Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tempe Terhadap Bakteri Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tempe
Tempe merupakan makanan fermentasi yang populer di Indonesia yang

kaya akan nutrisi dan zat aktif. Baru-baru ini, konsumsi tempe telah meningkat
pesat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Amerika Serikat dan Eropa (Babu, et
al., 2009). Tempe yang dibuat dari bahan dasar kedelai menjadi salah satu jenis
makanan yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mudah diperoleh di
berbagai tempat (Bintari, et al., 2008). Penyajian kedelai menjadi tempe adalah
unik dibandingkan dengan berbagai bentuk penyajian sebagai pangan yang lain
karena sebagai tempe, kedelai dikonsumsi utuh, berbeda dengan tahu atau susu
kedelai yang dikonsumsi hanya sebagai ekstrak kedelai saja. Tempe mempunyai
ciri-ciri bewarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih
disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai dan
menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terbentuknya flavor yang
spesifik setelah fermentasi disebabkan karena terjadi degradasi komponenkomponen dalam kedelai (Dwinaningsih, 2010).
Kedelai yang dapat diolah menjadi tempe ialah biji tanaman kedelai

(Glycine max

(L.) Merr.)

termasuk famili

Leguminosae,

sub

familia

Papilionaceae, genus Glycine (Dwinaningsih, 2010), berasal dari jenis kedelai liar
yaitu Glycine unriensis atau Glycine soya yang banyak terdapat di Cina, Jepang,
Korea dan Rusia (Astuti, 2009). Secara fisik, setiap kedelai berbeda dalam hal
warna, ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut

22

dipengaruhi


oleh

varietas

dan

kondisi

kedelai

tersebut

dibudidayakan

(Dwinaningsih, 2010). Tumbuhan kedelai berbentuk semak pendek setinggi 30100 cm. Tumbuhnya kedelai liar dan merapat. Buahnya berbentuk polong. Bijinya
bulat lonjong seperti kedelai biasa dan kulit bijinya sangat tebal sehingga embrio
dan keping biji dapat terlindung lebih baik (Astuti, 2009). Biji kedelai tersusun
atas tiga komponen utama, yaitu kulit biji, daging (kotiledon) dan hipokotil
dengan perbandingan 8 : 90 : 2.

Jenis kedelai dapat dibedakan menjadi empat macam menurut Astuti
(2009) antara lain:
a.

kedelai kuning ialah kedelai yang kulit bijinya berwarna kuning atau
putih. Apabila dipotong melintang memperlihatkan warna kuning
pada irisan keping bijinya dan biasanya dibuat tahu atau tempe.

b.

kedelai hitam ialah kedelai yang kulit bijinya berwarna hitam.

c.

kedelai hijau ialah kedelai yang kulit bijinya berwarna hijau, apabila
dipotong melintang memperlihatkan warna hijau pada irisan keping
bijinya.

d.


kedelai coklat ialah kedelai yang kulit bijinya berwarna coklat.

Selama pengolahan kedelai menjadi tempe terjadi perubahan kimia pada
protein oleh aktivitas jamur. Nilai zat gizi pada tempe sebagai sumber protein
nabati lebih tinggi daripada kedelai. Dimana protein kompleks terdegradasi oleh
enzim menjadi asam-asam amino esensial pada tempe yang mempunyai zat gizi
yang tinggi, meskipun terlihat pada kedelai proteinnya lebih tinggi dibandingkan
dengan tempe, seperti yang tercantum pada tabel 2.1.

23

Tabel 2.1 Kandungan zat gizi kedelai dan tempe
Zat Gizi

Komposisi Zat Gizi 100 gram BDD
Kedelai
Tempe
381
201
40,4

20,8
16,7
8,8
24,9
13,5
3,2
1,4
5,5
1,6
222
155
682
326
10
4
31
34
0,52
0,19
12,7

55,3
100
100

Satuan

Energi
(kal)
Protein
(gram)
Lemak
(gram)
Hidrat Arang
(gram)
Serat
(gram)
Abu
(gram)
Kalsium
(mg)

Fosfor
(mg)
Besi
(mg)
Karotin
(mkg)
Vitamin B1
(mg)
Air
(gram)
BDD (Berat yang
(%)
Dapat Dimakan)
Sumber: Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia Depkes RI Dir. Bin.Gizi
Masyarakat dan Puslitbang Gizi 1991.

Asam amino esensial yang terdapat di dalam tempe, yaitu isoleusin, leusin,
lisin, fenilalanin, metionin, treonin, triptofan dan valin, semuanya dibutuhkan oleh
tubuh manusia (Bintari, et al., 2008). Selain sebagai sumber protein nabati yang
tinggi, tempe merupakan sumber isoflavon potensial (Pawiroharsono, 2001;

Bintari, et al., 2008) yang bermanfaat untuk menghambat proliferasi sel kanker
payudara. Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 26-49 mg/100 gram bahan.
Selama proses fermentasi isoflavon dalam kedelai akan mengalami transformasi
lebih lanjut membentuk senyawa transforman baru (6,7,4-trihidroksi isoflavon)
yang mempunyai aktivitas biologi lebih tinggi (Bintari, et al., 2008;
Dwinaningsih, 2010) dibandingkan dengan isoflavon lainnya sebagai antioksidan.
Berbagai potensi senyawa isoflavon untuk keperluan kesehatan, antara lain
sebagai antiinflamasi, antitumor/antikanker, antivirus, antialergi dan penghambat

24

agregasi platelet pada sistem sirkulasi penderita penyakit jantung koroner
(Pawiroharsono, 2001).
Banyak jenis mikroorganisme yang terlibat dalam proses pembuatan
tempe, diantaranya ialah kapang, khamir, bakteri asam laktat dan beberapa jenis
bakteri Gram negatif. Rhizopus oligosporus merupakan jenis fungi yang paling
banyak berperan dalam proses pembuatan tempe, selain itu terdapat juga R. oryzae
dan Mucor spp. yang memberikan rasa dan tekstur khas pada tempe. Penelitian
yang dilakukan dengan mengisolasi mikroorganisme dari tempe yang diambil di
berbagai pasar di Indonesia, menunjukkan Rhizophus merupakan fungi yang

paling berperan dalam pembuatan tempe. Strain Rhizopus yang ditemukan
sebanyak 40 jenis, 25 jenis diantaranya adalah Rhizopus oligosporus dan
selebihnya R. stolonifier, R. arrhizus, R. oryzae dan R. formosaensis. Dilaporkan
juga bahwa jenis kapang Rhizopus memproduksi secara alami zat antibiotik yang
melawan beberapa organisme penyebab penyakit. Orang Indonesia yang
mengkonsumsi tempe secara terus-menerus akan terhindar dari disentri dan
gangguan pencernaan (Babu, et al., 2009). Di samping itu, Siswono (2003),
menyatakan bahwa tempe dapat sebagai antimikroba.
2.2

Ekstraksi
Ekstraksi atau penyarian merupakan kegiatan penarikan zat yang dapat

larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut yang sesuai (Depkes RI,
1986) atau merupakan proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut yang sesuai
(Depkes RI, 2000). Struktur kimia zat aktif yang terdapat dalam berbagai
simplisia akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut

25


terhadap pemanasan, logam berat, udara, cahaya dan derajat keasaman. Dengan
diketahuinya zat aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan
cairan penyari dan cara penyarian yang tepat. Pemilihan cairan penyari harus
mempertimbangkan banyak faktor, yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil
secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah
terbakar, tidak mempengaruhi zat berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan.
Untuk proses penyarian Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan
penyari adalah air, etanol, etanol-air. Pelarut etanol dipertimbangkan sebagai
penyari karena mikroba sulit tumbuh dalam etanol dengan konsentrasi lebih besar
dari 20%, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan
air pada skala perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih
sedikit. Untuk meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran antara
etanol dan air (Depkes RI, 1986).
Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya maserasi.
Maserasi adalah proses ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000).
Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari,
dimana cairan akan berdifusi dengan dinding sel yang mengandung zat aktif.
Pengadukan dilakukan untuk menjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel, sehingga larutan yang terpekat didesak
keluar dinding sel sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar
sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan
(Depkes RI, 1986).

26

2.3

Bakteri
Nama bakteri berasal dari bahasa Yunani ”bacterion” yang berarti batang

atau tongkat. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu, tubuhnya bersifat prokariotik, yaitu tubuh terdiri atas
sel yang tidak mempunyai pembungkus inti. Bakteri berkembang biak dengan
membelah diri dan karena begitu kecil maka hanya dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop (Waluyo, 2005). Kelompok bakteri terdiri atas semua
organisme prokariotik patogen dan non patogen yang terdapat di daratan dan
perairan, serta organisme prokariotik yang bersifat fotoautotrof. Sebagian besar
bakteri memiliki diameter dengan ukuran 0,2-2,0 mm dan panjang berkisar 2-8
mm. Umumnya bakteri memiliki satu bentuk (monomorfik) namun ada bakteri
tertentu yang memiliki banyak bentuk (pleomorfik). Biasanya sel-sel bakteri yang
muda berukuran jauh lebih besar daripada sel-sel yang tua. Bentuk dan ukuran
suatu bakteri dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur
inkubasi, umur kultur dan komposisi media pertumbuhan (Pratiwi, 2008).
2.3.1 Struktur Sel Bakteri
Sel bakteri juga mempunyai ciri-ciri morfologis dan anatomi yang unik
dibandingkan dengan sel jasad hidup lainnya. Pada umunya para ahli
menggolongkan struktur sel bakteri menjadi dinding luar, sitoplasma dan bahan
inti. Struktur luar dapat berupa flagel atau bulu cambuk untuk dapat bergerak, pili
atau fimbriae merupakan benang-benang halus yang keluar atau menonjol dari
dinding sel dan hanya ditemukan pada bakteri berbentuk batang bersifat Gram
negatif, kapsula atau lapisan lendir berfungsi untuk melindungi sel terhadap
kehadiran faktor luar yang tidak menguntungkan (Waluyo, 2005).

27

Dinding sel berfungsi memberikan bentuk tertentu pada bakteri, mengatur
keluar masuknya zat kimia, serta memegang peranan dalam pembelahan sel.
Dinding sel bakteri sangat tipis, sifatnya elastis, terletak diantara kapsula dan
membran sitoplasma dengan susunan kimia kompleks. Dinding sel bakteri, terdiri
dari berbagai macam bahan organik, seperti selulosa, hemiselulosa dan khitin
(yaitu karbohidrat yang mengandung unsur N), hal ini tergantung spesies bakteri.
Struktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif mempunyai
perbedaan. Dinding sel bakteri Gram positif merupakan struktur berlapis,
sedangkan bakteri Gram negatif mempunyai satu lapis yang tebal.
Meskipun struktur berbeda, susunan kimia dari dinding sel kedua
kelompok bakteri tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Bakteri
Gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi dibandingkan bakteri
Gram negatif. Pada bakteri Gram positif polimer dapat mencapai 50% sedangkan
Gram negatif hanya sekitar 10%. Pada umumnya kandungan lipid pada dinding
sel bakteri Gram positif rendah. Dinding sel bakteri Gram negatif. Dinding sel
bakteri Gram negatif lebih kompleks dibandingkan bakteri Gram positif.
Perbedaan utama adalah lapisan membran luar yang menyebabkan membran sel
bakteri Gram negatif kaya akan lipid (11-22%). Struktur dalam sel bakteri
meliputi membran sitoplasma, protoplasma, inti atau nukleus dan organel-organel
lain antara lain mesosom, ribosom dan badan inklusi (Waluyo, 2005; Pratiwi,
2008).
2.3.2 Bakteri Patogen
Tidak semua mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh dapat
menimbulkan

penyakit.

Untuk

dapat

28

menimbulkan

penyakit,

suatu

mikroorganisme harus dapat melalui beberapa tahap penting yaitu masuk ke
dalam tubuh melalui jalan masuk yang untuk setiap mikroorganisme tidak sama,
harus dapat berkembang biak, tahan terhadap sistem pertahanan tubuh dan
melakukan invasi ke dalam tubuh host serta harus ada jalan keluar penyebab
penyakit (Supardi dan Sukamto, 1999).
Bakteri Staphylococcus aureus ditemukan pertama kali oleh Koch tahun
1878. ”Aureus” dalam bahasa Yunani berarti ”emas”, hal ini dikarenakan S.
aureus memiliki pigmen karotenoid berwarna kuning muda sampai jingga tua.
Bakteri S. aureus termasuk dalam famili Micrococcaceae, merupakan bakteri
Gram positif dan berbentuk kokus dengan diamter 0,5-1,5 µm, baik berpasangan
maupun bergerombol. Bakteri ini bersifat tidak motil, dapat hidup secara aerob
dan anaerob fakultatif, pertumbuhan paling cepat pada temperatur 37ºC.
Pembentukan pigmen paling baik pada bakteri ini ialah pada suhu kamar (2025ºC) dan pH optimum 7,0-7,5.
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus Gram
positif. Diantara semua bakteri yang tidak membentuk spora, maka bakteri
Staphylococcus aureus termasuk jenis bakteri yang paling kuat daya tahannya.
Pada agar miring dapat tetap hidup sampai berbulan-bulan, baik dalam lemari es
maupun pada suhu kamar. Dalam keadaan kering pada benang, kertas, kain dan
dalam nanah dapat tetap hidup selama 6-14 minggu (Rostinawati, 2007).
Staphylococcus aureus menghasilkan koagulase dan merupakan senyawa patogen
utama bagi manusia. Bakteri ini dijumpai pada selaput hidung, kulit kantung
rambut. Hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi bakteri ini
sepanjang hidupnya, dari infeksi kulit ringan, keracunan makanan, sampai infeksi

29

berat (Sulistiyaningsih, 2007). Bakteri ini juga dilaporkan menyebabkan abses
bahkan septikimia yang fatal (Rahmawati, 2010).
Bakteri S. aureus penyebab berbagai penyakit infeksi pada manusia dan
hewan. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pneumonia (infeksi paru-paru),
osteamyelitis (infeksi pada tulang), sinusitis, tonsillitis (radang amandel) dan
abses (penimbunan nanah akibat infeksi bakteri). Infeksi pada hewan yang di
sebabkan S. aureus antara lain mastitis (pembengkakan payudara) pada sapi dan
biri-biri, pustular dermatitis (radang kulit pada anjing) serta abses pada unggas
(Anonim, 2007). Bakteri ini juga dapat menyebabkan gastroenteritis. Gejala
gastronteritis adalah tiba-tiba dan muntah hebat sampai 24 jam. Staphylococcus
aureus umumnya menyebabkan penyakit yang berasal dari makanan karena
bakteri ini menghasilkan racun yang dapat menimbulkan penyakit (Ambarwati,
2007).
Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang
dengan ukuran 0,5-2,5 x 1,2-10 µm, menyendiri, berpasangan atau membentuk
rantai. Bakteri ini mempunyai suhu optimum 25-37ºC, berkembang biak dengan
endospora dengan ukuran 0,6-0,9 x 1,0-1,5 µm yang berbentuk bulat telur sampai
silindris. Bakteri B. subtilis menggunakan sumber C atau N untuk energi
pertumbuhan. Bakteri ini tahan terhadap panas, kering dan desinfektan kimia
tertentu dalam waktu yang cukup lama. Bakteri ini bersifat patogen oportunitis,
dapat menyebabkan penyakit pada manusia, seperti hemolisis, septisemia dan juga
menyebabkan fungsi imun seseorang terganggu, sehingga menyebabkan
meningitis dan gastroenteritis akut (Anonim, 2007).

30

2.4

Uji Efek Antimikroba
Pengujian antimikroba dilakukan untuk mengukur respon pertumbuhan

populasi mikroorganisme terhadap agen antimikroba. Kegunaan uji antimikroba
adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien. Ada dua
metode utama dalam pengujian antimikroba, yaitu:
2.4.1 Metode Difusi
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan,
metode difusi dapat dilakukan dengan 5 cara menurut Pratiwi (2008), yaitu
metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer), e-test, ditch-plate technique, cup-plate
technique, gradient-plate technique. Prinsip dasar dari metode ini adalah piringan
yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami
mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih
disekitar piringan tersebut mengidentifikasi adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan agar. Piringan yang
digunakan tergantung dari lima metode yang telah disebutkan.
2.4.2 Metode Dilusi
Metode dilusi (metode pengenceran) merupakan metode yang dilakukan
dengan mengencerkan zat antimikroba dan dimasukkan ke dalam tabung-tabung
reaksi steril. Masing-masing tabung tersebut ditambahkan sejumlah mikroba uji
yang telah diketahui jumlahnya. Pada waktu interval tertentu, dilakukan
pemindahan dari tabung reaksi ke dalam tabung-tabung berisi media steril yang
lalu diinkubasikan dan diamati penghambatan pertumbuhan (Kusmiyati dan
Agustini, 2007). Menurut Pratiwi (2008), metode dilusi dibedakan menjadi dua,
yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution).

31

2.5

Mekanisme Kerja Antibakteri
Antibiotik merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroba yang

dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain (Kusmiyati dan Agustini, 2007).
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan tidak terkontrol dalam menangani
mikroba patogenik telah menyebabkan timbulnya beberapa galur bakteri yang
resisten terhadap antibiotik. Saat ini pencarian terhadap antibiotik secara terus
menerus merupakan pilihan yang paling penting dalam penanganan galur bakteri
yang resisten terhadap antibiotik (Radjasa, et al., 2007). Kekebalan bakteri
terhadap antibiotik menyebabkan angka kematian semakin meningkat.
Dalam penemuan dan perkembangan antibiotik selanjutnya, dibedakan
antara antibiotik terhadap sel prokariotik (bakteri) dan antibiotik terhadap sel
eukariotik (fungi, protozoa, cacing). Aplikasi antibiotik tidak hanya terbatas pada
kemoterapi. Beberapa aplikasi antibiotik lainnya ialah antibiotik antitumor (agen
sitostatik), antibiotik untuk patologi tanaman, antibiotik sebagai bahan tambahan
makanan, antibiotik dalam bidang peternakan dan kesehatan hewan (Pratiwi,
2008). Berdasarkan kekuatan kerja antibakteri dibedakan menjadi bakterisidal dan
bakteriostatik. Bakterisidal bersifat mematikan bakteri sedangkan bakteriostatik
bersifat menghambat bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada
konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi kerja antibakteri, diantaranya konsentrasi
bakteri, jumlah bakteri, spesies bakteri, suhu dan pH (Anonim, 2007).
Antibiotika yang paling banyak digunakan untuk kemoterapi infeksi
bakteri ialah antibiotika golongan β-laktam, terutama penisilin dan turunannya.
Salah satu turunan penisilin yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi

32

bakteri

adalah

amoksisilin

(Sulistyowaty,

et

al.,

2010).

Amoksisilin

memperlihatkan spektrum antibakteri luas terhadap bakteri Gram positif dan
negatif, aerobik dan anaerobik. Mekanisme kerja amoksisilin menghambat
pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding mikroba. Efek
samping berupa reaksi alergi yang sering terjadi dengan didahului oleh adanya
sensititasi (Rostinawati, 2007).
Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan dalam bidang
kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan
penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke
manusia. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus,
bakteri, jamur, riketsia, dan protozoa. lnfeksi juga bisa disebabkan oleh
munculnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Bagi negara-negara
berkembang, timbulnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik pada
penyakit infeksi merupakan masalah penting (Ratnawati, 2008). Interaksi antara
manusia sebagai host dengan mikroorganisme patogen dapat menyebabkan
terjadinya infeksi. Dengan daya tahan tubuh yang memadai infeksi ini dapat
ditolak, tetapi apabila terjadi peningkatan virulensi, maka akan diperlukan suatu
obat yang bersifat antimikroorganisme untuk membunuh mikroorganisme tersebut
(Saraswaty, et al., 2002).
Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram positif yang tahan
terhadap panas, kering dan desinfektan kimia tertentu dalam waktu yang cukup
lama. Bakteri ini bersifat patogen oportunitis, dapat menyebabkan penyakit pada
manusia, seperti hemolisis (dapat melisiskan darah), septisemia (berkembang
dalam aliran darah dan menyebabkan penyakit), bakteri ini juga menyebabkan

33

fungsi imun sesorang terganggu sehingga menyebabkan meningitis dan
gastroenteritis akut (Anonim, 2007).
Menurut (Pratiwi, 2008) dan (Kusmiyati dan Agustini, 2007), antibiotik
berdasarkan spektrum atau kisaran kerja dapat diklasifikasikan menjadi antibiotik
berspektrum sempit (narrow spectrum) yang hanya mampu menghambat atau
membunuh segolongan jenis bakteri saja dan antibiotik berspektrum luas (broad
spectrum) yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram
positif maupun Gram negatif. Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri
senyawa antibakteri ialah perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukan dinding sel atau mengubah bentuk dinding sel setelah selesai
terbentuk, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan
keluarnya bahan nutrisi dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam
nukleat, penghambatan kerja enzim dan penghambatan sintesis asam nukleat dan
protein serta menghambat sintesis metabolit esensial.

34