………

1.6 Manfaat Penelitian………..

1.7 Definisi Operasional………...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Naskah dan Teks………...

2.2 Kritik Teks……….

2.2.1 Transliterasi………...……... 2.2.1.1 Pengertian Transliterasi……… 2.2.1.2 Pedoman Transliterasi………... 2.2.2 Terjemahan………...

2.2.3 Suntingan Teks………

2.3 Naskah Sunda dan Pengaruh Kebudayaan Islam………... 2.3.1 Sejarah Perkembangan Islam ………... 2.3.2 Pengaruh Islam dalam Naskah Sunda………... 2.3.3 Naskah Pada Periode Islam………...

i ii iii iv ix xiii 1 7 7 8 8 9 9 12 15 16 16 16 18 19 21 21 23 24


(8)

2.4 Mazhab atau Aliran dalam Islam………...

2.5 Tasawuf dalam Islam……….

2.5.1 Pengertian Tasawuf………..

2.5.2 Konsepsi Ajaran dalam Tasawuf……….

2.5.2.1 Syariat………..

2.5.2.2 Tarekat………..

2.5.2.3 Hakikat………

2.5.2.4 Makrifat………

2.6 Tembang Wawacan/ Pupuh………

2.7 Fungsi………...

2.8 Kerangka Pemikiran………...

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian……….

3.1.1 Identifikasi Naskah WBS………... 3.2 Metode Penelitian………... 3.3 Metode Kajian Filologi………... 3.4 Teknik Penelitian………... 3.5 Prosedur/Langkah Penelitian ………... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Kritik Teks……….

4.1.1 Analisi Kualitatif………... 4.1.1.1 Konvensi dan Penggunaan Pupuh Pada Teks WBS…... 4.1.1.2 Penyimpangan Padalisan... 4.1.1.3 Penyimpangan Guru Lagu………... 4.1.2 Analisis Kuantitatif………... 4.1.2.1 Penyimpangan Guru Wilangan………... 4.1.2.2 Penyimpangan Redaksional………...

4.2 Edisi Teks dan Terjemahan………

26 29 29 31 31 32 33 34 35 37 38 39 41 45 46 47 48 50 51 52 60 63 64 65 68 120


(9)

4.2.1 Pengantar Edisi Teks……… 4.2.2 Edisi Teks WBS………... 4.2.3 Pengantar Terjemahan………... 4.2.3 Terjemahan Teks WBS……….... 4.3 Tinjauan Kandungan dan Fungsi Teks WBS………... 4.3.1 Tinjauan Kandungan Teks WBS………... 4.3.2 Konsepsi Tasawuf WBS Berdasarkan Tinjauan Kandungan Teks... 4.3.3 Tinjauan Fungsi Berdasarkan Teks WBS………....

4.4 Glosarium………...

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan……….

5.2 Saran………...

DAFTAR PUSTAKA……….

LAMPIRAN-LAMPIRAN……….

120 130 284 284 432 432 444 451 453

455 458

459 461-


(10)

DAFTAR TABEL 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20 4.21 4.22 4.23 4.24 4.25 4.26 4.27

Emendasi Pupuh Asmarandana I………. Emendasi Pupuh Sinom II………. Emendasi Pupuh Dangdanggula III……… Emendasi Pupuh Kinanti IV………. Emendasi Pupuh Pangkur V ……… Emendasi Pupuh Pucung VI………. Emendasi Pupuh Dangdanggula VII……….. Emendasi Pupuh Durma VIII………... Emendasi Pupuh Sinom IX……… Emendasi Pupuh Asmarandana X………... Emendasi Pupuh Sinom XI……… Emendasi Pupuh Dangdanggula XII……….. Emendasi Pupuh Pangkur XIII……… Emendasi Pupuh Mijil XIV……….. Adisi Penanda Bunyi Pupuh Kasmarandana I………. Adisi Penanda Bunyi Pupuh Sinom II………. Adisi Penanda Bunyi Pupuh Dangdanggula III……… Adisi Penanda Bunyi Pupuh Pucung VI………. Adisi Penanda Bunyi Pupuh Dangdanggula VII……….. Adisi Penanda Bunyi Pupuh Durma VIII………... Adisi Penanda Bunyi Pupuh Sinom IX……… Adisi Penanda Bunyi Pupuh Asmarandana X………... Adisi Penanda Bunyi Pupuh Sinom XI……… Adisi Penanda Bunyi Pupuh Dangdanggula XII……….. Adisi Penanda Bunyi Pupuh Pangkur XIII……… Adisi Penanda Bunyi Pupuh Mijil XIV……….. Adisi Suku Kata Pupuh Asmarandana I………

70 70 72 73 74 74 75 75 76 77 77 78 79 79 81 81 82 83 83 84 84 84 84 85 85 85 86


(11)

4.28 4.29 4.30 4.31 4.32 4.33 4.34 4.35 4.36 4.37 4.38 4.39 4.40 4.41 4.42 4.43 4.44 4.45 4.46 4.47 4.48 4.49 4.50 4.51 4.52 4.53 4.54 4.55

Adisi Suku Kata Pupuh Sinom II………. Adisi Suku Kata Pupuh Dangdanggula III……… Adisi Suku Kata Pupuh Pangkur V………. Adisi Suku Kata Pupuh Pucung VI……….. Adisi Suku Kata Pupuh Dangdanggula VII………... Adisi Suku Kata Pupuh Durma VIII……… Adisi Suku Kata Pupuh Sinom IX……… Adisi Suku Kata Pupuh Asmarandana X……… Adisi Suku Kata Pupuh Sinom XI……… Adisi Suku Kata Pupuh Dangdanggula XII………... Adisi Suku Kata Pupuh Pangkur XIII………. Adisi Suku Kata Pupuh Mijil XIV……… Adisi Kata pupuh Asmarandana I……… Adisi Kata pupuh Sinom II……… Adisi Kata pupuh Dangdanggula III………... Adisi Kata pupuh Pangkur V……… Adisi Kata pupuh Pucung VI………. Adisi Kata pupuh Dangdanggula VII……….. Adisi Kata pupuh Durma VIII……….. Adisi Kata pupuh Sinom IX……….. Adisi Kata pupuh Asmarandana X ………. Adisi Kata pupuh Sinom XI……….. Adisi Kata pupuh Dangdanggula XII……….. Adisi Kata pupuh Pangkur XIII……… Adisi Kata pupuh Mijil XIV………... Omisi Penanda Bunyi Pupuh Asmarandana I………... Omisi Penanda Bunyi Pupuh Sinom II……… Omisi Penanda Bunyi Pupuh Dangdanggula III………..

87 88 89 90 90 91 92 92 93 94 95 95 97 97 98 99 99 100 100 101 102 102 103 103 103 105 106 106


(12)

4.56 4.57 4.58 4.59 4.60 4.61 4.62 4.63 4.64 4.65 4.66 4.67 4.68 4.69 4.70 4.71 4.72 4.73 4.74 4.75 4.76 4.77 4.78 4.79 4.80 4.81 4.82 4.83

Omisi Penanda Bunyi Pupuh Pangkur V……… Omisi Penanda Bunyi Pupuh Pucung VI……… Omisi Penanda Bunyi Pupuh Dangdanggula VII………. Omisi Penanda Bunyi Pupuh Asmarandana X……….. Omisi Penanda Bunyi Pupuh Sinom XI……….. Omisi Penanda Bunyi Pupuh Dangdanggula XII……… Omisi Penanda Bunyi Pupuh Mijil XIV………. Omisi Suku Kata Pupuh Asmarandana I……….. Omisi Suku Kata Pupuh Sinom II……… Omisi Suku Kata Pupuh Dangdanggula III………... Omisi Suku Kata Pupuh Kinanti IV………. Omisi Suku Kata Pupuh Pangkur V……… Omisi Suku Kata Pupuh Pucung VI……… Omisi Suku Kata Pupuh Dangdanggula VII………. Omisi Suku Kata Pupuh Durma VIII……….. Omisi Suku Kata Pupuh Sinom IX……….. Omisi Suku Kata Pupuh Asmarandana X……….. Omisi Suku Kata Pupuh Sinom XI………... Omisi Suku Kata Pupuh Dangdanggula XII………. Omisi Suku Kata Pupuh Pangkur XIII……… Omisi Suku Kata Pupuh Mijil XIV……….. Omisi Kata Pupuh Asmarandana I……….. Omisi Kata Pupuh Sinom II……….. Omisi Kata Pupuh Dangdanggula III………. Omisi Kata Pupuh Kinanti IV………... Omisi Kata Pupuh Pangkur V……….. Omisi Kata Pupuh Pucung VI……….. Omisi Kata Pupuh Dangdanggula VII………....

106 107 107 107 108 108 109 109 110 110 111 111 111 111 112 112 112 113 113 113 114 115 115 115 116 116 116 116


(13)

4.84 4.85 4.86 4.87 4.88 4.89

Omisi Kata Pupuh Asmaandana X……….. Omisi Kata Pupuh Sinom XI………. Omisi Kata Pupuh Dangdanggula XII……… Omisi Kata Pupuh Mijil XIV………. Daftar Penyesuaian Kata Berdasarkan Tinjauan Kamus………. Daftar Kata yang Dipertahankan/ Merupakan Bentuk Usaha

Penulis/Penyalin………..

117 117 117 118 122


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar (I)………... Gambar (2)……….. Gambar (3)………..

4 5 120


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Nusantara memiliki beberapa jenis kesusastraan yang diciptakan, berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Salah satu kesusastraan yang berkembang di masyarakat Nusantara adalah kesusastraan klasik, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Kesusastraan lisan merupakan tradisi penyampaian teks paling tua, sebelum masyarakat Nusantara mengenal bentuk aksara dan beralih pada tradisi tulis. Tradisi tulis yang berkembang di tengah masyarakat Nusantara, di antaranya banyak menghasilkan dokumen-dokumen penting perihal perkembangan budaya yang juga disebut naskah.

Dalam kehidupan masyarakat Sunda di Jawa Barat, huruf telah digunakan sejak pertengahan abad ke-5 masehi. Sepanjang sejarahnya, masyarakat Sunda Jawa Barat telah menggunakan berbagai jenis huruf seperti; Palawa, Sunda Kuno, Jawa Sunda, Arab, dan latin dalam pembuatan dokumen kesusastraan tersebut. Penggunaan huruf-huruf tersebut berperan penting pada lahirnya naskah-naskah Sunda di Nusantara, (Ekadjati, 1988: 1).

Sebagai dokumen yang memanfaatkan aksara sebagai alat rekam kebudayan, naskah mengemban peran penting dalam berbagai aspek kehidupan. Menurut Baried, (1985: 4), naskah-naskah di Nusantara mengamban isi yang sangat kaya. Kekayaan itu dapat ditunjukan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan, misalnya masalah sosial, politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra. Apabila dilihat sifat pengungkapannya, dapat dikatakan bahwa kebanyakan isinya mengacu kepada sifat-sifat historis, didaktis, religius, dan beleteri.

Menurut Djamaris (2002: 5), naskah-naskah Nusantara ditulis dengan menggunakan berbagai bentuk karangan seperti prosa, prosa berirama, puisi dan drama. Dalam masyarakat Sunda, naskah-naskah dengan bentuk karangan berupa puisi dikenal dengan istilah wawacan. Wawacan menurut istilah masyarakat


(16)

2

Sunda adalah suatu bentuk puisi terikat yang berisi syair-syair untuk kemudian dilantunkan/ditembangkan. Bentuk puisi terikat tersebut, dikenal juga dengan istilah Pupuh.

Dari segi kebahasaan, naskah-naskah Nusantara banyak menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Adapun daerah mana saja yang memiliki dan yang meninggalkan warisan budaya berupa naskah, dapat dilihat berdasarkan daerah yang memiliki bahasa dan huruf daerahnya. Dengan demikian, daerah tersebut merupakan sumber naskah. Selain itu, terdapat juga daerah-daerah yang menulis bahasanya dengan huruf Arab (yang sudah disesuaikan dengan keperluan penulisan bahasa di daerah tertentu). Pada masyarakat Sunda, huruf Arab yang telah disesuaikan dengan bahasa daerahnya yaitu bahasa Sunda dikenal dengan istilah Arab-Pegon, (Mulyadi, 1994:5).

Dengan demikian, naskah tercipta berkat adanya penggunaan aksara yang mampu merekam ide, gagasan dan pola pikir masyarakat pendukung suatu kebudayaan. Adapun pengertian lain, naskah merupakan salah satu hasil representasi kebudayaan yang direkam kedalam bentuk aksara berdasarkan cerminan hidup masyarakatnya.

Sebagai karya lama yang dihasilkan dari tradisi tulis masyarakat Nusantara, naskah berada di banyak tempat penyimpanan. Beberapa tempat yang menyimpan koleksi-koleksi naskah antara lain, perpustakaan nasional, lembaga-lembaga pemerintahan, museum, pesantren, bahkan sebagian naskah masih berada pada masyarakat tertentu sebagai penggunanya.

Disiplin ilmu yang mempelajari naskah beserta seluk-beluk naskah adalah Filologi. Filologi merupakan disiplin ilmu yang mengkaji naskah berdasarkan aspek fisik dan isi naskah. Kajian terhadap isi suatu naskah disebut kritik teks (textual criticism) atau tekstologi (textology), sedangkan kajian berdasarkan bahan pada naskah disebut kodikologi (codicology). Penelitian filologi kemudian berkembang, yang tadinya hanya melakukan kritik teks, serta komentar penjelasannya (aparat kritik), menjadi ilmu penelitian yang menyelidiki kebudayaan suatu bangsa berdasarkan objek yang sama yaitu naskah. Hasil yang didapat pada penelitian filologi, di antaranya dapat menjadi sumber alternatif


(17)

3

dalam mengetahui latar belakang kebudayaan yang menghasilkan karya sastra, seperti kepercayaan, agama, adat-istiadat, dan pandangan hidup suatu bangsa sesuai dengan isi naskah, (Djamaris, 2002: 6-7).

Dengan menerapkan disiplin ilmu filologi, penelitian ini diharapkan dapat mengungkap naskah sebagai objek kajian berdasarkan aspek fisik maupun isi naskah. Adapun naskah yang diangkat menjadi objek penelitian ini adalah naskah yang keberadaannya tersebar sebar sebagai milik perorangan. Hal tersebut sehubungan dengan masih banyaknya naskah-naskah yang disimpan dan dimiliki oleh masyarakat tertentu. Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa naskah-naskah yang dimilikinya merupakan benda keramat yang diwariskan oleh leluhurnya terdahulu, sehingga mereka percaya dengan menyimpan dan merawat naskah-naskah tersebut dapat memberikan pengaruh baik dalam kehidupannya. Kepercayaan masyarakat seperti ini manjadi salah satu faktor penyebab banyaknya naskah-naskah yang masih berada dan dimiliki oleh masyarakat.

Dalam praktinya, masyarakat yang masih menyimpan dan menganggap naskah sebagai benda keramat peninggalan leluhur, tidak diikuti dengan suatu pemahaman dalam proses perawatan naskah, sehingga banyak naskah-naskah yang hanya disimpan begitu saja dan terbengkalai sebagai benda tua yang mereka keramatkan. Dengan demikian, selain manfaat bagi kepentingan akademis, hasil dari penelitian ini, juga diharapkan dapat memberi sedikit informasi kepada masyarakat mengenai naskah serta fungsi pada zamannya. Sehingga tidak terdapat penyalahgunaan maupun anggapan mengenai naskah-naskah tua sebagai dokumen kebudayaan.

Dari sekian banyak naskah yang keberadaannya dimiliki oleh masyarakat. Berdasarkan hasil observasi lapangan di daerah Bandung Utara, tepatnya di Kecamatan Cidadap Kota Bandung, ditemukan beberapa naskah yang disimpan sebagai koleksi pribadi atau milik perorangan. Naskah-naskah yang ditemukan di daerah tersebut merupakan naskah kepemilikan dari Ny. Eem Sulaemi. Adapun penelusuran naskah yang dilakukan di daerah tersebut berangkat dari keterangan salah seorang pakar filolog Edi. S Ekadjati (1988:10), yang menurutnya; dibeberapa tempat, proses penyalinan naskah masih berlangsung hingga dewasa


(18)

4

ini, seperti yang disaksikan di Kelurahan (seharusnya Kecamatan) Cidadap (Kotamadya Bandung), Cicalengka (Kabupaten Bandung), dan Purwakarta. Para penyalin itu umumnya merupakan pensiunan yang usianya telah tua. Akan tetapi, sekarang pada kenyatannya para penduduk Cidadap tidak lagi melangsungkan proses penyalinan tersebut. Hal itu disebabkan oleh putusnya tradisi tulis-menulis setelah pada penyalin yang telah berusia lanjut tersebut satu-per satu meninggal-dunia. Hal lain penyebab terhentinya tradisi tulis di Cidadap, juga disebabkan oleh tidak adanya ketertarikan kaum muda untuk mengikuti jejak orang tuanya dalam meneruskan tradisi tulis pada masa itu.

Berikutnya, dari beberapa naskah yang ditemukan dan diperlihatkan oleh Ny. Eem Sulaemi sebagai pemilik naskah, munculah satu naskah yang diangkat menjadi objek penelitian. Naskah tersebut berjudul Wawacan Bidayatussalik. Keputusan mengambil naskah dengan judul Wawacan Bidayatussalik ini, dilandasi oleh beberapa pertimbangan peneliti, antara lain; (1) kondisi fisik naskah yang masih terlihat baik, (2) aksara pada naskah yang masih dapat dibaca, (3) dan yang paling pokok adalah kelengkapan teks yang terdapat pada naskah, sehingga dapat mempermudah proses penelusuran kandungan teks naskah tersebut.

Gambar (1) Tampak dari gambar kelengkapan naskah Wawacan Bidayatussalik dan aksara yang masih jelas terbaca.

(Dok. Pribadi)

Naskah Wawacan Bidayatussalik yang selanjutnya disingkat menjadi WBS, merupakan naskah yang ditulis/disalin oleh Lebé Cidadap pada masa pra-kemerdekaan. Dilihat dari penanggalan/titimangsa yang terdapat pada halaman akhir karangan, tertulis naskah ini selesai ditulis/disalin pada tahun 1916. Hal menarik lain dari naskah Lebé Cidadap ini adalah; teks naskah WBS merupakan


(19)

5

sub-judul pertama dari keempat judul yang terdapat pada satu naskah. Artinya, naskah teks WBS merupakan salah satu sub-judul dari keempat judul lain yang terdapat pada satu naskah. Adapun sub-judul lain yang terdapat pada naskah tersebut antara lain; Jaka Mursyid, Bima Suci, dan terakhir Bab Ilmu Tauhid.

(Wawacan Bidayatussalik) Sub-judul pertama pada Naskah

Lebé Cidadap yang kemudian menjadi objek penelitian.

Gambar (2). Tampak 4 sub-judul dalam satu naskah karya Lebé Cidadap

(Dok. Pribadi)

Berdasarkan fakta dari gambar-gambar di atas, naskah karya Lebé Cidadap (WBS) ini termasuk kedalam naskah keagamaan yaitu agama Islam. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan aksara yang digunakan yaitu Arab-Pegon dan muatan isi yang terdapat pada naskah WBS yang banyak berisi tentang ajaran-ajaran dalam Islam. Selain itu, pembagian sub-judul yang berjumlah 4 pada WBS, sangat besar kemungkinannya naskah ini diadaptasi dari sebuah kitab yang bernama Ihya’

‘Ulum al-Din karya Al-Ghazali yang juga terdiri dari 4 jilid tebal. Kitab tersebut merupakan karya Imam Al-Ghazali yang berisi tentang harmonisasi tasawuf dengan hukum syariah. Seperti yang telah diketahui masyarakat umum, Al-Ghazali merupakan seorang ulama sekaligus tokoh sufi. Dengan demikian, tendensi teks WBS sangat mungkin ajaran tasawuf. Adapun kecenderungan lain yang menyatakan naskah ini bermuatan ajaran tasawuf dapat dilihat berdasarkan istilah yang digunakan pada naskah ini merupakan istilah ajaran tasawuf, antara lain; pada judul pertama, terdapat kata Salik (orang yang melakukan jalan spiritual menuju kebenaran Tuhan), kedua Mursid (istilah bagi seorang guru yang menuntun salik), ketiga Bima Suci (istilah tokoh lokal yang telah menemukan


(20)

6

hakikat suatu kebenaran), dan keempat Tauhid (dalam Islam merupakan suatu ilmu tentang suatu kebenaran dari segala kebenaran/kemanunggalan). Dengan demikian, proses kajian dalam mengungkap kandungan naskah WBS, memerlukan pemahaman mengenai ajaran-ajaran dalam Islam (dalam hal ini Tasawuf).

Berdasarkan keempat subjudul di atas, kajian yang dilakukan dalam penelitian ini terpusat pada satu subjudul saja (WBS). Hal itu dimaksudkan agar proses kajian dapat menghasilkan suatu pembahasan yang lebih terarah dalam satu teks naskah yaitu teks naskah WBS. Dengan demikian, pembahasan dalam penelitian dapat diupayakan secara maksimal dalam proses perbaikan teks, untuk menghasilkan edisi teks yang telah bersih dari kasus kesalahan tulis, sehingga tinjauan kandungan dan fungsi teks dapat dilakukan terarah.

Adapun penelitian sebelumnya mengenai naskah-naskah keagamaan yang tercatat oleh Badan Litbag dan Diklat, Departemen Agama Republik Indonesia (2009), di antaranya;

1. Oleh Dedi Supriadi, dengan objek naskah Sunda berjudul Wawacan Waruga Alam. Adapun metode yang digunakan adalah metode edisi naskah standar/biasa. Dalam penelitiannya; menelaah kandungan teks melalui tema dan amanat berdasarkan konsepsi Ketuhanan sebagai inspirasi pengarang/penulis pada teks naskah Wawacan Waruga Guru. 2. Oleh Nurkhalis A Ghaffar, dengan objek naskah Bugis berjudul Bayanul

Asrar. Adapun metode yang digunakan adalah metode edisi standar/biasa. Analisis berdasarkan kajian filologis, bertujuan untuk menemukan konsepsi ajaran tasawuf pada naskah Bayanul Asrar. Penerapan konsep tasawuf yang dilakukan pada penelitian ini mangacu pada konsep

Al-Ma’iyah dan Al-ihathat menurut Sheikh Yusuf.

3. Oleh I Gede Suwinda, dengan objek naskah Bali berjudul Lontar Bali Islami, kajian berdasarkan analisi struktur. Dengan tujuan memahami konsep agama Islam dalam naskah Bali Lontar Bali Islam.


(21)

7

1. Penggunaan aksara berupa Arab-Pegon yang sudah jarang digunakan pada sekarang.

2. Kondisi naskah WBS yang sebagian hilang atau robek, dikarenakan naskah berbahan kertas Eropa yang telah disimpan selama puluhan tahun. 3. Naskah WBS banyak mengambil kata serapan khususnya arab, serta

penggunaan ejaan bahasa Sunda lama yang sukar dibaca oleh sebagian orang, khususnya oleh orang yang bersuku selain suku Sunda.

4. Bentuk karangan pada naskah WBS merupakan bentuk karangan pupuh/wawacan. Dimana pupuh merupakan sebuah bentuk puisi yang memiliki aturan dan kaidah ketat dalam penulisannya.

5. Naskah WBS banyak mempertahankan bahasa serapan yaitu bahasa Arab, sehingga tidak jarang mendobrak kaidah aturan dalam penulisan pupuh, khususnya pada jumlah guru wilangan/ suku kata pada setiap baris.

6. Adanya kecenderungan isi naskah WBS yang berisi ajaran Tasawuf, sehingga memerlukan pemahaman mengenai ajaran tersebut.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan luasnya permasalahan yang dihadapi dalam penelitian, penelitian ini dibatasi pada pembahasan yang hanya dipusatkan pada salah satu sub-judul dari keempat sub-judul lainnya. Adapun sub-judul yang akan dibahas berdasarkan kajian filologis kali ini adalah sub-judul pertama yaitu Wawacan Bidayatussalik saja. Keputusan pengambilan salah-satu sub-judul dimaksudkan agar pembahasan melalui kajian filologis tidak terlalu meluas. Dengan demikian, penelitian akan lebih terpusat dalam membahas satu obek kajian yaitu teks naskah WBS.

Pembahasan pada penelitian dipusatkan pada kritik teks terhadap naskah WBS sebagai objek kajian. Adapun kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah edisi teks naskah WBS dengan metode kajian filologis yaitu edisi naskah standar/biasa. Hal tersebut agar dimaksudkan untuk membantu peneliti dalam proses peninjauan kandungan dan fungsi teks naskah WBS. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bantu kajian bagi bidang disiplin ilmu lain, seperti sejarah, agama, kebudayaan, bahasa dan sastra.


(22)

8

1.4 Perumusan Masalah

Penelitan ini dilakukan sebagai bentuk usaha peneliti dalam meluruskan kembali pandangan masyarakat mengenai kesusastraan klasik yang dianggap kuno. Salah satu upaya peneliti dalam mengembalikan pandangan tersebut, diantanya dengan melakukan sebuah penelitian yang dapat menghasilkan suatu edisi teks naskah baru berdasarkan kajian filologis. Dengan adanya edisi teks naskah baru tersebut, diharapkan masyarakat dapat dengan mudah membaca dan memehami kandungan serta isi teks naskah sebagai salah-satu warisan budaya Nusantara. Selanjutnya, agar dapat mencapai cita-cita tersebut maka perlulah kiranya merumuskan masalah dengan jelas dan sistematis, dan berikut adalah rumusan masalahnya:

1. Katagori kasus kesalahan tulis apa yang terdapat pada naskah WBS? 2. Bagaimana edisi teks naskah WBS yang mudah dibaca?

3. Bagaimana kandungan teks yang terdapat pada teks naskah WBS berdasarkan tinjauan edisi teks?

4. Bagaimana fungsi teks yang terdapat pada naskah WBS berdasarkan tinjauan edisi teks?

1.5 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan hal-hal berikut: 1. Mendeskripsikan kasus kesalahan tulis yang terdapat pada naskah WBS. 2. Menyajikan edisi teks naskah WBS yang mudah dibaca

3. Mendeskripsikan kandungan isi yang terdapat pada naskah berdasarkan tinjauan edisi teks WBS.

4. Mendeskripsikan fungsi teks berdasarkan tinjauan edisi teks naskah WBS.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini terbagi ke dalam dua manfaat yakni manfaat prkatis dan manfaat akademis. Manfaat praktis yang didapat pada penelitian ini antara lain; Pertama, menghasilkan suatu edisi naskah yang mudah


(23)

9

dibaca dan dipahami oleh masyarakat. Kedua, mengungkap nilai-nilai budaya lama sebagai sumber alternatif bagi pengembangan kebudayaan modern, dalam hal ini mengenai ajaran keagamaan (Islam). Ketiga, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat banyak khususnya pada bidang ilmu sejarah, dimana naskah merupakan salah satu sumber yang dapat dijadikan sebagai sumber acuan data mengenai perkembangan umat manusia beserta kebudayaan yang hidup di dalamnya. Selain dari ketiga hal tersebut, hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat membuka kesadaran masyarakat sebagai pemilik naskah untuk lebih terbuka dalam penelitian yang menyangkut naskah-naskah yang dimilikinya. Adapun manfaat akademis yang diperoleh dari hasil penelitian filologi ini, diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi eksistensi penelitian filologi dimasa yang akan datang.

1.7 Devinisi Operasional

Dalam usaha memperjelas pokok-pokok permasalahan pada penelitian ini, maka variabel-variabel penelitian dioperasionalkan sebagai berikut:

1. WBS merupakan subjudul pertama dalam naskah yang ditulis/disalin oleh Lebé Cidadap pada zaman pra-kemerdekaan. Adapun bahasa yang dalam teks berbahasa Sunda, dengan penggunaan bentuk karangan berupa puisi wawacan/pupuh. Naskah ini ditemukan di Kecamatan Cidadap, Kota Bandung, dengan kepemilikan dari Ny. Eem Sulaemi sebagai pewaris. 2. Kajian Filologis dilakukan berdasarkan penggunaan metode edisi

standar/biasa dengan tujuan menghasilkan suatu edisi teks naskah baru yang mudah dibaca dan dipahami oleh berbagai kalangan masyarakat. Perbaikan berdasarkan metode edisi standar, mengacu pada penggunaan ejaan bahasa Sunda yang telah disesuaikan dan bentuk konvensional dari masing-masing pupuh sebagai suatu tradisi di masyarakat Sunda.

3. Kritik teks dilakukan sebagai bentuk usaha dalam memberikan keterangan berupa catatan maupun komentar terhadap segala bentuk perbaikan kesalahan kecil atau ketidaksengajan, sehingga dalam edisi teks yang


(24)

10

dihasilkan, masyarakat pembaca dapat pula mamahami isi teks berdasarkan sudut pandangnya masing-masing.

4. Terjemahan merupakan suatu usaha dalam pemindahan teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Terjemahan yang dilakukan dalam usaha memindahkan teks bahasa naskah ke dalam teks bahasa sasaran mengacu pada model terjemahan setengah bebas. Hal tersebut bertujuan agar teks naskah WBS yang berbentuk puisi/ pupuh dapat mempertahankan usur estetika keindahan, disamping mempertahankan keaslian teks secara wajar. 5. Telaah fungsi merupakan sebuah kajian untuk mencapai maksud yang

ingin disampaikan oleh objek berdasarkan kenyataan teks dan konteks-nya naskah sebagai suatu karya sastra.


(25)

39

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Studi filologi merupakan disiplin ilmu yang memanfaatkan naskah naskah sebagai objek kajiannya. Naskah sebagai objek penelitian filologi dikaji berdasarkan aspek fisik maupun isi yang terkandung dalam suatu naskah. Dengan demikian kajian filologi sangatlah perlu membicarakan hal-hal mengenai seluk-beluk naskah, teks, konteks, bahan yang digunakan, keberadaan serta tempat penyimpanan naskah.

Kajian berdasarkan disiplin ilmu filologi pada penelitian ini akan mengkaji naskah milik perorangan, atau naskah yang berada di tengah masyarakat. Berdasarkan penelusurannya, naskah tersebut ditemukan di daerah Bandung Utara, tepatnya di kecamatan Cidadap, Kota Bandung. Keberadaan naskah di tengah masyarakat ini dimiliki oleh salah seorang warga Cidadap yang bernama Ny. Eem Sulaemi.

Berdasarkan penuturan Ny. Eem Sulaemi; naskah-naskah yang kini dimilikinya tidak terlepas dari sejarah perjalanan naskah tersebut. Menurutnya, naskah yang ia simpan merupakan warisan secara turun temurun. Adapun naskah-naskah yang kini dimilikinya berasal dari daerah yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Daerah yang disebutkan itu adalah Gegerkalong. Dalam perjalanan sejarahnya, awal mula Ny. Eem Sulaemi menetap dan tinggal di daerah Gegerkalong, namun, kemudian beliau berpindah tempat dan menetap di daerah Cidadap, setelah menikah dengan Aki Ahin Sunarnya. Terkait naskah-naskah yang dimilikinya, beliau dapatkan dari orang tua asuhnya yaitu Ma. Icah. Pada saat berpindah tempat, Ny. Eem Sulaemi membawa serta naskah-naskah peninggalan tersebut ke daerah Cidadap yang kini menjadi tempat tinggalya. Hingga saat ini naskah-naskah tersebut masih beliau simpan dan jaga sebagai peninggalan orang asuhnya Ma Icah.

Adapun fakta mengenai naskah WBS yang ditulis/disalin oleh Lebé Cidadap dan asal mula naskah ditemukan di daerah Gegerkalong, tidak terlepas dari nilai sejarah kedua tempat tersebut. Menurut Ny. Eem Sulaemi dan suaminya Aki Ahin; hal itu


(26)

40

disebabkan oleh awal mula sejarah tempat tersebut. Daerah Gegerkalong dan daerah Cidadap dahulu merupakan satu daerah sama yang bernama Desa Nagrak. Dalam perjalanannya Desa Nagrak terpecah menjadi beberapa daerah kecil setelah beralihnya kepemilikan tanah oleh Tuan Barreti di antara kedua wilayah tersebut, dan membangun Vila Isola di kawasan itu. Dengan munculnya bangunan bernama Vila Isola milik Tuan Barerrti (sekarang menjadi Gedung Rektor UPI Bandung), menjadi salah satu faktor penyebab terpecahnya Desa Nagrak menjadi beberapa daerah yang kini berada disekitar Gedung tersebut. Adapun daerah-daerah yang merupakan pecahan dari Desa Nagrak antara lain; Daerah Gegerkalong, Cidadap, Negla, Cipaku, dan Hegarmanah yang semuanya berada di kawasan Bandung Utara. Dengan demikian, kemunculan pertama naskah WBS di daerah Gegerkalong, dan penemuan naskah di daerah Cidadap dapat terungkap berdasarkan perjalanan sejarah tempat-tempat tersebut.

Berikutnya, Ny. Eem Sulaemi menambahkan; penyebab lain mengenai sejarah keberadaan naskah Lebé Cidadap di daerah Gegerkalong, diantanya disebabkan oleh adanya kemungkinan hubungan kekeluargaan atau kekerabatan, antara Lebé Cidadap pada masa itu dengan orang tua Ny. Eem Sulaemi. Kemungkinan tersebut, beliau tuturkan berdasarkan pengalaman dirinya yang mengetahui kebiasaan orang tuanya pada masa lalu. Pada malam-malam tertentu, di tempat tinggalnya dahulu, sering diadakan pertemuan seperti halnya pengajian. Pengajian tersebut sering didatangi oleh pemangku agama setempat yang sangat mungkin pemangku agama tersebut adalah orang yang kemudian menjabat menjadi Lebé di daerah Cidadap yaitu Bapak Atab. Dengan demikian, indikasi adanya hubungan kekerabatan/kekeluargaan di antara orang tua asuh Ny. Eem Sulaemi dan Lebé Cidadap menjadi salah satu faktor penyebab munculnya naskah WBS pertama kali di daerah Gegerkalong. Adapun Lebé dalam istilah Sunda, menurut R. Stjadibrata (2005: 225), adalah seseorang yang rajin melakukan berbagai ibadah, menerapkan berbagai perintah agama, atau istilah Lebé juga sering digunakan bagi seorang kepala agama di desa-desa yang biasa disebut


(27)

41

3.1.1 Identifikasi Naskah WBS

Objek penelitian kali ini berupa naskah yang keberadaaan berada di tengah-tengah masyarakat. Judul objek naskah yang dikaji adalah Wawacan Bidayatussalik, yang selanjutnya disingkat menjadi WBS. Judul tersebut diambil dari halaman akhir sebagai penutup karangan.

WBS merupakan cerita pertama dari serangkaian cerita yang terdiri dari empat buah cerita atau wawacan. Cerita pada naskah ini terdiri atas; pertama, Wawacan Bidayatussalik, kedua Jaka Mursid, Ketiga Bima Suci, dan Keempat Mass Alloh Bab Ilmu Tohid.

Selanjutnya, dari keempat sub-judul tersebut, penelitian ini hanya mengambil satu buah judul cerita yaitu WBS sebagai suatu karya dari yang ditulis oleh Lebé Cidadap. Penanggalan yang terdapat dihalaman akhir naskah, tertulis; tanggal 6 Februari 1916 atau tanggal 1 Silih Mulud 1334 H, pada malam minggu. Dengan demikian naskah ini diperkirakan muncul pada awal abad ke-20 Masehi. adapun Nama penulis/penyalin yang terdapat dihalaman akhir tidak terlihat dengan jelas, mengingat kondisi naskah dan aksara yang mulai rusak dan pudar. Namun, apabila dilihat secara lebih teliti dibawah simbol yang diperkirakan sebuah tanda tangan, terdapat tulisan nama yang pudar. Tulisan tersebut bertuliskan “Atab”.

WBS sebagai objek penelitian ditulis dengan menggunakan aksara Arab-Pegon. Bahasa yang digunakan dalam teks naskah tersebut adalah bahasa Sunda baru sehubungan naskah WBS ditulis/disalin pada awal abad ke-20 Masehi. Hal tersebut mengacu pada pendapat Ekadjati (1988: 11), menurutnya naskah-naskah berbahasa Sunda baru umumnya ditulis pada abad ke-19 dan 20 Masehi. Adapun bentuk karangan yang digunakan berbentuk pupuh/ wawacan.

Naskah ini memiliki tebal keseluruhan 1,5 cm, dengan ukuran panjang 21 cm dan lebar 16,5 cm. Bahan yang digunakan sebagai alas aksara pada naskah WBS ini berupa kertas dari sebuah percetakan di daerah Cirebon yang kantornya dimiliki oleh Belanda. Hal tersebut disimpulkan dari keindentikan jenis kertas yang digunakan


(28)

42

pada naskah-naskah sekumpulannya yang ditemukan bersaman dengan ditemukannya naskah WBS.

Naskah ini terdiri atas 137 lembar, yang semuanya kurang lebih terdiri dari 274 lembar, itupun termasuk sebagian naskah ada yang hilang dan rusak. Hal itu dapat dilihat pada teks WBS yang juga sebagian telah hilang dan robek. Kerusakan tersebut antara lain; tidak terdapat sampul depan dan halaman 1,2,dan 3 pada teks naskah WBS.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian ini hanya mengambil satu buah cerita dari serangkaian empat buah cerita yang terdapat pada naskah yang ditemukan di tengah-tengah masyarakat. Maka, identifikasi terhadap naskah terpusat pada satu buah objek cerita yang berjudul Wawacan Bidayatussalik.

Naskah WBS terdiri atas 131 halaman. Dimana jarak pada setiap halaman terdiri atas 12 baris dengan jarak antar baris 0,8 cm. Adapun jarak halaman dengan tulisan; halaman sebelah kanan, atas 1,5 cm, bawah 1,5 cm, kiri 0,1- 1 cm, kanan 1-2 cm. Halaman sebelah kiri, atas 1,5 cm, bawah 1,5 cm, kiri 1,5 cm, kanan 1 cm.

Menurut keterangan pemilik naskah, pada awal mulanya naskah ini dibawa dari daerah Bandung Utara tepatnya di daerah Gegerkalong. Diterangkan bahwa naskah ini mengalami transmisi dari orang tua pemilik. Berhubungan dengan hal tersebut maka sangat wajar apabila kerusakan dan perubahan warna pada bahan naskah mengalami penurunan kualitas, seperti warna kertas yang berubah menjadi coklat debu (dust). Selain itu, pemilik naskah juga mengakui bahwa ketidaktahuan dirinya mengenai bagaimana cara perawatan naskah, sehingga menyebabkan kondisi naskah WBS yang mengalami penurunan kualitas. Beliau hanya menyimpan dan menganggap naskah ini warisan yang harus beliau jaga.

Naskah WBS merupakan naskah yang keberadaannya berada di tengah-tengah masyarakat. Naskah ini disimpan dan dikoleksi oleh perorangan. Naskah WBS ini disimpan dan dimiliki oleh pemiliknnya yang benama Ny. Eem Sulaemi yang saat ini bertempat tinggal di Jalan Sersan Surip, no. 82/169A, Kecamatan Cidadap, Kelurahan


(29)

43

lemabaga tertentu, pengodifikasian naskah dapat mengacu pada pengodifikasian menurut Undang Darsa (2000: 8), naskah-naskah yang sudah menjadi koleksi perpustakaan atau museum umumnya sudah diberi nomor kode sehingga pengodifikasiannya tinggal disesuaikn dengan nomor kode koleksi naskah yang berada di perpustakaan atau museum yang bersangkutan. Namun jika naskah itu terdapat di masyarakat sebagai milik perseorangan atau milik kolektif, pengodofikasian dapat saja didasarkan atas tempat naskah itu berada (dengan singkatan kabupaten/kota, kecamatan, dsb.) lalu diikuti nama orang atau kelompok pemilik naskah. Maka pengodifikasian naskah WBS ini ialah Bdg-Cdp/Es, yang berarti naskah (dari) milik Ny. Eem Sulaemi di kecamatan Cidadap Bandung.

Berdasarkan isi, naskah WBS berisi mengenai ajaran-ajaran dalam Islam. Ajaran-ajaran tersebut berisi mengenai perihal adab maupun tatacara (fiqh) sebagai syariat Islam dalam melakukan peribadatan. Pada naskah WBS ini diterangkan mengenai adab tatacara ke-Tuhanan (habluminallah), dan adab antar sesama manisua (habluminannas). Adab-adab maupun aturan yang terdapat pada teks WBS merujuk pada satu objek yaitu manusia.

Manusia sebagai objek pada naskah WBS dianjurkan untuk melakukan perjalanan spiritualnya untuk menemukan ke-Hadirat Tuhan Dalam naskah WBS disebutkan bahwa seorang manusia dituntut untuk mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat kebatinan (metafisika). Adapun anjuran yang terdapat pada teks naskah WBS menyebutkan, bahwa segala sesuatu yang lahir hanya bersifat sementara, sedangkan apa yang batin merupakan kebenaran hakiki. Sesuatu hakiki dalam teks tersebut merujuk pada ilmu, dan amal perbuatan, baik amalan peribadatan maupun amalan-amalan lainnya. Dengan demikian, mucul pertimbangan perihal ajaran tasawuf yang terkandung pada naskah WBS.

Indikasi mengenai adanya kecenderungan naskah WBS bermuatan ajaran Tasawuf dapat dilihat berdasarkan judul naskah tersebut. Bidayatussalik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Arab yaitu Bidayah dan Salik. Bidayah berdasarkan peristilahan berarti permulaan, yang merujuk pada datangnya suatu


(30)

44

petunjuk (Tafsir, 2002: 31). Salik merupakan istilah dalam ajaran tasawuf bagi sorang sufi yang tengah menjalankan proses perjalanan spiritualnya menemukan kebenaran yang hakiki yaitu Allah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Bidayatussalik berarti “permulaan petunjuk bagi seseorang hendak melakukan perjalanan spiritualnya mengenal Tuhannya”.

Dalam tingkatan ajaran Islam, tasawuf merupakan kesatuan ajaran dari yang dasar hingga pada tingkatan tinggi, dimana manusia sebagai subjek dapat mengalami beberapa hal diluar nalar (metafisika). Dimana hal tersebut hanya dirasakan dan dialami oleh salik, melalui pengalaman kebatinannya. Tasawuf pada tingkatan teratas juga dapat diistilahkan sebagai “mistik”, yang dinamakan Makrifat. Mekrifat sendiri dapat disimpulkan sebagai kemanunggalan, ke-esaan, kesatuan manusia dengan Tuhannya. Artinya tidak lagi ada pembatas/dingding antara manusia dengan Tuhannya. Tentunya setelah manusia tersebut (salik) menjalankan proses panjang, dengan meninggalkan semua hal yang bersifat keduniawian dan melakukan pengabdian hanya kepada Allah semata. Istilah lain dari Makrifat dalam agama Islam adalah Tauhid, yang berrti ilmu pengetahuan mengenai sesuatu yang dapat dirasakan oleh hati (qolbu).

Bidayatussalik sebagai permulaan seorang sufi yang melakukan perjalan spiritual untuk mengenal Tuhannya, tidak terlepas dari hukum syariat Islam beserta tarekatnya (jalan). Maka pada naskah WBS disinggung pula mengenai tarekat atau jalan menuju “Kebenaran”. Dalam hal mencari “kebenaran” seorang salik dianjurkan untuk mencari seorang guru yang telah memiliki pengalaman spiritual serta pengetahuan luas agar dapat menemukan arah “kebenaran”. Istilah dari seorang guru spiritual dalam ajaran tasawuf adalah Mursyid. Oleh karena itu, seorang guru mursyid, dapat dikatakan media perantara sorang salik dalam menempuh perjalanan spiritualnya menemukan kebenaran (hakikat) sejati yaitu Allah, serta dapat mempertemukan dirinya dengan Tuhannya.


(31)

45

berikutnya adalah keempat sub-judul naskah yang ditulis oleh Lebé Cidadap ini. Keempat sub-judul dapat diartikan sebagai berikut: (1) Wawacan Bidayatussalik, merupakan ajaran tasawuf tingkat pertama, yang berlandaskan syariat Islam dan pencarian “jalan”, yang biasa disebut “syariatnya”. (2) Jaka Mursid, yang berisi mengenai pelajaran seorang guru terhadap dirinya untuk menemukan jalan menuju “kebenaran”, yang biasa disebut “tarekatnya”. (3) Dewa Ruci, naskah ini berisi tentang pengalaman menemukan “kebenaran” dari segala kebenaran, setelah melalui jalan spiritualnya (tarekat). (4) Terakhir, sub-judul pada naskah ini berjudul Bab Ilmu Tauhid, yang dapat diarikan sebagai bentuk pencapaian seorang sufi (salik), dalam pencarian Tuhan, dengan konsep kemanunggalan atau kesatuan dirinya bersama Tuhan. Tauhid sendiri dikatakan sebelumnya merupakan istilah lain dari makrifat, sehingga pada naskah karya Lebé Cidadap sub-judul Bab Ilmu Taohid ini merupakan Makrifat.

3.2 Metode Penelitian

Secara mendasar, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode tersebut bertujuan untuk memaparkan berbagai jenis penemuan yang terdapat pada teks naskah sebagai data analisis. Menurut Ratna, (2008: 53), metode tersebut bermaksud untuk mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan tahapan analisis.

Adapun tahapan analisis teks naskah WBS dilakukan dengan menggunakan kajian filologis kritik teks. Menurut Baried, (1985: 62), kritik teks pada intinya ialah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengembalikan sebuah teks ke dalam bentuk aslinya. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh penurunan naskah-naskah yang dilakukan dengan tujuan untuk menyelamatkannya sekaligus merusak teks asli khususnya yang terjadi di Indonesia. Dengan demikian, melalui kritik teks dengan berbagai metode berusaha mengembalikan teks ke bentuk aslinya sebagaimana diciptakan oleh penciptanya.


(32)

46

3.3 Metode Kajian Filologi

Metode kajian yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode edisi naskah standat/biasa. Menurut Djamaris (2002:24), metode standar adalah metode yang biasa digunakan dalam penyuntingan teks naskah tunggal. Metode standar itu digunakan apabila isi naskah itu dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama dan sejarah, sehingga tidak perlu dilakukan secara khusus atau istimewa.

Menurut Bareid (1985:69), Edisi Standar, yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidak-sengajaan, sedangkan ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Metode ini dilakukan dengan perbaikan kata, perbaikan kalimat, digunakan huruf besar, pungtuasi dan diberikan pula komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks. Pembetulan yang tepat dilakukan atas dasar pemahaman yang sempurna sebagai hasil perbandingan dengan naskah-naskah sejenis dan sezaman. Semua perubahan yang diadakan dicatat di tempat yang khusus, agar selalu dapat diperiksa dan diperbandingkan dengan bacaan naskah, sehingga masih memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca. Segala usaha perbaikan harus disertai pertanggung jawaban dengan metode rujukan yang tepat.

Langkah-langkah yang digunakan dalam metode edisi naskah standar/biasa mengacu pada langkah-langkah penelitian menurut Djamaris, (2002: 24), yaitu: Hal-hal yang perlu dilakukan dalam edisi standar antara lain;

a) mentransliterasikan teks, b) membetulkan kesalahan teks,

c) membuat catatan perbaikan/perubahan;

d) memberi komentar, tafsiran (informasi luar teks); e) membagi teks dalam beberapa bagian; dan f) menyusun daftar kata sukar (glosari).

Tujuan penggunaan metode standar ini adalah untuk memudahkan pembaca maupun peneliti dalam memahami memahami isi teks.


(33)

47

Dengan demikian, melalui penerapan metode edisi naskah standar ini, diharapkan dapat menghasilkan sebuah edisi teks dari naskah WBS yang telah bersih dari kasus kesalahan tulis. Antara lain dengan melakukan perbaikan, memberikan catatan/komentar atas perbaikan (kritik teks), dan menyajikan naskah berdasarkan bentuk karangan aslinya, sehingga pembaca dapat memahami isi teks serta berdasarkan pemahamannya. Adapun hasil dari pengolahan objek berupa teks naskah WBS tersebut, diharapkan dapat membantu peneliti dalam meninjau kandungan serta fungsi yang terdapat pada teks naskah WBS.

3.4 Teknik Penelitian

Teknik penelitian adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mendukung suatu proses kajian berdasarkan metode yang digunakan. Teknik penelitian dapat dilakukan melalui berbagai intumen penelitian seperti pengumpulan data dan pengolahan data. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dengan mencari beberapa sumber, seperti buku, artikel, maupun jurnal yang dianggap relevan dengan objek kajian dan fokus penelitian. Setelah teknik pengumpulan data dirasa cukup dan relevan, langkah berikutnya yang dapat ditempuh adalah mengolah data berdasarkan objek yang menjadi bahan penelitian. Adapun teknik pengolahan data yang dilakukan terhadap naskah WBS sebagai objek penelitian, di antaranya;

1. Mentransliterasikan jenis aksara yang digunakan dalam teks naskah WBS ke dalam aksara latin; dari aksara Arab-Sunda/Pegon ke aksara latin.

2. Melakukan proses penyuntingan dan kritik teks berdasarkan metode yang digunakan yaitu metode edisi naskah standar/biasa.

3. Menghasilkan sebuah edisi teks baru naskah WBS yang mudah dibaca dan dipahami.

4. Melakukan proses terjemahan.

5. Meninjau kandungan dan fungsi teks berdasarkan edisi teks WBS yang telah bersih dari kasus kesalahan.


(34)

48

3.5 Prosedur/ Langkah Penelitian

Secara keseluruhan prosedur atau langkah yang dilakukan dalam proses penelitian ini meliputi;

1. Melakukan observasi lapangan, dengan melakukan pencarian informasi keberadaan naskah di daerah Cidadap, Kota Bandung, yang kemudian dilanjutkan dengan penentuan objek penelitian.

2. Mencari sumber refrensi seperti buku-buku, artikel, dan jurnal yang sesuai dan relevan dengan objek kajian.

3. Meninjau secara langsung aspek-aspek yang terdapat pada naskah yang menjadi objek kajian.

4. Membuat transliterasi teks, dengan mengalihkan jenis akrara pada naskah ke dalam aksara latin.

5. Melakukan kritik teks dan penyuntingan, guna menghasilkan suatu edisi teks yang telah bersih dari kasus kesalahan.

6. Melakukan terjemahan berdasarkan teks yang telah bersih dari kasus kesalahan. 7. Meninjau kandungan dan fungsi berdasarkan muatan teks yang terkandung di

dalamnya

8. Menyusun laporan.


(35)

455

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, kesimpulan dari penelitian ini antara lain;

1. Berdasarkan hasil kajian kritik teks melalui tahap analisis kualitatif dan kuantitatif, diketahui bahwa secara kualitas teks naskah WBS memiliki beberapa kelebihan dalam pemenuhan bentuk karangan berupa pupuh yang meliputi; (1) penggunaan pupuh dalam teks sebagian besar telah sesuai dengan bentuk konvensional pengguanaan pupuh di masyarakat Sunda, (2) penyimpangan padalisan yang hanya terjadi disebagian kecil teks WBS, itupun diperkirakan terjadi akibat faktor ketidaksengajaan penulis/penyalin, seperti terjadinya peloncatan baris pada pupuh Durma VIII bait 326, pupuh Sinom XI bait 430, dan hilangnya tanda baca yang menandakan perpindahan larik. (3) pemenuhan guru lagu yang sebagian besar telah sesuai dengan aturan pupuh secara konvensional. Pada tahap analisis kuantitatif, dapat diketahui bahwa penulis/penyalin memiliki kelemahan dalam pemenuhan aturan penulisan pupuh yaitu guru wilangan. Hal itu dapat dilihat berdasarkan hasil kajian terhadap penyimpangan guru wilangan dan perbaikan yang bersifat redaksional. Dalam perbaikan redaksional diketahui bahwa tataran kategori kasus kesalahan tulis pada teks WBS didominasi oleh kasus adisi (penambahan), yang menunjukan banyaknya penambahan huruf/bunyi, suku kata, dan kata pada larik teks, sehingga menyebabkan lebihnya jumlah guru wilangan dalam satu larik pupuh. Dengan demikian dari hasil analisis kualitatif dan kuantitatif, dapat diketahui bahwa penulis/penyalin memiliki kelebihan dalam pemenuhan aturan pupuh kecuali aturan pemenuhan guru wilangan.

2. Edisi baru teks naskah WBS ditandai oleh berbagai aparat kritik (tanda baca) yang berfungsi sebagai aturan atau tatacara dalam membaca teks


(36)

456

WBS, di antaranya; 1) catatan kaki/footnot menandakan bahwa kata, frasa maupun larik tersebut telah mengalami perbaikan dalam tataran emendasi, sedangkan teks naskah asli masih dapat diperiksa dan dibandingkan pada catatan kaki halaman bersangkutan. 2) adisi atau penambahan ditandai dengan […]/ kurung siku. Huruf/bunyi, suku kata maupun kata yang dibubuhi tanda tersebut, diusulkan untuk tidak dibaca. 3) omisi ditandai dengan tanda (…)/kurung. Huruf/bunyi, suku kata, maupun kata yang dibubuhi tanda kurung tersebut diusulkan untuk dibaca. 4) Tanda 2 garis miring // yang terdapat pada tengah-tengah larik menandakan perpindahan halaman pada teks asli, dengan keterangan halaman yang berada di sisi paling kanan. 5) Tanda (,) “koma” menandakan perpindahan larik dalam satu bait. 6) Tanda (.) “titik” menandakan perpindahan bait dalam satu rangkaian pupuh. Dengan demikian, disertakannya berbagai aparat kritik pada edisi teks WBS diharapkan dapat membantu masyarakat dalam proses pembacaan. Adapun teks asli yang tidak dihilangkan, dimaksudkan agar pembaca dapat melihat serta membandingkan penggunaan bahasa pada teks naskah asli dan penggunaan bahasa hasil perbaikan peneliti. 3. Berdasarkan hasil edisi teks naskah WBS, dapat diketahui bahwa teks

naskah WBS yang ditulis/disalin pada awal abad ke-20, memiliki beberapa ciri yang meliputi aspek kebahasaan dan muatan pesan dalam teks. Dalam segi kebahasaan, teks WBS menggunakan jenis bahasa Sunda yang tidak terlalu jauh dengan penggunaan bahasa Sunda pada masa sekarang, namun terdapat beberapa ciri bahasa lama yang masih digunakan dalam teks khususnya yang menyangkut istilah dalam keagaaman seperti sak yang berarti “ragu”, pereu yang berarti “para”. Selanjutnya, muatan pesan yang terdapat pada teks WBS berisi tentang ajaran tasawuf dalam agama Islam. Dengan demikian, teks WBS dapat digolongkan ke dalam golongan naskah keagamaan, dalam hal ini tasawuf dalam Islam.

4. Berdasarkan tinjauan kandungan, teks WBS berisi tentang petunjuk mengenai ajaran tasawuf. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya isi teks yang menjelaskan mengenai beberapa tuntunan bagi seorang sufi dalam


(37)

457

mempelajari ilmu tasawuf, sesuai dengan penamaan judul teks yaitu Wawacan Bidayatussalik yang berarti “petunjuk/langkah awalh bagi seorang salik”. Salik dalam Istilah tasawuf berarti sorang sufi yang tengah melakukan perjalanan spiritualnya untuk mencapai tujuan utam dari ajaran ini yaitu makrifat atau kebersatuan dirinya dengan Tuhan. Adapun konsepsi ajaran tasawuf teks WBS mengacu pada konsep tasawuf menurut Al-Ghazali. Konsep tasawuf Al-Ghazali berpangkal pada hukum syareat dengan Quran dan Hadis sebagai landasannya. Konsep tasawuf Al-Ghazali dalam dunia Islam dikenal dengan istilah jenis tasawuf Sunni. Dalam perkembangannya, tasawuf Sunni banyak dipakai oleh pala ulama di sebagian besar wilayah Islam karena ajarannya yang mudah dimengerti, termasuk di Indonesia yang masyoritas penduduknya menganut faham Imam Syafi’i. Berdasarkan sejarah perkembangan Islam, faham Imam Syafi’i dianut oleh sebagian besar umat Islam di seluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, khususnya Jawa Barat, faham Imam Syafi’i menjadi landasan maasyarakat dalam melakukan praktik peribadatan, sedang dalam ilmu Islam lain, masyarakat Jawa barat mengacu pada ajaran beberapa para ulama lain seperti Imam Abu Qosim, Imam Abu Mansur al-Maturidi, dan Imam Al-Ghazali, sehingga kelompok Islam di Jawa Barat ini dikenal dengan kelompok Islam Ahlusunnah Waljamaah. Dengan demikian, teks WBS dapat disimpulkan sebagai naskah keagamaan yang berisi ajaran tasawuf dengan jenis tasawuf Sunni, berdasarkan pada konsepsi tasawuf menurut Al-Ghazali dengan perkiraan mazhab yang dianut penulis/penyalin adalah mazhab Imam Syafi’i.

5. Beradasarkan hasil tinjauan fungsi teks naskah WBS, dapat diketahui bahwa teks WBS berfungsi sebagai buku ajaran yang berisi tentang ajaran tasawuf. Adapun fungsi tasawuf dalam Islam adalah suatu ilmu yang dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah, melalui penyesuaian rohani dengan melakukan peribadatan yang sebanyak-banyaknya. Berdasarkan hal tersebut, maka teks WBS yang ditulis oleh Lebé Cidadap pada awal abad ke-20, berfungsi sebagai suatu teks petunjuk yang dapat


(38)

458

membawa penulis/penyalin dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana diketahui bahwa Lebé dalam meupakan istilah yang disematkan masyarakat Sunda terhadap seseorang yang dianggap menguasai ilmu keagamaan atau pemangku agama dalam suatu daerah. Di samping itu teks WBS yang ditulis/disalin dengan penggunaan bentuk karangan berupa pupuh, kemungkinan besar dimaksudkan untuk mempermudah proses penghafalan, mengingat jumlah halam teks yang cukup banyak atau tebal. Adapun kemungkinan fungsi lain dari penggunan bentuk karangan berupa pupuh pada teks WBS, dimaksudkan agar proses penyebaran ajaran tasawuf yang dilakukan oleh seorang Lebé dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat dengan cara diperdengarkan atau dilantunkan ke dalam bentuk tembang (lagu).

Dengan demikian dari hasil kesimpulan di atas, dapat diketahui bahwa teks WBS merupakan teks yang mengemban isi keagaman, dalam hal ini ajaran tasawuf. adapun jenis tasawuf yang diajarkan adalah tasawuf Sunni. Hal ini mengindikasikan bahwa di daerah Cidadap, Kota Bandung pada awal abad ke-20 ajaran tasawuf yang dianut oleh masyarakat setempat adalah tasawuf jenis Sunni, dengan pelantara seorang Lebé atau pemangku agama setempat. Adapun mazhab yang dianut oleh masyarakat Cidadap pada masa itu adalah mazhab Imam Syafi’i. 5.1 Saran

Adapun saran dari peneliti berdasarkan hasil analisis teks WBS sebelumnya antara lain;

1. Berdasarkan hasil penelitian, teks WBS merupakan teks yang mengenban isi keagamaan, dalam hal ini tasawuf. Sangat disayangkan apabila WBS tidak dimanfaatkan sebagai sumber informasi mapupun pembelajaran, khususnya pada bidang ilmu keagamaan. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila naskah WBS dipublikasikan melalui pihak terkait, seperti museum dalam usaha memperkenalkan teks WBS sebagai warisan budaya tradisi tulis di masyarakat Jawa Barat, dan khususnya bagi masyarakat Cidadap, Kota Bandung.


(39)

459

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat kembali dimanfaatkan menjadi sumber data oleh cabang ilmu lain, seperti sejarah, agama, dan antrpologi, mengingat isi teks WBS yang sangat kaya khususnya perihal keagamaan (tasawuf).

3. Dengan adanya penelitian terhadap naskah ini, diharapkan dapat menarik minat masyarakat luas, maupun akademisi agar mengkaji teks-teks naskah, sebagai bentuk usaha melestarikan peninggalan budaya Nusantara, dalam hal ini tradisi tulis yang berkembang pada masyarakat lampau.

4. Diharapkan kepada para peneliti yang mengkaji naskah sebagai objek penelitian, agar dapat mengaplikasikan pengetahuannya perihal perawatan naskah kepada masyarakat yang masih menyimpan dan memiliki naskah sebagai warisan leluhurnya, sehingga teks-teks naskah yang masih berada di masyarakat dapat bertahan lama, dan lestari keberadaannya.


(40)

459

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, K H E. (1986). Perbandingan Mazhab-Mazhab. Bandung; Sinar Baru. Armstrong, Amatullah. (1996). Khazanah Istilah Sufi; Kunci Memasuki Dunia Sufi.

Malaysia: Mizan.

Baried, Siti Baroroh, ‘dkk’. (1985). Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Danadjaja, James. (2002). Foklor Indonesia. Jakarta: Graffiti.

Darsa, Undang A. (1998). Khasanah Pernaskahan Sunda. Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran

Darsa, Undang A. (2000). Langkah-Langkah Dasar Pendeskripsian Naskah. Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Darsa, Udang A. (2002/2003). Metode Penelitian Filologi. Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Djajasudarma, Fatimah. (1998). Penerjemahan dan Interpretasi dalam Nuansa-nuansa Pelangi Budaya. Bandung; Pustaka Karya.

Djamaris, Edwar. (2002). Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Manasco

Ekadjati, Edi S. (1988). Naskah Sunda: Inventarisasi dan Pencatatan. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran dan The Toyota Foundation.

Hardjasaputra, A. Sobana, dkk. (2011). Cirebon. Bandung; Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.

Huda, Nor. (2007). Islam Nusantara “Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Yogyakarta; Ar-ruzz Media.


(41)

460

Kartanegara, Mulyadhi. (2006). Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta; Erlangga.

Marsono. (2008). Fonetik. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.

Mulyadi, Sri Wulan Rujiati. (1994). Kodikologi Melayu di Indonesia. Jakarta; Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Permadi, Tedi. (2012). Disertasi: Naskah Gulungan Koleksi Cagar Budaya Candi Cangkuang; Tinjauan Medium dan Kandungan Teks. Bandung; Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran.

Purnomo, Eddy. (2002). Bahasa dan Sastra Indonesia: Menuju Transformasi Sosial Budaya Abad XXI. Yogyakarta: Gamamedia dan Universitas Ahmad Dahlan. Ratna, Nyoman Kutha. (2008). Teori, Metode, dan Teknik Pnenelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Robson, S. O. (1994). Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: Rul

Satjadibrata, R. 2000-2005 Kamus Bahasa Sunda. Jakarta: Kiblat.

Setiadi, Elly M, dkk. (2011). Ilmu Sosial dan Budaya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sukandi Syarief, Muh. (…). Tata Bahasa Sunda. Bandung: Catatan Pribadi.

Suriyani NS, Elis. (2008). Filologi “Teori, Sejarah, Metode, Penerapannya”. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Syam & Sofyan. (1983). Kumpulan 17 Lagu-Lagu Pupuh. Bandung; Departemen Pendidikan dan Kebudayan.


(1)

WBS, di antaranya; 1) catatan kaki/footnot menandakan bahwa kata, frasa maupun larik tersebut telah mengalami perbaikan dalam tataran emendasi, sedangkan teks naskah asli masih dapat diperiksa dan dibandingkan pada catatan kaki halaman bersangkutan. 2) adisi atau penambahan ditandai dengan […]/ kurung siku. Huruf/bunyi, suku kata maupun kata yang dibubuhi tanda tersebut, diusulkan untuk tidak dibaca. 3) omisi ditandai dengan tanda (…)/kurung. Huruf/bunyi, suku kata, maupun kata yang dibubuhi tanda kurung tersebut diusulkan untuk dibaca. 4) Tanda 2 garis miring // yang terdapat pada tengah-tengah larik menandakan perpindahan halaman pada teks asli, dengan keterangan halaman yang berada di sisi paling kanan. 5) Tanda (,) “koma” menandakan perpindahan larik dalam satu bait. 6) Tanda (.) “titik” menandakan perpindahan bait dalam satu rangkaian pupuh. Dengan demikian, disertakannya berbagai aparat kritik pada edisi teks WBS diharapkan dapat membantu masyarakat dalam proses pembacaan. Adapun teks asli yang tidak dihilangkan, dimaksudkan agar pembaca dapat melihat serta membandingkan penggunaan bahasa pada teks naskah asli dan penggunaan bahasa hasil perbaikan peneliti. 3. Berdasarkan hasil edisi teks naskah WBS, dapat diketahui bahwa teks

naskah WBS yang ditulis/disalin pada awal abad ke-20, memiliki beberapa ciri yang meliputi aspek kebahasaan dan muatan pesan dalam teks. Dalam segi kebahasaan, teks WBS menggunakan jenis bahasa Sunda yang tidak terlalu jauh dengan penggunaan bahasa Sunda pada masa sekarang, namun terdapat beberapa ciri bahasa lama yang masih digunakan dalam teks khususnya yang menyangkut istilah dalam keagaaman seperti sak yang berarti “ragu”, pereu yang berarti “para”. Selanjutnya, muatan pesan yang terdapat pada teks WBS berisi tentang ajaran tasawuf dalam agama Islam. Dengan demikian, teks WBS dapat digolongkan ke dalam golongan naskah keagamaan, dalam hal ini tasawuf dalam Islam.

4. Berdasarkan tinjauan kandungan, teks WBS berisi tentang petunjuk mengenai ajaran tasawuf. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya isi teks yang menjelaskan mengenai beberapa tuntunan bagi seorang sufi dalam


(2)

mempelajari ilmu tasawuf, sesuai dengan penamaan judul teks yaitu Wawacan Bidayatussalik yang berarti “petunjuk/langkah awalh bagi seorang salik”. Salik dalam Istilah tasawuf berarti sorang sufi yang tengah melakukan perjalanan spiritualnya untuk mencapai tujuan utam dari ajaran ini yaitu makrifat atau kebersatuan dirinya dengan Tuhan. Adapun konsepsi ajaran tasawuf teks WBS mengacu pada konsep tasawuf menurut Al-Ghazali. Konsep tasawuf Al-Ghazali berpangkal pada hukum syareat dengan Quran dan Hadis sebagai landasannya. Konsep tasawuf Al-Ghazali dalam dunia Islam dikenal dengan istilah jenis tasawuf Sunni. Dalam perkembangannya, tasawuf Sunni banyak dipakai oleh pala ulama di sebagian besar wilayah Islam karena ajarannya yang mudah dimengerti, termasuk di Indonesia yang masyoritas penduduknya menganut faham Imam Syafi’i. Berdasarkan sejarah perkembangan Islam, faham Imam Syafi’i dianut oleh sebagian besar umat Islam di seluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, khususnya Jawa Barat, faham Imam Syafi’i menjadi landasan maasyarakat dalam melakukan praktik peribadatan, sedang dalam ilmu Islam lain, masyarakat Jawa barat mengacu pada ajaran beberapa para ulama lain seperti Imam Abu Qosim, Imam Abu Mansur al-Maturidi, dan Imam Al-Ghazali, sehingga kelompok Islam di Jawa Barat ini dikenal dengan kelompok Islam Ahlusunnah Waljamaah. Dengan demikian, teks WBS dapat disimpulkan sebagai naskah keagamaan yang berisi ajaran tasawuf dengan jenis tasawuf Sunni, berdasarkan pada konsepsi tasawuf menurut Al-Ghazali dengan perkiraan mazhab yang dianut penulis/penyalin adalah mazhab Imam Syafi’i.

5. Beradasarkan hasil tinjauan fungsi teks naskah WBS, dapat diketahui bahwa teks WBS berfungsi sebagai buku ajaran yang berisi tentang ajaran tasawuf. Adapun fungsi tasawuf dalam Islam adalah suatu ilmu yang dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah, melalui penyesuaian rohani dengan melakukan peribadatan yang sebanyak-banyaknya. Berdasarkan hal tersebut, maka teks WBS yang ditulis oleh Lebé Cidadap pada awal abad ke-20, berfungsi sebagai suatu teks petunjuk yang dapat


(3)

membawa penulis/penyalin dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana diketahui bahwa Lebé dalam meupakan istilah yang disematkan masyarakat Sunda terhadap seseorang yang dianggap menguasai ilmu keagamaan atau pemangku agama dalam suatu daerah. Di samping itu teks WBS yang ditulis/disalin dengan penggunaan bentuk karangan berupa pupuh, kemungkinan besar dimaksudkan untuk mempermudah proses penghafalan, mengingat jumlah halam teks yang cukup banyak atau tebal. Adapun kemungkinan fungsi lain dari penggunan bentuk karangan berupa pupuh pada teks WBS, dimaksudkan agar proses penyebaran ajaran tasawuf yang dilakukan oleh seorang Lebé dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat dengan cara diperdengarkan atau dilantunkan ke dalam bentuk tembang (lagu).

Dengan demikian dari hasil kesimpulan di atas, dapat diketahui bahwa teks WBS merupakan teks yang mengemban isi keagaman, dalam hal ini ajaran tasawuf. adapun jenis tasawuf yang diajarkan adalah tasawuf Sunni. Hal ini mengindikasikan bahwa di daerah Cidadap, Kota Bandung pada awal abad ke-20 ajaran tasawuf yang dianut oleh masyarakat setempat adalah tasawuf jenis Sunni, dengan pelantara seorang Lebé atau pemangku agama setempat. Adapun mazhab yang dianut oleh masyarakat Cidadap pada masa itu adalah mazhab Imam Syafi’i. 5.1 Saran

Adapun saran dari peneliti berdasarkan hasil analisis teks WBS sebelumnya antara lain;

1. Berdasarkan hasil penelitian, teks WBS merupakan teks yang mengenban isi keagamaan, dalam hal ini tasawuf. Sangat disayangkan apabila WBS tidak dimanfaatkan sebagai sumber informasi mapupun pembelajaran, khususnya pada bidang ilmu keagamaan. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila naskah WBS dipublikasikan melalui pihak terkait, seperti museum dalam usaha memperkenalkan teks WBS sebagai warisan budaya tradisi tulis di masyarakat Jawa Barat, dan khususnya bagi masyarakat Cidadap, Kota Bandung.


(4)

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat kembali dimanfaatkan menjadi sumber data oleh cabang ilmu lain, seperti sejarah, agama, dan antrpologi, mengingat isi teks WBS yang sangat kaya khususnya perihal keagamaan (tasawuf).

3. Dengan adanya penelitian terhadap naskah ini, diharapkan dapat menarik minat masyarakat luas, maupun akademisi agar mengkaji teks-teks naskah, sebagai bentuk usaha melestarikan peninggalan budaya Nusantara, dalam hal ini tradisi tulis yang berkembang pada masyarakat lampau.

4. Diharapkan kepada para peneliti yang mengkaji naskah sebagai objek penelitian, agar dapat mengaplikasikan pengetahuannya perihal perawatan naskah kepada masyarakat yang masih menyimpan dan memiliki naskah sebagai warisan leluhurnya, sehingga teks-teks naskah yang masih berada di masyarakat dapat bertahan lama, dan lestari keberadaannya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, K H E. (1986). Perbandingan Mazhab-Mazhab. Bandung; Sinar Baru. Armstrong, Amatullah. (1996). Khazanah Istilah Sufi; Kunci Memasuki Dunia Sufi.

Malaysia: Mizan.

Baried, Siti Baroroh, ‘dkk’. (1985). Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Danadjaja, James. (2002). Foklor Indonesia. Jakarta: Graffiti.

Darsa, Undang A. (1998). Khasanah Pernaskahan Sunda. Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran

Darsa, Undang A. (2000). Langkah-Langkah Dasar Pendeskripsian Naskah. Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Darsa, Udang A. (2002/2003). Metode Penelitian Filologi. Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Djajasudarma, Fatimah. (1998). Penerjemahan dan Interpretasi dalam Nuansa-nuansa Pelangi Budaya. Bandung; Pustaka Karya.

Djamaris, Edwar. (2002). Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Manasco

Ekadjati, Edi S. (1988). Naskah Sunda: Inventarisasi dan Pencatatan. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran dan The Toyota Foundation. Hardjasaputra, A. Sobana, dkk. (2011). Cirebon. Bandung; Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.

Huda, Nor. (2007). Islam Nusantara “Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Yogyakarta; Ar-ruzz Media.


(6)

Kartanegara, Mulyadhi. (2006). Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta; Erlangga. Marsono. (2008). Fonetik. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.

Mulyadi, Sri Wulan Rujiati. (1994). Kodikologi Melayu di Indonesia. Jakarta; Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Permadi, Tedi. (2012). Disertasi: Naskah Gulungan Koleksi Cagar Budaya Candi Cangkuang; Tinjauan Medium dan Kandungan Teks. Bandung; Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran.

Purnomo, Eddy. (2002). Bahasa dan Sastra Indonesia: Menuju Transformasi Sosial Budaya Abad XXI. Yogyakarta: Gamamedia dan Universitas Ahmad Dahlan. Ratna, Nyoman Kutha. (2008). Teori, Metode, dan Teknik Pnenelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Robson, S. O. (1994). Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: Rul Satjadibrata, R. 2000-2005 Kamus Bahasa Sunda. Jakarta: Kiblat.

Setiadi, Elly M, dkk. (2011). Ilmu Sosial dan Budaya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sukandi Syarief, Muh. (…). Tata Bahasa Sunda. Bandung: Catatan Pribadi.

Suriyani NS, Elis. (2008). Filologi “Teori, Sejarah, Metode, Penerapannya”. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Syam & Sofyan. (1983). Kumpulan 17 Lagu-Lagu Pupuh. Bandung; Departemen Pendidikan dan Kebudayan.