Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tempe Terhadap Bakteri Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sejalan dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan perubahan

gaya hidup, tuntutan konsumen terhadap bahan pangan tidak hanya terbatas
sebagai sumber zat gizi tetapi juga mampu memberikan manfaat kesehatan bagi
tubuh, hal ini melahirkan apa yang disebut pangan fungsional, yaitu pangan yang
mengandung komponen aktif yang mempunyai fungsi fisiologis dan digunakan
untuk pencegahan atau penyembuhan penyakit serta untuk mencapai kesehatan
yang optimal. Berbagai jenis pangan fungsional telah beredar di pasaran, mulai
dari produk susu probiotik tradisional seperti yoghurt, kefir dan coumiss sampai
produk susu rendah lemak siap dikonsumsi yang mengandung serat larut. Produk
yang mengandung ekstrak serat yang bersifat larut berfungsi menurunkan
kolesterol dan mencegah obesitas. Untuk minuman telah tersedia berbagai
minuman yang berkhasiat menyehatkan tubuh yang mengandung komponen aktif
rempah-rempah seperti kunyit asam, minuman sari jahe, sari temu lawak, beras
kencur, serbat, dan bandrek. Pengembangan lebih lanjut menjadi produk pangan

fungsional komersial memerlukan penelitian mendalam untuk memperoleh data
yang pasti mengenai komponen bioaktif, khasiat, keamanan, sampai uji
farmakologi dan uji klinisnya untuk membuktikan manfaatnya (Winarti dan
Nanan, 2005).
Makanan merupakan sumber gizi yang menjadi salah satu faktor
lingkungan yang sangat penting dalam menentukan berat atau ringannya suatu

16

penyakit infeksi. Hal ini disebabkan karena makanan dan zat gizi yang terkandung
di dalamnya menentukan status gizi dan kesehatan seseorang yang secara
langsung menentukan daya tahan tubuh karena komponen dalam makanan akan
berkembang menjadi komponen yang dapat mendukung bahkan melawan
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit (Saraswaty, et
al., 2002).
Tempe merupakan salah satu jenis makanan hasil proses fermentasi yang
sangat dikenal oleh masayarakat Indonesia, mudah diperoleh di berbagai tempat
(Bintari et al., 2008), teknologi pembuatannya sederhana, harganya relatif murah,
mempunyai citarasa yang enak dan mudah dimasak (Pawiroharsono, 2001).
Tempe menjadi salah satu makanan tradisional asli Indonesia yang dibuat dengan

proses fermentasi (Saraswaty, et al., 2002) dengan bahan dasar kedelai dan
bantuan aktivitas jamur, terutama Rhizopus oligosporus sehingga memiliki nilai
gizi yang tinggi karena jumlah protein terlarut meningkat menjadi empat kali lipat
(Bintari, et al., 2008). Di Indonesia terdapat berbagai jenis tempe sesuai dengan
jenis bahan baku yang digunakan, antara lain tempe kecipir, tempe kara, tempe
benguk, tempe gembus, tempe bongkrek dan sebagainya. Bila disebut tempe saja,
maka pada umumnya diartikan sebagai tempe kedelai (Pawiroharsono, 2001).
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) famili Leguminosae digunakan sebagai
bahan dasar tempe merupakan sumber gizi yang sangat penting karena
mengandung 31-48% protein sedangkan lemaknya 11-21%. Kandungan lemaknya
sebagian besar terdiri atas asam lemak (88,10%) terutama asam lemak esensial
linoleat dan oleat, selain itu terdapat senyawa antosianin, fosfolipida (9,8%), dan
glikolipida (1,6%). Protein kedelai mengandung asam amino yang paling lengkap

17

dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya yakni 18 asam amino, terdiri
dari 9 jenis asam amino esensial dan 9 jenis asam amino nonesensial
(Dwinaningsih, 2010).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tempe mempunyai potensi

sebagai sumber senyawa yang memiliki aktivitas biologis, seperti isoflavonoid,
antibiotika, vitamin, enzim dan mengandung beberapa jenis mikroorganisme yang
dapat dikembangkan lebih lanjut untuk memproduksi senyawa-senyawa organik,
seperti asam amino, asam lemak, vitamin yang sangat bermanfaat di bidang
farmasi dan kedokteran. Penelitian oleh (Saraswaty, et al., 2002) melakukan uji
aktivitas antibakteri dari medium Sabouraud cair yang diperkaya dengan infus
kacang kedelai dan jamur tempe (Rhizopus sp.) terhadap beberapa bakteri.
Penelitian selanjutnya juga dilakukan oleh (Bintari, et al., 2008), untuk melihat
penghambatan pertumbuhan bakteri jamur benang oleh bakteri Micrococcus
luteus dan peningkatan kandungan isoflavon pada proses pengolahan tempe, dari
penelitian ini diketahui bahwa aktivitas optimum antibakteri yang dihasilkan
Rhizopus oligosporus terhadap pertumbuhan Micrococcus luteus terjadi pada
fermentasi hari ke tiga. Penelitian yang lain membuat ekstrak tempe dengan
menggunakan pelarut aqua destilata/air suling (Rahmaniar, 1991).
Berdasarkan penelitian tentang kemampuan tempe dalam menghambat
pertumbuhan beberapa bakteri, perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap
aktivitas antibakteri dengan melakukan ekstraksi senyawa antibakteri dari tempe
menggunakan pelarut organik agar dapat memperoleh senyawa sesuai dengan sifat
kepolarannya yang memberikan efek optimum dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Gram positif.


18

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian di atas, dapat disusun

rumusan masalah sebagai berikut:
a.

Apakah ekstrak etanol, etilasetat dan n-heksana tempe bersifat
antibakteri terhadap bakteri Gram positif Bacillus subtilis dan
Staphylococcus aureus?

b.

Ekstrak dari pelarut yang mana dari tempe yang memberikan aktivitas
antibakteri paling kuat terhadap bakteri Gram positif Bacillus subtilis
dan Staphylococcus aureus?


1.3

Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini

sebagai berikut:
a.

Ekstrak etanol, etilasetat dan n-heksan tempe bersifat antibakteri
terhadap bakteri Gram positif Bacillus subtilis dan Staphylococcus
aureus.

b.

Terdapat perbedaan kemampuan efektivitas antibakteri dari masingmasing ekstrak terhadap bakteri Gram positif Bacillus subtilis dan
Staphylococcus aureus.

1.4


Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:
a.

Mengetahui konsentrasi pengekstrak, ekstrak etanol, etilasetat dan nheksana tempe terhadap bakteri Gram positif Bacillus subtilis dan
Staphylococcus aureus.

19

b.

Mengetahui jenis ekstrak berdasarkan sifat kepolaran pelarut
pengekstraksi tempe yang memberikan aktivitas antibakteri paling
kuat terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif Bacillus subtilis dan
Staphylococcus aureus.

1.5


Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai penggunaan tempe sebagai antibakteri

dan menunjang data ilmiah yang mendukung tempe sebagai bahan makanan
fungsional.
1.6

Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian, ditetapkan variable

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.

Variabel bebas meliputi ekstrak etanol, ekstrak etil asetat, eksstrak nheksan dengan masing-masing divariasikan konsentrasi sebesar 300,
400 dan 500 mg/ml.

b.

Variabel terikat meliputi diameter hambat masing-masing bahan uji
yang menunjukkan aktivitas antibakteri.


20

Kerangka konsep penelitian dapat di lihat pada bagan skematis Gambar
1.1 berikut:
Variabel Bebas

Variabel Terikat

EET

Tempe

Ekstraksi

- Staphylococcus
aureus
- Bacillus subtilis

EEAT


Diameter
Hambat
(mm)

En-HT
Variasi konsetrasi:
300; 400; 500 mg/ml

Gambar 1.1. Skema kerangka konsep penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak
tempe terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Bacillus
subtilis.

Keterangan:

- EET
: Ekstrak Etanol Tempe
- En-HT : Ekstrak n-Heksan Tempe
- EEAT : Ekstrak Etil Asetat Tempe


21