AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BIJI Elettaria cardamomum TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA Bacillus cereus DAN Bacillus subtilis.

(1)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BIJI Elettaria cardamomum TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA Bacillus cereus DAN

Bacillus subtilis

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Biologi Departemen Pendidikan Biologi

oleh :

Amelia Qadaryanti 1102920

PROGRAM STUDI BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji

Elettaria cardamomum terhadap Sel Vegetatif dan Spora

Bacillus cereus dan Bacillus subtilis

Oleh

Amelia Qadaryanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Pendidikan Biologi Fakultas

Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Amelia Qadaryanti 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BIJI Elettaria cardamomum TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA Bacillus cereus DAN

Bacillus subtilis

Oleh : Amelia Qadaryanti

1102920

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I

Hj. Any Fitriani, Dr., M.Si NIP. 196502021991032001

Pembimbing II

Peristiwati, Dr., M. Kes NIP. 196403201991032001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Biologi

Bambang Supriatno, Dr., M. Si NIP. 196305211988031002


(4)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BIJI Elettaria cardamomum TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA Bacillus cereus DAN Bacillus

subtilis

Amelia Qadaryanti, Any Fitriani , Peristiwati

ABSTRAK

Bacillus merupakan kontaminan umum makanan, seperti sayuran dan buah-buahan.

Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa B. subtilis dapat menyebabkan pembusukan makanan dan B. cereus bertindak sebagai patogen makanan. Kedua bekteri ini merupakan bakteri pembentuk spora, yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup untuk waktu yang lama di bawah kondisi lingkungan yang merugikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak biji kapulaga terhadap sel vegetatif dan spora B.cereus dan B. subtilis. Dalam penelitian ini, aktivitas antibakteri MIC dan MBC ekstrak metanol biji kapulaga diuji terhadap B. cereus ATCC33019 dan B.subtilis strain ATCC6633 menggunakan metode standar Clinical and Laboratory Standard

Institute (CLSI). Hasil menunjukkan bahwa ekstrak biji kapulaga dapat menghambat

sel-sel vegetatif B. cereus dan B.subtilis dengan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) keduanya 1,25 mg/ mL. Sel-sel vegetatif B. cereus dapat dibunuh dengan Minimum

Bactericidal Concentration (MBC) sebesar 1,25 mg/mL dan B. subtilis dengan MBC 10

mg/mL. Aktivitas Antispora diuji terhadap spora B. cereus dan B. subtilis kapulaga pada konsentrasi 0%, 1% dan 2% dengan waktu inkubasi 0 jam dan 1 jam. Ekstrak mereduksi jumlah spora B. cereus dari 5.16 menjadi 2.37 (CFU/mL) dan secara signifikan dipengaruhi oleh konsentrasi. Sementara itu, terhadap spora B.subtilis adalah 4,99 menjadi 2.32 dan signifikan dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Secara keseluruhan, ekstrak methanol biji kapulaga menunjukkan potensi antimikroba dan antispora terhadap sel vegetatif dan spora B. cereus dan B. subtilis.

Kata Kunci : Aktivitas antibakteri, Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Elettaria cardamomum, sel vegetatif, spora


(5)

ABSTRACT

Bacillus is common contaminants of food, such as vegetables and fruits. Previous research mentioned that B. subtilis may cause food spoilage and B. cereus act as food-borne pathogens. They are spore forming bacteria, an important common characteristic is their ability to form endospores that allow them to survive for extended periods under adverse environmental conditions. The aim of this study is to determine antibacterial activity of cardamom against vegetative cell and spores of B.cereus and B. subtilis. In this study, antibacterial activity, in term of MIC and MBC of methanolic extract of cardamom have been tested against B. cereus ATCC33019 and B. subtilis ATCC6633 strains using standard method of Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI). Our result showed that cardamom significantly inhibited the vegetative cells of B. cereus and B.subtilis with minimum inhibitory concentration (MIC) of 1.25 mg/mL. The vegetative cells of B. cereus were completely killed with minimum bactericidal concentration (MBC) of 1.25 mg//mL and B. subtilis with MBC of 10 mg//mL. Antispore activity has been tested against B. cereus and B. subtilis spores of cardamom at concentrations of 0%, 1% and 2% with exposure time of 0 hour and 1 hour. The extract reduced the number of spores from 5.16 to 2.37 of B. cereus, significantly was dependent on concentration. Meanwhile, against B. subtilis was 4.99 To 2.32 and significantly was dependent on exposure incubation time. Overall, methanolic extract of cardamom shows potential antimicrobial and antispore activity against B. cereus and B. subtilis vegetative cells and spores.

Keywords : Antibacterial, Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Elettaria cardamomum,


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... .xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Pertanyaan Penelitian ... 5

D. Batasan Masalah ... 5

E. Tujuan ... 6

F. Manfaat ... 6

G. Hipotesis ... 6

BAB II AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN Elettaria cardamomum TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA Bacillus cereus DAN Bacillus subtilis ... 7

A. Aktivitas Antibakteri ... 7

B. Tanaman Kapulaga (E. Cardamomum) ... 8

1. Taksonomi dan Morfologi ... 8

2. Kandungan Kimia ... 13

3. Manfaat Tanaman Kapulaga ... 14


(7)

1. Bacillus cereus ... 18

2. Bacillus subtilis ... 20

D. Spora Bakteri ... 21

1. Struktur dan Karakteristik Spora ... 21

2. Proses Pembentukkan Spora ... 24

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukkan Spora ... 25

4. Antispora ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Populasi dan Sampel ... 27

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

D. Alat dan Bahan ... 27

E. Cara Kerja ... 29

1. Persiapan Alat dan Bahan ... 29

2. Sampel Ekstrak dan Strain Bakteri ... 30

3. Ekstraksi Biji Kapulaga ... 30

4. Persiapan Spora ... 30

5. Uji Antimikroba ... 31

6. Uji Antispora ... 32

7. Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Disk Diffusion ... 36

B. Nilai MIC dan MBC ... 40

C. Aktivitas Antispora ... 45

1. Ekstrak Spora ... 45

2. Hasil Uji Antispora ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. KESIMPULAN ... 54


(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN I ... 63

LAMPIRAN II ... 63

LAMPIRAN III ... 64


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1. Daftar alat yang digunakan ... 27 3.2. Daftar bahan yang digunakan ... 29 3.3 Konsentrasi ekstrak dan spora dalam uji antispora ... 33 4.1. Nilai diameter zona hambat ekstrak kapulaga terhadap

B. cereus ... 36 4.2. Nilai diameter zona hambat ekstrak kapulaga terhadap

B. subtilis ... 36 4.3. Nilai MIC dan MBC ekstrak biji kapulaga terhadap B.

cereus dan B.subtilis ... 40


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. E. cardamomum ... 11

2.2. Biji tanaman E. cardamomum ... 12

2.3. B. cereus ... 18

2.4. B. subtilis ... 20

2.5. Struktur sel vegetative dan spora B. megaterium ... 22

2.6. Siklus perkecambahan, pertumbuhan dan sporulasi yang khas bakteri pembentuk spora ... 24

2.7 Situs penyerangan senyawa-senyawa kimia terhadap spora bakteri ... 26

3.1 Bagan alir uji antimikroba E. cardamomum terhadap sel vegetatif dan spora B.cereus dan B.subtilis ... 35

4.1. Zona hambat ekstrak kapulaga pada konsentrasi 1% dan 10% terhadap B. cereus ... 38

4.2. Zona hambat ekstrak kapulaga pada konsentrasi 1% dan 10% terhadap B. subtilis ... 38

4.3. Hasil uji MIC ekstrak biji kapulaga terhadap B. cereus ... 41

4.4. Hasil uji MIC ekstrak biji kapulaga terhadap B. subtilis ... 41

4.5. Hasil uji MBC ekstrak biji kapulaga terhadap B. cereus ... 43

4.6. Hasil uji MBC ekstrak biji kapulaga terhadap B. subtilis ... 43

4.7. Spora B. cereus (a) dan B. subtilis (b) dengan pewarnaan spora ... 46


(11)

4.8. Grafik penurunan jumlah spora B. cereus pada konsentrasi gutaraldehid 0%, 1% dan 2% dengan waktu

inkubasi 0 dan 1 jam. ... 47 4.9. Grafik penurunan jumlah spora B. subtilis pada

konsentrasi gutaraldehid 0%, 1% dan 2% dengan waktu

inkubasi 0 dan 1 jam. ... 47 4.10. Hasil uji antispora glutaraldehid terhadap B.cereus pada

waktu inkubasi 0 jam (a) dan 1 jam (b) dengan

konsentrasi 0%, 1% dan 2%. ... 48 4.11. Hasil uji antispora glutaraldehid terhadap B.subtilis pada

waktu inkubasi 0 jam (a) dan 1 jam (b) dengan

konsentrasi 0%, 1% dan 2%. ... 48 4.12. Grafik penurunan jumlah spora ekstrak biji kapulaga

terhadap B. cereus pada konsentrasi 0%, 1% dan 2%

dengan waktu inkubasi 0 dan 1 jam.. ... 51 4.13. Grafik penurunan jumlah spora ekstrak biji kapulaga

terhadap B. subtilis pada konsentrasi 0%, 1% dan 2%

dengan waktu inkubasi 0 dan 1 jam. ... 52 4.14. Hasil uji antispora ekstrak biji kapulaga terhadap B.cereus

pada waktu inkubasi 0 jam (a) dan 1 jam (b) dengan

konsentrasi 0%, 1% dan 2%. ... 52

4.15. Hasil uji antispora ekstrak biji kapulaga terhadap B.subtilis pada waktu inkubasi 0 jam (a) dan 1 jam (b)

dengan konsentrasi 0%, 1% dan 2%. ... 53


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman LAMPIRAN I

KOMPOSISI MEDIUM DAN LARUTAN ... 63

A. Medium Tryptic Soy Agar (TSA) per 1 liter ... 63

B. Medium Mueller-Hinton- Broth (MHB) per 1 liter... 63

C. Medium Mueller-Hinton- Agar (MHA) per 1 liter ... 63

D. Medium Nutrient Agar (NA) per 1 liter ... 63

E. Garam Fisiologis (NaCl 0.95%) per 1 liter ... 63

LAMPIRAN II DATA HASIL PENGAMATAN ... 64

A. Data Zona Hambat uji Disk Diffusion ... 64

1. Nilai diameter zona hambat ekstrak kapulaga terhadap B.cereus ... 64

2. Nilai diameter zona hambat ekstrak kapulaga terhadap B.subtilis ... 64

B. Uji Antispora ... 65

3. Jumlah koloni aktivitas antispora glutaraldehid terhadap B.cereus ... 65

4. Jumlah koloni aktivitas antispora glutaraldehid terhadap B.subtilis ... 65

5. Jumlah koloni aktivitas antispora ekstrak biji kapulaga terhadap B. cereus ... 66

6. Jumlah koloni aktivitas antispora ekstrak biji kapulaga terhadap B. subtilis ... 66


(13)

LAMPIRAN III

HASIL ANALISIS DATA ... 67

A. Analisis Hasil Disc Diffusion ... 67

Lampiran Halaman

3.1. Uji Normalitas nilai zona hambat ekstrak biji kapulaga

terhadap B. cereus ... 67 3.2. Uji homogenitas jumlah spora pada ekstrak biji

kapulaga terhadap B. cereus... 68 3.3. Hasil Uji ANOVA pengaruh sampel terhadap nilai

zona hambat B. cereus ... 68 3.4. Hasil Uji TUKEY agen antimikroba terhadap B.cereus ... 69 3.5. Uji Normalitas nilai zona hambat ekstrak biji kapulaga

terhadap B. subtilis ... 70 3.6. Uji homogenitas jumlah spora pada ekstrak biji

kapulaga terhadap B. subtilis ... 71 3.7. Hasil Uji ANOVA pengaruh sampel terhadap nilai

zona hambat B. subtilis ... 71 3.8. Hasil Uji TUKEY agen antimikroba terhadap B.subtilis ... 72 3.9. Hasil statistik nilai zona hambat B.cereus dan

B.subtilis ... 73 3.10. Nilai Korelasi antara zona hambat B.subtilis dan

B.cereus ... 73 3.11. Tabel nilai t hitung dan Paired sample Test ... 74 B. Analisis Hasil Uji Antispora ... 75


(14)

3.12. Uji Normalitas pengaruh ekstrak biji kapulaga terhadap

jumlah spora B. cereus ... 75 3.13. Uji homogenitas pengaruh ekstrak biji kapulaga

terhadap jumlah spora B. cereus berdasarkan

konsentrasi ... 76 3.14. Uji homogenitas pengaruh ekstrak biji kapulaga

terhadap jumlah spora B. cereus berdasarkan waktu

inkubasi ... 76 3.15. Hasil Tests of Between-Subjects Effects pada pengaruh

ekstrak biji kapulaga terhadap jumlah spora B. cereus ... 77 3.16. Hasil Multiple comparison pada pengaruh ekstrak biji

kapulaga terhadap jumlah spora B. cereus ... 79 3.17. Hasil Uji Normalitas pengaruh ekstrak biji kapulaga

terhadap jumlah spora B. subtilis ... 79 3.18. Uji homogenitas pengaruh ekstrak biji kapulaga

terhadap jumlah spora B. subtilis berdasarkan

konsentrasi ... 80 3.19. Uji homogenitas pengaruh ekstrak biji kapulaga

terhadap jumlah spora B. subtilis berdasarkan waktu

inkubasi ... 80 3.20. Hasil Tests of Between-Subjects Effects pada pengaruh

ekstrak biji kapulaga terhadap jumlah spora B. subtilis ... 81 3.21. Uji Normalitas glutaradehid terhadap jumlah spora

B.cereus ... 83 3.22. Uji homogenitas pengaruh glutaraldehid terhadap


(15)

3.23. Uji homogenitas pengaruh glutaraldehid terhadap

jumlah spora B. cereus berdasarkan waktu inkubasi ... 84 3.24. Hasil Tests of Between-Subjects Effects pada pengaruh

glutaraldehid terhadap jumlah spora B. cereus ... 85 3.25. Hasil Multiple comparison pada pengaruh gutaraldehid

terhadap jumlah spora B. cereus ... 86 3.26. Hasil Uji Normalitas glutaraldehid terhadap jumlah

spora B. subtilis ... 87 3.27. Uji homogenitas pengaruh glutaraldehid terhadap

jumlah spora B. subtilis berdasarkan konsentrasi ... 87 3.28. Uji homogenitas pengaruh glutaraldehid terhadap

jumlah spora B. cereus berdasarkan waktu inkubasi ... 88 3.29. Uji Kruskal Wallis terhadap pengaruh glutaraldehid

terhadap jumlah spora B. subtilis berdasarkan

konsentrasi ... 88 3.30. Uji Kruskal Wallis terhadap pengaruh glutaraldehid

terhadap jumlah spora B. subtilis berdasarkan waktu


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Makanan seperti nasi, roti, sayur mayur dan lainnya bila disimpan terlalu lama tanpa pengawetan akan mengalami kerusakan atau basi. Kerusakan makanan ini dapat terjadi karena aktivitas serangga atau rodensia, faktor fisika dan kimia seperti dehidrasi sayuran, oksidasi lemak, degradasi autolitik sayuran atau ikan dan mikroorganisme (Siagian, 2002). Kerusakan makanan oleh mikroorganisme terjadi akibat makanan tersebut menjadi media hidup bagi mikroorganisme, misalnya jamur dan bakteri. Bakteri yang menyebabkan kerusakan pada makanan diantaranya Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, Salmonella spp., Clostridium perfringens, Bacillus cereus, Escherichia coli, Campylobacter jejuni, Listeria monocytogenes dan Vibrio parachaemolyticuz. Sedangkan golongan jamur diantaranya Aspergillus flavus, A. parasiticus, Penicillium cyclopium, dan P. martensii (Siagian, 2002).

Beberapa penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa penyakit yang disebabkan oleh C. perfringens dan B. cereus dikategorikan sebagai bakteri penyebab toksin pada makanan (Siagian, 2002). Bacillus merupakan kontaminan umum pada sayuran dan buah-buahan serta menyebabkan kerusakan makanan (B.subtilis) atau sebagai patogen pada makanan (B. cereus) (Cazemier et al., 2001). B. cereus dan B. subtilis merupakan bakteri pembentuk spora, karakteristik umum yang penting adalah kemampuan mereka untuk membentuk endospora yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup dalam waktu yang lama di bawah kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Spora ini tahan panas dan dapat tahan jika dimasak. Jika makanan didinginkan perlahan-lahan atau tetap hangat sebelum disantap, spora-spora bakteri ini akan tetap berkecambah. Bakteri kemudian akan berkembang biak dengan cepat pada suhu tersebut dan menghasilkan racun dalam makanan. Racun ini sangat stabil dan tidak akan hancur oleh pemanasan ulang selanjutnya. Sel spora berbeda dengan sel vegetatif, spora bakteri lebih tahan terhadap panas dan tekanan fisik lainnya, seperti iradiasi,


(17)

2

bakteri, tetapi suhu tinggi dan waktu pemanasan yang lama dalam proses sterilisasi konvensional dapat mempengaruhi kualitas gizi dan organoleptik sebagian besar makanan (Cazemier et al., 2001).

B. cereus memiliki distribusi yang luas di alam, dapat diisolasi dari tanah dan tanaman, tetapi juga dapat tumbuh dengan baik dalam saluran usus mamalia dan serangga (Arnesen et al., 2008). B. cereus yang diisolasi dari makanan sangat toksigenik, semua isolat dari produk susu lokal dapat melisiskan eritrosit kelinci; 98% menunjukkan toksisitas, 68% menunjukkan toksisitas sitotonik. B.cereus biasanya menginfeksi bahan makanan seperti sereal, makanan kering, produk-produk susu, daging, herba, rempah-rempah serta sayur-sayuran. Berdasarkan penelitian, sindrom emetik yang disebabkan oleh B. cereus sangat berhubungan dengan nasi dan produk beras (Wong, 2010). Menurut Blakey dan Priest (1980) dalam Wong (2010), sebanyak 56% dari sampel kacang polong, kacang-kacangan dan sereal mengandung B. cereus, 1x102 sampai 6x104 organisme/g. Spora dari Bacillus ditemukan sebanyak 52.8% dari sampel beras dengan rata-rata konsentrasi sebesar 32.6 CFU/g. Sebanyak 83 dari 94 isolat teridentifikasi sebagai B. cereus dan 11 lainnya adalah B. thuringiensis. Hal tersebut menunjukkan bahwa B. cereus telah banyak ditemukan menginfeksi makanan. Selain menyebabkan kerusakan makanan, B. cereus juga dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti mastitis, infeksi sistem tubuh, meningitis pada anak-anak dan infeksi saluran pernafasan (Gaur et al., 2001).

Selain B. cereus, bakteri yang biasa terdapat dalam makanan ialah B. subtilis. Bakteri ini hampir sering ditemukan di dalam makanan yang biasanya mengandung daging-dagingan seperti sosis gulung, pastel daging dan olahan ayam, termasuk pizza dan seluruh makanan roti (Logan, 1988). Bakteri ini juga dapat dengan mudah ditemukan di berbagai jenis lingkungan, seperti udara, tanah dan kompos tanaman bahkan dapat ditemukan dalam tubuh manusia, terutama pada kulit atau saluran usus. Bakteri ini dapat menyebabkan mual, diare dan muntah pada manusia apabila makanan yang disantap terinfeksi B.subtilis. Bakteri ini diperkirakan menghabiskan sebagian besar waktu tidak aktifnya dalam bentuk spora dibandingkan bentuk sel vegetatif (Kirk, 2009).


(18)

3

Dalam rangka menanggulangi masalah ini, produsen makanan menggunakan bahan pengawet makanan dalam produk yang dihasilkannya, namun pengawet yang digunakan kebanyakan merupakan pengawet buatan berbahan kimia. Seperti kita ketahui, pengawet buatan memang sangat ampuh dan praktis untuk mengawetkan makanan lebih lama, namun penggunaan bahan pengawet buatan akan memberikan efek negatif terhadap tubuh para konsumen. Konsumen memiliki keinginan tinggi untuk mendapatkan makanan berkualitas tinggi yang sehat, lezat dan aman tanpa dibayangi efek samping dari makanan tersebut.

Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia: cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan dan emulsi lilin untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen serta untuk memperpanjang kesegaran selama pemasaran (Rahmawati, 1999). Salah satu pengawet makanan berbahaya yang juga sering digunakan oleh produsen adalah formalin. Formalin merupakan bahan kimia yang biasa dipakai untuk membasmi bakteri atau berfungsi sebagai disinfektan. Zat ini termasuk dalam golongan kelompok desinfektan kuat, dapat membasmi berbagai jenis bakteri pembusuk, penyakit, cendawan atau kapang (Puspitojati, 2013).

Maraknya penggunaan pengawet makanan yang berbahaya menuntut peneliti dan produsen untuk menemukan senyawa yang dapat menjadi alternatif pengawetan makanan yang alami dan aman bagi tubuh. Beberapa bakteri penyebab kerusakan makanan merupakan penghasil spora, seperti Bacillus dan Clostridium sehingga senyawa yang dibutuhkan harus mempunyai potensi antimikroba dan juga potensi antispora, sebab bakteri penghasil spora tidak akan mati oleh antimikroba saja. Namun, saat ini bahan yang biasanya digunakan sebagai zat antispora masih merupakan bahan kimia seperti sodium hypochlorite (Jones, 1968), asam kuat, alkali dan etanol (Setlow, 2001), iodin, glutaraldehid dan asam nitrat (Tennen, 2000). Berdasarkan fakta tersebut semakin mendorong adanya peningkatan penelitian dan penggunaan bahan alami, sebagai antimikroba dan antispora untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat


(19)

4

digunakan biasanya berasal dari sumber daya yang banyak terdapat di sekitar masyarakat dan aman digunakan, salah satunya tanaman rempah-rempah.

Rempah-rempah merupakan produk tanaman yang banyak digunakan untuk penyedap rasa, bumbu masakan dan menambah aroma dalam makanan. Rempah-rempah dan tanaman herbal dipercaya memiliki kandungan obat (Matthews dan Jack, 2011). Penelitian yang dilakukan di Universitas Cornel menemukan bahwa terdapat korelasi antara iklim dan penggunaan rempah. Rempah-rempah lebih banyak digunakan di wilayah iklim panas dimana kerusakan makanan terjadi dengan cepat apabila tidak disimpan dalam kulkas. Penemuan tersebut semakin mendukung bahwa pengawetan makanan merupakan tujuan utama penggunaan rempah dalam kehidupan manusia.

Salah satu rempah-rempah yang sering dimanfaatkan adalah kapulaga atau Elletaria cardamomum. Tanaman ini merupakan anggota dari familia Zingiberaceae, satu familia dengan jahe-jahean. Kapulaga sering digunakan dalam perusahaan parfum, makanan dan industri minuman sebagai perasa. Pada bidang kesehatan, tanaman ini digunakan sebagai antiseptik, stimulan, karminatif, obat perut, ekspektoran dan diuretik (Korikontimath et al., 1999). Berdasarkan penelitian Singh et al. (2008) menyatakan bahwa kandungan ekstrak biji kapulaga mengandung 71 jenis senyawa. Senyawa yang paling banyak ditemukan adalah α -terpinyl acetate (44.3%), 1,8-cineole (10.7%), α-terpineol (9.8%) dan linalool (8.6%). Banyak diantara komponen dalam kapulaga yang termasuk ke dalam yang termasuk ke golongan fenol dan terpena. Senyawa fenol aktif sebagai antibakteri dengan mekanisme membentuk kompleks dengan protein sel sehingga menghambat kerja enzim pada sel bakteri (Nychas, 1995). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa carvacrol dan methyl eugenol mempunyai aktivitas antibakteri yang tinggi terhadap E. coli (Li, 2011), Pseudomonas fluorescens, Staphylococcus aureus, Lactobacillus plantarum, B. subtilis, Saccharomyces cerevisiae dan jamur Botrytis cinerea (Ben et al., 2005). Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana aktivitas ekstrak biji kapulaga terhadap sel vegetatif dan spora B.cereus dan B. subtilis.


(20)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak

tanaman E. cardamomum terhadap sel vegetatif dan spora B. cereus dan B. subtilis?”

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut dikemukakan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak E. cardamomum memiliki potensi antibakteri terhadap bakteri B. cereus dan B. subtilis?

2. Berapa konsentrasi minimum ekstrak E. cardamomum yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri B. cereus dan B. subtilis?

3. Berapa konsentrasi minimum ekstrak E. cardamomum yang dapat membunuh bakteri B. cereus dan B. subtilis?

4. Berapakah konsentrasi dan waktu inkubasi optimum ekstrak E. cardamomum yang dapat mereduksi jumlah spora bakteri B. cereus?

5. Berapakah konsentrasi dan waktu inkubasi optimum ekstrak E. cardamomum yang dapat mereduksi jumlah spora bakteri B. subtilis?

D. Batasan Masalah

Pada penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah yaitu

1. Bakteri pembusukan makanan yang dijadikan bakteri uji yaitu B. cereus ATCC 33019 dan B. subtilis ATCC 6633

2. Tanaman E. cardamomum yang digunakan adalah bagian biji.

3. Ekstraksi biji tanaman E. cardamomum menggunakan pelarut metanol. 4. Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah :

a. Diameter zona hambat

b. Nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dari ekstrak biji kapulaga terhadap B. cereus dan B. subtilis


(21)

6

E. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui adanya potensi antibakteri tanaman E. cardamomum terhadap bakteri B. cereus dan B. subtilis

2. Untuk mendapatkan nilai konsentrasi minimum ekstrak E. cardamomum yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri B. cereus dan B. subtilis

3. Untuk mendapatkan nilai konsentrasi minimum ekstrak E. cardamomum yang dapat membunuh bakteri B. cereus dan B. subtilis

4. Untuk mendapatkan nilai konsentrasi dan waktu inkubasi optimum ekstrak E. cardamomum yang dapat mereduksi jumlah spora bakteri B. cereus

5. Untuk mendapatkan nilai konsentrasi dan waktu inkubasi optimum ekstrak E. cardamomum yang dapat mereduksi jumlah spora bakteri B. subtilis.

F. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Didapatkannya alternatif bahan alami pengawetan makanan yang berasal dari tanaman.

2. Diproduksinya produk bahan pengawet makanan yang alami dan tanpa bahan kimia .

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal dalam penelitian-penelitian selanjutnya

G. Hipotesis

Ekstrak biji tanaman E. cardamomum mempunyai aktivitas antibakteri terhadap sel vegetatif dan spora B. cereus dan B. subtilis.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Menurut Fathoni (2006), metode penelitian eksperimen adalah metode percobaan untuk mempelajari pengaruh dari variabel tertentu terhadap variabel lain melalui uji coba dalam kondisi khusus yang sengaja diciptakan.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini yaitu tanaman kapulaga dengan sampel penelitian yaitu bagian biji tanaman kapulaga.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Institut Biosains, Universiti Putra Malaysia, Serdang, Malaysia dari bulan Maret hingga April 2015.

D. Alat dan Bahan

Tabel 3.1. Daftar alat yang digunakan

No. Nama Alat Spesifikasi Jumlah

1

Alat tulis Log book, pensil, pulpen, dan

penghapus 1 set

2 Autoclave Tomy SX-500 1 buah

3 Blender - 1 buah

4 Botol Duran 500 ml 3 buah

5 Botol universal 2 buah

6 Bunsen Elektrik Fireboy ECO 1 buah

7 Cawan Petri Disposable 51 buah

8 Centrifuge Sartorius, 1-14, UPM 1

9 Cotton bud 4 buah


(23)

28

611DI

No. Nama Alat Spesifikasi Jumlah

11 Erlenmeyer Bomex 2 buah

12 Evaporator Buchi, R-3. 1

13 Fortex Mixer BioGote 1 buah

14 Gelas ukur Ukuran 2 liter 1 buah

15 HiAntibiotic Zone

Scale HiMedia, Mumbai 400 086, India 1 buah

16 Incubator Memmert GmbH + Co.KG IN55 1 buah

17 Kamera Cannon dan Nikon 1 buah

18

Laminar

ESCO Smart Programme SC2-4A1 dan ESCO Class II

EQU/04-EBC-2A

2 buah

19 Lemari pendingin Merk berjaya 1 buah

20

Mikropipet Uk. 10-100µL eppendorf,

PhysioCare, Germany 1 buah

21

Mikropipet Uk. 100-1000µL eppendorf,

PhysioCare, Germani 1 buah

22

Mikrotiter Cellstar No. 650 185 Greiner

bio-one 2 buah

23 Ose/Loop Disposable dan non-disposable 3 buah

24 Oven Memmert IN55, Germany 1

25 Parafilm Merk M 1 box

26 Penggaris TENTH 1 buah

27 Sarung tangan Vandaier, Malaysia 1 box

28 Spatula 2 buah

29 Tabung centrifuge Ukuran 50 ml 2

30 Tabung Mikro Eppendorf 1.5 ml 60 buah

31 Timbangan Sartorius BSA224S-CW 1 buah

32

Tips Ukuran 10-100 µL dan 100-1000 µL


(24)

29

Tabel 3.2. Daftar Bahan yang digunakan

No. Nama Alat Spesifikasi Jumlah

1 Agar Merk KgaA, Darmstadt, Germany 21 g

2 Akuades (dH2O) 1700 ml

3 Alkohol 70% 100 ml

4 Alumunium foil My Chef, Malaysia. 1 gulung

5

Cakram 6 mm Dibuat dari kertas Whatman cat

no.1001 125 1 toples

6 Chlorhexidine 20 μL

7 DMSO 100% 2 ml

8 Biji kapulaga Dari IBS UPM 100 g

9 Inokulum Bacillus

cereus Strain ATCC33019, IBS 1 plate

10 Inokulum Bacillus

subtilis Strain ATCC6633, IBS 1 plate

13 Kertas saring Whatman no.1 1 box

14 Methanol 100% QreC, Grad AR, Malaysia 400 ml

15 Mueller Hinton Broth (MHB)

Beckton Dickinson, Spark, MD

21152 USA 14 g

16

NaCl 0,95% R & M Chemicals, Essex, USA

PHOU27814 4,75 g

17

Nutrien Broth (NB) Merck KgaA, 1-05443-0500

Germany. 4 g

18

Tryptic Soy Broth (TSB) BD, Dickinson and Company, MD

21152 USA 15 g

E. Cara kerja

1. Persiapan Alat dan Bahan

Alat yang akan digunakan dibersihkan menggunakan air dan di sterilisasi dalam autoclave selama 15 menit. Bahan-bahan yang dibutuhkan disiapkan dan


(25)

30

ditimbang sesuai kebutuhan. Media di sterilisasi dalam autoclave sebelum digunakan.

2. Sampel Ekstrak dan Strain Bakteri

Biakan bakteri B. cereus dan B. subtilis diperoleh dari Institut Biosains, Universiti Putra Malaysia, Serdang Malaysia. B. cereus ATCC 33019 dan B. subtilis ATCC 6633 ditumbuhkan pada medium Tryptic Soy Agar (TSA), diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam untuk uji antimikroba. Sedangkan inkubasi untuk pemanenan spora dilakukan selama 7 hari atau lebih (Rukayadi et al., 2009). Sampel biji kapulaga kering dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi butiran yang halus.

3. Ektraksi Biji Kapulaga

Ekstraksi sampel biji kapulaga dilakukan dengan menghaluskan 100 g biji kapulaga kering dan dilarutkan ke dalam 400 mL metanol 100% (v/v) selama 48 jam dan disimpan pada suhu ruang. Setelah proses maserasi tersebut, rendaman biji kapulaga dalam metanol disaring menggunakan kertas saring Whatman filter paper no. 2 dan dipekatkan menggunakan rotary epavorator dengan suhu 50°C, 150 rpm hingga seluruh metanol menguap dan menyisakan ekstrak dalam labu. Selanjutnya ekstrak dilarutkan dalam Dimethylsulfoxide (DMSO) untuk mendapatkan larutan stok. Konsentrasi akhir ekstrak kapulaga yang digunakan adalah 10 mg/mL dan 100 mg/mL. Kedua konsentrasi hanya digunakan pada pengujian disc diffusion. DMSO 10% digunakan karena telah diuji tidak memiliki aktivitas antibakteri (Rukayadi, et al., 2009).

4. Persiapan Spora

Spora B. cereus dan B. subtilis disiapkan menggunakan metode yang dideskripsikan sebelumnya oleh Kida et al. (2003) dan Rukayadi, et al. (2009) dengan modifikasi. Kedua bakteri uji, yaitu B. cereus dan B. subtilis ditumbuhkan dalam medium TSA pada suhu 37oC selama 1 minggu. Setelah itu bakteri dipanen, spora dan sel vegetatif dilarutkan dalam larutan garam fisiologis NaCl 0.95% steril dan diinkubasi pada suhu 60oC selama 60-120 menit untuk


(26)

31

membunuh sel vegetatif. Spora dipanen melalui sentrifugasi (13,000×g selama 5 menit) dan tiga kali pencucian menggunakan larutan 0.95% NaCl steril. Jumlah spora awal dihitung sebagai acuan pengenceran suspensi spora pada tahap selanjutnya. Spora juga diwarnai menggunakan metode pewarnaan endospora untuk memastikan bahwa larutan mengandung spora saja. Metode pewarnaan endospora menurut Cappuccino dan Sherman (1999) menggunakan dua macam reagen, yaitu

a. Malakit hijau

Pewarna ini berfungsi sebagai pewarna dasar yang akan mewarnai spora melalui proses pemanasan. Sel vegetatif maupun endospora akan terwarnai oleh malakit hijau. Setelah dicuci menggunakan air, pewarna pada dinding sel vegetatif akan tercuci, sedangkan pewarna yang diikat oleh endospora akan tetap hijau karena tidak dapat tercuci air.

b. Safranin

Pewarna ini berfungsi sebagai pewarna lawan yang akan mewarnai sel vegetatif yang tidak berwarna akibat pencucian. Hasilnya sel vegetatif akan berwarna merah dan spora akan terwarna hijau.

5. Uji Antimikroba

Uji antimikroba yang dilakukan terhadap sel vegetatif adalah disc diffusion, MIC dan MBC. Pengujian ini dilakukan berdasarkan Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI) M7-A6.

a. Metode disc diffusion

Ekstrak kapulaga diuji aktivitas antibakteri terhadap sel vegetatif B. cereus dan B. subtilis. Kultur bakteri masing-masing species disebarkan di atas medium TSA menggunakan cotton swab steril. Cakram kertas steril diletakkan di atas

medium, lalu ditambahkan 10 μL ektrak biji kapulaga. Konsentrasi yang

digunakan pada uji disc diffusion ini adalah 10 mg/mL dan 100 mg/mL ekstrak. Kontrol positif menggunakan Chlorhexidine (CHX) 1%, sedangkan kontrol negatif menggunakan DMSO 10%. Cawan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Hasil diobservasi dengan menghitung zona bening di sekitar cakram dan


(27)

32

1) Diameter < 6 mm : Tidak sensitif 2) Diameter 6-9 mm : Sensitivitas rendah 3) Diameter 9-12 mm : Sensitivitas sedang 4) Diameter > 12mm : Sensitivitas tinggi.

b. Konsentrasi Hambat Minimum atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

Nilai MIC merupakan nilai yang menunjukkan konsentrasi minimal ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan sel vegetatif bakteri B. cereus dan B. subtilis dibandingkan dengan pertumbuhan dalam kontrol (Rukayadi et al., 2009). Pada pengujian ini, MIC dihitung dengan menggunakan metode 2-fold serial broth microdilution atau seri pengenceran 2 kali lipat (Andrews, 2001). Masing-masing bakteri dilarutkan dalam 1 mL media Mueller-Hinton Broth (MHB). Setelah itu, sebanyak 10µL suspensi bakteri dipindahkan ke dalam 10 mL media MHB. Pengujian dilakukan dalam microtitter dengan 96 sumur, kolom pertama diisi oleh media MHB sebagai kontrol negative, kolom kedua diisi oleh inoculum bakteri saja, sebagai kontrol positif. Pada uji MIC ini terdapat 10 macam konsentrasi, yaitu 0.0195 mg/mL, 0.390 mg/mL, 0.078 mg/mL, 0.156 mg/mL, 0.312 mg/mL, 0.625 mg/mL, 1.25 mg/mL, 2.5 mg/mL, 5 mg/mL dan 10 mg/mL. Plate microtiter lalu diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Hasilnya dilihat dengan membandingkan sumur uji dengan kontrol.

c. Minimum Bactericidal Concentration (MBC)

Nilai MBC didapatkan dengan cara mengkultur suspensi bakteri sebanyak 10 μL dari setiap sumur ke dalam medium MHA, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Konsentrasi yang diuji sama dengan konsentrasi pada pengujian MIC, yaitu 0.0195 mg/mL, 0.390 mg/mL, 0.078 mg/mL, 0.156 mg/mL, 0.312 mg/mL, 0.625 mg/mL, 1.25 mg/mL, 2.5 mg/mL, 5 mg/mL dan 10 mg/mL.

6. Aktivitas Antispora

Uji aktivitas antispora dilakukan dengan menggunakan metode yang dijelaskan oleh Kida et al. (2003) dan Rukayadi et al. (2009), dengan modifikasi.


(28)

33

Pada pengujian aktivitas antispora ini digunakan glutaraldehid sebagai kontrol positif. Ekstrak biji kapulaga dilarutkan dalam DMSO, sedangkan glutaradehid sebagai kontrol dilarutkan dalam ddH2O. Keduanya dilarutkan hingga mendapat konsentrasi 10% atau 100mg/mL. Suspensi spora yang sebelumnya telah disiapkan lalu dilarutkan dalam NaCl 0.95% dengan perbandingan 1:100. Ekstrak biji kapulaga disiapkan dengan melakukan pengenceran dengan suspensi spora, hingga didapatkan konsentrasi uji sebesar 0%, 1%, dan 2%, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3 di bawah ini,

Tabel 3.3. Konsentrasi ekstrak dan spora dalam uji antispora

Sampel Uji Konsentrasi Jumlah yang ditambahkan Sampel uji Suspensi spora

Ekstrak biji kapulaga

0% - 1000µl

1% 100µl 900µl

2% 200µl 800µl

Glutaraldehid

0% - 1000µl

1% 100µl 900µl

2% 200µl 800µl

Setiap larutan dengan konsentrasi yang berbeda tersebut selanjutnya diambil sebanyak 1 mL untuk diinkubasi dan dikocok pada suhu 37oC, dalam dua waktu inkubasi yang berbeda, yaitu 0 jam dan 1 jam. Pada tiap jam inkubasi (0 dan 1 jam) sebanyak 100 µl suspensi diambil dan diencerkan dalam 900µl NaCl 0.95% untuk mendapatkan pengenceran 10-1 and 10-2. Sebanyak 25 µl larutan 10-1 and 10-2 dikultur dalam medium NA dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Pengujian antispora ini dilakukan dalam dua kali pengulangan. Koloni yang terbentuk dihitung dan dirata-ratakan jumlahnya dalam nilai CFU/mL. Menurut Sutton (2011), kisaran umum jumlah koloni yang dapat diterima dalam satu cawan petri adalah 30-300 dan 25-250.


(29)

34

Data hasil uji antimikroba disc diffusion dan antispora dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 16 untuk mengetahui signifikansi pengaruh ekstrak biji kapulaga terhadap sel vegetatif dan spora B. cereus dan B. subtilis, yaitu dengan melakukan Uji Normalitas, Homogenitas. Pada hasil uji antimikroba disc diffusion, uji menggunakan uji parametrik, yaitu ANOVA dan Uji TUKEY serta uji T untuk mengetahui perbandingan rata-rata kedua bakteri, sedangkan hasil uji antispora dilanjutkan ke pengujian ANOVA dan Uji TUKEY saja. Hasil MIC dan MBC dianalisis dengan menghitung jumlah rata-rata dan standar deviasi.


(30)

Serbuk biji Kapulaga kering

Ekstrak biji kapulaga

maserasi selama 48 jam dalam methanol 100% dan di epavorasi pada suhu 50°C, 150 rpm

UJI ANTIMIKROBA

Disc Diffusion MIC dan MBC

Biakan B.

cereus dan B.subtilis

di spread di atas medium TSA

Bakteri uji dilarutkan dalam media MHB

Pengujian MIC menggunakan microtiter

Cakram steril diletakkan di atas biakan

Cakram diberi ekstrak biji kapulaga 10 mg/mL dan 100 mg/mL sebanyak10µL

lalu inkubasi 24 jam pada suhu 37oC

Bakteri uji diberi ekstrak biji kapulaga dengan konsentrasi

0.195-10 mg/mL

Hasil diamati pada setiap sumur

inkubasi 24 jam pada

suhu 37oC

Hasil MIC dilanjutkan untuk uji MBC

Hasil MIC di kutur pada medium TSA, mulai dari konsentrasi 0.195-10 mg/mL Pertumbuhan koloni bakteri tiap konsentrasi

diamati diinkubasi dan dikocok selama 0 jam diinkubasi dan dikocok selama 1 jam

Cawan di inkubasi 24 jam pada suhu 37oC

UJI ANTISPORA

Ekstrak spora dilarutkan dalam NaCl 0.95% (1:100)

Larutan spora ditambahkan ekstrak biji kapulaga dengan konsentrasi 0%, 1% dan 2%

Larutan uji di spread dalam medium NA dengan pengenceran

10-1 dan 10-2

Larutan uji di spread dalam medium NA dengan pengenceran

10-1 dan 10-2


(31)

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap aktivitas antibakteri ekstrak tanaman E. cardamomum terhadap sel vegetatif dan spora B. cereus dan B.subtilis, maka didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu

1. Ekstrak biji kapulaga mempunyai potensi antibakteri terhadap bakteri B cereus dan B subtilis.

2. Konsentrasi minimum ekstrak E. cardamomum yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri B cereus dan B subtilis adalah 1.25 mg/mL.

3. Konsentrasi minimum ekstrak E. cardamomum yang dapat membunuh bakteri B cereus adalah 1.25 mg/mL dan B subtilis adalah 10 mg/mL.

4. Nilai konsentrasi ekstrak E. cardamomum yang dapat mereduksi jumlah spora bakteri B. cereus secara signifikan adalah konsentrasi 2%, namun tidak ada pengaruh signifikan dari perbedaan waktu inkubasi.

5. Perbedaan konsentrasi ekstrak E. cardamomum tidak memberikan pengaruh yang berbeda signifikan terhadap reduksi jumlah spora B.subtilis, namun dipengaruhi secara signifikan oleh perbedaan waktu inkubasi.

B. Saran

Terdapat beberapa saran yang perlu dikemukakan agar penelitian selanjutnya dapat lebih baik lagi, diantaranya :

1. Perlunya manajemen waktu yang baik dalam setiap tahap pengerjaan uji antimikroba ini agar penelitian dapat berjalan efektif.

2. Diperlukan variabel konsentrasi dan waktu inkubasi yang lebih banyak pada uji antispora untuk melihat efektivitas ekstrak terhadap spora.

3. Diperlukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui konsentrasi dan waktu inkubasi yang optimum dalam penurunan jumlah spora.

4. Diperlukan inovasi penggunaan biji kapulaga sebagai pengawet makanan agar lebih mudah dan praktis digunakan oleh masyarakat


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap aktivitas antibakteri ekstrak tanaman E. cardamomum terhadap sel vegetatif dan spora B. cereus dan B.subtilis, maka didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu

1. Ekstrak biji kapulaga mempunyai potensi antibakteri terhadap bakteri B cereus dan B subtilis.

2. Konsentrasi minimum ekstrak E. cardamomum yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri B cereus dan B subtilis adalah 1.25 mg/mL.

3. Konsentrasi minimum ekstrak E. cardamomum yang dapat membunuh bakteri B cereus adalah 1.25 mg/mL dan B subtilis adalah 10 mg/mL.

4. Nilai konsentrasi ekstrak E. cardamomum yang dapat mereduksi jumlah spora bakteri B. cereus secara signifikan adalah konsentrasi 2%, namun tidak ada pengaruh signifikan dari perbedaan waktu inkubasi.

5. Perbedaan konsentrasi ekstrak E. cardamomum tidak memberikan pengaruh yang berbeda signifikan terhadap reduksi jumlah spora B.subtilis, namun dipengaruhi secara signifikan oleh perbedaan waktu inkubasi.

B. Saran

Terdapat beberapa saran yang perlu dikemukakan agar penelitian selanjutnya dapat lebih baik lagi, diantaranya :

1. Perlunya manajemen waktu yang baik dalam setiap tahap pengerjaan uji antimikroba ini agar penelitian dapat berjalan efektif.

2. Diperlukan variabel konsentrasi dan waktu inkubasi yang lebih banyak pada uji antispora untuk melihat efektivitas ekstrak terhadap spora.

3. Diperlukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui konsentrasi dan waktu inkubasi yang optimum dalam penurunan jumlah spora.

4. Diperlukan inovasi penggunaan biji kapulaga sebagai pengawet makanan agar lebih mudah dan praktis digunakan oleh masyarakat


(34)

55

DAFTAR PUSTAKA

Agaoglu, S., Dostbil, N., Alemdar, S. (2005). Antimicrobial Effect of Seed Extract of Cardamom (Elettarıa cardamomum Maton). YYÜ Vet Fak Derg, 16 (2), 99-101.

Andrews, J. M. (2001). Determination of Minimal Inhibitory Concentration. Journal of Antimicrobial Chemotherapy 48, 5-16.

Annisa, R. (2014). Chapter II. [online] diakses dari :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42475/4/Chapter%20II.pd f (20 Februari 2015).

Arnesen, L. P., Fagerlund, A., Granum, P.E. (2008). From soil to gut: Bacillus cereus and its food poisoning toxins. FEMS Microbiology, 32, 579-606.

Arora, D. S. & Bhardwaj, S.K. (1997). Antibacterial activity of some medicinal plants. Geobios-lyon, 24, 127-131.

Badan POM RI. (2010). Direktorat Obat Asli Indonesia. Acuan Sediaan Herbal, 5, 5-7.

Bart, H. & Pilz, S. (2011). Industrial Scale Natural Products Extraction, First Edition. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co.

Ben, A., Combes, S., Preziosi, L., Gontard, N., Chalier. (2005). Antimicrobial activity of carvacrol related to its chemical structure. Letters in Applied Microbiology, 2 (66), 8254.

Beauchamp, R.O., Clair M. B., Fennell T. R., Clarke, D. O., Morgan, T. K., Kari, F.W. (1992). A critical review of the toxicology of glutaraldehyde. Critical Reviews In Toxicology. (22), 143–174.

Black, P., Setlow, Hocking, A., Stewart, M., Kelly, L., Hoover, D. (2007). Response of spores to high-pressure processing. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 6, 103-119.


(35)

56

Cazemier, A., Wagenaars, S.F.M., Steeg, P. (2001). Effect of sporulation and recovery medium on the heat resistance and amount of injury of spores from spoilage Bacilli. Journal of Applied microbiology, Application Toxicology, 21 (1), 31–51.

Chada, V.G. (2003). Morfogenesis of Bacillus Spore Surface. Journal Bacteriol, 185(21), 6255-6261.

Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI). (2003). Reference method for dilution antimicrobial susceptibility tests for bacteria that grow aerobically. Approved standard M7-A6. USA: National Committee for Clinical Laboratory Standards.

Disqus. (1999). Cardamom Plant. [Online] diakses dari

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/9c/Cardamom_plant.jp g (10 Mei 2015).

Drobniewski, F. A. (1993). Bacillus cereus and Related Species. Clinical Microbiology. 6(4), 324.

European Commision. (2000). Opinion of The Scientific Committee on Animal Nutrition on the Safety of Use of Bacillus Species in Animal Nutrition. Directorate B - Scientific Health Opinions, Unit B3, Management of scientific committees II.

Fathoni, A. (2006). Metodologi Penelitian & Tekhnik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Garthh. (2011). Gram-stained preparation of Bacillus subtilis. [online] diakses dari:

http://www.microbeworld.org/component/jlibrary/?view=article&id=7841 (8 Mei 2015).

Gaur, A.H., Patrick, C.C., McCullers, J.A., Flynn, P.M., Pearson, T.A., Razzouk, B.I., Thompson, S.J., Shenep, J.L. (2001). Bacillus cereus bacteremia and meningitis in immunocompromised children. Clinical Infectious, 32, 1456-1462.


(36)

57

Gorman, S.P., Schott, E. M., Russel, A.D. (1980). Antimicrobial Activity, Uses, and Mechanism of Action Glutaraldehyde. Journa Application Bacteriology, 48,161–190.

Islam, S., Rahman, A., Sheikh, M. I., Rahman, M., Jamal, A. H., Alam, J. (2010). In vitro Antibacterial Activity of Methanol Seed Extract of Elettaria cardamomum (L.) Maton. Agriculturae Conspectus Scientifi, 75(3), 113-117.

Jamal, A., Javed, K., Aslama, M., Jafri, M. A. (2006). Gastroprotective eff ect of cardamom, Elettaria cardamomum Maton, fruits in rats. Journal Ethnopharmacol, 103, 149-153.

Jaquette, C. B. & Beuchat, L. R. (1998). Combined Effects of pH, Nisin, and Temperature on Growth and Survival of Psychrotrophic Bacillus cereus. Journal of Food Protection, 513-648.

Jones, L. (1968). Antispora Activity of Sodium Hypochlorite at Subzero Temperatures. Applied Microbiology, American Society for Microbiology, 787-791.

Kalbe. (2010). Keefektifan Chlorhexidine Gel Intra-alveolar pada Alveolar Osteitis dan Komplikasi Perdarahan pada Pembedahan Molar Ketiga Mandibular Pasien dengan Gangguan Perdarahan. CDK, 179.

Karlsmose, S. (2010). Laboratory Protocol: ―Susceptibility testing of

Enterobacteriaceae using disk diffusion‖. WHO Global Foodborne

Infections Network, 1-11.

Kida, N., Mochizuki, Y., Taguchi, F. (2003). An Effective Sporicidal Reagent against Bacillus subtilis Spores. Microbiology dan Immunology., 47(4), 279–283.

Kirk, E. (2009). Bacillus subtilis. [online] diakses dari :

http://web.mst.edu/~microbio/BIO221_2009/B_subtilis.html (12 Mei 2015).


(37)

58

Korikontimath, V.S., Mulge, R., Zachariah, J. (1999). Variations in essential oil constituents in high yielding selections of cardamom. Journal Plantation Craps, 27, 230-232.

Kubo, I., Himejima, M., Muroi, H. (1991). Antimicrobial Activity of Flavor Components of Cardamom Elattaria cardamomum (Zingiberaceae) Seed. Journal Agriculture Food Chemical, 39,1984-1986.

Last, W. (2013). DMSO or Dimethyl Sulfoxide. Bio-Medicals Pty Ltd.

Leventin, E. & McMahon, K. (2011). Plants and Society: Sixth Edition. New York : Mc-Graw Hill.

Li, S. (2011). Enhancement of the antimicrobial activity of eugenol and carvacrol against Escherichia coli O157:H7 by lecithin in microbiological media and food. (Tesis). University of Tennes

Logan, N. A. (1988). Bacillus species of medical and veterinary importance. Journal Medical Microbiology, 25,157-165.

Madigan, M.T., Martinko, J. M., Parker, J. (2003). Brock Biology of Microorganism. New Jersey: Prentice Hall.

Matthews, M. & Jack, M. (2011). Spices and Herbs for Home and Market. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

McDonnel, G. & Russel, A.D. (1999). Antiseptics and Disinfectants: Activity, Action, and Resistance. Clinical Microbiology Reviews, 12(1), 147–179.

Naik, M. I., Fomda, B. A., Jaykumar, E., Bhat, J. A. (2010). Antibacterial activity of lemongrass (Cymbopogon citratus) oil against some selected pathogenic bacterias. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, 535-538.

Nychas, G. J. E. (1995). Natural Antimicrobials from Plants: New method of food preservation 58-89. US: Springer


(38)

59

Oliver, S. P., Gillespie, B. E., Lewis, M. J., Ivey, S. J., Almeida, R. A., Luther, D. A., Johnson, D. L., Lamar, K. C., Moorehead, H. D., Dowlen, H. H. (2001). Efficacy of a new premilking teat disinfectant containing a phenolic combination for the prevention of mastitis. Journal of Dairy Science. 84, 1545-1549.

Pelczar, M. J. & Chan, E. C. S. (2008). Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta: UI Press.

Prasetyo. (2004). Budidaya Kapulaga sebagai Tanaman Sela pada Tegakan Sengon. Jurnal Ilm-Ilmu Pertanian Indonesia, 6(1), 22-31

Priest, G. F. (1990). 11 Bacillus. Edinburgh, Scotland, UK

Public Health England. (2015). Identification of Bacillus species. UK Standards for Microbiology Investigations. ID 9 Issue 3. [Online] diakses dari : https://www.gov.uk/uk-standards-for-microbiology-investigations-smi-quality-and-consistency-in-clinical-laboratories(24 Mei 2015).

Puspitojati, E. (2013). Bahaya Penggunaan Formalin Pada Makanan. [Online] diakses dari: stppyogyakarta.ac.id/wp-content/uploads/2013/03/mie-formalin.pdf (12 Mei 2015).

Rahmawati, F. (1999). Pengawetan Makanan dan Permasalahannya. Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana, Fakultas Tekhnik, Universitas Negeri Yogyakarta.

Reynolds, J. (2011). The Endospore Staining. Richland College, BIOL 24(21), 1.

Rukayadi, Y., Lee, K., Han, S., Kim, S., Hwang, J. (2009). Antibacterial and Sporicidal Activity of Macelignan Isolated from Nutmeg (Myristica fragrans Houtt.) against Bacillus cereus. Food Science Biotechnology, 18(5), 1301-1304.

Russel, A. D. (1990). Bacterial Spores and Chemical Antispora Agents. Clinical Microbiology, 3(2), 99.


(39)

60

Sengupta A., Ghosh, S., Bhattacharjee, S. (2005). Dietary cardamom inhibits the formation of azoxymethane-induced aberrant cryptfoci in mice and reduces COX-2 and iNOS expression in the colon. Asian Pac J Cancer Prev 6(2), 118-122.

Setlow, B., Tennen, R., Setlow, B., Genest, P.C., Loshon, C. A. (2001). Mechanisms of Killing Spores of Bacillus subtilis by Acid, Alkali and Ethanol. Journal of Applied Microbiology, 92,362–375.

Setyawan, A. D., Wiryanto, Suranto, Bermawi, N., Sudarmono. (2014). Short Communication: Comparisons of isozyme diversity in local Java cardamom (Amomum compactum) and true cardamom (Elettaria cardamomum). Journal Biosains, Vol 6, 94-101.

Siagian, A. (2002). Mikroba patogen pada makanan dan sumber pencemarannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Singh, G., Kiran, S., Marimuthu, P., Isidorov, S., Vinogorova, V. (2008). Antioxidant and antimicrobial activities of essential oil and various oleoresins of Elettaria cardamomum (seeds and pods). Journal of the Science of Food and Agriculture, Vol 88, 280–289.

Slepecky, Ralph, Ernes, H. (2006). The Genus Bacillus—Nonmedical. Prokaryotes, 4(16), 530–562.

Smith, D. R. & Wang, R. S. (2006). Glutaraldehyde Exposure and its Occupational Impact in the Health Care Environment. Environmental Health and Preventive Medicine, 11, 3–10.

Suhara. (2009). Dasar-Dasar Biokimia. Bandung: Prisma Press.

Suparman, D., Kusumaningrum, D., Yulianto. (2012). Studi Etnobotani Tumbuhan Sub Kelas Rosidae Dan Penggunaannya Sebagai Obat Tradisional di Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas. Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Sutton, S. (2011). Accuracy of Plate Counts. Journal Of Vaudation Technology (Summer 2011), 17 (3), 42-46.


(40)

61

Tennen, R., Setlow, B., Davis, K. L., Loshon, C. A., Setlow, P.(2000). Mechanisms of Killing of Spores of Bacillus cereus by Iodine, Glutaraldehyde and Nitrous Acid. Journal of Applied Microbiology, 89, 330-338.

Thomas, S. & Russell, A. D. (1974). Temperature-induced changes in the sporicidal activity and chemical properties of glutaraldehyde. Application Microbiology, 28, 331–335.

Todar, K. (2012). Bacillus cereus food poisoning. [online] diakses dari : http://textbookofbacteriology.net/B.cereus.html (25 Juni 2015).

Wijnands, L.M., Dufrenne, J.B., Leusden, F.M., Abee, T. (2007). Germination of Bacillus cereus spores is induced by germinants from differentiated Caco-2 Cells, a human cell line mimicking the epithelial cells of the small intestine. Application Environment Microbiology, 73, 5052-5054.

Wiked. (2010). Elettaria cardamomum. [online] diakses dari :

http://www.biodiversityofindia.org/index.php?title=Elettaria_cardamomu m (13 Mei 2015).

Wipat, A., Hardwood, C. R. (1998). The Bacillus subtilis genome sequence: the molecular blueprint of a soil bacterium. FEMS Microbiology:Ecology, 28, 1-9.

Wong, H. (2010). Bacillus cereus. Department of Microbiology, Soochow University.

Young & James. (1959). Chemical and Morphological Studies of Bacterial Spore Formation, I. The Formation of Spores in Bacillus cereus. Department of Bacteriology and Immunology and the Department of Biochemistry, University of Western Ontario, London, Canada.

Zainin, N. S., Lau, K. Y., Zakaria, M., Son, R., Abdull Razis, A. F., Rukayadi, Y. (2013). Antibacterial activity of Boesenbergia rotunda (L.) Mansf. A. extract against Escherichia coli. International Food Research Journal 20(6), 3319-3323.


(41)

62

Zhang, Y. (2007). Mechanisms of Antibiotic Resistance in the Microbial World. Clinical Pharmacology & Therapeutics, 82,595-600.


(1)

Gorman, S.P., Schott, E. M., Russel, A.D. (1980). Antimicrobial Activity, Uses, and Mechanism of Action Glutaraldehyde. Journa Application

Bacteriology, 48,161–190.

Islam, S., Rahman, A., Sheikh, M. I., Rahman, M., Jamal, A. H., Alam, J. (2010). In vitro Antibacterial Activity of Methanol Seed Extract of Elettaria cardamomum (L.) Maton. Agriculturae Conspectus Scientifi, 75(3), 113-117.

Jamal, A., Javed, K., Aslama, M., Jafri, M. A. (2006). Gastroprotective eff ect of cardamom, Elettaria cardamomum Maton, fruits in rats. Journal Ethnopharmacol, 103, 149-153.

Jaquette, C. B. & Beuchat, L. R. (1998). Combined Effects of pH, Nisin, and Temperature on Growth and Survival of Psychrotrophic Bacillus cereus. Journal of Food Protection, 513-648.

Jones, L. (1968). Antispora Activity of Sodium Hypochlorite at Subzero Temperatures. Applied Microbiology, American Society for Microbiology, 787-791.

Kalbe. (2010). Keefektifan Chlorhexidine Gel Intra-alveolar pada Alveolar Osteitis dan Komplikasi Perdarahan pada Pembedahan Molar Ketiga Mandibular Pasien dengan Gangguan Perdarahan. CDK, 179.

Karlsmose, S. (2010). Laboratory Protocol: ―Susceptibility testing of

Enterobacteriaceae using disk diffusion‖. WHO Global Foodborne

Infections Network, 1-11.

Kida, N., Mochizuki, Y., Taguchi, F. (2003). An Effective Sporicidal Reagent against Bacillus subtilis Spores. Microbiology dan Immunology., 47(4), 279–283.

Kirk, E. (2009). Bacillus subtilis. [online] diakses dari :

http://web.mst.edu/~microbio/BIO221_2009/B_subtilis.html (12 Mei 2015).


(2)

Korikontimath, V.S., Mulge, R., Zachariah, J. (1999). Variations in essential oil constituents in high yielding selections of cardamom. Journal Plantation Craps, 27, 230-232.

Kubo, I., Himejima, M., Muroi, H. (1991). Antimicrobial Activity of Flavor Components of Cardamom Elattaria cardamomum (Zingiberaceae) Seed. Journal Agriculture Food Chemical, 39,1984-1986.

Last, W. (2013). DMSO or Dimethyl Sulfoxide. Bio-Medicals Pty Ltd.

Leventin, E. & McMahon, K. (2011). Plants and Society: Sixth Edition. New York : Mc-Graw Hill.

Li, S. (2011). Enhancement of the antimicrobial activity of eugenol and carvacrol against Escherichia coli O157:H7 by lecithin in microbiological media and food. (Tesis). University of Tennes

Logan, N. A. (1988). Bacillus species of medical and veterinary importance. Journal Medical Microbiology, 25,157-165.

Madigan, M.T., Martinko, J. M., Parker, J. (2003). Brock Biology of Microorganism. New Jersey: Prentice Hall.

Matthews, M. & Jack, M. (2011). Spices and Herbs for Home and Market. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

McDonnel, G. & Russel, A.D. (1999). Antiseptics and Disinfectants: Activity, Action, and Resistance. Clinical Microbiology Reviews, 12(1), 147–179.

Naik, M. I., Fomda, B. A., Jaykumar, E., Bhat, J. A. (2010). Antibacterial activity of lemongrass (Cymbopogon citratus) oil against some selected pathogenic bacterias. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, 535-538.

Nychas, G. J. E. (1995). Natural Antimicrobials from Plants: New method of food preservation 58-89. US: Springer


(3)

Oliver, S. P., Gillespie, B. E., Lewis, M. J., Ivey, S. J., Almeida, R. A., Luther, D. A., Johnson, D. L., Lamar, K. C., Moorehead, H. D., Dowlen, H. H. (2001). Efficacy of a new premilking teat disinfectant containing a phenolic combination for the prevention of mastitis. Journal of Dairy Science. 84, 1545-1549.

Pelczar, M. J. & Chan, E. C. S. (2008). Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta: UI Press.

Prasetyo. (2004). Budidaya Kapulaga sebagai Tanaman Sela pada Tegakan Sengon. Jurnal Ilm-Ilmu Pertanian Indonesia, 6(1), 22-31

Priest, G. F. (1990). 11 Bacillus. Edinburgh, Scotland, UK

Public Health England. (2015). Identification of Bacillus species. UK Standards for Microbiology Investigations. ID 9 Issue 3. [Online] diakses dari : https://www.gov.uk/uk-standards-for-microbiology-investigations-smi-quality-and-consistency-in-clinical-laboratories(24 Mei 2015).

Puspitojati, E. (2013). Bahaya Penggunaan Formalin Pada Makanan. [Online] diakses dari: stppyogyakarta.ac.id/wp-content/uploads/2013/03/mie-formalin.pdf (12 Mei 2015).

Rahmawati, F. (1999). Pengawetan Makanan dan Permasalahannya. Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana, Fakultas Tekhnik, Universitas Negeri Yogyakarta.

Reynolds, J. (2011). The Endospore Staining. Richland College, BIOL 24(21), 1.

Rukayadi, Y., Lee, K., Han, S., Kim, S., Hwang, J. (2009). Antibacterial and Sporicidal Activity of Macelignan Isolated from Nutmeg (Myristica fragrans Houtt.) against Bacillus cereus. Food Science Biotechnology, 18(5), 1301-1304.

Russel, A. D. (1990). Bacterial Spores and Chemical Antispora Agents. Clinical Microbiology, 3(2), 99.


(4)

Sengupta A., Ghosh, S., Bhattacharjee, S. (2005). Dietary cardamom inhibits the formation of azoxymethane-induced aberrant cryptfoci in mice and reduces COX-2 and iNOS expression in the colon. Asian Pac J Cancer Prev 6(2), 118-122.

Setlow, B., Tennen, R., Setlow, B., Genest, P.C., Loshon, C. A. (2001). Mechanisms of Killing Spores of Bacillus subtilis by Acid, Alkali and Ethanol. Journal of Applied Microbiology, 92,362–375.

Setyawan, A. D., Wiryanto, Suranto, Bermawi, N., Sudarmono. (2014). Short Communication: Comparisons of isozyme diversity in local Java cardamom (Amomum compactum) and true cardamom (Elettaria cardamomum). Journal Biosains, Vol 6, 94-101.

Siagian, A. (2002). Mikroba patogen pada makanan dan sumber pencemarannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Singh, G., Kiran, S., Marimuthu, P., Isidorov, S., Vinogorova, V. (2008). Antioxidant and antimicrobial activities of essential oil and various oleoresins of Elettaria cardamomum (seeds and pods). Journal of the

Science of Food and Agriculture, Vol 88, 280–289.

Slepecky, Ralph, Ernes, H. (2006). The Genus Bacillus—Nonmedical.

Prokaryotes, 4(16), 530–562.

Smith, D. R. & Wang, R. S. (2006). Glutaraldehyde Exposure and its Occupational Impact in the Health Care Environment. Environmental

Health and Preventive Medicine, 11, 3–10.

Suhara. (2009). Dasar-Dasar Biokimia. Bandung: Prisma Press.

Suparman, D., Kusumaningrum, D., Yulianto. (2012). Studi Etnobotani Tumbuhan Sub Kelas Rosidae Dan Penggunaannya Sebagai Obat Tradisional di Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas. Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.


(5)

Tennen, R., Setlow, B., Davis, K. L., Loshon, C. A., Setlow, P.(2000). Mechanisms of Killing of Spores of Bacillus cereus by Iodine, Glutaraldehyde and Nitrous Acid. Journal of Applied Microbiology, 89, 330-338.

Thomas, S. & Russell, A. D. (1974). Temperature-induced changes in the sporicidal activity and chemical properties of glutaraldehyde. Application

Microbiology, 28, 331–335.

Todar, K. (2012). Bacillus cereus food poisoning. [online] diakses dari : http://textbookofbacteriology.net/B.cereus.html (25 Juni 2015).

Wijnands, L.M., Dufrenne, J.B., Leusden, F.M., Abee, T. (2007). Germination of Bacillus cereus spores is induced by germinants from differentiated Caco-2 Cells, a human cell line mimicking the epithelial cells of the small intestine. Application Environment Microbiology, 73, 5052-5054.

Wiked. (2010). Elettaria cardamomum. [online] diakses dari :

http://www.biodiversityofindia.org/index.php?title=Elettaria_cardamomu m (13 Mei 2015).

Wipat, A., Hardwood, C. R. (1998). The Bacillus subtilis genome sequence: the molecular blueprint of a soil bacterium. FEMS Microbiology:Ecology, 28, 1-9.

Wong, H. (2010). Bacillus cereus. Department of Microbiology, Soochow University.

Young & James. (1959). Chemical and Morphological Studies of Bacterial Spore Formation, I. The Formation of Spores in Bacillus cereus. Department of Bacteriology and Immunology and the Department of Biochemistry, University of Western Ontario, London, Canada.

Zainin, N. S., Lau, K. Y., Zakaria, M., Son, R., Abdull Razis, A. F., Rukayadi, Y. (2013). Antibacterial activity of Boesenbergia rotunda (L.) Mansf. A. extract against Escherichia coli. International Food Research Journal 20(6), 3319-3323.


(6)

Zhang, Y. (2007). Mechanisms of Antibiotic Resistance in the Microbial World. Clinical Pharmacology & Therapeutics, 82,595-600.