KRITIK TEKS DAN TELAAH FUNGSI NASKAH WAWACAN JAKA MURSYID.

(1)

KRITIK TEKS DAN TELAAH FUNGSI NASKAH WAWACAN JAKA MURSYID

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh

Nuri Aliyah Mustika Ati 0906169

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

LEMBAR HAK CIPTA

KRITIK TEKS DAN TELAAH FUNGSI NASKAH WAWACAN JAKA MURSYID

Oleh

Nuri Aliyah Mustika Ati 0906169

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Nuri Aliyah Mustika Ati, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

(4)

ABSTRACT

Criticism Text and Script Function of Manuscript Wawacan Jaka Mursyid Nuri Aliyah Mustika Ati

0906169

This research is a study that was motivated by the importance of culture to discover old literature. One of the old literary culture is also a writing culture in Sundanese people who live in the past form of manuscripts. The ideas contained in the text is an expression of thoughts and feelings that come from what they experienced . Manuscript as a result of copyright literary culture is regarded as because the text contained in the text is an expression of unity and message of the past .

Manuscript which is the object of this study titled Wawacan Jaka Mursyid . This text is a religious text which derives existence from the community , that came from Cidadap. Manuscript written by a Lebé named Atam in 1916 . Manuscript material made from European paper manufacturers .

The purpose of this study was to clean up the text of the case so that it will give birth to a write error text edition that will be the basis to review the content and function of the text through translation . Menncapai process undertaken in order to do just that through a critical phase of the philological study of the text with a standard edition single script methods / normal .

Writting errors contained in the manuscript text wawacan Jaka Mursyid divided into three categories , namely the addition (adisi) , omission ( omisi) , and emendasi ( repair ) . Writting errors in the category of addition found as many as 32 errors , and in as many as 24 categories of omission errors . Improvements made in the category of cases as many as 26 pieces emandasi . Manuscripts containing the text contents of the teachings of Sufism , the practice congregation , written by a lebé named Atam . This text is suspected to function as a medium of propaganda lebé through writing in a term known as the Islamic da'wah bil kutubi .

The results of this study are expected to contribute to the development of Indonesia in particular literary culture , as well as for society at large.


(5)

ABSTRAK

Kritik Teks dan Telaah Fungsi Naskah Wawacan Jaka Mursyid Nuri Aliyah Mustika Ati

0906169

Skripsi ini merupakan penelitian yang dilatarbelakangi oleh pentingnya menggali kebudayaan melalui sastra lama. Salah satu karya sastra lama yang juga merupakan kebudayaan adalah budaya tulis pada masyarakat Sunda yang hidup di masa lampai berupa naskah (manuscript). Gagasan-gagasan yang terdapat pada naskah merupakan ungkapan pikiran dan perasaan yang bersumber dari apa yang mereka alami. Naskah sebagai hasil budaya dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam naskah itu merupakan suatu keutuhan dan ungkapan pesan masa lampau.

Naskah yang menjadi objek penelitian ini berjudul Wawacan Jaka Mursyid. Naskah ini merupakan naskah keagamaan yang keberadaannya berasal dari masyarakat, yaitu dari daerah Cidadap. Naskah ditulis oleh seorang lebé bernama Atam pada tahun 1916. Bahan naskah terbuat dari kertas pabrikan Eropa.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membersihkan teks dari kasus kesalahan tulis sehingga akan melahirkan edisi teks yang akan menjadi dasar untuk tinjauan kandungan dan fungsi teks melalui terjemahan. Proses yang dilakukan guna menncapai tujuan tersebut yaitu melalui tahap kajian filologis berupa kritik teks dengan metode naskah tunggal edisi standar/biasa.

Kesalahan tulis yang terdapat dalam teks naskah Wawacan Jaka Mursyid terbagi dalam tiga kategori yaitu adisi (penambahan), omisi (penghilangan), dan emendasi (perbaikan). Kesalahan tulis dalam kategori adisi ditemukan sebanyak 32 kesalahan, dan dalam kategori omisi sebanyak 24 kesalahan. Perbaikan yang dilakukan dalam kategori kasus emandasi sebanyak 26 buah. Teks naskah mengandung isi tentang ajaran tasawuf, yaitu amalan tarekat, ditulis oleh seorang lebe bernama Atam. Naskah ini diduga berfungsi sebagai salah satu media dakwah seorang lebe melalui tulisan dalam istilah Islam dikenal dengan da’wah bil kutubi.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan kebudayaan Indonesia khususnya dunia kesusastraan, juga bagi masyarakat pada umumnya.


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… KATA PENGANTAR………. UCAPAN TERIMAKASIH……… DAFTAR ISI……… BAB I PENDAHULUAN………

1.1Latar Belakang………

1.2Identifikasi Masalah………

1.2.1 Batasan Masalah………

1.2.2 Rumusan Masalah……….

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian………..….

1.3.1 Tujuan Penelitian………

1.3.2 Manfaat Penelitian……… BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 2.1 Naskah dan Teks………. 2.2 Wawacan / Pupuh……….. 2.3 Kritik Teks………... 2.3.1 Transliterasi………. 2.3.2 Suntingan Teks……… 2.3.3 Terjemahan………... 2.4 Naskah Sunda dan Ajaran Islam………. 2.5 Sejarah Munculnya Ajaran Tasawuf………... 2.6 Tasawuf di Indonesia……….. BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN……….. 3.1 Metode Penelitian……….. 3.2 Metode Kajian………

I ii iii iv 1 1 5 6 6 6 6 7 8 8 13 14 16 18 20 21 24 24 30 30 30 30 31 34


(7)

3.2.1 Metode Kajian Filologi……… 3.3 Objek Penelitian ………. 3.4 Teknik Penelitian………. 3.4.1 Prosedur Penelitian……….. 3.4.2 Teknik Pengumpulan Data………... 3.4.3 Teknik Pengolahan Data………. BAB IV PEMBAHASAN……… 4.1 Kritik Teks……… 4.1.1 Analisis Kuantitatif……… 4.1.2 Analisis Kualitatif……… 4.1.2.1 Adisi……….. 4.1.2.2 Omisi………. 4.1.2.3 Emendasi……….. 4.2 Edisi Teks……… 4.3 Terjemahan dan Kandungan……… 4.3.1 Terjemahan……… 4.3.2 Kandungan……….. 4.4 Fungsi Teks……… BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 5.1 Kesimpulan……… 5.2 Saran……… DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP 34 34 35 36 36 38 40 44 49 53 57 200 200 340 345 347 347 349


(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebudayaan menurut Geetz dalam Baried (1985 : 85) adalah kelompok adat kebiasaan, pikiran, kepercayaan, dan nilai yang turun temurun dipakai oleh masyarakat pada waktu tertentu untuk menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap segala situasi yang sewaktu-waktu timbul, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber untuk menilai, yaitu penilaian baik dan buruk, berharga atau tidak berharga, bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal itu terjadi karena kebudayaan memilik nilai-nilai normal yang bersumber pada pandangan hidup dan kode etik yang dimiliki oleh setiap manusia (Baried, 1985 : 85-86).

Koentjaraningrat dalam Setiadi (2006 : 28-29) menggolongkan kebudayaan ke dalam tiga wujud, yaitu (1) Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan, (2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Mengamati sastra lama dalam menggali kebudayaan merupakan usaha yang erat hubungannya dengan pembangunan bangsa seutuhnya. Salah satu karya sastra lama yang juga merupakan kekayaan kebudayaan adalah budaya tulis pada masyarakat Sunda. Kebudayaan ini lahir dari gagasan-gagasan masyarakat Sunda yang hidup di masa lampau. Gagasan-gagasan yang mereka ungkapkan merupakan ungkapan perasaan


(9)

2

yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Segala tradisi yang berlangsung di lingkungan masyarakat (dalam hal ini masyarakat Sunda) dengan cermat direkamnya sehingga menimbulkan suatu olahan data berupa karya peninggalan-peninggalan masa lalu yang hingga saat ini masih ada, salah satunya adalah naskah.

Naskah sebagai hasil budaya dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam naskah itu merupakan suatu keutuhan dan ungkapan pesan masa lampau. Pesan yang terbaca dalam teks secara fungsional berhubungan erat dengan filsafat hidup. Dilihat dari kandungan maknanya, wacana teks klasik mengemban fungsi tertentu, yaitu membayangkan dan membentuk norma yang berlaku, baik bagi orang sezaman maupun bagi generasi mendatang (Baried 1985 : 4).

Teori tersebut dikuatkan pula dengan adanya teori Robson (1994 :8) yang menyatakan, karya sastra sebagai hasil pemikiran : artinya karya sasrta diciptakan oleh orang sebagai wahana untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, perasaan, dan kepercayaan mereka. Definisi ini mencakup segala jenis karya, apapun isinya, karena bagaimanapun semua karya akan menceritakan pikiran penulisnya dan masyarakatnya, apa yang mereka anggap penting, cantik, dan berguna. Hanya dengan cara demikian kita dapat berkomunikasi dengan orang-orang pada abad lalu; mereka berbicara melalui apa yang mereka tulis, tetapi tidak dengan maksud agar kita meniru semua cara dan kebiasaan mereka.

Naskah-naskah di Nusantara mengemban isi yang sangat kaya. Kekayaan itu dapat ditunjukan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang ditunjukkan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan , misalnya bidang sosial, politik, ekonomi,agama, kebudayaan, bahasa dan sastra.

Pada masanya naskah-naskah itu memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai pegangan kaum bangsawan untuk naskah-naskah yang berisi silsilah, sejarah leluhur, dan sejarah daerah mereka, sebagai alat


(10)

3

pendidikan untuk naskah-naskah yang berisi pelajaran agama dan etika, sebagai media menikmati seni budaya seperti naskah-naskah yang berisi cipta sastra atau karya seni dapat menambah pengetahuan untuk naskah-naskah yang berisi berbagai informasi ilmu pengetahuan; dan alat keperluan praktis kehidupan sehari-hari untuk naskah-naskah yang berisi primbon dan sistem perhitungan waktu. Namun, kini fungsi itu mengalami proses pelunturan, bahkan ada yang tidak berfungsi lagi (Ekadjati, 1988 : 9).

Naskah sebagai objek kajian filologi mencoba untuk menjadi jembatan antara dua masa yang berbeda, sehingga peninggalan-peninggalan masa lalu yang tidak terarsipkan secara kebendaan dapat ditelusuri dengan memahami isi naskah kuno tersebut. memahami naskah artinya menghargai dan mengakui keberadaan budaya masa lalu agar tidak hilang termakan zaman yang kian berkembang. Hal ini dapat mengurangi sikap warga negara yang buta terhadap budayanya sendiri.

Meskipun kita menyadari bahwa dalam setiap naskah terdapat nilai budaya, tetapi untuk dengan cepat mengenalinya secara eksplisit bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, diperlukan suatu studi khusus mengenai naskah. Studi yang mutlak diperlukan adalah studi filologi.

Pendekatan sastra lama dengan menggunakan studi filologi ini berarti menganalisis naskah agar dapat dengan mudah dibaca oleh siapa saja, dipahami bahasanya, diketahui kandungan, isi, serta fungsinya di masyarakat.

Studi filologi yang merupakan kunci pembuka khazanah kebudayaan lama perlu diperkenalkan untuk menumbuhkan minat masyarakat terhadap kebudayaan lama itu (Baried, dkk., 1985 : vii).

Berkaitan dengan pentingnya studi filologi seperti yang telah dijabarkan di atas, serta kesadaran untuk turut berpartisipasi dalam upaya penyelamatan warisan budaya bangsa, maka pada kesempatan kali ini akan dilakukan sebuah penelitian dengan objek kajian berupa naskah. Naskah yang akan dijadikan objek kajian


(11)

4

penulis ambil dari khazanah naskah Sunda. Naskah ini berasal dari milik perseorangan, yaitu seorang warga Cidadap bernama Ny. Eem Sulaemi. Menurut pemilik naskah keberadaan naskah tersebut disimpan sebagai warisan turun temurun keluarga, ia mengaku bahwa ia hanya menyimpannya saja tanpa mengerti isi naskah karena ketidakmengertian pemilik naskah terhadap aksara yang ditulis pada naskah tersebut.

Ekadjati (1988 :10) menyatakan bahwa hingga saat ini masih berlangsung proses penulisan / penyalinan naskah dibeberapa daerah, salah satunya di kelurahan Cidadap. Hal itu menjadi salah satu yang melatarbelakangi penentuan lokasi penelusuran naskah, dan dari hasil observasi lapangan tersebut ditemukan sebuah naskah berjudul Wawacan Jaka Mursyid (selanjutnya disingkat WJM).

Naskah WJM ini merupakan teks kedua dari empat teks naskah. Teks pertama berjudul Wawacan Bidayatussaliq, teks kedua berjudul Jaka Mursyid, teks ketiga Bima Suci, dan teks ke-empat Masy Alloh Bab Iman Tohid. Berdasarkan kolofon yang terdapat dalam teks, naskah ini ditulis oleh seorang lebé di daerah Cidadap, Kota Bandung pada tahun 1916 M bernama Atam. Peneliti memilih teks naskah WJM dikarenakan sejauh pencarian yang dilakukan peneliti di lapangan, naskah tersebut belum ada yang meneliti.

NaskahWJM ini diduga kuat mengandung unsur ajaran tasawuf, khususnya dalam pendalaman ilmu tarekat. Secara sekilas hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan judul dengan memakai istilah ‘Mursyid’. Mursyid dalam kamus tasawuf berarti pengajar, penunjuk, pemberi contoh kepada para murid pengamal tarekat. Secara harfiah, istilah ‘mursyid’ mengandung arti dia yang memimpin langsung (Solihin, Anwar, 2002 :151)

Beberapa naskah tasawuf khususnya yang berbahasa Sunda telah banyak diteliti. Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga mencatat beberapa naskah yang sudah diteliti berdasarkan kandungan dan isinya, di antaranya :


(12)

5

1. Martabat Tujuh dengan nomor inventaris 07.7. Isi naskah menguraikan tentang ajaran adanya Tuhan yang digambarkan dalam tujuh sifat atau tujuh martabat; yaitu martabat Ahadiyah; martabat Wahda; martabat Wahidiyah; martabat alam arwah; martabat alam misal; martabat alam ajsam; dan martabat alam insan.

2. Wawacan Ciung Wanara dengan nomor inventaris 07.27 yang diteliti oleh Dra. Tien Wartini, M.Hum. Naskah ini isi naskah adalah ajaran dari tarekat-tarekat dalam agama Islam: Qadariah; Naksabandiah; dan Satariah; menguraikan bahasan tentang realita Ketuhanan dan masalah- masalah keagamaan (Islam) serta hal- hal yang mengingatkan manusia untuk senantiasa berada di jalan yang benar.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Aksara Arab Pegon yang sudah tidak lazim lagi digunakan pada zaman sekarang sehingga mempersulit pembacaan bagi masyarakat umum, dan oleh karenanya diperlukan proses transliterasi.

2. Teks tidak lengkap, beberapa halaman akhir hilang, sehinga mempersulit proses pemahaman secara utuh.

3. Terdapat beberapa kata / istilah yang tidak sesuai dengan konvensi kamus, sehingga mempersulit proses pemahaman.

4. Teks pada naskah tidak menyertakan huruf kapital, dan tanda baca sehingga sukar menentukan kesatuan bagian-bagian teks dan menyulitkan pembacaan teks.


(13)

6

1.2.1 Batasan Masalah

Naskah WJM ini merupakan naskah tunggal. Penelitian ini membatasi kajian naskah WJM dengan menelitinya secara filologis dan penelaahan pada edisi teks. Hal ini dilakukan agar naskah ini lebih mudah dibaca dan dipahami isinya dalam terjemahan.

1.2.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kategori kasus kesalahan tulis yang terdapat pada teks naskah WJM?

2. Bagaimanakah edisi teks dari naskah WJM yang mudah dibaca? 3. Bagaimanakah tinjauan fungsi teks yang terdapat pada naskah WJM? 4. Bagaimanakah terjemahan dan tinjauan kandungan teks naskah WJM yang

mudah dipahami?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu melestarikan dan menyelamatkan naskah lama sebagai peninggalan kebudayaan masa lampau yang rentan akan kepunahan, ikut berperan aktif dalam menyiasati masih sedikitnya penelitian atas naskah lama, dan mengetengahkan ke khalayak umum sebuah teks naratif hasil budaya masa lampau sebagai sumber perujukan nilai-nilai kearifan lokal.

Selain itu , penilitian ini pun memiliki tujuan khusus di antaranya :

1. Menganalisis kategori kasus salah tulis yang terjadi dalam teks WJM,

2. Menyajikan edisi teks atau teks WJM,

3. Menyajikan tinjauan fungsi teks pada naskah WJM,

4. Menyajikan terjemahan dan tinjauan kandungan teks naskah WJM yang mudah dipahami.


(14)

7

1.3.2 Manfaat Penelitian

Secara keseluruhan, naskah ini termasuk kedalam naskah keagamaan, oleh karena itu penelitian ini sangat penting dilakukan salah satunya untuk dapat mengetahui konsep serta aliran tasawuf yang ada di masyarakat Cidadap pada sekitar tahun 1916 M, serta kaitannya dengan pengaruh penyebaran agama Islam ke Indonesia.

Peneliti berharap penelitian ini dapat memberi kontribusi bagi perkembangan kebudayaan Indonesia khususnya dunia kesusastraan. Selain itu, dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang sangat berarti bagi masyarakat, karena pada hakikatnya penggarapan teks suatu naskah secara filologis dengan menyajikan edisi teks beserta terjemahannya memiliki tujuan agar teks tersebut dapat lebih mudah dikenal dan dibaca kembali oleh kalangan masyarakat yang ingin mengetahui warisan budaya leluhurnya.


(15)

29

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah suatu ilmu pengetahuan sebenarnya bukan suatu ilmu melainkan suatu himpunan pengetahuan aja, tentang berbagai gejala alam atau masyarakat, tanpa disadari hubungan antara gejala yang satu dengan gejala lain (Koentjaraningrat, 1990 : 41)

Metode yang dikembangkan dalm filologi oleh Lachmann dan beberapa tokoh lain berpangkal pada hipotesis bahwa sebuah teks pernah tersipta adlam bentukk asli yang unik dan murni,yang kemudian, dalam penurunan sepanjang masa menjadi kacau atau korup, karena salah tulis oleh penyalin, baik salah tulis yang disengaja, maupun yang tidak disengaja ( Teeuw, 2003 : 216)

Keterpaduan suatu sistem dapat ditempuh melalui metode (Yunani : Methodos), yakni cara atau jalan. Di dalam upaya ilmiah, metode menyangkut masalah cara kerja, yakni cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, maka metodologi – yaitu pengetahuan mengenai berbagai cara kerja dapat dikembangkan sesuai dengan objek studi ilmi yang bersangkutan (Hasan dan Koentjaraningrat dalam Suryani, 2008 : 105).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti membagi metode penelitian ke dalam dua kelompok yakni metode penelitian dan metode kajian. Metode penelitian mendeskripsikan secara umum jenis penelitian yang dilakukan, sedangkan metode kajian mendeskripsikan secara khusus.


(16)

30

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode tersebut bermaksud untuk mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2008 : 53).

Selain itu, Suryani (2008:107) mengatakan bahwa metode deskriptif analisis dimaksudkan untuk mencatat, menuturkan, dan menafsirkan data melalui suatu proses pemahaman yang akan sangat bergantung pada keadaan data dan nilai bahan atau objek penelitian yang digarap.

Teks naskah WJM diteliti dengan menggunakan kajian filologis, yakni kritik teks yang bertujuan untuk menghasilkan sebuah edisi teks. Dalam proses ktitik teks ini intuisi peneliti menjadi salah satu alat penting tanpa menghilangkan teks asli pada naskah, mengingat naskah yang diteliti berbentuk wawacan. Wawacan merupakan puisi lama yang memliki kaidah aturan tertentu, sehingga teks disandarkan secara konvensi pada kaidah tersebut tanpa menghilangkan teks asli pada naskah. Setelah melalui tahap kritik teks dan menghasilkan edisi teks, maka akan diketahui isi dan kandungan yang terdapat dalam teks WJM untuk selanjutnya menganalisis fungsi teks WJM.

3.2 Metode Kajian

3.2.1 Metode Kajian Filologi

Metode kajian filologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode naskah tunggal dengan edisi standar. Edisi Standar yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan, sedang ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku (Barried, 1985 : 69). Djamaris (2002:24) menyebutkan bahwa metode standar adalah metode yang biasa digunakan di dalam penyuntingan teks naskah tunggal. Metode standar itu digunakan apabila naskah itu dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau sejarah,sehingga tidak perlu


(17)

31

diperlukan secara khusus atau istimewa. Hal- hal yang perlu dilakukan dalam edisi standar antara lain, yaitu :

a. Mentransliterasikan teks; b. Membetulkan kesalahan teks;

c. Membuat catatan perbaikan / perubahan; d. Member komentar / tafsiran;

e. Membagi teks dalam beberapa bagian; dan f. Menyusun daftar kata sukar (glosari).

Tujuan metode standar ini adalah untuk memudahkan pembaca atau peneliti membaca dan memahami teks.

3.3 Objek Penelitan

Objek penelitian kali ini berupa naskah yang keberadaaan berada di tengah-tengah masyarakat. Judul objek naskah yang dikaji adalah Wawacan Bidayatuusaliq. Judul tersebut diambil dari halaman akhir sebagai penutup karangan.

Gambar 3.1 Teks Naskah Wawacan Jaka Mursyid Lamun jalma eling kakasih nu agung////dangdanggula//// Dangdanggula ngebatkeun nu tadi/ anu kudu ditéangan téa/ guru Anu mursid yaktos/ ayeuna rék di catur/ enya anu geus mursid téya/


(18)

32

Naskah ini memiliki tebal keseluruhan 1,5 cm, ukuran panjang 21 cm dan lebar 16,5 cm. Bahan yang digunakan pada naskah WJM ini berupa kertas pabrikan di daerah Cirebon yang kantornya dimiliki oleh Belanda. Hal tersebut disimpulkan dari keindentikan jenis kertas pada naskah yang lain dengan jenis dan penanggalan yang sama dengan naskah WJM.

Naskah WJM ini, terdiri atas 93 halaman. Jumlah baris perhalaman sebanyak 12 baris dengan jarak 0,8 cm. Jarak halaman dengan tulisan terdiri atas , halaman sebelah kanan, atas 1,5 cm, bawah 1,5 cm, kiri 0,1- 1 cm, kanan 1-2 cm. Halaman sebelah kiri, atas 1,5 cm, bawah 1,5 cm, kiri 1,5 cm, kanan 1 cm.

Hasil observasi lapangan, dari keterangan pemilik naskah, semula keberadaan naskah ini adalah di daerah Geger Kalong, Bandung Utara. Ia menjelaskan bahwa naskah ini merupakan naskah yang mengalami transmisi di keluarga pemilik naskah, yaitu proses transmisi dari orangtua pemilik naskah. hal itu menjadi salah satu sebab yang dapat menjelaskan kondisi fisik naskah yang sudah mulai rusak, seperti kertas sudah rapuh dan beberapa bagian rusak, beberapa halaman hilang, warna tinta menembus kertas (nyuub), dan lain-lain. Pemilik naskah mengakui bahwa dirinya tidak banyak mengetahui tentang cara perawatan naskah. Naskah ini disimpannya untuk ia jaga sebagai warisan dari leluhurnya.

Naskah WJM ini disimpan dan dimiliki oleh Ny. Eem Sulaemi yang bertempat tinggal di Jalan Sersan Surip, no. 82/169A, Kecamatan Cidadap, Kelurahan Ledeng, Bandung.

Naskah Wawacan Jaka Mursid ini terdiri atas 93 halaman, namun terdapat beberapa halaman yang hilang. Artinya naskah ini diduga tidak hanya 93 halaman. Belum dapat diketahui berapa banyak halaman yang hilang. Peneliti hanya dapat menilai hilangnya halaman dari beberapa pupuh yang tidak lengkap padalisannya. Dalam setiap halaman naskah WJM ini terdiri dari 12 baris. Penulisan naskah ditulis bolak-balik pada tiap lembarnya.


(19)

33

Naskah WJM yang lahir pada permulaan abad ke-20 yaitu tahun 1916, naskah ini pun memiliki warna keagamaan yaitu islam. Naskah ini memiliki latar tempat pesantren di sebuah tempat yang dinamai Karang Kamuksan, ditempat itulah terdapat seorang guru bernama Jaka, dia adalah seorang guru yang Mursid, maka naskah ini berjudul Jaka Mursid, diambil dari penamaan tokoh utama.

Berdasarkan data informan yang didapati peneliti, pada masanya di beberapa pesantren memiliki sebuah tradisi menulis naskah untuk mengisi kekosongan waktu. Kegiatan ini dilakukan pula sebagai sarana da’wah dengan tulisan (da’wah bil kutubi) bagi para pengarangnya, karena di dalamnya banyak dituturkan tentang ajaran-ajaran keagamaan mengingat latar sosialnya pun pesantren.

Tradisi menulis di lingkungan pesantren sudah ada sejak dahulu hingga sekarang. Jika saat ini media da’wah dengan tulisan melalui buku -buku acuan karya para ulama, maka zaman dahulu para ahli agama

menuliskannya pada naskah juga sebagai media da’wah disela-sela

mengisi waktu luang.

Dilihat dari sudut pengarang, yaitu seorang lebé cidadap bernama atab. Lebé dalam kamus Basa Sunda R Satjadibrata ( 1954 : 213) memiliki arti (1) nu getol ibadah; ngestukeun kana papagon agama (2) Kapala agama di desa-desa amil ( (1)orang yang taat beribadah; mengamalkan ajaran agama.(2) kepala agama di desa). Oleh karena itu dapatlah diartikan dalam hal ini lebé merupakan orang yang taat beribadah. Maka dapat menjadi sebuah penegasan bahwa penulis naskah bukanlah orang yang sembarangan menulis tanpa didasari pemikiran keagamaan yang kuat.


(20)

34

3.4 Teknik Penelitian 3.4.1 Prosedur Penelitian

Langkah kerja yang penulis tempuh dalam melakukan penelitian adalah : 1. Menentukan objek penelitian;

2. Mencari berbagai referensi yang mendukung objek penelitian; 3. Membuat pedoman transliterasi untuk teks naskah WJM;

4. Melakukan proses transliterasi yaitu perubahan dari aksara arab pegon kedalam aksara latin;

5. Melakukan kritik teks; 6. Menghasilkan edisi teks;

7. Melakukan analisis fungsi teks naskah WJM 8. Menyusun laporan

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data 3.4.2.1 Studi Pustaka

Studi pustaka adalah mencari literasi yang berhubungan dengan objek dan fokus penelitian. Proses ini dapat berupa mencari buku-buku, artikel, jurnal, dan lain sebagainya yang dianggap relevan dengan objek penelitian dan fokus kajian. 3.4.2.2 Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan sebagai upaya pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti. Peneliti melakukan pengamatan secara langsung serta mencatat segala yang dilihat dan didengar pada saat melakukan observasi.


(21)

35

3.4.3 Teknik Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan peneliti adalah :

1. Melakukan proses transliterasi dari aksara arab pegon ke dalam aksara latin;

2. Hasil dari proses transliterasi tersebut diproses kembali pada tahap kritik teks untuk menghasilkan edisi teks;

3. Menghasilkan edisi teks;


(22)

347

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan

Katgori kasus salah tulis yang terdapat dalam teks naskah WJM berjumlah 3 kategori kasus kesalahan tulis, antara lain, adisi, omisi, dan emendasi. Kesalahan tersebut ditemukan hampir pada keseluruhan jenis pupuh.

Hasil analisis pada teks naskah WJM menunjukan bahwa adanya kesalahan tulis dalam kategori adisi berjumlah 32, sementara dalam kategori omisi berjumlah 24, dan dalam kategori emendasi berjumlah 27, sehingga jumlah kesalahan tulis secara keseluruhan berjumlah 82 kasus kesalahan tulis dari 3027 baris teks naskah WJM. Jika dipersentasekan maka kasus kesalahan tulis yang termasuk ke dalam kategori adisi sebanyak 1,0 %, kategori omisi sebanyak 0,7 %, dan kategori emendasi sebanyak 0,8 %.

Persentase tersebut menunjukkan bahwa penyalin dalam menulis teks naskah kedua ini dapat digolongkan ke dalam kategori penyalin yang mahir menuliskan teks, serta dari analisis kasus kesalahan tulis ini dapat terlihat usaha penyalin untuk memahami setiap istilah yang di tuliskannya. Sehingga kesalahan yang terjadi hanya berupa kesalahan-kesalahan kecil yang kemungkinan diakibatkan karena penyalin terlalu cepat dalam menuliskan aksara dalam teks naskah WJM tersebut.

Pada tahap edisi teks naskah WJM terdapat teks yang tidak sesuai dengan pemakaian kata di dalam kamus, sehingga dalam proses ini peneliti menyandarkan kembali setiap kata yang menyimpang tersebut menjadi sesuai dengan pemakaian kata dalam kamus, jumlah penyesuaian kata tersebut sebanyak 35 kata . Selain itu, terdapat pula beberapa kata yang tidak sesuai dengan pemakaian kata di dalam kamus yang disebabkan oleh usaha penyalin untuk menyesuaikannya dengan kaidah pupuh, penyesuaian sejenis ini ditemukan sebanyak 10 kata.


(23)

348

Kondisi naskah WJM yang tidak utuh menyebabkan penelaahan kandungan sulit dilakukan secara utuh. ketidakutuhan naskah disebabkan karena terdapat beberapa halaman yang hilang yaitu mulai dari halaman 80 hingga halaman 93. Pupuh yang tidak utuh antara lain adalah Pupuh Durma (XV), Pupuh Kinanti (XVI), Pupuh Sinom (XVII), Pupuh Dangdanggula (XVIII), Pupuh Mijil (XIX), dan Pupuh Kinanti (XX).

Pada edisi teks, untuk menandai penyimpangan yang didapati digunakan beberapa tanda di antaranya tanda kurung siku ( […] ) digunakan pada kesalahan tulis dengan jenis adisi, tanda kurung ( (…) ) digunakan pada kesalahan tulis dengan jenis omisi, dan tanda petik (`…’ ) digunakan untuk kesalahan tulis dengan jenis emendasi.

Naskah WJM yang lahir pada permulaan abad ke-20 yaitu tahun 1916, naskah ini pun memiliki warna keagamaan yaitu islam. Naskah ini memiliki latar tempat pesantren di sebuah tempat yang dinamai Karang Kamuksan, ditempat itulah terdapat seorang guru bernama Jaka, dia adalah seorang guru yang Mursid, maka naskah ini berjudul Jaka Mursid, diambil dari penamaan tokoh utama.

Berdasarkan data informan yang didapati peneliti, pada masanya di beberapa pesantren memiliki sebuah tradisi menulis naskah untuk mengisi kekosongan waktu. Kegiatan ini dilakukan pula sebagai sarana da’wah dengan tulisan (da’wah bil kutubi) bagi para pengarangnya, karena di dalamnya banyak dituturkan tentang ajaran-ajaran keagamaan mengingat latar sosialnya pun pesantren.

Tradisi menulis di lingkungan pesantren sudah ada sejak dahulu

hingga sekarang. Jika saat ini media da’wah dengan tulisan melalui buku

-buku acuan karya para ulama, maka zaman dahulu para ahli agama

menuliskannya pada naskah juga sebagai media da’wah disela-sela


(24)

349

Dilihat dari sudut pengarang, yaitu seorang lebé cidadap bernama Atam. Lebé dalam kamus Basa Sunda R Satjadibrata ( 1954 : 213) memiliki arti (1) nu getol ibadah; ngestukeun kana papagon agama (2) Kapala agama di desa-desa amil ( (1)orang yang taat beribadah; mengamalkan ajaran agama.(2) kepala agama di desa). Oleh karena itu dapatlah diartikan dalam hal ini lebé merupakan orang yang taat beribadah. Maka dapat menjadi sebuah penegasan bahwa penulis naskah bukanlah orang yang sembarangan menulis tanpa didasari pemikiran keagamaan yang kuat. Kemungkinan Lebé yang menulis teks ini ingin menyebarkan ajaran agama khususnya ajaran tasawuf melalui tulisan tangannya.

Kandungan yang terdapat dalam teks naskah WJM adalah ajaran Tasawuf khususnya dalam pemahaman ilmu tarekat. Aliran tarekat yang terdapat dalam teks naskah WJM adalah Tarekat Qadiriyah, Satariyah, Halwatiyah, Anfasiyah dan Naqsabandiyah.

Kecenderungan aliran tasawuf yang terdapat dalam teks naskah WJM ini adalah aliran Tasawuf Sunni yang dibawa oleh Abu Hamid Al- Ghazali atau lebih dikenal dengan sebutan Al- Ghazali. Hal tersebut dapat ditinjau dari segi penerangan tahapan-tahapan ketasawufan Al-Ghazali yaitu pentingnya pemantapan ilmu syari’at dan akidah sebelum

mengamalkan ilmu tasawuf. Sesudah menjalankan syari’at dengan baik,

baru dimulai dengan mempelajari ilmu tarekat, seperti mawas diri, pengendalian berbagai nafsu, kemudian menjalankan zikir, hingga akhirnya berhasil mencapai ilmu kasf. Hal tersebut menjadi alur yang dipaparkan dalam teks naskah WJM ini.

1.2 Saran

Naskah WJM sebagai bagian dari dokumen budaya masa lalu sebaiknya disimpan di tempat khusus seperti museum-museum atau lembaga-lembaga kepustakaan yang bergerak dibidang pendokumentasian budaya agar naskah lebih dapat dengan mudah terinformasikan kepada masyarakat secara umum, serta sebagai upaya turut menyelamatkan kesusastraan lama dalam bentuk naskah.


(25)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, KHE. 1986. Perbandingan Madzhab-Madzhab. Bandung : Sinar Baru. Al-Hamdany, SA. 1969. Sanggahan Terhadap Tashawuf dan Ahli Sufi. Bandung :

Pelita.

Alian, Nur M. 1963. Agama dan Kebudajaan Nasional. Jakarta : Tinta Mas.

As-Sunnah. 2011. Tentang Syari’at Hakikat, dan Makrifat. Blog : www. hariswanindra.blogspot.com

Baried, Baroroh Siti. Soeratno, Siti Chamamah. Sawoe. Sutrisno, Sulastin. Syakir, Moh. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Chaer, Abdul. Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta.

Danasasmita, Ma’moer. 2001. Wacana Bahasa dan Sastra Sunda Lama.

Darsa, A Undang, M. Hum. 2002. Metode Penelitian Filologi. Bandung : Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Darsa, A Undang, M.Hum. 2000. Langkah-langkah Pendeskripsian Naskah. Bandung : Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Djamari. 1988. Agama dalam Perspektif Sosiologi. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Djamaris, Edwar, Dr., H., APU.2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV. Manasco.


(26)

Ekadjati, S., dkk. 1998. Naskah Sunda : Inventarisasi dan Pencatatan. Bandung : Lembanga Penelitian Universitas Padjadjaran kerjasama dengan The Toyota Foundation.

Kartanegara, Mulyadhi. 2006. Menyelami Lubuk Taswuf. Jakarta : Erlangga. KBBI Offline

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Nasution, Harun. 1973. Falsafat Islam dan Mistisme dalam Islam. Jakarta : Bulan Bintang.

Pudjiastuti, Titik. 2006. Naskah dan Studi Naskah. Bogor: Akademia.

Ratna, Nyoman Kutha.2008. Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

---. 2011. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-Unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rosidi, Ajip. 2004. Masa Depan Budaya Daerah: Kasus Bahasa dan Sejarah Sunda. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya.

Rusyana, Yus. 1983. Artikel : Hal Ihwal Naskah Wawacan. Bandung : Pikiran Rakyat.

Satjadibrata, R. 1954. Kamus Basa Sunda. Jakarta Perpustalaan Perguruan Kementerian P.P dan K.

---. 2005. Kamus Basa Sunda. Bandung : Kiblat Buku Utama.

Solihin, M; Anwar, Rosihon. 2002. Kamus Tasawuf. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.


(27)

Suryani, Elis. 2005. Filologi. Bandung : Fakultas Sastra Universitas Padjdajaran. Suwondo, Tirto. 2003. Studi Sastra, Beberapa Alternatif. Yogyakarta : PT. Hanindita

Graha Widya.

Tamsyah, Budi Rahayu. 1998. Kamus Lengkep Sunda- Indonesia, Indonesia Sunda, Sunda-Sunda. Bandung : Pustaka Setia.


(1)

347

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan

Katgori kasus salah tulis yang terdapat dalam teks naskah WJM berjumlah 3 kategori kasus kesalahan tulis, antara lain, adisi, omisi, dan emendasi. Kesalahan tersebut ditemukan hampir pada keseluruhan jenis pupuh.

Hasil analisis pada teks naskah WJM menunjukan bahwa adanya kesalahan tulis dalam kategori adisi berjumlah 32, sementara dalam kategori omisi berjumlah 24, dan dalam kategori emendasi berjumlah 27, sehingga jumlah kesalahan tulis secara keseluruhan berjumlah 82 kasus kesalahan tulis dari 3027 baris teks naskah WJM. Jika dipersentasekan maka kasus kesalahan tulis yang termasuk ke dalam kategori adisi sebanyak 1,0 %, kategori omisi sebanyak 0,7 %, dan kategori emendasi sebanyak 0,8 %.

Persentase tersebut menunjukkan bahwa penyalin dalam menulis teks naskah kedua ini dapat digolongkan ke dalam kategori penyalin yang mahir menuliskan teks, serta dari analisis kasus kesalahan tulis ini dapat terlihat usaha penyalin untuk memahami setiap istilah yang di tuliskannya. Sehingga kesalahan yang terjadi hanya berupa kesalahan-kesalahan kecil yang kemungkinan diakibatkan karena penyalin terlalu cepat dalam menuliskan aksara dalam teks naskah WJM tersebut.

Pada tahap edisi teks naskah WJM terdapat teks yang tidak sesuai dengan pemakaian kata di dalam kamus, sehingga dalam proses ini peneliti menyandarkan kembali setiap kata yang menyimpang tersebut menjadi sesuai dengan pemakaian kata dalam kamus, jumlah penyesuaian kata tersebut sebanyak 35 kata . Selain itu, terdapat pula beberapa kata yang tidak sesuai dengan pemakaian kata di dalam kamus yang disebabkan oleh usaha penyalin untuk menyesuaikannya dengan kaidah pupuh, penyesuaian sejenis ini ditemukan sebanyak 10 kata.


(2)

348

Kondisi naskah WJM yang tidak utuh menyebabkan penelaahan kandungan sulit dilakukan secara utuh. ketidakutuhan naskah disebabkan karena terdapat beberapa halaman yang hilang yaitu mulai dari halaman 80 hingga halaman 93. Pupuh yang tidak utuh antara lain adalah Pupuh

Durma (XV), Pupuh Kinanti (XVI), Pupuh Sinom (XVII), Pupuh Dangdanggula (XVIII), Pupuh Mijil (XIX), dan Pupuh Kinanti (XX).

Pada edisi teks, untuk menandai penyimpangan yang didapati digunakan beberapa tanda di antaranya tanda kurung siku ( […] ) digunakan pada kesalahan tulis dengan jenis adisi, tanda kurung ( (…) ) digunakan pada kesalahan tulis dengan jenis omisi, dan tanda petik (`…’ ) digunakan untuk kesalahan tulis dengan jenis emendasi.

Naskah WJM yang lahir pada permulaan abad ke-20 yaitu tahun 1916, naskah ini pun memiliki warna keagamaan yaitu islam. Naskah ini memiliki latar tempat pesantren di sebuah tempat yang dinamai Karang Kamuksan, ditempat itulah terdapat seorang guru bernama Jaka, dia adalah seorang guru yang Mursid, maka naskah ini berjudul Jaka Mursid, diambil dari penamaan tokoh utama.

Berdasarkan data informan yang didapati peneliti, pada masanya di beberapa pesantren memiliki sebuah tradisi menulis naskah untuk mengisi kekosongan waktu. Kegiatan ini dilakukan pula sebagai sarana

da’wah dengan tulisan (da’wah bil kutubi) bagi para pengarangnya,

karena di dalamnya banyak dituturkan tentang ajaran-ajaran keagamaan mengingat latar sosialnya pun pesantren.

Tradisi menulis di lingkungan pesantren sudah ada sejak dahulu

hingga sekarang. Jika saat ini media da’wah dengan tulisan melalui buku -buku acuan karya para ulama, maka zaman dahulu para ahli agama

menuliskannya pada naskah juga sebagai media da’wah disela-sela mengisi waktu luang.


(3)

349

Dilihat dari sudut pengarang, yaitu seorang lebé cidadap bernama Atam. Lebé dalam kamus Basa Sunda R Satjadibrata ( 1954 : 213) memiliki arti (1) nu

getol ibadah; ngestukeun kana papagon agama (2) Kapala agama di desa-desa amil ( (1)orang yang taat beribadah; mengamalkan ajaran agama.(2) kepala agama

di desa). Oleh karena itu dapatlah diartikan dalam hal ini lebé merupakan orang yang taat beribadah. Maka dapat menjadi sebuah penegasan bahwa penulis naskah bukanlah orang yang sembarangan menulis tanpa didasari pemikiran keagamaan yang kuat. Kemungkinan Lebé yang menulis teks ini ingin menyebarkan ajaran agama khususnya ajaran tasawuf melalui tulisan tangannya.

Kandungan yang terdapat dalam teks naskah WJM adalah ajaran Tasawuf khususnya dalam pemahaman ilmu tarekat. Aliran tarekat yang terdapat dalam teks naskah WJM adalah Tarekat Qadiriyah, Satariyah, Halwatiyah, Anfasiyah dan Naqsabandiyah.

Kecenderungan aliran tasawuf yang terdapat dalam teks naskah

WJM ini adalah aliran Tasawuf Sunni yang dibawa oleh Abu Hamid Al-

Ghazali atau lebih dikenal dengan sebutan Al- Ghazali. Hal tersebut dapat ditinjau dari segi penerangan tahapan-tahapan ketasawufan Al-Ghazali

yaitu pentingnya pemantapan ilmu syari’at dan akidah sebelum mengamalkan ilmu tasawuf. Sesudah menjalankan syari’at dengan baik, baru dimulai dengan mempelajari ilmu tarekat, seperti mawas diri, pengendalian berbagai nafsu, kemudian menjalankan zikir, hingga akhirnya berhasil mencapai ilmu kasf. Hal tersebut menjadi alur yang dipaparkan dalam teks naskah WJM ini.

1.2 Saran

Naskah WJM sebagai bagian dari dokumen budaya masa lalu sebaiknya disimpan di tempat khusus seperti museum-museum atau lembaga-lembaga kepustakaan yang bergerak dibidang pendokumentasian budaya agar naskah lebih dapat dengan mudah terinformasikan kepada masyarakat secara umum, serta sebagai upaya turut menyelamatkan kesusastraan lama dalam bentuk naskah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, KHE. 1986. Perbandingan Madzhab-Madzhab. Bandung : Sinar Baru. Al-Hamdany, SA. 1969. Sanggahan Terhadap Tashawuf dan Ahli Sufi. Bandung :

Pelita.

Alian, Nur M. 1963. Agama dan Kebudajaan Nasional. Jakarta : Tinta Mas.

As-Sunnah. 2011. Tentang Syari’at Hakikat, dan Makrifat. Blog : www. hariswanindra.blogspot.com

Baried, Baroroh Siti. Soeratno, Siti Chamamah. Sawoe. Sutrisno, Sulastin. Syakir, Moh. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Chaer, Abdul. Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta.

Danasasmita, Ma’moer. 2001. Wacana Bahasa dan Sastra Sunda Lama.

Darsa, A Undang, M. Hum. 2002. Metode Penelitian Filologi. Bandung : Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Darsa, A Undang, M.Hum. 2000. Langkah-langkah Pendeskripsian Naskah. Bandung : Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Djamari. 1988. Agama dalam Perspektif Sosiologi. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Djamaris, Edwar, Dr., H., APU.2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV. Manasco.


(5)

Ekadjati, S., dkk. 1998. Naskah Sunda : Inventarisasi dan Pencatatan. Bandung : Lembanga Penelitian Universitas Padjadjaran kerjasama dengan The Toyota Foundation.

Kartanegara, Mulyadhi. 2006. Menyelami Lubuk Taswuf. Jakarta : Erlangga. KBBI Offline

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Nasution, Harun. 1973. Falsafat Islam dan Mistisme dalam Islam. Jakarta : Bulan Bintang.

Pudjiastuti, Titik. 2006. Naskah dan Studi Naskah. Bogor: Akademia.

Ratna, Nyoman Kutha.2008. Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

---. 2011. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-Unsur Kebudayaan dalam Proses

Kreatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rosidi, Ajip. 2004. Masa Depan Budaya Daerah: Kasus Bahasa dan Sejarah Sunda. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya.

Rusyana, Yus. 1983. Artikel : Hal Ihwal Naskah Wawacan. Bandung : Pikiran Rakyat.

Satjadibrata, R. 1954. Kamus Basa Sunda. Jakarta Perpustalaan Perguruan Kementerian P.P dan K.

---. 2005. Kamus Basa Sunda. Bandung : Kiblat Buku Utama.

Solihin, M; Anwar, Rosihon. 2002. Kamus Tasawuf. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.


(6)

Suryani, Elis. 2005. Filologi. Bandung : Fakultas Sastra Universitas Padjdajaran. Suwondo, Tirto. 2003. Studi Sastra, Beberapa Alternatif. Yogyakarta : PT. Hanindita

Graha Widya.

Tamsyah, Budi Rahayu. 1998. Kamus Lengkep Sunda- Indonesia, Indonesia Sunda,

Sunda-Sunda. Bandung : Pustaka Setia.